Você está na página 1de 13

Beranda ▼

Alat Pelindung Diri (APD)

Dasar Hukum

1. Undang-undang No.1 tahun 1970.

a. Pasal 3 ayat (1) butir f: Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat untuk
memberikan APD

b. Pasal 9 ayat (1) butir c: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap
tenaga kerja baru tentang APD.

c. Pasal 12 butir b: Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak
tenaga kerja untuk memakai APD.

d. Pasal 14 butir c: Pengurus diwajibkan menyediakan APD secara cuma-Cuma.

2. Permenakertrans No.Per.01/MEN/1981 Pasal 4 ayat (3) menyebutkan kewajiban


pengurus menyediakan alat pelindung diri dan wajib bagi tenaga kerja untuk
menggunakannya untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

3. Permenakertrans No.Per.03/MEN/1982 Pasal 2 butir I menyebutkan memberikan


nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja, pemilihan alat
pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan makanan ditempat
kerja

4. Permenakertrans No.Per.03/Men/1986 Pasal 2 ayat (2) menyebutkan tenaga kerja


yang mengelola Pestisida harus memakai alat-alat pelindung diri yg berupa pakaian
kerja, sepatu lars tinggi, sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan
pelindung pernafasan.
2.1.2 Pengertian APD

Alat Pelindung Diri (APD) merupakan peralatan pelindung yang digunakan oleh
seorang pekerja untuk melindungi dirinya dari kontaminasi lingkungan. APD dalam
bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Personal Protective Equipment (PPE).
Dengan melihat kata "personal" pada kata PPE terebut, maka setiap peralatan yang
dikenakan harus mampu memperoteksi si pemakainya. APD dapat berkisar dari yang
sederhana hingga relatif lengkap. APD merupakan solusi pencegahan yang paling
mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. Jadi,
tunggu apa lagi. Gunakanlah APD sebelum bekerja dengan bahan kimia.

2.1.3 Jenis-jenis APD

a. Perlindungan Mata Dan Wajah

Proteksi mata dan wajah merupakan persyaratan yang mutlak yang harus
dikenakan oleh pemakai dikala bekerja dengan bahan kimia. Hal ini dimaksud untuk
melindungi mata dan wajah dari kecelakaan sebagai akibat dari tumpahan bahan
kimia, uap kimia, dan radiasi. Secara umum perlindungan mata terdiri dari Kacamata
pelindung, Goggle,Pelindung wajah, Pelindung mata special (goggle yang menyatu
dengan masker khusus untuk melindungi mata dan wajah dari radiasi dan bahaya
laser).

b. Perlindungan Badan

Baju yang dikenakan selama bekerja di laboratorium, merupakan suatu


perlengkapan yang wajib dikenakan sebelum memasuki laboratorium. Jas
laboratorium dikenal oleh masyarakat pengguna bahan kimia ini terbuat dari katun dan
bahan sintetik. Hal yang perlu diperhatikan ketika menggunakan jas laboratorium yaitu
kancing jas laboratorium tidak boleh dikenakan dalam kondisi tidak terpasang dan
ukuran dari jas laboratorium pas dengan ukuran badan pemakainya. Jas laboratorium
merupakan pelindung badan dari tumpahan bahan kimia dan api sebelum mengenai
kulit pemakainya. Jika jas laboratorium terkontaminasi oleh tumpahan bahan kimia,
lepaslah jas secepatnya. Selain jas laboratorium, perlindungan badan lainnya adalah
Apron dan Jumpsuits. Apron digunakan untuk memproteksi diri dari cairan yang
bersifat korosif dan mengiritasi, yang berbentuk seperti celemek terbuat dari karet atau
plastik.Untuk apron yang terbuat dari plastik, bahwa tidak dikenakan pada area larutan
yang mudah terbakar dan bahan-bahan kimia yang dapat terbakar yang dipicu oleh
elektrik statis, karena apron jenis ini dapat mengakumulasi loncatan listrik
statis. Jumpsuits atau dikenal dengan sebutan baju parasut ini direkomendasikan
untuk dipakai pada kondisi beresiko tinggi Bahan dari peralatan perlindungan badan
ini haruslah mampu memberi perlindungan kepada pekerja laboratorium dari percikan
bahan kimia, panas, dingin, uap lembab, dan radiasi.

c. Perlindungan Tangan

Kontak pada kulit tangan merupakan permasalahan yang sangat penting


apabila terpapar bahan kimia yang korosif dan beracun. Sarung tangan menjadi solusi
tidak hanya melindungi tangan terhadap karakteristik bahaya bahan kimia tersebut,
sarung tangan juga dapat memberi perlindungan dari peralatan gelas yang pecan atau
rusak, permukaan benda yang kasar atau tajam, dan material yang panas atau
dingin. Sarung tangan harus secara periodik diganti berdasarkan frekuensi
pemakaian dan permeabilitas bahan kimia yang ditangani. Jenis sarung tangan yang
sering dipakai di laboratorium, diantaranya, terbuat dari bahan karet, kulit dan
pengisolasi (asbestos) untuk temperatur tinggi. Jenis karet yang digunakan pada
sarung tangan, diantaranya adalah karet butil atau alam, neoprene, nitril, dan PVC
(Polivinil klorida). Semua jenis sarung tangan tersebut dipilih berdasarkan bahan kimia
yang akan ditangani.

APD tangan dikenal dengan Safety Glove dengan berbagai


jenispenggunaanya. Berikut ini adalah jenis-jenis sarung tangan dengan
penggunaanyang tidak terbatas hanya untuk melindungi dari bahan kimia. Jenis-Jenis
Safety Glove antara lain : Sarung Tangan Metak Mesh, Sarung metal mesh tahan
terhadap ujung yang lancip dan menjaga terpotong, Sarung tangan Kulit, Sarung
tangan yang terbuat dari kulit ini akan Melindungi tangan dari permukaan kasar,
Sarung tangan Vinyl dan neoprene Melindungi tangan terhadap bahan kimia
beracun, Sarung tangan Padded Cloth Melindungi tangan dari ujung yang tajam,
pecahan gelas, kotoran dan Vibrasi, Sarung tangan Heat resistant Mencegah terkena
panas dan api, Sarung tangan karet Melindungi saat bekerja disekitar arus listrik
karena karet merupakan isolator (bukan penghantar listrik), Sarung tangan Latex
disposable Melindungi tangan dari Germ dan bakteri, sarung tangan ini hanya untuk
sekali pakai,Sarung tangan lead lined Digunakan untuk melindungi tangan dari sumber
radiasi.

d. Perlindungan Pernafasan

Kontaminasi bahan kimia yang paling sering masuk ke dalam tubuh manusia
adalah lewat pernafasan. Banyak sekali partikel-partikel udara, debu, uap dan gas yang
dapat membahayakan pernafasan. Laboratorium merupakan salah satu tempat kerja
dengan bahan kimia yang memberikan efek kontaminasi tersebut. Oleh karena itu, para
pekerjanya harus memakai perlindungan pernafasan, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan masker, yang sesuai. Pemilihan masker yang sesuai didasarkan pada jenis
kontaminasi, kosentrasi, dan batas paparan. Beberapa jenis perlindungan pernafasan
dilengkapi dengan filter pernafasan yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk.
Filter masker tersebut memiliki masa pakai. Apabila tidak dapat menyaring udara yang
terkontaminasi lagi, maka filter tersebut harus diganti.

2.2 Masalah Umum APD(Alat Pelindung Diri)

a. Tidak semua APD melalui pengujian labotoris sehingga tidak diketahui derajat
perlindungannya.

b. Tidak nyaman dan kadang-kadang membuat si pemakai sulit bekerja

c. APD dapat menciptakan bahaya baru

d. Perlindungan yang diberikan APD sulit untuk dimonitor

e. Kewajiban pemeliharaan APD dialihkan dari pihak manajemen ke pekerja

f. Efekctivitas APD sering tergantung “ GOOD FIT “ pada pekerja

g. Kepercayaan pada APD akan menghambat pengembangan kontrol teknologi yang baru

2.3 Masalah Pemakaaian APD(Alat Pelindung Diri)

1. Pekerja tidak mau memakai dengan alasan:

 Tidak sadar/tidak menerti


 Panas
 Sesask
 Tidak enak dipakai
 Tidak enak dipandang
 Berat
 Mengganggu pekerjaan
 Tidak sesuai dengan bahaya yang ada
 Tidak ada sangsi
 Atasan juga tidak memakai
2. Tidak disediakan oleh perusahaan
 Ketidakmengertian
 Pura-pura tidak mengerti
 Alasan bahaya
 Dianggap sia-sia
3. Pengadaan oleh perusahaan
 Tidak sesuai dengan bahaya yang ada
 Asal beli (terutama memilih yang murah)
Beberapa Contoh Masalah APD antara lain :

- Respirator

 Penutup muka yang buruk


 Sumbatan kerusakan/cacat pada filter
 Pemeliharaan yang tidak baik
 Tali pengikat longgar/lepas
 Tidak nyaman
 Psikologis dan kecemasan
 Meningkatkan beban kerja pada jantung dan hati
 Menghirup kembali udara yang dihembuskan
 Kesulitan komunikasi

- Alat Pelindung Telinga

 Resiko infeksi
 Kesulitan komunikasi
 Merasa terisolasi
 Sakit kepala karena jepitan terlalu kuat
 Tidak nyaman
 Menguranggi kemampuan menduga jarak
 Iritasi kulit
- Sarung Tangan
 Mungin dapat menangkap bahan kimia
 Mengurangi kepekaan tangan dan jari
 Kebocoran dari lubang yang tidak diketahui
 Mungkin menyebabkan dermatitis (keringat yang berlebihan)
 Bahan kimia tertentu

- Alat Pelindung Mata


 Dapat membatasi pandangan
 Timbul kabut, noda dan goresan kecil
 Tidak dapat melihat serusakan secara visual
 Beberapa kaca mata pengaman memungkinkan benda masuk dari samping
2.4 Risiko Pemakaian APD Penyebab Penyakit Akibat Kerja di Laboratorium Kesehatan

Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.
Kecelakaan menyebabkan kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai
pada yang paling berat. Untuk menghindari risiko dari kecelakaan dan terinfeksinya petugas
laboratorium khususnya pada laboratorium kesehatan sebaiknya dilakukan tindakan
pencegahan seperti pemakaian APD, apabila petugas laboratorium tidak menggunakan alat
pengaman, akan semakin besar kemungkinan petugas laboratorium terinfeksi bahan
berbahaya, khususnya berbagai jenis virus(Depkes RI, 1996/97).

Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab


timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap
timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan factor manusia
juga (WHO), salah satunya pekerja tidak menggunakan APD. Penyakit Akibat Hubungan
Kerja adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar
berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut
memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit. Penyakit
akibat kerja di laboratorium kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor –faktor yaitu :

a. Faktor Biologis

Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan terutama kuman-kuman pyogenic,colli, bacilli


dan staphylococci yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara.
Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B)
dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena
tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di
unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko
terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta,
dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan
bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi

b. Faktor Kimia

Petugas di laboratorium kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia
dan obat-obatan seperti antibiotika, dengan solvent yang digunakan dalam komponen
antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat
atau lambat ini dapat memberi dampak negative terhadap kesehatan mereka. Gangguan
kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi
(keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang
irreversible pada daerah yang terpapar.

c. Faktor Ergonomi

Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara,
proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia
untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif,
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja
dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini
disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak
sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka
panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang
paling sering adalah nyeri pinggang kerja.

d. Faktor Fisik

Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah


kesehatan kerja meliputi :

1. Kebisingan, getaran akibat mesin dapat menyebabkan stress dan ketulian


2. Pencahayaan yang kurang di ruang kamar pemeriksaan, laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan
kecelakaan kerja.

3. Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja

4. Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.

5. Terkena radiasi Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan,

penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan
petugas yang menangani.

e. Faktor Psikososial

Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat

menyebabkan stress :

1. Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati
seseorang. Untuk itu pekerja di laboratorium kesehatan di tuntut untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-
tamahan

2. Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

3. Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama
teman kerja.

4. Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sector formal ataupun
informal.

2.5 Beberapa alasan Tidak menggunakan APD

Sudah tidak asing apabila menghadapi kondisi para pekerja yang tidak melengkapi
dirinya dengan APD saat bekerja. Tapi keselamatan kerja tidak mempuyai alasan untuk
dilupakan walau sesaat.

Berikut ini adalah hasil wawancara Safety News Alert dengan 290 orang Safety
Officer mengenai cara mereka mengatasi berbagai alasan pekerja yang tidak memakai
APD saat bekerja:
a. Ini tidak cocok / tidak nyaman (alasan 30% pekerja)
Solusi: Biarkan pekerja memilih APD yang cocok, selalu tanyakan apakah ada
masalah dengan ukuran atau kenyamanan APD yang mereka gunakan, dan
lakukan uji coba ukuran dan kenyamanan APD terhadap pekerja sebelum
melakukan pengadaan APD

b. Tidak tahu kalau sekarang harus memakai APD (10% alasan pekerja).
Solusi: Selalu buat pernyataan dengan tanda tangan pekerja bahwa mereka
sudah menerima dan paham terhadap materi training APD dan lakuan tindakan
disiplin yang tegas oleh supervisor terhadap pekerja yang tidak memakai APD
saat bekerja di lapangan.

c. Tidak punya waktu untuk memakai APD/ Memakai APD menghabiskan waktu
saya (18% alasan pekerja). Solusi: komunikasikan dengan pekerja tersebut
mengenai alasan mereka lebih dalam lagi, komunikasikan alasan ini dengan
supervisor produksi agar dapat bersinergi antara K3 dengan watu produksi,
pastikan pekerja tersebut sudah mendapatkan training mengenai APD, dan
masukan keharusan memakai APD kedalam aturan disiplin waktu saat
produksi.

d. Tidak akan celaka (8 % alasan para manager dan pekerja). Solusi: undang
pembicara dari korban kecelakaan kerja, dan biarkan ia bercerita tentang
bagaimana kecelakaan kerja ini sangat berdampak pada kehidupan
pribadinya, dan simulasikan pada pekerja untuk mengikat tali sepatu mereka
dengan satu tangan sebagai ilustrasi jika mereka kehilangan satu tangan
akibat kecelakaan kerja.

2.6 Tindakan Pencegahan

a. Tindakan Pencegahan Secara Umum

Sebagian besar laboratorium klinik membutuhkan penanganan darah dan


cairan tubuh. The CDC dan The National Committee for Clinical Laboratory Standards
(NCCLS) telah mengembangkan sistem untuk perlindungan pekerja secara umum yang
disebut Pencegahan secara umum (Universal Precaution / UP). Pengendalian
perancangan, pengendalian praktek kerja dan penggunaan alat pelindung diri pada
pekerja laboratorium dari potensi paparan agen infeksius dalam darah. Perhatian agen
yang primer adalah Hepatitis dan HIV. HBV (Hepatitis B Virus) merupakan virus DNA yang
menyebabkan sekitar 12.000 infeksi pada pekerja pelayanan kesehatan per tahun.
Selama Hepatitis B akut, kadar virus dalam darah dan cairan tubuh sangat tinggi mencapai
108 – 109 infeksi unit/ml. Satu persen atau lebih pasien yang dirawat akan menjadi kronik
dan pembawa virus. Virus dapat bertahan pada permukaan yang kering. Beberapa
prosedur yang ditunjukkan oleh EPA sebagai sterilisasi atau desinfektan tingkat tinggi
dapat menginaktifkan HBV. Virus inaktif dalam permukaan kering dalam waktu yang lama.
Beberapa desinfektan yang mampu menginak tivasikan HBV akan efektif melawan HIV,
karena agen yang belakangan lebih peka sampai tindakan. Agen lain yang dapat
ditularkan melalui spesimen darah termasuk malaria, sifilis, babesiosis, brucellosis,
leptospirosis, infeksi arbovirus, Creutzfeld-Jacob disease, T- limfositik virus pada manusia
tipe I, virus demam berdarah, dan Cytomegallo Virus.

Konsep pencegahan secara umum diterapkan pada seluruh darah dan


jaringan manusia. Termasuk cairan serous seperti cairan pleura, peritoneal, perikardial,
amnion, serebrospinal dan sendi. Semen dan sekret vagina mempunyai bahaya yang
sama. Seluruh spesimen klinik lain (seperti sputum, feses, keringat, urin, airmata, isi
lambung dan saliva) kurang diperhatikan. UP diterapkan hanya jika substansi terdiri dari
darah yang terlihat. Elemen dari keselamatan secara umum laboratorium yang baik adalah
bagian dari UP. Pekerja harus menggunakan pelindung yang baik ketika menangani
spesimen klinik. Sarung tangan latex atau vinyl digunakan dan diganti secara periodik.
Pakaian yang tahan air, celemek atau baju luar dan pelindung wajah sebaiknya dipakai
saat ada kemungkinan terpercik dan tercelup. Sering cuci tangan ( terutama saat sarung
tangan dicopot) adalah hal yang mendasar yang harus dilakukan. Semua spesimen darah
dan cairan tubuh seharusnya dikumpulkan dan dikirim dengan wadah yang terhindar dari
kebocoran, wadah yang mempunyai potensi terkontaminasi dari luar harus dikirim dengan
wadah kedua anti bocor seperti kantong plastik. Pekerja harus hati-hati dengan
permukaan, wadah, permintaan dan pelaporan yang terkontaminasi. Pengecatan darah
yang tampak dan tumpah sesegera mungkin didekontaminasi atau ditutupi.

Permukaan untuk bekerja harus didekontaminasi setiap pergantian. Juga


teknik untuk menghindarkan bentuk percikan atau droplet merupakan bagian yang terus
menerus dilakukan pada pelatihan tenaga kerja baru dan program pendidikan yang terus
menerus. Semua pekerjaan pipetasi harus menggunakan alat. Label peringatan bahaya
biologi harus ditempelkan pada semua wadah yang berisi zat kontaminan. Limbah
infeksius harus dikemas dan dihancurkan dengan baik. Semua yang tajam harus ditangani
secara hati-hati dan dibuang pada tempat yang tahan terhadap tusukan. Pemilihan
teknologi untuk alternatif mengurangi bahaya ( seperti menghindari penggunaan barang
yang tajam atau penggantian metode manual ke automatis, juga bagian dari kewaspaan
umum. Wadah dengan bagian luar terkontaminasi harus ditempatkan pada kantong plastik
saat dikirim ke laboratorium. Potong beku dari jaringan yang tidak padat harus hati-hati.
Sebagian agen infeksius tidak inaktif pada pembekuan. Pembekuan jaringan harus
dilakukan dengan hati-hati. Dilarang menyemprot jaringan dengan gas pembeku dengan
tekanan karena bahan yang infeksius akan memercik.

b. Tindakan Pencegahan Secara khusus

Pencegahan khusus diterapkan pada penanganan jaringan dari pasien Creutzfeld-


Jacob disease. Kuman tahan terhadap formalin dan bahan fiksasi lain, alkohol, dan panas
(diatas 100ºC ). Dibutuhkan pemberlakuan kewaspadaan umum secara tegas. 5,25%
larutan sodium hipoklorit atau 1 N sodium hidroksi sangat efektif menginaktifkan agen
pada permukaan. Pembuangan cairan atau alat yang terkontaminasi dengan cara
direndam dalam 5,25% larutan sodium hipoklorit selama 1 jam atau dengan autoklaf pada
132ºC selama 1 jam.

2.7 Biological Safety Cabinetry

Merupakan Pengendalian bahaya mikrobiologi terbaik dengan perancangan


Biological Safety Cabinetry ( BSC ) yang sesuai. Kabinet kelas I digunakan pada tekanan
negatif dengan kecepatan aliran sekitar 75 kaki / menit. Udara dalam kamar dikeluarkan
melalui High Effeciency Particulare Air (HEPA) filter / filter efisiensi partikel udara. Bagian
depan dari BSC kelas I dapat dibuka atau tertutup dengan sarung tangan lengan
panjang. BSC kelas II merupakan aliran udara vertikal dan udara dalam yang disirkulasi
ulang melalui filter HEPA. Kamar beroperasi pada tekanan negatif dengan ruang yang
sama ke depan kabinet kelas I, tetapi pemurnian dengan kontaminasi minimal dari
kultur. Kelas I dan II sama tingkatnya dengan keselamatan personel. Kabinet kelas III
harus digunakan pada sebagian besar agen yang virulen. Ruang tertutup seluruhnya.
Isi harus diperlakukan dengan sarung tangan lengan panjang yang sesuai. Seluruh
bahan yang masuk kabinet BSC kelas III harus sudah di autoklaf atau didekontaminasi.
Kabinet Kelas I dan II biasa ditemukan di laboratorim klinik. Kelas III BSC dibutuhkan
pada fasilitas khusus yang mengkultur, seperti Mycobacterium tuberculosis atau jamur
sitemik dan HIV.

Tingkat Biosafety The Center for Disease Control (CDC) dan The National
Institutes of Health mempunyai sistem pengkodeaan dari peningkatan level keamanan
dari laboratorium mikrobiologi dan klinik. Tingkat biosafety (BSL) I yang dibuat untuk
laboratorium yang menggunakan bahan biasanya tidak infeksius terhadap manusia.
Bekerja dengan menggunakan benchtop yang terbuka. Praktek laboratorium yang baik
meliputi penggunaan alat pipetasi, pembersihan tumpahan, desinfetan harian, dan
pembuangan limbah yang baik. Laboratorium klinik seharusnya mengikuti BSL II. BSL II
berbeda dengan BSL I pada akses ke tempat kerja yang seharusnya dijaga ketat dari
individu yang belum terlatih dan prosedur yang jelas seperti aerosol yang menimbulkan
infeksi dilakukan di BSC. BSL II efektif dalam pengendalian bahaya infeksi dari agen
yang ada dalam darah pada spesimen laboratorium klinik. Prosedur bakteriologik secara
rutin seperti meletakkan dan mempersiapkan hapusan untuk pengecatan
diselenggarakan dalam BSL II. Pemeriksaan parasit, penelitian bakteri, dan beberapa
kultur virus dan jamur lebih aman bila dengan tindakan pencegahan dalam BSL II. BSL
III sesuai dengan laboratorium yang bekerja dengan agen yang dapat menyebabkan
penyakit yang fatal bila terhirup. Akses ke laboratorium dan aliran dikendalikan secara
cermat. Semua prosedur dilakukan dalam BSC atau alat yang seusai. Pekerja harus
memakai pakaian pelindung yang lengkap. Sebagian kecil laboratorium klinik yang
mengkultur jamur sistemik dan tuberkulosis butuh melanjutkan ke BSL III.

2.8 Dekontaminasi

Beberapa prosedur dan teknik yang mengurangi infektifitas dari substansi atau
bahan menjadi tingkat lebih aman (noninfektif) disebut dekontaminasi. Germisida adalah
istilah umum untuk semua substansi yang dapat membunuh kuman patogen. EPA
membagi germisida menjadi 3 kategori umum. Sterilisasi penghancuran secara komplet
semua kuman infeksius ( termasuk mikobakteria dan spora). Desinfektan sangat efektif
melawan mikroorganisme yang terseleksi. Desinfektan diproduksi tergantung dari
spektrum aktivitas tertentu. Desinfektan mungkin tidak efektif melawan spora bakteri dan
mikobakteria. Antiseptik adalah bahan kimia pembunuh kuman yang cocok untuk kulit,
jaringan dan membran mukosa. Antiseptik sebaiknya tidak digunakan untuk desinfektan
laboratorium. Sampel darah atau jaringan yang tumpah harus dibersihkan dan
didekontaminasi. Kebersihan diri dengan memakai dan menggunakan alat pengaman
keselamatan kerja. Forsep atau sekop digunakan untuk membersihkan pecahan gelas
tanpa harus kontak manual. Protein dan lemak dalam cat dapat menginaktifkan
desinfektan kimia atau sebagai barier sekitar agen infeksius. Oleh karena itu, sisanya
kemudian dicuci dengan detergen dan air. Setelah semua darah yang terlihat
dibersihkan, gunakan desinfektan yang sesuai. Larutan yang baru. 1:10 larutan pemutih
( 5,25% sodium hipoklorit). Formula iodofor merupakan desinfektan kuat yang bisa juga
digunakan. Aldehid ( dalam larutan glutaraldehid atau formaldehid) dan fenol juga efektif
namun toksik; bahan hanya digunakan pada ruang dengan ventilasi yang adekuat atau
dengan masker asap kimia.

Dekontaminasi pada instrumen laboratorium sebaiknya dilakukan secara


teratur. Frekuensinya tergantung dari penggunaannya. Personel sebaiknya memakai
sarung tangan selama beraktivitas.. Tumpahan pada alat segera dibersihkan dan
didesinfektan. Potensi paparan dapat diminimalkan dengan cara yang sederhana.
Kerusakan tabung dalam sentrifuse, rotor harus ditunggu sampai benar-benar berhenti
sebelum membuka penutupnya; sehingga droplet yang melalui udara mengendap.
Pecahan kaca diambil dengan forsep. Bagian luar dibersihkan dengan deterjen dan
desinfektan.

Mengenai Saya

Você também pode gostar