Você está na página 1de 16

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gandum(Triticum spp) atau terigu sudah menjadi bahan pangan utama di

Indonesia. Pada saat ini sebagian besar penduduk Indonesia telah mengkonsumsi roti

dan mie berbahan baku tepung terigu sebagai bahan pangan pokok kedua setelah beras.

Pola konsumsi pangan beras-terigu menyebar ke seluruh wilayah, baik di perkotaan

maupun pedesaan, sehingga dapat dikatakan diversifikasi pangan berbasis gandum

secara nasional sudah terjadi. Konsekuensinya, Indonesia menjadi salah satu negara

pengimpor gandum terbesar di dunia (Sembiring, 2017).

Indonesia adalah salah satu negara pengimpor gandum terbesar ketiga dunia.

Ada tiga alasan suatu negara melakukan impor komoditi yaitu pertama Produksi

dalam negeri terbatas, sedangkan kebutuhan domestik tinggi, kedua Impor lebih

murah dibandingkan harga dalam negeri, ketiga dari sisi neraca perdagangan, Impor

lebih menguntungkan karena produksi dalam negeri bisa digunakan untuk ekspor

dengan asumsi harga ekspor di pasar luar negeri lebih tinggi daripada harga impor

yang harus dibayar (Asmawan, 2014).

Bila Indonesia masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan

dalam negeri tentu akan menyedot devisa yang cukup besar, sehingga dapat

mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, sudah saatnya bagi

Indonesia mengembangkan gandum di dalam negeri mendukung ketahanan pangan

berbasis tepung walaupun komoditas ini merupakan tanaman subtropis

(Sembiring, 2017).

Upaya mengembangkan gandum dalam negeri dengan penerapan teknologi

budidaya yang sesuai dengan kondisi agroklimat di Indonesia sangat diperlukan.


2

Pengembangan gandum di Indonesia sangat berpotensi. Gandum yang termasuk

tanaman daerah beriklim dingin, juga mampu tumbuh dengan baik di negara tropis

seperti Indonesia. Hal ini didukung dengan kondisi tanah dan agroklimat beberapa

wilayah di Indonesia yang cocok untuk budidaya dan pengembangan tanaman

gandum (Sovan, 2002).

Adanya pangsa pasar yang sedemikian besar, maka pemerintah mempunyai

kebijakan untuk memperkecil impor gandum dengan substitusi produk tepung-

tepungan yang diproduksi melalui budidaya seperti gandum, ubi jalar dan talas, serta

tanaman penghasil pati lainnya. Pada kondisi ini, pengembangan industri tepung

gandum memiliki prospek yang cukup menjanjikan (Panjaitan, 2014).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia, Strategi pengembangannya

serta analisis dayasaing gandum lokal di Indonesia.

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat untuk

mengikuti kegiatan praktikum di Laboratorium Dasar Agronomi Program Studi

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, serta sebagai sumber

informasi yang bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.


3

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Gandum

Gandum di Indonesia merupakan tanaman pendatang, karena komoditas ini

merupakan serealia dari daerah yang memiliki suhu musim panas yang hangat dan

musim dingin yang dingin, seperti wilayah beriklim dingin (temperate), mediterania,

subtropis, dan wilayah-wilayah tropis dengan ketinggian di atas 1.000 m dpl. Gandum

di daerah subtropis berdasarkan waktu tanamnya ada dua jenis, yaitu gandum musim

dingin (winter wheat) dan gandum musim panas (spring wheat). Gandum yang

ditanam di daerah semi-arid di kawasan mediteran yang bersuhu dingin adalah jenis

spring wheat. Seiring dengan perkembangan program pemuliaan tanaman gandum,

saat ini gandum sudah dapat dikembangkan di Indonesia yang beriklim tropis Pada

umumnya, biji gandum (kernel) berbentuk opal dengan panjang 6–8 mm dan diameter

2–3 mm. Seperti jenis serealia lainnya, gandum memiliki tekstur yang keras. Biji

gandum terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kulit (bran), bagian endosperma, dan

bagian lembaga (Andriani, 2013).

Tanaman gandum dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat

diklasifikasikan kedalam kingdom Plantae, subkingdom Tracheobionta, superdivisi

Spermatophyta, divisi Magnoliophyta, kelas Liliopsida, sub kelas Commeliniadae,

ordo Poales, famili Poaceae, genus Triticum, spesies Triticum aestivum L Tanaman

gandum mempunyai dua macam akar yaitu akar kecambah dan akar adventif. Batang

tegak dan berbentuk silider membentuk tunas anakan dalam suatu rumpun serta buku-

bukunya berongga. Daun terdiri dari tangkai pelepah, helai daun, dan akar

(Purnamasidi, 2016).
4

Pada awal evolusinya, gandum merupakan tanaman diploid yang kemudian

berkembang menjadi tanaman poliploid melalui proses persilangan alami dengan

kerabat liarnya sejak ribuan tahun yang lalu (Andriani, 2013).

Tanaman gandum memiliki ligula dengan dua pasang daun telinga pada dasar

helai daun. Kumpulan bunga gandum (spikelets) bertumpuk satu sama lain pada malai.

Ujung bulir membentuk rambut yang panjang bervariasi dan berfungsi sebagai

penahan kekurangan air bila terjadi kekeringan. Pertumbuhan dan perkembangan

dimulai dari stadia biji, kecambah, anakan, tunas ganda, buku pertama, buku kedua,

keluar malai, penyerbukan, pengisian biji dan pemasakan biji (Wati, 2012).

Gandum merupakan tanaman kelompok serealia, satu famili dengan padi,

jagung, hanjeli, dan sorgum. Dalam sistem taksonomi tumbuhan, gandum termasuk

dalam keluarga Poaceae atau lebih dikenal sebagai Gramineae (rumput-rumputan),

dengan ciri khas berakar serabut, batang berbuku, dan daun sejajar dengan tulang daun.

Secara umum morfologi tanaman gandum terdiri atas akar, batang, daun, anakan,

bunga dan biji (Andriani, 2013).

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman gandum berasal dari daerah iklim subtropis, namun dapat

dikembangkan di Indonesia yang beriklim tropis, meskipun menghadapi kendala

biotis dan abiotis. Beberapa varietas gandum telah di adaptasikan di Indonesia harus

didukung dengan teknik budidaya yang sesuai untuk menghasilkan produksi optimal.

Beberapa teknik budidaya gandum yang telah dikembangkan di negara subtropis dapat

di adaptasi dengan penyesuaian dengan kondisi tropis Indonesia

(Suwarti dan Syarifuddin, 2017).


5

Tanaman gandum merupakan tanaman subtropis sehingga jika di budidayakan

di Negara beriklim tropis seperti Indonesia maka diperlukan penyesuaian. Faktor yang

paling menentukan berhasil atau tidaknya tanaman gandum dibudidayakan di daerah

tropis adalah iklim yang ada di daerah tersebut. Tanaman gandum beradaptasi secara

luas di lahan kering pada kawasan 30-60 ºLU dan 27–40 ºLS. Untuk dapat tumbuh

dan berproduksi dengan baik, memerlukan suhu udara optimal 4 ºC–25ºC, dengan

panjang penyinaran (fotoperiode) 9–13 jam per hari. Kondisi yang mirip dengan iklim

subtropika mendukung pertumbuhan tanaman gandum (Patola dan Ariyantoro, 2015).

Lokasi yang ideal untuk penanaman gandum di Indonesia adalah di daerah

dataran menengah sampai dataran tinggi yang memiliki ketinggian mulai dari 800 m

dpl(dari permukaan laut). Kelembaban udara yang diperlukan 80-90% dengan curah

hujan paling tidak 600 mm (BPPP, 2016).

Pertanaman gandum di Indonesia umumnya dijumpai pada wilayah dataran

tinggi (> 1.000 m dpl) atau pada dataran rendah dengan suhu dan kelembaban yang

rendah (<25oC). Faktor kelembaban juga penting dalam budi daya gandum untuk

menekan perkembangan penyakit/jamur. Gandum juga tidak sesuai ditanam pada

wilayah dengan curah hujan tinggi. Curah hujan optimum untuk pertumbuhan gandum

berkisar antara 350-1.250 mm (BPTS, 2013)

Di Asia, khususnya Asia Selatan, kebutuhan air bagi tanaman gandum

cenderung lebih sedikit, berkisar antara 400-450 mm. Hal ini disebabkan oleh umur

tanaman yang relatif lebih pendek. Di Indonesia dengan kondisi iklim yang lembab

dan suhu tinggi, tanaman gandum dapat dipanen pada umur 85-115 hari, bergantung

pada varietas dan suhu lingkungan tumbuh (Aqil dan Rapar, 2013).
6

Tanah

Jenis tanah yang cocok untuk membudidayakan tanaman gandum adalah

Andosol, Regosol kelabu, Latosol dan Aluvial dengan pH tanah berkiras 6-7 dan

kelembapan sekitar 80-90%. Tanah yang baik untuk pertumbuhan gandum adalah

bertekstur sedang/ medium. Tanah gambut atau tanah dengan kandungan S, Mg atau

Fe yang tinggi kurang sesuai untuk budi daya gandum (Balitsereal, 2013).

Syarat utama tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman gandum adalah

memiliki hara yang cukup, tidak ada zat toksit, kelembaban mendekati kapasitas

lapang, suhu tanah rata¬rata berkisar 2-4° C , aerasi tanah baik , serta tidak ada

lapisan padat yang menghambat penetrasi akar gandum untuk menyusuri tanah

(Wicaksono et al, 2015).

Wilayah penghasil gandum di Indonesia di antaranya Pengalengan, Dieng,

Tengger, Karanganyar, Kopeng Salaran, Piji Salatiga Jawa Tengah, Malino, Enrekang

dan Bantaeng Sulawesi Selatan, Tomohon Sulawesi Utara, Napu Sulawesi Tengah,

Merauke Papua, dan NTT (Balitsereal, 2013).


7

ANALISIS DAYASAING DAN STRATEGI PEGEMBANGAN AGRIBISNIS

GANDUM LOKAL DI INDONESIA

Analisis Tanaman Gandum

Tanaman gandum (Triticum aestivum L.) adalah salah satu komoditas utama

yang mendominasi posisi papan atas perdagangan produk pertanian dan nutrisi dunia.

Hal ini disebabkan gandum adalah bahan utama pembuat roti, jenis makanan paling

populer di dunia, dan berbagai jenis makanan lain yang menjadi kebutuhan sebagian

besar penduduk dunia (Mangera, 2013).

Pembudidayaan gandum mempunyai prospek yang cerah di masa yang akan

datang. Untuk dapat memberikan produksi yang tinggi sebagaimana tanaman pangan

yang lainnya, dalam pertumbuhannya gandum juga membutuhkan pupuk sebagai

penyuplai unsur hara. Pemupukan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

produksi pertanian dan salah satu unsur hara esensial yang sering ditambahkan dalam

pemupukan adalah nitrogen (Haryadi, 2003).

Indonesia merupakan negara yang mengonsumsi gandum cukup besar. Data

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, konsumsi tepung gandum terus

memperlihatkan kenaikkan yang signifikan setiap tahun. Dalam kurun waktu 10 tahun

ke depan, kebutuhan gandum nasional dapat mencapai 10 juta ton per tahun.

Kebutuhan tepung terigu rata-rata tumbuh minimal 5 persen setiap tahun

(Mangera, 2013).

Manfaat gandum sebagai bahan pangan sangat beragam terutama dalam

diversifikasi pangan seperti makanan ringan roti, mi, biscuit, pudding, es krim,

macaroni, kue, bahan pakan ternak seperti gabah, dedak, bungkil, dan untuk industri

dalam pembuatan kerajinan, hiasan dan pembuatan kertas Sebagai bahan pangan
8

gandum, gandum telah cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia. Manfaat gandum

yang beragam merupakan keunggulan yang dimiliki oleh gandum. Salah satu pangan

olahan yang berasal dari gandum yang cukup dikenal yaitu roti. Ada dua jenis roti

yang berasal dari gandum yaitu roti putih dan roti gandum utuh. Namun, saat ini jenis

roti yang sudah cukup dikenal oleh pasar yaitu roti putih, sedangkan roti gandum utuh

belum banyak dikenal oleh masyarakat. Sebenarnya, roti gandum dan roti putih tidak

jauh berbeda, keduanya sama-sama berasal dari gandum

(Direktorat Budidaya Serealia, 2008).

Konsep Dayasaing

Produktivitas adalah nilai output yang diproduksi oleh suatu tenaga kerja atau

modal. Produktivitas adalah penentu utama dari standar hidup negara yang berjangka

panjang. Produktivitas adalah akar penyebab pendapatan per kapita nasional (Cho dan

Moon 2003). Dayasaing dalam arti luas adalah kemampuan seseorang, sekelompok

orang atau instansi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik diantara entitas sejenis

dalam suatu linkungan yang sama. Daya saing adalah tingkat produktivitas yang

diartikan sebagai output yang dihasilkan oleh suatu tenaga kerja. Dengan kata lain

daya saing sangat erat hubungannya dengan produktivitas, sehingga seseorang atau

badan akan berdayasaing jika memiliki produktivitas yang tinggi (Porter, 2001).

Sebagai negara yang sedang berkembang maka indonesia dituntut untuk

memiliki dayasaing yang tinggi agar dapat bertahan di alur perdagangan global yang

setiap harinya terjadi hingga jutaan transaksi. Komoditi gandum misalnya, komoditi

yang merupakan produk lokal biasanya tidak terlalu dilirik oleh konsumen karena

tingginya harga. Hal ini tidak lain disebabkan oleh budidaya gandum di indonesia
9

yang masih mencari metode terbaik sehingga membutuhkan biaya yang besar dalam

melakukan proses tersebut (Sembiring, 2017).

Kondisi Agribisnis Gandum di Indonesia

Gandum lokal memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan di

indonesia karena potensi lahan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman gandum.

Permintaan akan komoditas gandum nasional juga terus meningkat seiring terjadinya

diversifikasi pangan berbahan dasar tepung terigu. Namun permintaan gandum yang

tinggi tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan produksi dari dalam negeri

sehingga pemerintah hanya bisa menutupi kekurangan tersebut dengan

mengimpornya (Elvina, 2016).

Berikut data kuota gandum APTINDO menunjukkan bahwa sumber kuota

gandum yang ada di Indonesia ternyata lebih banyak diimpor dibandingkan yang

berasal dari produksi dalam negeri sendiri. Indonesia juga merupakan salah satu

Negara pengimpor gandum terbesar di dunia. Sehingga peluang untuk

mengembangkan gandum di Indonesia khususnya gandum lokal akan sangat terbuka

lebar jika memiliki dayasaing yang mumpuni (Aptindo, 2014).

Budidaya tanaman gandum belum membudaya bagi petani Indonesia,

sehingga dibutuhkan sosialisasi untuk memperkenalkan pertanian gandum kepada

petani di Indonesia. Dalam rangka mendukung pengembangan agribisnis gandum di

Indonesia pemerintah melakukan pembinaan untuk setiap daerah bukaan baru

(demplot), daerah pengembangan dan daerah sentra produksi. Adapun pembinaan

yang dilakukan di daerah bukaan baru yaitu berupa sosialisasi pemasyarakatan

tanaman gandum kepada petani. Pembinaan di daerah pengembangan diarahkan pada

teknik budidaya gandum yang baik dan benar. Sedangkan pembinaan di daerah sentra
10

produksi diarahkan untuk peningkatan mutu gandum lokal, peningkatan produktivitas,

serta pembinaan dalam hal penanganan pasca panen dan pengolahan hasil

(Baga dan Puspita, 2013).

Sebenarnya gandum sudah dikembangkan di Indonesia namun belum dapat

bersaing dengan komoditas lain, baik kualitas maupun ekonomi. Gandum sudah

dikembangkan sejak tahun 2001 di tujuh provinsi, yaitu Sumatera Barat, Bengkulu,

Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan

(Sembiring, 2017).

Namun dalam perkembangannya sampai dengan saat ini areal tanam gandum

semakin menurun. Hal ini disebabkan karena tanaman ini belum memberikan

keuntungan yang layak secara ekonomis mengingat produksinya yang masih rendah

akibat belum adanya varietas yang mampu berproduksi tinggi, hama dan penyakit

tanaman banyak, khususnya cendawan, kesiapan benih kurang, alat pascapanen

penyosoh dan penepung belum tersedia, sehingga kualitas hasil gandum di Indonesia

belum dapat menyaingi kualitas gandum impor. Dukungan dan kerjasama antara

pemerintah dan swasta diperlukan agar petani dapat meningkatkan produksi gandum.

Dalam hal ini swasta menjadi off taker untuk menampung produksi petani. Oleh sebab

itu, untuk mewujudkan keberhasilan pengembangan gandum dapat dilakukan melalui

keterpaduan antara subsistem produksi, pengolahan dan pemasaran hasil, agar

gandum dapat menguntungkan petani (Baga dan Puspita, 2013).

Strategi Pengembangan Gandum Lokal

Sebagai komoditi alternatif, prospek gandum cukup besar untuk

dikembangkan di Indonesia karena tingkat kebutuhan tepung terigu dalam negeri

setiap tahun cenderung meningkat sedangkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut


11

Indonesia mengimpor dari negara lain. Gandum merupakan komoditi pangan yang

potensial untuk dikembangkan di Indonesia karena secara agroklimat telah

diidentifikasi sesuai untuk dibudidayakan di Indonesia yaitu di daerah dataran tinggi

kering. Pengembangan gandum belum membudaya dikalangan masyarakat Indonesia

dan hasil produksi nasionalnya pun masih sangat kecil, hal ini dikarenakan

pengembangan tanaman gandum lokal belum lama dilakukan di Indonesia, oleh

karena itu diperlukan kerjasama dari semua instansi baik pemerintah, swasta maupun

Perguruan Tinggi agar pengembangan agribisnis gandum dapat mencapai sasaran

(Direktorat Budidaya Serealia, 2008).

Adanya kecenderungan meningkatnya konsumsi gandum domestik setiap

tahun tentu merupakan peluang bagi agribisnis gandum lokal untuk dapat

dikembangkan di Indonesia. Selain itu, tersedianya lahan yang sesuai untuk

pengembangan gandum lokal juga merupakan peluang yang harus dimanfaatkan

(Baga dan Puspita, 2013).

Strategi yang kiranya dapat dilakukan untuk meningkatkan agribisnis gandum

di Indonesia, diantaranya yaitu: Sosialisasi tanaman gandum oleh pemerintah dimana

pemerintah menggencarkan sosialisasi agar petani mengenal komoditas gandum dan

memutuskan untuk melakukan rotasi tanaman, penelitian dan penyediaan data oleh

perguruan tinggi dimana perguruan tinggi membagikan hasil penelitian mereka demi

pengembangan budidaya gandum kedepannya, penyediaan inovasi teknologi oleh

BPPP dimana inovasi teknologi sangat diperlukan demi terciptanya peningkatan

kualitas dan kuantitas budidaya gandum, dan pemuliaan tanaman oleh BATAN yaitu

dengan hasil riset badan tersebut sehingga menghasilkan bibit unggul demi

peningkatan produksi gandum (Elvina, 2016).


12

Analisis Dayasaing dan Strategi Pengembangan

Saat ini masing-masing subsistem agribisnis gandum lokal di indonesia masih

belum saling mendukung dan terkait satu sama lain. Hal ini terlihat dari belum

terbentuknya subsistem hulu sehingga sarana produksi berupa benih masih sangat sulit

diperoleh. Kegiatan usaha tani yang mendukung subsistem hilir juga belum

berkembang dengan semestinya sehingga perlu ada pembenahan dari pemerintah.

Dari segi permodalan, petani juga masih sulit dalam mendapatkannya, ditambah

kurangnya minat pasar terhadap komoditas gandum lokal dikarenakan harganya

masih terlalu tinggi (Baga dan Puspita, 2013).

Konsumsi tepung terigu di Indonesia pada tahun 2015 adalah 2,028 kg yang

setara dengan pengeluaran sebesar Rp. 15.808 per kapita meningkat dari tahun 2013

dan 2014 yang masingmasing sebesar 1.251 kg dan 1,356 per kapita per tahun

(BPS, 2015).

Pengembangan gandum di Indonesia saat ini masih menghadapi sejumlah

kendala, terutama terbatasnya luas lahan untuk pengembangan dan kompetisi dengan

tanaman hortikultura seperti kentang atau tomat (Aqil dan Rapar, 2013).

Strategi yang dapat dilakukan mulai dari menciptkan sumber permodalan bagi

petani, mengatur ketersediaan benih, menciptakan varietas gandum baru untuk

dataran rendah dan medium, melakukan sosialisasi dan promosi agribisnis gandum

lokal, pembatasan volume impor, menciptakan produk olahan gandum yang

berkualitas tinggi untuk pasar tertentu hingga meningkatkan kualitas dan kuantitas

produksi gandum lokal (Baga dan Puspita, 2013).

Introduksi berbagai varietas dan uji adaptasi berbagai varietas yang berpotensi

hasil tinggi untuk iklim tropis sangat diperlukan untuk melakukan budidaya gandum
13

di Indonesia. Teknik budidaya yang sesuai juga diperlukan untuk menciptakan

lingkungan yang optimal untuk pengembangan gandum dalam rangka meningkatkan

produktivitas di tingkat petani (Suwarti dan Syarifuddin, 2017).

\
14

KESIMPULAN

1. Gandum bukanlah komoditi baru di Indonesia, namun perkembangannya

masih sangat lambat dikarenakan kurangnya pengetahuan petani terkait

budidaya gandum di Indonesia

2. Kondisi agribisnis gandum di indonesia diperburuk oleh pengelolaan

subsistem-subsistem gandum yang buruk oleh pemerintah sehingga

menyebabkan gandum di Indonesia memiliki daya saing yang rendah

dibandingkan dengan produk impor

3. Perlu adanya perhatian pemerintah agar perkembangan agribisnis gandum

lokal di Indonesia dapat berkembang pesat sehingga Indonesia tidak terlalu

bergantung dengan impor gandum

4. Mulai dari pengadaan bibit yang dipermudah, permodalan,sosialisasi,

penciptaan varietas baru yang unggul hingga pembatasan volume impor perlu

dilakukan oleh pemerintah agar terjadinya keselarasan antar subsistem yang

pada akhirnya akan menjadikan agribisnis gandum dapat berjalan dengan

lancar dan impor gandum yang membludak akan teratasi

5. Pengenalan gandum sebagai salah satu bahan pangan pokok akan sangat

membantu dalam proses pengembangan agribisnis gandum kedapanya


15

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, Aviv dan Muzdalifah isnaini.2013.Morfologi dan Fase Pertumbuhan


Gandum.Balai Penelitian Tanaman Serealia

Asmawan,A.2014.Analisis Kebijakan Impor Tepung Gandum.Sekolah


Pascasarjana,Institut Pertanian Bogor

Aqil, M., dan C. Rapar. 2013. Deskripsi Varietas Unggul Jagung. Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 141 p.

Baga, L.M. dan A.A.D. Puspita. 2013. Analisis daya saing dan strategi
pengembangan agribisnis gandum lokal di Indonesia. Jurnal Agribisnis Indonesia
1(1): 9-26

BPS, 2015. Konsumsi kalori dan protein penduduk indonesia dan provinsi. Survei Sos.
Ekon. Nas. http://www.bps.go.id/site/resultTab

Cho DS, Moon HC. 2003. Evolusi Teori Dayasaing. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Direktorat Budidaya Serealia. 2008. Inventarisasi Pengembangan Gandum.
Jakarta: Departemen Pertanian

Christel, W., Bruun, S., Magid, J., Jensen, L.S., 2014. Phosphorus availability from
the solid fraction of pig slurry is altered by composting or thermal treatment.
Bioresour. Technol. 169, 543–551.

Haryadi, S.S. 2003. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta

Herdiani,Elvina.2016.Budidaya Gandum di Indonesia.BPPP Lembang

Panjaitan, J.L.U.P.2012.Strategi Pengembangan Usaha Agroindustri Tepung Gandum


di Gapoktan Gandum, Kabupaten Bandung. Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor

Patola, E., Ariyantoro, H., 2015. Uji pemberian pupuk hayati biotamax dan macam
pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman gandum (Triticum
aestivum L.). JOGLO 29, 10–18.

Porter ME. 2001. The Competitive Advantage of Nation. The Free Press.

Purnamasidi, S.2016. Penampilan 16 Genotip Gandum (Triticum aestivum L.) yang


Ditanam di Musim Hujan = The Phenotypic of 16 Wheat Genotypes (Triticum
aestivum L.) Which Cultivated on Rainy Season. Program Studi Agroteknologi,
FPB-UKSW

Sembiring.2017.Kebijakan Pengembangan Gandum di Indonesia.Ditjen


Tanaman Pangan, Kementrian Pertanian
16

Sovan, M. 2002.Penanganan Pacapanen Gandum. Rapat Koordinasi Pengembangan


Gandum di Pasuruan. Direktorat Serealia, Direktorat Jenderal Bina Produksi
Tanaman Pangan

Wati,N.L.,2012.Indentifikasi Karakteristik Lahan Berdasarkan Zona Agroekologi


Untuk Pewilayahan Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) Varietas Dewata
Di Kabupaten Semarang.Skripsi.Fakultas Pertanian, UKSW. Salatiga

Wicaksono, F.Y; AW Irwan A. Wahyudin; L. W. Setianingrum.2015.Pertumbuhan


dan hasil gandum (Triticum aestivum L.) yang diberi asam salisilat dan kalsium
klorida dengan selang waktu yang berbeda di dataran medium
Jatinangor.Kultivasi, Unpad

Mangera,Y.2013.Analisis Pertumbuhan Tanaman Gandum Pada Beberapa Kerapatan


Tanaman Dan Iimbangan Pupuk Nitrogen Anorganik Dan Nitrogen Kompos.
Pustaka Buana: Bandung

Você também pode gostar