Você está na página 1de 12

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

INTEGRASI KARTU BANYUMAS SEHAT (KBS) KE SISTEM


JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI KABUPATEN
BANYUMAS TAHUN 2018

Artikel Ilmiah

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan


Masyarakat pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto

Oleh:

DEVY LAKSMITA
G1B014104

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2018
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
INTEGRASI KARTU BANYUMAS SEHAT (KBS) KE SISTEM JAMINAN
KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI KABUPATEN BANYUMAS TAHUN
2018

The Implementation of Integration Policy of Healthy Banyumas Cards (KBS)


into National Health Insurance System (JKN) in Banyumas Regency in 2018

Devy Laksmita1, Budi Aji2, Aris Dwi Susilarto3


1
Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman
2
Dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Sodirman
3
Dosen Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Sodirman
________________________________________________________________________________________________

Alamat : Jl. Dr. Soeparno Karangwangkal Purwokerto 53123


Gedung B Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman
Telp. 085747713999 Email : laksmitadevy@gmail.com

ABSTRACT

Background: The integration of Jamkesda into JKN has been regulated in the
State Gazette of Republic of Indonesia at the National Social Security Council
Regulation (DJSN) number 1 in 2017. Healthy Banyumas Card (KBS) as
Jamkesda in Kabupaten Banyumas has been integrated into JKN since 2016, but
KBS service is still running even though KBS card is not published in January
2017.
Method: This study is qualitative research with case study design. The researcher
determines the informants using purposive sampling which used 14 informants.
The tabulation and analysis data use content analysis. Triangulation of data use
triangulation of source, method, and technique.
Results: Coordination by stakeholders for the availability of community database
is not yet optimal. Stakeholder implement integration in accordance with
competence and budget. Integration policy of KBS into JKN gives a huge benefit
but the commitment given by stakeholders is in accordance with Banyumas
Regency budgets. Procedures and integration mechanism implemented intensively.
Integration policy of KBS into JKN adhered to by stakeholders and constrained by
the accuracy of data in the community.
Conclusion: The implementation of integration policy of Healthy Banyumas Card
(KBS) into National Health Insurance (JKN) system in 2018 is hampered by
participant data collection and accuracy poverty data in Banyumas Regency.
Keywords: Integration, Jamkesda, JKN
PENDAHULUAN
Pemerintah daerah telah menerapkan sistem jaminan kesehatan bagi
masyarakat daerah yang dikenal dengan Jaminan kesehatan daerah (Jamkesda).
Pada tahun 2014 WHO telah menyepakati tercapainya Universal Health Coverage
(UHC), sehingga pemerintah kembali menyusun strategi dengan pengintegrasian
Jamkesda ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Aulia, 2014).
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara resmi
diimplementasikan untuk memberikan jaminan kepada peserta agar dapat
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan. Sebagai penyelenggaranya adalah Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang merupakan
transformasi dari PT Askes (KPPN dan Bappenas, 2015).
Dasar hukum kebijakan integrasi Jamkesda ke dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) akhirnya diatur dalam Berita Negara Republik
Indonesia pada Peraturan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) No. 1 Tahun
2016. Berdasarkan data BPJS Kesehatan per 1 September 2017, dari 514
kabupaten/kota di Indonesia, terdapat 44 kabupaten/kota yang belum integrasi
dengan keterangan 9 kabupaten/kota memiliki Jamkesda namun belum
terintegrasi, dan 35 kabupaten/kota belum memiliki Jamkesda (BPJS Kesehatan,
2017).
Pada tingkat lokal di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah jumlah peserta
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) secara keseluruhan adalah 1.163.056 orang
dari total penduduk sekitar 1.795.000 jiwa. Hal ini disebabkan karena masih
terdapat peserta Kartu Banyumas Sehat (KBS) yang belum terintegrasi ke dalam
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) (Sumarwoto, 2017).
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2017, jumlah peserta
Kartu Banyumas Sehat (KBS) yang telah diintegrasikan menjadi peserta Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) baru sebanyak 30.000 peserta dari total peserta yaitu
sebanyak 55.350 orang. Integrasi telah dilakukan sejak tahun 2016 namun
pelayanan KBS masih berjalan meski kartu KBS tidak lagi diterbitkan pada
Januari 2017.
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2017, besarnya anggaran
yang diberikan untuk KBS adalah Rp 33.720.000.000. Apabila dibandingkan
dengan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), maka APBD yang akan
ditanggung hanya sebesar Rp 15.276.600.000 atau 45% dari total anggaran yang
diberikan Pemerintah Kabupaten Banyumas untuk KBS.
Berdasarkan uraian empiris dan teoritis, peneliti bermaksud untuk
menganalisis Implementasi Kebijakan Integrasi Kartu Banyumas Sehat (KBS) ke
Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Banyumas Tahun 2018.
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui implementasi kebijakan integrasi
Kartu Banyumas Sehat (KBS) ke Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di
Kabupaten Banyumas tahun 2018 dilihat dari segi komunikasi yang dilakukan
oleh para pelaku kebijakan atau stakeholder dalam menjalankan kebijakan,
kompetensi sumberdaya yang terlibat dan ketersediaan anggaran, bentuk
dukungan dari stakeholder, struktur birokrasi berkaitan dengan mekanisme dan

2
prosedur pengelolaan, tingkat kepatuhan pada ketentuan yang berlaku, dan
kelancaran pelaksanaan dan tidak adanya persoalan terhadap kebijakan integrasi
KBS ke JKN di Kabupaten Banyumas.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan desain
studi kasus. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kabupaten Banyumas pada
bulan Maret – April 2018. Subjek dalam penelitian ini diambil dengan
menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria orang yang berada di
lingkungan lembaga Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas yang memiliki
kepentingan dan keterkaitan dengan penerapan kebijakan Integrasi Kartu
Banyumas Sehat (KBS) ke Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di
Kabupaten Banyumas.
Informan dalam penelitian ini terdiri dari Dinas Kesehatan, Bappedalitbang,
Komisi D DPRD, Bagian Kesejahteraan Rakyat dan Bagian Hukum Sekretariat
Daerah Kabupaten Banyumas, BPJS Kesehatan KC Purwokerto, Dinsospermades,
Dindukcapil, RSUD Margono, Puskesmas I Sumbang, dan Peserta Kartu
Banyumas Sehat. Keabsahan data dilakukan dengan teknik triangulasi sumber,
metode dan teknik. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data content
analysis dengan pendekatan thematic network yang dilakukan dengan aplikasi
MAXQDA 10.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Penelitian
1. Koordinasi yang dilakukan stakeholder belum optimal dari segi penyediaan
database masyarakat untuk integrasi KBS ke JKN
a. Koordinasi dilakukan oleh stakeholder terkait penyediaan data integrasi
KBS ke JKN
Koordinasi terkait penyediaan data masyarakat miskin di
Kabupaten Banyumas masih terkendala oleh penyediaan Basis Data
Terpadu (BDT) terbaru. Pelaku kebijakan dalam hal ini dirasa belum
optimal dalam penyediaan data masyarakat miskin yang dibutuhkan.
b. Stakeholder berupaya untuk melakukan koordinasi terkait integrasi KBS
ke JKN dan penyampaian informasi kepada masyarakat.
Stakeholder tergabung dalam Forum Komunikasi (Forkom) yang
diadakan rutin oleh BPJS Kesehatan untuk membahas implementasi
kebijakan integrasi KBS ke JKN.
2. Stakeholder melaksanakan integrasi KBS ke JKN sesuai dengan kompetensi
dan anggaran yang tersedia di Kabupaten Banyumas
a. Stakeholder melaksanakan tugas pokok dan fungsinya dalam proses
integrasi KBS ke JKN
Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas membuat usulan dan
perumusan kebijakan mengenai integrasi KBS ke JKN dan menyediaan

3
informasi hukum kaitannya dengan peraturan yang telah dikeluarkan oleh
Bupati maupun Pemerintah Daerah. Dinas Kesehatan sebagai pengelola
anggaran kesehatan melakukan analisis kebutuhan anggaran sesuai
dengan APBD Kabupaten Banyumas dan jumlah peserta KBS.
b. Anggaran integrasi KBS ke JKN tersedia dan memberikan manfaat yang
efektif dan efisien
Dana yang untuk integrasi KBS ke JKN dengan kuota 50.000
peserta adalah sebanyak Rp 13.800.000.000. Kebijakan Integrasi KBS ke
JKN dinilai lebih efektif dan efisien oleh stakeholder dari segi
penganggaran karena menurunkan beban pengeluaran daerah dalam
realisasi anggaran. Biaya yang dikeluarkan unruk pembayaran premi
peserta menjadi pasti setiap bulannya.
3. Kebijakan integrasi KBS ke JKN memberikan manfaat yang luas namun
komitmen yang diberikan stakeholder menyesuaikan dengan kemampuan
daerah
a. Stakeholder memiliki komitmen sekaligus kendala dalam proses integrasi
KBS ke JKN
Adanya persepsi bahwa dinas terkait belum secara aktif terlibat
dalam proses integrasi KBS ke JKN. Anggapan tersebut dikarenakan
dinas terkait menyesuaikan anggaran yang diterima dari pusat sehingga
proses pembaharuan data masyarakat di Kabupaten Banyumas baru
berjalan.
b. Kemudian pengelolaan dan pembiayaan kebijakan integrasi bagi
pemerintah, PPK, dan masyarakat
Pemerintah Kabupaten Banyumas merasa terbantu dengan
pengelolaan data JKN yang dilakukan terpusat oleh BPJS Kesehatan.
Integrasi KBS ke JKN memberi keringanan penyediaan biaya bagi
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dalam hal ini Puskesmas dan Rumah
Sakit.
4. Prosedur dan mekanisme pengelolaan integrasi KBS ke JKN dilaksanakan
secara intensif
a. Mekanisme kerja sama dan teknis pelaksanaan integrasi KBS ke JKN
dilaksanakan oleh stakeholder
Mekanisme pelaksanaan dan kesepakatan integrasi KBS ke JKN
ditetapkan dalam MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS). Teknis
pelaksanaan integrasi KBS ke JKN dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan
dengan melibatkan Dinas Sosial, BPJS Kesehatan, dan Dindukcapil.
b. Integrasi KBS ke JKN terus berjalan seiring dengan pembaharuan data di
masyarakat
Pembaharuan data masyarakat dilakukan oleh Dinas Sosial dengan
mengadakan pelatihan petugas pencacah untuk melakukan verifikasi data
masyarakat miskin yang telah didaftarkan ke desa setempat.

4
5. Kebijakan integrasi KBS ke JKN dalam regulasi pemerintah ditaati oleh
stakeholder dan dilaksanakan secara intensif
a. Kewajiban menjadi peserta JKN di Kabupaten Banyumas ditetapkan
sesuai dengan regulasi Pemerintah Pusat dan Daerah
Seluruh masyarakat Indonesia diwajibkan untuk menjadi peserta
JKN yang dikelola terpusat oleh BPJS Kesehatan sesuai dengan RPJMN
tahun 2019-2021.
b. Pembahasan lanjut terkait program seiring dengan pembaharuan data di
masyarakat
Pengawasan dalam pelaksanaan integrasi KBS ke JKN dilakukan
dengan monitoring, evaluasi, dan rekonsiliasi oleh stakeholder.
6. Pelaksanaan integrasi KBS ke JKN terkendala oleh ketepatan data di
masyarakat
a. Integrasi KBS ke JKN berlangsung lambat sementara permintaan KBS
non kartu masih berlangsung
Pelayanan KBS non kartu masih berlangsung, semetara
perhitungan alokasi dana yang dibutuhkan untuk pelaksanaan integrasi
KBS ke JKN belum berlanjut.
b. Proses verifikasi dan validasi peserta yang belum terdata menghambat
implementasi kebijakan integrasi KBS ke JKN
Berdasarkan hasil wawancara mendalam diketahui bahwa proses
verifikasi dan validasi data peserta integrasi KBS ke JKN belum
dilakukan lebih lanjut.
c. Stakeholder dan masyarakat menginginkan adanya peningkatan kesadaran
dan tanggung jawab dalam pelaksanaan integrasi KBS ke JKN
Stakeholder menginginkan adanya upaya rekonsiliasi lebih lanjut
dan menghimbau agar masyarakat dari kalangan mampu menjadi peserta
JKN Mandiri agar mengurangi beban pemerintah daerah.
d. Stakeholder dan masyarakat menginginkan kebijakan integrasi KBS ke
JKN terimplementasi dengan baik
Stakeholder mengharapkan peningkatan validitas data peserta
integrsi KBS ke JKN secara berkelanjutan. Masyarakat mengharapkan
agar integrasi KBS ke JKN dapat tepat sasaran kepada masyarakat tidak
mampu.

Pembahasan
Koordinasi yang saat ini dilakukan oleh stakeholder untuk melaksanakan
integrasi KBS ke JKN dibahas melalui forum komunikasi lintas stakeholder.
Koordinasi yang dilakukan saat ini belum optimal dalam penyediaan database
masyarakat miskin yang akan diintegrasikan ke dalam JKN. Hal tersebut sejalan
dengan penelitian Mauldiana (2016) bahwa komunikasi dalam implementasi
integrasi Jamkesda ke dalam JKN di Provinsi Jawa Tengah dilakukan melalui

5
rapat koordinasi. Namun dalam pelaksanaan teknisnya terkendala oleh
kepesertaan yaitu ketepatan sasaran peserta JKN. Kebijakan integrasi KBS ke
JKN tidak hanya disampaikan oleh dinas terkait namun juga disosialisasikan
kepada masyarakat melalui puskesmas dan bidan desa. Hal tersebut didukung oleh
penelitian Sukowati (2013) bahwa pelaksanaan komunikasi juga dilakukan kepada
masyarakat melalui tenaga kesehatan dan menurut masyarakat sendiri telah cukup
jelas dan dipahami.
Stakeholder melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
untuk mengimplementasikan kebijakan integrasi KBS ke JKN. Hal tersebut
sejalan dengan penelitian Mauldiana (2016) bahwa seluruh informan menjalankan
implementasi integrasi Jamkesda ke dalam JKN sesuai dengan tugasnya masing-
masing. Stakeholder beranggapan adanya integrasi KBS ke JKN membawa
dampak yang baik karena pemerintah lebih efektif dan efisien dalam melakukan
penganggaran kesehatan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Timumun (2018)
bahwa realisasi anggaran untuk program JKN Tahun 2015 di Kabupaten Buol
tergolong cukup efektif dibandingkan dengan program Jamkesda. Program
Jamkesda harus berintegrasi kedalam program Jaminan Kesehatan Nasional, agar
semua peserta yang di biayai oleh program Jaminan Kesehatan sudah terkafer
pada BPJS.
Kebijakan integrasi KBS ke JKN memberikan kemudahan pengelolaan
peserta bagi pemerintah daerah dan PPK dari segi pembiayaan pelayanan
kesehatan karena ketersediaan dana yang pasti dari BPJS Kesehatan. Hal tersebut
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Timumun (2018) bahwa
pengelolaan program JKN di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah ditinjau dari segi
penyediaan dana lebih efektif dibandingkan dengan pengelolaan Jamkesda. Sistem
pengelolaan JKN dikelola oleh BPJS sehingga tidak terjadi hutang pada fasilitas
kesehatan. Dalam pelaksanaannya masih menjadi kendala bagi pemerintah daerah
Kabupaten Banyumas. Adanya persepsi bahwa dinas terkait belum secara aktif
terlibat dalam proses integrasi KBS ke JKN. Melalui perspektif yang berbeda,
dinas terkait terkendala oleh prosedur administratif dan besarnya anggaran yang
diberikan oleh pusat dan daerah. Hal tersebut didukung oleh penelitian Sukarno
(2017) bahwa implementasi jaminan kesehatan daerah di kabupaten Sleman
terkendala oleh anggaran daerah yang terbatas untuk pembiayaan daerah, selain
itu kendala lain yang berkaitan dengan prosedural administratif dan pendataan
karena data kemiskinan bersifat dinamis dan tidak pasti setiap waktu.
Kerja sama antara Dinas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan yang dimuat di
dalam PKS dan MoU yang dipegang oleh kedua belah pihak. Tidak ada SOP
khusus dalam pelaksanaan integrasi KBS ke JKN. Hal ini sejalan dengan
penelitian Mauldiana (2016) bahwa saat ini belum ada SOP demi mendukung
berjalannya program integrasi jamkesda ke JKN di Provinsi Jawa Tengah. Para
pelaksana hanya perlu fokus pada tugasnya masing-masing. Perbaikan
implementasi kebijakan integrasi KBS ke JKN dilaksanakan secara intensif dan
bertahap. Hal ini didukung oleh penelitian Timumun (2018) bahwa pemerintah
wajib memperbaiki sistem pendataan penduduk miskin dan bekerja keras bersama
dengan BPJS Kesehatan agar masyarakat tidak mampu mendapatkan layanan
program JKN

6
Stakeholder patuh untuk melaksanakan implementasi kebijakan integrasi
KBS ke JKN. Hal tersebut dibuktiklan dalam peraturan daerah Kabupaten
Banyumas nomor 14 tahun 2013 pasal 3 ayat 2 disebutkan bahwa pemerintah
daerah mendukung program penjaminan kesehatan nasional yang dilaksanakan
melalui Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Implementasi kebijakan integrasi
KBS ke JKN dibahas dan diawasi oleh stakeholder melalui monitoring dan
evaluasi yang dilakukan oleh Bappedalitbang dan rekonsiliasi yang dilakukan
antara Dinas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian Rosyadi (2016) bahwa tatakelola peserta program jamkesda di Provinsi
Jawa Timur dan integrasinya ke dalam sistem JKN berjalan baik jika terdapat
faktor pengawasan dan evaluasi yang mampu memberikan laporan lengkap dan
detail agar dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan penilaian terhadap
kinerja SKPD. Hal ini juga didukung oleh penelitian Pradono (2015) bahwa
rekonsiliasi di SKPD menghasilkan data yang akurat sehingga turut meningkatkan
kualitas laporan. Rekonsiliasi penting dalam rangka meminimalisasi terjadinya
perbedaan pencatatan yang berdampak pada validitas dan akurasi data.
Proses verifikasi dan validasi data peserta KBS dirasa kurang maksimal
menurut stakeholder. Sebagian masyarakat memperoleh kepesertaan ganda KBS
dan JKN-KIS. Pemerintah Daerah sementara belum menindaklanjuti secara pasti
alokasi dana yang diberikan oleh dinas terkait untuk perbaharuan data masyarakat
tidak mampu. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Royat (2008) bahwa porsi
anggaran penanggulangan kemiskinan yang disediakan APBD secara umum
belum maksimal dari total APBD Provinsi. Masalah pendanaan menjadi kendala
dalam program penanggulangan kemiskinan daerah dan masalah pendataan
kemiskinan dalam kelembagaan. Stakeholder menginginkan adanya komitmen
yang kuat dari masing-masing pelaku kebijakan untuk proses integrasi KBS ke
JKN agar berjalan maksimal. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ratri (2014) bahwa proses implementasi kebijakan tidak luput dari
dukungan pelaksana kebijakan yang memiliki komitmen yang kuat dan saling
bahu-membahu selama proses implementasi kebijakan berlangsung.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan perhitungan, kesimpulan yang dapat diambil
adalah sebagai berikut :
1. Koordinasi yang dilakukan stakeholder belum optimal dalam penyediaan
database masyarakat untuk integrasi KBS ke JKN. Forum komunikasi
stakeholder dan sosialisasi kepada masyarakat dilaksanakan secara rutin
namun koordinasi dalam penyediaan Basis Data Terpadu (BDT) masyarakat
miskin masih belum optimal.
2. Stakeholder melaksanakan integrasi KBS ke JKN sesuai dengan kompetensi
dan anggaran yang tersedia di Kabupaten Banyumas. Stakeholder
melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Alokasi dana
APBD untuk integrasi KBS ke JKN sebesar Rp 13.800.000.000 lebih efektif
dibandingkan dengan dana yang dikeluarkan untuk KBS.

7
3. Kebijakan integrasi KBS ke JKN memberikan manfaat yang luas namun
komitmen yang diberikan stakeholder menyesuaikan dengan kemampuan
daerah. Pemerintah Daerah dan PPK mendapatkan kemudahan dalam
pengelolaan dana dan peserta JKN, masyarakat juga mendapatkan kemudahan
dalam pembiayaan kesehatan.
4. Prosedur dan mekanisme pengelolaan integrasi KBS ke JKN dilaksanakan
secara intensif, namun tidak terdapat SOP dalam prosedur pelaksanaannya.
Pembaharuan data masyarakat terus dilakukan untuk kelancaran integrasi
KBS ke JKN.
5. Kebijakan integrasi KBS ke JKN dalam regulasi pemerintah ditaati oleh
stakeholder sesuai dengan regulasi dan dilaksanakan secara intensif yang
dibahas dan diawasi oleh stakeholder melalui monitoring dan evaluasi serta
rekonsiliasi.
6. Pelaksanaan integrasi KBS ke JKN terkendala oleh ketepatan data di
masyarakat meliputi proses verifikasi dan validasi data peserta KBS karena
pemerintah belum menindaklanjuti secara pasti dana yang diberikan untuk
perbaharuan data masyarakat tidak mampu. Stakeholder menginginkan
adanya komitmen yang kuat dari masing-masing pelaku kebijakan terhadap
implementasi kebijakan integrasi KBS ke JKN.

Saran
1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas
a. Memberikan kriteria yang jelas dalam menentukan masyarakat tidak
mampu baik bagi penerima KBS maupun dalam proses integrasinya ke
JKN.
b. Melakukan pengawasan lebih lanjut terhadap proses implementasi
kebijakan integrasi KBS ke JKN.
c. Mempersiapkan besarnya dana yang dibutuhkan dalam mendukung
proses implementasi kebijakan integrasi KBS ke JKN.
2. Bagi Dinas Kesehatan
Meningkatkan koordinasi yang dilakukan melalui forum komunikasi lintas
stakeholder untuk menindaklanjuti pelaksanaan integrasi KBS ke JKN.
3. Bagi BPJS Kesehatan
Melakukan upaya advokasi secara intensif kepada Pemerintah Kabupaten
Banyumas untuk mengimplementasikan kebijakan integrasi KBS ke JKN.
4. Bagi Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
Mempersiapkan sumber daya yang diperlukan berupa material dalam
pelaksanaan integrasi KBS ke JKN.

5. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat


Menambah kepustakaan berkaitan dengan evaluasi kebijakan integrasi KBS
ke sistem JKN.

8
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, Puti., 2014, Polemik Kebijakan Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah ke
Sistim Jaminan Kesehatan Nasional, Jurnal Kesehatan Masyarakat
Andalas, 8 (2) : 93-99.
BPJS Kesehatan, 2017, 470 Kabupaten/Kota Telah Integrasikan Jamkesda ke
JKN-KIS.
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:9Grm8tF_7koJ:h
ttps://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/post/read/2017/523/470-
KabupatenKota-Telah-Integrasikan-Jamkesda-ke-JKN-
KIS+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id , diakses pada 25 Oktober 2017.
KPPN dan Bappenas, 2015, Satu Tahun Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional,
dalam http://indonesia-implementationresearch-
uhc.net/images/literatur/Bappenas-Satu-Tahun-Pelaksanaan-JKN.pdf,
diakses pada 25 Oktober 2017.
Mauldiana, Nuraini., Putri Asmita., dan Anneke Suparwati., 2016, Analisis
Implementasi Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) ke dalam
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Provinsi Jawa Tengah, Jurnal
Kesehatan Masyarakat Undip, 4 (4) : 104-111.
Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 14 Tahun 2013 tentang
“Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Daerah di Kabupaten Banyumas”.
Pradono, Febrian Cahyo dan Basukianto, 2015, Kualitas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah : Faktor yang Mempengaruhi dan Implikasi Kebijakan
(Studi pada SKPD Pemerintah Provinsi Jawa Tengah), Jurnal Bisnis dan
Ekonomi (JBE), 22 (2) : 188-200.
Pujangga, Raka F., 4 Oktober 2017, JKN di Jateng Tertinggal dari Daerah Lain.
Tribun News, hlm. 1.
Royat, Sujana., 2008, Kebijakan Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan,
Deputi Menko Kesra, 1 (1) : 41-51.
Rosyadi, M. Ali Imron, 2016, Implementasi Kebijakan Tatakelola Peserta
Program Jaminan Kesehatan Nasional di Jatim, Jurnal Penelitian
Administrasi Publik, 2 (1) : 237-251.
Sukarno dan Ani Nurhayati., 2017, Implementasi Jaminan Kesehatan Daerah :
Studi Kasus di Kabupaten Sleman, Natapraja, 5 (1) : 35-52.
Sukowati, Nuryatin Phaksy., Minto Hadi., dan Stefanus, 2013, Implementasi
Kebijakan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin Nonkuota, JAP, 1 (6) :
1195-1202.
Sumarwoto., 9 Maret 2017, Jaring Peserta, BPJS Purwokerto Terapkan Layanan
Bergerak, Antara Jateng, hlm. 1.
Timumun, Fatmawarda Sy, 2018, Analisis Komparasi Pembiayaan Program
Jaminan Kesehatan Nasional dan Program Jaminan Kesehatan Daerah
dalam Pencapaian Efektifitas Anggaran pada Dinas Kesehatan Kabupaten
Buol, Jurnal Katalogis, 6 (1) : 41-51.

Você também pode gostar