Você está na página 1de 202

Kirik Abang

ANJING HITAM

i
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

ANJING HITAM
Yogyakarta, Sibuku, 2014
ii, 200; 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-14483-5-9
I. Judul II. Kirik Abang

Hak cipta dilindungi undang-undang


All rights reserved

ANJING HITAM
Penulis : Kirik Abang
Penyunting : Yoen
Perwajahan Isi : Pria
Desain Sampul : Yumages

Penerbit:
SIBUKU
Ngringinan, Palbapang, Bantul, Bantul, Yogyakarta, 55713
E-mail: penerbitbukubaik@yahoo.com

Cetakan 1, 2014

ii
1

Tentang Item, tak seorang pun tahu jika pemuda ini turunan
kesatria Dayak. Tak seorang pun yang tinggal di Balikpapan tahu,
darimana pemuda lugu ini berasal. Hanya orang-orang memanggilnya
Item. Meski kulitnya tidak hitam. Dia seperti orang Dayak lainnya,
berkulit putih dan berwajah tenang.
Dengan wajahnya yang bodoh dan tampak penurut itu, pemuda
ini dijadikan pesuruh di rumah cinta tentara Jepang, di belakang tangsi
serdadu Jepang yang dulunya tangsi serdadu KNIL. Tentara Jepang
yakin kalau pemuda ini tidak akan buat ulah. Karena wajahnya beloon.
Remaja ini bukan orang baru di rumah cinta itu. Sedari zaman
ratu, dia sudah di sana. Banyak pelacur mengenalnya. Item adalah
adik bagi semua pelacur. Semua pelacur sayang pada Item yang masih
remaja itu. Pada dasarnya, para pelacur adalah bersaudara. Dunia laki-
laki yang menjajah selangkangan wanita-wanita itulah yang membuat
mereka harus bersatu. Meski tetap saja mereka dijajah lelaki entah
sampai kapan. Mereka tetap menderita, tapi merasa tidak sendiri
dalam penderitaan tentu sebuah kebaikan.
Inilah rumah cinta. Yah, di rumah besar ini, para lelaki bisa beli
cinta dengan uang mereka. Mereka boleh-boleh saja puas dan lemas
di sini, tapi tidak ada yang gratis di sini. Para pejajah selangkangan
harus bayar di sini! Tak ada yang boleh gratis dari para penjajah
selangkangan. Sebisa mungkin mereka harus rogoh kocek dalam-
dalam untuk dapatkan cinta dari rumah ini.
Karena ini rumah cinta, maka semua penghuni diberikan nama-
nama bunga. Mulai dari Mawar, Melati, Trompet, Dahlia, dan lainnya.
Mawar adalah penghuni lama. Dia seperti kakak bagi yang lainnya.
Mereka tidak punya cara lain bertahan hidup. Selangkangan mereka

1
yang menggiurkan laki-lakilah yang membuat mereka bisa bertahan.
Hidup begitu keras bagi mereka.
Mak Ijah, adalah tetua di sini. Ratusan lelaki sudah rasakan
selangkangannya. Kini dia tak jual barang itu lagi. Dialah yang sekarang
ayomi semua penghuni rumah cinta. Mak Ijah mungkin mucikari
terbaik di jagat ini. Mak Ijah juga seperti ibu bagi Item. Tak heran jika
Item begitu patuh dan sayang pada Mak Ijah.
Desember 1941, dua bulan sebelum serdadu-serdadu kate itu
datang, Item sudah di rumah cinta ini. Pelan-pelan, bocah ingusan ini
mulai disayangi para penghuni rumah cinta.
***
Suatu kali, masuk sersan Indo yang pongah ke rumah cinta.
Dia melirik Mawar. Mawar berikan senyumannya. Item lalu melintas
memberikan sesuatu pada Mawar. Sersan itu pun menghampiri Mawar
dan berlaku kasar pada Item.
“Minggir kau bocah tengik!”
Item lalu menyingkir dan berjalan ke kamar. Mawar menafikan si
Sersan Indo. Namun sersan Indo itu ngiler melihat bokong Mawar yang
geal-geol. Mata si sersan hanya menatap ke Mawar.
Langkah Mawar yang cepat, berhasil mendekati Item. Item ditarik
ke kamar. Si Sersan hanya melotot dan terus memperhatikan Mawar. Si
Sersan bahkan menuju depan pintu. Namun Mawar segera tutup pintu,
dan si sersan hanya bisa gedor-gedor pintu.
Sementara itu, Mawar melucuti semua pakaian Item dan
menciumi sebagian tubuh Item. Item tak bisa apa-apa kecuali diam.
Mawar lalu membuka pakaiannya yang tipis. Item segera melihat jelas
Mawar begitu polos. Mawar menarik Item ke tempat tidur.
“Item, sentuh aku!”
Mawar lalu memberi rangsangan pada Item. Dan Item segera
bergairah. Item pun lalu di atas tubuh Mawar. Perlahan pasti Item telah
mendekapnya dan bergerak halus. Mawar pun senang dan mendesah.
Cukup nyaring. Desahan itu terdengar si Sersan pongah itu. Hampir
setengah jam, persetubuhan itu selesai. Item berbaring puas di tempat

2
tidur. Sementara itu, Mawar keluar dengan kondisi telanjang bulat dan
menghampiri si Sersan.
“Kau dengar tadi? Aku nikmat! Pergilah jangan cari aku lagi!”
Sersan itu pergi dengan kesal dari depan pintu. Mawar tak
menyesal kehilangan pelanggannya itu. Dia puas karena berhasil
menolak laki-laki kasar yang menyakiti Item. Sementara si Sersan hanya
bisa bercinta dengan pelacur lainnya. Setidaknya sebagai pelampiasan
rasa kesalnya.
***
Hari-hari di rumah cinta berjalan seperti biasa. Item menjalankan
tugasnya seperti biasa. Membersihkan kamar, menyiram tanaman,
mencuci alat dapur, membersihkan lantai, dan lainnya. Penghuni rumah
cinta tak pernah pusing dengan makanan karena mereka terbiasa
masak sendiri.
Rumah cinta biasanya ramai di luar jam-jam apel. Pengunjungnya
adalah serdadu-serdadu KNIL haus belaian. Mereka biasanya agak royal
sehabis bayaran. Setelahnya, mereka miskin lagi. Mereka biasa bercinta
dalam keadaan mabuk. Begitulah serdadu yang jauh dari perang. Selalu
ingin terlihat gagah di mana pun. Termasuk di tempat tidur.
Serdadu KNIL biasa masuk rumah cita Mak Ijah dengan
membawa botol. Sambil mabuk, mereka akan colek penghuni rumah
cinta yang berpapasan dengan mereka. Habis nyolek terbitlah senyum
si serdadu mabuk. Dunia seolah milik mereka ketika mabuk. Mereka
tak lagi peduli pada perintah komandannya. Kelewang serdadu mabuk,
bisa mengancam siapa saja kalau keluar dari sarungnya. Termasuk kena
kulit komandan mereka.
Serdadu-serdadu KNIL, mulai dari Spandrig, fusilier, kopral,
bahkan sersan adalah pelanggan-pelanggan setia rumah cinta Mak
Ijah. Serdadu KNIL di Balikpapan adalah serdadu jarang tempur.
Ranjang adalah medan pertempuran yang tersisa. Bertempur melawan
penghuni rumah cinta Mak Ijah yang tak terkalahkan adalah sebuah
pertempuran hebat bagi mereka. Pertempuran tanpa akhir yang bikin
mereka lemas dan puas juga di sisi lain.

3
Rumah cinta Mak Ijah adalah dambaan mereka di hari gajian.
Termasuk di Hari Ulang Tahun Ratu tiap 31 Agustus. Habis apel di
lapangan dekat Schoolweg, serdadu-serdadu haus belaian itu akan bikin
apel lagi di rumah cinta. Mereka tidak apel dengan komandan mereka.
Mereka apel dalam kamar bersama penghuni rumah cinta, penghuni
yang akan berikan cinta asal ada beberapa kepeng duit.
Mak Ijah, selalu senang jika rumah selalu ada tamu. Artinya
akan ada uang yang mengalir. Mak Ijah biasa ada di ruang tengah. Ketika
tamu pulang, Mak Ijah akan tersenyum pada mereka dan ucapkan
sesuatu.
“Terima kasih Meneer. Besok ngamar lagi.”
Tentu saja itu kepada semua tamu yang puas dan lemas. Semua
tamu yang pulang dengan senyum. Meski dalam kondisi lemas, tapi
puas. Pakai dipaggil meneer pula. Macam Tuan Belanda saja. Semua
tamu memang akan dipanggil Meneer oleh Mak Ijah. Meski si tamu
bukan orang Belanda berkedudukan yang memang pantas dipanggil
Meneer. Serdadu bawahan pun, bagi Mak Ijah juga Meneer.
Tentu saja nyaris tak pernah ada Meneer betulan datang ke
rumah cinta. Karena Meneer biasanya sudah punya Nyai yang ngurusi
Dapur, Sumur, sama Kasur para tuan Belanda yang dipanggil meneer
itu. Kecuali kalau itu meneer lagi kesengsem sama salah satu penghuni
ini rumah cinta.
Mak Ijah tentu senang kalo ada Meneer-meneer dari BPM,
Gemeenteraad atau KNIL datang main kemari. Ini tempat tidak terkutuk
bagi mereka. Tempat ini hanya terkutuk bagi wanita bersuami saja. Ini
tempat bisa bikin lupa laki pada bininya. Alias bisa bikin merana wanita
bersuami jika si suami sering main kemari, lalu lupa kasih uang belanja
pada si istri.
***

4
2

Rumah Cinta mulai sepi di akhir Januari 1942. Serdadu-serdadu


KNIL yang biasa datang harus bersiap. Ada musuh betulan mau datang.
Musuh dari utara. Ini pertempuran sesungguhnya. Bukan pertempuran
di atas ranjang. Bedilnya pun bedil sungguhan yang bisa bikin mampus
orang.
Meski sepi, ada-ada saja serdadu yang datang. Serdadu-
serdadu yang tidak patroli ke daerah sekitar kota. Ya. Masih serdadu-
serdadu yang butuh cinta. Serdadu-serdadu Sang Ratu, tak lagi bisa
bercinta sesuka mereka. Jika tak sedang patroli dan di tangsi, mereka
akan singgah sebentar ke rumah cinta.
“Cuma sepuluh yang ngamar.”
“Iya.” kata yang lain menimpali dengan wajah lesu seperti
penghuni lain.
“Mak Ijah pasti pusing.” Mereka tampak merasakan kesuraman
yang mulai menimpa mereka. Mereka sulit ganjal perut mereka kalau
pengunjung berkurang.
“Iya. Kepeng-kepeng duitnya jadi kurang. Orang-orag tangsi
jarang ngamar.”
“Mereka pada patroli.” Yang lain menimpali mereka. Hampir
semua peghuni yang terlibat dalam obrolan ini nampak gelisah. Mereka
jadi sulit tersenyum. Kecuali kepada tamu-tamu mereka yang datang.
Siang hari, biasanya seorang spandrig yang tidak jaga akan singgah.
Sorenya, kopral datang dengan mulut bau naga, habis menenggak arak.
Malamnya, habis apel malam, onderofficer akan datang diam-diam.
Bagi yang beristri takut ketahuan istri mereka. Bagi yang belum punya
istri atau lagi jauh sama istrinya boleh jadi akan bersenang-senang di
rumah cinta sampai apel pagi, ketika trompet pagi berbunyi.

5
Mak Ijah hanya kipas-kipas atas panasnya suhu Balikpapan.
Sambil memikirkan sepinya rumah cinta, Mak Ijah hanya bisa bertanya-
tanya dalam hati.
“Ke mana meneer-meneer itu sekarang? Apa mereka sudah
bosan pada penghuni-penghuni di sini. Bukannya mereka selalu pulang
dengan senyum puas, meski harus lemas karena pergulatan mereka
dengan penghuni rumah cinta. Sudahlah rezeki tak akan lari ke mana.
Tuhan masih adil dan sayang. Termasuk pada kami yang hina ini. ”
Pikiran Mak Ijah bubar sejenak. Seorang serdadu melintas
dengan senyum.
“Mana anak-anakmu Mak?”tanya si spandrig Inlander. Dari
wajahnya yang polos, dia seperti ingin dibelai penghuni rumah cinta.
“Masuk saja ke dalam sana. Kamu sudah ditunggu.”
“Baik, Mak... aku bertempur dulu.”
Serdadu itu lalu menghilang dari muka Mak Ijah. Dia berjalan ke
deretan kamar. Di mana para peghuni menyergapnya. Dan salah satu
penghuni menarik si spandrig ke salah satu kamar dan membelainya
sampai puas dan lemas.
***
Rumah cinta menyediakan cinta pada semua serdadu, mulai
tamtama sampai perwira dari Tentara Sang Ratu Wilhelmina. Karena
terlalu bernafsu dan sial, beberapa serdadu Sang Ratu itu, tidak jarang
mereka kena sakit Raja Singa. Kalau sudah begini, dokter di tangsi akan
pusing. Raja Singa adalah penyakit kelamin langganan para serdadu
Ratu Singa.
“Raja Singa lagi?” kata si dokter sambil geleng-geleng dan
memeriksa selangkangan serdadu. Si dokter lulusan STOVIA itu tampak
terbiasa. Dari ribuan kasus yang dihadapinya selama dinas di KNI, Raja
Singa adalah penyakit yang paling sering.
“Terlalu banyak ngamar kamu?”
“Iya dokter. Kami ini kan serdadu sang Ratu. Tugas kami
bertempur.”
Mendengar ucapan si serdadu, si dokter cuma cengar-cengir.

6
“Sudah punya istri?”
“Tidak tuan dokter. Tetap saja jadinya satu lubang rame-
rame juga. Daripada makan ati, lebih seperti ini tuan dokter. Lagian
kalau sudah punya istri susah juga bayar ongkosnya. Belum kalau itu
perempuan nanti punya anak, itu bikin saya bingung, anak saya atau
bukan ya?”
Dokter paham jawaban si serdadu. Sudah biasa kalau satu
perempuan di tangsi bisa jadi milik bersama juga. Ada juga seorang
serdadu yang jual istrinya biar bisa beli arak atau candu.
“Jadi, rumah cinta jalan keluarnya?”
“Tuan dokter betul. Lebih baik saya rajin ke rumah cinta. Cukup
pake kepeng-kepeng dari Sang Ratu, saya orang bisa puas.”
Serdadu itu tertawa kecil. Seolah lupa dengan Raja Singa yang
dideritanya.
Bukan serdadu Ratu Singa namanya kalau takut sama Raja Singa.
Sejarah KNIL sudah catat, semua musuh Ratu Belanda, dari zaman
Raja Willem sampai sekarang zaman Wilhelmina, sudah kena bedil
dan klewang serdadu KNIL. Tak pernah ada takut bagi KNIL. Termasuk
pada Raja Singa sekali pun. Meski sakitnya bukan main di selangkangan
mereka, tetap saja bertempur di atas ranjang jadi keharusan. Paling
tidak buat buktikan kelakian mereka.
***
Rumah cinta adalah milik serdadu-serdadu KNIL juga. Jika mereka
sedang patroli ke Samboja, Sungai Wain atau ke Penajam, mereka
dijamin rindu sama rumah cinta. Rumah cinta mungkin ditakdirkan
untuk membelai para serdadu-serdadu KNIL yang haus kasih. Serdadu
KNIL dianggap hina bagi banyak mata orang-orang pribumi—yang biasa
disapa Inlander. Tapi nyatanya banyak anggota KNIL adalah pribumi.
Mereka biasa disebut sebagai serdadu Inlander.
“Aku rindu rumah cinta.”
“Ada Mawar, Melati, Dahlia.”
“Kita bisa nikmat di sana.”
“Dalam pelukan dan damai kawan.”

7
“Tidak ada yang mirip rumah cinta.”
“Sial. Kapan patroli ini selesai?”
“Kita akan ke sana setelah tugas laknat ini selesai.”
Serdadu Inlander adalah pengunjung setia terbanyak di rumah
cinta. Maklum kebanyakan serdadu KNIL di Balikpapan adalah
Inlander juga. Serdadu Inlander, sedari dulu juga loyal. Meski mereka
direndahkan oleh Legercommandant KNIL terdahulu. Ketika serdadu-
serdadu KNIL Belanda totok, Indo, Manado, dan Ambon bersepatu,
maka serdadu KNIL Inlander ini masih berkaki telanjang. Tapi orang-
orang Belanda selalu berusaha jadi orang yang tahu terima kasih, jadi
diberikanlah sepatu juga kepada serdadu-serdadu Inlander itu.
Pada pelanggan rumah cinta, Mak Ijah tak pernah pilih kasih.
Semua boleh datang dan semua boleh senang. Kalau di KNIL warna kulit
dan pangkat dipandang sedemikian rupa, maka di rumah cinta semua
sama saja. Asal punya kepeng duit, maka penghuni rumah cinta dijamin
boleh dicumbu sampe lemas dan si serdadu puas.
Di rumah cinta tidak ada pembedaan warna kulit. Tidak akan
ada tulisan Verboden voor Inlander en honden yang artinya bikin panas
orang pribumi: ‘dilarang masuk bagi pribumi dan anjing’. Tulisan itu
Cuma ada di Rumah Bola di mana Tuan-tuan, Nyonya-nyonya, sinyo-
sinyo, dan noni-noni Belanda berkumpul.
Rumah bola adalah rumah bangsa yang picik. Cuma ada satu
warna kulit yang katanya tinggi. Rumah cinta adalah rumah semua
bangsa. Di atas tempat tidur, semua bangsa adalah sama. Kalau ada
pelacur Belanda totok di sini, maka beda antara Inlander jelek macam
item dengan Noni Belanda keluaran HBS pun harus hancur.
Itulah kenapa tempat tidur adalah tempat suci. Bukannya Firman
Tuhan, bahwa semua manusia adalah sama dipatuhi. Beda dengan di
kantor dan sekolah di mana warna kulit dan jabatan di atas segalanya.
Di mana manusia-manusia dibedakan. Bukanlah itu pelanggaran atas
firman Tuhan.
Tak heran jika serdadu-serdadu Inlander suka datang ke rumah
cinta. Mereka bukan lagi orang hina karena penghuni rumah cinta tak

8
pandang warna kulit. Juga pangkat. Di tangsi seorang prajurit harus
kasih hormat sama komandan mereka yang totok-totok. Tapi tidak
di rumah cinta. Semua pelanggan adalah sama. Rumah cinta jauh
terhormat daripada gedung pemerintahan atau pun sekolah.
***

9
3

Seorang sersan KNIL datang dari Jawa. Dia Belanda totok.


Wajahnya cerdas. Tak setitik kepongahan di wajahnya. Dia juga singgah
ke rumah cinta. Item yang baru saja selesaikan semua tugasnya.
Membereskan dapur, membersihkan kamar, peraduan para penghuni
rumah cinta, dan lainnya. Semua beres. Selalu beres. Semua puas
dengan Item. Tak ada yang tak selesai dengannya di rumah cinta.
Item memperhatikan kertas lebar yang dibawa si sersan KNIL.
“Benda apa itu, Tuan?”
Si sersan tersenyum melihat bocah itu bertanya. Sersan itu lalu
tunjukkan keramahannya. Tak seperti kulit pucat yang lain, sersan ini
tak pernah mau pusing dengan warna kulitnya.
“Kowe orang mau liat? Sini!”
Item mendekat. Dan terlihat oleh matanya sebuah peta dunia.
Item segera tertarik.
“Peta dunia, Tuan?”
“Ya. Lihat saja!”
“Boleh, Tuan?”
“Yah.”
Bocah itu seperti temukan mainannya. Dia terperangah. Rasa
ingin tahunya besar.
“Kalo kamu orang bisa kasih tunjuk, nanti saya kasih hadiah,”
tantang Sersan bule itu. Dia yakin bocah itu pasti tak bisa tunjukan di
mana letak Holland (Belanda). Item hanya tersenyum terima tantangan
itu.
“Coba kasih tunjuk di mana Holland?”
Item segera mencari. Dia memperhatikan seksama semua tulisan
yang ada di peta. Lalu ditemukannya tulisan Holland.

10
“Ini tuan. Di sebelah Jerman.”
Item tersenyum bangga dan asyik dengan tantangan sersan bule
itu. Sersan bule itu terkejut sekaligus senang. Dia berhadapan dengan
anak yang bisa baca. Tidak buta huruf seperti jutaan bumiputra di
Hindia Belanda itu. Sersan bule itu lalu berikan tantangan kedua.
“Mana Batavia?”
Mata Item lalu tertuju ke pulau Jawa. Item tahu Batavia di Jawa.
Tak butuh waktu lama, titik yang menunjukan Batavia pun ditemukan
item.
“Ini tuan. Tidak jauh dari Bandung ternyata.”
“Bocah. Kamu orang rupanya pintar. Kowe orang pernah sekolah,
ya?”
“Cuma sampai kelas dua, Tuan.”
“Di mana?”
“Sekolah Desa, Tuan. Yang saya ingat ada guru yang namanya
Romija. Dia kasih ajar kami membaca.”
“Kalo kowe masuk KNIL, kowe bisa jadi kopral. Kowe pintar.”
“Apa betul, Tuan.”
Trompet siang berbunyi. Apel siang akan dimulai. Sersan bule
merogoh kertas dari kantongnya. Atas rasa kagumnya, uang satu gulden
itu diberikan pada Item.
“Ini buat kowe bocah pinter.”
Item tersenyum lihat uang sebesar itu. Ini adalah uang terbesar
yang pernah dipegangnya. Sersan bule itu lalu menghilang. Sersan bule
itu sudah terlalu lama di Malang. Jadi dia bisa omong Jawa. Item tak
berniat belanja apa pun dengan uang itu. Item lebih suka menyimpannya
sebagai jimat.
***
Rumah cinta rumah yang tak pernah mati. Semua penjajah
selangkangan, boleh datang kapan saja. Untuk puas dan lemas dengan
kepeng-kepeng duit tentunya. Serdadu-serdadu yang tersisa di tangsi,
beberapa berhasil keluar dari balutan kawat tangsi. Untuk merasakan
pertempuran seru. Sebelum pertempuran sesungguhnya datang.

11
Bummm. Seketika penghuni rumah cinta terkejut. Begitu juga
tamu-tamu mereka yang numpang bercinta. Mereka tanpa balutan
busana. Masih sibuk saling mencengkram tubuh yang lain. Suara
tadi membuat mereka berlari keluar. Tanpa balutan busana, mereka
berusaha mencari perlindungan bersama yang lain. Mereka saling
berteriak agar selamat.
“Lari! Bom!!!”
“Ayo keluar.”
“Ke mana?”
“Ke mana saja.”
“Aduh pakaianku mana?”
“Lupakan. Pikirkan nyawamu!”
Perang bikin orang lupa berpakaian. Perang juga bisa menafikan
berahi yang hampir terlepaskan. Nyawa adalah segalanya. Jadi, urusan
berahi nanti saja. Yang penting selamat.
Semua dicekam ketakutan. Tembak-menembak tanpa henti.
Pantai yang semula tempat bersahabat menjadi neraka. Siapa yang
melintas di pantai tengah malam ini akan binasa. Peluru berhamburan
dari arah pantai menuju daratan. Dari daratan pun, peluru juga
beterbangan ke laut. Semua peluru saling memangsa.
Serangan udara melanda Balikpapan. Semua orang ketakutan.
Termasuk penghuni rumah cinta. Semua penghuni rumah cinta
akhirnya menjauh dari tangsi KNIL. Mereka mengikuti Item. Item punya
bayangan, tangsi KNIL adalah sasaran utama. Item sudah lama dengar
kabar, serdadu Nippon akan menyerang dan menyikat KNIL pastinya.
Pilihan terbaik adalah menjauh menuju pinggir kota.
“Ke mana kita, Item?”
“Ke Gunung Samarinda, Kak Mawar.”
Semua menurut pada Item. Asal selamat. Mereka ternyata tidak
sendiri. Dari mulut gang di sekitar Erakan Staat, semua orang berlarian
kalang kabut. Namun Item bersikap tenang. Para penghuni rumah cinta
berusaha bersikap tenang mengikuti Item.
Penghuni rumah cinta menyusuri Erakan Straat. Tak membawa

12
apa pun, kecuali pakaian yang melekat di badan. Di antara penghuni
yang kabur itu, bahkan ada yang memakai kutang dan sarung seadanya.
Mereka tak sempat berpakaian. Bom dari langit jatuh ketika mereka jual
selangkangan mereka. Sementara penjajah selangkangan yang bercinta
dengan mereka pun lari juga. Dan, sama-sama nyaris tak berpakaian.
Mereka lalu beristirahat di sebuah bukit. Percikan api terlihat di
udara terkadang. Suara dentuman keras pun masih bisa mereka dengar.
Mirip pesta kembang api tahun baru. Barangkali sama meriahnya dengan
Hari Ulang Tahun Ratu Belanda. Bedanya kali ini jelas mencekam.
Mak Ijah yang paling pendiam. Sementara itu, penghuni lain
nampak ketakutan dan berisik. Item hanya perhatikan Mak Ijah.
“Mak Ijah mikir apa?”
“Rumah kita, Item. Cuma itu yang kita punya. Kita biasa cari
makan di sana.”
“Kalo perangnya selesai... nanti kita ke sana lagi, Mak.”
Mak Ijah merasa tenang kembali. Lalu dia mengelus kepala Item
yang memang seperti anaknya sendiri. Jika saja Item anak kandungnya,
Mak Ijah yakin kalau Item adalah anak berbakti. Mak Ijah pun merasa
bahagia ada Item di rumah cinta.
***
Serdadu-serdadu Sang Ratu kalang kabut. Serdadu-serdadu
Nipon tak bisa lagi dibendung. Mereka terus mendekat sampai
Samboja. Orang-orang di Balikpapan pun menyingkir. Mereka mencium
bahaya perang. Peluru nyasar bisa menyerempet kepala mereka. Inilah
bahaya perang.
Pertempuran terus berlanjut hingga pagi. Ketika pagi mulai
tenang, penduduk kembali ke rumah mereka masing-masing. Penghuni
rumah cinta memutuskan kembali. Mak Ijah adalah orang yang berpikir
paling keras di antara mereka. Sebelum tiba kembali di rumah cinta,
dia memikirkan bagaimana rumah cinta juga seisinya. Berharap tak satu
pun hilang. Termasuk beras.
Ketika semua penghuni masuk rumah cinta. Item berusaha
melihat tangsi. Tak seorang pun di tangsi rupanya. Sampai masuk

13
serdadu Nippon ke tangsi. Tubuh mereka lebih kecil dari pada serdadu
Bule atau bumiputra di KNIL. Mereka bawa senapan panjang yang
terpasang bayonet. Kulit mereka putih dan bermata sipit. Item baru
tahu kalau mereka bangsa Nippon. Merekalah orang Nippon yang
pertama kali Item liat.
Semua penghuni bertahan di rumah cinta saja. Sementara itu,
Item malah kelayapan. Item berjalan menyusuri Klandasan. Semua
tampak lengang. Lalu, Item melihat barisan serdadu KNIL berjalan
menuju arah Lapangan BPM dekat Schoolweg. Item lalu mengikuti
mereka. Serdadu Nippon mengawal mereka.
Serdadu sang Ratu tak berdaya. Mereka harus kalah oleh serdadu
Nippon yang mirip orang kate. Sekarang mereka berjalan tanpa bedil.
Tak lagi gagah seperti parade setiap tanggal 31 Agustus. Item pun
melihat wajah-wajah dalam barisan tawanan itu. Mereka-mereka yang
rajin datang ke rumah cinta demi sebuah cinta sesaat dengan kepengan
mereka sebagai bayaran atas selangkangan penghuni rumah cinta.
Mereka tak lagi segagah di atas ranjang ketika menggagahi penghuni
rumah cinta.
“Ayo jalan Londo item. Ratu kalian sudah mati,” teriak seorang
serdadu Nippon yang bisa bahasa Indonesia.
Sampailah mereka di lapangan BPM. Berbagai tawanan dari
penjuru kota dikumpulkan. Mereka adalah serdadu KNIL, orang Belanda
dan anak-anak mereka. Sebuah barisan tentara KNIL disiapkan. Mereka
berjalan lewat Melawai. Lalu mereka dibariskan menuju arah laut.
Pelan-pelan, mereka disuruh berjalan. Sampai seluruh tubuh mereka
terendam. Sampai kepala mereka tak terlihat. Sementara itu, serdadu
Nippon sudah bersiap membidikan senapan mereka. Tinggal menarik
pelatuknya saja.
“Tembak semua kepala yang muncul!” perintah seorang
komandan. Semua serdadu bawahan yang mendengarnya menurut
dengan seksama. Semua serdadu Nippon yang mendengar lalu
berteriak, “BANZAI!!”
Serdadu-serdadu Nippon itu tersenyum ketika semua tawanan

14
tak muncul dari air. Ketika salah satu kepala muncul, seorang serdadu
Nippon teriak dan menarik pelatuk senapannya.
“Bakero!!!!!”
Dor! Semua orang yang menonton terkejut. Sesosok mayat lalu
mengapung. Darahnya mengotori teluk Balikpapan itu. Lalu muncul
tembakan lain dan seorang tawanan tewas. Lalu disusul suara tembakan
lain lagi. Sebagian mati tertembak, sebagian mati kehabisan napas di
dalam air. Pemandangan keji itu disaksikan juga sebagian penduduk
kota. Segera orang-orang Balikpapan paham bahwa serdadu Nippon
kejam. Meski kejam pada orang-orang Belanda, awalnya mereka
berhati-hati bersikap pada orang Indonesia.
***
Atas kemenangan merebut Balikpapan, serdadu-serdadu Nippon
berpesta. Mereka nyanyikan Kimigayo, dan mulai minum sake. Rumah
cinta juga sasaran pesta mereka. Serdadu macam mereka butuh wanita
demi kepuasan selangkangan mereka, setelah hari-hari membosankan
di laut dan ketegangan atas pertempuran merebut kota Balikpapan.
Rumah cinta buka lagi dan tampak lebih ramai dari biasanya.
Mulai dari serdadu rendahan hingga para perwira berdatangan. Siang
untuk serdadu biasa, dan malam untuk perwira. Serdadu Nippon lebih
parah untuk urusan selangkangan. Karenanya, rumah cinta makin
ramai. Jauh lebih ramai dibandingkan zaman Ratu Singa dulu. Ini adalah
zaman baru mereka. Zaman yang boleh dibilang zaman matahari terbit,
seperti bendera Nippon.
“Untuk Amaraterasu! Untuk sang kaisar! Banzaiii!!!” teriak
seorang perwira sambil angkat botol sake. Lalu perwira lain berteriak
beramai-ramai.
“Banzai!!”
“Sini manis! Ayo kita ke kamar.”
Salah satu perwira yang tidak tahan gejolak selangkangannya
mulai menarik Dahlia ke kamar. Sementara para perwira lain hanya bisa
tertawa. Dahlia sendiri terlihat lelah. Siang hari bolong tadi, dia sudah
layani delapan serdadu. Mereka kasar-kasar, tidak seperti serdadu-

15
serdadu sang ratu. Namun, Dahlia hanya menurut. Meski tak pernah
sekolah, Dahlia paham kalau pemenang perang bisa berbuat semaunya,
termasuk menjajah selangkangannya.
Di sudut lain, di kamar pojok adalah kamar Melati. Setelah
desahan-desahan kasar terdengar di dalam kamar, seorang perwira yang
menjajah selangkangan Melati mulai orgasme. Dalam kenikmatannya
sebagai laki-laki, si perwira berteriak: “Banzaaii!!”
Semua orang di rumah cinta pun mendengarnya. Nippon Sheisin,
rupanya adalah semangat yang harus dimiliki semua serdadu Nippon
setiap saat dan di mana saja. Termasuk ketika mereka bercinta di rumah
cinta.
***

16
4

Rumah cinta semakin ramai lagi. Mak Ijah menjadi bingung.


Penghuni yang ada tak lagi mencukupi. Penghuni-penghuni rumah cinta
tak lagi punya waktu istirahat. Seolah, tiap saat selangkangan mereka
harus dijajah. Itu tak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Seorang
serdadu KNIL tak tiap hari ke rumah cinta, hanya beberapa hari sekali
karena mereka harus patroli dan latihan. Sementara serdadu Nippon
bisa tiap hari kemari hingga penghuni rumah cinta keteteran.
Bukan jenderal jika tak berotak. Atas desakan berahi tentara, dan
kurangnya wanita-wanita yang siap dijajah kelaminnya, maka seorang
jenderal memutuskan mengadakan banyak rumah-rumah hiburan
macam rumah cinta. Para wanita-wanita pemuas pun dicari hingga ke
pelosok desa. Beberapa wanita muda terhormat bahkan dibohongi agar
terjebak. Janjinya di sekolahkan ke Tokyo, nyatanya dia harus layani
banyak serdadu suruhan Tokyo atas nama kejayaaan Kaisar Nippon.
Setelah wanita-wanita malang diperolah untuk dijadikan pemuas,
maka jadilah rencana gila jenderal Nippon tadi—rumah-rumah hiburan
bagi serdadu. Jadilah ribuan wanita Indonesia sebagai pemuas berahi
serdadu Jepang. Katanya mereka adalah Jugun Ianfu atau wanita yang
ikut dalam peperangan. Mereka dijadikan pemuas serdadu di garis
belakang, di mana serdadu bisa datang bercinta dengan bawa kupon.
Pelan-pelan, Mak Ijah kesal juga. Anak-anak semangnya keteteran,
sementara uang yang mereka terima tidak sesuai seperti apa yang
mereka kerjakan. Tentara bisa lakukan apa saja, termasuk memperkosa
semua wanita di daerah yang mereka duduki.
***
Rumah cinta di belakang tangsi pun akhirnya punya pendatang
baru. Biasanya, pendatang baru jadi saingan mengerikan karena laki-

17
laki penjajah selangkangan suka wajah baru. Persaingan antar-wanita
penjaja cinta biasanya jadi hal biasa di rumah pelacuran. Tapi, rasanya
itu tidak terjadi di zaman serdadu Nippon yang jadi raja di nusantara.
Setiap wanita memang ditakdirkan jadi sasaran pelampiasan nafsu
serdadu Nippon yang nyaris tanpa henti. Semua wanita itu bernasib sial.
Agak beruntung jika dijadikan gundik seorang perwira tinggi Nippon,
tapi itu hanya segelintir dan tetap saja sial.
“Ayo, turun gadis-gadis!”
Serdadu Nippon itu berkata dengan wajah dan senyum mesum.
Begitulah serdadu dalam cengkraman berahinya. Perang membuat
berahi mereka bertambah buas. Mereka bisa perkosa wanita nganggur
yang mereka temui di perkampungan yang mereka lewati.
Gadis-gadis itu merasa takut. Mereka tak berdaya, tak tahu
nasib buruk apa yang menimpa mereka. Gadis-gadis malang. Mak Ijah
menyambut mereka di depan pintu. Mak Ijah pelan-pelan kesal pada
serdadu-serdadu Nippon yang mesum itu.
“Mak Ijah, Komandan mau gadis bule itu...” bisik salah satu
serdadu Nippon pada Mak Ijah. Mak Ijah pun hanya menunduk. Ia takut
ditampar serdadu Nippon jika bilang “tidak”.
“Masuk semuanya. Ayo makan!”
Penghuni lain menyambut dengan sajian apa adanya. Makanan
adalah hal sulit dalam kondisi perang. Penghuni lain pun merasa
senang, berharap derita mereka akan terbagi. Kini wanita penghibur
harus bersatu. Begitulah yang akan terjadi. Serdadu-serdadu mesum
tadi pun pergi bersama truk mereka. Mereka mulai berkhayal untuk
segera bercinta dengan gadis-gadis yang baru datang.
Rumah cinta segera ramai. Semua penghuni makan bersama.
Item yang sedari pagi sibuk pun turut serta. Anak-anak Ma Ijah kini
bertambah. Tapi, kali ini Mak Ijah takkan bisa kaya.
“Kapan kita ke Tokyo?” Tanya seorang gadis yang nampak cerdas.
Semua yang baru datang pun hanya terpaku. Sementara itu
penghuni lama tertawa.
“Tak perlu jauh-jauh ke Tokyo untuk jual selangkangan.” ucap

18
Mawar si penghuni lama.
Lalu Melati menimpali dengan tampang agak beloon, “Aku tak
pernah makan sekolah. Aku Cuma tahu mencumbui laki-laki.”
Mendengar itu, semua penghuni baru tampak kaget. Mereka sulit
terima kenyataan. Mimpi buruk sudah di depan mata mereka. Beberapa
dari mereka mulai menangis. Mereka mulai saling berpelukan.
Sementara, Item hanya bisa diam. Penghuni lama juga terdiam.
Mereka paham penghuni baru tidak terbiasa.Bercinta dengan orang
yang tak diinginkan adalah aneh. Itu yang akan dirasakan.
Mak Ijah pun segera bertindak. Ia sebenarnya kesal dengan
serdadu-serdadu Nippon. Wajah mesum mereka jelas membuat Mak
Ijah muak.
“Tutup semua pintu sama jendela!” pinta Mak Ijah.
“Baik, Mak.”penghuni lama menuruti perintah Mak Ijah yang
mereka segani.
Semua pintu tertutup, ruang tempat mereka makan gelap. Semua
hening. Seorang penghuni lama lalu keluar untuk berjaga, memastikan
tak seorang pun mengintip. Item pun beranjak untuk membantu si
penghuni lama. Tapi, ada sabda dari Mak Ijah.
“Item, kamu di sini.”
Item menurut. Mak Ijah lalu mendatangi para penghuni baru satu
per satu. Mak Ijah lalu berkata pelan-pelan pada semua penghuni baru.
“Kalian tak bisa lari lagi. Serdadu Nippon akan beri hukuman
berat kalau kalian lari. Ke mana pun kalian, tetap saja akan dijadikan
budak nafsu mereka. Aku tahu mereka jahat. Aku tak akan beri mereka
kesenangan yang sempurna. Kalian mau beri keperawanan kalian pada
serdadu-serdadu mesum itu? Aku tidak rela.”
“Kami harus bagaimana, Mak?” seorang penghuni baru ketakutan
dan bertanya. Semua calon penghuni baru adalah perawan.
“Berikan pada Item!”
Semua hening. Tak ada jalan lain. Berikan keperawanan mereka
pada seorang pemuda beloon. Tapi itu lebih baik daripada berikan
keperawanan mereka pada serdadu Nippon mesum.

19
Semua penghuni baru pun bersiap. Item pun diberikan obat kuat
oleh Mawar. Item hanya bisa menurut. Item baru sekali melakukannya
dengan Mawar, beberapa hari sebelumnya.
“Ingat seperti hari itu. Santai saja.”
Item hanya mengangguk. Sementara Mak Ijah memperhatikan
semua satu per satu. Karena Mak Ijah yakin si gadis bule adalah yang
diinginkan si komandan,maka gadis bule adalah yang pertama harus
digagahi Item.
“Kau Belanda. Kau yang pertama. Aku tak rela jika Nippon mesum
itu ambil yang pertama.”
Si gadis bule menurut. Si gadis bule perlahan hilang takutnya.
Item sudah menunggunya di depan pintu. Mak Ijah pun ikut mengantar
si gadis bule.
“Item, kalau saja aku laki-laki maka akulah yang akan
melakukannya. Namun karena hanya kau laki-laki di sini, jadi kaulah
yang harus melakukannya. Lakukan Item, lakukan karena kau laki-laki!”
Meski Item nampak beloon, tapi Mak Ijah tahu Item paham apa
yang dikehendaki Mak Ijah. Item pun masuk, dan gadis bule mengikuti.
Mak Ijah tersenyum. Dia nampak puas. Mereka tak perlu menguping.
Semua penghuni lama dan Mak Ijah paham apa yang terjadi.
Di dalam, Item melakukannya sebagai laki-laki sejati. Dia gagahi
si gadis bule dengan penuh kehangatan. Ini yang pertama bagi si gadis
bule. Item terkejut darah mengalir dari selangkangan si gadis bule.
Meski terkejut, Item bisa kuasai diri dan fokus pada permainannya. Item
mengakhiri permainan itu, ketika si gadis bule merasakan nikmatnya
persetubuhan. Tak ada yang disesalinya.
Selesai permainan, si gadis bule berpakaian seadanya dan keluar
kamar. Item hanya bisa terkulai. Sekeluar dari kamar, tawa kemenangan
Mak Ijah menyambut. Seperti sebuah pembaiatan penghuni baru. Si
bule seolah resmi jadi penghuni rumah cinta.
Calon penghuni baru pun ditunjuk dan bersiap. Dengan langkah
takut-takut, si calon penghuni baru pun lalu dibimbing penghuni lama
berjalan menuju kamar.

20
“Rangsang dia dulu! Belai bagian terlarangnya! Lalu biarkan dia
menggagahimu.” perintah Dahlia.
Si gadis yang berada di ambang kemalangan itu menuruti perintah
si Dahlia. Tanpa sadar, mereka melakukan perlawanan pada serdadu
Nippon. Jangan berikan selangkangan bagus pada serdadu Nippon.
Apalagi yang masih perawan. Serdadu-serdadu keji dan mesum tak
layak dapatkan kenikmatan sejati.
Selesai satu, yang lain akan bergantian menggilir dan membelai
Item. Semua gadis-gadis itu bersabar dan berhati-hati. Mereka tahu,
Item makin lemas setelah permainan ketiga. Begitu gadis terakhir
masuk, Item pun pingsan. Lalu Mak Ijah menyuruhnya istirahat.
Niat Mak Ijah terlaksana juga. Meski ada satu gadis masih
perawan, bukan Mak Ijah kalau meyerah pada serdadu-serdadu mesum
yang keji. Si gadis terakhir disimpan. Tak ada satu pun tamu yang boleh
lihat si gadis terakhir. Hanya Item satu-satunya laki-laki yang boleh
melihat, dan mencumbunya pertama kali. Ini titah Mak Ijah yang sudah
pasti disepakati semuanya.
Selama beberapa hari, Item terkulai lemas. Mak Ijah dan penghuni
lain pun terpaksa gotong-royong gantikan tugas Item. Sementara itu,
komandan Nippon belum datang. Tak satu pria pun menjamah si gadis
bule. Sementara penghuni lain harus siap sedia layani serdadu Nippon
yang datang. Sehabis menjajah selangkangan penghuni rumah cinta,
rasa percaya diri serdadu Nippon bertambah. Hingga mereka siap mati
kapan saja demi sang kaisar. Namun selangkangan wanita-wanita dari
Nusantara yang malang pun harus jadi tumbal kejayaan Kaisar Nippon.
Sebuah harga yang tidak sepadan bagi wanita-wanita malang itu.
***

21
5

Pelan-pelan, Item pulih. Dua hari, dia harus terkulai di atas


ranjang. Dengan setia, gadis terakhir menungguinya. Item pun
memaksakan diri bangun.
“Mak Ijah bilang abang harus istirahat.”
“Aku tidak _grarian_ berbaring. “
Lalu Item berdiri walau terlihat masih lemas. Rumah cinta sendiri
sudah ramai siang itu. si gadis terakhir tidak ikut keluar. Semua penghuni
sibuk. Hanya Mak Ijah yang tidak, dan mengajak bicara Item.
“Sudah kuat lagi, Nak?”
“Belum, Mak.”
“Makan dulu, Nak! Nanti balik lagi ke kamar! Selesaikan!”
“Iya, Mak.”
Item makan apa pun yang ada di dapur. Lalu Mak Ijah menghampiri
sambil memberikan obat kuat alami lagi.
“Ini.. kalau sudah siap selesaikan urusanmu, Nak. Tolong Emak.
Tahu kan kenapa emak lakukan ini?”
Item mengagguk dan tersenyum. Mak Ijah lalu menghilang entah
ke mana. Dia selalu sibuk perhatikan banyak hal di rumah cinta.
Item pun kembali ke kamar. Dia menemui gadis terakhir. Mereka
berada di kamar pojok. Semua kamar penuh. Suara desahan serdadu
Nippon jelas terdengar. Setiap orgasme mereka akan bereriak kencang:
“Hirohito. Banzai!!”
Sementara itu, tidak jarang ada wanita penghuni baru yang
menangis sehabis melayani berahi serdadu Nippon yang kasar. Belum
selesai lelah di selangkangan dan tangis pilu mereka, serdadu Nippon
yang lain sudah muncul di depan pintu, menutup pintu, lalu melucuti
celananya. Secara paksa, penetrasi terjadi. Tangisan dan rasa sakit di

22
selangkangan pun bertambah parah. Begitulah derita penghuni rumah
cinta di kala matahari terbit berkuasa di Balikpapan.
Pelan-pelan, Item masuk ke kamarnya, di mana gadis terakhir
menunggu. Bukannya segera selesaikan tugasnya, Item memilih
istirahat lagi. Si gadis yang menanti digagahi itu pun diajaknya bicara.
Pakaian tipis yang dipakai si gadis tak membuat Item berahi. Ngobrol
lebih menyenangkan saat ini.
“Siapa namamu?”
“Anggrek.”
“Sini, duduklah di sini.”
Si gadis yang semula berdiri pun naik ke ranjang. Mereka duduk
berdua.
“Kenapa di sini?”
“Serdadu-serdadu itu menculikku.”
“Mereka tidak menggagahimu?”
“Mereka tak berani, katanya aku akan diberikan perwira. Karena
aku masih muda dan perawan.”
“Kamu dari mana?”
“Sungai Kendilo, Tanah Pasir.”
“Jauh sekali?”
“Iya.”
Dua remaja itu lupa jika mereka harus melakukannya. Ngobrol
adalah hal menyenangkan bagi anak muda. Mereka hanya bicara hingga
larut malam. Dinginnya malam karena serangan _grari, membuat
mereka berdua semakin hangat. Satu per satu pakaian mereka pun
saling terlucuti.
Item memulainya dengan kecupan lembut di leher. Anggrek
hanya bisa mendekap tubuh Item. Anggrek terjebak dalam sebuah
rangsangan yang membuat dekapannya semakin keras. Perlahan pasti
mereka pun memanas. Persetubuhan terjadi begitu santai. Bahkan
hingga pagi datang, persetubuhan itu baru berhenti. Tugas dari Mak
Ijah selesai. Ini adalah persetubuhan luar biasa bagi Item. Tak mungkin
Item melupakannya. Bersama Anggrek yang manis dan baik hati itu.

23
“Orang-orang kate itu akan meniduriku sehabis ini.”
“Kamu takut?”
“Ya.”
“Kenapa kau bisa melakukannya denganku?”
“Kamu bukan orang jahat. Mereka jahat. Bukan satu yang akan
mencumbuku, mungkin ratusan.”
Item paham kenapa Anggrek takut. Anggrek bisa mendengar
bagaimana mengerikannya cara serdadu-serdadu sang kaisar
memainkan selangkangan kawan-kawan penghuni lain. Penghuni lama
saja ngeri, apalagi penghuni baru macam Anggrek.
Sekonyong-konyong seorang serdadu Nippon masuk. Wajah
mesum itu lalu melahirkan senyum yang tak kalah mesum ketika
melihat tubuh Anggrek yang tanpa busana. Bisa dibayangkan ke mana
pikiran si serdadu itu.
“Bocah jelek pergilah!”
Item beranjak dan melihat Anggrek ketakutan. Air mata anggrek
mengalir pelan. Tangisan Anggrek tak berarti bagi penghuni lain,
karena air mata adalah hal biasa. Item tahu apa yang ada dalam pikiran
Anggrek. Tanpa pikir panjang, Item segera lari ke belakang. Diambilnya
dari dapur sebilah mandau. Dapur dan kamar pojok tak begitu jauh.
Item bergerak cepat.
Sementara itu, serdadu Nippon perlahan-lahan buka celananya
dan mendekati Anggrek yang berdiri ketakutan. Serdadu mesum itu
cukup sabar juga. Dia mendekati Anggrek pelan-pelan.
Item lalu muncul di pintu. Dalam sebuah gerakan kilat, kepala
si serdadu Nippon dipenggal hingga putus. Item benar-benar titisan
kesatria Dayak masalalu. Karena semua penghuni dan pelanggan sibuk
dengan urusan berahinya masing-masing. Tak seorang pun di rumah
cinta saat itu sadar jika seorang serdadu Nippon tewas.
“Aku takut Item.”
“Sudah. Kita pergi saja. Sebelum parah.”
Naluri Item pun bergerak. Dia segera berpakaian. Begitu juga
Anggrek. Mandau dan kepala serdadu Nippon pun dibawa dalam

24
sebuah bungkusan kain yang warnanya semakin merah saja—sebagai
bukti ngayau yang dilakukan Item. Mereka pun lari pelan-pelan,
berharap semua orang di penjuru Balikpapan belum bangun. Mereka
berlari _graria Gunung Pasir, lalu bergerak diam-diam ke Kampung Baru
melewati Kebun Sayur. Hanya berdua, tampak seperti dua sejoli.
***
Begitu pagi tiba, mendadak rumah cinta ramai. Serdadu-serdadu
Nippon berkumpul. Mereka tampak marah atas tewasnya kawan
mereka. Tapi mereka tak tahu siapa pembunuhnya. Mereka hanya bisa
marah. Komandan di tangsi Nippon akhirnya pilih tutup mata.
Sulit cari tahu siapa pelaku dan mengejarnya. Mereka teralu
banyak tugas. Hanya dikatakan si komandan pada Tokyo, kalau si
serdadu yang tewas itu hilang dalam perebutan Balikpapan.
“Bereskan! Bakar mayatnya. Pastikan tidak ada masalah lagi.”
Dengan segera, mayat serdadu tanpa kepala itu dikremasi
dan abunya dikubur di sebuah tempat dekat kuburan Belanda dekat
Prapatan. Komandan berpikir cepat agar tidak banyak tugas menumpuk.
“Mulai hari ini, rumah ini harus dijaga serdadu-serdadu kita.
Pastikan tempat ini aman.”
Perintah komandan itu cukup jelas. Sang komandan lalu
menghilang dari rumah cinta. Dia cukup pusing. Karenanya, dia lari ke
rumah gundiknya. Si bekas gadis bule yang dinamai Yumiko. Komandan
paham jika berahi sudah naik banyak hal jadi rawan dan laki-laki tak lagi
awas dari bermacam-macam serangan.
Sementara itu, penghuni rumah cinta harus repot bereskan
simbahan darah serdadu Nippon yang ditebas Item. Selebihnya, para
penghuni rumah cinta memilih diam. Mak Ijah tahu siapa pelakunya.
Lebih baik Mak Ijah diam. Item sudah bikin Mak Ijah senang jauh
di dalam hatinya. Item bukan saja ambil keperawanan penghuni
baru rumah cinta agar tak didapat oleh serdadu Nippon. Item juga
tumpahkan darah serdadu Nippon di rumahnya. Ada darah mengalir
atau tidak, rumah cinta tetap rumah cinta. Semua boleh datang untuk
puas dan lemas.

25
Para penghuni rumah cinta dibebaskan dari kerepotan atas
matinya serdadu Nippon. Di masa sekarang, dalam perang Asia Timur
Raya itu, rumah cinta dan penghuninya jauh lebih penting daripada
serdadunya yang tewas itu. Hari-hari berjalan cepat. Dendam serdadu
Nippon hilang. Asal hasrat selangkangan mereka tertuntaskan maka
masalah kawan mereka yang tewas di rumah cinta hilang. Di akhir
penjajahan selangkangan pada selangkangan lain, seperti biasa mereka
akan teriak, “Banzaii!!”
***
Begitu malam tiba, dengan mengendap-endap Item berhasil
mendapatkan perahu pinjaman dari seorang Bugis yang dikenalnya.
Orang Bugis itu bahkan memberikan makanan dan ikan asin untuk
bekal perjalanan mereka.
Anggrek dan barang bawaan dinaikan ke kapal. Pelan-pelan
perahu didorong Item ke laut. Mereka pun melanjutkan pelarian.
Mereka berusaha menjauh dari pantai. Item mengayuh perahu menuju
Samboja, sebuah distrik minyak yang tak jauh dari Balikpapan. Item
sendiri mengenali pesisir di Balikpapan dan sekitarnya. Sedari kecil,
setelah tak tamat sekolah desa, Item sering ikut nelayan melaut.
Sebelum akhirnya Item jadi pesuruh di rumah cinta.
Perahu akhirnya ditambatkan ketika fajar tiba. Item tampak lelah
karena harus mendayung lama sekali. Anggrek dan barang-barang
diturunkan. Mereka beristirahat menunggu pagi. Rasa dingin, membuat
mereka berbagi kehangatan. Rasa lelah serasa hilang dalam dekapan.
Pelukan hangat itu baru berakhir setelah pagi datang. Di mana Anggrek
yang merasa nyaman dalam dekapan itu memcium bibir Item. Dalam
naungan cahaya matahari, dua sejoli itu berjalan lagi.
Anggrek tak lagi merasa takut lagi. Item kini pelindungnya.
Serdadu Nippon yang keji dan mesum pun tak mampu menyentuhnya
selama Item di sisinya. Mereka berjalan kaki cukup jauh. Anggrek tak
tahu ke mana Item akan membawanya. Namun, dalam keyakinannya
yang terdalam, Item akan membawanya ke tempat aman bagi mereka.
Di mana serdadu-serdadu Nippon yang katanya hebat itu tak bisa

26
injakan kaki.
“Sepertinya, kita hampir sampai.”
“Ke mana kita?”
Anggrek yang makin lelah berjalan itu bertanya pada Item.
Namun, Anggrek sebenarnya tak lagi peduli seberapa jauh lagi harus
berjalan. Semakin jauh, asal bersama Item, itu semakin baik.
“Ke rumah paman. Ini Samboja. Jauh dari Nippon yang ganas.”
Wajar jika mereka merasa aman. Rumah paman Item jauh dari
perkampungan, harus berjalan kaki menerobos hutan.
Perlahan pasti, kaki mereka mendekati rumah yang mereka
tuju. Anjing-anjing pamannya menyalak dari jauh. Sang paman pun
memastikan, rupanya ponakannya yang lama pergi sudah pulang.
Senyum merekah dari sang paman. Istri dan anak-anak paman pun ikut
menyambut. Lalu paman dan ponakan itu berpelukan.
“Darimana saja, Nak?”
“Balikpapan, Paman.”
“Kau sudah bawa istri rupanya?”
“Bukan, Paman.”
Mata sang paman menuju sebuah bungkusan. Item merasakan
pandangan sang paman. Item lalu menunjukan isi bungkusan.
“Ini kepala Nippon Paman.”
Sang paman bukannya ngeri. Kini dia bangga pada ponakannya.
Paman juga termasuk orang yang benci Nippon. Hampir semua orang
Samboja sudah dengar cerita bagaimana serdadu-serdadu Nippon
membantai serdadu-serdadu KNIL di Melawai. Itu mengerikan.
“Kau sudah jadi laki-laki, Nak! Kau boleh punya satu istri! Karena
kau kesatria.”
Item terdiam mendengar pamannya. Dia segera melihat ke
Anggrek, bibinya, juga anak-anak pamannya, saudaranya juga.
“Aku tahu kau ingin berlindung. Tinggallah di sini semaumu.
Aman. Kau percaya kami, kan?”
Item pun merasa lega. Mereka bisa bersembunyi sampai batas
waktu yang tidak ditentukan. Mereka aman.

27
Hari berjalan begitu cepat. Tak terasa sudah hampir dua tahun
Item dan Anggrek bersembunyi. Mereka hidup damai di antara kurun
waktu itu. Tanpa masalah berarti apa pun. Sehari-hari, Item hanya
bantu pamannya berladang. Mereka punya banyak babi untuk dimakan
tiap hari. Mereka hidup layaknya suami istri. Pernikahan tak begitu
penting bagi mereka. Tak ada waktu untuk menikah. Hanya perlu saling
menyayangi saja.
Item tak bisa hidup nyaman terlalu lama. Dia sebenarnya tipe
manusia yang harus banyak bergerak. Suatu malam, dia utarakan
niatnya untuk ke Samboja. Item ingin lihat dunia luar.
“Anggrek, aku ingin tahu kabar penghuni rumah cinta.”
“Kakak mau pergi?”
“Pasti kembali ke sini juga.”
“Jangan, Kak.. aku takut.”
“Aku akan kembali Anggrek, untukmu.”
Item segera mendekap Anggrek. Kian erat dan menghangatkan.
Begitulah hingga pagi datang.
Item pamit pada pamannya, “Paman, aku harus ke Samboja
dulu.”
Pamannya tak bisa halangi, juga bibi. Sang paman hanya bisa
bilang, “Hati-hati dan kembalilah secepatnya.”
“Baik, Paman.”
Pada bibinya, Item hanya bilang, “Titip Anggrek bibi.” Bibinya
pun hanya mengangguk dan tersenyum. Item tahu, Anggrek sangat
nyaman dengan bibinya.
Semua saudara-saudara kecilnya mengiringi kepergian dengan
senyuman. Lalu Item menghampiri Anggrek.
“Kembalilah secepatnya, Kakak.”
“Iya. Aku akan kembali untukmu. Tetaplah di rumah kita ini.”
“Aku saying, Kakak… aku cuma mau Kakak lindungi aku
selamanya. Seperti pertama kali.”
Item lalu memeluk Anggrek dan mengecup keningnya. Anggrek
pun makin mengeratkan pelukannya. Keduanya lalu lepaskan pelukan

28
mereka. Dan Item melangkah jauh dengan telanjang kaki seperti biasa.
Dua tahun dalam hidup nyaman tak membuat Item bosan.
Justru sebaliknya. Namun Item tetap memutuskan untuk mencari
informasi soal rumah bunga. Item ingin tahu bagaimana kabar orang-
orang yang menyayanginya. Item pun memberanikan diri ke Samboja.
Dengan mengendap-endap pastinya. Sementara itu, Anggrek harus
ditinggalkannya. Anggrek sedih dengan kepergian Item. Beruntung ada
bibi. Kesepian bisa diredam sedikit, namun tak pernah hilang sama
sekali, sampai Item datang kembali.
***

29
6

Perjalanan ke pusat distrik Samboja begitu jauh. Item memilih


jalan melambung. Item ingin mengelabuhi orang-orang agar mengira
dirinya berasal dari daerah Handil, di utara Samboja. Item juga berharap
tak bertemu serdadu Nippon.
Belum sampai Samboja, seorang Melayu berpakaian hijau
menghampirinya. Orang itu bersenjata yang hanya digantung di
badannya. Item pun bersiap menggunakan mandau kecilnya.
“Tenang. Kami hanya minta tolong, serdadu Nippon mengejar
kami. Bisa tolong antar kami ke muara?”
Item melihat sekitar, kanan-kiri-depan-belakang. Dia mencari
yang lainnya. Dan ia melihat ada gerakan di semak-semak. Namun,
naluri Item mengatakan, orang ini tidak bahaya sehingga Item berani
bilang “Iya.”
Dua orang serdadu bule lalu keluar dari semak-semak karena
merasa aman. Item menemukan teman baru. Item menunjukkan
jalan bagi mereka. Karena merasa aman dari intaian serdadu-serdadu
Nippon, maka si serdadu melayu bertanya dengan penuh hormat.
“Tuan mau ke mana sebenarnya?”
“Ke Samboja. Pastikan serdadu-serdadu Nippon tak mengejarku.”
“Kenapa mereka kejar Tuan?”
“Aku pernah penggal kepala mereka di Balikpapan.”
“Tahu Balikpapan?”
“Dua tahun di sana. Aku tinggal di belakang tangsi.”
Item menjawab dengan sangat bersemangat. Si serdadu Melayu
tersenyum puas.
“We get a something.”

30
“Great.”
Kata serdadu Melayu pada serdadu bule yang lain. Item tak
mengerti bahasa yang dipakai si serdadu Melayu pada dua serdadu bule
tadi. Item tak peduli. Item masih berpegang pada nalurinya, mereka
tidak bermaksud jahat pada Item.
“Kita sudah dekat laut.” kata Item.
Mendengar perkataan Item itu, serdadu Melayu tersenyum. Dua
serdadu bule segera mengintai di depan. Setelah mengecek kondisi di
depan, seseorang kembali. Pada Item, serdadu melayu itu bilang, “Kita
aman ayo! Ikut kami dulu saja.”
Mereka melangkah panjang ke depan. Rupanya, rombongan
serdadu bule menunggu. Juga tiga orang Samboja sudah di sana.
Serdadu-serdadu bule sibuk siapkan perahu mereka. Satu serdadu bule
mengirimkan pesan, seperti minta dijemput.
Dari kejauhan, Item melihat serdadu Melayu beri hormat kepada
seorang bule berbaju hijau. Serdadu Melayu itu bicara sesuatu pada si
pria bule yang nampaknya komandan di serdadu melayu tadi. Orang
Melayu seperti hanya ditakdirkan jadi bawahan saja oleh orang bule
dan jadi pelayan orang kate. Dari wajahnya, si komandan tampak puas.
Mereka bedua lalu mendatangi Item.
“Tuan, ikutlah dengan kami?”
“Ke mana? Kalian sebenarnya siapa? Kenapa Nippon kejar
kalian?”
“Kami serdadu sekutu. Kami dari unit khusus Z-Force. Kami butuh
bantuan Tuan buat lawan bala tentara Nippon. Tuan bisa jadi tentara
seperti kami juga. Dapat baju, makanan, dan senjata.”
Item lalu menerawang masa-masa di Balikpapan. Setiap hari, dia
melihat orang-orang berseragam yang bangga dengan seragamnya.
Yang tiap tanggal 31 Agustus parade di lapangan BPM. Juga dia inget
jimat dari uang satu gulden yang diberikan seorang sersan Belanda baik
hati. Item ingat sersan itu bilang, “Kamu bisa jadi kopral.” Meski Item
tak tahu apa itu kopral. Maka Item pun bertanya.
“Bisa jadi kopral?”

31
Serdadu Melayu lalu bicara pada komandannya. Komandannya
tersenyum lalu bilang.
“Why not?”
“Bisa diusahakan, Tuan.”
Mereka lalu berjabat tangan dengan Item. Ini adalah pertama
kalinya Item berjabat tangan dengan pria kulit putih. Dengan orang
kulit putih, Item hanya pernah meniduri seorang wanita Belanda. Pada
Item juga, si pria bule itu perkenalkan diri.
“Kapten Anderson.”
“Saya kopral Day.”
“Saya Item, Tuan.”
“Ayo kita berangkat, perahu sudah siap,” kata kopral Day.
Semua naik ke perahu. Hari hampir gelap. Pelan-pelan, perahu
meninggalkan Samboja. Tanpa gangguan sedikit pun dari serdadu-
serdadu Nippon, mereka memasuki selat Makassar. Laut begitu tenang.
Mereka bertemu kapal selam yang menunggu mereka. Ini pertama
kalinya Item lihat kapal seaneh itu. Ini pertama kalinya Item masuk
kapal selam. Tak semua orang pernah naik kapal selam.
Kapal Selam membawa mereka ke tempat yang jauh, ke Morotai.
Di mana banyak pesawat sekutu berlabuh sebelum membom kota-
kota dudukan Nippon. Item pun segera dapat latihan militer yang keras
selama sebulan, dan juga bahasa Inggris pelan-pelan. Dengan cepat,
Item menyesuaikan diri sebagai militer. Lalu datang perintah bahwa
Item akan bergabung dengan tentara Australia yang akan menyerang
Balikpapan.
***
Seperti janjinya, Tentara Australia memberikan Item pangkat
kopral. Meski serdadu rendahan, Item dianggap serdadu penting. Selain
mahir menembak dengan junglerifle, Item dianggap bisa berbahasa
Melayu dan sedikit bahasa Inggris. Yang terpenting lagi, dalam
misi menundukan Balikpapan, Item adalah orang yang menguasai
Balikpapan.
Item ada di jajaran tentara Australia. Tidak sulit membedakannya

32
dengan serdadu Australia yang lain. Item adalah yang bertubuh paling
kecil. Wajahnya, sudah pasti paling beloon di antara semuanya. Item
sekapal dengan Kolonel Australia yang memimpin resimen infanteri. Ke
mana-mana, Item selalu bawa junglerifle-nya. Itu juga yang bedakan
dia dengan yang lainnya, yang hanya pakai Lee Enfield atau Owen Gun.
Item bisa menembak dengan baik dari jarak 300 meter. Sebagai kopral
penting, maka Item selalu dekat dengan Kolonel.
“Kau tetap di sini! Balikpapan hampir dekat. Sekarang kota itu
dibombardir dari udara. Sudah berminggu-minggu, kota itu dapat
kiriman bom dari kami.”
Item mendengarnya dengan seksama omongan si Kolonel dalam
bahasa Inggris. Item lalu menggunakan teropongnya. Dari kejauhan,
tampak pesawat-pesawat yang bentuknya mirip seperti yang di
Morotai, pesawat Bomber B-25.
Pikiran Item pun menerawang lagi. Dia teringat rumah cinta yang
pernah jadi rumahnya. Terpikir juga wajah Mak Ijah. Pun penghuni lain
yang sudah dianggap kakak-kakak perempuannya. Mereka mengasihi
Item. Sudah pasti Item juga teringat Anggrek yang sudah diamankan
jauh dari Balikpapan. Bom-bom sekutu dipastikan tak menyentuh kulit
Anggrek.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya kapal-kapal yang
mengangkut resimen ifanteri Australia pun mendekati pantai. Meski
kota sudah porak poranda, tetap saja serdadu Nippon tak tinggal diam.
Pantai pasti akan jadi sasaran penembak runduk dari serdadu-serdadu
Nippon dengan senapan Arisaka mereka. Rentetan Owen Gun serdadu
Australia tentu tak ada artinya.
Sebelum serdadu Australia menginjakan kaki ke pantai, tembakan
artileri dari kapal-kapal bermuntahan ke pantai untuk mengamankan
pantai dan melindungi serdadu-serdadu Australia yang akan mendarat.
Itu bukan hal mudah. Dengan artileri yang seadanya, serdadu-serdadu
Nippon bisa menakuti serdadu-serdadu Australia yang akan mendarat.
Kadang tembakan artileri dari darat bisa hancurkan kapal pengangkut
serdadu Australia, di mana beberapa bisa tewas dan yang lain pasti

33
tenggelam karena kapal sudah bocor dan hancur kena tembak.
Kapal di mana Item diangkut terbebas dari naas. Tak satu pun
peluru mengenai kapal pengangkut itu. Pelan-pelan, kapal itu pun
merapat. Mereka mendarat di daerah Stal Kuda. Daerah yang aman
dari serdadu Nippon. Baru menginjak pantai yang aman itu, Kolonel
yang tidak memegang peta langsung bertanya pada Item.
“Kopral, kota Balikpapan mana?”
“Kiri Kolonel, tinggal ikuti jalan.”
“Semuanya bergerak perlahan ke kiri. Kalau ada ketemu mobil
apa saja laporkan.”
“Siap Kolonel.”
Percakapan berbahasa Inggris itu selesai. Kolonel itu begitu
berani bergerak maju. Sekarang pasukannya menyebar dari arah laut
merebut Balikpapan. Kolonel tahu ini tidak mudah. Serdadu Nippon
takkan menyerah.
Gerakan pasukan dari arah Stal Kuda tertahan di pertigaan menuju
Dam. Mereka sudah masuk kota dan terlibat perang kota. Kolonel lalu
beri perintah.
“Kapten, suruh pasukanmu sisir perbukitan itu. Hajar saja apa
yang kalian temukan. Tembak mati semua penembak-penembak
Nippon!”
“Siap, Kolonel.”
Setelah memasuki gang kecil, terlihat pasukan si kapten bergerak
cepat sesuai perintah. Sementara Item ada agak jauh dari Kolonel.
Sesekali Item ikut menembak apa saja yang dilihatnya. Pasukan
Australia rombongan Kolonel bergerak maju perlahan. Item sesekali
ikut menyergap. Sergapan sukses. Dan pasukan maju lagi beberapa
puluh meter.
“Mana kopral Item? Suruh dia ke sini!”
Segera perintah Kolonel itu dipatuhi. Item segera muncul setelah
penyergapan pertamanya terhadap serdadu Nippon berhasil. Item
tampak puas. Kolonel bisa melihat kepuasan itu.
“Cukup Kopral! Kamu tidak boleh mati sekarang. Kalau kota ini

34
sukses kita rebut, kau bisa lakukan apa pun yang kau mau. Mengerti?”
“Mengerti Kolonel.”
“Sekarang jangan jauh-jauh dari saya lagi.”
“Ya, Pak.”
Mereka lalu bergerak ke perbukitan. Daerah berbahaya dan tak
aman bagi seorang yang naik ke sana. Serdadu-serdadu Nippon pasti
jadikan bukit-bukit itu untuk tembaki serdadu-serdadu Australia yang
akan mendarat. Seorang pembawa radio bersama mereka. Seharian,
pasukan Australia melakukan pembersihan di sekitar kota Balikpapan.
Mereka tertahan di daerah perbukitan Markoni. Beberapa artileri
Nippon dan kendaraan lapis baja Nippon di sana dihancurkan sebelum
Kolonel naik. Pelan-pelan, bukit-bukit itu dikuasai. Di sekitar kampung
baru pun juga pelan-pelan diamankan.
Esok harinya, rencana adalah merebut tangsi. Mortir menjadi
andalan untuk hancurkan serdadu-serdadu Nippon sebelum serangan
infanteri yang sesungguhnya. Sejak dini hari, tembakan diarahkan ke
tangsi. Setelah sekompi pasukan Australia maju dan membersihkan
tangsi, maka kolonel dengan rombongan kecilnya maju. Mereka masuk
melalui perkampungan di sekitar Rumah Cinta.
Rupanya, tangsi telah aman. Beberapa perwira sudah melakukan
sefukku. Item tentu perhatikan rumah cinta. Rumah yang menjadi
bagian hidupnya.
“Ada apa, Kopral?”
“Ini bekas rumah bordil, Kolonel.”
“Cari tahu ke mana penghuninya. Mereka pasti bisa bantu kita.”
“Mereka pasti akan kembali ke sini, Kolonel. Sekarang sudah
sembunyi. Tapi, saya kira ada seorang komandan yang punya gundik di
daerah Gunung Balikpapan sana!”
“Baik, kamu harus ke sana,”kata Kolonel. Lalu diperintahkannya
seorang sersan untuk mengawal si kopral. “Sersan jaga Kopral ini. Dia
penting bagi kita. Jangan lupa ambil gundik si komandan.”
Sersan itu menyiapkan sebuah mobil yang masih bisa jalan meski
agak rusak. Mereka menuju Gunung Balikpapan dengan meyusuri

35
Erakan Straat, lalu belok kiri di Muara Rapak. Mereka bermobil tanpa
gangguan. Setiap orang kampung yang mereka temui ditanyai.
“Ke mana serdadu-serdadu Nippon?”
Orang-orang kampung tak tahu ke mana serdadu-serdadu itu
pergi. Jika tahu, orang-orang kampung itu pasti tunjukkan karena
mereka juga sudah dibuat menderita oleh serdadu-serdadu Nippon.
Sudah dua tahun, Item tidak ke Balikpapan. Jadi dia tidak tahu
siapa komandan tetinggi Nippon di Balikpapan yang terbaru. Kini Item
seolah diharapkan untuk tahu siapa komandan tertinggi Nippon. Sebisa
mungkin menangkap itu komandan. Dan sampailah Item ke alamat
yang ditujunya. Dicarinya dengan hati-hati gundik Komandan itu.
Item dan lainnya menggeledah semua kamar dan menemukan
wanita bule. Wanita itu segera memeluk Item. Wanita itu tampak
ketakutan. Item berusaha tenangkan.
“Tenang. Nippon sudah kalah. Di mana komandan?”
“Tidak tahu. Sudah tiga hari tidak melihatnya.”
“Siapa komandan tertinggi serdadu Nippon di sini?”
“Yamaguci. Orangnya agak gemuk berkacamata.”
“Ikut kami. Kamu aman.”
Semua meninggalkan rumah itu. Mereka kembali melewati jalan
yang sama, menuju tangsi. Mereka sekarang mencari komandan serdadu
Nippon yang entah di mana. Sudah mati kena bom atau bergerilya di
Sungai Wain. Kota Balikpapan pun mulai aman bagi serdadu Australia.
Selanjutnya kemewahan bagi serdadu Australia pun masuk, mulai dari
bir sampai mobil jeep bikinan Amerika. Serdadu-serdadu Australia
mulai aman. Mereka hanya harus bersiaga dari serangan serdadu-
serdadu Nippon yang sudah tercerai-berai.
“Kopral, mulai sekarang kamu jadi ajudan saya. Besok kita patroli.
Ambil ini bir!.”
“Siap, Pak.”
Mereka pun pesta bir sebagai kemenangan mereka atas merebut
kota Balikpapan. Banyak serdadu Australia tewas di dekat lapangan
BPM. Mereka melawan dengan berani. Pantai-pantai dekat situ adalah

36
pantai yang terbuka dan berbahaya bagi pendaratan Ampibi. Mereka
sangat berani. Sebuah Tugu harus dibangun untuk menghormati
mereka. Itulah yang terjadi di masa depan. Tugu peringatan keberanian
dan pengorbanan serdadu Australia adalah sebagai rasa terima kasih
atas pembebasan kota Balikpapan dari serdadu-serdadu Nippon yang
ganas.
***

37
7

Balikpapan damai lagi sementara waktu. Serdadu-serdadu


Nippon yang dulu berkuasa, kini harus jadi tawanan perang. Tidak ada
pembalasan berarti untuk mereka. Tak ada lagi pembantaian seperti
di Melawai. Seperti biasa, Item biasa patroli dengan Kolonel. Kolonel
tidak suka kerja di belakang meja. Dia lebih suka berpatroli atau turun
ke lapangan bersama pasukannya.
Sehabis patroli, sore itu itu juga Item melihat ke rumah cinta.
Item mencoba ke sana dan terkejut. Rumah cinta buka lagi. Rumah
yang sempat porak-poranda itu diperbaiki.
Item menghampiri tempat itu. Dia tak temui penghuni-penghuni
lama yang dikenalnya dulu. Mak Ijah pun juga tidak ada lagi. Lalu datang
Mawar.
“Item, kamukah itu? Sudah jadi serdadu ya sekarang? Mau
ngamar juga?”
Item hanya tersenyum medengar suara itu. Mawar segera
memeluk Item.
“Mana Mak Ijah?”
Mawar terdiam dan menahan napasnya. Dia berusaha berkata.
“Mak Ijah, sudah pergi. Bom pertama dari langit hancurkan
rumah ini. Mak Ijah tak bisa keluar. Orang-orang sudah kasih kubur
Mak Ijah di bukit sana. Ayo ke sana.”
Mereka berdua pun beranjak dari rumah cinta dan menuju rumah
abadi Mak Ijah. Mereka hanya bisa berdoa untuk Mak Ijah.
“Mak Ijah rindu padamu Item. Kau tahu kan dia sayang padamu
seperti anaknya sendiri.”
“Yah. Dia selalu sayang padaku. Aku merasa bersalah karena
penggal kepala Nippon itu. Takut Nippon aniaya Mak Ijah dan kalian

38
juga.”
“Sudahlah, itu tak pernah terjadi Item. Mak Ijah bangga padamu.
Kau anak berbakti kata dia.”
“Aku pergi dulu, Kak Mawar.”
“Kau sudah jadi laki-laki sekarang. Malam nanti rumah cinta
ramai lagi. Datanglah Item.”
“Iya, aku datang agak larut.”
Item lalu menghilang. Akhirnya, Item bertemu juga dengan salah
satu penghuni lama rumah cinta. Hanya Mawar yang ia temui, entah ke
mana yang lainnya. Item pun kembali ke tangsi.
Sampai tangsi, Item memilih tidur. Dia terlalu lelah hari itu. Dia
baru bangun jelang pukul 12.00 malam. Dia mandi dan keluar tangsi
diam-diam menuju rumah cinta, seperti janjinya sore tadi.
Mawar sudah menunggu. Mawar sudah gantikan tempat Mak
Ijah. Mawar urus semua perkara di rumah cinta. Dia tidak lagi ngamar
seperti dulu. Meski Mawar masih terlihat menarik dan punya nilai jual
di mata laki-laki penjajah selangkangan.
“Item, sini duduk.”
Item duduk dan berbincang-bincang lama. Mereka bicara apa
saja. Soal rumah cinta zaman Mak Ijah sampai pegayauan kepala
serdadu Nippon. Tiba-tiba Item ingat Anggrek. Hingga ajakan ngamar
gratis dari penghuni baru yang aduhai pun ditolaknya. Demi Anggrek.
***
Pagi datang. Rasa kangen yang mendadak itu membuat Item
minta izin pada Kolonel untuk pulang sebentar ke Samboja barang
seminggu. Item agak merasa bersalah. Dia terlalu lama pergi tanpa
kabar berita. Kolonel pun berbaik hati mengizinkan. Bahkan Item akan
diantar dengan jeep oleh serdadu-serdadu yang akan patroli ke sana.
Samboja punya instalasi minyak yang harus dijaga juga, jadi selalu ada
patroli tentara.
Mobil langsung berangkat pagi itu juga. Mereka melewati hutan-
hutan lebat. Tanah-tanah yang dilewati jeep itu dulunya milik Sultan
Kutai yang bertahta di Tenggarong sana. Hutan yang mereka lewati

39
begitu hijau. Hanya sedikit kampung yang mereka lewati. Dan sampailah
jeep di mulut jalan setapak masuk ke hutan.
“Sampai sini saja. Terima kasih.”
“Anda yakin aman, Kopral?”
“Ini rumahku.”
Kata Item sambil tersenyum. Serdadu yang mengantar pun ikut
tersenyum.
“Kopral, kalau mau kembali ke kantor BPM saja. Biar bisa sama-
sama ke Balikpapan.”
“Ya. Seminggu lagi.”
“Sampai jumpa.”
Item dan jeep serdadu Australia pun berpisah. Item berjalan
bagai serdadu memasuki hutan-hutan yang ramah menyambutnya. Ia
yang menyandang bedil dan menggendong ransel tak sedikit pun lelah.
Hutan adalah rumahnya.
Setelah berjam-jam berjalan, pondok pamannya terlihat. Anjing-
anjing menyalak. Paman yang berada di atas pohon melihat ke jalan.
Paman lalu turun dari pohon dan tak jadi mengambil buah yang ingin
dipetiknya.
“Lihat siapa yang datang?”
Semua yang di dalam rumah pun turun, mulai dari Bibi, anak-
anak yang tak lain saudara Item juga. Anggrek juga muncul. Rindu
sudah sampai keujung. Sekian bulan Anggrek menahan rindu. Anggrek
pun tampak bahagia.
“Ada serdadu,”salah seorang anak berteriak. Tentu saja mereka
sadar itu Item, kakak sepupu mereka. Mereka tertawa riang melihat
Item datang. Dikeluarkanlah permen-permen yang dibeli Item di Stal
Kuda. Semua senang menerimanya.
“Apa kabar, Nak?”
“Baik, Paman, Bibi.”
Mereka saling berpelukan.
“Kami kira Nippon menangkapmu, Nak. Kami khawatir. Apalagi
Anggrek. Sana temui dia.”

40
Item menuruti bibinya. Item menuju pondok. Dan dilihatnya,
mata Anggrek terharu atas kedatangan Item. Segera mereka berpelukan
erat. Item mencium kening Anggrek.
“Kenapa lama sekali? Aku khawatir.”
“Aku bantu serdadu Australia kabur dari Samboja dan mereka
bawa aku ke pulau yang jauh. Di mana mereka jadikan aku tentara. Aku
ikut bedili Nippon-nippon itu.”
“Bagaimana Mak Ijah dan lainnya?”
“Semuanya sudah pergi, kecuali Kak Mawar.”
Anggrek makin eratkan pelukannya. Bibir mereka bertemu
dan berciuman lama sekali. Mereka lalu hampiri Paman dan lainnya.
Mereka membuka kelapa yang dipanjat salah seorang anak-anak
paman. Mereka semua mendengar cerita Item yang seru. Adik-adik
Item mendengarnya dengan penuh semangat. Item pun jadi sosok lain
yang mereka banggai.
“Aku ingin seperti Kakak. Jadi serdadu saja. Punya bedil dan gagah
pakaiannya.”
Bibi lalu menyuruh Item istirahat. Anak-anak paman dan bibi
lalu bermain lagi. Mereka bermain perang-perangan sekarang. Seperti
kesatria Dayak masa lalu.
Tinggallah Anggrek dan Item saja di dalam pondok. Mereka pun
lalu lepaskan rasa rindu yang luar biasa itu. Mereka saling mendekap
dan terbuai. Mereka segera saling melucuti kain masing-masing.
Selanjutnya mereka bercinta dengan perlahan. Rasa rindu membuat
semuanya membara dan menghangatkan. Begitu kehangatan itu sirna,
mereka pun lelap tertidur hingga siang.
***
Malam makin larut. Semua terlelap. Hanya tersisa Anggrek
dan Item. Mereka duduk di bawah langit malam, menatap bintang
yang berhamburan seperti pasir-pasir di pantai. Malam begitu indah.
Tidak ada yang buruk. Langit begitu jauh dan begitu indah, sulit
menggapainya. Bayangkan jika langit benar-benar runtuh maka tak ada
lagi pemandangan indah itu.

41
Mereka duduk di depan pondok mungil yang baru saja selesai
mereka bangun bersama paman dan anak-anak paman. Pondok
mungil beratap rumbia itu dibangun tak lebih dari dua hari. Mereka
mengerjakannya dalam keriangan dan tawa, hingga aura rumah itu
terasa indah. Lalu mereka hanya saling mendekap dalam balutan dingin
malam dan indahnya bintang di tengah hutan Samboja.
“Anggrek. Aku harus pergi lagi.”
“Ke mana, Kak?”
“Ke mana mereka menugaskanku. Aku masih seorang kopral
sekarang.”
“Lalu kapan kembali lagi, Kak?”
“Entahlah. Aku tidak tahu.”
Anggrek menangis. Dia merasa akan ditinggalkan lagi. Kali ini
lebih lama daripada sebelumnya. Anggrek tak bisa melarang, meski tak
ingin ditinggalkan. Dia hanya bisa mendekat dan mengecup bibir Item.
“Aku sayang sama Kakak.”
“Aku juga sayang padamu Anggrek.”
“Kembalilah kemari. Aku menunggu di rumahmu ini. Rumah yang
menerimaku.”
“Ini rumahmu, Anggrek. Sebelum aku mati, aku berjanji akan
kembali untukmu di sini.”
Setelah ciuman berikutnya, mereka terbuai dan bercumbu di
bawah balutan dingin malam dan cahaya taburan bintang. Dengan
penuh kasih dan saying, Item pun menaburkan benihnya ke rahim
Anggrek. Mereka sedang mengundang mahluk baru ke dunia. Mahluk
yang jika diharapkan adalah berkah, namun jika tidak adalah musibah
bagi si pengundang bodoh. Mereka tak terpikir berkah, jika ada itu akan
terasa berkah bagi Anggrek yang ditinggal Item. Malam pun begitu
syahdu bagi Item dan Anggrek. Mereka saling tumpahkan rasa kasih
mereka. Malam terasa panjang.
***
Hari sudah pagi. Liburan Item sudah habis. Dia harus kembali
ke tangsi. Kolonel sudah menunggu. Item akan diantar adik-adiknya

42
ke kantor BPM Samboja. Sebuah jeep patroli sedang menunggunya.
Mereka pun berjalan kaki begitu jauh. Adik-adik Item begitu bangga
dengan abang mereka, seorang serdadu. Mereka kagum dengan
seragam hijau dan junglerifle abang mereka itu. Setelah berjalan jauh
selama beberapa jam, sampai juga mereka di kantor BPM.
Item tersenyum dengan adik-adiknya. Dirogohnya salembang
uang NICA dan diberikan pada adik-adiknya.
“Belilah permen dan minuman di sana!”
“Terima kasih, Kakak.”
“Hati-hati pulangnya, ya.”
Item lalu menuju ke jeep yang siap berangkat. Begitu jeep
meluncur, adik-adik Item pun melambaikan tangan. Setelah Item tak lagi
terlihat, mereka menuju sebuah toko Cina. Mereka membeli permen
dan limun. Mereka minum beramai-ramai. Mereka tampak bahagia.
Jeep menuju Balikpapan lagi. Bayangan Anggrek berpacu
di pikiran Item. Item baru sadar, Anggrek benar-benar dan makin
menyayangi Item. Tak ada yang seperti Anggrek, pikirnya. Dia harus
kembali secepatnya untuk Anggrek yang mengasihi dan dikasihinya.
***
Sementara itu, di Balikpapan, orang-orang Belanda sudah
membuat sebuah Batalyon Infanteri II KNIL lagi. Serdadu-serdadu
Australia menolong mereka. Melatih dan mempersenjatai mereka.
Serdadu-serdadu Australia itu tentu akan pergi. Mereka tidak akan
lama di Balikpapan. Sudah tercium rencana Belanda untuk menguasai
Nusantara yang baru saja dibebaskan sekutu dari pasukan bala tentara
Nippon. Serdadu-serdadu KNIL dari Morotai juga sudah didatangkan.
Item baru saja sampai, Item sudah dapat perintah baru. Dia
akan dipindahkan ke KNIL saja. Jelas karena Item orang Kalimantan
yang dianggap sekutu masih bagian dari Hindia Belanda. Sebagai
serdadu, Item tentu saja terima. Tugas serdadu cukup mudah, yakni
melaksanakan perintah komandan.
Perlahan pasti, serdadu-serdadu Australia yang dulu pernah
bersama bertempur dengan Item pun pergi. Hanya seorang yang

43
tinggal. Si serdadu itu jatuh hati pada wanita Bugis di Kampung Baru.
Item harus berpisah dengan mereka. Hari-hari heroik bersama mereka
tentu tak bisa mereka lupakan.
“Kami harus pergi. Sekarang kamu serdadu Sang Ratu. Senang
pernah bekerja sama dengan orang pemberani dan hebat sepertimu.”
kata si Kolonel yang menjabat tangan Item. Item hanya tersenyum diam.
“Mereka akan beri pangkat kamu Sersan. Sesuai jasa-jasamu
dalam Perang Pasifik waktu kita habisi orang-orang Nippon itu.”
Mereka pun berpisah. Mereka saling melambaikan tangan.
Item lalu melapor ke komandan KNIL yang baru datang dari tangsi.
Sebagai sersan baru di KNIL, Item harus melatih pasukan-pasukan baru.
Sebagian dari mereka adalah bekas tawanan serdadu Nippon. Sebagian
lagi orang-orang bumiputra. Tak ada pilihan bagi mereka. Hanya dengan
jadi serdadu mereka bisa makan. Perang membuat perut mereka lapar.
Karenanya mereka pilih jadi serdadu.
Item merasa tidak asing dengan orang-orang yang dilatihnya.
Beberapa dari mereka tampak terkejut dengan pangkat yang disandang
Item. Sersan kelas dua. Mereka tahu, Item bekas babu di rumah cinta—
yang pernah mereka kunjungi untuk menjajah selangkangan. Beberapa
dari mereka juga tampak tidak suka pada Item yang menjadi Sersan
mereka.
Item adalah orang pendiam. Item tidak pernah peduli dengan
pangkatnya. Dia sudah kopral. Itu sudah cukup. Tak jadi kopral lagi pun
tak masalah, yang penting pernah jadi kopral. Tapi, Item adalah Sersan
kelas dua di KNIL Balikpapan. Item bukan satu-satunya KNIL bumiputra.
Masih ada Sersan Budiyo dan lainnya. Namun, hanya dengan Budiyo
saja Item paling dekat.
Budiyo pimpin serdadu-serdadu KNIL yang kebanyakan orang-
orang Jawa perantauan. Tidak ada kesulitan penting di antara mereka.
Pasukan dari regu Budiyo ini begitu akrab dengan orang-orang
bumiputra non KNIL di luar tangsi. Item sebenarnya satu kompi dengan
Sersan Budiyo. Item tidak memiliki pasukan. Dia hanya pelatih, bukan
komandan. Pengalaman Item dijadikan alasan kenapa dia harus jadi

44
pelatih. Ke mana pun, Item selalu bersama Junglerifle-nya.
Banyak orang kulit putih atau Indo di KNIL tak suka padanya.
Sesekali beberapa serdadu Indo atau Belanda yang dilatihnya tampak
berusaha cari gara-gara. Bukan orang Dayak jika Item tidak sabar. Item
bahkan tidak dendam sama sekali. Namun, semua manusia pun ada
batas sabarnya.
Dalam sebuah latihan, seorang serdadu Indo dan kulit putih,
cari gara-gara dengannya. Serdadu-serdadu itu tak terima jika mereka
disuruh-suruh merayap dan lari terlalu jauh oleh Item.
“Dasar Inlander singkong. Kowe orang bekas babu pelacur saja
sombong.”
Item mendengar celotehan itu. Awalnya Item bersabar. Namun
celotehan terus berlanjut. Mulut serdadu lain pun ikutan bikin Item
kesal.
“Sersan Inlander, kowe kira kowe siapa?”
Kesabaran Item harus habis. Itu serdadu tengik lalu diberi
hadiah oleh Item tumbukan popor kayu Junglerifle. Dua serdadu yang
berceloteh tadi kena dipopor kepalanya oleh Item. Semua terdiam.
Seorang perwira KNIL kulit pucat yang ada di situ tidak terima. Dia lalu
memaki.
“Godverdomme. Kowe kira kowe orang siapa?”
Perwira berpangkat Letnan itu mendekat dan menampar Item.
Item yang diam itu bukannya jadi takut. Lalu dipukulnya muka si perwira.
Si perwira marah. Berkelahilah mereka. Item mampu bergerak lincah
seperti kesatria Dayak masa lalu. Si perwira terlihat seperti raksasa
yang tinggi besar.
Serangan si perwira kulit pucat itu selalu bisa dihindari Item. Item
cukup puas bisa menampar muka si perwira. Tapi, si perwira berusaha
beri pelajaran pada Item dan hanya gagal yang didapat. Beruntung, Item
tak pegang mandau. Jika tidak si perwira tentu akan dingayau Item.
Lalu, datanglah MP yang melerai. Keduanya dipisahkan. Item lalu
dimasukan dalam sel. Serdadu-serdadu pembuat onar dan perwira
kulit putih tadi tak diapa-apakan. Hanya Item yang disalahkan. Duduk

45
perkara tak penting, hanya orang yang berontaklah yang harus masuk
sel—sebuah pikiran yang selalu dipelihara orang Indonesia yang tak
mau belajar adil.
***
Berhari-hari Item ditahan. Hanya dia yang disalahkan. Namun,
KNIL butuh Item. Item adalah serdadu andalan. Jauh lebih bisa
diandalkan bertempur daripada serdadu-serdadu kulit pucat asli yang
tak meyakinkan. Item hanya dikurung seminggu. Pangkatnya diturunkan
jadi kopral lagi. Serdadu-serdadu Indo dan kulit pucat yang rasis pun
senang dengan turunnya pangkat.
Sekeluar dari kurungan, beberapa serdadu rasis berkumpul dan
bergosip seperti perempuan kurang kerjaan. Mereka berkumpul seperti
geng-geng anak sekolahan tak bermutu.
“Inlander, tak layak jadi Sersan. Sudah untung bisa jadi kopral.”
Untung Item tak mendengar rumpian keji serdadu KNIL bermental
tengik yang meniru kaum perempuan itu. Item hanya berjalan menuju
tangsinya, di mana serdadu-serdadu bumiputra menyambutnya dengan
bangga. Mereka melihat Item sebagai pahlawan. Serdadu-serdadu ini
makin hormat.
“Kopral jauh lebih hebat dibanding Letnan tengik itu.”
“Untung itu Letnan tidak mampus di tangan kopral.”
Yang lain tertawa mendengar itu. Item hanya tersenyum. Budiyo
masuk barak. Semua memberi hormat.
“Mereka perlu dapat pelajaran. Tapi kalo kita kasih pelajaran
terus, bisa habis kita. Mereka orang doyan cari gara-gara di sini.”
Segera, serdadu-serdadu Bumiputra merasa perlu bersatu dan
tak perlu terlalu tunduk pada perwira-perwira kulit putih. Mereka
hanya setan penghisap tak tahu terima kasih.
***

46
8

Menyebalkan. Begitu yang Item mulai rasakan di KNIL. Bertempur


demi Ratu Yuliana, serta dipimpin perwira-perwira kulit pucat yang pilih
kasih dan terlalu memandang warna kulit di atas segalanya. Ini semakin
gila. Terbayang oleh Item wajah-wajah serdadu bumiputra yang rajin
datang ke rumah cinta. Harus diakui, rumah cinta adalah rumah semua
bangsa. Tak ada diskriminasi di rumah cinta.
Item makin jengah. Dia dicap sebagai Inlander KNIL juga.
Sementara di Jawa, orang-orang KNIL sudah dicap sebagai pengkhianat.
Tak jarang mereka disebut sebagai Andjing NICA, Londo Ireng atau
Belanda Item. Item tak sadari hal itu. Kota Balikpapan begitu tenang
setelah serdadu-serdadu Nippon angkat kaki. Tidak ada perang. Orang
Balikpapan sejatinya orang-orang yang tidak suka perang. Orang-orang
Balikpapan yang menginginkan peperangan lebih baik meninggalkan
Balikpapan dan mencari perangnya.
Orang-orang Balikpapan lambat dengar kabar jikalau telah lahir
negara baru bernama Republik Indonesia. Orang Balikpapan terlambat
tahu berita itu. Memang tidak banyak orang Balikpapan yang punya
radio. Banyak radio, bahkan hampir semua radio warga kota Balikpapan
tak lagi dimiliki si pemiliknya. Serdadu-serdadu Nippon merampasnya.
Merampas radio sama saja merampas kuping. Radio adalah kuping dari
segala berita dari seluruh dunia. Radio juga penyambung rasa yang bisa
mengobati kerinduan dengan alunan musik yang selalu diputarnya.
Serdadu-serdadu Nippon benar-benar merampas telinga-telinga orang-
orang Balikpapan.
Memang tak berguna menolak perubahan, karena perubahan
akan terjadi juga. Menolak kebebasan berarti akan terlindas oleh
sejarah. Sejarah nyatanya melindas orang-orang yang menolak

47
perubahan, apalagi jika perubahan itu menyangkut kemanusiaan.
Indonesia telah jadi negara merdeka. Merdeka berarti menjadi negara
mandiri di segala lini, tanpa kecuali. Ini pertanda buruk bagi pejabat
-pejabat Belanda. Kehilangan Hindia Belanda, yang kini diakui Indonesia,
adalah mimpi buruk yang tidak boleh terjadi.
Segera dikirim tiga divisi serdadu kulit pucat untuk merebut
kembali Indonesia. Mereka disebut KL yang dianggap serdadu kulit
pucat murni. Di Indonesia sendiri sudah ada KNIL. KNIL adalah andalan
Panglima Tertinggi serdadu Belanda di Indonesia, Letnan Jenderal
Simon Hendrik Spoor. Item salah satu di dalamnya. Item andalan Spoor.
Meski Spoor tak pernah tahu siapa itu Item. Spoor juga tidak tahu
kalau Item pernah ikut bebaskan Balikpapan dari cengkraman Nippon.
Di mana ketika Item ikut bebaskan Balikpapan, KNIL hanya puing-
puing berserakan dan serdadu-serdadu Belanda masih duduk manis di
Australia.
Jawa bergolak kuat. Jutaan penduduk di sana menolak Belanda.
Kini perang terjadi. Kini orang Indonesia melawan. Padahal, intel-intel
Belanda mengira rakyat Indonesia akan menyambut manis kedatangan
serdadu Belanda dan jajaran pamong praja kulit pucat yang akan
memimpin lagi Hindia Belanda seperti sedia kala, seperti sebelum
perang. Mereka salah. Itu lebih karena serdadu Belanda tidak tampil
sebagai pembebas Indonesia.
Jawa yang bergolak, membuat Batalyon Infanteri II KNIL
Balikpapan di mana Item bergabung harus berangkat ke Jakarta. Jelang
tahun baru, Item sudah mendarat di Tanjung Priuk. Batavia yang
orang Indonesia sebut sebagai Jakarta, bukanlah kota tenang. Kota ini
mencekam bagi orang-orang tak bersenjata. Kota ini tak lagi aman bagi
orang-orang pendukung Republik.
Ini pelayaran panjang Item. Dia harus ke Jakarta. Ini adalah yang
pertama kali baginya. Dulu, kata orang, Batavia punya semuanya. Tuan
Besar Paduka Yang Mulia Gubernur Jenderal Hindia Belanda bertahta di
sana. Dia adalah wakil dari Ratu Belanda yang dulu dimuliakan. Mereka
kini telah dilawan, tak lagi mulia.

48
Ada banyak serdadu-serdadu Belanda di Jakarta. Mereka
mendarat di Tanjung Priuk, lalu menyebar. Sampai Jakarta, Item ikut
sebuah seleksi. Sebagai orang yang tidak disukai jajaran perwira, Item
diperintahkan ikut tes. Cara hebat untuk keluarkan Item dari Batalyon
Infanteri II KNIL. Mereka sadar Item bisa jadi pembangkang yang akan
penggal kepala mereka pada suatu hari jika orang-orang bumiputra di
sana disakiti oleh perwira-perwira kulit pucat ini.
***
Sebagai serdadu, Item hanya menurut. Tugas serdadu memang
hanya menuruti perintah atasannya. Sederhananya begitu. Item ikut.
Dan, akhirnya Item lulus. Segera Item tak lagi jadi anggota Batalyon
Infanteri II KNIL. Item pun pergi ke daerah Polonia Jakarta. Dia
menyandang ranselnya dan junglerifle-nya. Di Polonia, Item bertemu
dengan seorang Letnan bertubuh tinggi besar. Raymond Westerling
namanya. Dia bisa sedikit berbahasa Melayu. Dia polyglot yang cepat
belajar.
Item segera dilatih kembali. Latihan militer pertamanya hanya
sekitar sebulan di Morotai. Tak ada lagi setelahnya. Setelah punya
pengalaman bertempur, baru kali ini Item jalani latihan militer. Item
akan dilatih sebagai pasukan komando Belanda. Dia diajari, membunuh
senyap, mendarat di pantai, kamuflase, perang hutan, menggunakan
pisau dan lainnya. Item bisa mengikutinya dengan baik. Westerling
mengajari mereka dengan cukup baik.
Kebanyakan orang-orang yang dilatih dalam pasukan komando ini
berasal dari bekas Batalyon X KNIL. Mereka sangat militan pada Belanda
dan sangat anti Republik. Rasa kebencian pada Republik semakin
menjadi-jadi dalam latihan. Suatu kali, pernah seorang anggota bekas
Batalyon X KNIL menyuruh seorang pemuda Republik menelan lencana
merah putihnya. Merekalah orang-orang yang mendominasi dalam
Depot Speciale Troopen (DST) pimpinan Westerling. Mereka terkenal
brutal selama revolusi.
Bagi Item, Westerling adalah pelatih yang baik. Dia cukup dekat
dengan anak-anak didiknya. Sebagai prajurit komando didikan Inggris

49
dan berpengalaman bertempur melawan Jerman di Eropa, Westerling
cukup dihormati anak buahnya. Westerling jago gulat. Suatu kali,
Westerling pernah berkelahi dengan dua bawahannya yang sedang
mabuk. Westerling memenangkan perkelahian itu. Cerita itu menyebar
di kalangan pasukan komando ini, juga sebagian KNIL di Jakarta. Tidak
heran jika Westerling pun jadi legenda di KNIL seperti Yonker di zaman
dulu. Item hormat pada perwira ini.
Suatu malam, Westerling akan pergi. Tak banyak serdadu di barak.
Hanya ada Item, serdadu yang dianggap Westerling cukup pendiam.
“Apa yang kau lakukan?”
“Tidak ada, Letnan.”
“Ayo ikut!”
“Siap, Letnan.”
Mereka lalu menaiki sebuah jeep. Westerling segera ke kemudi.
Item yang jalan di Belakang Westerling hanya ikut saja. Jeep mereka
segera menuju Pecenongan. Mobil mereka melewati lapangan Ikada.
“Saya lapar, jadi kita makan. Pecenongan punya makanan enak.”
Item hanya mendengar. Item tahu sebenarnya, Westerling punya
kebiasaan makan bersama anak buahnya di asrama. Ini tidak biasa.
Westerling jarang makan di luar di asrama. Lalu sampailah mereka di
sebuah warung makanan China. Baunya mengundang selera. Mereka
turun dari jeep dan segera bergegas duduk.
“Cik, saya pesan Cap Cay sama puyunghay,” pesan Westerling
yang kemudian melihat ke Item. “Kopral, pesan apa?” Item agak
bingung, lalu memilih sebuah menu biasa. Makanan yang umum.
“Nasi goreng.”
Si penjual Tionghoa yang ada di situ lalu bertanya lagi.
“Nasi goreng babi?”
Item mengangguk. Westerling lalu memesan minum juga pada si
penjual.
“Bir dua botol.”
Si penjual pergi dan Westerling pun mengobrol dengan Item.
“Kopral darimana asalnya?”

50
“Samboja Letnan, dekat Balikpapan.”
“Di mana itu?”
“Borneo Letnan.”
“Saya kira kamu dari Minahasa. Saya kira dari bekas Batalyon X.”
“Orang sebut saya Dayak. Kami penghuni asli Borneo.”
“Katanya orang pernah penggal kepala di sana.”
“Itu dulu Letnan. Tidak lagi.”
Pesanan masih belum datang. Pengunjung cukup ramai juga.
Westerling dan Item nampak bersabar. Mereka asyik dengan obrolan
mereka yang makin mengerucut pada sesuatu.
“Kopral, aku lihat kau cukup baik dalam latihan. Tapi, saya kira
kopral tidak terlalu cocok di pasukan nantinya.”
“Kenapa begitu, Letnan?”
“Kitorang butuh serdadu yang kejam kopral.”
Item berusaha mengerti dan terdiam. Tak masalah Item harus
berada di mana dalam KNIL. Tak jadi KNIL lagi pun bukan masalah
baginya.
“Tapi kopral tenang saja, karena ada sekolah para di Bandung.
Kopral saya rekomendasikan ke sana. Tinggal tunggu balasan saja.”
Item tak kecewa sama sekali. Tapi, kata para adalah hal baru bagi
Item. Item pun memberanikan diri bertanya.
“Apa itu para, Letnan?”
“Itu pasukan penerjun. Nanti kopral akan tahu sendiri. Tenang
saja, mereka akan kasih ajar kopral bagaimana terjun dan mendarat.”
“Apa saya bisa cocok di sana, Letnan?”
“Saya kita kopral punya badan kecil jadi cocok di sana. Orang
tinggi tidak bagus di sana. Saya percaya kopral bisa. Saya tahu, selama
latihan sama saya kopral bisa praktek dengan bagus. Jadi di Bandung
saya rasa kopral bisa.”
Westerling lalu berdiri dan keluar sebentar menengok daerah
sekitar Pecenongan. Namun dengan cepat kembali. Makanan pun
tiba. Item pun lega. Dia akan menuju kota lain. Namun wajah Anggrek
kadang muncul di kepala Item di kala sepi.

51
“Ayo makan kopral! Nasi goreng babimu enak sepertinya. Saya
pernah coba di sini.”
Item tersenyum dan melahapnya pelan-pelan. Bir datang
terlambat. Harusnya bisa datang sedari tadi.
“Bagaimana, kopral?”
“Enak, Letnan.”
Westerling mulai menuang bir ke gelasnya. Item pun mengikuti.
Segera masing-masing mengangkat gelasnya.
“Untuk Sang Ratu.”
“Je Martendrai1 Letnan.”
Mereka tos dan meminum birnya masing-masing. Makanan
mereka habiskan dengan lahap. Setelah membayar tagihan makanan
enak tadi, Westerling mengajak Item kembali ke barak. Item senang
makan gratis bersama manusia legendaris KNIL.
***
Sebuah surat pun datang dari Bandung di pertengahan tahun
1946. Item harus berangkat. Setelah pamit pada Westerling, dari
Gambir, di siang hari bolong, Item menumpang kereta api ke Bandung.
Kereta tiba sore hari. Item pun jalani latihan barunya di Andir. Komandan
sekolah adalah seorang Belanda baik hati bernama Rokus Visser.
Mereka jalani latihan fisik yang sama berat seperti di Polonia.
Pelatih mereka juga orang berpengalaman dalam perang Eropa. Seperti
Westerling, Visser juga pernah dapat latihan pasukan komando di
Inggris. Visser orang dengan karakter tenang karena keturunan petani.
Westerling tampak mengenalnya. Mungkin ini alasan Westerling
merekomendasikan Item bergabung ke pasukan para.
Item pun akhirnya dengar kabar, Westerling dan pasukannya
dianggap sukses dalam sebuah operasi teror di Sulawesi Selatan.
Westerling segera dipuji. Namanya pun makin melegenda saja di
kalangan KNIL. Dia adalah komandan paling dihormati. Pangkatnya
rupanya sudah dinaikan jadi kapten karena berhasil meningkatkan
kualitas pasukannya sebagai pasukan komando andalan Belanda.
1
Kita akan berkuasa selamanya.

52
“DST sukses di Celebes. Mereka bikin bungkam ekstrimis di sana.
Ratusan ekstrimis di tembak mati di kampung-kampung di sana.”
“Westerling benar-benar hebat.”
“Kopral Item, kau kan dulu anak buahnya sebelum di sini.”
Item hanya tersenyum. Perasaannya tidak nyaman. Ada yang
aneh di hatinya mengenai kesuksesan Westerling itu. Item merasa
tidak nyaman dan memilih pergi dari percakapan para serdadu itu.
Item hanya teringat Anggrek yang entah bagaimana kabarnya. Lebih
dari setahun dia tinggalkan. Item semakin merindukannya saja setiap
harinya. Sekarang Item sulit cuti sekedar mengunjungi Anggrek walau
sebentar. Mengirim surat jelas tak mungkin. Rumah paman di dalam
hutan. Anggrek tak pernah keluar dari sana. Dia sudah merasa nyaman
di sana. Item tak bisa kirim apa pun, termasuk gajinya. Uang gaji Item
sebagai serdadu pun utuh. Item tidak suka ngamar atau mabuk-mabuk.
Hanya sesekali minum bir.
***
Kesepian mendera Anggrek di hutan Samboja. Dalam kesepian
itu, Anggrek merasakan kenyamanan dan keamanan. Dia tak mau
keluar dari rumah di tengah hutan itu. Hutan tempat Anggrek tinggal
bersama Paman dan Bibi Item itu adalah rumahnya. Dulu, dia pernah
jauh dari rumahnya, hingga hal buruk hampir menimpanya. Serdadu
Nippon hampir menyantap kehangatan tubuhnya.
Kesepian Anggrek semakin menjadi sejak kepergian Item.
Pertama kali datang ke hutan itu, Anggrek terbiasa dan dengan cepat
menjadi nyaman. Anggrek sedari awal bisa menerima Item sebagai
pelindungnya. Anggrek begitu tergantung pada Item sejak Item
menyelamatkan Anggrek. Item seperti manusia setengah Dewa bagi
Anggrek. Bersama Item adalah berkah baginya. Pondok mungil yang
dibangun tak jauh dari rumah paman adalah kuil pelindung, di mana
Anggrek temukan kenyamanannya dalam kesepian.
Pondok mungil itu jelas membuat Anggrek lupa akan dunia di luar
hutan itu. Anggrek seperti orang-orang Borneo asli di masa lalu, orang
luar menyebut mereka Dayak. Mereka hidup dalam hutan belantara.

53
Mereka bersahabat dengan alam. Mereka kadang berpindah-pindah
dan sebagian besar sudah hidup dalam kampung-kampung.
Anggrek adalah wanita asli Borneo juga. Anggrek lebih bisa
nyaman hidup di kampung. Apalagi kampung di tengah hutan.
Meninggalkan kampung adalah petaka. Pernah dulu dia jalan-jalan di
keramaian kota kecil Tanah Grogot, tiba-tiba serdadu-serdadu Nippon
menculiknya. Hingga dia dibawa ke Balikpapan. Beruntung dalam
perjalanan serdadu-serdadu Nippon tak berani menyentuhnya karena
perintah dari komandan melarang keras untuk itu.
Anggrek merasa ngeri dengan Balikpapan, di mana laki-laki
bejat berseragam siap menggerayangi tubuh wanita yang mereka
temui. Hingga tibalah Anggrek di rumah cinta. Dan kemauan aneh dari
Mak Ijah telah menyelamatkannya dari gerayangan serdadu-serdadu
Nippon. Dan Item pun jadi dewa penyelamat ketika seorang serdadu
Nippon berusaha menggerayanginya.
Pelarian Anggrek dan Item pun tak pernah bisa Anggrek lupakan.
Begitu tiba di rumah paman pun Anggrek berpikir untuk tidak keluar
dari hutan. Hidup mereka di hutan begitu menyenangkan apalagi jika
ada Item. Hutan Borneo yang perawan sebenarnya bisa membuat
manusia hidup. Orang-orang asli Borneo bisa hidup berabad-abad
dengan damai di bumi Borneo. Mereka mengambil sedikit dari alam
dan ikut menjaganya. Begitulah persahabatan manusia asli Borneo
dengan alam.
Jika Anggrek lebih suka di dalam hutan, Item pun demikian,
namun Item bisa hidup di mana saja. Item kemudian terjebak dalam
putaran roda sejarah dunia. Dia terlibat dalam peperangan besar di
dunia. Sekarang Item pun terseret dalam putaran roda sejarah sebuah
negara baru bernama Indonesia.
Beruntung Anggrek hidup dalam sebuah keluarga yang hangat.
Item telah menanamkan benihnya. Perut Anggrek pun pelan-pelan
membesar. Anggrek sadar apa yang menimpa perutnya. Akan lahir
seorang bayi ke dunia. Kesepian Anggrek pun bisa diredam. Bakal
bayi yang dilahirkannya itu pun menghiburnya. Dan, Item pun hanya

54
sekedar jadi orang yang dirindukannya. Anggrek mulai terbiasa dengan
sepi meski dia tidak harapkan kesepian itu.
“Sudah lama perutmu membesar. Sebentar lagi.”
“Iya Bibi, bulan ini seharusnya dia akan lahir.”
“Mungkin purnama nanti, Nak?”
“Iya, Bibi.”
“Siapa namanya nanti, Nak?”
“Saya belum bilang ke kakak, Bi. Kakak tak pernah pulang. Jadi
belum ada nama.”
“Sudah, Nak. Kita usahakan dia terlahir selamat saja.”
“Mudah-mudahan,Bi.”
Anggrek terus mengelus-elus perutnya sebagai isyarat belaian
sayangnya pada si jabang bayi dalam perutnya. Anggrek sangat
menyayangi bayinya.
“Istirahat saja, Nak. Kau tak boleh lelah. Aku khawatir padamu.”
“Iya, Bibi.”
“Banyak-banyaklah makan, kau semakin kurus.”
Jelang bulan purnama pun Anggrek melahirkan. Anggrek bahagia
menggendong bayinya. Bibi membantu melahirkan bayi itu hingga
selamat. Namun, Anggrek hanya bisa bertahan sebentar. Tidak lama
setelah Anggrek melahirkan, dia terkapar kelelahan.
“Bibi, bilang pada Kakak aku bahagia.”
Anggrek mengucapkan kalimat itu dengan wajah penuh senyum
bahagia, di mana auranya sebagai wanita terlihat indah. Setelah ucapan
itu, Anggrek kehilangan napasnya. Dia dapati napas terakhirnya dalam
keindahan dan kehebatan seorang ibu. Melahirkan anaknya.
Si bayi perempuan yang dilahirkan Anggrek pun jadi yatim seketika
itu. Ibunya berpulang kepada Yang Maha Kuasa. Sementara itu, sang
ayah tak kunjung pulang. Bayi ini begitu sebatang kara ke dunia. Jadilah
si bayi anak bagi si bibi. Entah sampai kapan. Sampai batas waktu yang
tak pernah terpastikan.
Si bayi segera menjadi kawan baru yang seru bagi anak-anak. Si
bayi tumbuh bersama mereka. Mereka menjadi kakak, walau sebenarnya

55
mereka layak dipanggil Om atau tante oleh si bayi. Anak-anak tampak
menikmatinya. Mereka serasa punya adik daripada keponakan.
Dari anak-anak yang merupakan Om dan tante itu, si bayi
mendapat yang terbaik. Kasih sayang keluarga yang tak pernah sepi
di pedalaman hutan Samboja itu. Tak pernah bayi sebatang kara itu
dibiarkan. Bahkan ketika si bayi mulai besar, si bayi pun ikut ke ladang
bersama kesederhanaan keluarga paman. Namun, waktu berjalan
cepat bagi keluarga bahagia di tengah hutan itu.
Orang tua tak terlalu cerewet dengan nama si bayi. Tapi, anak-
anak tak sabar mendengar dan memanggil nama bayi di hutan itu.
Nama begitu penting juga bagi mereka. Mereka ingin nama itu segera
ada.
“Dia lucu sekali. Putih seperti kita. Matanya sebening Kak Item.”
“Iya, manis juga seperti Kak Anggrek.”
“Tapi kita panggil siapa dia? Kak Item belum kasih nama.”
“Panggil Cahaya Bulan saja. Waktu dia lahir, bulan bundar.”
“Nanti Kak Item marah?”
“Dia tak sini, jadi takkan marah. Kita butuh nama untuk
memanggilnya.”
“Sudah, kita panggil saja dia Bulan, sampai Kak Item datang.”
Semua lalu sepakat, nama si bayi adalah Cahaya Bulan,
panggilannya Bulan.
***

56
9

Item tak tahu kabar apa pun yang terjadi pada Anggrek, juga
tentang putrinya yang telah terlahir ke dunia. Item hanya jalani
hidupnya sebagai serdadu. Dengan segala hal buruknya, Item bisa jalani
hidup sebagai serdadu tanpa masalah berarti. Itu kenapa waktu begitu
cepat berjalan bagi Item.
Item resmi jadi anggota pasukan terjun payung. Jumlah pasukan
itu tak lebih dari satu batalyon di Hindia Belanda. Visser adalah pelatih
mereka. Untuk melatih pasukan payung ini, Visser dibantu beberapa
veteran perang Eropa. Salah satunya Andi Azis. Azis adalah Letnan
KNIL sekarang. Dia memulai karirnya dari bawah sekali. Dia pernah jadi
anggota gerakan bawah tanah di Eropa melawan ganasnya serdadu-
serdadu NAZI. Andi Azis yang turunan bangsawan Bugis itu juga pernah
dapat latihan pasukan komando juga seperti Visser. Mereka disamakan
dengan red devil atau pasukan baret merah Inggris yang disebut SAS.
Andi Azis tidak lama melatih pasukan payung. Dia dipanggil ke
Makassar untuk jadi ajudan Sukowati, Presiden Negara Indonesia
Timur. Andi Azis mungkin satu-satunya orang Bugis yang jadi perwira
KNIL. Bahkan dia orang Indonesia pertama yang mendapat pendidikan
pasukan komando.
Suatu hari di bulan Desember, Item dan rekan-rekannya dapat
sebuah tugas penting, langsung dari Letnan Jenderal Spoor. Sekompi
pasukan payung akan diterjunkan ke Jogja. Untuk merebut lapangan
udara Maguwo. Bagi Spoor, Maguwo adalah kunci merebut Jogja.
Merebut Jogja berarti bisa menyikat jantung Republik. Dan Republik
Indonesia akan tutup buku. Begitu rencana Spoor.
Latihan terakhir sudah dijalankan sebelum perintah rahasia
menyerbu Jogja sampai di meja pasukan payung. Item tampak siap

57
dengan operasi itu. Item akan menembaki orang-orang Republik.
Sebelumnya, Item sama sekali belum pernah memuntahkan pelurunya
ke pihak Republik. Item hanya serdadu yang tugasnya menyerang
musuh, termasuk Republik.
Bagi Item, Republik adalah sekumpulan orang Jawa saja.
Sementara Item orang Borneo asli tak ada kaitannya dengan Majapahit.
Orang Dayak tak butuh negara. Mereka hanya ingin Borneo yang damai.
Borneo yang damailah yang membuat kelangsungan hidup mereka
terjaga. Mereka tak butuhkan uang. Item lebih suka jika hidup seperti
orang-orang Borneo di masa lalu. Apa yang dijalaninya hanya sebuah
petualangan yang pasti akan berakhir.
Selanjutnya, Item akan kembali ke belantara Borneo yang permai.
Bersama Anggrek tentunya. Item hanyalah manusia sederhana saja.
Sekarang, Item hanya ingin jalani misinya. Merebut bandara dan
merebut Jogja. Demi Sang Ratu. Selanjutnya, Item ingin keluar saja.
Meski tak lagi merasakan pembedaan warna kulit seperti yang terjadi di
Balikpapan, Item tak berminat memperpanjang masa dinasnya di KNIL.
Tapi, petinggi KNIL pasti akan menolaknya jika itu diajukan dalam waktu
dekat.
***
Hari masih pagi. Satu persatu serdadu terjun sudah masuk.
Mereka semua adalah Rod Baretten (barat merah) KNIL. Mereka adalah
bagian dari Regiment Speciale Troopen. Mereka masuk satu per satu
dengan bangga sebagai anggota pasukan khusus Belanda. Item masuk
paling akhir ke pesawat Dakota. Item akan terjun paling pertama
nantinya. Lapangan udara Andir sangat sibuk hari itu. Ada seratusan
serdadu masuk pesawat itu.
Item dalam kondisi siap tempur. Bersama parasut, ransel berisi
bekal untuk lima hari, juga junglerifle-nya yang sudah tiga tahun lebih
disandangnya. Operasi bersandi gagak pun siap dilaksanakan. Letnan
Jenderal pun tiba-tiba muncul.
“Semoga Beruntung.” Spoor berkata di pintu pesawat, sebelum
akhirnya menghilang.

58
Semua anggota pasukan pun makin bersemangat melakukan yang
terbaik sebagai pasukan khusus. Item hanya tersenyum. Pikirannya lalu
melayang ke Anggrek yang Item tak tahu bagaimana kabarnya. Item
hanya bisa berdoa yang terbaik untuk Anggrek. Bagi Item, Anggrek akan
selalu ada bagi Item. Meski hanya dalam pikiran atau doa setidaknya.
Satu per satu pesawat pun lepas landas dari Andir. Mereka akan
menuju Jogja. Pesawat angkut serdadu itu dikawal pesawat-pesawat
pemburu Belanda. Pesawat-pesawat pemburu masuk kota terlebih
dahulu, sementara itu pesawat angkut serdadu akan menyusul masuk
ketika kota Jogja sudah ditembaki dari udara oleh pesawat pemburu
Belanda.
Pada titik yang ditentukan, pasukan pun siap terjun. Mereka
sudah berdiri dan siap terjun statis di atas Jogja. Bayangan Anggrek
muncul dalam kepala Item sebelum Item terjun. Sudah Empat kali Item
terjun. Ini yang kelima. Karena ini penerjunan berisiko, Item jadi ingat
Anggrek.
Akhirnya, lampu menyala. Item pun melompat dari pesawat.
Selama beberapa detik Item menari di udara, sebelum akhirnya
parasutnya mengembang. Langit Jogja begitu cerah. Jogja daerah timur
tampak damai. Berbeda dengan Jogja kota yang sudah mulai ditembaki.
Semua pasukan payung sudah melompat dan mengembangkan
payungnya. Langit Jogja daerah Maguwo dihiasi balon-balon raksasa.
Ada sedikit tembakan dari bawah. Rupanya, serdadu Republik segera
bereaksi. Mereka memberikan perlawanan terbaik mereka.
Item akhirnya mendarat juga di dekat landasan. Item langsung
melepaskan payungnya. Lalu berlari ke parit-parit dekat landasan. Item
hanya membalas sedikit tembakan. Bersama beberapa kawan pasukan
payungnya, Item bergerak maju ke gedung bandara. Di mana sergapan
dan tembakan yang mereka lancarkan telah membunuh beberapa
penjaga bandara yang bersenjata seadanya.
Dalam waktu singkat, semua area sekitar bandara diamankan.
Dipastikan tak ada ranjau-ranjau di landasan. Operasi penerjunan yang
pertama kali dilakukan KNIL pun sukses. Kapten Eackhout, komandan

59
misi perebutan bandara pun lalu beri laporan: “Bandara aman.”
Selanjutnya beberapa pesawat pun mendarat. Pasukan Groon Baretten
pun keluar dari pesawat.
Hari masih pagi di Jogja. Mataharinya makin meninggi tak
seperti di Bandung tadi. Item bergerak menuju kota juga. Beberapa
pasukan payung masih ada yang di Maguwo, di mana mereka berhasil
menangkap pesawat Republik. Pesawat itu tidak tahu jika Maguwo
sudah direbut pasukan payung Belanda.
Item dan beberapa serdadu dari pasukan payung membantu
pasukan Belanda memasuki kota. Nampak sulit sepertinya. Namun,
pelan-pelan pasukan Republik mundur. Ternyata, banyak militer
Republik yang tidak berada di Jogja. Mereka sudah merasa akan
diserang, jadi mereka sudah bersiap di hutan. Setelah lebih dari
setengah menerobos kota dari arah timur, pasukan Belanda berhasil
menerobos kota Jogja.
Hanya ada sedikit pasukan Payung, lebih banyak pasukan
komando baret merah. Di antara pasukan payung hanya ada Item dan
Sersan Bob Hering.
“Item, ikut saya!”
“Siap, Sersan.”
“Kita masuk kota.”
“Siap, Sersan.”
Item ada di antara serdadu Belanda yang melintasi Jalan Solo.
Di sekitar Kota Baru, mereka berhasil merebut sebuah jeep. Dengan
jeep tadi, mereka menuju Istana Negara. Mereka bingung awalnya. Lalu
diputuskan untuk mencari Tugu Jogja. Setelah mereka menemukan
Tugu, mereka belok kiri. Mereka tak lagi mendapat gangguan. Pasukan
Republik sudah mundur rupanya.
Sampai di Stasiun, mereka sempat bertemu rombongan serdadu
Belanda lain. Mereka memakai satu jeep dan truk. Sampailah mereka
depan Istana Republik, dulunya bekas rumah residen. Istana itu di
kepung. Dua truk tadi turun di depan Vredeburg. Semetara itu jeep
yang ditumpangi Item memutar ke menuju Pathuk. Mereka berjaga di

60
sisi barat daya Istana, memastikan tak ada gangguan lagi.
Setelah beberapa jam bertahan di pertigaan, akhirnya datang juga
serdadu KNIL lain. Jeep yang ditumpangi Item pun kembali ke bandara.
Rupanya, ketika mereka melintas dekat istana, pemimpin-pemimpin
Republik, termasuk Presiden Sukarno sudah ditangkap.
“Sersan lihat, itu yang pakai peci Sukarno.”
“Siapa yang berkaca-mata, Sersan?”
“Ya si manusia itu Muhamad Hatta. Mereka orang baik. Tapi
kitorang dapat tugas buat lawan mereka.”
Bob agak tersenyum. Bob sersan yang ramah. Dia mengenal
Indonesia. Sedari kecil, dia sudah tahu siapa saja orang-orang penting
dalam sejarah Indonesia. Bob Hering adalah anak sekolahan yang cerdas
dan pemerhati yang baik. Hering paham sejarah Nusantara. Hering pun
tampaknya hormat pada orang-orang yang ditawan serdadu-serdadu
Belanda. Sukarno menurut Bob adalah orang penting.
“Republik tergantung sama itu orang. Dia paling dihormati sama
orang-orang Republik.”
“Kenapa gitu, Sersan?”
“Dia pemimpin sedari dulu.”
“Waktu Nippon di sini juga?”
“Masih, tapi dia jadi kolaborator.”
“Saya benci Nippon, Sersan.”
“Mereka kejam, Item.”
Rombongan mereka terus berjalan ke bandara Maguwo. Sukarno
masih dihormati karena dia bukan tawanan biasa. Jeep Item berjalan
bersama rombongan tawanan. Sukarno tampak akrab dan bersahabat
dengan orang-orang yang menawannya. Sebaliknya, orang-orang yang
menawannya pun hormat padanya. Mereka bahkan sempat berfoto
bersama.
Sukarno dan lainnya lalu masuk pesawat. Pesawat itu lalu pergi.
Akhirnya, semua pasukan payung berkumpul. Mereka akan kembali
ke Bandung malam nanti. Pasukan-pasukan KNIL dan KL dari luar kota
sudah menyebar dan membersihkan Jogja. Kota lalu dianggap aman.

61
Hari hampir malam, ternyata banyak serdadu KL yang memilih
keluar kota di kala malam. Mereka tak ingin mendapat serangan
dadakan. Mereka tak mau mimpi mereka terganggu oleh pasukan
Republik.
Akhirnya, pesawat yang dinanti pun tiba. Satu per satu serdadu
pasukan payung naik ke pesawat. Bob yang berjalan melintasi Item pun
menyapa.
“Hari yang seru, Kopral. Menyenangkan.”
“Ya. Terlalu mudah bagi saya. Ini pertama kali saya tembaki orang
Republik.”
“Oh ya?”
“Ya. Ini hari pertama kalinya saya lihat Sukarno yang dulu cuma
saya dengar dari omongan orang.”
Sersan Bob Hering tertawa.
“Berbanggalah kawan. Tangkapan kita besar.”
“Ya, Sersan”
“Saya pergi dulu, kopral. Kita ketemu lagi di Bandung. Jangan
pikirkan soal orang yang kau tembaki. Ini perang, pilihannya adalah
membunuh atau dibunuh! Kita mungkin ada dipihak yang kejam. Baik.
Sampai jumpa.”
Item hanya tersenyum mendengarnya. Dia tahu Bob benar.
Bob Hering lalu menuju pesawatnya. Item pun juga. Mereka adalah
orang-orang terakhir yang masuk pesawat. Mereka terbang malam ke
Bandung. Kembali ke barak. Menunggu misi selajutnya.
Item makin terbiasa menembaki orang Republik. Setelah Jogja,
pasukan payung, termasuk Item di dalamnya harus dikirim juga ke Air
Molek di Sumatera. Mereka juga menembaki orang Republik. Tugas
pasukan payung adalah menyerang. Pasukan payung bukan pasukan
pendudukan. Kepungan adalah hal biasa. Pasukan payung ditakdirkan
menyerang dari jantung lawan. Di mana mereka berada, pasukan musuh
pasti mengepung mereka. Tak heran jika Letnan Winter, komandan
legendaris dari pasukan payung Amerika pernah bilang: “Kami sudah
terbiasa dikepung.”
***
62
10

Sebuah pasukan baru dibentuk. Anggotanya adalah dari pasukan


payung. Kekuatannya sekitar puluhan orang, namun tak lebih dari
seratus. Letnan Andi Azis akan jadi komandan pasukan ini. Dia memang
layak jadi komandannya. Dia bekas pasukan payung berpengalaman
tempur. Apalagi dia juga kuasai kota Makassar.
Item dan lainnya berangkat dengan Dakota yang kebetulan
terbang rutin ke Makassar. Mereka ditempatkan di sebuah barak di
pinggiran kota Makassar yang panas. Makassar sedikit lebih panas
daripada Jakarta. Letnan Andi Azis ditugaskan sebagai ajudan Presiden
Negara Indonesia Timur, jadi ia pun kebagian tugas mengawal juga.
Perlawanan gerilyawan pro Republik Sulawesi Selatan agak
berkurang, sejak kampanye Westerling. Para gerilyawan memilih
bertahan di gunung. Lebih baik mereka tak mendekat daripada
serdadu-serdadu Belanda membantai orang-orang kampung lagi. Teror
Westerling cukup ampuh juga.
Mereka akan mengawal Presiden Sukawati ke mana pun pergi.
Rumah Sukawati pun, akan dijaga oleh mereka juga. Namun, pelan-
pelan pasukan yang itu akhirnya genap juga menjadi seratus. Andi
Azis pun jadi orang yang semakin berpengaruh di kalangan militer.
Biasanya, Andi Azis selalu mengawal Presiden Sukawati. Item terkadang
ikut,terkadang juga tidak. Sesekali Item juga harus patroli ke daerah
utara Sulawesi Selatan. Entah ke Paloppo atau Tana Toraja.
Item dilibatkan beberapa kali patroli di sana bersama pasukan-
pasukan KNIL yang ada di Makassar. Perjalanan ke sana terbilang
berisiko. Gerilyawan pro Republik bisa menyerang mereka kapan
saja. Namun lebih banyak tugas Item adalah mengantar pejabat NIT
ke daerah dekat Makassar, seperti Malino atau Bantimurung. Agak

63
menyenangkan juga. Tugas ini juga terlalu menyenangkan.
Suatu hari, Belanda berjanji tak akan bikin masalah lagi di
Nusantara. Mereka juga kembalikan kedaulatan Republik Indonesia
yang telah mereka ambil dari Republik. Artinya serdadu-serdadu
kulit pucat, entah dari KNIL atau KL harus angkat kaki dari Indonesia.
Sementara itu, serdadu-serdadu bumiputra pun diberi pilihan. Ikut ke
Belanda atau masuk jadi serdadu Republik.
Rupanya, Item lebih dijebak pada kerinduannya pada Anggrek.
Item lalu tak putuskan apa pun kecuali minta cuti agak panjang pada
atasan, sekitar dua minggu ke Samboja. Item naik kapal dari Makassar.
Dia menuju Samboja dengan sebuah kapal. Item akhirnya menginjak
Balikpapan. Item tak mau mampir dulu ke rumah cinta. Dia rindu pada
Anggrek. Samboja begitu penting baginya.
***
Item menyusuri hutan Samboja. Tibalah Item di rumah
paman. Longlongan anjing menyambut Item. Semua tampak terkejut
bahagia. Orang yang lama pergi kini kembali. Item berharap Anggrek
menyambutnya. Tak peduli dengan senyuman atau amarah. Jika
amarah muncul di wajah Anggrek, Item akan memakluminya. Item
telah meninggalkannya cukup lama. Meski Item tak bermaksud menyia-
nyiakannya.
“Kakak Item. Ke mana saja?”
Item hanya tersenyum dan memeluk mereka semua. Bibi dan
paman rupanya masih di dalam. Cuaca cukup panas. Item tak rasakan
kehadiran Anggrek. Akhirnya, Item memaksakan diri untuk bertanya.
“Mana, Kak Anggrek.”
Semua anak terdiam. Tak berani bicara.
“Kak Anggrek sudah meninggal.”
“Waktu Kakak pergi.”
Item hanya terdiam tak bisa lakukan apa pun. Rumah paman
adalah dunia lain di mana tak mungkin bertukar kabar. Orang-orang di
tengah hutan itu tak pernah bisa tahu bagaimana kabar Item. Sebaliknya
Item juga tak tahu bagaimana kabar mereka semua. Item pun mulai

64
menyembunyikan menangis.
“Di mana kubur, Kakak?”
“Belakang Kak, dekat pohon-pohon besar.”
Item lalu beranjak. Adik-adiknya tampak berusaha mengerti
Item. Mereka sudah mulai besar dan memahami kesedihan Item
sebagai orang yang ditinggalkan. Item berjalan cepat sambil sekuatnya
menyembunyikan kesedihannya.
Item hanya menangis dan memegangi nisan. Tak kuasa lagi Item
tahan tangisnya. Item menyesal kenapa harus meninggalkan Anggrek.
Item hanya merasa menyesal tanpa berkata apa pun. Dia diam terpaku.
Langkah-langkah kaki terdengar. Juga suara anak kecil yang agak
rewel. Lalu terdengar suara orang dewasa.
“Lihat siapa yang datang?”
Item tahu suara itu. Dan diliriknya, ternyata orang tua yang
rambutnya banyak memutih tak lain adalah paman. Bibinya pun
tersenyum. Lalu Item berdiri dari tepi kuburan dan mendatangi paman
untuk memeluk. Mereka berpelukan.
“Ke mana saja, Nak?”
“Panjang Paman, aku akan cerita nanti saja. Aku tidak di
Balikpapan lagi.”
“Anggrek sudah pergi, Nak. Terimalah ini. Dia tidak hilang. Dia
masih di hati kita. Masih bersama kita dalam hijaunya hutan rumah kita
ini.”
“Iya Paman, aku hanya bisa menyesalinya.”
Bibi hanya terharu dan tersenyum. Di belakang bibi ada gadis
kecil lucu. Bocah itu hanya sibuk bermain saja. Tak peduli pada apa
pun yang ada di sekitarnya. Dunianya seolah bukan dunia nyata. Dia
punya dunia sendiri. Sebuah dunia bermain. Dalam kesedihan itu, Bibi
berusaha menghibur.
“Lihat bocah lucu ini, Item?”
“Siapa dia?” Item mulai reda dari sedihnya.
“Anakmu, Nak. Dia lucu, kan?”
Item lalu mendekati anak itu dan memeluknya. Si bocah yang

65
asyik itu hanya merasa aneh. Tak ada tangis, seolah tak peduli. Bibi lalu
berusaha menjelaskan pada si anak.
“Bulan, ini ayah.”
Si bocah tetap tidak peduli. Item juga tak peduli dengan
ketidakpedulian anak itu. Dia hanya bahagia. Dia telah miliki darah
dagingnya. Si bocah lalu digendong Item. Item melihat wajah si bocah.
Mirip Anggrek. Bocah manis. Item lalu mengecup kening si anak, seperti
mengecup kening Anggrek dulu.
Item temukan semangatnya kembali. Meski baru sebentar
dia sedih karena kehilangan Anggrek, si bocah lucu itu pun adalah
penawarnya. Apa yang dikatakan paman benar. Anggrek tidak hilang.
Anggrek hanya berubah wujud.
“Namanya Anggrek Bulan sekarang. Panggil saja bulan seperti
biasa.”
Semua tersenyum. Si bocah ikut tersenyum. Lucu, terasa aura
Anggrek si bocah lucu itu. Item merasa kebahagian baru. Kesedihan
kehilangan Anggrek mungkin tak hilang. Namun, ada kebahagian yang
berbeda.
“Ayo Nak, kita pulang.”
Semua menuruti ajakan bibi. Item masih menggendong Anggrek
Bulan. Bocah itu tampak senang. Tanpa sadar, ayahnyalah yang
menggendongnya. Si bocah tak mengerti arti ayah dan ibu. Dia terlahir
sebatang kara.
Dalam perjalanan, anak-anak paman muncul. Mereka menyambut.
Tawa pun pecah. Begitu Item sadar jika bocah dalam gendongannya
tertawa riang ketika melihat adik-adiknya, Item menurunkannya sambil
menciumnya. Si bocah kecil itu berlari senang dan bahagia.
Anak-anak sudah siapkan makan siang, ikan bakar hasil tangkapan
mereka sebelum Item datang. Makan siang seperti pesta penyambutan.
Mereka nikmati hidup mereka yang sederhana. Mereka nikmati semua
yang dari alam seperlunya. Mereka bersyukur setiap hari dengan
menjaga alam.
***

66
Item merayakan hari baru. hari yang tak pernah dialami
sebelumnya. Menjadi ayah menjadi hal tak terbayangkannya. Ini hanya
kejutan menyenangkan. Tanpa keluhan sedikit pun.
Item segera melupakan dunia yang sebelumnya. Item seolah lupa
dengan dunia serdadunya. Ia hanya bermain seharian dengan Bulan.
Item tak pedulikan lagi hal yang lain. Item segera ke kota. Mengirimkan
surat kepada komandannya. Item memutuskan berhenti. Tidak menjadi
serdadu lagi adalah hal terbaik baginya. Hidup bersama Bulan lebih dari
segalanya.
Beberapa bulan setelah surat dikirim, Makassar memanas.
Serdadu KNIL di Balikpapan pun mulai terpengaruh. Mereka berniat
melakukan pemberontakan. Membakar kilang minyak Balikpapan yang
besar juga bagian dari pemberontakan mereka. Rencana itu segera
gagal justru ketika sebuah kapal berisi KNIL dari Jakarta yang menuju
Indonesia Timur singgah di Balikpapan. Mereka lalu urungkan niat
berontak. Makassar panas. Andi Azis dipanggil ke Jakarta. Andi Azis
pun sudah jadi kapten TNI sebenarnya. Item hanya mendengarnya
dari berita-berita Koran. Kapten Azis sudah di Jakarta sekarang. Orang-
orang tentara sekarang punya alasan buat habisi bekas KNIL sebagai
biang rusuh.
Tetap saja Item harus pergi. Dia tak bisa membawa serta Anggrek
Bulan. Tak ada yang bisa mengurus. Lebih baik Anggrek bersama paman
dan bibi Item saja. Di mana Bulan takkan kesepian, lagi pula ilalang dan
pepohonan begitu baik bagi anak kecil. Hijau adalah warna dominan
paling baik bagi bocah kecil.
Menjadi serdadu tak lagi menarik bagi Item. Jadi serdadu Republik
jelas tidak seru. Komandannya hanya bekas serdadu-serdadu bikinan
Nippon. Didikan penjahat perang apa hebatnya, pikir Item. Kalau mau
terus jadi serdadu, lebih baik Item ikut masuk KL saja, di mana Item bisa
pergi ke Holland. Tengah tahun ini, KNIL bubar. Kehebatan serdadu-
serdadu itu tinggallah cerita saja. Item pun hanya bisa diam-diam
menyimpan junglerifle-nya.
Item segera berpikir tentang bagaimana mengisi perut sekarang.

67
Item sadar, uang di dalam ranselnya, uang gajinya selama bertahun-
tahun yang masih ada akhirnya akan habis juga. Item lalu membeli
sebuah rumah mungil di atas bukit sekitar Pelabuhan. Di rumah itu
pula, Item menimbun jungleriflle-nya. Item juga berpikir untuk mencari
pekerjaan. Seorang bekas pejabat BPM didatanginya. Beruntung,
pekerjaan yang ada hanya sebagai TB.2
Item memulai kerjanya. Tidak begitu sulit. Hampir mirip serdadu
saja sebenarnya. Bedanya, Item hanya bertugas menjaga, bukan seperti
pasukan penyerang. Tugas Item adalah menjaga kilang-kilang minyak
yang baru diperbaiki. Item bisa lebih santai dan menikmati tugasnya
itu.
Setiap hari, Item hanya pergi kerja. Sepulang kerja hanya berdiam
di rumah dan sesekali makan di warung dekat dermaga. Banyak orang
berkumpul di warung, mulai dari pekerja, penumpang dan para jagoan
yang disebut preman. Item dengan cepat bergaul dengan mereka.
Mereka tak pernah peduli dengan masa lalu Item, sebagai serdadu
Belanda. Mereka juga tahu dan hormat pada Item, karena pernah
bunuh orang-orang Nippon ketika tak seorang Balikpapan mau melawan
serdadu Nippon yang kejam.
***
Perlahan, Item pun menjadi bagian dari kelompok preman
di pelabuhan. Kepala preman adalah Daeng Makassari. Meski Item
pendiam, para preman itu dengan cepat memahami Item. Setiap ada
konflik antar-preman, Item juga ikut jadi juru damai yang adil. Item pun
makin dihormati juga karenanya.
Suatu kali, seorang bekas Sersan Baret Merah Belanda muncul.
Ketika itu, Item sedang asyik di sebuah warung. Item terkejut dan hanya
bisa tersenyum. Item menghampiri si Sersan.
“Kopral, saya omong sama kamu orang.”
“Baik, Sersan.”
“Kopral kembalilah. Ikutlah kami ke Jawa lagi?”
“Untuk apa Sersan? KNIL sudah bubar. Aku tak mau dipimpin
2
Terrein Bewakking: semacam penjaga keamanan.

68
perwira bikinan Nippon. Kita serdadu hebat. Mereka tak bisa disamakan
dengan kita.”
“Ya Kopral betul. Jadi ikutlah. Kitorang beda. Kitorang bukan
bikinan Nippon. Kitorang pasukan terjun. Kapten Azis sudah jadi
tahanan sekarang. Jadi ikutlah. Kitorang butuh teman.”
Item terdiam. Dia baru saja bebas dari dunia serdadu. Item harus
berpikir cepat,seperti seorang serdadu.
“Kopral itu terlahir buat jadi serdadu. Itu jelas terlihat. Kitorang
pernah sama-sama terjun. Kita lahir buat terjun dan menyerang kopral.”
Item berpikir sejenak. Item lalu berbalik dan mendatangi kawan-
kawannya yang di warung.
“Aku pamit dulu. Besok-besok ketemu lagi.”
Item lalu mengeluarkan uang untuk membayar makanan
dan minuman buat semua yang ada di warung. Setelah itu, Item
menghampiri si sersan.
“Aku harus ambil senjataku dulu sersan. Tunggulah di sini.”
Si sersan ternyum senang. Dia berhasil membawa kembali bekas
bawahannya itu. Item berlari. Tak kurang dari 30 menit, Item kembali.
Item mengenakan seragam khaki hijau dan menyandang junglerife-nya.
Sersan menyambutnya dengan senyum. Item lalu memberi hormat.
Sersan itu dengan bangga membalas hormat si Item.
“Kopral, ayo berangkat!”
“Siap, Sersan.”
Sebuah jeep militer hampiri mereka. Jeep itu barusaja isi bensin.
Mereka lalu dibawa ke bandara pinggir kota. Landasan udara yang
dikelilingi alang-alang tinggi. Tinggi alang-alang itu sepinggang. Mungkin
kenapa orang-orang menyebut daerah itu Sepinggan di kemudian hari.
Jeep lalu berhenti di sebuah pesawat Dakota. Pesawat dari
Makassar itu akan menuju Semarang. Pesawat tampaknya sudah siap
berangkat. Sersan dan kopral itu turun dari jeep.
“Pesawat hanya untuk pasukan terjun, kopral.”
“Ya kitorang memang andalan Jenderal Spoor, Sersan. Jadi
kitorang boleh naik ini pesawat.”

69
“Betul, Kopral.”
“Mana yang lain, Sersan?”
“Semua sudah di Jawa. Kitorang akan bersama lagi seperti dulu.”
Mereka masuk pesawat, lalu pesawat mengudara menyusuri
sisi barat selat Makassar. Lalu menyusuri hutan Borneo yang hijau, di
mana sungai-sungai Borneo yang kuning dan meliuk membelah hutan-
hutan hijau itu. Dalam pesawat, Item tertidur. Penerbangan ini bukan
penerjunan. Item terlelap hingga pesawat mendarat ke bumi. Dan
perjalanan Item sebagai serdadu pun dimulai lagi.
***
Jawa Tengah bergolak. Sekelompok bekas pejuang kecewa.
Mereka tak diterima masuk militer Republik karena tak memenuhi
syarat. Di antara mereka banyak yang buta huruf. Sementara itu, bekas
KNIL yang pernah jadi militer Republik dijadikan tentara. Bekas pejuang
yang tidak tertampung itu jelas melawan. Pasukan pemberontak ini
kemudian berafiliasi dengan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Tengah. Untuk
itulah, Item dan bekas pasukan yang pernah jadi bawahan Andi Azis itu
ada di Jawa tengah. Mereka menjalani latihan lagi. Di sebuah tempat
yang disebut Battle Training Centre. Pasukan ini, termasuk Item lalu
diterjunkan ke hutan, di mana para pemberontak semakin terdesak
oleh pasukan ini.
Beberapa kali, Item terlibat pertempuran melawan pasukan
pemberontak itu. Item tak pernah terluka. Lelah adalah hal biasa bagi
serdadu. Meski takut tak pernah dilarang, tak ada alasan bagi mereka.
Tetap saja mereka akan menghadapinya. Item kadang mengalaminya
sebelum bertempur. Perlahan ketakutan itu sirna ketika pertempuran
dimulai. Item alami itu juga dalam pertempuran-pertempuran.
Pasukan tempat Item bergabung itu lalu disebut sebagai
pasukan Banteng Raider. Pasukan ini terbentuk setelah Letkol Ahmad
Yani merasa perlu sebuah pasukan khusus yang bermobilitas tinggi.
Pasukan Banteng Raider yang didirikan Ahmad Yani itulah yang menjadi
solusi. Item sering melihat Ahmad Yani di barak. Ahmad Yani sebagai
komandan sering melakukan inspeksi. Dia adalah perwira yang cerdas

70
dan berwibawa. Pangkat Ahmad Yani di militer tergolong cepat.
Dia bekas serdadu bikinan Nippon juga. Meski komandannya, Item
tidak begitu hormat pada Ahmad Yani. Hormat Item pada Yani hanya
formalitas belaka. Sekadar ikut aturan militer seagai serdadu.
Banteng Raider mengalami perubahan yang cepat sekali. Sampai
akhirnya Item dan bekas pasukan payung lainnya ditempatkan di
Srondol, selatan kota Semarang. Item dan lainnya, bisa latihan terjun
payung lagi. Semarang memiliki landasan udara, tidak heran mereka
bisa latihan terjun lagi. Terjun pertama sebagai bagian dari serdadu
Indonesia membuat mereka teringat penerjunan sebelumnya. Dan
mereka temukan diri mereka sebagai pasukan terjun.
Meski di Semarang, Item masih ingat anaknya. Seperti dulu
ketika Item ingat Anggrek, wanitanya yang setia namun tersia-
siakan oleh kepergian Item. Item selalu kirimkan uangnya setiap
bulan kepada Anggrek Bulan. Anggrek Bulan sendiri bisa pergi ke
sekolah terdekat. Anggrek Bulan perlahan bisa membaca. Dia begitu
menikmati sekolahnya. Bulan suka menulis dan bernyanyi. Tak ada
yang mengalahkan semangat gadis kecil ini jalan kaki berkilo-kilo untuk
menuju sekolahnya.
Item suka dengan hidupnya sebagai serdadu. Di mana uang
kirimannya cukup untuk dirinya dan Bulan putrinya. Gaji jadi KNIL
dengan TNI jauh beda. Jadi KNIL bayarannya besar. Jadi TNI tidak. Dulu
serdadu KNIL biasa pergi ke rumah cinta, sekarang tidak lagi. Serdadu
TNI lebih punya istri yang terhormat dan penyayang. Bukan wanita yang
bisa ditiduri siapa saja. Tidak ada satu lubang rame-rame di TNI. Itu
cerita Cuma ada di KNIL.
***

71
11

Item juga jadi jarang minum bir lagi. Item lebih banyak ditinggal
di barak saja. Berkumpul bersama serdadu lain lebih menyenangkan.
Apalagi dengan mereka yang bujangan. Itu hanya tahun pertama saja
bertahan. Sesekali memang mereka sering pergi keluar barak.
Suatu kali, Item menyusuri sebuah toko di kawasan Bangkong
Semarang. Item menyempatkan diri singgah untuk makan nasi goreng
babi di sebuah warung China. Item pun jadi sering ke sana jika keluar.
Item hanya pesan nasi goreng babi dan sebotol bir. Si pemilik warung
adalah janda China. Masih terlihat manis dan montok. Item adalah
serdadu yang sopan dan cukup simpatik di mata sang janda. Suatu kali,
ketika warung sepi, si janda buka suara.
“Tuan Baik sekali?”
“Baik?” ucap Item tersenyum, “Saya tidak merasa baik nyonya.”
“Tuan selalu bayar makan di sini. Kemarin ada serdadu juga
makan di sini. Lagaknya seperti orang terhormat. Tapi mereka tidak
pernah bayar.”
Item hanya tertawa kecil. Kelakuan serdadu TNI parah juga.
Makan tidak bayar. Macam serdadu Nippon saja saat di rumah cinta
waktu serdadu-serdadu Nippon itu jadi raja di Nusantara. Jiwa-jiwa
tentara pendudukan mulai nampak. Item pun mulai malu jadi serdadu.
Namun tetap saja Item terima kenyataan jika dirinya adalah serdadu.
***
Sunyi adalah kawan bagi si janda China. Hampir sepuluh tahun,
suaminya meninggalkannya. Hidupnya hanyalah di warung. Dia hanya
bisa melihat orang-orang datang ke warungnya dengan penuh tawa dan
bahagia. Di antara yang datang biasanya berpasang-pasangan. Bahkan

72
ada pasangan yang membawa anak-anak mereka. Si janda hanya bisa
tersenyum atas orang-orang yang berkunjung di warungnya. Rasa sunyi
si janda makin terusik ketika Item rajin berkunjung. Sosok Item yang
putih dan kecil, mengingatkan si janda pada suaminya dulu yang sudah
pergi.
Suatu kali, Item datang agak larut. Dia baru saja apel malam. Rasa
lapar menyergapnya. Nasi goreng babi terbayang di Item. Item berjalan
ke tempat biasa. Demi sepiring nasi goreng babi dan bir. Sampai depan
warung, ternyata si pemilik warung hampir menutup warungnya. Item
tidak menyerah.
“Masih ada nasi babi.”
“Oh. Masih. Masuklah, Tuan. Duduk, Tuan.”
Janda si pemilik warung yang semula terkejut itu dengan senang
hati membuatkan nasi goreng babi yang dimaui Item. Sebelumnya,
sebotol bir dibuka sembari Item menunggu. Setelah lebih dari 10 menit,
nasi goreng pun selesai. Begitu tersaji di meja Item, Item langsung
memakannya dengan nikmat.
Janda pemilik warung hanya menatap Item makan. Angin dingin
melingkupi tubuh wanita itu, seperti rasa sunyi yang menderanya. Dia
wanita yang tak inginkan sunyi. Permintaan hidupnya sederhana, tak
ingin sendiri jalani hidup. Kehadiran Item pun mengusiknya.
Harapan muncul di kepala wanita itu. Dalam khayal, dia ingin Item
mau lepaskkan hasratnya padanya. Jatuh dalam pelukan Item terasa
begitu indah. Kini, dia tak lagi bisa menahannya. Warung lalu ditutup
sekarang. Bahkan pintu terakhir. Dan tak ada lagi pintu terbuka keluar.
Tak ada yang bisa masuk dan juga tak ada yang bisa keluar.
Item tak terlalu terkejut melihatnya, kecuali bingung. Ketika
sendokan terakhir diselesaikannya, Item masih bisa tersenyum. Wanita
berkulit mulus itu pun tersenyum juga padanya. Item duduk santai
sebentar, dan terus jadi santapan mata si wanita.
Item pun berdiri dan beranjak pergi. Hari makin malam dan dingin.
Item mengeluarkan uang untuk membayar makan dan minumnya.
Senyum si wanita semakin lebar. Belum sempat membayarkannya, si

73
wanita angkat bicara.
“Bisakah tuan tolong saya sebentar?”
Item masih tersenyum. Meski bertanya-tanya apa yang harus
dibantunya, Item mengangguk.
“Boleh.”
“Ikut saya ke belakang.”
Item menurut mengikuti langkah si wanita itu. Mereka memasuki
sebuah kamar remang-remang. Dupa adalah wangi kamar itu. Item
tak bermasalah dengan bau dupa yang dihirupnya. Tak seburuk wangi
mesiu. Si wanita berhenti melangkah. Berdiri berhadapan dengan Item.
Tinggi wanita itu sejajar dengan dengan Item. Wanita itu memegang
tangan Item. Item hanya memilih diam.
Item tersadar apa yang diinginkan wanita itu, ketika wanita itu
mulai memcium bibirnya. Meski terkejut, Item membalas ciuman
mesra itu. Wanita itu lalu merasa jika Item tahu apa yang diinginkannya.
Celemeknya dilepaskan dari pinggangnya. Item lalu membantu
melepaskan pakaian wanita itu satu per satu.
Mereka melakukannya sambil berciuman. Hingga wanita putih
mulus itu tak mengenakan sehelai kain pun. Item lalu menciumi penjuru
tubuh wanita itu. Wanita hanya bisa memejamkan mata. Kenikmatan
merasuk dalam tubuhnya.
Kelelakian Item perlahan bangkit. Keremangan malam di kamar
itu membawa memorinya pada Anggrek--bercinta di bawah bulan. Item
segera lepaskan koppelrim yang melilit di tubuhnya. Perlahan namun
pasti, wanita itu maju. Ia membantu melepaskan seragam hijau Item,
juga sepatu Item.
Setelah memastikan tak ada satu helai benang pun di tubuh
masing-masing, mereka saling berpegangan tangan. Item lalu menarik
tubuh wanita di hadapannya dan memeluknya. Lalu mencium kening
wanita itu, seperti dia mencium kening Anggrek dulu. Wanita yang
berada dalam dekapan Item pun merasa memeluk suaminya yang
sudah lama pergi.
Lalu wanita itu melepaskan diri dari dekapan dan menarik

74
Item menuju tempat peraduan. Mereka pun duduk dan berciuman.
Kemudian wanita itu membaringkan tubuhnya di atas kasur. Tangannya
masih memegang tangan Item, seolah takut Item akan pergi.
Tangan Item pun ditarik mendekat. Lalu Item mencium perut
wanita yang Item belum tahu siapa namanya. Item hanya simpan
pertanyaan itu. Item terus mencium segala penjuru tubuh si wanita itu.
Dan tangan wanita itu masih mencengkram tangan Item.
Tubuh Item pun menari perlahan di atas tubuh wanita itu.
Bahagia terpancar di wajah wanita itu. Item mencium lagi bibir wanita
itu. Mereka pun saling mendekap hangat. Mereka lalu bertukar posisi.
Suasana pun semakin hangat. Cahaya remang-remang membuat
mereka semakin syahdu.
Kenikmatan pun berakhir juga. Item sudah tunjukkan
keperkasaannya pada si wanita yang belum diketahui namanya itu.
Wanita itu juga merasakan hangatnya Item. Item tak sekedar tunjukan
keperkasaannya sebagai laki-laki tapi juga menyusuri gairah kewanitaan
wanita itu. Dan mereka mengakhiri percintaan dengan pelukan hangat.
“Siapa namamu, Nyonya?”
“Mei Ling. Panggil saja, Mei.”
Item baru tahu nama wanita yang baru saja bercinta dengannya
itu.
“Aku suka padamu. Tuan boleh datang kapan saja jika Tuan sudi.”
“Jangan panggil aku Tuan, Nyonya Mei.”
“Panggil aku Mei saja.”
“Baiklah, panggil aku Item.”
Item mengecup kening Mei. Mereka berciuman lagi. Namun,
Item harus pergi. Dia beranjak dari peraduan itu. Item memungut
seragamnya dan memakainya. Lalu memakai sepatu larsnya dengan
duduk di peraduan mereka. Mei masih telanjang bulat. Mei bangkit
dan mendekat lalu menciumi Item. Setelah Item selesai memakai
sepatu, Mei duduk di paha Item dan mengecup bibir Item. Item juga
membalasnya. Lalu Item memeluk tubuh Mei yang masih polos.
Item lalu mengeluarkan uangnya.

75
“Item, aku bukan Ca Bau.”
“Tentu saja, Mei. Aku harus bayar nasi goreng babimu yang lezat
itu. Juga birnya.”
“Tidak usah bayar Item. Aku suka memasakkannya untukmu.”
“Mei, aku bukan laki-laki bayaran.”
“Sudahlah. Kita baru saja senang. Tak usah ribut lagi.”
Item hanya tersenyum. Mei lalu mengecup bibir Item lagi. Dan
Item membalasnya dengan senang tentunya.
“Aku harus pergi, Mei. Aku suka malam ini.”
“Ya. Kembalilah besok.”
“Aku tidak mau janji besok malam.”
“Kapan pun kau bisa, Item.”
“Baiklah.”
Item melangkah keluar. Mei menarik kain panjang, lalu menutupi
tubuhnya. Ia mengantar Item ke pintu dan berharap ciuman lagi. Mei
membukakan pintu. Item lalu mencium bibir Mei dan memeluknya.
Item tersenyum, lalu menghilang.
Item berjalan di tengah dinginnya malam. Kehangatan bersama
Mei masih tersisa dalam tubuhnya. Dingin malam seolah tak berarti lagi.
Item berjalan menuju baraknya. Setelah masuk diam-diam ke asrama,
Item pun berbaring di veldbednya dan terlelap hingga terompet apel
pagi berbunyi.
Sementara itu, setelah Item pergi, Mei mengunci semua pintu
dan membaringkan tubuhnya. Kehangatan bersama Item tersisa. Mei
hanya berdoa, semoga ini bukan yang pertama dan terakhir. Mei tahu
bagaimana rasanya tersiksa sepi. Mei mulai ceria dalam dingin malam.
Senyum itu berlanjut hingga pagi tiba. Bangun pagi terasa indah bagi
Mei.

***
Serdadu tetap serdadu. Pagi, siang, sore, dan malam tak pernah
alfa apel di tangsi. Atau berada di dalam hutan, sekadar latihan atau
perang sesungguhnya. Item siap untuk semuanya. Latihan adalah biasa

76
bagi serdadu. Item menikmati semua latihannya. Sebagai pasukan
Raider dengan kemampuan terjun paying, Item menjadi salah satu
orang penting di Batalyonnya. Belum semua anggota pernah terjun
payung. Akhirnya, datang perintah kepada Item untuk berangkat ke
Magelang. Item harus sekolah lagi. Item akan lama di sekolah itu.
Komandan ingin Item naik pangkat dan pimpin sebuah pasukan.
Sudah terlalu lama Item jadi kopral. Sejak bersama militer Australia,
Belanda, dan sekarang Indonesia—Item hanya jadi kopral, sudah lebih
dari delapan tahun. Hanya sebentar Item jadi Sersan, lalu diturunkan
lagi. Di TNI, Item kurang diperhatikan karena bekas KNIL. Namun
Banteng Raider harus peduli pada orang macam Item akhirnya.
Item akan menjadi Sersan secepatnya. Itu harapan komandan
batalyon. Dia dianggap pantas, pengalaman di baret merah Belanda
menjadi alasan utama juga. Masa lalu seorang serdadu tak penting,
yang penting dia bisa bertempur dengan baik. Batalyon butuh serdadu
terbaik.
Sebelum ke Magelang, Item ingin menemui Mei. Mungkin
sekedar lepaskan hasratnya pada Mei. Pelukan Mei dirindukan Item.
Item mulai merasa sebagai seorang laki-laki sebatang kara yang harus
dikasihi seorang wanita.
Pagi itu, Item bebas pergi. Dia mencoba melintasi jajaran warung
nasi goreng babi milik Mei berada, tempat Item biasa makan. Pagi
hari, Mei jelas belum buka. Warung biasa buka sejak sore hingga larut
malam.
Pagi begitu sepi di jajaran warung itu. Pintu toko sedikit terbuka.
Item diam-diam masuk mencari Mei. Dan tak sulit mencarinya, Mei
sedang menata bahan-bahan yang baru saja dibelinya di pasar. Mei juga
baru selesaikan membersihkan penggorengan. Melihat Item datang,
Mei tersenyum. Dia langsung memeluk tubuh Item.
Item menerima pelukan itu. Mereka mengulang ciuman mereka
seperti malam pertama mereka. Mereka juga saling berpandangan.
Item membelai rambut Mei. Mei merasakan kasih yang lama hilang.
Sudah begitu lama rambutnya tak dibelai seorang pria. Beruntung, Mei

77
menemukan laki-laki baik macam Item. Mei tidak peduli siapa Item.
Apakah Item pria baik-baik atau bukan, itu bukan masalah. Item adalah
laki-laki yang mengertinya. Kehadiran Item tentu kebahagian bagi Mei.
“Aku kangen.”
“Aku juga.”
“Ke mana saja. Aku selalu menunggumu. Bukan yang lain.”
“Maaf. Aku harus latihan di luar kota.”
“Apa kau akan pergi lagi?”
“Ya, Mei. Minggu depan lagi.”
Dalam pelukan, Mei mulai menangis. Item berusaha mengusap
air matanya. Item sadar wanita ini merindukannya. Item tak membaca
kebohongan apa pun di wajah Mei. Item lalu mengecup bibir wanita
yang menyayanginya itu.
“Berapa lama kau pergi?”
“Lama. Berbulan-bulan.”
“Mau janji untuk kembali?”
“Ya, aku pasti akan datang padamu lagi.”
“Berjanjilah.”
“Iya, Mei.. aku janji.”
Mei lalu melepaskan diri dari dekapan Item. Mei menutup rapat
semua pintu. Mereka lalu berpelukan dan berciuman lagi sambil menuju
kamar Mei. Sampai di depan pintu kamar, mereka saling melucuti lebih
cepat daripada malam pertama. Mereka berusaha atur ritme bercinta
mereka agar lebih santai. Namun tetap saja itu sulit. Rasa rindu berlebih
menyebabkan hasrat meledak tak terkendali.
Hasrat itu rupanya belum selesai. Mei merasa takut dan akan
ditinggalkan, jadi tangan Item selalu digenggamnya. Mereka tetap
berbaring di peraduan mereka.
“Item, berceritalah tentang kamu.”
“Kamu mau dengar?”
“Ya tentu saja.”
“Aku dari seberang, Borneo. Aku dulu punya istri, Anggrek
namanya. Dia begitu sayang padaku. Aku juga punya anak gadis yang

78
lucu. Sekarang, aku hanya punya Bulan, putriku. Dia di Borneo sekarang.”
“Lalu istrimu?”
“Dia sudah meninggal. Saat Bulan lahir.”
Mei memeluknya. Cerita singkat itu membuat Mei simpati
pada Item. Wajah Item tak bersemangat menceritakannya. Mei bisa
membaca kesedihan itu.
“Aku tahu kau sayang padanya. Dia memang layak disayangi,
Item.”
“Bagaimana denganmu, Mei.”
“Aku jadi sebatang kara waktu A Kiong pergi.”
“Ke mana, Mei?”
“Dia dibunuh serdadu-serdadu Nippon. Dia selalu berusaha
lindungi aku. Karna itu Nippon membunuhnya. A Kiong berhasil
menyembunyikanku waktu dia sadar kalau serdadu Nippon yang
biasa makan di warung ini tampak bernafsu padaku. A Kiong kirim
aku ke rumah keluarga di Boyolali sana. A Kiong suruh aku pergi.
Waktu serdadu-serdadu Nippon itu pergi, aku kembali ke sini. Kutanya
tetangga, A Kiong sudah mereka bunuh dan entah di mana mayatnya.
Ada yang bilang, seorang tetangga liat kepala A Kiong di Lawang Sewu.”
“Mereka gila, Mei.”
“Kalau kamu pergi, aku tak punya siapa pun lagi.”
Item mengeratkan pelukannya. Mereka lalu berciuman lagi.
Perlahan dan lembut. Lalu mereka mengulang percintaan mereka.
Seolah esok adalah akhir dunia. Mei pun mulai jadi hal penting bagi
Item sekarang. Item perlahan menyayanginya seperti menyayangi
Anggrek.
***
Item jalani lagi latihan keras. Berlari setiap pagi, siangnya dijejali
materi hingga sore, selanjutnya latihan fisik hingga malam tiba. Bulan-
bulan pertama Item tak bisa pelesir keluar. Tiga bulan terakhir jelang
kelulusan, Item dapat pelesir sehari.
Sepagi mungkin Item menuju ke Semarang. Bukan ke barak, tapi
ke warung Mei yang disayangi. Mei menyambutnya dengan hangat.

79
Mei begitu terkasihi begitu indah ketika Item datang. Peraduan adalah
saksi atas percintaan manusia bebas itu. Item dan Mei temukan bahagia
yang tak akan ditemui di tempat lain. Mei pun dalam hati tak kuasa
melepaskan tangan Item. Item begitu berarti bagi Mei. Di peraduan,
semua menyatu. Tubuh dan juga hati. Mereka hanya berpelukan hingga
sore hampir datang. Itu adalah waktu yang begitu menyiksa bagi Mei.
Dia akan kehilangan Item.
“Berjanjilah untuk kembali Item. Aku sayang padamu. Aku tak
bisa dengan yang lain. Hanya kau laki-lakiku sekarang.”
Item hanya bisa memeluk tubuh Mei ketika dia berkata seperti
itu. Item hanya bisa berkata sedikit untuk meredakan Mei.
“Aku harus pergi Mei Sayang. Tapi aku pasti akan kembali
untukmu.”
Item pergi dengan kecupan di kening Mei dan sebuah ucapan
sampai jumpa. Ketika Item melangkah pergi, penantian pun dimulai
lagi. Dalam perjalanannya ke Magelang, Item pun memikirkan Mei.
Senyumnya dan juga matanya yang mungil, semua terasa indah bagi
Item.
Item kadang berpikir, apa yang terlarang dari seorang pasukan
payung? Tidak ada larangan bercinta dari pendiri maupun komandan
pasukan payung legendaris di jagat ini. Bercinta itu tak dosa.
Memperkosa itulah yang disebut dosa. Tidak ada yang terlarang
bagi orang-orang bebas. Mereka hanya digerakan kesadaran. Bukan
menjalani perintah, melainkan menjalani dengan hati. Tidak melakukan
atau berhenti bukan karena larangan, namun suruhan hati juga. Jika pun
ada larangan bercinta pada pasukan paying, itu juga hanya akal-akalan
komandan kurang kerjaan. Larangan yang ada hanyalah menembak
orang tak bersenjata. Item tak perlu merasa bersalah, tapi tetap harus
merahasiakan hubungannya dari rekan-rekannya.
Item juga sadari apa artinya hidup baginya. Di kepalanya, dia
hanya pasukan payung. Dalam kepala Item, tugas pasukan payung
adalah terjun dan menghabisi serdadu musuh. Hidup Item sebenarnya
begitu mudah. Tak ada masalah lain baginya kecuali mengatasi rasa

80
takut dan bersiap bertempur. Mei adalah warna baru dalam hidup Item.
Item merasa dulu sia-siakan Anggrek. Item merasa tak butuhkan
wanita dalam hidupnya. Belakangan, Item hanya bisa menyesal
setelah Anggrek pergi dari dunia ini. Dan, Anggrek Bulan adalah gadis
kecil penting yang dia rindukan tiap hari juga. Item sadar, dia harus
memberikan yang terbaik pada Bulan. Item ingin Bulan menjadi yang
dirinya sendiri. Seperti Item jalani hidupnya. Tak ada yang memaksanya
jadi serdadu kecuali sejarah. Sejarah menuntun Item jalani hidupnya.
Dan Bulan akan buat sejarah hidupnya juga. Menjadi apa pun yang
dimau, meski tak bisa memaksa kehendak sejarah.
Tinggal Anggrek Bulan yang tersisa bagi Item. Juga Mei, wanita
yang baru saja mewarnai dan mengisi hidupnya.
***

81
12

Akhirnya, Item menyandang pangkat sersan juga. Delapan tahun


lamanya Item Cuma jadi kopral. Item kini memimpin sebuah regu.
Sekitar limabelas orang menjadi bawahannya.
Item menjadi komandan. Dia belajar banyak dari komandan-
komandannya yang terdahulu. Belajar dari Budiyo yang Item dan tak
diketahui kabarnya. Budiyo kemudian terlibat dalam pemberontakan
terhadap Belanda di Sanga-Sanga. Namanya nyaris disebut negara ini.
Mungkin karena Budiyo bekas KNIL terkutuk bagi serdadu-serdadu dari
bekas kesatuan tak sempurna bikinan Nippon.
Hari pertama, Item bersama pasukannya adalah latihan. Mulai
dari berkelahi tangan kosong sampai merawat senapan. Semua yang
diajarkan Item adalah hal yang biasa diterapkan di pasukan baret
merah. Latihan menembak hanya ikuti jadwal dari atasan. Juga latihan
di hutan. Latihan payung juga kebijakan dari atas. Item hanya bisa
menyiapkan pasukan kecilnya untuk siap melakukan apa pun.
Pasukan Item terdiri dari pasukan-pasukan baru. Mereka tak
paham tentang kebencian terselubung di antara senior-senior mereka
yang dari serdadu Belanda maupun serdadu-serdadu bikinan Nippon.
Untunglah mereka tak pahami kebencian terselubung itu.
Pasukan Item pun sering kebagian jatah menggempur kekuatan
DI/TII di Jawa tengah yang sulit diberantas. Item dan pasukannya,
biasanya menyusuri kaki gunung Slamet. Item nyaris tak pernah
bertemu gerombolan pemberontak yang sebenarnya bisa dengan
mudah dipatahkan jika bertemu.
Selesai menyisir Gunung Slamet, Item dan pasukannya pun

82
ditugaskan lagi untuk menyusuri Gunung Merapi dan Gunung Merbabu.
Daerah sekitar dua gunung itu kerap dapat gangguan dari pemberontak
yang menamakan diri sebagai Merapi Merbabu Complex. Mereka dulu
punya pemimpin yang sangat sakti. Suradi Bledeg namanya. Dia seorang
jago yang sangat ditakuti. Pengikut Suradi Bledeg adalah bekas pejuang
yang kecewa karena tidak bisa dimasukan TNI.
Dalam pikiran Item, para pemberontak adalah bekas gerilyawan
yang tidak bisa diterima jadi serdadu TNI. Item agak heran, kenapa laki-
laki zaman Indonesia jadi negara merdeka lebih suka jadi serdadu. Dulu
tak banyak laki-laki mau jadi serdadu, kecuali orang-orang Ambon atau
Minahasa. Orang Jawa pun hanya karena terpaksa saja.
Di Balikpapan, ketika Item masih remaja, awalnya yang Item tahu
tentang serdadu adalah orang-orang yang sering datang ke rumah cinta.
Item hanya tahu dulu serdadu-serdadu KNIL hanya bisa bertempur di
atas ranjang bersama para peghuni rumah cinta. Belakangan Item tahu,
kemudian dengan mudah serdadu-serdadu KNIL bisa dikalahkan dalam
waktu singkat oleh serdadu-serdadu Nippon.
Yang Item tahu, serdadu-serdadu KNIL meski terlatih baik dan
professional namun tak sekali pun Item pernah lihat serdadu KNIL
tampil sebagai pemenang perang dengan bangsa kuat. Yang mereka
kalahkan adalah bangsa yang sudah sakit dan hancur.
Masa jaya Item sebagai serdadu hanya ketika dia menjadi bagian
dari serdadu-serdadu Australia yang merebut dan membebaskan
Balikpapan dari tangan serdadu Nippon. Itu adalah pertempuran
pertama dan terpenting bagi Item. Sementara operasi kraai (gagak),
adalah operasi yang sangat mudah.
Operasi di Jogja berjalan terlalu mudah bagi Item. Nyaris tanpa
kesulitan dan darah tertetes di kalangan pasukan payung. Terjun di
atas bandara yang hanya dijaga kadet-kadet Angkatan Udara yang
masih lugu. Senjatanya pun tak banyak. Hingga dengan mudah mereka
disergap dan bandara dikuasai. Komandan kadet bernama Kasmiran
juga mereka tewaskan. Lawan mereka hanya remaja belia.
Sekarang, bagi Item, jadi serdadu tak lagi hebat seperti di

83
zaman perang Pasifik dulu. Item terkadang mulai bosan. Lawan-lawan
mereka hanya pemberontak dengan sedikit senjata. Masalah terberat
hanyalah, lawan mereka sulit ditemukan dan menguasai hutan-hutan
di kaki gunung.
Perjalanan Item dan pasukannya menyusuri gunung tak lebih
dari jelajah alam yang menyenangkan ketimbang pengejaran yang
menegangkan. Semua pasukan Item tampak menikmati penyisiran yang
mereka lakukan. Begitulah operasi mereka sebagai pasukan Banteng
Raider. Tak satu pun musuh bisa mereka seruduk karena tak satu pun
musuh yang mereka temukan.
***
Komandan baru pun memimpin mereka. Letnan ini begitu
pendiam. Dia sudah lama jadi serdadu. Tubuhnya gempal dan agak
menakutkan. Orang-orang pun jadi segan karenanya. Semua orang
menghormatinya. Dia bekas Heiho. Dia tak seangkuh bekas PETA,
menurut Item. Letnan ini sudah lama di Banteng Raider. Item tahu itu.
Kini komandan pendiam itu jadi komandan peleton Item. Letnan
ini hebat meski sekolahnya tak tinggi. Belum lama memimpin pasukan
ini, si Letnan sudah naik pangkat. Nama si Letnan adalah Untung. Item
pernah dengar jika nama itu palsu. Itu bukan nama aslinya. Nama
aslinya Kusman. Letnan Untung pernah ikut kaum komunis yang katanya
berontak di Madiun. Entah apa alasan Letnan Untung dulu bergabung?
Setahu Item, ini Letnan bukan orang jahat. Dia pendiam, nyaris tak ada
waktu bagi orang seperti ini menyakiti orang lain.
Seperti Item, Untung juga tidak bawa keluarga. Dia tercatat belum
kawin. Entah dengan wanita mana dia pernah habiskan waktunya tak
seorang pun tahu. Ini Letnan lebih suka merahasiakan hidupnya. Dia
menutup rapat semua rahasianya. Itu pilihannya.
Ada serdadu yang pernah bercerita, kalau ini Letnan dulu bekas
orang susah juga. Dia dari keluarga yang cukup berantakan juga. Ayah
dan ibunya bercerai. Mungkin karena sebab itu, si Letnan memilih
hidup dalam kesendirian. Mengulang kebodohan orang tua adalah luar

84
biasa bodohnya.
***
Hari-hari Item sebagai Sersan tidak jauh beda dengan jadi kopral—
tinggal di barak, latihan, dan sesekali dikirim ke front pertempuran.
Bedanya pertempuran semakin jarang. Rasanya, patroli di hutan lebih
banyak dilakukan. Sebagai pasukan terjun, sebulan sekali, Item dan
pasukannya pasti latihan terjun payung juga.
Mei-lah yang sudah jadi rumah singgah bagi Item yang makin
merasa kesepian. Dia jauh dari Bulan. Item pun semakin sering singgah
ke warung Mei. Ketika warung sudah sepi dan rembulan sedang bersinar
di atas kepala, mereka sering habiskan malam berdua. Waktu berjalan
cepat bagi mereka berdua. Tak seorang pun di kota mereka tinggal itu
tahu tentang hubungan itu. Bukan masalah besar buat mereka berdua,
ini bukan hubungan terlarang.
Keintiman membuat mereka berdua belajar satu sama lain.
Kedekatan harusnya membuat dua orang harus belajar bukan berseteru.
Kepolosanlah yang ada, bukan kepalsuan. Sudah terlalu banyak kata
dan cerita yang mereka bagi soal apa pun. Mereka tampak tak kenal
kepalsuan. Sesekali mereka berbagi cerita tentang hidup mereka
masing-masing. Mereka selalu berbagi cerita dalam eratnya pelukan
masing-masing. Dalam ketelanjangan.
“Mei, kau sayang pada suami yang dulu?”
“Aku sayang sama dia. Mungkin masih. Sama kamu, aku juga
sayang. Kalian berada di waktu yang beda. Kalian juga dua orang
berbeda.”
Item tersenyum mendengarnya dan mengecup kening Mei. Mei
tersenyum. Item senang pada yang jujur ini.
“Dan, kau bukan penggantinya. Dia tak pernah terganti. Kau orang
yang berbeda. Aku suka padamu. Kau sayang pada wanitamu Item?”
“Hanya dalam hati saja, Mei. Nyatanya, aku selalu tinggalkan dia
tanpa kabar untuk sesuatu yang tak ada manfaatnya buat dia.”
“Seperti kau sering tinggalkan aku Item.”
“Ya. Bedanya dia jauh lebih malang. Aku hanya bisa kunjungi

85
sekali dan ketika kembali untuknya, dia sudah pergi.”
Mei makin mengeratkan peluknya. Tak lupa memberikan Item
kecupan demi meredam duka Item. Mei paham hidup Item tak terlalu
menyenangkan.
“Kau tampak menyesalinya, Item.”
“Tetap saja sesal itu tak mengubah apa pun.”
“Yang lalu pasti berlalu, lupa akan membuat kita mengulang
kebodohan.”
“Ya. Begitulah. Kita hanya bisa lakukan yang terbaik. Meski
akhirnya tidaklah menyenangkan.”
“Kita nikmati saja apa yang kita lakukan sekarang. Kita sudah
cukup bahagia saat ini. Bagaimana denganmu, Item.”
“Tidak beda sepertimu, Mei.”
Item mengecup lagi bibir dan kening Mei. Item lalu menghadapkan
tubuhnya pada tubuh Mei. Mei membuka dua kakinya. Membiarkan
perut Item masuk di dalamnya. Perut Item lalu dikunci dengan apitan
kedua kaki Mei. Mereka berpelukan. Mereka bergulat. Mei nampak
begitu nikmat dengan pergulatan itu. Dalam kenikmatan, Mei hanya
bisa pejamkan mata. Mereka bercinta lagi seperti biasa. Sehangat
matahari pagi. Hingga dunia begitu indah bagi mereka.
***
Tetap saja, tak selamanya Item bisa berada dalam dekapan Mei.
Item adalah serdadu. Ke mana ada perintah, Item harus pergi dan
laksanakan. Sumatera bergolak. Kolonel pembangkang bikin gerakan
di sana. Item hanya serdadu. Bukan Panglima atau politisi yang tahu
banyak hal dan politik. Sebagai serdadu, Item ikut kata Panglima
tertinggi tentara.
Kembali ke barak adalah hal menyenangkan bagi Item. Item bisa
bertemu Mei lagi. Berbagi cerita dan apa saja. Di atas peraduan mereka
tentunya. Malam sebelum Item pergi ke Sumatera, Item dan Mei juga
di atas peraduan itu.
“Aku harus pergi lagi, Mei.”
Mei mulai cemas. Mei mengeratkan pelukannya. Bibirnya

86
meyentuh dada Item. Item lalu membelai rambut Mei. Bibir Mei tak
ucapkan sepatah kata pun.
“Aku berjanji akan kembali padamu, Mei. Seperti biasa.”
“Aku selalu merindukanmu di sini, Item. Ketika kau pergi dan aku
tak tahu kapan sebenarnya kau akan kembali lagi.”
“Aku tahu. Mei selalu di sini. ”
“Aku tak mau yang lain, Item. Kau tahu itu, kan? Banyak serdadu
dan choking-choking kaya goda aku. Tapi aku lebih suka menunggumu,
Item.”
Item hanya terdiam mendengarnya. Tangan Item masih terus
membelai rambut Mei.
“Kemarin, Arjuno si pejabat partai hijau daun coba menggodaku.
Dia mencolek pantatku. Aku hanya bisa diam.”
Item terdiam. Dia simpan amarahnya. Wajah Mei nampak begitu
sedih menceritakan hari buruknya.
“Bagaimana wajahnya? Di mana rumahnya?”
“Orangnya kekar, wajahnya bersih, rambutnya rapi. Dia tinggal di
Candi.”
Item menyimaknya dengan baik. Item lalu mengeratkan lagi
pelukannya. Namun tubuh Mei merangsek naik ke tubuh Item. Item
menyentuh bagian dada Mei yang mungil. Mei hanya bisa pejamkan
mata dan merasakan awal kenikmatan persetubuhan itu. Tangan Mei
meraba kepala Item. Bibir Mei lalu mengecup bibir dan kening Item.
Mei lalu duduk di atas perut Item. Item menatap mata Mei.
Mereka pun bertukar senyum. Dua tangan Mei lalu dipegang
Item. Mei lalu mundurkan duduknya hingga terasa sesuatu masuk.
Kenikmatan perlahan merasuk dalam tubuh Mei. Desahan napas Mei
mengisyaratkan kenikmatan itu. Mei lalu menggerakan tubuhnya naik
turun beberapa kali.
Item tak kalah merasa nikmat juga. Item lalu menarik tubuh
Mei. Ketika tubuh Mei rebah ke depan, Item mengecup bibir Mei.
Mereka lalu bergulat dengan sebagian tubuh tetap melekat yang seolah
tak akan terlepas lagi hingga akhir zaman. Item tetap biarkan posisi Mei

87
di atas. Namun Item tak lagi berbaring. Kaki Item selonjor. Mei naik-
turunkan lagi tubuhnya. Item memeluk Mei. Bibir mereka pun bertemu
lagi. Dalam ciuman-ciuman penuh hasrat.
Tangan Item lalu bergerilya menyusuri punggung mulus
Mei. Di mana Mei merasakan punggungnya hangat atas belaian itu.
Selanjutnya, dua tangan Item meremas dua bokong Mei yang montok
itu dan mengarahkan gerakan Mei. Gerakan Mei sendiri tetap perlahan
seperti sebelumnya. Mereka melakukannya cukup lama. Entah berapa
kali gerakan naik-turun mereka lalui.
Semua akan tiba pada puncaknya. Begitu pun percintaan mereka.
Mei sudah basah berkali-kali. Sedari awal, Item melakukannya dengan
kesabaran. Tidak seperti serdadu KNIL di masa lalu yang terburu main
goyang sampai muncrat. Item tak pernah lakukan itu, baik pada Anggrek
maupun pada Mei. Dan Mei adalah wanita yang paling sering bercinta
dengan Item. Bisa bermula di meja warung, dapur, atau kamar mandi.
Namun tetap saja semua berakhir di peraduan Mei. Peraduan mereka.
Gerakan Mei perlahan makin cepat, namun tetap halus. Item
pun terjebak dalam rangsangan. Mei hanya mengikuti Item. Gerakan
mereka semakin liar tak terkendali. Mei paham, ini akan berakhir dan
sebisa mungkin Mei akhiri ini dengan indah. Mereka makin mengeratkan
pelukan.
Mereka benar-benar berada di puncak. Rangsangan pun makin
luar biasa. Lalu gerakan cepat, erat, dan liar itu pun berakhir. Segera Mei
merasakan sesuatu yang hangat. Bibir mereka masih berbagi ciuman.
Dan percintaan perpisahan mereka berakhir.

***
Item kembali lagi ke barak. Namun, dia berbelok ke candi tengah
malam itu. Dia berpapasan dua serdadu dan bertanya.
“Tahu Arjuno?”
“Tahu, Sersan. Yang warna putih dekat beringin itu rumahnya.”
Item tersenyum dan dua serdadu tadi pamit pergi. Item putar
akal. Dia harus beri pelajaran pada Arjuno. Item lewat pedagang

88
bensin eceran. Tanpa pikir panjang, dua botol bensin diambil Item.
Lalu dibuatnya bom Molotov. Begitu jadi, dua bom itu dibakar dan
dilempar. Lemparan pertama menembus kaca rumah arjuno. Api
terlihat merembet membakari rumah Arjuno.
Sementara itu, lemparan kedua diarahkan Itemke atas rumah.
Lemparan ini berhasil, namun tak membakar genteng. Pecahan
botol pun jatuh ke bawah dan mengenai tanaman. Api dari lemparan
pertamalah yang berhasil.
Item tersenyum dengan kenakalannya. Ini mungkin kenakalan
pertamanya sebagai serdadu. Demi Mei yang dia sayangi. Beberapa
saat setelah kobaran api agak besar, Item berlari. Dinginnya malam,
membuat orang-orang di sekitar rumah Arjuno tahu apa yang terjadi.
Jeritan istri Arjuno, yang terkejut dan takut melihat api melahap ruang
depan rumah, kemudian membangunkan banyak tetangga.
Tak seorang pun mengejar Item. Mereka lebih berkutat
memadamkan api. Mereka tak pernah tahu jika itu hasil perbuatan
Item. Esok harinya, tak ada yang peduli dengan peristiwa itu. Tetangga
Arjuno dan polisi lokal tak peduli denga kejadian itu. Di mata mereka,
Arjuno bukan siapa-siapa kecuali politisi kampungan.
Dua serdadu yang berpapasan dengan Item pada malam itu juga
memilih tidak peduli. Bukan mereka takut pada Item. Mereka hanya
bisa tertawa dengan kenakalan Item itu. Bagi dua serdadu ini, bukan
tentara jika tidak nakal. Kenakalan adalah hiburan.
***

89
13

Pesawat pembawa pasukan sudah terbang. Item di dalamnya


sebagai Sersan Pertama. Dia adalah penerjun pertama dari pesawat.
Item menyandang junglerifle-nya yang peninggalan Perang Dunia II.
Senapan itu nyaris tak pernah datangkan masalah bagi Item. Dan Letnan
Satu Untung tidak lagi memimpin peleton, dia memimpin sebuah
kompi. Mereka akan diterjunkan ke Padang. Mereka akan menghadapi
pemberontak yang tidak puas dengan pemerintah.
Setelah terbang selama lebih dari dua jam. Pasukan Letnan
Untung kemudian terjun. Jumlah mereka tak lebih dari 100 orang.
Mereka merebut lapangan udara Tabing. Selanjutnya, mereka akan
memasuki kota Padang. Setelah lapangan terbang dikuasai, pesawat
pemerintah yang mengakut tentara mulai masuk. Dengan susah payah,
akhirnya Kota Padang dimasuki juga.
Perlawanan pemberontak begitu kuat karena mereka banyak
menggunakan peralatan tempur canggih dari Amerika. Banyak yang
curiga jika Amerika Serikat bersama CIA-nya membantu mereka.
Persekongkolan rahasia untuk menjatuhkan Sukarno yang kata mereka
komunis. Item tak pernah tahu apa itu komunis. Bagi Item, Sukarno
adalah orang hebat. Meski Item dulu pernah ikut tangkap Sukarno juga.
Item memasuki kota Padang dengan mengacungkan junglerifle-
nya. Item melihat banyak tentara pemberontak lari ke pegunungan.
Tinggallah pasukan pelajar di dalam kota. Mereka bersenjata lengkap.
Senapan mereka juga mirip junglerifle Item. Alat komunikasi mereka
juga lebih canggih. Namun, mereka tampak tak siap bertempur. Mereka
Cuma anak sekolah. Dengan mudah mereka kemudian dijadikan
tawanan.
Meski direbut, tetap saja Padang akan mendapat serangan dari

90
pemberontak. Padang adalah kota pelabuhan penting bagi mereka.
Banyak logisitik pemberontak di Teluk Bayur. Pasukan Untung dapat
perintah. Mereka harus bergerak ke Solok. Mereka berangkat bersama
tentara lokal yang masih setia kepada pemerintah.
Pemandangan Sumatera Barat begitu elok bagi Item. Tidak kalah
dengan daerah sekitar Bandung. Kompi Untung dikerahkan untuk
memburu para pemberontak. Ini bukan hal mudah. Para pemberontak
menguasai hutan.
Sebelum sampai Solok, komandan peleton tertembak. Letnan
Dua itu roboh. Beruntung dia tidak mati. Atas perintah Letnan Untung,
si Letnan Dua dibawa ke Padang oleh petugas medis kompi. Untung lalu
beri perintah ke Item.
“Sersan, peleton ini kamu pimpin!”
“Siap, Letnan.” jawab Item sebagai serdadu. Perintah komandan
adalah sabda.
“Saya percaya kamu, Sersan. Periksa berapa yang tersisa!”
Item melihat ke belakang dan berhitung.
“Dua puluh lima, Letnan. Sepuluh yang lain terpisah waktu
menyapu tadi.”
“Coba sekarang, kamu bergerak ke Singkarak! Cari tahu ada apa
di sana. Dobrak! Terus di sana sampai saya datang.”
“Siap, Letnan.”
Pasukan Item pun bergerak menyusuri danau. Sepanjang jalan
tak ditemukannya perlawanan. Dia hanya temukan kampung-kampung
yang tidak bisa dipercaya. Bisa jadi mereka pendukung pemberontak.
Tapi Peleton Item pilih tak ambil pusing. Jika ada yang melawan tinggal
tembak saja.
Mereka akhirnya tak menemui apa pun. Juga soal pesawat
Catalina yang biasa mendarat di atas danau Singkarak. Melalui sebuah
radio, Item melapor.
“Letnan, tidak ada apa-apa.”
“Tunggu kami, Sersan.”
“Siap, Letnan.”

91
Pasukan Item pun bertahan di sebuah villa tua di Singkarak.
Mereka hanya berdiam dan bersiaga. Tak lupa nikmati indahnya
Singkarak yang dingin. Item merasakan dingin dalam hatinya. Dia
mengingat Mei dan berkhayal dia bersama Mei sekarang. Di tepi danau
Singkarak. Hanya berdua.
Akhirnya, pasukan Untung dan lainnya muncul. Mereka dapat
perintah untuk bertahan. Mereka akan bergerak naik ke utara dini hari.
Kini semua pasukan diistirahatkan. Mereka lanjutkan acara mereka
tadi, nikmati indahnya Singkarak, sambil bersiaga jika ada pemberontak
menyerang.
Item tak lupa jalan-jalan di sekitar danau. Bersama ransel dan
junglerifle tentunya. Dua serdadu, satu bersenjata M-1 Garrand dan
Bren ikut bersama Item. Mereka memastikan tak ada musuh satu pun.
Pasukan berjaga bergantian. Juga tidur bergantian.
Malam di Singkarak tampak berbeda. Bintang-bintang bertaburan
di langit. Kebetulan bulan purnama di atas Singkarak. Lagi-lagi Item
teringat Mei. Item rindu berat. Item ingin berkirim surat, tapi itu tidak
mungkin. Dan kerinduan itu hanya bisa tertahan di dada. Tanpa ada
pelepasan sama sekali.
***
Menjelang dini hari, para komandan regu dan peleton pun dapat
perintah dari Letnan Untung. Perintah ini sangat mendadak.
“Bangunkan semuanya! Kita maju susuri jalan. Kita sapu daerah
utara.”
“Siap.”kata salah seorang komandan.
“Raider depan! Sisanya di belakang.”perintah Untung. Semua
menurut tanpa kecuali.
Pasukan bergerak dalam kegelapan malam. Bintang-bintang
masih bertaburan dan bulan purnama sudah beranjak ke barat. Mereka
tak temukan apa pun dalam perjalanan. Hingga mereka ditemukan
beberapa pemuda bersenjata. Sebagai pasukan dalam barisan terdepan,
Item beri perintah.
“Culik mereka! Cari tahu ada apa di sana.”

92
Empat orang bergerak maju. Sementara yang lain mengawasi
dan siap menembak jika sesuatu terjadi. Beruntung tak terjadi apa pun.
Kecuali beberapa pemuda bersenjata tadi dibungkam dan dirampas
senjatanya.
“Ada apa di sana?”
Para pemuda itu tampak ketakutan. Mereka seperti anak SMA
membolos yang tertangkap polisi. Apalagi setelah salah seorang
banteng raider mengeluarkan pisau dan bersiap menusuk.
“PRRI.”
“Berapa banyak? Jawab atau mati!”
“Dua ratusan.”
Letnan Untung segera hitung kekuatan. Dia punya seratus
delapan puluh pasukan. Lalu Untung bertanya lagi.
“Semuanya bekas tentara?”
“Kami semua anak sekolah, Pak. Komandan-komandan kami
dulunya bekas tentara.”
Untung lalu mengajak para komandan berkumpul.
“Kita serang jam 5.30 nanti. Sekarang kalian ambil posisi. Peleton
pertama di atas bukit sana. Di sisi timur peleton kedua nanti mendesak
ke arah barat, ke danau. Dan peleton Item, tusuk dari selatan.”
“Siap, Komandan.”
Rapat bubar dan semua ambil posisi. Mereka menunggu melihat
jam mereka. Mereka berharap matahari muncul. Gelap malam bisa
menewaskan sesama kawan. Cahaya yang bagus membuat mereka
menembak dengan mudah.
Waktu yang dinanti pun tiba. Matahari perlahan menunjukan
dirinya. Meski masih jauh di ufuk timur sana. Ayam-ayam mulai
berkokok. Perlahan pasukan Item bergerak menusuk dari selatan.
Semua pasukan pemberontak yang terlihat, mereka hadiahi berodongan
senapan-senapan mereka. Pasukan dari barat lalu dapat perintah dari
radio untuk mendesak pasukan pemberontak dari barat.
Pasukan pemberontak terkepung. Mereka terdesak di pinggir
danau dan beberapa dari mereka mulai menyerahkan diri. Kini pasukan

93
pemberontak tak berkutik. Mereka jadi tawanan. Pertempuran kali
ini tampak begitu mudah. Segala peralatan pemberontak disita. Item
melihat beberapa peluru junglerifle dan mengambilnya untuk persiapan
pertempuran berikutnya. Item yang semula bawa lima magazine, kini
menenteng sepuluh magazine penuh.
Mereka juga temukan truk-truk. Letnan Untung memerintahkan
memeriksa truk itu dan ternyata masih bisa jalan. Sebagian pasukan,
terutama pasukan lokal, disiagakan di daerah itu untuk berjaga.
Sementara itu, beberapa puluh pasukan lokal pro pemerintah dan
seluruh Banteng Raider pun bergerak dari kota Padangpanjang. Mereka
berangkat tidak lama setelah pangkalan militer PRRI yang lemah itu
dikuasai.
Truk mereka melaju kencang untuk menghindari tembakan
bazoka dari pasukan pemberontak. Disinyalir, pemberontak punya
banyak Bazoka dari Amerika juga. Truk-truk yang melaju itu dalam jarak
yang tidak rapat. Jika mereka temui jalan rusak, mereka akan turun dari
truk dan menyisir sekitaran jalan. Menghindari serangan mendadak
dari para pemberontak.
Setelah menyisir jalan selama beberapa jam, mereka bertemu
pasukan pemerintah yang lain di sana. Bersama pasukan-pasukan
itu, pasukan Letnan Untung yang satu kompi itu pun ikut menyerbu
Padangpanjang. Banyak sisa pemberontak dari Padang dan Singkarak
lari ke sini. Hal ini membuat Padangpanjang agak sulit bagi pasukan
Untung.
Pasukan Untung memutuskan bergerak melambung. Mereka
berusaha mencapai bukit-bukit di utara Padangpanjang. Pasukan Untung
berusaha mencapai jalan poros Padangpanjang menuju Bukittinggi.
Harapannya, agar dengan mudah mereka menyisir musuh mereka dari
atas. Di utara, pasukan Untung bertemu pasukan pemerintah lainnya.
Perlahan-lahan, Padangpanjang diduduki tentara pemerintah.
***
Selama beberapa bulan, pasukan Banteng Raider, termasuk
pasukan Untung yang sekompi itu, masih disiagakan di Sumatera

94
Barat. Jika musuh sulit diatasi, maka pasukan Banteng Raider termasuk
pasukan Untung disiagakan.
Letnan Untung biasa bergerak bersama pasukan Item. Untung
begitu percaya pada peleton kecil ini. Setelah sebulan, luka komandan
peleton yang sebenarnya pulih. Akhirnya, Item tidak lagi jadi komandan
peleton. Namun, regu Item tetap bergerak bersama Letnan Untung
selaku komandan kompi.
“Pemberontak hampir habis, Item.”
“Mungkin kita akan pulang dalam waktu dekat, Letnan.”
“Bisa jadi. ”
Mereka pun tertawa. Begitulah mereka jika sedang tak bertempur
atau latihan. Berkumpul bersama dan berbagi apa saja. Di mata Item,
Untung termasuk komandan yang perhatian pada bawahan meski agak
pendiam. Tak seorang pun menyadari hal itu.
“Apa rencanamu di Semarang nanti, Sersan?”
“Tidak ada, Letnan.”
“Kenapa tidak kawin saja?”
“Tidak Letnan, Letnan sendiri bagaimana?”
“Hidup saya tidak menyenangkan, Sersan. Saya terlalu suram. Tak
layak.”
“Letnan hebat, saya yakin tak seorang calon mertua di desa
Letnan bisa tolak Letnan.”
“Entahlah.”
“Barangkali kita akan naik pangkat, Letnan. Mungkin Letnan jadi
kapten setelah ini.”
“Semoga saja Sersan. Saya ingin jadi serdadu saja. Bintang
dipundak terlalu jauh dari saya.”
“Saya senang punya komandan seperti Letnan. Letnan tak pernah
pilih kasih. Letnan tidak peduli kalo kami dulunya Andjing NICA.”
“Kau penerjun hebat, Sersan. Korps ini butuh kau.”
“Entahlah, Letnan. Saya hanya jalani hidup saya. Kebetulan saya
serdadu.”
“Kamu pasti bisa lebih hebat dari saya!”

95
“Bagaimana mungkin Letnan, sekolah rakyat saja saya tidak lulus.
Cuma sampai kelas dua.”
“Tapi untuk ukuran sersan, kamu terlalu hebat. Harusnya di
Semarang nanti kamu sudah naik jadi Sersan Kepala.”
“Semoga saja, Letnan.”
“Sersan, ikut saya ke sana.”
Item mengikuti Letnan Untung. Mereka berdua menuju
beberapa perwira dari Diponegoro. Pada mereka Untung beri hormat.
Item mengikuti. Setelah hormat dibalas, mereka bicara santai. Seorang
Kapten bernama Ali Murtopo bertanya.
“Aman, Letnan?”
“Aman, Kapten Ali.”
“Ada berita apa, Letnan?” tanya Kapten Intelejen bernama Latief.
“Belum ada Kapten. Kemungkinan, pemberontak masih di
Gunung.”
“Tenang Letnan, mereka sudah menyerah sebagian pagi tadi.
Mungkin kita akan pulang.”
Pasukan raider itu pun pulang lagi dengan pesawat. Pasukan
terjun adalah pasukan paling berhak atas pesawat daripada pasukan
lain. Mereka pulang dengan wajah ceria. Mereka menang melawan
sekutu Amerika. Mereka tampak bahagia dengan pertempuran mereka,
meski pertempuran ini tidak terlalu sulit bagi Item.
Mereka kembali lagi ke Srondol, rumah para raider. Item juga
kembali ke pangkuan Mei, dalam hangatnya pelukan. Item tampak
begitu bahagia dalam pesawat. Wajahnya diliputi senyum. Begitu
pesawat mendarat, truk menyambut dan kemudian mengantar mereka
ke Srondol dipinggir selatan kota Semarang.
Setelah meletakan semua peralatan, termasuk ransel, parasut,
junglerifle, Item menghilang sejenak dari barak. Item menuju pada
apa yang dirindukannya, Mei yang tak kalah rindu di warungnya. Item
tak begitu peduli Mei menantinya dengan setia atau tidak. Item hanya
merasa rindu pada Mei. Kepergian Item, membuat Item kadang rela
Mei berbagi kehangatan dengan siapa saja selama kepergiannya. Tak

96
ada ikatan abadi dan suci antara Mei dan Item. Mereka hanya sepasang
manusia kesepian yang berusaha berbagi dan menyayangi.
Kepulangan Item berarti hilangnya sebuah kesepian Mei. Mei tak
tahu bagaimana kabar Item sama sekali. Tak ada surat melayang pada
Mei tentang Item. Seumur hidupnya, Mei tak pernah terima surat apa
pun. Mei buta huruf. Mei hanya tahu memasak nasi goreng babi seperti
yang diajarkan A Kiong dulu. Dan kini, selain nasi goreng babi, Item
adalah bagian penting dalam hidupnya.
***
Terompet pagi menggema di Batalyon. Semua apel. Selanjutnya,
mereka sarapan. Item latihan menembak bersama regu lamanya pagi
itu. Item sekarang bukan lagi komandan regu. Item adalah bintara
kompi. Dia staf dari perwira operasi. Item akan terlibat dalam semua
kegiatan kompi. Item Sersan Kepala sekarang.
Item menerima surat pertamanya sebagai sersan kepala. Bukan
dari atasan di Jakarta atau di Semarang. Tapi dari putrinya yang sudah
hampir beranjak remaja. Item begitu bahagia dan bangga memegang
surat dari putrinya. Item segera membukanya. Dia merasa agak
berdosa karena merasa sering melupakannya, meski tak pernah lupa
beri kiriman pada Bulan.
Hampir setiap bulan, Bulan selalu tulis surat. Biasanya Item
membalas. Namun, perang di Sumatra membuat Item tak bisa
melakukannya. Bulan menuliskan surat begitu pendek. Namun, itu
tetap berharga bagi Item. Item membacanya dengan penuh senyuman.

Buat Ayah

Ayah apa kabar? Ayah sudah lama tidak kirim surat. Hampir
enam bulan. Ayah baik-baik saja? Semoga tak satu peluru pun
menembus kulit ayah. Kami tak ingin ayah mati. Ayah sudah
lama tidak pulang. Bulan tahu, serdadu tak ada liburnya.

Ayah, sekarang bulan tidak lagi di sekolah rakyat. Bulan

97
sudah di SMP. Sekolahnya makin jauh dari rumah. Buku-buku
di sekolah lebih banyak. Buku-buku yang ayah belikan sudah
dibaca semua. Bagus-bagus Yah.

Bulan bingung mau minta apa pada ayah. Sekarang, Bulan


hanya ingin ayah baik-baik saja dan bisa pulang ke Samboja
lagi.

Sekian dulu Ayah. Sampai ketemu lagi Ayah. Bulan sayang ayah.

Ananda

Bulan
***
Item bahagia bukan kepalang. Dia tiba-tiba kangen rumahnya di
pedalaman Samboja. Bertemu putrinya adalah hal yang diinginkannya.
Item segera mengajukan cuti. Item termasuk serdadu yang nyaris tidak
pernah cuti. Item terlihat sebatang kara. Mei adalah pelarian dari
sepinya. Mei pula barangkali yang membuat Item lupa cuti panjang.
Setelah ajukan cuti, Item ke warung Mei. Seperti biasa, Mei
menyambutnya dengan senyum. Mei melihat Item lebih ceria dari
biasanya.
“Kamu senang sekali hari ini?”
“Bulan kirim surat. Mei mau baca?”
“Item, aku tidak bisa membaca. Aku hanya tahu memasak nasi
goreng babi dan bercinta denganmu.”
Mendengar kata-kata Mei yang disertai senyuman itu, Item
mendekat pada Mei dan mencium Mei. Ciuman yang begitu dalam.
Bukan ciuman ringan.
“Item mau bacakan untuk, Mei?”
“Ya. Untuk Mei.”
Item tersenyum dan segera duduk. Mei lalu membelakangi Item
dan memeluk Item dari belakang. Setelah itu, dalam kehangatan itu,

98
Item membacakan surat Bulan. Mei tersenyum mendengarnya.
“Dia lucu sekali. Item tidak ingin mengunjunginya?”
“Aku sudah ambil cuti. Kalau mereka setuju, tiga hari lagi aku
berangkat. Maafkan aku Mei,”suara Item perlahan melemah.
“Maaf kenapa? Kau harus temui dia. Dan aku tak bisa
melarangmu.”
“Aku merasa akan membuatmu sedih.”
Mei terdiam. Namun masih memeluk dari belakang.
“Aku ingin Mei ikut.”
Mei lalu melepaskan pelukannya. Mei beralih duduk dalam
pangkuan Item.
“Aku tidak bisa tinggalkan warung ini, Item. Warung ini, juga nasi
goreng babinya, adalah hidupku. Aku tak bisa tinggalkan.”
“Jadi?”
“Pulanglah. Kau bisa kembali dalam pelukanku kapan saja.”
Mei lalu memeluk Item dan menangis. Item membalas pelukan
itu.
“Aku pasti kembali, Mei. Untuk Mei. Aku hanya punya Bulan dan
Mei. Kadang aku berpikir, untuk membawa Bulan kemari. Tapi itu sulit,
Bulan lebih nyaman dengan dunianya. Dia tak begitu suka. Dulu aku
pernah membawanya ke kota Balikpapan, namun dia merasa kesepian.
Suatu hari kau akan berkumpul bersama dia.”
Mei terdiam dan tersenyum pada Item.
“Kadang, aku ingin meminangmu Mei. Tapi, aku tak yakin Mei
mau.”
Mei terdiam lagi tak ucapkan sepatah kata pun. Mei tampak
belum bisa lupakan A Kiong sebagai suaminya. Item paham itu dan tak
bisa memaksakan niatnya.
“Sudahlah Mei, tak perlu dijawab. Hidup kita begitu rumit. Mei
punya hidup Mei sendiri. Aku juga punya hidupku sendiri.”
“Ya. Aku cukup nyaman denganmu Item. Aku tak butuh yang
lainnya ketika bersamamu.”
“Hanya ada kau, aku dan kita Mei.”

99
“Ya. Aku, kau dan kita, Sayang.”
Mei mencium kening Item. Lalu beralih ke bibir Item. Dan
terjadilah seperti yang sudah-sudah.
***
Hari yang dinanti Item tiba. Item dengan sukacita berjalan keluar
barak. Sebuah ransel tentara ditentang. Sedikit pakaian dan oleh-
oleh buat Bulan dan keluarga di Samboja. Sebelumnya, Item mampir
sebentar ke tempat Mei. Sekedar pamit. Item terlalu pagi sampai
tempat Mei. Sementara kapal masih agak siang.
“Mei aku pergi.”
“Masih pagi, masuklah.”
Item menurut.
“Sudah makan.”
Pakaian Mei terlalu tipis ketika menyambutnya. Pelukan mesra
Mei juga menyambut Item. Adanya perpisahan, membuat Item begitu
berhasrat pada Mei pagi itu. Tangan Mei ditarik perlahan. Mei tahu apa
yang dirasa laki-laki pagi hari. Mereka seperti ayam jantan.
Barang laki-laki seperti banteng mengamuk. Selalu ingin
menyeruduk sasarannya. Banteng yang benar-benar buta. Sebuta
pagi. Berahi biasa menguasai lelaki yang baru bangun tidur. Bangunlah
jiwanya, bangunlah badannya, bangunlah anunya.
Mei terjebak sekaligus menikmatinya. Dalam sebuah hasrat pagi
yang buta. Di mana semua terbutakan oleh hasrat. Mei hanya bisa
menikmatinya. Mei temukan lagi bahagia yang tak pernah habis itu.
Bahkan tak mampu dihabiskannya bersama Item di atas peraduan.
Pagi itu, mereka lupakan peraduan biasanya. Mereka saling
melucuti di ruang makan yang masih tertutup. Meja tempat biasa nasi
goreng babi tersaji berubah fungsi. Hanya kenikmatan pagi buta yang
tersaji. Hasrat Item berakhir dalam ketergesa-gesaan. Semua terjadi
begitu singkat. Item pun malu pada dirinya sendiri. Tak pernah dia
berlaku seperti itu pada Mei.
“Maafkan aku, Mei?”
“Kau terburu-buru sayang. Tapi aku tetap suka bagaimana kau

100
membelai rambut dan wajahku.”
“Maafkan aku, Mei?”
“Iya, sayang.”
Mei langsung mendekap kepala Item di dadanya. Mei merasa
nyaman dengan kepala Item di dadanya. Item sendiri terkulai lemas
di atas meja. Mei lalu beranjak dari meja dalam keadaan polos. Mei
berjalan ke penggorengan. Tak lupa di diikatnya rambutnya yang terurai.
Mei mengiris bumbu dan daging. Lalu memasukannya ke wajan.
Wangi dari penggorengan menusuk hidung Item. Item hanya bisa
memandangi Mei dari meja tempatnya terkulai. Item melihat gerakan
Mei yang lincah. Item menikmati gerakan-gerakan itu. baru kali ini Item
melihat wanita memasak tanpa busana. Item lalu berusaha bangkit dan
berhasil.
Item berjalan tenang ke Mei. Nasi goreng babi selesai dan tersaji
di piring. Item memeluk tubuh Mei dari belakang. Mei merasa begitu
hangat dan nyaman dalam dinginnya pagi itu. Item mencium rambut
dan leher Mei. Mei lalu mencium bibir Item. Mereka berdua lalu
bergerak lagi ke meja tempat mereka bergulat tadi. Mei membawa nasi
gorengnya.
“Makanlah sayang. Kau akan berjalan jauh siang ini. Kau harus
terlihat segar di mata Bulan.”
Item menurut. Mei menyuapi Item. Item mengunyahnya. Item
lalu mengambil sendok lain. Lalu menyuapi Mei.
“Mei sayang, terimalah. Terima kasih atas semua sayangmu.”
Item berhenti mengunyah dan mengecup kening Mei. Mereka
habiskan nasi goreng babi itu dengan nikmat.
“Mei, ini nasi goreng babi terindah.”
Mei tersenyum dan mencium bibir Item. Mei tampak bahagia
dengan pujian itu.
“Itu karena aku sayang kamu.”
Item tersenyum. Mereka mencoba berpelukan. Mereka naik
ke meja masih dalam kepolosan. Mereka berciuman lagi. Selanjutnya
mereka pun mengakhiri pertemuan itu.

101
“Selamat jalan, Item sayang.”
“Hati-hati di sini, Mei sayang. Aku akan kembali lagi padamu.”
Mereka pun berpisah. Item menuju pelabuhan Tanjung Mas
dengan angkot. Kapal sudah menunggu. Item naik tanpa masalah.
Terompet kapal berbunyi dan perlahan kapal meninggalkan Semarang.
Menuju Surabaya, Banjarmasin, lalu Balikpapan. Item tak merasa
halangan dan masalah apa pun di kapal. Di kepalanya hanya Mei dan
Bulan.
***

102
14

Bulan seperti rembulan. Hanya elok pada waktunya. Tak begitu


menonjol di manapun. Namun selalu diperhitungkan. Bulan mewarisi
sikap ayahnya yang tenang. Bulan bukan gadis yang berlebihan. Dia
terlihat manis, mewarisi wajah Anggrek ibunya. Bulan tengah beranjak
ramaja. Dia tetap terihat tenang dan manis, seperti masa kecilnya.
Tidak banyak berubah. Matanya tetap sesayu ibunya.
Bulan seperti bocah-bocah lainnya. Dia begitu menyukai buku.
Dia bisa membaca apa saja. Dia suka sekali membaca novel. Novel apa
saja. Dia juga suka menulis puisi. Tak ada yang mengalahkannnya untuk
urusan itu.
Bulan pernah jadi juara bikin puisi atau pantun se-Samboja. Kini
Bulan sudah di SMP. Kemungkinan dia akan dikirim untuk lomba serupa
ke Balikpapan. Bulan dikenal para guru, meski Bulan bukan anak yang
terlihat menonjolkan diri. Bulan lebih peduli pada apa yang dibacanya
atau ditulisnya. Bulan tak peduli orang berpikir apa soal dirinya. Seperti
ayahnya.
Sekolah Bulan adalah sekolah negeri. Beberapa gurunya sangat
peduli padanya. Mereka kadang sedikit ingin tahu tentang muridnya
yang berprestasi itu. Kebetulan mereka berjalan kaki pulang dari
sekolah. Dalam perjalanan, mereka bercakap-cakap.
“Nak, kau tinggal di mana?”
“Dua jam jalan kaki dari sini, Pak.”
“Kau tinggal dengan ayah-ibumu?”
“Bukan.”
“Terus, dengan siapa kau tinggal.”
“Kakek dan Nenek.”
“Di mana ayah dan ibumu, Nak?”

103
“Ibu sudah meninggal sejak aku lahir. Karenanya aku memakai
nama Ibu di depan namaku.”
“Di mana ayah?”
“Ayah di Jawa.”
“Kerja apa di sana?”
“Jadi serdadu di sana.”
Mereka akan berpisah jalan. Si guru lalu berpesan sesuatu.
“Jangan lupa lusa ya, Nak. Kita ke Balikpapan. Jangan kalah sama
anak kota.”
“Iya, Pak.”
Bulan tersenyum. Murid dan guru itu pun berpisah jalan. Dalam
perjalanan, Bulan melihat seorang berpakaian hijau dan membawa
ransel besar. Bulan merasa orang itu tidak asing baginya. Sosok yang
sebenarnya tak pernah dilihatnya hampir sembilan tahun.
“Ayah?!” teriak bulan. Dia sudah lama tak lihat wajah ayahnya.
“Ayah, ini Bulan.” Bulan berlari ka arah pria itu. Semakin dekat, Bulan
semakin yakin. Dan Item pun memeluk gadis kecilnya itu.
“Kamu sudah besar, Nak.”
“Bulan rindu ayah.”
Ayah dan anak berpelukan setelah sekian tahun tak bertemu.
Beruntung mereka bisa baca tulis.
“Ayah ke mana saja?”
“Dari pulau yang jauh, Nak.”
“Ayah terluka di sana?”
“Tidak, Nak. Ayah nyaris belum pernah kena tembak.”
“Syukurlah, Ayah.”
“Ayo kita ke rumah kakek.”
Mereka berdua lalu berjalan pulang menuju rumah. Mereka akan
bercengkrama layaknya orang yang baru datang. Item sudah pasti akan
ke makam Anggrek. Item juga ingin habiskan banyak waktu dengan
putrinya. Item akan menemani Bulan ke lomba menulis pantun.
Esoknya, Bulan terima berita buruk. Guru yang akan menemaninya
sakit dan tidak bisa ke Balikpapan. Bulan sedih dan bercerita pada

104
ayahnya. Item lalu bergerak cepat.
“Antar ayah ke rumah gurumu.”
“Untuk apa ayah. Dia sakit jadi tidak bisa ke Balikpapan.”
“Kita coba, Nak. Mungkin ada jalan keluarnya.”
Bulan menurut. Berita buruknya kini mengambang. Akan berubah
menjadi berita baik atau lebih buruk lagi. Mereka berjalan agak cepat.
Hari hampir sore ketika sampai di rumah sang guru. Di mana sang guru
yang tampak lemah itu menyambut di pintu.
“Sore Bapak, saya ayahnya Bulan.”
“Ya. Akhirnya bertemu juga. Saya tidak bisa antar dia besok
ke Balikpapan. Tapi saya ingin dia pergi, tapi tak ada guru yang bisa
mengantarnya.”
“Ada yang bisa saya bantu, Pak? Mungkin saya bisa antar.”
“Begini, saya akan suruh istri saya antar kalian ke rumah kepala
sekolah untuk minta surat pengantar.”
“Baiklah. Terima kasih, Pak Guru.”
Mereka lalu beranjak ke rumah kepala sekolah di belakang
gedung sekolah yang ternyata sudah menyiapkan surat pengantar
sedari kemarin. Pada Bulan, kepalasekolah berpesan.
“Buatlah yang terbaik, Nak. Kami percaya kamu bisa.”
Bulan tersenyum. Dia akan berangkat. Dia ditemani ayahnya
sekarang untuk ke kota Balikpapan. Esok paginya lagi, mereka berangkat
ke Balikpapan dengan sebuah taksi jamban yang mirip oplet. Angkot
yang cukup popular di masa itu.
***
Item dan putrinya singgah di rumah mereka di bukit dekat
pelabuhan. Mereka tidur di rumah itu. Bulan berusaha tidur dengan
memanjakan matanya dengan buku baru yang dibawakan Item dari
Semarang. Kampung itu begitu ramai. Tak seperti rumah di Samboja.
Tiba-tib,a Item teringat Kak Mawar di rumah cinta. Item pun
meninggalkan Bulan sejenak. Dengan sepeda pinjaman, Item mengayuh
sepanjang jalan dari pelabuhan, rumah sakit BPM, Klandasan, lalu
berbelok ke bekas jalan Erakan Straat. Dan tibalah Item di rumah cinta.

105
Suasana rumah itu agak berubah. Tak satu pun penghuni lama
Item temukan. Semua penghuni baru. Mereka tak tahu siapa Item.
Mereka bahkan mengajak Item ngamar. Seorang wanita penting di
rumah itu lalu keluar. Dia tersenyum.
“Kak Mawar.”
“Adikku Item. Kau makin tampan. Ke mana saja?”
“Aku dari Jawa, Kak.”
“Jauh sekali. Kata orang Jawa banyak penduduknya. Pasti banyak
hidung belang di sana. Tapi banyak juga wanita dari sana kemari dan
jajakan selangkanganya di sini.”
Item hanya tersenyum. Item melihat semua berlalu-lalang.
Beberapa wanita penghuni tampak berusaha menggoda Item. Tetap
saja Item tidak tertarik. Mei masih kuat dalam pikiran Item.
Beruntung, bir tersedia di rumah cita. Item meneguknya seperti
di tempat Mei. Bedanya tanpa nasi goreng babi. Item hanya asyik
ngobrol dengan Mawar yang jadi penguasa atas rumah cinta. Mawar
cukup lama gantikan Mak Ijah. Lebih dari sepuluh tahun.
Mawar adalah yang paling dihormati. Mawar mengatur semuanya.
Dia tak lagi jajakan selangkangannya. Dia biasa berikan secara cuma-
cuma barangnya pada orang tertentu. Biasanya pada pejabat kota.
Tubuh Mawar yang montok memang masih menarik minat laki-laki
berumur.
Hari makin larut. Malam makin dingin. Pengunjung mulai sepi.
Hanya tinggal Item dan Mawar di lobby. Penghuni lain masih jual
barangnya pada penjajah selangkangan. Mawar masih sehangat dulu
pada Item. Masih tetap sayang pada Item. Meski ujud kasih sayang itu
bisa berupa persetubuhan. Pada Item, Mawar suka memberikannya.
“Item, aku rindu padamu. Jangan pergi terlalu cepat.”
“Kenapa, kak Mawar?”
“Kita sudah lama tidak bertemu. Jika kita bertemu kau pasti akan
pergi lama sekali.”
Item terdiam. Mawar lalu memegang tangan Item. Mawar lalu
berdiri tanpa melepaskan tangan Item.

106
“Ayo. Jika ada yang cemburu, aku akan bantu jelaskan padanya.”
Mereka memasuki sebuah kamar. Mawar tersenyum pada Item.
Pakaian Item dilucuti Mawar satu per satu. Item hanya diam. Hanya
Mei yang ada di kepalanya. Mawar dan Mei adalah dua orang yang
beda. Rasanya tentu beda.
Setelah yakin Item sudah telanjang bulat, Mawar lalu lucuti
pakaiannya sendiri. Mulai dari dasternya, celana dalamnya, dan terakhir
kutangnya. Setelah mereka berdua telanjang, Mawar mulai menciumi
tubuh Item. Sementara Mei masih membelenggu isi kepala dan benak
Item.
Meski Item terdiam layaknya seorang Paderi yang menolak
kenikmatan berahi itu, Mawar tetap dengan semangat merangsang Item.
Item akhirnya tak bisa diam lagi. Dia harus membalas rangsangannya.
Item tak boleh nikmat sendiri dalam bercinta. Dia harus berbagi
kenikmatan juga dengan lawan bercintanya.
Item lalu memeluk Mawar. Meraba punggung, lalu bokong. Item
lalu turunkan kepalanya dan menciumi dada Mawar. Mawar perlahan
merasa nikmat. Mereka lalu saling peluk lagi dan bergulat di atas ranjang
yang bila ada goyangan dari si pemakai, maka terdengar decitan dari
besi-besi yang dipasang kurang kencang. Tetap saja pergulatan berlanjut
dalam banyak gaya. Percintaan itu berlanjut hingga pagi hampir datang.
***
Item kembalikan lagi sepeda pancal pinjaman. Dia baru saja
selesaikan persetubuhannya dengan Mawar. Item lalu berjalan kaki
menyusuri tangga-tangga suram. Bercinta dengan Mawar membuat
Item teringat Mei lagi. Ada rasa yang berbeda dalam diri Item. Bercinta
dengan Mawar seperti mesin yang hanya bergerak naik turun. Dengan
Mawar, Item seperti air mengalir dari puncak gunung, melewati jeram-
jeram dan sungai besar hingga ke muara. Irama keduanya begitu
berbeda.
Item masuk ke rumahnya dan melihat Bulan terlelap dengan
novel Siti Nurbaya di tangannya. Item lalu mengambil kertas pembatas
buku. Dilepasnya buku dari tangan Bulan dan meletakan di samping

107
kepala Bulan. Item mengambil sarung dan menyelimuti Bulan. Lalu
kecup kening Bulan. Item lalu terlelap hingga pagi.
“Ayah Bangun. Kita harus ke Balai kota.”
“Sudah suling Nak?” tanya Item sambil memaksa membuka
matanya.
“Baru saja ayah.”
“Acaranya pagi, kan? Kasih 5 menit ya? Ayah ingin mandi.”
Item lalu bergegas mandi. Bulan sudah sedari tadi pergi mandi.
Bulan terbiasa bangun awal untuk mandi, lalu pergi ke sekolah. Gerakan
Item begitu cepat, lalu ia kembali dalam keadaan segar.
“Kita berangkat sekarang.”
Bulan tersenyum. Mereka tinggalkan rumah mungil itu. Rumah
yang akan Item wasiatkan pada Bulan kelak. Setelah mengunci pintu,
mereka berdua berjalan menuruni tangga. Hingga mereka tembus ke
jalan raya. Di mana beberapa penjual nasi kuning sudah berjualan.
Mereka mampir makan sebentar. Mengisi perut dan sedikit berharap
ada mobil tumpangan lewat ke Balai Kota.
Mobil tumpangan tak kunjung lewat satu pun. Selesai makan dan
membayar makanan, mereka berjalan kaki. Menyusuri tepian Melawai,
bekas lapangan BPM, rumahsakit dan akhirnya sampai di Balaikota.
Mereka tak merasa tersiksa berjalan kaki. Bulan sudah terbiasa. Dan,
Item sebagai serdadu tentu lebih terbiasa lagi.
Sampai Balaikota, tempat lomba nampak sepi. Namun satu per
satu peserta lomba datang. Bulan tak sedikitpun merasa takut. Bulan
lebih disibukkan dengan buku bacaan barunya, Siti Nurbaya. Bulan
pembaca yang mendalam. Tidak banyak pilihan yang dia bisa baca.
Gedung lomba pun ramai juga akhirnya. Semua peserta lomba
menulis puisi dan pantun pun dimulai. Lomba menulis puisi lebih dulu.
Setelah diberi waktu satu jam untuk membuat puisi, lalu membacakan
puisinya. Setelahnya adalah lomba membuat pantun. Bulan membuat
lima pantun, namun mencoret dua di antaranya karena yang diminta
hanya tiga pantun.
Hari itu belum ditentukan pemenangnya. Panitia sedang sibuk

108
menilai. Sementara itu semua peserta boleh pulang. Pengumuman
pemenang adalah keesokan harinya. Item lalu mengajak Bulan berjalan-
jalan susuri kota Balikpapan. Semula mereka akan berjalan kaki. Tapi
seorang teman lama Item melintas.
“Mau ke mana, Bung? Lama tak jumpa.”
Item tersenyum dan si kawan berhenti. Lalu terjadi obrolan agak
panjang antar mereka. Kawan Item rupanya punya warung tak jauh
dari Balaikota. Setelah Item ditunjukan warungnya, si kawan itu lalu
memaksa Item untuk pakai sepedanya.
“Pakailah Relaigh ini, Bung.”
“Kau tidak pakai?”
“Urusanku sudah beres. Aku masih punya satu lagi di rumah.”
“Baik. Terima kasih.”
“Siang nanti singgahlah ke warungku.”
“Tentu, Bung.”
Bulan senang melihatnya. Dia akan dibonceng ayah keliling kota.
“Nak, siapa namamu?”
“Bulan, Om.”
“Sana pergilah.”
Mereka lalu berpisah. Item lalu mengayuh sepedanya melewati
Pasar Klandasan. Berbelok ke Erakan Straat. Rumah cinta terlihat dari
jauh. Berharap tak seorang pun dari sana memanggil Item. Pagi seperti
ini adalah waktu yang tepat untuk istirahat bagi manusia malam macam
mereka.
Releigh menyusuri sepanjang Erakan Straat. Sesekali mereka
beristirahat di emperan toko. Menikmati limun atau makan roti.
Kemudian mereka mengayuh ke Rapak, sebuah pasar yang cukup ramai.
Masjid Al Munawar berdiri tegak di sana. Mereka berhenti sebentar.
Bulan sebenarnya tak terlalu suka dengan kota yang berisik.
Namun kota punya banyak buku sepertinya. Itu karena Bulan melihat
sebuah toko buku di Klandasan. Ini pertama kalinya Bulan melihat kota.
Ini karena Item berlaku sebagai ayah yang baik.
Sepeda mereka akhirnya menyusuri Jalan Minyak, di mana

109
terbentang kilang-kilang besar milik Pertamina. Item merasa nyaman
sepeda yang dikayuhnya. Item lalu putuskan pulang ke rumah.
“Bulan tunggu sini ya? Cuma sebentar.”
Bulan menurut melihat ayahnya nampak terburu menaiki tangga.
Tak lama ayahnya sumringah menuruni tangga.
“Kenapa, Yah?”
Item hanya tersenyum dan mengambil alih sepeda lagi. Dengan
wajah sumringah Item mengayuh lagi Releigh pinjamannya. Bulan hanya
bisa bertanya-tanya dalam hati. Setelah melewati Melawai, lapangan
BPM dan rumah sakit, mereka sampai juga di dekat balaikota. Setelah
warung kawannya ditemukan, Item sumringah lagi.
“Bung, ini sepeda aku beli saja. Aku suka.”
“Beli?”
“Ya. Aku beli. Kau kan punya dua?”
Si kawan bingung dan tidak mau merelakanya. Dia terdiam dan
begitu sulit melepaskan sepedanya itu.
“Ayolah Bung lepas saja.”
Si kawan tetap diam.
“Bung mau berapa?”
“Ini bukan perkara, Bung. Tak banyak orang punya barang seperti
ini.”
Si kawan angkat bicara juga. Lalu terbayang omelan istrinya tiap
hari. Rumah mereka yang kecil nampak sempit dengan satu sepeda
yang tak pernah dipakai di rumah. Si kawan pun mulai berubah pikiran.
“Aku punya Rp 400 buat kau, Bung.”
“Baiklah, setidaknya ini bisa buat istriku agar tidak mengomel
lagi.”
Mereka sepakat. Releigh kini berpindah tangan. Mereka lalu
makan bersama di warung. Berbagi cerita dan berbagi tawa. Kawan
Item tentu akan bicara soal kota Balikpapan yang makin ramai. Soal
aset BPM yang jatuh jadi milik Permina. Sebagai serdadu, Item bercerita
tentang perang-perang yang dialaminya.
***

110
Tak perlu lagi jalan kaki jauh ke balaikota. Item bisa membonceng
Bulan ke balaikota. Hari ini pengumuman pemenang. Bulan tak begitu
berharap jadi pemenang, yang terpenting dia sudah menuliskannya.
Menulis lebih menyenangkan daripada jadi pemenang. Begitu dalam
benak Bulan.
Item dan Bulan tiba lebih cepat. Balaikota lebih sepi lagi.
Namun, di situ sudah tertempel pengumuman. Tercantum nama-nama
pemenang lomba. Pemenang pertama lomba membuat pantun adalah:
Anggrek Bulan dari SMP Samboja. Dibaca lagi ke bawah, pemenang
kedua lomba menulis puisi: Anggrek Bulan dari SMP Samboja. Item
yakin itu adalah Bulan, putrinya. Tak ada peserta lain bernama Anggrek
Bulan selain putrinya. Item pun girang, Bulan apalagi. Bulan langsung
memeluk ayahnya.
“Kamu hebat, Nak. “
“Terima kasih Ayah sudah pulang dan ikut ke sini.”
“Selagi bisa, Nak. Ayah bangga. Kita akan keliling kota lagi, Nak.”
Setelah hadiah, medali dan piagam diterima, Item dan Bulan
menghilang dari tempat acara. Seperti yang mereka rencanakan,
mereka keliling kota lagi.
“Lagi ayah?”
“Iya, Nak. Tunjukan pada orang-orang di kota ini, kalau anak yang
tinggal di dalam hutan bisa jadi juara.”
Item tersenyum bangga. Dan Bulan mendengarnya dengan
kidmat. Ini adalah saat-saat bahagia bagi mereka berdua. Mereka tak
pernah tahu kapan bisa jalani masa seperti itu lagi.
Esok harinya, sebelum kembali ke Samboja. Item menuju kantor
pengurusan warisan untuk mewasiatkan rumah mungilnya pada
putrinya. Setelah berumur 18 tahun, Bulan adalah pemilik rumah itu.
Sebagai serdadu, surat wasiat itu dengan cepat diproses. Salinan surat
itu nantinya akan dikirim ke Bulan.
Siang itu, mereka kembali lagi ke Samboja dengan penuh
kemenangan. Rumah mungil di dalam hutan pun berpesta ala kadarnya.
Semua anggota keluarga yang umumnya buta huruf terpana dengan

111
apa yang diraih Bulan. Mereka juga ikut bangga pada Bulan, bocah yang
mereka asuh sedari bayi kini menjadi anak hebat.
Item tak bisa lama di Samboja. Item harus ke Balikpapan,
lalu menyebrang ke Jawa. Item harus kembali. Dia adalah serdadu.
Tempatnya adalah di barak. Kapal ke Semarang terbatas. Item harus
berangkat jika kapal bersandar ke Balikpapan. Pejabat pelabuhan yang
mengenal Item sudah beri tiket kelas satu.
Perpisahan tentu berat bagi Bulan. Dia baru saja bertemu ayahnya
setelah bertahun-tahun. Bulan hanya bisa tahan tangisnya. Item tahu
tangis itu ada, namun tak sedikitpun mampu membendungnya.
“Ayah pergi ya, Nak? Ayah tidak bisa tinggal lama di sini. Nanti
tamat SMP, Bulan sekolah di Balikpapan saja. Banyak buku di sana.
Rumah kecil yang kita tempati kemarin, itu milik Bulan.”
“Ayah kembali lagi, kan?”
“Ya. Ayah selalu rindu sama Bulan.”
Mereka berpelukan. Item lalu berpamitan dengan yang lain dan
menghilang. Item sampai ke pelabuhan sorenya. Item tak kunjungi
rumah cinta. Item tak inginkan wanita lagi selain Mei. Hanya Mei dalam
kepala Item. Malam hari, kapal ke Semarang itu berangkat.
***
Kelas satu dapat kamar. Item tempati sebuah kamar bersih dengan
satu tempat tidur. Di sebelah kamar Item, kamar seorang wanita. Dia
juga akan pulang ke Semarang. Dia tampak seperti wanita terhormat.
Dia Srikandi, istri Arjuno. Dia merasa jengah dengan kelakuan suaminya,
yang tukang goda wanita montok dan segar. Sri sebenarnya tak kalah
montok.
“Dasar lelaki, satu tak habis sudah coba yang lain,” geram Sri
pada suaminya yang kian bejat itu.
Masa kabur Sri sudah selesai. Dia harus pulang karena harus
bereskan rumahnya yang hancur dibakar orang. Sri nampak kesal.
Srikandi melihat ada lelaki di kamar sebelah. Terlintas dalam benak Sri.
Kebejatan dilawan dengan kebejatan. Inilah waktunya. Ada pria yang
bisa diajak bercinta. Tak peduli Arjuno tahu atau tidak, yang penting Sri

112
senang. Lagi pula, Arjuno tak punya mata di kapal itu.
Belum satu jam kapal berjalan, kamar Item diketuk. Padahal Item
masih di luar. Sri tetap gigih menunggu. Item lalu muncul di lorong.
Jantung Sri naik-turun. Dia belum pernah selingkuh sebelumnya.
“Boleh saya masuk, Tuan. Di luar dingin sekali.”
Item bingung dan hanya mengangguk tanda boleh. Sri masuk.
Item masuk. Sri lihat kanan-kiri lorong. Sepi. Sri lalu buru-buru masuk
dan tutup pintu. Jantung Sri terus berdetak. Untuk melawan groginya,
Sri cepat-cepat melepaskan pakaiannya. Sampai polos. Item hanya
tersenyum.
Sri lalu maju dan membuka celana Item. Dan percintaan terjadi.
Sri merasa puas bisa melakukanya. Apalagi belaian Item jauh lebih
halus dan mantap daripada belaian Arjuno yang kasar.
“Kau lebih hebat daripada Arjuno”
“Siapa Arjuno?”
“Dia suamiku.”
Item terdiam. Dia ingat pernah membakar rumah orang yang
bernama Arjuno.
“Kenapa kau mau bersenggama denganku? Kau kan sudah punya
suami.”
“Aku kesal padanya. Dia tukang goda penjual nasi goreng babi.”
Item terdiam lagi. Namun, dalam hati Item terasa ingin tertawa.
Dia baru saja bercinta dengan istri bajingan hidung belang yang selalu
menggoda Mei. Item yakin Sri adalah wanita baik-baik. Dia terpaksa
selingkuh.
Item jadi semangat. Keluarlah nakal Item. Sri diberi belaian
yang lebih hebat lagi. Seperti yang pernah Item berikan pada Mei.
Item agak bersalah telah melempar rumah wanita baik-baik ini. Item
melakukannya agar wanita ini lupa soal pembakaran rumahnya.
Item menciumi tubuh wanita ini dari ujung kaki ke ujung rambut.
Bagian sensitif Sri juga jadi sasaran. Hingga Sri hanya bisa pejamkan
mata. Kenikmatan terasa hingga ke ubun-ubun. Sri mulai basah. Item
lalu tunjukan panji-panji kejantanannya. Sri pun semakin menikmatinya

113
lagi. Sri segera temukan indahnya selingkuh. Sri merasa inilah jalan
terbaik. Sri tak merasa kusut lagi kembali ke Semarang. Persetan
dengan Arjuno. Asal uang belanja beres. Terserah Arjuno mau apa. Dan
Item, merasa ini sekedar bermain kelereng. Menang syukur kalah tetap
senang.
Butuh tiga hari dua malam mencapai Semarang. Bayang-bayang
Mei bertengger di kepala Item. Selama itulah perselingkuhan itu
berlangsung. Setidaknya, selama di atas kapal.
Kapal Akhirnya merapat di Tanjung Mas. Semua penumpang
bersiap turun. Termasuk Sri dan Item. Semula mereka tak tahu nama
satu sama lain. Yang mereka tahu mereka bercinta. Sri yang merasakan
indahnya perselingkuhan akhirnya mulai bertanya.
“Siapa nama, Mas?”
“Item, kamu?”
“Srikandi, panggil saja Sri. Mas tinggal di mana?”
“Srondol, Mbak.”
“Kerja apa, Mas?”
“Saya serdadu, Mbak.”
Sri merasa pertanyaan itu sudah cukup untuk mencari Item lain
hari jika Sri menginginkannya. Mereka akhirnya berpisah tanpa ucapan
selamat tinggal. Sri pulang ke rumah yang porak-poranda dan disambut
mesra Arjuno. Sementara Item menyasarkan diri ke warung Mei. Hari
masih pagi, warung belum ramai. Item pasti akan hinggap dalam
pelukan Mei yang hangat. Tak satu wanita pun yang bisa membuat Item
nyaman selain Mei.
***

114
15

Indonesia harus berperang lagi dengan Belanda. Kali ini di Papua.


Presiden bahkan mencanangkan Trikora. Semua kekuatan diarahkan
untuk memukul semua tentara Belanda di Papua. Sebagai pasukan
Para, Item terlibat lagi. Apalagi Batalyon 454/Banteng Raider yang
kini dipimpin oleh Untung yang sudah berpangkat Mayor. Item sudah
berpangkat Sersan Mayor. Item dijadikan bintara Intelejen oleh Untung.
Untung tahu, banyak perwira tidak suka Item jadi komandan.
Item tentu akan lebih didengar daripada mereka. Mereka tidak mau
dikalahkan serdadu jebolan Sekolah rakyat, sementara perwira lain
keluaran Akademi Militer atau sekolah perwira. Tapi soal pengalaman,
mereka belum apa-apa dibanding Item sebagai pasukan Para.
Menempatkan Item sebagai bintara intelejen tentu solusi bagus.
Meski bukan komandan, Item lebih disukai banyak serdadu di
Batalyon. Item seperti sebuah legenda bagi mereka. Seperti halnya
Mayor Untung. Sersan Mayor Item juga jagoan mereka.
Seperti biasa, mereka memakai pesawat pertama. Pesawat
pertama hanya milik Para. Pasukan Raider pun diterjunkan juga ke
Papua. Mereka akan bertemu pasukan Belanda di sana. Sebelum dikirim
pasukan besar, Item dapat perintah dari Untung untuk terjun lebih awal
sebelum yang lain. Untuk misi ini, Item akan terjun bersama beberapa
sukarelawan. Item boleh membawa lima serdadu lain. Namun Item
hanya memilih tiga saja. Seorang petugas radio, seorang penembak
runduk, dan penembak senapan mesin.
Di malam hari, Item diterjunkan ke sebuah daerah di Papua. Item
tak melihat apa pun. Sebelum terjun, Item berpesan pada pengikutnya.
“Kemarin banyak kawan kita mati. Karena mereka tersangkut di
pohon dan memotong tali. Mereka lalu terjatuh dan mati. Ingat pohon

115
di sana tinggi-tinggi.”
“Jadi kita tunggu terang, Sersan?”
“Benar, Kopral.”
Semua menurut. Toh jika ada serdadu Belanda menembaki
mereka, mereka hanya perlu membalas tembakan saja. Mereka terjun
malam dengan mulus. Tak satu pesawat Belanda pun mengganggu
mereka. Mereka tersangkut di pohon tinggi. Namun, mereka mampu
bersabar dan saling menolong satu sama lain.
Setelah bisa bergerak, mereka hanya susuri hutan dan mencari
serdadu musuh. Namun tak satu pun serdadu musuh mereka temukan.
Mereka tidak frustasi. Item pernah merasakan hal seperti itu ketika
mengejar gerombolan MMC Suradi Bledeg di kaki Merbabu. Saat itu
yang Item temui hanya indahnya Gunung Merapi jika dilihat dari kaki
Merbabu di Selo.
Selama berminggu-minggu, mereka tak temukan apa pun. Mereka
tak rasakan kelaparan. Karena sebelum terjun mereka sudah diberitahu
tanaman yang bisa dimakan di daratan Papua. Item dan lainnya merasa
Papua kaya. Rakyatnya, jika alamnya masih terjaga semua orang Papua
tak akan kelaparan. Akhirnya, sebuah perintah datang juga dari Mayor
Untung.
“Kembalilah kalian ke pangkalan. Ada kapal di dekat Sorong.”
“Siap, Mayor.”
“Perang mau selesai.”
Mereka pun berjalan kaki lagi. Berhari-hari mereka akhirnya
sampai ke Sorong yang telah dikuasai. Perjanjian New York akhirnya
menyatakan Papua masuk Indonesia dan serdadu Belanda angkat kaki
lagi. Item dan Raider lain tak tembakan satu peluru pun dalam perang
di Papua itu. Mereka lebih sering memakai parang untuk menerabas
hutan dan membunuh hewan buruan.
Item dan pasukan Raider lainnya dinyatakan sebagai Pahlawan
Trikora. Mayor Untung selaku komandan Banteng Raider dapat bintang
dan disalami Presiden di Makassar. Semua anggota dapat bintang.
Selain Mayor Untung, Kapten Benny Murdani dari RPKAD juga dapat

116
bintang. Mereka komandan hebat.
***
Sebagian pasukan Banteng Raider, lalu dimasukan dalam resimen
Cakrabirawa. Sebuah pasukan khusus yang mengawal presiden
Sukarno. Satu batalyon Banteng Raider dengan Letkol Untung sebagai
komandannya dinyatakan sebagai pasukan Cakrabirawa. Batalyon
Cakrabirawa lain berasal dari Pasukan Gerak Tjepat; Korps Komando;
dan Brigade Mobil.
Item tak lagi di Semarang sekarang. Mei agak sedih dengan
kepindahan Item. Item termasuk orang Batalyon yang terakhir pergi
ke Jakarta. Tentu saja Item menyempatkan diri menyambangi Mei. Mei
tentu saja menangis sedih. Sebelum Item pergi, Mei tentu menciumi
Item. Tentu saja mereka bercinta. Item tak bisa janjikan apa pun. Mei
juga tak inginkan janji serta tak bisa menahan kepergian itu. Item punya
hidupnya dan Mei juga punya hidupnya.
“Aku selalu menerima kapan pun kau datang.”
“Kemungkinan aku akan datang padamu tiap akhir bulan.”
“Ya. Seperti pernah kita bilang. Aku punya hidupku. Kau punya
hidupmu. Dan kita adalah dua orang yang saling mengisi sepi.”
Item lalu mengecup kening Mei. Mei menangis sedih. Masih
banyak orang tak inginkan perpisahan di muka bumi ini. Mei tampak
emosional.
“Kembalilah padaku. Aku siap menerimamu kapan saja.”
Item tersenyum dan menghilang dari kamar. Dengan kereta dari
Stasiun Cawang, Item naik kereta ke Gambir untuk bergabung dengan
batalyonnya. Kini mereka menjadi pengawal dari pemimpin besar
revolusi. Item adalah salah satu orang yang ikut bertanggungjawab
atas keselamatan Sukarno. Secara bergantian, Item berpatroli di Istana
atau mengawal Presiden Sukarno pergi. Item tak menginginkan adanya
bahaya yang mengancam Presiden lagi. Beberapa kali Presiden Sukarno
coba dibunuh.
Cakrabirawa bangga dengan hal itu. Hingga mereka tampak
angkuh di mata serdadu lain. Termasuk kesatuan elit lain macam RPKAD.

117
Pernah terjadi perkelahian antara RPKAD dengan pasukan Cakrabirawa
dari KKO. Semua bermula dari saling ejek. Lalu perkelahian tangan
kosong sampai bawa Bazoka di rumahsakit Gatot Subroto pernah
terjadi.
Untung tetap komandan yang baik. Meski tak banyak bicara,
dia adalah komandan yang peduli pada bawahan. Tak heran beberapa
orang PKI dekat dengannya. Untung tinggal di Jalan Cidurian. Tak jauh
dari sekretariat Lekra, di mana seniman kiri berkumpul. Seniman kiri
itu dekat dengan PKI. Nyoto adalah pemimpin yang mereka hormati.
Aidit sering ke sana, namun Aidit bukan orang hebat di mata seniman.
Meski mereka sadar Aidit adalah orang besar yang membangun PKI.
Item sering melihat mereka. Terutama jika mengantar Letkol Untung.
***

118
16

Untung akhirnya menikah juga. Untung menikah di usia yang


benar-benar matang. Sudah 38 tahun. Mempelai wanita selisih belasan
tahun darinya. Anak seorang juragan terkenal di Kebumen. Pernikahan
begitu meriah. Sebagai bawahan, Item tak bisa hadir. Item harus berada
di tempat lain. Item sedang diperbantukan di sekitar perbatasan. Item
baru tahu setelah pulang dari perbatasan. Item bahagia mendengarnya.
Di barak, berita perkawinan Untung tentu luar biasa.
“Ada jenderal yang datang waktu komandan kawinan kemaren.”
“Siapa?”
“Suharto.”
“Suharto??”
“Kenapa kamu bingung?”
“Suharto kan di Jakarta. Bukan di Semarang lagi.”
“Iya juga, ya?”
“Mayor Jenderal membawa mobil sendiri dari Jakarta ke
Kebumen. Itu kan perjalanan berat. Jalannya tidak mulus lagi.”
“Ya. Butuh waktu sekitar sembilan jam untuk mencapai Kebumen.
Suharto pergi sama istrinya lagi. Tapi, anak-anak mereka tidak ikut.”
“Tidak biasanya. Seorang jenderal datang jauh-jauh buat
kondangan ke bekas anak buahnya. Ini pasti ada hubungan seperti
kekuarga di antara mereka.”
“Ya. Tidak biasanya, seorang jenderal menghadiri kondangan
bekas bawahannya yang akan menghabiskan masa lajangnya. Apalagi
jarak Jakarta dengan Kebumen tidaklah dekat. Mereka pasti sudah
bukan orang lain lagi. Sudah seperti keluarga. Kalian benar.”
“Untung pasti senang dikunjungi Suharto. Ini sebuah kehormatan
besar.”

119
“Betul, kalau kamu kawin di kampung, didatangi kopral atau
sersanmu saja itu sudah Untung.”
“Mungkin karena Untung andalan Suharto waktu Trikora dulu.”
“Ya Untung kan dapat bintang. Makanya, mau umurnya hampir
kepala empat, tetap saja ada yang mau sama dia. Pahlawan Perang.”
“Kita semua kan bangga punya komandan macam dia.”
“Tapi, sebelum dia kawin. Ke mana dia kalau barangnya dia butuh
dibelai?”
Semua serdadu yang terlibat pembicaraan itu tertawa.
“Mungkin ke Bandungan.”
Tawa mereka pecah lagi. Seorang serdadu baru yang berasal dari
Papua bingung. Tidak tahu Bandungan.
“Apa itu Bandungan?”
Semua tertawa lagi karena ada kawan serdadu mereka yang
belum tahu Bandungan.
“Kamu akan tahu sendiri Broer.”
Satu per satu serdadu yang ada di situ menghilang dan tinggallah
dua orang. Serdadu baru asal Papua dan serdadu lama.
“Apa itu Bandungan?”
“Itu di daerah sana. Sebelum Salatiga. Tempatnya gunung-
gunung.”
“Ada apa di sana?”
“Itu tempat cari senang.”
“Senang?”
“Itu tempat manjakan barangmu. Banyak perempuan mau dijajah
selangkangannya di sana.”
“Astaga.”
Si serdadu lama tertawa.
“Ayo broer kita makan dulu. Nanti kuantar kau ke Bandungan.”
Si serdadu baru asal Papua lalu hanya bisa geleng-geleng. Mereka
tetap bicara sambil berjalan. Bahkan ketika sampai di kantin. Serdadu
baru itu terus penasaran. Dia seperti ingin banyak tahu.
“Siapa itu Suharto?”
“Dulu dia Panglima di sini. Panglima Diponegoro. Tapi terus di
120
sekolahkan.”
“Di sekolahkan? Dia perwira pintar.”
“Kata sersan-sersan bekas KNIL, tidak juga.”
“Lalu kenapa?”
“Dia dicopot jadi Panglima.”
“Kenapa?”
“Dia kena kasus penyelundupan. Sama Lim Siau Liong dan Bob
Hasan.”
“Siapa dua orang itu?”
“Mereka choking kaya. Dekat sama Harto.”
“Ooohhh.”
“Seru kejadiannya. Harto hampir ditampar sama Yani, Panglima
AD sekarang.”
“Kenapa Yani suka main pukul gitu?”
“Karena Harto bikin malu Angkatan Darat. Suharto hampir
dipecat jadi serdadu.”
“Tapi kenapa dia masih jadi Panglima di Jakarta?”
“Ya. Namanya juga serdadu masa kini. Selalu punya koneksi.
Suharto dilindungi Gatot.”
“Gatot Subroto yang pernah jadi Panglima di Makassar itu?”
“Entahlah. Dia pernah jadi Panglima di Makassar atau tidak. Yang
jelas Gatot Subroto bela Harto dan Suharto tak selesai karirnya.”
“Beruntung sekali itu Jenderal.”
“Di sini, orang punya bintang itu seperti dewa. Kita cuma punya
garis.”
Mereka berdua lalu tertawa. Makan siang terasa nikmat bagi
mereka. Mereka akan berlatih lagi. Latihan terjun karena Banteng
Raider harus bisa terjun payung.
Setelah kasus itu, Suharto jadi jenderal pendiam. Dia dijadikan
Panglima pasukan cadangan yang dikenal dengan pasukan buangan
karena pasukannya tak memiliki wilayah seperti Komando Daerah
Militer.
***

121
Item asyik membuka berita. Sebagai bintara intelejen, Item
harus mengikuti semua informasi. Menjelang 1965, isu-isu Dewan
Jenderal menghangat. Item membaca dari Harian Rakyat koran punya
PKI itu bilang, ada sekelompok jenderal yang tidak loyal pada presiden.
Mereka, jenderal-jenderal yang disebut Dewan Jenderal itu, dekat
dengan Amerika. Amerika kan musuh besar revolusi Indonesia yang
dipimpin Sukarno.
“Kenapa pula jenderal-jenderal kita di Jakarta dekat sama
Amerika.”
Item bertanya sama perwira Intelejen yang usianya lebih muda
darinya. Si perwira muda agak tidak suka menjawabnya sebenarnya.
Tapi pertanyaan itu harus dijawab juga.
“Entahlah. Jenderal Yani punya teman yang jadi atase militer di
Jakarta. Kalau tidak salah namanya George Benson.”
“Wah hebat sekali Yani punya teman dari Amerika.”
“Maklum, Yani dulu pernah sekolah di Amerika. Nah George ini
temen sekelasnya.”
“Letnan, saya dengar RPKAD punya M-16 bikinan Amerika?”
“Entahlah Pak, saya belum tahu banyak soal itu.”
“Senapan kita kan biasanya bikinan Sovyet dan Negara Blok Timur
lainnya. Macam AK-47.”
Si perwira Intelejen yang lebih muda daripada Item itu tampaknya
tak tahu banyak soal RPKAD. Karena dia hanya Letnan Dua ingusan yang
baru lulus dari AKABRI. Belum lama jadi tentara. Tak seperti Item yang
hampir dua puluh tahun jadi serdadu.
Item membaca lagi. Isu dewan jenderal itu bermula dari dokumen
yang ditemukan oleh orang-orang pendukung PKI. Dokumen yang
konon ditulis Andrew Gillchrist itu bilang ada kawan di tentara yang
siap melawan Sukarno. Sebagai anggota pasukan Cakrabirawa, Item tak
menyukai siapa pun yang melawan Sukarno. Seorang perwira lain lalu
masuk.
“Sersan Item, kau ditarik jadi intel Kostrad sekarang.”
Item terkejut. Dia tidak lagi jadi Cakrabirawa. Dia tidak lagi

122
mengawal Pemimpin Besar Revolusi. Item merasa kehilangan
kebanggaannya. Item agak kecewa mendengarnya. Tapi sebagai
serdadu, Item harus turut perintah.
“Sersan, minggu depna harus menghadap ke Kostrad di Jakarta.
Dengan Ali Murtopo.”
“Siap, Letnan.”
Item lemas. Item lalu keluar kantor mencari udara segar.
Berharap bertemu bir. Tak sebotol pun bir di dapat. Item lalu ke barak
dan berkemas. Pontianak begitu panas. Item lalu mendapat pinjaman
jeep. Item lalu berjalan-jalan ke Singkawang. Item tak peduli dengan
kantornya.
Meski jalannya sulit, Item berhasil juga mencapai Singkawang.
Kota ini begitu aneh bagi Item. Tak seperti di Semarang. Banyak
China miskin di sini. Jika di luar sana orang China jualan dengan toko
kelontongnya, maka beberapa wanita dari mereka bahkan menjual diri.
Miris juga.
Item teringat lagi pada Mei. Mei yang sudah lama tak dilihatnya.
Item tak mampu memperistri Mei karena Mei tak bisa tinggalkan warung
nasi goreng babinya. Item tampak kacau. Di jalan, Item berpapasan
dengan wanita keturunan China. Putih mulus seperti Mei yang selalu
Item rindukan. Item menghentikan kendaraannya. Item mulai kurang
ajar.
“Kamu punya suami? Mau temani aku malam ini?”
“Datanglah ke rumahku.”
“Di mana?”
“Tidak jauh dari sini.”
“Naiklah.”
Si amoy naik. Jeep berjalan pelan. Jeep berhenti di depan rumah.
Item menyembunyikan jeepnya. Hari mulai gelap. Item diajak masuk ke
dalam rumah. Amoy itu lalu membuatkan teh.
Item menikmati hangatnya teh itu. Setelah tegukan pertama,
si Amoy membuka pakaiannya. Item hanya duduk santai. Setelah tak
mengenakan apa pun, Item mendekat. Item mencium semua bagian

123
tubuh amoy itu. Pelan-pelan, Item lepaskan pakaiannya juga. Dan
selama satu jam lebih mereka berguling di lantai rumah. Amoy itu
menikmati persetubuhan itu. Item jadi semakin bersemangat.
Begitu hasrat itu usai, Item memungut pakaiannya dan
mengenakannya. Si Amoy memilih tetap telanjang. Seolah berharap
persetubuhan di hutan yang seperti itu berlanjut. Item lalu mengeluarkan
uang dari sakunya. Si Amoy tampak tersenyum.
“Ambillah.”
“Jangan, aku tidak bercinta untuk uang ini. Aku bukan pelacur.”
“Baiklah. Aku mujur. Tapi, simpan saja. Bukan karena kita bercinta,
tapi anggap saja kenang-kenangan.”
Si Amoy menerimanya. Dan menyimpannya di tempat rahasia.
Item lalu menghilang dalam gelap malam bersama jeepnya.
***
Item berangkat ke Jakarta juga. Item satu pesawat dengan Brigadir
Jenderal Suparjo. Si Jenderal malang ini tak punya pasukan meski dia
jadi Panglima dalam konfrontasi dengan Malaysia itu. Sebagai Sersan
Mayor, Item memilih diam tak bicara, karena pangkat orang ini jauh
lebih tinggi darinya.
Dua jam mengudara, pesawat tiba di Halim. Item lalu menumpang
sebuah mobil ke Gambir, di mana Kostrad bermarkas. Setelah melapor
pada Ali Murtopo, Item menyimpan junglerifle dan atribut militernya
di asrama Kostrad. Item hanya membawa pistol dan radio handytalky.
Item tak lagi kenakan pakaian militer. Item hanya memakai celana khaki
krem, kaos oblong dan jaket ke mana pun dia pergi. Item dapat perintah
ke Jawa Tengah. Tak ada intruksi harus apa, Item hanya diperintahkan
untuk mengenal medan dan memberi informasi penting jika ada.
Item mulai dari Semarang. Tujuannya tiada lain adalah Mei. Item
memang rindu berat. Hampir lima bulan mereka tidak bertemu. Selama
dua bulan di Kalimantan, Item tidak lagi bisa bertukar kabar pada Mei.
Item sampai Semarang tengah malam.
Item pernah dengar kabar, warung Mei menjadi tempat
berkumpul orang-orang Merah. Namun Mei tak peduli hal itu karena

124
Mei hanya tahu memasak nasi goreng babi. Item tak peduli seperti apa
warung Mei, mau jadi tempat setan berkumpul juga bukan masalah.
Item hanya peduli pada Mei, bukan warungnya.
Di tengah malam gelap itu, item mengetuk pintu. Mei agak malas
membuka pintu sebenarnya. Namun akhirnya terdengar suara.
“Mei, ini aku.”
Mei mengenali suara itu. Mei lalu bukakan pintu. Dan memeluk
tubuh Item yag lama dia rindukan. Hanya Item yang mau Mei sentuh.
Dan sudah lima bulan Mei tak disentuh laki-laki.
Mei tak memperhatikan perubahan penampilan Item. Mei hanya
senang mereka bisa bertemu lagi. Mereka isi pertemuan mereka
dengan bercinta seperti biasa. Tentu saja juga saling mengobrol.
“Item, ke mana saja?”
“Aku tak bisa ceritakan padamu, Mei.”
“Kau harus simpan rahasiamu?”
“Ya. Maafkan aku Mei. Sebaiknya, kau saja yang bercerita tentang
dirimu. Jika kau mau.”
“Baiklah. Asal kau selalu kembali padaku saja. Itu sudah cukup.”
Item tersenyum dan memeluk Mei. Tak lupa memberi kecupan
di kening Mei.
“Mei, aku selalu berusaha kembali padamu. Meski itu sulit dan
tak seperti harapanmu.”
“Kau janji?”
“Ya, aku selalu berusaha tepati seperti kemarin-kemarin.”
Begitu pagi datang, Item mencari sepeda motor sewaan. Dengan
sepeda motor itu, Item keliling Jawa Tengah. Kondisi mulai memanas di
Jakarta. Begitu juga di daerah-daerah termasuk Jawa Tengah. Banyak
rakyat mendukung PKI karena program bagi-bagi tanahnya.
***
Sementara itu, di Jawa Tengah, beberapa perwira menengah
tidak menyukai beberapa Jenderal pemimpin Angkatan Darat. Para
Jenderal di Jakarta dinilai tak peduli pada nasib bawahan dan terbiasa
hidup mewah. Item tahu dan pernah melewati daerah Menteng, di

125
mana banyak rumah para Jenderal termasuk Yani.
Yani dulunya dari Diponegoro juga, namun kata orang dia kena
Jakartanisasi. Item tahu Yani hidup mewah dan poligami. Yani dulu
pernah larang semua anggota Angkatan Darat untuk poligami tanpa izin
istri pertama. Tapi, sang jenderal tetap saja poligami. Dasar jenderal.
Item maklum jika Yani dibenci.
Item dapat kabar juga. Di Jakarta, Sukarno sakit-sakitan. Bahaya
kudeta di depan mata. Ini membuat Letkol Untung dan kawan perwira
progresif mengambil tindakan pencegahan kudeta. Mereka juga tidak
suka pada perwira yang hidup mewah sementara banyak prajurit
bawahan menderita. Item menyimpan simpati pada perwira-perwira
ini. Item hanya menyimpan info-info itu.
Dalam sebulan, penjelajahan Item selesai. Setelah mengembalikan
sepeda motor pinjaman, ia bergerak ke Jakarta. Item akan melapor
pada Ali Murtopo soal apa yang dilakukannya.
“Tulis laporan perjalananmu di Jawa Tengah!”
“Siap Pak, kerjakan.”
Ali Murtopo menghilang dan Item bingung bagaimana
menggunakan mesin tik. Item memaksakan diri belajar sekaligus
mencoba mengetiknya. Item akhirnya menulis laporan setebal lima
belas halaman dalam waktu dua malam. Ali Murtopo tampak puas.
“Sementara kamu di Jakarta dulu. Kalau Jawa Tengah ada
masalah, kamu bergerak ke sana.”
“Siap, Pak.”
“Sekarang kamu jalan-jalan. Mungkin ke Kramat tunggak atau ke
Stasiun Kota.”
Wajah Ali Murtopo yang biasanya pendiam itu mendadak
tersenyum. Wajah beloon Item bikin Ali Murtopo tampak santai.
“Siap, Pak.”
Dengan berjalan kaki dari Gambir, Item menyusuri jalanan
menuju Stasiun kota. Item melewati penjara Glodok, di mana Item
melihat beberapa pemuda gondrong keluar dari penjara. Beberapa
orang menyambut mereka. Item lalu bertanya pada penjual minuman

126
di dekat penjara.
“Ada apa itu, Pak?”
“Koes Bros bebas dari penjara.”
“Koes Bros itu siapa?”
“Masa situ gak tau?”
“Mereka band keren, Bang.”
Item tak ikuti perkembangan musik. Item ingat jika pernah Baca
sebuah artikel di Harian Rakyat soal band yang Ngak NGik Ngok. Di
mana band ini dilarang Sukarno. Mereka terpengaruh Bee Gees dan
Beatles dari Inggris sana.
Item lalu pergi dan membiarkan pembebasan Koes Bros terlewati
olehnya. Musik bukan urusan Item. Item berjalan sampai ke Kota Tua.
Di mana banyak bangunan tinggalan kompeni Belanda tersisa. Masih
megah walau mulai lapuk dimakan usia.
***

127
17

Malam itu, Item hanya duduk-duduk santai, lalu tertidur di


belakang markas Kostrad. Hingga subuh, Item dibangunkan seorang
kopral.
“Bung, bangun. Baru saja ada kabar beberapa jenderal diculik.
Tanggal 30 September itu, Jakarta mendadak sepi. Siang harinya
diumumkan sebuah pengumuman oleh beberapa orang yang mengaku
Dewan Revolusi lewat RRI.

DEKRIT No. I
TENTANG PEMBENTUKAN DEWAN REVOLUSI INDONESIA
I. Demi keselamatan Negara Republik Indonesia, demi pengamanan
pelaksanaan Pantja Sila dan Panitya Azimat Revolusi seluruhnja, demi
keselamatan Angkatan Darat dan Angkatan Bersenjata pada umumnja,
pada waktu tengah malam hari Kemis tanggal 30 September 1965 di
Ibukota Republik Indonesia Djakarta, telah dilangsungkan gerakan
pembersihan terhadap anggota-anggota apa jang menamakan dirinja
buh “Dewan Djenderal” jang telah merentjanakan coup mendjelang
Hari Angkatan Bersendjata 5 Oktober 1965.
Sedjumlah Djenderal telah ditangkap, alat-alat komunikasi dan
objek-objek vital lainnja di Ibukota telah djatuh sepenuhnja ke dalam
kekuasaan “Gerakan 30 September”. “Gerakan 30 September” adalah
gerakan semata-mata dalam tubuh Angkatan Darat untuk mengakhiri
perbuatan sewenang-wenang Djenderal-Djenderal anggota Dewan
Djenderal serta perwira-perwira lainnja jang mendjadi kakitangan
dan simpatisan anggota Dewan Djenderal. Gerakan ini dibantu oleh
pasukan-pasukan bersendjata di luar Angkatan Darat.
II. Untuk melantjarkan tindak-landjut daripada 30 September 1965,

128
maka oleh pimpinan Gerakan 30 September akan dibentuk Dewan
Revolusi Indonesia jang anggotanja terdiri dari orang-orang sivil dan
orang-orang militer jang mendukung Gerakan 30 September tanpa
reserve. Untuk sementara waktu, mendjelang Pemilihan Umum
Madjelis Permusjawaratan Rakjat sesuai dengan Undang-Undang
Dasar 1945, Dewan Revolusi Indonesia mendjadi sumber daripada
segala kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia.
Dewan Revolusi Indonesia adalah alat bagi seluruh bangsa
Indonesia untuk mewudjudkan Pantja Sila dan Panca Azimat
Revolusi seluruhnja. Dewan Revolusi Indonesia dalam kegiatannja
sehari-hari akan diwakili oleh Presidium Dewan jang terdiri dari
Komandan dan Wakil-Wakil Komandan Gerakan 30 September.
III.Dengan djatuhnja segenap kekuasaan Negara ke tangan Dewan
Revolusi Indonesia, maka Kabinet Dwikora dengan sendirinya
berstatus demisioner. Sampai pembentukan Dewan Menteri oleh
Dewan Revolusi Indonesia, para bekas Menteri diwadjibkan
melakukan pekerdjaan-pekerdjaan rutin, mendjaga ketertiban dalam
Departemen masing-masing, dilarang melakukan pengangkatan
pegawai baru dan dilarang mengambil tindakan-tindakan jang bisa
berakibat luas. Semua bekas Menteri berkewadjiban memberikan
pertanggungan djawab kepada Dewan Revolusi Indonesia c.q.
Menteri-menteri baru jang akan ditetapkan oleh Dewan Revolusi
Indonesia.
IV. Sebagai alat dari pada Dewan Revolusi Indonesia, di daerah dibentuk
Dewan Revolusi Provinsi (paling banjak 25 orang), Dewan Revolusi
Kabupaten (paling banjak 15 orang), Dewan Revolusi Ketjamatan
(paling banjak 10 orang), Dewan Revolusi Desa (paling banjak 7
orang), terdiri dari orang-orang sivil dan militer jang mendukung
Gerakan 30 September tanpa reserve. Dewan-Dewan Revolusi Daerah
ini adalah kekuasaan tertinggi untuk daerah jang bersangkutan, dan
jang di Provinsi dan Kabupaten pekerdjaannja dibantu oleh Badan
Pemerintah Harian (BPH) masing-masing, sedangkan di Ketjamatan
dan Desa dibantu oleh Pimpinan Front Nasional setempat jang terdiri

129
dari orang-orang jang mendukung Gerakan 30 September tanpa
reserve.
V. Presidum Dewan Revolusi Indonesia terdiri dari Komandan dan
Wakil-Wakil Komandan Gerakan 30 September. Komandan dan
Wakil-Wakil Komandan Gerakan 30 September adalah Ketua dan
Wakil-Wakil Ketua dewan Revolusi.
VI.Segera sesudah pembentukan Dewan Revolusi Daerah, Ketua
Dewan Revolusi jang bersangkutan harus melaporkan kepada Dewan
Revolusi setingkat diatasnja tentang susunan lengkap anggota Dewan.
Dewan-Dewan Revolusi Provinsi harus mendapat pengesahan
tertulis dari Presidum Dewan Revolusi Indonesia, Dewan Revolusi
Kabupaten harus mendapat pengesahan tertulis dari Dewan Revolusi
Provinsi, dan Dewan Revolusi Ketjamatan dan desa harus mendapat
pengesahan tertulis dari Dewan Revolusi Kabupaten.
KOMANDO GERAKAN 30 SEPTEMBER
Djakarta, 1 Oktober 1965.
Komandan : Letnan Kolonel Untung
Wakil Komandan : Brigdjen Supardjo
Wakil Komandan : Letnan Kolonel Udara Heru
Wakil Komandan : Kolonel Laut Sunardi
Wakil Komandan : Adjun Komisaris Besar Polisi Anwas
Diumumkan oleh Bagian Penerangan Gerakan 30 September pada
tanggal 1 Oktober 1965.
3. Pada waktu dan ditempat sebagaimana diuraikan diatas, telah
ditandatangani sendiri kedudukannja sebagai Komandan gerakan 30
September” merangkap ”Ketua Dewan Revolusi Indonesia” berturut
”Keputusan No 1 tentang susunan Dewan Revolusi Indonesia” dan
”Keputusan No 2 tentang penurunan dan penaikan pangkat” dan
telah mengirimkan/menjuruh mengirimkan untuk disiarkan selalui
siaran Sentral Radio Republik Indonesia dengan maksud tudjuan
membudjuk masyarakat pada umumnya dan tamtama serta bintara
Angkatan Bersendjata Republik Indonesia pada chususnja untuk
mendukung Gerakan 30 September.

130
Isi Keputusan No I dan Keputusan No 2 adalah sebagai berikut:
KEPUTUSAN No. I
TENTANG SUSUNAN DEWAN REVOLUSI INDONESIA
I. Memenuhi isi Dekrit No I tentang pembentukan Dewan Revolusi
Indonesia, maka dengan ini diumumkan anggota-anggota lengkap
dari Dewan Revolusi Indonesia:
1. Letnan Kolonel Untung, Ketua Dewan
2. Brigdjen Supardjo, Wakil Ketua Dewan
3. Letnan Kolonel Udara Heru, Wakil Ketua Dewan
4. Kolonel Laut Sunardi, Wakil Ketua Dewan
5. Adjun Komisaris Besar Polisi Anwas, Wakil Ketua Dewan
6. Omar Dhani, Laksamana Madya Udara
7. Sutjipto Judodihardjo, Inspektur Djenderal Polisi
8. E. Martadinata, Laksamana Madya Laut
9. Dr Subandrio
10. Dr. J Leimena
11. Ir. Surachman
12. Fatah Jasin (golongan Agama)
13. K.H. Siradjudin Abas (golongan Agama)
14. Tjugito (golongan Komunis)
15. Arudji Kartawinata
16. Sjiauw Ghiok Tjan
17. Sumarno S.H.
18. Hartono, Majdjen KKO
19. Sutarto, Brigdjen Polisi
20. Zaini Mansur (Front Pemuda Pusat)
21. Jahja S.H (Front Pemuda Pusat)
22. Sukatno (Front Pemuda Pusat)
23. Bambang Kusnohadi (PPMI)
24. Rahman (Wakil Sekdjen Front Nasional)
25. Hardojo (Mahasiswa)
26. Basuki Rachmat, Majdjen
27. Ryacudu, Brigdjen

131
28. Solichin, Brigdjen
29. Amir Machmud, Brigdjen
30. Andi Rivai, Brigdjen
31. Sudjono, Major Udara
32. Leo Watimena, Komodor Udara
33. Dr. Utami Surjadarma
34. A. Latief, Kolonel
35. Umar Wirahadikusuma, Majdjen
36. Nj. Supeni
37. Nj. Mahmudah Mawardi
38. Nj. Suharti Suwarto
39. Fatah, Kolonel
40. Suharman, Kolonel
41. Samsu Sutjipto, Kolonel Laut
42. Suhardi (Wartawan)
43. Drs. Sumartono, Komisaris Besar Polisi
44. Djunta Suwardi
45. Karim D.P. (Persatuan Wartawan Indonesia)
II. Ketua dan Wakil-Wakil Ketua merupakan Presidium Dewan Revolusi
Indonesia jang diantara dua sidang lengkap Dewan bertindak atas
nama Dewan.
III. Semua anggota Dewan Revolusi Indonesia dari kalangan sivil diberi
hak memberi hak memakai tanda pangkat Letnan Kolonel atau
jang setingkat. Anggota Dewan Revolusi Indonesia dari kalangan
Angkatan Bersendjata tetap dengan pangkat lama, ketjuali jang lebih
tinggi dari Letnan Kolonel diharuskan memakai jang sama dengan
pangkat Komandan Gerakan 30 September atau jang setingkat.
KOMANDAN GERAKAN 30 SEPTEMBER
Ketua Dewan Revolusi Indonesia
ttd.
(Letnan Kolonel Untung)
Djakarta, 1 Oktober Diumumkan oleh Bagian Penerangan Gerakan 30
September pada 1 Oktober 1965.

132
KEPUTUSAN NO.2
TENTANG PENURUNAN DAN PENAIKAN PANGKAT
I. Berhubung segenap kekuasaan dalam Negara Republik Indonesia
pada tanggal 30 September 1965 diambil-alih oleh Gerakan 30
September jang Komandannja adalah perwira dengan pangkat Letnan
Kolonel, maka dengan ini dinjatakan tidak berlaku lagi pangkat
dalam Angkatan Bersendjata Republik Indonesia jang diatas Letnan
Kolonel atau setingkat. Semua perwira jang tadinja berpangkat
diatas Letnan Kolonel harus menjatakan kesetiaannja setjara tertulis
kepada Dewan Revolusi Indonesia dan baru sesudah itu tak berhak
memakai tanda Letnan Kolonel. Letnan Kolonel adalah pangkat jang
tertinggi dalam Angkatan Bersendjata Negara Republik Indonesia.
II. Karena pada dasarnja Gerakan 30 September pada dasarnja gerakan
dari pada prajurit bawahan, terutama pada tamtama dan bintara,
maka dengan ini dinjatakan, bahwa semua tamtama dan bintara
dari semua Angkatan Bersendjata RI jang mendukung Gerakan 30
September dinaikkan satu tingkat lebih tinggi dari pada sebelum
tanggal Gerakan 30 September 1965.
III. Semua tamtama dan bintara jang langsung ambil bagian dalam
gerakan pembersihan terhadap anggota-anggota Dewan Djenderal
pada tanggal Gerakan 30 September 1965 malam di Djakarta,
dinaikkan pangkatnja 2 tingkat lebih tinggi dari pada sebelum tanggal
Gerakan 30 September 1965.
Komandan Gerakan 30 September/
Ketua Dewan Revolusi Indonesia
ttd.
(Letnan Kolonel Untung)
Djakarta, 1 Oktober Diumumkan oleh Bagian Penerangan Gerakan 30
September pada 1 Oktober 1965.

Begitulah bunyi pengumuman dari RRI. Item tidak menyangka


Untung menjadi pemimpin sebuah Dewan. Untung yang dikenal Item

133
adalah sosok yang begitu pendiam. Mustahil dia berani memimpin
sebuah dewan di mana dewan itu adalah dewan yang sifatnya nasional,
macam dewan revolusi.
Item memilih diam sejenak siang itu. Item hanya menunggu
perintah. Item ingat di lapangan Monas, sudah berkemah pasukan
Banteng Raiders dari Srondol. Beberapa masih mengenal Item.
Ali Murtopo, juga pernah jadi komandan Banteng Raider. Ali lalu
menghampiri Item.
“Item, cari tahu pasukan di luar sana berpihak ke mana? Lapor
pada saya jika kamu sudah yakin.”
“Siap, Pak.”
***
Item lalu bergerak. Dengan pistol dipinggang dan HT Item berlari
ke Lapangan Monas dengan menerobos Stasiun Gambir. Item lalu minta
bertemu dengan komandan Banteng Raider yang ada di kemah.
“Kapten Suradi, Pak Ali Murtopo kirim saya. Pak Ali di Kostrad
sekarang.”
“Ada apa? Kamu Raider juga kan. Bekas anak buah Untung juga.”
“Siap, Benar Kapten.”
“Kenapa Pak Ali kirim jenengan?”
“Pak Ali mau tahu kalian berpihak pada siapa?”
“Berpihak?”
“Ya berpihak pada siapa? Kalian tahu Dewan Jenderal?”
“Kami kemari atas perintah Pangkostrad dalam rangka perayaan
5 Oktober.”
“Boleh saya hubungi Pak Ali, biar Kapten bisa bicara langsung.”
“Silahkan.”
Item lalu menyalakan HT-nya. Dia segera terhubung dengan
markas Kostrad.
“Kirim pesan ke Pak Ali, mereka tidak tahu berpihak pada siapa.”
Ali Murtopo ada disitu. Dan menyamber mikropon.
“Mana Suradi?”
“Siap. Ini dia, Pak.”

134
“Suradi, kamu ikut Untung apa tidak?”
“Siap Pak tidak. Saya di sini atas perintah Pangkostrad.”
“Kamu di pihak kami?”
“Siap Pak, Betul. “
“Kasih ke Item lagi!”
HT lalu diberikan kapten Suradi pada Item.
“Item, sekarang kamu cari tahu di mana Untung. Bawa mobil dan
beberapa anggota berseragam.”
“Siap, Pak.”
Item lalu kembali ke Markas. Sampai depan markas, dua serdadu
dan sebuah jeep menunggu.
“Siap berangkat, Sersan.”
“Baik, kita ke Cidurian.”
Jeep bergerak ke Cidurian mencari Letkol Untung. Namun yang
bersangutan tidak ada. Mereka melewati beberapa penjagaan tentara
karena beberapa jenderal telah diculik.
“Item, coba cek ke Halim.”
“Siap, Pak.”
Mobil pun meluncur ke arah Cililitan. Jeep melaju kencang. Item
akhirnya menemukan beberapa pasukan Cakrabirawa yang berjalan
kaki. Jeep berhenti. Item turun dan dua Kostrad menunggu di mobil.
“Ke mana kalian?”
“Tidak tahu, Pak.”
“Kami mau kembali ke asrama.”
Item kenal mereka dari Banteng Raider juga. Mereka tampak
lelah. Tapi Item merasa harus bertanya.
“Tahu di mana Pak Untung?’
“Tidak Pak, terakhir lihat di Lubang Buaya. Di mana dia sekarang
saya tidak tahu.”
“Ada apa di Lubang Buaya?”
Awalnya anggota Cakra dari Banteng Raider itu tidak mau bicara,
namun karena Item juga orang Raider, maka mereka pun cerita.
“Kami culik Yani dan lainnya, Pak. Tapi kami tak membunuhnya.”

135
“Lalu,”
“Sampai sana, yang masih hidup ditembaki, Pak.”
“Yani wes dipateni, Pak.”
“Apa yang dilakukan Pak Untung.”
“Pak Untung hanya bisa diam, Pak. Dia tidak bisa berbuat apa-apa
Pak. Dia juga kelihatan bingung mau diapakan jenderal-jenderal itu.”
Item tidak peduli dengan para Jenderal itu. Kemungkinan Untung
sudah tidak ada di Halim. Item hanya bisa memutari komplek Halim
yang luas. Halim dijaga PGT dan itu bukan daerah terbuka. Akhirnya,
Item beri laporan mengecewakan ke Ali Murtopo.
“Pak, Untung tidak kami temukan. Dia sudah menghilang.”
“Kembali ke Markas.”
“Siap, Pak.”
Esok harinya, terjadi pertempuran di sekitar Halim. Di mana
RPKAD dan PGT bertemu. Pertempuran itu singkat dan memakan
korban beberapa serdadu. Item tak ada di sana. Item hanya bertahan
di markas.
Item baru keluar markas, ketika para jenderal yang diculik
ditemukan lalu dimakamkan. Item ikut mengawasi keadaan di jalan
yang dilalui iringan jenazah yang akan dibawa ke Kalibata.
Item melihat RPKAD mengawal jenazah korban penculikan.
RPKAD memakai senapan M-16. Petinggi Angkatan Darat tampak
ketakutan hingga senjata dari musuh Presiden pun mereka keluarkan.
Item merasa, Dewan Jenderal yang anti Presiden itu ada, meski mereka
tak namakan diri Dewan Jenderal. Mereka memang terima senjata dari
Amerika. Mungkin mereka akan kudeta Sukarno suatu hari.
Pemakaman tampak khidmat. Suharto tampak satu-satunya orang
penting. Dia satu-satunya Panglima yang punya pasukan. Atasannya,
sekaligus rivalnya, sudah tewas oleh pasukan gerakan 30 September.
Suharto pakai seragam loreng dan kacamata hitam.
***

136
18

Kondisi kian memanas. Ali lalu kirim Item ke Jawa Tengah. Item
datang bersama pasukan RPKAD yang dipimpin langsung oleh Kolonel
Sarwo Edhi Wibowo. Kolonel ini kawan dekat Jenderal Yani. Mereka
seperti kakak dan adik. Item ikut bersama Sarwo Edhi karena Item
adalah intel yang pernah susuri daerah Jawa Tengah yang bisa dipercaya.
Dalam waktu cepat, pasukan RPKAD menggilas orang-orang komunis.
Ribuan orang jadi korban. Entah yang pengikut komunis sejati,
yang ikut-ikutan komunis, dan yang dituduh komunis, jadi korban
semuanya. Suatu kali, Item pernah kunjungi sebuh desa yang disapu
RPKAD. Ketika ditanya pada penduduk siapa yang komunis, seorang
warga menunjukan seorang yang dianggap komunis.
Orang yang dituduh komunis pun diseret. Item lalu memasuki
rumah orang yang diseret. Ditemukannya Al Qur’an. Item kaget. Item
juga tak temukan atribut partai komunis. Item gelengkan kepala. Ketika
Item keluar, orang yang dituduh komunis tadi sudah digebuk sampai
habis. Diam-diam Item bertanya pada tetangga orang yang dituduh
komunis tadi.
“Kenapa dia ditunjuk?”
“Wong asu kae pengen lemahe, Pak?”
Item geleng-geleng. Ini bukan lagi pembersihan orang komunis.
Ini adalah pembersihan orang-orang yang tak disukai. Dengan
pembersihan ini, kita bisa bersihkan saudara yang kita benci, tetangga
yang kita benci, agar bisa kuasai tanah mereka. Begitulah yang ada dalam
pikiran mereka. Item temui hal itu di banyak tempat. Pembunuhan tak
bisa dihentikan.
Item mulai jijik juga dengan tentara rakyat yang disebut ABRI itu.
Di KNIL, Item tak pernah dapat perintah membersihkan orang-orang

137
tertentu yang punya pandangan politik berbeda dengan penguasa.
Mereka mengaku lebih hebat daripada KNIL, tapi mereka sekarang
hanya bisa bantai orang tak bersenjata.
Pembantaian ini begitu melelahkan. Tidak hanya bagi Item, tapi
juga bagi Kolonel Sarwo Edhi. Item sering diajak bermobil dengan Sarwo
Edhi. Kolonel sering mengunjungi rumah janda Kolonel Katamso. Item
pernah lihat, janda itu sangat cantik untuk ukuran wanita berumur.
Item tahu kenapa Kolonel sering datang. Kolonel tampak lelah dan ingin
berbagi dengan si janda yang sedih berat ditinggal mati sang suami.
Item biasanya meninggalkan kolonel di rumah si janda. Item
kadang rindu Mei lagi ketika lihat si kolonel berduaan dengan si janda.
Item lalu sasarkan dirinya sejenak ke Pasar Kembang, selatan Stasiun
Tugu.
Setelah tawar-menawar yang penuh basa-basi, Item masuk
kamar bersama wanita yang diingininya, meski tak mengenalnya. Item
hanya memilih wanita berkulit putih, dan sesekali berkulit gelap untuk
melupakan Mei. Tentu saja ada yang berbeda. Tidak ada wanita yang
hebat di atas ranjang selain Mei menurut Item. Pasar Kembang hanya
pelarian tanpa arti.
***
Semarang juga ikut memanas pasca kematian perwira tinggi
Angkatan Darat. Semua hal berbau komunis atau kaum merah dibakar.
Warung Mei pun jadi sasaran. Warung itu dibakar dan Mei dipaksa
keluar.
“PKI kowe!”
“Gendak PKI! Keluar kowe.”
Mei tak bisa berkata apa pun. Massa beringas memakinya. Juga
menghancurkan warungnya.
“Kamu orang PKI, kan? Ayo ngaku!””
“Saya bukan PKI. Saya bukan anggota PKI, Pak.. ampun.”
Mei hanya bisa menangis. Hidupnya dihancurkan. Mei dianggap
komunis, meski Mei tak tahu apa itu komunis dan tak pernah beri tanda
tangan apa pun di kertas kaum merah. Mei jadi sasaran kemarahan.

138
Mei jadi korban kebodohan orang Indonesia yang tukang
menuduh tanpa berpikir panjang. Orang-orang yang tidak bisa bedakan
mana komunis dan mana yang bukan. Orang-orang yang hanya tahu,
orang yang dekat dengan orang komunis ya berarti komunis. Orang-
orang dengan akal pendek dan mata tertutup pada dunia luar.
Mei lalu diamankan oleh Polisi. Jelang tengah malam, Mei diam-
diam dijemput dan dibawa ke belakang kantor sebuah Partai. Mei
dimasukan ke sebuah kamar. Arjuno lalu muncul. Mei agak terkejut
melihat pria menyebalkan itu.
“Mei, turuti aku. Kau tidak akan dapat masalah lagi.”
Mei hanya terdiam. Mei tahu apa yang diinginkan laki-laki bejat
ini. Sebuah persetubuhan. Arjuno membuka bajunya. Lalu celananya.
Dia mendekat pada Mei dengan penuh percaya diri. Sebotol kecil obat
kuat baru saja dia habiskan, jadi dia siap menerkam mangsanya.
Mei tak berdaya. Arjuno pun semakin merajalela. Satu per
satu kancing baju Mei dicopot Arjuno. Celana dalam Mei dirusak.
Nafsu Arjuno yang sekian lama tak tertahan pun meledak. Arjuno lalu
menyetubuhi Mei dengan buasnya. Tanpa kehangatan, kecuali nafsu
yang membabi-buta.
Mei hanya bisa diam. Dia tampak begitu lemah. Dia mulai
menderita sejak kehilangan warungnya. Kini dia kehilangan
kebebasannya. Mei tak bisa lagi berdoa dan minta perlindungan. Tak
satu pun melindunginya dari nafsu berahi Arjuno.
Begitu nafsu tersalur, Arjuno pergi dan Mei hanya terkapar polos
di ranjang belakang kantor partai. Mei tak dikembalikan ke sel kantor
polisi namun jadi barang rampasan ketua partai baru, yang tak lain
adalah Arjuno. Kapan saja Arjuno mau, Mei akan jadi budak berahinya.
***
Kerinduan Item pada Mei mencapai puncaknya. Pada kolonel
Sarwo Edhi, Item pamit sebentar ke Semarang sebentar. Item diizinkan
bahkan diberi pinjaman jeep. Begitu dapat izin Item berangkat. Setelah
isi bensin, Item melaju menyusuri Sleman, Muntilan, Magelang,
Ungaran, dan akhirnya Semarang.

139
Item lalu menyusuri jajaran warung, di mana warung Mei berada.
Item terkejut dan menyaksikan warung Mei porak-poranda. Ikut
memeriksa warung itu. Item merasa, belum sehari warung itu dibakar.
Beberapa warga sok tahu yang berjaga memaki.
“Hei, ngapain kamu?”
“Saya intel ABRI, mau periksa situ mau apa?”
Setelah lihat kartu anggota, pistol dan HT yang di pinggang Item
mereka semua percaya. Dasar orang Indonesia sok tahu.
“Ke mana orang yang punya?”
“Di kantor polisi, Pak.”
Item lalu ke kantor polisi. Sampai sana, Item perkenalkan diri.
Item bertanya soal perempuan yang sore tadi dibawa ke kantor itu. Item
bertanya dengan sopan, namun polisi di sana tampak kalang kabut. Tak
berani jawab. Item lalu mengancam.
“Saya kenal satu jenderal polisi di Jakarta, dia bisa pecat kalian
kalau kalian tidak katakan di mana perempuan yang seharusnya kalian
tahan tidak di sini. Saya catat nama kalian sekarang.”
Semua ketakutan. Akhirnya salah seorang maju, dan
memberanikan diri memberitahu karena takut kehilangan pekerjaan
jadi polisi.
“Dia dibawa ke Pak Arjuno, Pak. Ketua Partai Baru, Pak.”
Item kesal dengar nama Arjuno, kantor polisi terkutuk itu pun
ditinggalkan. Item tahu apa yang dilakukan Arjuno pada wanita yang
dicintainya itu. Item lalu berputar dari Semarang. Melihat kondisi
Semarang yang agak mencekam. Jeep Item akhirnya menuju ke arah
Candi.
Jeep Item berhenti di depan rumah Arjuno. Item mengetuk pintu.
Dan Nyonya rumah dengan kesal menjawab dari dalam.
“Bapak tidak ada.”
Item mengetuk lagi. Item nampak kesal. Akhirnya, batang hidung
si Nyonya Rumah muncul. Nyonya rumah terkejut dengan pria yang
dilihatnya di depan pintu.
“Masuk, Mas.”

140
Item masuk dan menutup pintu. Lalu membuka bajunya. Nyonya
Rumah, rupanya kembali seperti Sri yang di kapal lima tahun silam.
Ingin selingkuh lagi. Karena selingkuh itu indah.
Sri juga melepas dasternya. Hingga hanya celana dalam dan
kutang saja yang tersisa. Mereka saling berciuman dan memeluk.
Mereka berguling di atas karpet. Item tak peduli suami Sri bernama
Arjuno pulang memergoki mereka. Semakin Arjuno tahu, Item semakin
senang.
Item makin bernafsu menyetubuhi Sri. Namun, Item tetap lembut
dan perlahan seperti pecinta hebat. Mereka bergulat cukup lama. Sri
merasakan lagi kenikmatan yang sempat hilang itu. Sri merasakan lagi
sentuhan Item yang hebat itu.
Satu sama. Begitu skor antara Item dan Arjuno. Item adalah
musuh rahasia yang tak disadari Arjuno. Arjuno perkosa Mei, maka
Item setubuhi Sri yang masih tetap istri Arjuno meski mandul.
“Kapan mas ke sini lagi?”
“Entahlah.”
“Ini bukan yang terakhir?”
Srikandi begitu berharap. Srikandi tak butuhkan lagi kehangatan
dari Arjuno. Sri hanya butuh belaian hangat dari seorang Item yang
mudah datang dan mudah pergi bagi Sri.
Selanjutnya, Item tetap jadi teman selingkuh Sri. Mereka bisa
bercinta di mana saja. Bisa di Bandungan, Kaliurang atau tempat lain
yang memungkinkan, kecuali kuburan. Mereka bercinta di mana pun,
mereka tak peduli pada Arjuno yang tak bisa mencium hubungan itu.
Item merasa sulit membebaskan Mei. Mei pun menghilang dalam
hidup Item sementara waktu. Mei beberapa malam dalam sekapan
Arjuno. Hingga Arjuno bosan. Karena wanita muda di kota Semarang
juga tak kalah menggoda. Mei lalu ditempatkan di penjara dalam kota.
Item tak bisa mencarinya. Item begitu ingin kembali ke pangkuan Mei
yang hangat.
***

141
19

Door..!!
Sebutir peluru memecah fajar. Keheningan sahdu berubah
mencekam. Seorang laki-laki tewas terkapar. Sebutir peluru menembus
kepalanya. Peluru melintas dari bagian tengkorak kepalanya. Beruntung,
istri dan anak-anak yang mencintai laki-laki ini tak di rumah. Mereka
tidak menjadi saksi atas pembunuhan keji ini.
Si penembak berlari. Dia dicekam rasa bersalah. Dia berlari dari
rumah korban menuju jeep. Jeep langsung berjalan menuju jalan raya,
lalu melaju kencang keluar kota. Sopir jeep merasa maklum atas apa
yang dialami penembak.
“Ini memang bikin gila, Bung.”
“Aku merasa seperti pengecut.”
“Jika kau merasa dirimu pengecut, aku lebih pengecut lagi kawan!
Itu kenapa aku menyuruhmu menembaknya.”
“Harusnya, aku tadi tembak kepalamu lebih dulu, Kawan.”
“Ini bukan salahmu. Ini salah aku, karena aku menyuruhmu.”
“Kau boleh menembakku setelah ini, Bung. Tujuan tercapai dan
aku sudah tembak itu Jenderal.”
“Aku tak perlu bunuh kau. Kau juga tidak perlu mati dalam
permainan bodoh ini. Atasan cuma mau jenderal itu mati.”
“Ikan Paus keparat.”
“Sangat keparat sekali.”
“Lagi pula, apa salah jenderal itu.”
“Dia tidak salah, Bung. Kalau ada salah dia itu karena dia pengikut
setia Bung Karno.”
“Itukah tujuan dari operasi Ikan Paus keparat ini?”
“Sepertinya begitu, tinggal beri cap G 30 S/PKI pada pengikut

142
Sukarno pada orang yang tak kita sukai, maka masalah beres. Penguasa
senang.”
“Kau bukannya bekas Cakra, pasti setia pada Bung Karno?”
“Meraka merenggut aku jadi Cakra. Mereka sudah jadikan aku
bajingan seperti ini sekarang.”
“Kau hebat sekali. Masih bisa bersikap tenang. Bisakah kau
biarkan aku menghilang?”
“Ke mana pun kau mau kuantar.”
“Terima kasih, kau juga boleh membunuhku kapan saja. Aku
merasa ada yang aneh dalam hidupku.”
“Kita membunuh untuk orang-orang berengsek yang berkuasa.”
“Ya. Mengerikan sekali.”
Jeep berhenti di sebuah stasiun. Sebuah kereta akan berangkat
ke kota lain.
“Bawalah uang ini, Bung. Lupakan operasi bodoh ini.”
“Pasti, Bung. Pasukan Pendarat pasti pilu merasakan ini.”
“Sebelum Jenderal mereka mati, mereka sebagai pasukan
pendarat sudah dikebiri. Tak sekuat di zaman pemimpin besar. Kalau
dulu 15.000 sekarang tinggal 3.000 saja.”
“Gila. Angkatan Laut kita akan tenggelam.”
“Tentu saja. Presiden baru kita tak butuh dan tak ingin Angkatan
Laut kuat. Dia cuma ingin berkuasa.”
“Dan kita cuma jadi pesuruh?”
“Lebih rendah dari itu, Bung. Kita adalah anjingnya. Anjing Hitam.”
“Ya. Anjing hitam. Kau betul.”
“Tapi, kau tak lagi jadi Anjing Hitam jika menjauh dariku.”
“Aku pergi, Bung. Suatu hari aku akan mencarimu.”
“Pergilah kawan. Jangan sampai penguasa menyentuhmu.”
“Pasti, Bung.”
Mereka lalu berpisah. Item hanya bisa pandangi kawan lamanya
itu memasuki
Stasiun. Dia akan menghilang lama. Entah sampai kapan. Mungkin
sampai penguasa bertobat.

143
Esok harinya, kematian seorang Jenderal Pasukan Pendarat
jadi berita utama di Koran-koran Ibukota. Pemerintah memberikan
pernyataan jika sang Jenderal bunuh diri. Seorang jenderal yang jadi
orang dekat, Jenderal Suharto, bahkan sepakat jika si jenderal bunuh
diri. Namun, Item tahu banyak prajurit Angkatan Laut tak percaya pada
jenderal penjilat ini.
***
Item bergerak bebas sekarang. Beda seperti zaman serdadu dulu.
Item hanya perlu berjalan-jalan dari satu kota ke kota lain. Entah Jakarta,
Semarang, Bandung, Medan dan lainnya. Item biasanya diperintahkan
mengunjungki kota di mana pengikut komunis mengakar. Item kadang
merasa ini derita yang tanpa akhir. Perintah membunuh orang kerap
diterima Item. Karenanya, atasan baru Item beri tugas baru.
“Kamu bikin pasukan kecil. Biar tugasmu enak.”
“Baik, Pak.”
“Ini dana operasi. Sekarang pilih orang.”
Si atasan lalu memberi berkas calon anggota dari pasukan Item.
Semua sudah pernah membunuh. Kebanyakan bekas tentara. Ada
juga bekas polisi nakal tukang buat onar. Item periksa juga uang dana
operasi. Item merasa itu kurang. Seperti ada yang disunat. Item sadar
ini adalah zaman sunat. Apa saja bisa disunat. Apalagi duit.
Item keluar ruangan dan mencari anggota tim pembunuhnya.
Item mendatangi mereka satu per satu. Ada yang sedang latihan
menembak pistol. Orang yang direkomendasikan ternyata jago tembak.
Item lalu menariknya.
“Siapa namamu?”
“Mamat, Pak. Orang biasa panggil Mat Pelor.”
“Kamu ikut saya sekarang.”
“Siap, Pak.”
Setelah itu, Item ke tempat latihan judo. Orang yang
direkomendasikan padanya sedang bertarung. Kuncian orang ini tak
mampu dilepas lawannya. Bantingannya tak bisa dihindari. Item lalu
panggil orang itu.

144
“Kamu ikut saya, Budi Setianto?”
“Siap, Pak. Panggil saya Butho.”
Item tertawa mendengarnya. Butho memang seperti butho
dalam mitos-mitos Jawa, berbadan besar menakutkan. Item lalu ke
tempat lain. Item menemukan ahli penyadap yang biasa disapa Indra.
Dia ahli dalam hal komunikasi. Dan terakhir seorang tukang kebut yang
biasa disapa Entong. Tim pembunuh sudah siap, mereka siap menerima
tugas baru.
Dalam tahun itu, mereka berhasil membunuh empat lawan politik
penguasa. Semuanya bersih tanpa ada jejak tertinggal. Biasanya mereka
megintai korban, mempelajari kebiasaannya, membuat pengalihan, lalu
menghabisi korbannya di tempat tak terjangkau orang. Setelah korban
dihabisi, mereka keluar kota dan baru kembali ke ibukota setelah
beberapa hari. Mereka jadi andalan.
“Semua aman dan beres. Kerja kalian bagus.”
Atasan Item memuji. Si atasan tak pernah sebut nama atasan di
atasnya pada Item. Item tak pernah bertanya siapa saja yang menjadi
atasannya. Yang Item tahu hanya orang biasa disapa Barjo. Barjo bukan
orang baru di dunia intel. Dia banyak jalani tugas sebagai intel tentara.
Konon, Barjo pernah membunuh seorang menteri komunis di zaman
revolusi. Barjo termasuk legenda dunia intel.
“Item, apa nama tim kamu?”
“Panggil saja Anggrek Hitam, Pak.”
“Baiklah, tunggu perintah selanjutnya. Bersiaplah dengan
panggilanku.”
“Siap, Pak. Anggrek Hitam siap.
“Bagus, bersiaplah!”
***
Item masih punya perasaaan sama pada Mei. Wanitanya yang
agak sulit dilacak. Kemudian Item tahu jika Mei dipenjarakan di sebuah
kota di Jawa Tengah. Setelah Arjuno puas dengan tubuh Mei, karena
masih banyak tubuh wanita lain, Mei dipulangkan Arjuno ke tahanan.
Mei yang buta politik itu jadi tahanan politik. Mei kehilangan semuanya,

145
termasuk warung nasi goreng babi.
Sementara itu, dalam pencarian terselubungnya, Item kerap
terjebak dalam pelukan wanita lain. Seperti Sri atau penghuni-penghuni
Kramat Tunggak, Pasar Kembang, Saritem dan lainnya. Semua dalam
rangka tugas Item sebagai intel juga. Dunia pelacuran adalah dunia
bawah. Dunia akar rumput yang harus dipahami dan dikuasai Item.
Dalam kesepiannya, Item kadang mendatangi rumah pejabat
tertentu. Pejabat yang jarang di rumah. Item akan pura-pura bertamu
memastikan semua sepi, lalu memperkosa istri si pejabat. Seperti para
pejabat itu memperkosa rakyat Indonesia. Pejabat memang dihormati
layaknya ningrat, namun dengan halus dan licin mereka menghisap
rakyat banyak.
Di Jakarta, Item biasa ke rumah Arimbi. Dia masih turunan ningrat
dan masih terikat perkawinan dengan seorang pejabat pemerintah.
Mereka punya anak yang sekolah di luar negeri. Item biasa bertandang
di pagi hari, setelah si suami pergi. Item akan memarkir mobil jauh dari
rumah Arimbi dan diam-diam memasuki rumah. Biasanya Arimbi sudah
menunggu.
“Masih mau seperti kemarin?”
“Tentu saja, lebih panas dari kemarin.”
“Buka dastermu!”
Arimbi menurut dan Item mulai menciumi seluruh tubuh Arimbi
yang nyaris keriput. Item tetap menikmatinya sebagai laki-laki. Rasa
selangkangan tetap saja sama, hanya masalah bagaimana menikmati.
Soal menikmati dan berbagi di atas ranjang, Item pandai soal itu. Jauh
lebih pandai daripada pejabat-pejabat pemerintah Suharto.
“Kau lebih hebat dari suamiku. Lembut tapi tetap jantan. Dia tak
bisa sepertimu.”
“Oh ya.”
“Kau selalu mulai dengan sentuhan hangat.”
“Seperti apa dia menyentuhmu, Arimbi?”
“Dia hanya turuti hasratnya. Nafsunya membabi-buta. Dia sulit
perlahan. Kau selalu menciumiku dari ujung kaki sampai ujung rambut.”

146
“Dia terlalu sibuk dengan dunianya?”
“Dia kadang jarang pulang.”
“Ke mana?”
“Mungkin ke Puncak. Bersama simpanan-simpanannya yang
masih bau kencur. Dia tinggalkan aku karena aku tak sekencang dulu.
Aku kesepian. Dan kau datang di saat yang tepat.”
“Dulu dia pecinta hebat?”
“Dulu sekali, waktu kami masih susah. Waktu dia belum jadi
orang.”
“Kalau sudah mau habis umurnya, dia pasti akan bersamamu lagi.
Dia akan pulang padamu ketika akan tutup mata.”
***

147
20

Bulan tampak lelah hari itu. Dia harus berpindah-pindah rumah


untuk mengajar les piano. Beruntung Jogja bukan kota besar baginya.
Beruntung pula, Bulan punya sepeda mini hasil tabungan dari les
pianonya. Bulan menaruh sepedanya depan kursi Taman Pancasila. Lalu
dibukanya lagi novel barunya, Gadis Pantai.
Seorang pemuda kribo lalu melintas di hadapannya. Si pemuda
kribo melihat halaman muka buku itu. Agak terkejut si pemuda kribo itu.
Si pemuda kribo melihat kanan dan kiri dan menghampiri Bulan. Bulan
agak kaget, pemuda kribo berpenampilan lusuh itu menghampirinya.
“Kau tahu apa yang kau baca?”
“Ya, aku tahu.”
“Hati-hati, mereka akan menggantungmu.”
“Siapa mereka?”
“Agen rezim. Mereka benci Pram.”
“Kenapa?”
“Kau tahu, orang ini dibawa ke Pulau Buru.”
“Tapi, aku tidak tahu kalau dia musuh pemerintah.”
“Ayahku bilang, dia penulis hebat. Dia peduli derita kaum
tertindas. Dia pemimpin Lekra juga. Makanya dia masuk bui.”
“Aku baru tahu. Aku hanya suka baca novel dan tak tahu apa-apa
soal politik.”
“Ya. Aku tahu anak IKIP nanti jadi guru jadi tak perlu berpolitik.”
“Ya. Aku cuma mau jadi guru di Balikpapan nanti.”
“Balikpapan?”
“Iya. Balikpapan. Kenapa?”
“Tidak, jauh sekali ke sana.”
“Di sana rumahku.”

148
“Dalam kabut biru?”
Mereka berdua lalu tertawa. Mereka teringat lagu Kembali ke
Jakarta. Mereka lalu menyanyikannya bersama.
“Di sana rumahku, dalam kabut biru.
Di sana kasihku berdiri menunggu.
Di batas waktu yang tertentu…”
Setelah bait ketiga, mereka tertawa dan lagu mendadak usai.
Lagu yang ditulis Tonny Koeswoyo di masa suram pasca pembantaian
massal 1965/1966 itu menghibur sore mereka berdua.
“Aku kadang mainkan lagu itu dengan piano.”
“Aku sesekali memainkannya dengan gitar fender-ku.”
“Kau suka lagu ini?”
“Ya, aku suka. Tonny Koeswoyo tulis lagu ini waktu dia pergi ke
Jawa Timur kalau tidak salah. Dia merasa harus kembali ke Jakarta pada
suatu hari. Apa pun kondisinya. Dan, dia memang kembali ke Jakarta.
Lagu ini adalah buktinya.”
“Kau tahu tentang Tonny?”
“Ya. Ayahku, walaupun tua dia suka musik ngak ngik nguk macam
mereka. Ayah dulu sembunyikan piringan hitamnya Koes Bersaudara
waktu mereka dilarang. Ayah kenalkan aku pada Koes Plus.”
“Aku kira kau suka musik rock saja.”
“Aku suka rock. Itu musik pemberontakan. Anak muda biasanya
suka. Aku salah satu dari mereka. Tapi, aku sering dengar lagu pop juga.”
“Kau tidak pernah kena razia rambut?”
Pemuda kribo itu tertawa.
“Mereka sudah bosan razia rambut kami. Mau dipotong tetap
gondrong juga. Aneh Negara kok urusin rambut orang.”
Giliran Bulan tertawa mendengar gaya pemuda kribo ini bicara.
Bulan lalu menutup bukunya dan menuju sepedanya. Si pemuda kribo
mengikutinya. Mereka terus mengobrol sambil jalan. Sepeda hanya
bisa ditenteng saja oleh Bulan, karena pemuda kribo itu tak mau pergi.
Mereka melintasi Karangmalang. Lalu ke selatan menembus
jalan Colombo. Setelah menyeberang dan disapa kawan-kawan mereka

149
yang melintas, mereka berjalan ke arah barat. Perjalanan mereka lalu
berakhir di depan asrama Syantikara. Si pemuda kribo mengernyitkan
dahi.
“Kamu tinggal di sini?”
“Iya.”
“Sama suster-suster itu?”
“Betul sekali.”
“Kamu ingin seperti mereka?”
Bulan tertawa. Lalu melintas kawan seasrama Bulan.
“Hai, Bulan..”
“Hallo.”
“Nama kamu Bulan, ya? Aku Walmiki.”
Bulan hanya tersenyum melihat tingkah agak tengil bocah kribo
yang ternyata bernama Walmiki itu.
“Aku masuk dulu, ya, Walmiki.”
“Silahkan. Sayonara.”
Mereka berdua tersenyum. Bulan masuk asrama dan Walmiki
jalan kaki kembali ke kamar kosnya di Karangmalang. Walmiki melintasi
Kuningan, lalu melintasi kampus IKIP Jogja dan tembus ke perkampungan
yang disebut Karangmalang. Sepanjang jalan, Walmiki hanya terpesona
dengan keanggunan Bulan yang seperti seorang Ibu.
***
Syantikara jadi asrama penting bagi sekelompok mahasiswi yang
kuliah di Gadjah Mada, IKIP Jogja, IKIP Sanata Dharma, dan lainnya.
Mereka datang dari jauh dan tuntut ilmu ke Jogja. Bulan adalah salah
satu dari mereka.
“Bulan, pemuda kribo tadi kamu kenal? Kamu hebat sekali, Kak”
“Baru kenal di taman,”
Bulan hanya tersenyum menjawab pertanyaan kawan-kawan
yang merupakan anak-anak asrama baru yang baru tahu indahnya
kuliah. Bulan sendiri hampir rampungkan tugas akhirnya.
“Kakak tahu tidak? Dia itu pemain gitar band-nya Jody.”
“Band? Dia main band?”

150
“Iya, mereka pernah manggung di kampusku. Kakak sih sibuk
kasih les sama anak-anak SD.”
“Betul, Kak. Aku rela jadi pacar Walmiki.”
Bulan agak kaget dan tersenyum. Pemuda kribo kucel itu ternyata
bisa main musik dan jadi idola adik-adik asramanya. Kini, adik-adik
asrama menjadi Bulan pusat pertanyaan. Bulan mendadak jadi bintang
di kamar.
“Kuliah di mana dia?”
“Filsafat, Kak.. tapi dia sering main ke IKIP. Ikut masuk kuliah
sejarah.”
“Kurang kerjaan sekali dia.”
“Kakak kan tahu, anak-anak filsafat itu aneh.”
“Angkatan berapa dia?”
“Kakak serius sekali nanyanya?”
“Kenapa tidak boleh?”
“Dia angkatan 1969, Kakakku sayang”
Bulan kaget lagi. Ternyata masih anak ingusan di mata Bulan.
“Malam minggu besok mereka tampil di lapangan Pancasila, Kak.”
“Walmiki pasti main gitar di sana.”
“Sekarang tidurlah kalian! Sebelum para suster memeriksa.
Hayyooo!!”
Semua menuruti Bulan. Mereka menyimpan tawa atas sikap
Bulan yang mendadak serius dan galak itu. Malam itu tak ada bintang
di langit. Hujan turun lama. Atap asrama tertimpa tetesan hujan. Masih
teringat sore bersama Walmiki. Bulan masih tak ada hati, hanya melihat
Walmiki orang yang lucu.
***
Malam minggu tiba. Beberapa mahasiswa yang asalnya tidak jauh
dari Jogja, seperti Wates, Solo, Purworejo, atau Magelang, biasanya
memilih mudik. Tetap saja Jogja masih menyisakan mahasiswanya.
Jogja kaya dengan pertunjukan. Jogja selalu punya hiburan untuk anak
muda. Malam minggu ini, Jogja punya panggung bagi musisi pemula.
Malam itu, ada lima band tampil. Band Walmiki yang bernama

151
Siwa tampil pertama karena ini band baru. Band ini membawakan
musik keras di zaman itu. Mereka membawakan Hey Joe miliknya Jimi
Hendrix. Lalu disambung nomor ringan dari My Generation milik the
Who dari Inggris.
Lagu penutup mereka adalah Hi Ho Silver Lining milik Jeff Beck.
Lagu mereka tidak popular bagi banyak kuping pemusik Indonesia.
Namun Siwa tetap menikmati permainannya. Walmiki juga asyik
dengan gitarnya. Dari jauh, Bulan melihat permainan gitar Walmiki.
Bulan merasakan Walmiki menyatu dengan gitarnya.
Begitu lagu selesai, Walmiki cabut gitarnya dari amply dan turun
panggung secepatnya seperti bocah pemalu. Walmiki berjalan ke
belakang penonton. Walmiki duduk dan meletakan gitarnya dengan
berhati-hati. Tak sadar Bulan tak jauh dari tempat Walmiki duduk.
“Permainan gitarmu bagus.”
“Tapi orang-orang tidak menikmati musiknya.”
“Paling tidak kau sudah berlaku seperti seorang musisi.”
“Bulan, suka nonton seperti ini.”
“Baru sekarang. Diajak adik-adik asrama.”
Walmiki melihat beberapa gadis melambaikan tangan padanya.
Wamiki mendadak jadi pemalu. Bulan agak tekejut. Bocah tengil yang
bersamanya tempo hari ternyata pemalu.
Seorang adik asramanya berbisik.
“Kakak, dia hebat sekali.. aku mau jadi pacarnya. Kenalkan pada
kami, Kak”
Sebagai Kakak asrama yang baik, Bulan menurut. Itung-itung
menjahili Walmiki.
“Walmiki, mereka ingin kenalan.”
Walmiki kaget. Namun demi mendapatkan senyum Bulan,
Walmiki terpaksa menurut.
“Baiklah.”
Gadis-gadis asrama itu segera mengerubuti Walmiki. Mereka
seperti laler menemukan makanan manis di atas meja. Walmiki
kelabakan. Kejadian gila ini tidak berlangsung lama. Beberapa pemuda

152
gondrong lain muncul menghampiri Walmiki.
“Miki, Jody minta tolong padamu. Tolonglah kami.”
“Kenapa, Brur?”
“Jody disuruh ke Jakarta pagi tadi, dia minta kau yang gantikan
main gitar.”
Walmiki tahu kenapa Jody ke Jakarta. Pasti ada urusan penting
dari ayahnya yang pegawai pajak. Jody juga teman yang baik dan suka
traktir. Adik-adik asrama Bulan pun ikut campur.
“Ayo Miki. Main lagi.”
“Demi Jody.”
“Kita mainkan Whiter Shade of Pale sebagai pembuka lalu lagu-
lagu kami.”
“Lagu kalian yang mana saja?”
“Zaman Edan sama Cinta Pertama.”
Beban mental juga kalau gantikan Jody. Apalagi Jody lebih senior
dan diakui banyak gitaris.
“Sudah Bung, tidak harus semirip Jody mainnya yang penting kau
iringi saja dengan gitarmu.”
“Baiklah, Bung. Kita coba.”
Para pemuda gondrong itu merasa tenang. Band mereka yang
bernama Teruna Cemerlang alias Ternchem itu pun makin percaya diri.
Mereka dapatkan gitaris cabutannya. Walmiki bersiap dan berdiri. Lalu
menatap ke arah Bulan.
“Bulan, pamit dulu.”
Bulan hanya tersenyum, namun adik-adik asrama Bulan
menimpali.
“Da-da Walmiki.”
Walmiki mengkuti pemuda gondrong. Giliran mereka akhirnya
tiba juga. Organ masuk meraung. Whiter Shade of Pale pun mengalun.

We skipped the light fandango


turned cartwheels ‘cross the floor
I was feeling kinda seasick
but the crowd called out for more
153
The room was humming harder
as the ceiling flew away
When we called out for another drink
the waiter brought a tray
And so it was that later
as the miller told his tale
that her face, at first just ghostly,
turned a whiter shade of pale
She said, ‘There is no reason
and the truth is plain to see.’
But I wandered through my playing cards
and would not let her be
one of sixteen vestal virgins
who were leaving for the coast
and although my eyes were open
they might have just as well’ve been closed
(Procol Harum, Whiter Shade of Pale)

Walmiki pun menikmati lagu itu. Mereka disoraki. Dari jauh,


Anggrek Bulan pun tersenyum dan beri tepukan tangan pada permainan
Walmiki. Meski suara gitar tidak dominan dalam lagu ini, Walmiki tetap
memesona. Suara organ adalah yang paling dominan dalam lagu ini.
Bulan begitu menikmati lagu ini. Pertama kali dengar, Bulan
masih awal-awal kuliah. Teringat lagi masa-masa awal di IKIP. Masa
yang cukup indah. Masa ketika bulan dikejar-kejar oleh mahasiswa
angkatan tua. Ditaksir taruna AKABRI. Dan banyak kejadian indah yang
sekarang hanya bisa dikuburnya. Di masa-masa itu, Bulan tidak peduli
dengan para laki-laki yang mengejarnya. Semua hanya seperti angin
yang cepat berlalu.
Walmiki selesaikan semua lagunya bersama Ternchem. Setelah
bersalaman dengan pemain Ternchem, Walmiki pamit dan muncul lagi
di hadapan Bulan. Walmiki tak ada tujuan harus ke mana, namun dia
merasa nyaman dekat Bulan lagi.

154
“Permainanmu bagus. Aku suka, kamu tidak dominan.”
Walmiki tidak bisa menjawab. Dalam hatinya, dia ingin bicara,
inilah yang harus dilakukan musisi. Bermain demi sebuah harmoni.
Bukan untuk menjadi virtuoso yang jago memainkan alat musik.
“Katanya kamu pernah main piano?” tanya Walmiki.
“Kebetulan aku guru les piano.”
“Kamu pasti bisa memainkannya?”
“Tak sehebat kamu mainkan gitar.”
Walmiki jadi malu lagi.
“Aku tidak hebat. Aku cuma lakukan apa yang harus dilakukan
musisi. Bermain dengan harmoni.”
“Sebagai musisi, kamu punya prinsip. Itu hebat.”
Kali ini Walmiki kalah bicara lagi. Wanita yang bicara dengannya
ini wanita cerdas, dalam hal musik juga. Walmiki terpaksa terima pujian
itu. Padahal, Walmiki adalah orang yang tidak suka dipuji. Walmiki
membiarkan wanita itu mengatakan apa pun tentang dirinya. Karena
Walmiki hanya ingin melihat wanita itu tersenyum seperti sore yang
lalu.
***
Malam semakin larut. Bulan tak menyadari, adik-adik asramanya
tak lagi bersamanya. Mereka sudah berputar di sekitar panggung.
Menikmati masa muda mereka. Di mana anak band adalah orang keren
setengah dewa. Mereka mulai menggoda anak-anak band di belakang
panggung sejak Walmiki dan Terchem rampungkan lagu Whiter Shade
of Pale. Mereka seolah melupakan Bulan. Walmiki lalu bertanya pada
Bulan.
“Mana mereka?”
“Mereka siapa?”
“Teman-temanmu.”
Bulan melihat sekelilingnya. Tak Nampak seorang pun adik
asrama yang tadi pergi bersamanya. Bulan agak kaget. Bulan kaget dan
kalang kabut.
“Astaga, di mana mereka? Jangan-jangan sudah pulang?”

155
“Kau kemari naik sepeda?”
“Tadi kami jalan kaki.”
“Tak apa, aku akan mengantarmu.”
“Awas kalau berani menggoda!”
Walmiki tertawa. Bulan masih kalang kabut. Melihat wajah Bulan
terlihat tidak nyaman, Walmiki mengajak Bulan pulang ke asrama.
“Lebih baik kamu pulang saja. Mereka bisa pulang sendiri, kan?”
“Ya. Mereka sudah besar.”
Mereka lalu keluar dari keramaian. Walmiki berjalan dengan
menenteng gitar fender kesayangannya. Fender bekas yang dibeli
pamannya di Amerika. Mereka menyusuri lapangan bola kampus IKIP
yang gelap. Mereka berjalan di bawah naungan bintang.
“Bulan, lihat bintangnya indah.”
“Jangan goda aku! Aku sering digoda seperti waktu aku
seumuranmu.”
“Aku tidak menggodamu, Bulan. Aku cuma ingin tunjukan ini
indah. ”
“Apanya yang indah?”
Bulan mulai membuat pertahanan diri. Berharap tidak
terpengaruh pada omongan mahluk kribo bernama Walmiki itu. Kali ini,
Walmiki tak mau menyerah.
“Bulan, coba hitung bintang yang ada dilangit sana!”
“Bodoh sekali kamu ini. Sedari dulu jumlahnya tetap.”
“Coba hitung lagi!”
“Aku tidak mau lakukan hal bodoh itu.”
“Bulan, lihat bintangnya hilang dua.”
“Keras kepala sekali kamu! Bagaimana mungkin bisa hilang!”
Pertahanana diri Bulan semakin menguat saja. Dia sudah
berusaha keras untuk tidak termakan rayuan mahluk tengil berambut
kribo itu. Walmiki tetap gigih dan bersabar.
“Mau tahu bulannya di mana?”
Bulan mulai kesal. Karena si mahluk kribo itu jelas ingin
menggodanya dengan sok jadi ahli astronomi yang rajin meneliti bulan.

156
Bulan jadi kesal namun tergoda juga.
“Kau simpan di mana bintangnya mahluk dekil. Berhenti
menggodaku!”
“Dua bintang itu ada di matamu, Bulan. Mata kamu indah.”
Bulan pun lemas digoda seperti itu. Bulan tak lagi bisa marah.
Bulan memilih diam dengan mimik kesal. Meski ada setitik rongga kecil
di hatinya yang berbunga-bunga.
“Walmiki, berhentilah merayuku. Kita sudah di jalan Colombo.
Jangan sampai aku teriak dan orang-orang Samirono menggebukmu.”
“Baiklah, Nona. Aku behenti menggodamu.”
“Apa anak band macam kalian suka menggoda wanita seperti
itu?”
“Anak band tidak perlu lakukan itu. Karena wanita masakini rela
menggoda anak-anak band. Kadang mereka rela ditiduri.”
“Kau pernah tiduri mereka?”
“Tidak berminat.”
“Kamu bohong! Kenapa tadi menggodaku?”
“Karena kamu memang ingin aku goda?”
“Agar bisa tidur denganmu?”
“Bukan.”
“Aku suka wanita yang membaca bukunya Pram.”
“Bohong! Aku tak sudi tidur denganmu anak kribo. Apa kau
biasanya seperti ini? Menggoda wanita dalam gelap dan jadikan bintang
sebagai bahan untuk menggoda?”
“Baru kali ini. Itu pun juga hanya denganmu.”
Bulan merasa digoda lagi. Bulan agak kesal, namun rongga hatinya
yang paling kecil Bulan merasa tersanjung lagi.
“Kita sudah sampai. Aku masuk. Ingat, jangan pernah goda aku
lagi atau aku teriak!”
“Kenapa kamu jadi takut seperti itu? Aku bukan laki-laki yang
pernah mengejarmu atau memacarimu.”
“Tutup mulutmu!”
“Aku menyesal membuatmu marah. Tapi, aku harus menggodamu

157
malam ini.”
Bulan lalu mengambil sandalnya dan melemparkannya ke pemuda
kribo itu. Bukannya marah, Walmiki malah menangkap sandal Bulan
dan membawanya pergi. Bulan jadi makin kesal pada Walmiki. Walmiki
membawa pergi sandal itu. Setelah Walmiki jauh dan memasuki jalan
menuju Kuningan, Bulan tersadar, itu adalah sandal kesayangannya.
***
Malam larut lagi seperti yang sudah-sudah. Penghuni asrama
Syantikara yang lain sudah tertidur pulas. Bulan masih terjaga. Dia
memikirkan sandalnya yang dibawa lari Walmiki. Bulan pikir, dengan
melempar sandal yang dilakukannya tadi itu akan membuat Walmiki
berhenti menggodanya. Bulan salah. Walmiki pulang dengan senyum
kemenangan.
Sementara itu, Walmiki memajang sandal Bulan di kamarnya.
Sandal jepit kulit berwarna cokelat itu seolah bernilai seni bagi Walmiki.
Tak kalah hebat dari lukisan Michelangelo di Basilica Santo Petrus
sana. Sebuah jarahan perang yang indah. Walmiki pulang ke kos tanpa
terhina. Walmiki adalah pemenang perang malam itu.
Bulan sendiri terjaga hingga malam paruh kedua. Walmiki mulai
menggerogoti benaknya. Pertahanan dirinya gagal. Walmiki bukan laki-
laki dewasa impian Bulan. Walmiki bukan Waluyo, Yudistira, Muhamad
Yusuf, Gunawan atau pria lain yang pernah singgah dalam hidup Bulan.
Walmiki sebenarnya cerdas, sederhana, penuh harmoni, ceria dan
menyenangkan. Cukup baik buat Bulan. Namun, Walmiki terlalu muda
dan tampak tidak serius seperti laki-laki dewasa bagi Bulan.
Bulan akhirnya terlelap juga meski telat. Pagi harinya, salah satu
adik asramanya membangunkan Bulan. Sebuah bunga kamboja beserta
amplop untuk Bulan diterima. Bulan kaget dan perlahan terbangun dari
kantuknya. Dibukanya amplop itu sebuah pesan pendek tanpa nama
pengirim.
“Jagalah hati yang kutitipkan padamu, seperti kujaga sandal yang
kau titipkan padaku.”
***

158

21

Filsafat bukan dunia baru bagi Walmiki. Sedari kecil, dia


sudah baca Alam Pikiran Yunani yang ditulis Hatta. Sebagai sosialis
demokrat pro Syahrir, ayah Walmiki yang penulis itu masih menyimpan
Perdjoeangan Kita, di mana Syahrir mencaci habis orang-orang yang
tunduk pada serdadu bala tentara Nippon. Bahkan, Max Havelaar yang
bacaan terlarang pun pernah diberikan oleh ayah Walmiki.
Bacaan-bacaan itu membuat Walmiki belajar filsafat. Tidak
terlalu buruk juga, setidaknya Walmiki naik tingkat tiap tahun dengan
nilai bagus. Walmiki bahkan direkomendasikan sebagai asisten dosen
di tahun kedua oleh dosennya. Dosennya orang yang agak misterius.
“Kenapa Marx, Pak?”
“Huuuss. Bisa dikerangkeng kamu! Ingat sejarah dan kehidupan
dikuasai pemenang kekuasaan.”
“Di mana sisi bahayanya?”
“Tidak saya temukan, Miki. Ini perkara politis. Kau tahu siapa
Amerika itu, Nak. Dia punya budak yang jadi raja di negeri ini?”
“Marx tidak salah?”
“Itu tidak penting. Tidak penting Marx benar atau salah. Pokoknya,
Komunis dan Marxisme adalah musuh di sini.”
“Ada yang untung dengan memusuhi mereka?”
“Presidenmu,Nak.”
“Dia jadikan komunis musuh agar dia berkuasa.”
“Seperti itulah. Menciptakan musuh bersama demi mencari
pendukung agar terus berkuasa.”
“Rumit sekali.”
“Cukup rumit dan lumayan bagus buat bodohi semua orang di

159
negeri ini, Nak.”
“Tak ada yang melawan?”
“Tak seorang pun bisa untuk saat ini. Entah besok?”
“Apa yang mereka bunuhi semuanya benar-benar komunis?”
“Aku sangat tidak yakin. Aku punya tetangga yang dibunuh massa.
Padahal orang ini tak tahu apa itu komunis. Kemudian saya baru tahu
kalau tanah orang ini diserobot pejabat desa dan cecunguknya.”
“Mereka cuma mau tanah?”
“Ya. Urusan perut lagi.”
“Apa mungkin kita semua Marxis? Marx pernah bilang,
perdamaian terletak pada masalah perut. Mereka juga masih berkutat
dengan perut juga, kan? Apa bedanya dengan Marxis.”
“Hahahaha.. Kira-kira begitu sejatinya. Masalahnya adalah orang-
orang di luar sana tak mau tahu apa itu Marxis.”
“Rumit juga orang di negeri ini. Semua orang pilih jadi bego.”
“Terimalah, Nak. Kau main gitar saja. Akan ada masanya semua
ini akan berakhir.”
“Anda tidak ingin bergerak seperti 1966 dulu?”
“Sia-sia, saya takut nanti jadinya seperti ini lagi. Pernah dengar
Soe Hok Gie, kan?”
“Pernah, saya sering ditunjukan ayah artikelnya. Bagus-bagus dan
tajam, Pak.”
“Dia sepertinya kecewa ikut bantu orde baru. Orang seperti
kami, bergerak karena ingin perbaiki kehidupan rakyat. Tapi selalu ada
penumpang gelap.”
“Suharto penumpang gelap di tahun 1966?”
“Dia beruntung karena Yani sudah mati dan Nasution tak bisa
apa-apa. Kami tahu catatan hitam jenderal ini. Dia koruptor. Semua
mulai terasa sekarang.”
“Dia korupsi lagi?”
“Bukan cuma itu. Dia rajin berhutang pada luar negeri. Juga
lindungi koruptor.”
“Dulu, ayah juga benci Sukarno. Tapi rasanya semua pemimpin

160
negeri ini sama saja?”
“Mungkin. Sekarang pergilah kau main gitar. Jangan bicara politik
seperti lagi sama saya. Saya butuh asisten dosen di masa depan. Kamu
pintar Miki. Pilihlah pihak yang membuatmu selamat. Kau tidak boleh
mati. Kau harus gantikan aku di sini.”
Mereka tersenyum. Hidup begitu mengerikan bagi mereka.
“Miki, pergilah main band sana! Jangan lupa baca buku, Nak!
Jangan lupa juga cari pacar.Kau kan juga idola groupies Jogja. Yang
penting jangan mati dulu.”
“Pacar?” Walmiki mendadak linglung.
“Ya. Lakukan apa pun yang kau senangi, Nak! Kau tidak boleh
mati. Carilah pacar!”
Miki tersenyum dan berpisah jalan dengan dosennya.
***
Walmiki teringat lagi pada Bulan. Itu sudah pukul 11.00 siang.
Waktunya mencari bunga. Untuk siapa lagi kalau bukan Bulan. Ini hari
kedua Walmiki bawakan bunga untuk Bulan.
Karena beli bunga mawar di Kota Baru mahal, Walmiki memilih
memugut bunga kamboja di kuburan dekat IKIP Jogja. Selesai memetik
bunga, Walmiki melintasi kampus musik IKIP Jogja. Jika Bulan tak ada,
kaki Walmiki akan melangkah ke asrama Syantikara. Walmiki melihat
Bulan, beberapa orang mengenal Walmiki. Walmiki menyapa mereka,
meski kaki Walmiki terus berjalan ke arah Bulan.
“Hai.”
Bulan terkejut, namun berusaha bersikap normal. Tak membahas
apa yang terjadi pada malam minggu yang lalu.
“Sedang apa kemari?”
“Begini, tadi aku berdiskusi dengan dosenku. Dia bilang aku tidak
boleh mati….”
“Lalu?”Bulan penasaran.
“Aku harus punya pacar.”
Bulan tertawa. Walmiki tersenyum dan menikmati tawa Bulan.
Tak lupa mata indah si Bulan jadi santapan mata Walmiki dalam

161
senyumnya.
“Apa kau yakin akan punya pacar?”
“Aku cukup yakin. Tapi, itu semua kembali pada seseorang.”
“Siapa dia?”
“Kamu.”
Bulan agak kesal, namun karena di keramaian Bulan jaga sikap.
“Berhubung aku belum punya, jadi bunga kamboja ini untukmu.”
Bulan berusaha tertawa meski dalam hati agak kesal dengan
keusilan Walmiki. Orang-orang di kanan kiri tak peduli pada Bulan dan
Walmiki.
“Kau kira aku mayat.”
“Jelas bukan.”
“Kenapa harus bunga kamboja.”
“Aku tidak percaya bunga mawar itu tanda cinta.”
“Kamboja kan bunga orang mati.”
“Nona Bulan tahu tidak, kematian itu membawa seseorang pada
keabadian. Hidup atau mati kadang berbeda, tapi keduanya hanya dua
sisi mata uang yang saling berhubungan satu sama lain. Jadi, kalau
Nona percaya bunga tanda cinta, maka bunga kamboja adalah tanda
cinta abadi. Cinta mati Nona.”
“Gombal.”
Bulan tertawa. Meski kesal, Bulan agak terhibur juga. Bulan baru
tahu, Walmiki pandai membual layaknya seorang antropolog yang gagal
jadi pujangga. Walmiki juga ikut tertawa dengan bualannya sendiri.
“Aku harus pergi latihan. Ini bunganya untukmu. Simpanlah
dalam hatimu.”
“Lalu bagaimana sandal kesayangannya?”
“Tenang, aku akan menjaganya sepenuh hati.”
Walmiki berjalan begitu cepat untuk pergi latihan bersama band-
nya. Bulan tak bisa lagi bertanya soal sandalnya.
***
Walmiki selesaikan latihannya seperti biasa bersama band-nya.
Jody singgah sebentar. Walmiki menghampiri Jody.

162
“Hei Bung, terima kasih sudah bantu. Katanya kau bagus. Mainlah
ke Jakarta, kali saja ada yang cari pemain gitar.”
“Demi kau Jody.”
“Mau ke mana kau?”
“Bertanya, berarti siap mengantar.”
“Mau ke mana? Ayo ikut!”
“Ke Colombo.”
“Naiklah.”
Walmiki menurut. Sore begitu cerah di Jogja. Semilir angin
membuat kepala Walmiki terasa sejuk. Dunia begitu indah. Motor
mereka lalu melintasi kuburan. Walmiki mendadak minta berhenti.
“Stop dulu, Jody.”
“Ada apa?”
“Tunggu dulu.”
Jody melihat Walmiki memetik bunga komboja.
“Kamu pemain gitar atau dukun?”
Walmiki tersenyum. Jody geleng-geleng. Begitu Walmiki duduk
lagi, Jody tarik gas dan menuju jalan Colombo. Sampai perempatan
Sagan, mendadak Walmiki minta berhenti.
“Jody, aku turun sini saja.”
“Mau ke mana kau? Aku tahu kamu mau ke Syantikara, kan?”
Walmiki tersenyum. Jody geleng-geleng lagi.
“Urusan anak muda, Mas.”
“Bulan depan ikut aku ke Jakarta. Ada band cari pemain gitar.”
“Kenapa tidak kau saja?”
“Aku harus siap-siap ke luar negeri. Kau saja. Mereka lagi siap-
siap lagu. Begitu kamu sampai di sana, kalian rekaman monotrack.”
Walmiki terdiam dan tersadar kalau bulan depan libur. Bulan
depan berarti tahun depan. Tahun 1971 akan berahir dan tahun 1972
akan datang
“Baik, Bung. Sehabis ujian.”
Mereka berpisah di Sagan. Jody pulang. Walmiki ke asrama
Syantikara. Bunga kamboja dititipkan pada salah seorang penghuni

163
asrama. Sudah pasti untuk Bulan. Malam itu Bulan terkejut. Dia terima
bunga kamboja kedua hari itu. Seisi asrama mulai menggodanya.
“Kak, terima saja kalau dia minta jadi pacarnya.”
“Iya, Kak. Walmiki kan idola masa kini.”
“Aku rela jadi istrinya, Kak. Jadi, Kakak rugi menolaknya.”
Wajah Bulan memerah, dan ia undur diri. Di dalam kamar, Bulan
terbaring. Walmiki si kribo kucel itu sedikit demi sedikit mulai menguasai
pikirannya. Bulan memutuskan bertahan untuk tidak memberi harapan.
Namun hari itu semua tampak indah bagi Bulan, meski hanya disimpan
dalam hati.
***
Walmiki ikut Jody ke Jakarta, itung-itung liburan. Walmiki
membawa ransel kecil berisi dua setel pakaian dan fender
kesayangannya. Mereka menumpang kereta-api. Sampai Jakarta,
band sudah menunggu pemain gitar tambahan. Mereka suka dengan
kedatangan Walmiki. Mereka hanya merekam tiga buah lagu saja.
Setelah mempelajarinya, Walmiki siap. Mereka berhasil
selesaikan lagu mereka dengan melakukan pengulangan sekitar dua
atau tiga kali. Hasilnya cukup memuaskan. Setelah band ini selesai,
band dari Bandung akan rekaman.
Walmiki menyempatkan diri menyaksikan rekaman mereka.
Dua lagu yang didengar Walmiki adalah Dewiku dan Indahnya Cinta.
Keduanya lagu tentang cinta, namun menyimpan sedikit nuansa
rock dalam aransemen musiknya. Walmiki yang sedang jatuh cinta
menikmati Indahnya Cinta. Lirik lagu itu terngiang dalam kepala Item.
Lagu itu mengingatkannya pada Bulan.

Dan bila, saling mencinta


Dunia penuh harapan
Indahnya cinta semua ini
Harapan penuh bahagia
Berjalan penuh kemesraan
Tiada duka derita

164
Sungguh bahagia kasih berdua
Indahnya cinta
Ahh namun apa daya?
Hidupku sendiri
Ingin kualami, indahnya cinta

Walmiki sempat berbincang-bincang dengan awak band Bandung


yang bernama Freedom of Rhapsodia itu. Salah satu personil band ini,
yang bernama Dave punya model rambut yang sama dengan Walmiki,
hanya saja lebih kribo Dave. Seperti Walmiki, Dave juga pemain gitar
yang bisa bermain flute. Walmiki berbincang dengan Dedy Dores dan
Dave.
“Musik kalian seperti Procol Harum.”
“Harus kami akui. Kami sering mainkan lagu mereka di Bandung.”
“Whiter Shade of Pale bagus,” kata Dave.
“Ya, Betul. Kami terpengaruh alunan organ mereka yang mirip
musiknya Johan Sebastian Bach,”kata Dedy.
“Air in G String,” kata Walmiki.
“Ya. Persis, Bung.” kata Dedy.
“Kau dari mana, Bung?”tanya Dave.
“Aku dari Jogja. Mau pulang sore ini.”
Dari pintu terlihat Jody menjemput Walmiki.
“Itu dia… aku pergi dulu, Bung. Aku tunggu piringan hitam kalian.
Aku suka Indahnya Cinta. Aku akan beli.”
“Hahahaha… terima kasih. Main-mainlah ke Bandung, ke tempat
kami. Kita ngobrol lagi.”ajak Dave.
“Tentu. Mari.”
Mereka berpisah. Dave dan Dedy melambaikan tangan, lalu
melanjutkan rekaman mereka yang melelahkan itu. Walmiki sendiri
diantar ke Gambir. Walmiki punya beberapa lembar rupiah hasil
rekamannya.
Walmiki lalu minta singgah ke Kwitang. Beli buku bekas beberapa
dan sebuah novel buat Bulan. Uang Walmiki masih tersisa banyak. Bisa

165
buat bayar kuliah satu semester dan ditabung. Uang kiriman dari ayah
Walmiki sudah cukup. Di depan Gambir, mereka berpisah.
“Tidak ada yang tertinggal, Bung?”
“Tidak. Terima kasih Jody.”
“Sudah belikan sesuatu buat gadis Syantikara-mu?”
Walmiki lalu mengangkat sebuah novel bekas. Jody membaca
judulnya dari jauh.
“Dari Ave Mari Jalan Lain Ke Roma, boleh juga. Kau jatuh cinta
sama pecinta buku.”
Walmiki tertawa.
“Gila kau, Bung.”
“Aku pergi dulu, Bung. Sukses di negeri orang, ya? Terima kasih
kesempatanya.”
“Hati-hati, Bung. Sampai jumpa.”
Mereka berdua berpisah di Gambir. Walmiki tak sabar mananti
keretanya yang rasanya akan terlambat. Tak sabar Walmiki untuk
segera merasakan sejuknya udara Jogja. Kereta sore itu berubah jadi
kereta malam karena baru jalan pukul 07.00. Walmiki agak kesal juga.
Kereta akhirnya berangkat dan Walmiki mendengungkan lagu Indahnya
Cinta lagi.
“Dan bila, saling mencinta. Dunia penuh harapan….”
Perlahan dan pastinya sangat lama. Esok subuhnya kereta sampai
juga di Jogja.
***

166
22

Item diam-diam muncul di depan asrama Syantikara. Ketika hari


sudah menjelang sore. Bulan baru saja pulang dari kampusnya sore
itu. Mereka bertemu sejenak di depan asrama. Hampir setiap bulan,
Item selalu muncul di Jogja. Tak seorang intel di Jogja pun mencium
kehadiran Item. Intelejen memang harus seperti hantu. Begitulah Item
sekarang.
“Ayah darimana saja?”
“Semarang, Nak. Ada urusan. Bagaimana kuliahmu?”
“Baik, Ayah. Tinggal tugas akhir saja.”
Mereka berdua lalu duduk di lobby asrama. Di mana mahasiswa
yang ada di asrama bisa mengobrol dengan siapa saja.
“Mau ke mana setelah lulus ini, Nak?”
“Kau akan kembali ke Balikpapan, kan?”
“Ya, Ayah.”
“Kau merasa nyaman di kota ini?”
“Iya, Ayah. Tapi rumah kita di sana kosong ayah?”
Item menghela napas. Item teringat rumah yag dia beli dengan
gajinya sebagai serdadu elit Belanda.Rumah itu milik Bulan, dan Bulan
menganggap rumah itu milik keluarga meski ada sertifkat rumah atas
namanya. Item ingin rumah itu dimiliki Bulan selamanya.
Dari jauh, Item melihat pemuda kribo. Bulan juga melihatnya.
Bulan terkejut dan mohon diri sejenak menyambut si pemuda kribo itu.
“Ayah sebentar?”
“Iya. Sana!”
Bulan berjalan ke arah Walmiki. Bulan agak kesal. Walmiki muncul
di waktu yang salah. Walmiki muncul ketika ayah Bulan sedang datang.
Ketika Bulan sampai di hadapan Walmiki, sebuah buku dikeluarkan

167
Walmiki. Dari Ave Mari Jalan Lain Ke Roma.
“Mau apa kau?”
“Beri ini ke Bulan.”
Bulan terkejut melihat novel Dari Ave Mari Jalan Lain Ke Roma.
Dan Walmiki tersenyum.
“Pergilah secepatnya. Aku sedag tidak ingin bertemu denganmu.”
“Bukan masalah, bawalah bukunya.”
Walmiki lalu pergi dan tersenyum. Tak ada kecewa yang tersurat
dan tersirat dari senyumnya. Item memandang senyum Walmiki dari
jauh. Sebuah rasa terbaca oleh Item. Rasa sayang berlebih dalam diri
Walmiki pada Bulan, putrinya. Walmiki sadar Bulan akan kesal padanya.
Semakin Bulan kesal Walmiki semakin senang.
“Maaf, harus mengusirmu. Kau datang di waktu yang kurang
tepat.”
“Sampai jumpa, Nona Manis.”
Di lobby, Item menyalakan radio HT. Dia terhubung dengan
kawannya di luar asrama.
“Ikuti pemuda kribo yang keluar dari asrama.” Kata Item.
“Siap, Komandan.”
Walmiki pun terus diuntit intel bawahan Item. Setelah perintah
diberikan. Item matikan HT.
“Siapa dia?”
“Teman, ayah.”
“Teman kuliah?”
“Bukan, ayah. Dia kuliah di UGM.”
“Dia kelihatannya pintar?”
“Entahlah, ayah. Aku tidak terlalu kenal. Dia menyenangkan dan
baik sebenarnya.”
Bulan agak tersenyum menjelaskannya. Bulan tak mampu
berbohong di depan ayahnya. Item hanya tersenyum melihatnya. Item
kemudian pamit pada putrinya.
“Ayah pergi. Baik-baiklah, Nak.”
“Kita akan pulang. Dan kembali bersama di rumah kita ayah.”

168
Item sersenyum dan memeluk Bulan. Mereka lalu berpisah. Bulan
mengantar Item ke keluar. Item kemudian mengikuti kawannya yang
membuntuti Walmiki. Item lalu bertemu penguntit pertama. Mereka
berdua mengamati Walmiki dari jauh. Walmiki dan kawan-kawannya
sedang bermain gitar. Item agak tertarik dengan pemuda santai.
Walmiki dan kawan-kawannya sedang memainkan lagu-lagunya.
Sebuah lagu yang pernah dimainkan AKA pun dibawakan.
“Bukan orang bahaya. Kita tak perlu membunuhnya suatu hari.”
“Dia bukan orang politik. Mahasiswa masa kini.”
“Cuma anak band. Ayo kita pergi.”
Dua intel itu menghilang entah ke mana. Mereka berdua terus
bergerak layaknya anjing hitam dengan menamakan diri Anggrek Hitam.
***
Bulan masih agak kesal dengan Walmiki. Meski begitu, Dari Ave
Mari Jalan Lain Ke Roma, buku dari Walmiki jadi kawan baca Bulan.
Bulan pun teringat bahwa dirinya belum ucap terima kasih atas buku
itu. Bulan teringat lagi Walmiki. Pemuda jago main gitar. Pemuda yang
sedang berjuang mencuri hatinya itu.
Bulan kadang merasa tercuri sebagian hatinya. Kadang ada
kerinduan Walmiki datang padanya lagi. Berharap Walmiki hanya
sekadar melintas saja. Mengomel pada Walmiki adalah yang terindah
juga.
Bulan mendapat kabar gembira sore itu. Walmiki ternyata suka
main ke IKIP Jogja kalau sore. Walmiki lebih suka bergaul dengan anak-
anak IKIP Jogja, yang menurut Walmiki sederhana dan bersahaja. Sore
adalah waktu Bulan untuk berlatih piano di ruang musik. Bulan tak
memiliki piano. Harga piano sangat mahal. Bulan masih belum sanggup
membelinya.
“Hai..”
Bulan terkejut dengan pemuda kribo. Pemuda kribo itu tersenyum
dan langsung main nyelonong masuk, mendekati dan menikmati suara
piano. Walmiki lalu tampakkan bunga kamboja yang dipetiknya dari
makam umum di Karangmalang. Walmiki meletakannya di atas piano.

169
Bulan pun tiba-tiba hentikan permainan pianonya.
“Kembalikan sandalku!”
“Aku akan kembalikan sandalnya jika kau terima kasihku.”
“Tak sudi aku. Kembalikan kribo dekil!”
“Nanti saja kalau kau jadi kekasihku.”
“Jangan bikin aku kesal.”
“Kalau begitu, jangan gantung hatiku. Jadi terima saja.”
Walmiki tersenyum. Walmiki lalu memilih pergi, air muka Bulan
nampak kesal padanya. Bulan melihat langkah-langkah Walmiki yang
beranjak keluar dari ruangan. Rasa kehilangan yang tersembunyi begitu
dalam melingkupi Bulan.
Walmiki menghilang. Bulan rasakan ada yang lain di hatinya
sekarang. Bulan merasakan seperti seorang yang akan jatuh cinta.
Bermula dari kerinduan yang kecil, lalu membesar perlahan. Bulan
akhirnya memungut bunga kamboja yang masih segar. Bulan lalu
mencium wanginya seolah mencium wangi surga.
Bulan lalu keluar menikmati udara sore di Jogja yang tiada banding
sejuknya. Bulan tidak langsung pulang. Bulan berencana menginap di
rumah seorang teman di daerah Jalan Kaliurang.
Bulan lalu terduduk di sebuah bangku taman. Lapangan Pancasila
begitu rindang dengan pohon kelengkengnya. Bulan sudah lama
menunggu, tapi kawannya belum juga muncul. Sementara sore hampir
habis. Walmiki tiba-tiba muncul lagi. Senyum di hati Bulan pun terbit.
Begitu Walmiki melihatnya, Bulan memasang wajah angker.
“Bulan sedang apa?”
“Menunggu kawanku. Mau menginap di rumahnya.”
“Dia belum datang?”
“Belum. Kami sudah berjanji, mungkin dia lupa.”
“Rumah dia di mana?”
“Kaliurang, tapi dia ajak kami ke Pakem dulu tempat neneknya.”
“Sebentar lagi bus terakhir di sana.”
Bulan kalang kabut. Ingin membatalkan, tapi Bulan sudah
terlanjur izin menginap dari kepala asrama. Bulan akhirnya nekat.

170
“Sepertinya aku harus ke sana sekarang.”
“Sendiri?”
“Entahlah, aku harus ke sana.”
“Aku akan temani kamu ke atas.”
Bulan tak punya alasan menolak pertolongan pemuda kribo yang
agak tengil itu. Mereka lalu mencari bus di jalan Colombo. Beruntung
bus masih ada dan mereka naik. Begitu bus melintasi Jalan Kaliurang,
Jogja mendadak hujan deras.
***
Malam di Jogja akan bertambah dingin. Bulan pun segera tertidur
pulas di sisi Walmiki. Bulan terlelap dengan damai, tepat di pundak
Walmiki.
Setelah membayar ongkos bus sampai ke Pakem, Walmiki ikut
tertidur pulas juga. Namun ketika sampai Pakem, kondektur bus lupa
bangunkan mereka. Bus akhirnya terus melaju sampai Kaliurang. Dan di
Kaliurang ini mereka dibangunkan.
“Mas, Mbak… sudah sampe.”
Mereka berdua bangun, lalu melangkah keluar bus. Hari sudah
gelap dan hujan terus turun. Mereka lalu berlari ke tempat yang teduh.
Pakaian mereka berdua basah oleh hujan. Mereka menunggu sambil
kedinginan.
“Sial. Ini Kaliurang. Bukan Pakem.”
“Apa?”
Bulan nampak ketakutan. Hari sudah malam. Tak ada kabar dari
kawannya. Bulan tak bisa kembali ke Jogja lagi karena hari sudah malam.
Bulan lalu mencari penginapan murah. Walmiki menemaninya. Mereka
berjalan di bawah hujan deras. Kaliurang begitu dingin. Penginapan
yang mereka temui penuh semuanya. Mereka pun terus mencari.
Akhirnya, penginapan yang agak murah mereka temukan, namun
hanya ada satu kamar. Bulan langsung memesannya. Bulan lalu masuk
dan Walmiki mengikuti. Walmiki akhirnya memilih duduk di luar dan
Bulan masuk.
“Aku kedinginan.”

171
Walmiki hanya diam menahan dingin saja mendengar kata Bulan
itu.
“Kau tidur di mana? Kau tidak kedinginan? Masuklah.”
Walmiki mendadak malu pada Bulan. Walmiki tetap masuk ke
dalam kamar. Bulan kedinginan karena belum mengganti pakaiannya
yang basah. Mereka menutup pintu, dan kamar yang mereka sewa
rasanya agak hangat meski tubuh mereka tetap kedinginan.
“Boleh aku lepas bajuku?”
Bulan hanya mengiyakan saja keinginan Walmiki itu. Bulan sudah
terbiasa dengan laki-laki yang membuka bajunya.
“Kamu tidak dingin Bulan, bajumu basah. Kamu tidak bawa baju
ganti?”
“Semuanya basah.”
Bulan hanya sibuk menahan dingin. Walmiki lalu melihat selimut
di kasur.
“Bulan sebaiknya kau ganti saja bajumu dengan selimut.”
Bulan lalu berdiri dan mengambil selimut.Bulan masuk kamar
mandi dan melepas pakaian. Tak lama Bulan keluar. Selimut berubah
jadi kemben. Hari bertambah malam, dan perut mereka lapar. Walmiki
lalu memakai bajunya dan keluar kamar untuk beli makanan. Walmiki
kembali dengan makanan yang kemudian membunuh lapar mereka.
Walmiki lalu buka kembali bajunya.
Bulan lalu memikirkan bagaimana tidur mereka. Tak ada tempat
tidur lagi. Ranjang untuk satu orang itu pun harus dibagi. Malam
semakin dingin.
“Kita akan tidur di sini berdua.”
“Kamu tidak keberatan?”
“Tidak ada tempat lagi, Miki. Awas jangan menggodaku.”
Walmiki diam dan kemudian membuka celana panjangnya. Juga
celana dalamnya yang basah. Bulan langsung menutup mata.
“Kenapa kau lepas?”
“Pakaianku basah juga. Aku tidak mau ranjangnya basah.”
Walmiki lalu naik. Bulan tak bisa lagi segalak biasanya. Bulan yang
sedikit menaruh hati akhirnya bisa bersama Walmiki malam itu. Bahkan
172
akan tertidur di atas ranjang yang sama. Walmiki berbaring di sebelah
bulan. Tanpa selimut. Karena selimut sudah dipakai Bulan.
Bulan tak sampai hati membiarkan Walmiki kedinginan. Bulan
lalu berbagi selimut dengan Walmiki juga. Dalam selimut yang sama
membuat kulit mereka bersentuhan langsung. Jantung mereka pun
berdegub kencang.
“Jantungku naik-turun, Bulan.”
“Aku juga. Jangan berpikir macam-macam.”
“Tidak. Aku masih merasa dingin. Aku hanya ingin memelukmu
biar hangat.”
Bulan terdiam sejenak. Bulan merasa butuh pelukan juga agar
tubuhnya juga hangat. Bulan lalu membelakangi Walmiki.
“Baiklah, peluk aku.”
Walmiki memeluk Bulan. Bulan lalu merasakan sesuatu yang lain
di dadanya. Dia merasakan hangatnya tubuh Walmiki.
“Bulan, maaf aku seperti mecari sebuah kesempatan.”
“Sekarang kau dapatkan apa yang kamu mau anak band. Kau
sudah tunggu-tunggu saat-saat seperti ini, kan?”
“Tidak, Bulan. Tapi aku suka berdua denganmu.”
Walmiki lalu mencium rambut Bulan. Namun Bulan tak merasakan
ciuman di rambutnya.
“Bulan, maaf aku baru saja mencium rambutmu.”
Bulan terdiam. Lalu tengkuknya merasakan sebuah ciuman. Bulan
tak berdaya dan seperti melayang kulitnya disentuh laki-laki. Ini adalah
pertama kali buat Bulan. Walmiki pun baru kali ini kurang ajar mencium
tengkuk wanita.
Walmiki rasakan tarikan napas Bulan ketika ciuman pertama
berlangsung. Walmiki lalu mencium lagi dan lagi. Bulan menikmatinya
diam-diam. Bulan lalu balikan tubuhnya. Tak lagi membelakangi
Walmiki, tapi saling berhadapan.
Mata Bulan lalu menatap mata Walmiki yang sahdu. Bibir bulan
lalu dikecup Walmiki yang sejak awal suka dengan Bulan. Walmiki
mengira Bulan akan marah. Namun Bulan hanya diam saja. Mereka
saling bertatapan lagi dalam dingin malam. Bulan lalu mencium bibir
173
Walmiki juga. Selanjutnya Walmiki mencium bibir dan kening Bulan.
Walmiki lalu memeluk Bulan. Pelukan terhangat yang pernah
mereka rasakan. Mereka pun melupakan dinginnya malam. Mereka
terus saling menciumi. Dari bibir, Walmiki menciumi leher Bulan.
Melihat Bulan merasa nikmat, Walmiki ciumi bagian yang lain. Hingga
semua titik tubuh Bulan sudah tercium Walmiki. Bulan pun merasa
hangat. Tanpa mereka sadari, dua kaki Bulan terbuka dan tubuh Walmiki
memasukinya. Semua berjalan begitu alami.
Permainan mereka terus berlanjut. Seperti layaknya suami
istri. Mereka memainkan barang-barang terlarang. Tembok-tembok
penghalang telah mereka runtuhkan. Hingga kenikmatan dunia pun
mereka rasakan. Setelah persetubuhan halus selama lebih dari satu jam,
mereka akhirnya lemas lunglai dan terlelap. Mereka masih berpelukan
dalam selimut hangat hingga pagi datang.
Mereka terbangun ketika sinar matahari memasuki dan mulai
menghangati kamar mereka. Bulan merasa aneh pagi itu. Dia bangun
dan di sebelahnya seorang laki-laki. Ini adalah pengalaman pertama.
Cukup indah juga. Walmiki masih terlelap di sebelahnya. Bulan lalu
bangunkan Walmiki.
“Sudah pagi, Walmiki.”
Walmiki buka mata dan Bulan masih telanjang di dekatnya.
“Maafkan aku semalam.”
“Kau pasti senang, kan?”
“Senang atau tidak, aku tetap harus minta maaf. Bagiku kamu
wanita baik-baik yang kuhormati.”
Bulan terdiam. Walmiki lalu bangkit dan memeluk lagi. Bulan
menerima pelukan itu dengan hangat. Walmiki lalu mencium bibir dan
keningnya. Bulan pun tampak menikmati ciuman itu.
“Kau senang, kan? Kau pasti sering melakukannya dengan
groupis-groupismu?”
“Kamu salah. Aku tidak suka mereka. Mereka begitu cepat
berganti laki-laki. Aku lebih suka denganmu.”
“Kenapa harus aku?”

174
“Aku sayang padamu, Bulan.. meski kau tak pernah menyukaiku.”
Mereka berciuman lagi. Kali ini lebih mengalir. Mereka bercinta
lagi seperti malam dingin sebelumnya. Penuh kasih dan sayang saling
membelai di bawah hangatnya matahari pagi.
***
Hari akhirnya siang juga. Pakaian basah semalam pun sudah
kering. Walmiki dan Bulan masih berpelukan di atas peraduan mereka.
Mereka mendadak seperti seorang kekasih. Mereka benar-benar
nikmati hari itu. Namun, mereka tak bisa selamanya dalam peraduan.
Hidup terus berjalan dan banyak hal yang harus mereka lakukan, selain
bercinta tentunya.
Mereka lalu berpakaian. Sebelum keluar kamar, mereka saling
berpelukan seperti seorang kekasih yang mengenang kembali percintaan
mereka. Mereka keluar dari hotel. Namun matahari pagi masih indah
di Kaliurang. Mereka pun berjalan-jalan sebentar. Sambil bergandeng
tangan tentunya. Menikmati indahnya pepohonan Kaliurang. Mereka
menikmati lagi pagi itu.
“Bulan di mana rumah temanmu?” Sekitar satu kilo dari sini.”
“Kapan ke sana?”
“Nanti saja, aku masih ingin sama kamu dulu.”
Walmiki menuruti dan tentu saja menikmati pagi itu bersama
Bulan. Mereka akhirnya memilih duduk sambil menikmati tempe
bacem dilapis ketan. Ini adalah pagi indah mereka yang pertama.
Waktunya Bulan harus pergi bersama kawan-kawannya, Walmiki
mengantarkan Bulan ke rumah kawannya. Mereka berjalan sambil
bergandeng tangan lagi seperti sepasang kekasih.
“Bulan, aku seperti pacarmu hari ini.”
“Ya. Mesra sekali.”
“Di mana rumahnya?”
“Itu di sana.”
“Bulan, tiba-tiba aku ingin jadi pacarmu. Bukan karena yang
semalam atau pagi tadi. Aku nyaman bersamamu.”
“Selama kamu benar-benar menyayangiku, kamu bisa.”

175
Walmiki lalu berhenti melangkah dan langkah Bulan berhenti
pula karena Walmiki masih menggandeng Bulan. Mereka akhirnya
berhadapan. Walmiki berlaku jantan di jalan kecil itu, di antara pepohon
rindang, olehnya bibir dan kening Bulan dikecup lagi.
“Aku sayang padamu, Bulan.”
Bulan terdiam. Waktu seolah berhenti berputar kali ini. Detak
jantungnya kacau. Walmiki lalu melangkah dan bulan mengikuti. Bulan
digandeng. Jauh di lubuk hatinya, Bulan ingin berkata sesuatu. Rumah
kawannya semakin dekat. Mereka akhirnya sampai juga. Kawan-kawan
Bulan pun meyambut.
Bulan berlari ke arah kawannya dan meninggalkan Walmiki. Dari
kejauhan, Walmiki tersenyum melihat Bulan begitu ceria bersama
kawan-kawannya. Walmiki lalu balik badan dan pergi. Bulan akhirnya
sadar dan menoleh ke belakang. Dilihatnya Walmiki berjalan pergi.
“Walmiki!!”
Teriakan Bulan membuat Walmiki berhenti. Bulan berlari ke
Walmiki dengan rasa sayang bertumpuk dan nyaris tanpa tepi pada
Walmiki. Walmiki melihat Bulan berlari dan Walmiki juga melangkah ke
arah Bulan. Walmiki melihat Bulan begitu manis dan memesona ketika
berlari ke arahnya. Sampai di depan Walmiki, Bulan langsung mengecup
Walmiki. Tak lupa tangan Bulan memegang tangan Walmiki.
“Walmiki, aku sayang padamu.”
Walmiki merasa langit sedang runtuh ketika Bulan ucapkan kata-
kata ajaib itu. Bahagianya tak terkira.
“Baiklah, aku akan rajin berkunjung ke asrama Syantikara sampai
mati.”
Bulan tertawa mendengarnya. Walmiki lalu melihat bunga
kamboja lagi di pohonnya. Tanpa izin pemilik pohon, yang entah siapa
pemiliknya, Walmiki petik sekuntum kamboja. Lalu menyelipkannya ke
telinga Bulan. Hingga Bulan terlihat seperti perempuan tangguh dari
Bali. Walmiki lalu beranjak pulang, meninggalkan Bulan yang tersenyum
melambaikan tangannya.
***

176
23

Item kerap merasa sebatang kara. Hanya di Jogja, Item tak merasa
sebatang kara. Bulan di sana seperti cahaya yang menentramkannya.
Bulan adalah kebanggaan Item yang begitu berharga. Setiap senyum
dan bahagianya selalu Item perjuangan. Item senang bertemu putrinya
yang tumbuh dewasa meski hanya bisa bertemu beberapa jam.
Kadang timbul khayal Item untuk berkumpul dengan orang-orang yang
disayanginya—Bulan dan Mei dalam sebuah kebersamaan bersamanya.
Item begitu bahagia putrinya sedang ditaksir pemuda keren di
zaman itu. Pemuda berambut kribo, bisa bermain gitar, dan terlihat
cerdas di mata Item. Item merasa bahagia jika tahu si bocah kribo itu
benar-benar menyayangi putrinya. Ia berharap Walmiki si mahluk kribo
itu selalu bersama putrinya, selalu sebisa mungkin tak meninggalkannya,
seperti Item pernah tinggalkan Anggrek.
Item hanya bisa berdoa untuk Bulan, “Tuhan, berikan laki-laki
terbaik bagi putriku. Jangan biarkan dia mendapat laki-laki seperti
ayahnya yang selalu meninggalkannya.”
Item lalu ingat lagi pada Mei yang entah di mana. Item tahu
betapa menderitanya Mei. Begitu bertemu, Item akan mengajaknya
jadi istri resminya. Item tak peduli Mei bekas tahanan politik. Item juga
rela harus kehilangan pekerjaannya.
Mei telah kehilangan semuanya. Kehormatan dan hidupnya
dirampas orde baru hanya karena orang-orang merah sering berkumpul
di warungnya. Lalu orang-orang orde baru menempatkan Mei dalam
posisi hina. Kamp tahanan politik wanita berisi mantan anggota Gerwani
juga. Mereka sekelompok orang sial pasca 1966.
Item diam-diam terus mencari Mei. Item begitu merindukannya.
Ketika rindu, Item selalu kesal pada Arjuno. Karenanya, Item selalu

177
nekat tiduri Srikandi. Item tampak berusaha merusak dunia. Item
tampak seperti hantu yang ingin menghancurkan Arjuno.
Mei makin jadi orang pendiam. Dia tak menemukan apa pun
yang mengobati kehilangannya yang teramat sangat. Mei terkadang
merindukan kehangatan malam bersama Item. Malam itu seolah tak
akan pernah datang lagi bagi Mei.
Dalam kerinduannya, Mei hanya bisa berkata, “Aku tak akan
merasa menderita meski aku sudah kehilangan banyak hal yang aku
punya, asal ada kau.”
Mengharapkan Item jelas harapan kosong. Kebetulan, Mei tak
pernah hidup dalam bayang-bayang kosong. Berharap akan berakhir
pada kesakitan. Namun, hidup nyatanya memaksa manusia untuk
memiliki harapan agar semua menjadi lebih baik. Mei tak menyadarinya.
Mei akhirnya mendengar bahwa dirinya akan bebas. Namun Mei tak
punya apa pun lagi, kecuali kehancuran. Pembebasan tak akan ada
artinya.
***
Sementara itu, kabar tentang rencana pembebasan tahanan
golongan C terdengar Item. Lalu dicarinya daftar tahanan itu. Ternyata
Mei dipenjarakan di Kendal. Item pun menuju Kendal. Tak ada yang bisa
mengahalangi. Tak seorang pun kawan atau atasan Item tahu ke mana
Item akan pergi.
Sampai Kendal, Item ke penjara. Di mana satu per satu tahanan
politik keluar. Kebanyakan dari mereka tak dijemput. Mungkin karena
keluarga mereka sudah mati atau dibantai orang-orang orde baru. Ada
juga yang anggota keluarganya takut menjemput. Item mencari Mei di
antara tahanan yang keluar.
Item akhirnya melihat Mei yang makin pucat dan kurus. Item
berlari ke arah Mei. Mei tak memperhartikan. Tangan Item lalu
memegangan Mei.
“Mei, ini aku. Maafkan aku terlambat datang padamu.”
“Item.”
Mei langsung memeluk Item. Dan mereka pun berpelukan.

178
“Mei, sekarang hiduplah bersamaku.”
“Aku tak punya apa-apa, Item.”
“Mei, aku tak ingin apa-apa darimu. Jadilah istriku, Mei. Kita akan
hidup di tempat yang baru. Kita lupakan masa lalu yang menyiksa itu.
Mei, mau?”
Pelukan Mei bertambah erat. Mei menuruti permintaan Item.
Hanya Item yang Mei miliki. Mereka lalu pergi ke Pasar, mencari
beberapa pakaian untuk Mei. Setelah itu, mereka pergi ke warung
untuk makan. Selanjutnya mereka ke Jakarta, di mana Item membuat
identitas baru untuk Mei. Nama baru Mei adalah Meina, namun tetap
dipanggil Mei. Kini Mei akan dianggap orang Manado karena kulit orang
Manado dengan keturunan Tionghoa sama.
Data-data soal Mei pun diatur Item untuk dihapuskan sebagai
Tapol. Mei tak akan menginjak Semarang lagi. Item sendiri memutuskan
tidak aktif lagi sebagai Intel dan meminta pensiun dari militer. Mereka
berdua lalu memutuskan hidup di Balikpapan. Sebelum berangkat ke
Balikpapan, mereka berdua menikah di Kantor Urusan Agama.
Kepada Bulan, Item mengirimkan sebuah telegram: “Bulan,
ayah sekarang tinggal di Balikpapan bersama istri baru ayah. Maaf baru
memberi tahumu, Nak.“
Bulan sendiri senang mendengar berita itu. Ayah tak lagi sendiri.
Bulan bisa merasakan ayahnya begitu bahagia dengan kehidupan
barunya. Tak sabar Bulan ingin pulang dan bertemu dengan ayah dan
ibu barunya.
***
Walmiki rajin berkunjung ke Syantikara sehabis kuliah atau
berlatih band. Mereka biasa habiskan waktu berjalan-jalan menikmati
Jogja dengan sepeda onthel pinjaman dari kawan mereka. Walmiki rela
mengantar Bulan ke mana saja, termasuk urusan kampus di IKIP Jogja
yang ribet tiada akhir. Dan memang, birokrasi di kampus itu akan ribet
sampai akhir dunia.
Semua berlangsung sampai Bulan wisuda. Walmiki menunggui
Bulan wisuda. Walmiki tak lagi kucel. Kali ini, Walmiki pakai sepatu

179
dan kemeja hingga lebih rapi dari biasanya. Beberapa kawan Walmiki
merasa langit sedang runtuh melihat penampilan Walmiki, di mana
Bulan dinyatakan lulus sebagai sarjana pendidikan seni. Walmiki
menunggu di luar dengan seuntai kamboja lagi. Ketika Bulan keluar
dari ruangan, Walmiki memberikan bunga itu dan Bulan menerimanya
dengan senyum bahagia.
“Aku lulus Walmiki. Kau pasti akan lulus pada suatu hari.”
“Ya. Doakan.”
Walmiki mengamati ijazah Bulan. Walmiki membaca sebuah
nama: Anggrek Bulan.
“Jadi namamu Anggrek Bulan?”
“Ya.”
“Maaf, aku tidak tahu. Tapi itu nama yang bagus. Aku suka.”
“Kata Sheakspeare, apalah arti sebuah nama?”
Walmiki tersenyum.
“Nama akan bermakna jika si empunya bisa memaknai hidupnya.”
“Ya. Begitulah.
Mereka berdua lalu berjalan ke arah taman. Menghindari
keramaian wisudawan/wisudawati IKIP Jogja.
“Miki, aku akan pulang? Ayah dan Ibu sudah di rumah Balikpapan.”
Walmiki seolah tak tahan perpisahan. Walmiki sadar mereka
akan berpisah suatu hari. Dan hari itu akan tiba.
“Bulan selamanya di sana?”
“Iya. Walmiki berjanjilah kirim surat padaku.”
“Pasti.”
Mereka didatangi adik-adik asrama Bulan. Mereka memberikan
selamat pada Bulan. Mereka tak ingin ke mana-mana selain duduk
santai di bawah pohon-pohon rindang kampus IKIP Jogja yang kala itu
rimbun.
Ketika gedung wisuda sepi, Bulan dan Walmiki masuk ruangan.
Bulan berjalan ke piano. Sementara Walmiki, memilih duduk di kursi
agak tengah. Tak ada orang lain selain mereka berdua. Walmiki menatap
betapa manisnya Bulan hari itu dalam balutan toga.

180
Bulan duduk di kursi dan jemari-jemarinya menyentuh tuts piano.
Segera mengalun repertoar Ave Maria yang digubah Johan Sebastian
Bach. Walmiki menikmati alunan piano itu.
***
Bulan haru tinggalkan Jogja dengan sebuah kereta malam
dari Tugu. Kereta itu akan mencapai Surabaya esok paginya. Walmiki
mengantar Bulan dengan menggandeng tangan Bulan. Mereka memang
sepasang kekasih. Walmiki mengantar Bulan sampai ke Surabaya.
Sepanjang jalan, mereka saling bercerita. Mereka berpegangan tangan
seolah tak pernah inginkan perpisahan itu.
Pagi buta, mereka di Gubeng. Lalu ke Ujung, di mana kapal
menunggu. Mereka duduk berdua di tepi pelabuhan, menanti kapal
pergi.
“Bulan, ini sandalmu.”
Walmiki mengeluarkan sandal Bulan yang dulu dilemparkan
padanya. Bulan tersenyum, lalu tertawa mengingat kejadian itu.
“Oh sandal kulitku.”
Bulan lalu mengambil pasangan sandal itu. Bulan ingat bagaimana
dia kesal karena merasa digoda Walmiki.
“Kau ingin memakainya?”
“Ya. Aku rindu sekali.”
“Bagaimana jika aku menggodamu lagi.”
“Aku akan melemparkan hatiku saja untuk kau jaga.”
Mereka berdua tersenyum dan saling berpegangan tangan.
“Bulan, aku akan mengetuk pintu rumahmu suatu hari. Seperti
aku pernah mengetuk hatimu.”
“Miki, datanglah kapan pun kau mau.”
“Rasanya, aku akan selalu merindukanmu.”
Trompet tanda berangkat kapal pun meraung di seantero
pelabuhan.
“Miki, aku sayang padamu.”
“Aku juga, Bulan.”
Mereka lalu berpelukan lama. Tak lupa berciuman. Tepat ketika

181
matahari menghilang senja itu.
“Kirim surat padaku, Miki. Aku akan selalu rindu padamu.”
Bulan pun naik ke kapal. Walmiki mulai tersiksa oleh kehilangan.
Dia memiliki Bulan, itu mengapa dia merasa kehilangan. Di atas kapal,
Bulan melambaikan tangannya. Walmiki pun hanya bisa melambaikan
tangan dalam hati yang terasa kehilangan. Terasa berat bagi Walmiki
sekarang.
***
Walmiki merasa sepi di Jogja. Hari-harinya tetap diisi dengan
pergi ke kampus dan main band. Tetap saja, penghuni Syantikara yang
manis bernama Bulan itu lebih sering bersarang di kepalanya. Walmiki
sudah tingkat tiga di kuliahnya dan hampir naik ke tingkat empat.
Walmiki tetap menjadi asisten dosen. Sesekali Walmiki gantikan
dosennya mengajar jika sang dosen yang diasisteninya berhalangan
hadir. Suatu kali datang kabar, bahwa akan ada proyek penelitian
beberapa tempat di luar Jawa. Walmiki pun putuskan bergabung.
Walmiki diterima untuk proyek itu. Rambut Walmiki tetap kribo.
Rambut bukan masalah, isi kepala Walmiki yang tersembunyi dari
rambutnya yang berharga. Walmiki menikmati kerja barunya sebagai
peneliti. Tak masalah dirinya jadi sarjana atau tidak. Penelitan setahun
pun tak cukup hingga ditambah delapan bulan lagi.
Sesibuk apa pun, tetap saja terbayang Bulan. Walmiki selalu
berkirim surat pada Bulan. Bulan pun selalu membalas surat itu. Bulan
juga merindukan Walmiki. Meski terus terbelenggu oleh rindu, Walmiki
merasa lebih baik daripada dirinya terus bertahan kuliah di Jogja.
Setidaknya, Walmiki bisa merasa menjadi pemuda berguna dan punya
sesuatu yang dibanggakan.
***

182
24

Item sedang duduk nyaman di rumahnya, di sebuah bukit damai


dekat pelabuhan. Balikpapan begitu tenang kala pagi. Item biasa duduk
di jendela sambil menatap laut. Atau sesekali bersama Mei ke Melawai.
Jika sore, mereka akan jogging di lapangan merdeka. Mereka menikmati
hidup layaknya pengantin baru.
Mei punya hidup yang baru setelah kehancuran dan kehidupan
lamanya direnggut. Mei merasa beruntung selalu bersama Item. Mereka
bisa saling berbagi dan membelai kapan saja tanpa perlu menanti.
Mereka masih rajin mengulang percintaan mereka yang nikmat seperti
di Semarang dulu. Usia tak pernah halangi mereka, masih tetap sama.
“Mei, kamu masih saja sehangat dulu.”
“Kau juga.”
Mereka saling berciuman lagi. Item pun meraba semua bagian
tubuh Mei. Sementara Mei memegangi kepala Item. Mereka lalu
berguling di atas peraduan mereka. Bibir Item semula hanya mencumi
bibir Mei, namun bibir itu bergerilya ke dada Mei. Sementara itu, tangan
Item sudah bergerilya ke mana-mana.
“Mei, aku sayang padamu.”
“Aku juga selalu sayang padamu, Item.”
Setelah ucap kata ajaib itu dan melihat Mei tersenyum, Item
mengecup kening Mei. Selanjutnya pertempuran sebenarnya terjadi.
Cucuran keringat mengalir perlahan di tubuh mereka berdua. Hingga
permainan usai, mereka terus berpelukan.
Pintu rumah mereka pun diketuk. Item agak kesal. Dia harus
bukakan pintu. Sementara itu, Bulan sedang pergi mengajar. Ternyata
itu atasan Item yang ingin menjemput Item. Si atasan nekat datang naik
pesawat dan akan membawa Item dengan pesawat ke Jakarta.

183
“Item, pergilah ke Jakarta. Ada hal penting.”
“Saya sudah pension, Komandan.”
“Ini penting. Bantulah kami atau kami kehilangan jabatan kami.”
“Baiklah.”
Item lalu berpamit dengan Mei dan Bulan untuk pergi ke Jakarta.
Agak berat Item meninggalkan mereka. Kedamaian Item terganggu
lagi oleh atasannya. Kali ini, dia harus jadi mata-mata lagi, bahkan jika
perlu harus jadi algojo lagi. Item agak terpaksa menerima tugas itu, dia
merasa direngut dari kehidupan barunya yang indah.
***
Proyek belum habis, dan Walmiki pun terpaksa kembali kuliah ke
Jogja. Sebenarnya, Walmiki harus kuliah dan tinggal selama dua tahun
lagi di Jogja. Juga kembali jadi asisten dosen. Sebuah rekomendasi
untuk kuliah ke luar negeri setelah jadi sarjana diberikan pada Walmiki.
Nyatanya Walmiki punya rencana lain—bergabung dengan gerakan
bawah tanah menentang Presiden yang korup.
Walmiki hanya akan menetap di Indonesia saja, seperti ayahnya
dulu di zaman pendudukan Nippon dulu. Ayah Walmiki adalah bagian
dari gerakan bawah tanah yang dipimpin Sutan Syahrir. Mereka orang-
orang Sosial Demokrat. Mereka bergerak berhati-hati dalam menentang
bala tentara Nippon.
Ayah Walmiki termasuk orang yang pertama kali mendengar
berita kekalahan Nippon. Bersama kawan-kawan sosialisnya, sebuah
Proklamasi pertama tentang kemerdekaan Indonesia mereka adakan
di Cirebon pada 15 Agustus 1945. Setelah 1945, ayah Walmiki adalah
termasuk Pemuda Sosialis. Lalu ia bergabung sebentar di tentara
dengan pangkat Sersan.
Ketika tentara Belanda angkat kaki dari Indonesia, ayah Walmiki
menolak dipanggil kembali jadi tentara. Ayah Walmiki lalu bergabung
dengan Partai Sosialis Indonesia (PSI) bersama Syahrir, Sumitro, dan
lainnya. PSI adalah partai-partai orang pintar. Tak heran jika Walmiki
selalu mengidolakan ayahnya.
Ayah adalah teladan baginya. Apa pun yang ayahnya lakukan,

184
Walmiki ikuti. Tak heran Wamiki bisa jadi anak manis meski agak Bengal
di luar rumah. Seperti ayahnya, Walmiki suka baca dan sesekali menulis
esai, meski tak sebaik ayahnya. Pengalaman ayahnya ikut gerakan
bawah tanah pun akan diikutinya pula jika ada kesempatan.
***
Kawan Walmiki dari Jakarta datang di akhir tahun. Mereka biasa
berdiskusi. Kala itu, Walmiki baru saja pulang dari penelitian. Si kawan
mengajak Walmiki ikut sebuah gerakan untuk mengkritisi penguasa
korup, namun bukan menggulingkannya.
“Presiden kita korup, Miki”
“Sekorup Sukarno?”
“Lebih parah. Dia seperti sudah jual nnegara ini. Hutang sama
Amerika makin besar.”
“Kata ayah, dia memang bukan ahli ekonomi. Dia cuma bekas
kopral KNIL yang bisa berhitung tapi hanya berhitung untuk dirinya
sendiri.”
“Ikutlah, Miki. Kami butuh kau.”
“Kita mau apa, Bram?”
“Kita bikin demo besar dulu. UI lagi kacau sekarang. Dua jenderal
bermain di sana.”
“Siapa dua jenderal itu?”
“Itu. Ali Murtopo dan Mitro.”
“Mereka coba kuasai kampus lewat Hariman. Tapi rencana Ali
gagal. Hariman tetap bisa kita percaya.”
“Apa kita akan melakukannya seperti tahun 1966, Bram?”
“Seperti dulu, Miki. Seperti waktu SMP kelas dua dulu. Waktu
kita sebarkan pamflet anti-Sukarno. Kita berhasil Walmiki. Kita pernah
berhasil.”
Bram meyakinkan Walmiki dengan cerita remaja mereka yang
pernah jadi pemenang dalam sebuah perseteruan politik di Indonesia.
Mereka berdua merasa sukses gulung Sukarno. Sekarang mereka ingin
menggulung Suharto. Bram kemudian keterusan. Dia pilih jadi aktivis
politik di Jakarta. Kali ini, dia ingin mengajak Walmiki ke Jakarta untuk

185
mengulang masa lalu mereka.
“Aku ikut, Bram. Di daerah semuanya menyedihkan. Pemerintah
gagal.”
“Kita buat perubahan, Walmiki.”
Walmiki merasa punya jalan untuk menjadi seperti ayahnya. Tak
peduli mau gagal atau berhasil, yang terpenting perubahanlah yang
mereka perjuangkan. Mereka menumpang kereta api. Kali ini Walmiki
tak membawa gitarnya. Walmiki hanya bawa dua stel pakaian. Mereka
lalu berdemo menolak kedatangan Perdana Menteri Tanaka dari
Nippon.
Demo-demo terus berlanjut. Walmiki dan Bram kut berdemo
dengan mahasiswa UI pada 15 Januari 1974. Mereka berhadapan
dengan tentara. Mereka berparade di Jalan Salemba sampai ke Senen.
Setiap area yang mereka lewati, kemudian berubah menjadi neraka.
Mereka tidak sendiri.
“Bram, apa mereka mahasiswa?”
“Tidak Walmiki, mereka preman.”
“Mau apa mereka, Bram?”
“Berdoa saja mereka tidak menyerang kita.”
“Apa mereka mau buat kerusuhan?”
“Jangan-jangan kau benar Walmiki.”
Tak lama daerah Senen pun ramai. Beberapa toko terbakar.
Sepeda motor merek Yamaha, Honda, dan lainnya menjadi sasaran
pembakaran. Jakarta tampak porak-poranda. Ketika tentara menyerbu,
barisan Walmiki bubar. Mereka pun melarikan diri ke mana saja asal
terhindar dari amukan aparat.
***
Mereka kembali ke kontrakan Bram. Sementara itu, ketika mereka
di rumah Bram, sekelompok pria berpakaian preman mendekati rumah
mereka. Mereka berempat. Ketika pintu didobrak, Walmiki, Bram,
dan penghuni lain kabur. Sasaran mereka hanya Walmiki dan Bram
sebenarnya.
Keempat orang itu dari kelompok Anggrek Hitam. Mereka akan

186
membunuh siapa saja asal ada perintah. Kali ini, perintah itu datang
untuk menghabisi Bram. Tak boleh ada jejak dalam pembunuhan itu.
Bram harus mati seketika dan mayatnya tak boleh ditemukan.
Item, selaku pemimpin kelompok eksekusi itu, memberi perintah
menyebar.
“Bram harus ditewaskan. Lalu mayatnya kita bawa dan kubur di
luar kota.”
Bram adalah buruan lama mereka. Bram merupakan orang
berbahaya bagi para pejabat pemerintah. Bram punya banyak jaringan
untuk digerakkan menggulingkan pemerintahan.
Dalam pelarian, Walmiki dan Bram menyebar. Dua orang lalu
mengejar Bram. Melihat pemuda kribo itu, Item beri perintah lagi.
“Kalian berdua, kejar Bram! Saya mau hilangkan satu saksi.”
“Siap, Komandan.”
Item lalu ikuti Walmiki berlari. Agak berat juga setelah lama
tidak bertugas, lalu tiba-tiba dipanggil kembali sebagai algojo negara.
Langkah Item tak lagi bisa secepat dulu. Hidup Item sebagai suami Mei
jauh menyenangkan melebihi apa pun.
Duduk manis di rumah ditemani Mei sudah jadi hal menyenangkan.
Tiap bulan Item bisa nikmati uang pensiunnya yang cukup untuk hidup
sederhana bersama Mei. Kini untuk beberapa waktu, Item harus
tinggalkan itu. ini cukup bikin Item agak kesal juga.
“Anak muda menyerahlah!”
Teriak Item. Sementara Walmiki terus berlari. Walmiki akhirnya
tiba di bibir sungai deras. Walmiki berhenti, Item yang memegang pistol
mendekatinya.
“Aku pernah melihatmu anak muda.”
“Siapa, kau?”
“Kau tidak perlu tahu.”
“Kenapa kau mengejarku?”
“Aku algojo negara ini. Aku biasa membunuh siapa saja asal ada
perintah dari Presiden. Orang anti presiden macam kalian pasti akan
jadi santapan kami. Kau akan jadi santapan kami.”

187
“Kenapa kalian mau membunuh untuk mereka?’
“Karena mereka atasan kami. Atasan adalah dewa buat kami.”
“Kalian bukan manusia!”
“Memang bukan, Nak. Kami adalah anjing hitam.”
“Kau akan membunuhku juga sekarang? Tembaklah kepalaku!”
“Kau tampaknya bangga jadi martir? Ajaran Tuhanmu atau
ayahmu?”
“Bukan urusanmu tuan algojo, tembaklah!”
“Jangan-jangan ayahmu juga sepertiku waktu muda. Pernah
lawan Nippon.”
“Bedanya, ayahku tak jadi anjing Suharto si bekas budak Nippon
itu.”
“Nak, kau hidup di zaman Suharto.. itu mirip dengan zaman
pendudukan Nippon dulu.”
“Itulah kenapa kau harus menembakku sekarang.”
Item tertawa melihat anak muda itu.
“Tidak, kau harus pulang demi wanita yang kau sayangi.. ingatlah
itu! Wanita yang begitu bahagia menerima suratmu. Wanita yang selalu
menanti kedatanganmu di kotanya.”
Walmiki terdiam sejenak.
“Lalu, bagaimana dengan tugasmu algojo?”
“Tugasku kali ini menembaki orang, tak penting kena atau tidak.
Yang penting aku menembakmu. Pergilah padanya! Dia menunggumu.”
Beberapa tembakan terdengar dari jauh.
“Kawanmu sudah mati, Nak. Iklaskan dia.”
Walmiki terdiam dan hampir menangis, tapi dia tahan.
“Ada masanya bagi orang muda berjuang habis-habisan. Namun
ada kalanya itu berhenti demi urusan perut. Semakin tua kau akan
kehilangan semangat juangmu, kecuali jika kau gila.”
“Kenapa kau tidak bunuh saja aku sekarang?”
“Tidak, kau harus hidup untuk seseorang jika kau merasa gagal
untuk hidup bagi banyak orang. Pikirkan orang yang kau sayangi, jangan
sampai mereka terancam dan tersakiti oleh anjing-anjing hitam macam

188
kami. Kau harus hidup untuk yang kau cintai. Jangan sampai kau mati!
Lalu mereka menderita karena perlawananmu.”
Walmiki segera teringat Bulan. Walmiki pun tak tahu jika dirinya
berhadaan dengan ayah Bulan. Walmiki merasa harus hidup untuk
Bulan. Dia merasa tak bisa mati dan teruskan perjuangannya. Dia tak
ingin Bulan tersiksa. Terpikir oleh Walmiki jika Bulan akan susah jika
para anjing hitam negara mengejarnya. Wamki mulai menangis.
“Aku akan merasa malu pada ayahku.”
“Dia tidak akan malu padamu, anak muda. Siapa yang tidak
bangga pada anak yang berani dan bisa berpikir adil sepertimu. Kau
tahu, aku iri padamu. Aku tak bisa sepertimu. Kau tahu, betapa tidak
nyamannya jadi anjing hitam peliharaan negara?”
“Tapi kau bisa hentikan itu.”
“Tidak mungkin, anjing tetap anjing. Di nNegara ini, sampah tetap
sampah. Jadi robot atau anjing negara lebih dihargai, Nak.”
“Kau kan bisa membunuh mereka yang menyuruhmu saja?”
Item terdiam, anak muda ini benar. Item memilih tak hiraukan
omongan itu. Tak peduli pada atasan brengseknya.
Item lalu kesal. Pistol itu lalu diarahkan pada Walmiki. Dan suara
tembakan menggema. Item lalu mendatangi anak buahnya yang sudah
menyelesaikan tugasnya.
“Sudah?”
“Sudah, Ndan.”
Mereka lalu berangkat keluar kota. Ke sebuah hutan kosong
di mana sebuah lubang digali dan mayat Bram dimasukan. Riwayat
Bram tamat dan tanpa jejak. Item lalu mengatakan sesuatu pada anak
buahnya.
“Anggrek Hitam bubar. Kalian kembali ke kesatuan kalian dengan
damai. Lupakan hal-hal keji yang pernah kita lakukan.”
“Siap, Ndan. Saya sudah bosan. ”
Semua sepakat. Item lalu bagikan beberapa gepok uang sebagai
tanda perpisahan mereka. Mereka lalu kembali lagi ke kota. Mereka
berpisah dan kembali pada kehidupan damainya masing-masing.

189
***
Item teringat ucapan Walmiki, di tengah tugas yang baginya
memuakkan. Item merasa perintah setan dari atasannya untuk
membunuh orang itu harus dilenyapkan. Tak ada jalan lain kecuali
membunuh atasannya diam-diam.
Item lalu mecari atasannya. Item tahu atasannya sedang pergi
ke sebuah hotel dekat Kramattunggak, tempat biasanya sang atasan
memuaskan selangkangan. Begitu Item mengetahu di mana mangsanya,
Item keluarkan pistol berperedamnya. Item mendobrak masuk ke kamar
atasannya yang sedang puaskan selangkangannya, yang telanjang bulat
bersama pasangan mesumnya.
Si atasan terkejut. Begitu juga teman kencannya hingga berteriak.
Item arahkan pistolnya ke atasannya. Si atasan ketakutan tanpa ucapkan
sepatah kata pun. Item lalu mengucapkan pesannya: “Kami sudah
selesai. Tak ada lagi algojo negara. Tak ada lagi anjing hitam. Slamat
tinggal.”
Doorrr!!
Setelah menembak, Item lalu pergi. Hangar-bingar musik di
Kramattunggak membuat suara pistol makin tak terdengar. Item lalu
menghilang. Dalam hati Item berkata, “Tamatlah riwayat para algojo
negara. Tamatlah Anggrek Hitam. Tak ada lagi anjing hitam sekarang.”
***

190
25

Dengan susah payah, Walmiki berlari menuju jalan raya. Dengan


uang tersisa di kantongnya, Walmiki akhirnya mecapai Jogja dengan
kelelahan luar biasa. Kengerian masih tertanam kuat dalam dirinya.
Walmiki masih terpukul dengan kematian sahabatnya, Bram.
Kematian itu membuat Walmiki ngeri untuk terus melawan rezim
korup. Karena rezim korup yang punya banyak anjing hitam, Walmiki
terpaksa mau kuliah lagi atau main band seperti sebelum pergi riset dan
ada Bulan di sisinya. Kengerian itu hanya bisa disimpannya saja. Pada
Bulan pun, Walmiki tak mau menceritakannya. Walmiki semakin jadi
pendiam, namun berusaha menyibukkan diri demi melawan kesedihan
dan kengerian yang dia alami di Jakarta.
Walmiki mengubur keinginannya untuk menjadi seperti ayahnya.
Walmiki makin merasa malu pada ayahnya. Terakhir bertemu ayahnya,
Walmiki tetap saja merasa malu pada dirinya.
“Maafkan aku, Ayah.”
“Kenapa, Nak?”
“Aku merasa tak bisa sepertimu. Kau pernah lawan serdadu
Nippon bersama Syahrir.”
“Nak, kita hidup di alam yang berbeda. Dulu aku merasa bisa,
karena aku tak punya siapa pun. Aku belum nikahi atau pacari ibumu
waktu itu. Jadi aku rela mati kapan saja.”
“Tapi, kita punya presiden dan penjajah yang tak jauh beda
dengan Nippon, ayah.”
“Ya. Memang tak ada beda, Nak. Sekarang lebih mengerikan,
karena warna kulit si penjajah sekarang sama dengan warna kulitmu.

191
Kau bisa dituduh pengkhianat. Mereka juga akan persulit dirimu dan
keluargamu jika melawan.”
“Jauh lebih biadab?”
“Ya. Seperti itu.”
“Aku bingung bagaimana harus jalani hidupku.”
“Hidupilah seseorang, jika tak mampu hidup untuk orang banyak.
Setidaknya untuk wanitamu di seberang sana. Mungkin dia sedang
menunggumu. Jangan ragu lakukan itu, Nak. Ayah dan Mama akan
baik-baik saja di rumah.”
Walmiki terdiam dan merasa punya alasan untuk tidak terpukul
lagi. Ujian akhir tinggal enam bulan lagi. Dia akan terbebas dari kampus.
Artinya, dia akan bisa pergi ke mana saja. Bulan pun melintas dalam
pikirannya.
“Nak, kau masih muda. Kau bisa lakukan apa pun yang kau
mau. Jika kau tak sanggup, lakukan hal yang lain. Lakukan sesuatu.
Bertarunglah. Jika kau jatuh, bangkit lagi. Kalah bukan masalah, tapi
jangan biarkan kengerian menguasai dirimu.”
“Ya, Ayah.. aku akan ingat itu. Terima kasih diingatkan lagi. Aku
seperti melupakannya beberapa tahun terakhir.”
“Ayah tahu soal Bram yang hilang. Kau yang terakhir sama dia.
Jangan terpukul terlalu dalam.”
“Aku merasa gagal, Yah. Aku tak bisa teruskan perjuanganku.
Aku tiba-tiba teringat orang yang kusayangi. Tak masalah jika mereka
menembakku. Tapi, aku tak mau mereka menyakiti orang yang aku
sayangi.”
“Itu manusiawi, Nak.”
“Aku merasa tak bisa lanjutkan, Ayah.
“Mungkin ini sudah batasmu, Nak.”
Walmiki pun meneteskan air matanya. Ayahnya lalu memeluknya.
“Tetap saja aku gagal, Ayah.”
“Bukan masalah. Kita semua pernah gagal. Kau tidak buruk,
Wamiki. Jelas, Ayah merasa kau lebih pintar dari ayah. Kau sudah
asisten dosen. Kau bisa berpikir adil lebih dari ayah. Kau masih punya

192
mimpi yang lain, kan?”
“Ya. Tak sehebat dulu lagi, ayah.”
“Kau boleh gagal hari ini, namun siapa tahu kau bisa berhasil
dengan mudah besok.”
“Semoga, ayah.”
“Sana pergilah ke pacarmu! Ayah tunggu kabarnya.”
“Aku pergi dulu, Yah.”
“Pergilah, Nak. Kau bisa pulang jika kau mau. Kau juga boleh pergi
jauh dan tak kembali, tapi tetaplah untuk berpikir adil. Kau belum gagal
sebenarnya.”
“Iya, ayah. Aku tetap Walmiki yang kau kenal. Aku pergi dulu.”
Wamiki mengambil jaketnya dan menghilang dari ruang baca
ayahnya. Diskusi dengan ayahnya, membuat Walmiki semangat. Sejak di
Jogja, Walmiki jarang diskusi dengan ayahnya. Ini adalah yang pertama
sejak Walmiki kuliah di Jogja. Walmiki tak pernah kecewakan ayahnya
dan selalu jadi kebanggaan ayahnya. Ayahnya senang dan bangga luar
biasa Walmiki bisa jadi asisten dosen.
***
Walmiki pun bisa jalani ujiannya dengan baik dan lulus dengan
nilai baik pula skripsinya. Walmiki pun langsung bergegas pergi. Ia tak
peduli lagi pada ijazahnya. Walmiki pergi ke Surabaya. Tiket kapal ke
Balikpapan sudah di tangan. Walmiki pergi dengan wajah ceria. Dia
merasa apa yang dia lihat sepanjang perjalanan adalah indah. Sudah
pasti tujuan perjalanan dia tentu sesuatu yang indah.
Walmiki tak beri kabar ke Bulan. Berharap ini adalah kejutan
bagi Bulan. Semakin dekat Balikpapan, Walmiki semakin sumringah.
Pemandangan kilang-kilang minyak membuka cakrawala Walmiki
akan indahnya bukit-bukit hijau di Balikpapan. Hati Walmiki semakin
berbunga. Hari masih cerah siang itu.
Walmiki mengingat alamat Bulan. Tak jauh dari pelabuhan. Tepat
di sebuah gang bertangga. Lalu naik dan tanya pada tetangga mereka.
Semua orang kenal Bulan. Guru musik yang cukup dikenal permainan
pianonya.

193
Walmiki mendadak terkejut. Rumah Bulan tampak hening.
Walmiki mengetuk pintu rumah Bulan. Ketukan indah impian Walmiki
ketika berpisah dari Bulan. Bulan lalu bukakan pintu. Perasaan
berbunga-bunga Bulan muncul seketika.
“Miki… kamu datang, ketika aku semakin merindukanmu.”
Wamiki tersenyum di depan pintu. Bulan segera peluk Walmiki.
Bulan merasa bersyukur atas kedatangan Walmiki.
“Ya Tuhan, kau begitu sayang padaku. Kau telah kirim lelakiku
hari ini. ”
Walmiki mendadak jadi pendiam lagi. Namun, hari itu Walmiki
begitu bahagia. Dia bersama Bulan lagi.Walmiki tak ada rencana apa
pun, kecuali hidup bersama Bulan.
“Miki, maukah kau ikut denganku?”
“Ke mana, Bulan?”
“Kunjungi ayah. Dia ditabrak mobil kemarin malam. Dia di rumah
sakit sekarang. Tak ada luka parah di tubuhnya.”
“Di mana sekarang?”
“Ayo kita pergi sekarang. Tinggal saja tasmu.”
Mereka berdua keluar rumah. Bulan yang rindu sekian lama
tak bisa melepaskan tangan Walmiki. Bulan memakai sandal kulit
cokelat kesayangannya, yang dulu dilemparkan pada Walmiki. Mereka
menuruni tangga, lalu menyusuri jalan raya. Mereka lintasi Melawai,
lapangan Merdeka, lalu ke BPM. Sore itu begitu cerah. Mereka sempat
berhenti sebentar di Melawai. Walmiki mencium bibir dan kening
Bulan. Dan Bulan merasa bahagia dengan ciuman itu.
***
Mereka pun memasuki rumah sakit. Sampai depan kamar
ayahnya, Bulan langsung masuk. Walmiki tertinggal di luar. Walmiki
maklum karena Bulan begitu sayang pada ayahnya. Tak lama. Bulan lalu
keluar dengan senyumnya yang seperti anak kecil dapat permen.
“Miki, masuklah. Ayah ingin bertemu.”
Walmiki masuk dan menurut. Melihat wajah Item, sang ayah dari
Bulan, Walmiki terkejut. Namun Walmiki bisa kuasai dirinya. Walmiki

194
tak ada masalah sebanarnya, kecuali terkejut. Termasuk pada pemimpin
rombongan algojo yang membunuh sahabat baiknya. Walmiki tetap
tersenyum.
“Saya Walmiki, Om.”
“Panggil saya Om Item kalo begitu.”
Mereka tampak akrab. Mereka berdua tampak melupakan masa-
lalu.
“Apa kabarmu, Nak?”
“Baik, Om? Om sendiri bagaimana?”
“Baik, Nak. Cuma kata dokter ada masalah sedikit.”
Item lalu melihat ke arah dua wanita yang dicintainya.
“Kalian berdua, tinggalkan kami sebentar saja. Jangan jauh-jauh,
aku tak bisa ditinggalkan kalian.”
Dua wanita itu, Bulan dan Mei menurut. Sebelum keluar, Mei
mengecup dan membisikan sesuatu pada Item.
“Kami tak akan jauh darimu, karena kami sayang padamu.”
Setelah dua wanita itu menghilang dari ruangan, mereka mulai
bicara sebagai laki-laki.
“Nak. Kau tahu siapa aku, kan?”
“Saya ingat, Om. Saya tidak akan lupa.”
“Maafkan aku, Nak. Aku masih jadi anjing hitam waktu itu.”
“Jadi Om yang waktu itu dan yang sekarang adalah dua sisi yang
berbeda dari satu orang.”
“Begitulah, Nak. Resiko jadi anjing hitam. Dan sekarang, kau
boleh membenciku.”
“Aku tidak bisa lakukan itu sekarang. Bukan karena kau terkapar
saat ini. Tapi, kau bukan sebagai anjing hitam peliharaan negara
sekarang. Kau hanya manusia sepertiku.”
“Aku menyesal terkadang dengan yang aku lakukan. Tapi, di
negeri ini anjing harus selamanya jadi anjing. Karena banyak tuan yang
ingin anjingnya selalu setia dan jadi anjing selamanya.”
“Aku tak membencimu sama sekali, bahkan dalam peristiwa itu
aku tak sedikit pun memusuhimu, karena kau jadi anjing hitam waktu
itu.”
195
“Nak.. semalam ketika aku baru sampai di sini, aku merasa
didatangi seorang suster di tengah malam. Itu suster separuh bule.”
“Siapa dia, Om?”
“Kata orang Balikpapan, dia Suster Maria. Siapa yang di tengah
malam dikunjungi olehnya akan meninggal keesokan harinya. Jika aku
bisa mati dengan damai, aku akan bahagia.”
Walmiki hanya terdiam dan berkata melihat orang yang punya
bayangan tentang kematiannya. Walmiki sendiri hanya ngeri melihat
seseorang berhadapan kematian. Lebih baik dia sendiri yang mati
daripada melihat orang lain sengsara dijemput ajal.
“Nak, maukah kau menolongku?”
“Katakan saja, Om. Mungkin aku bisa penuhi.”
”Nak, maukah kau jaga Bulan. Jika kau jadi suaminya, bisakah kau
berusaha untuk tidak meninggalkannya. Bawalah dia ke mana pun, tapi
jangan kau tinggalkan dia.”
Walmiki lalu mendekat pada Item. Item lalu menggenggam
tangan Walmiki.
“Baik, Om. Saya akan penuhi itu.”
“Terima kasih, Nak. Aku takut anakku bernasib seperti istriku
yang dulu kutinggalkan. Aku kadang merasa gagal sebagai ayah.”
“Saya sayang Bulan. Tak masalah dengan masa lalu, Om. Semua
orang bisa terjebak jadi seperti itu.”
“Beruntunglah, jika kau tak sepertiku.”
“Amin, Om.”
“Nak, kedatanganmu membuatku damai. Aku merasa, masa
lalumu tak dendam padaku dan juga Bulan.”
“Selama kita bisa berdamai dengan masa lalu dan melakukan
sesuatu untuk membuat semuanya akan baik-baik saja.”
“Kau benar, Miki. Kau bijak sekali sebagai orang muda. Kau sudah
berdamai dengan masa laluku.”
“Tak ada masa lalu yang mengejar dan dendam. Masa depan
pun tak akan halangi langkah kita jika masalah yang belenggu hidup
kita teratasi.

196
“Terima kasih, Miki. Aku akan tidur dengan lelap rasanya malam
ini.”
“Istirahatlah, Om. Aku keluar dulu. Aku senang bertemu Om
dalam damai.”
Walmiki berikan senyumnya pada Item, lalu keluar kamar. Item
memperhatikan langkah Walmiki dengan senyum. Selanjutnya, Item
terlelap dengan damai. Walmiki lalu datangi Bulan.
“Ayah sudah tidur.”
“Oh ya? Syukurlah. Semalam dia sulit tidur. Kau pasti lelah?”
“Tidak juga.”
“Jangan buat aku kesal, atau kulempar sadal ini lagi!
Walmiki tertawa kecil. Bulan pun terseyum melihat tawa itu.
“Tidurlah di pangkuanku, Miki.”
Walmiki menurut. Bulan membelai wajah dan rambut Walmiki.
Dan Wamiki terlelap. Bulan sendiri hanya bisa terjaga karena dirinya
merasa bahagia. Bulan merasa ayahnya akan baik-baik saja. Tak ada
luka parah. Jadi tidak terlalu khawatir pada ayahnya.
***
Menjelang fajar, Mama Mei menjerit. Bulan dan Walmiki
pun terbangun. Dilihat Mei berlari ke arah luar. Walmiki dan Bulan
pun beranjak dari tempatnya. Bulan ke kamar ayahnya, sementara
Walmiki mengejar Mei. Saat Walmiki sampai luar, terdengar suara
mobil ambulan merem mesinnya dengan tiba-tiba. Tampak Mei sudah
terkapar di depan mobil dengan darah banyak bercucuran.
Mei akhirnya dibawa masuk dengan kereta ke dalam rumah
sakit. Luka Mei parah dan pendarahan hebat terjadi di kepalanya.
Sementara Mei dibawa untuk dirawat, Walmiki mencari Bulan. Walmiki
menemukan Bulan terduduk membisu dan meneteskan air mata.
“Bulan, ada apa?”
“Ayah sudah meninggal. Itu kenapa Mama tadi kaget.”
Walmiki lalu memeluk Bulan dengan erat. Walmiki tak mengatakan
apa pun soal Mei yang terluka berat, takut Bulan bertambah sedih.
“Sabar, Bulan.”

197
“Ya semua pasti akan pergi. Aku tak berdaya.”
“Sudahlah, Bulan. Kau tak sendiri.”
Walmiki lepaskan pelukannya.Tangan Bulan pun lalu digenggam
Walmiki. Bulan agak merasa tenang. Lalu tangan Bulan pun berubah
posisi, kali ini tangan Bulan yang memegang erat tangan Walmiki.
Pegangan itu terasa begitu kuat seolah Bulan tak ingin ditinggalkan.
Mereka duduk menunggu petugas yang mengurus mayat Item.
Sejam kemudian, seorang dokter memberi kabar lagi pada Bulan.
“Nyonya Meina sudah meninggal lima menit lalu.”
Bulan pun bertambah sedih dan langsung memeluk Walmiki.
Walmiki merasa harus jadi pelindung hari itu. Menjadi pelindung dan
penenang Bulan yang harus kehilangan orang yang dia sayangi hari itu.
Keesokan harinya, mereka berdua harus ke pemakaman. Hanya
sedikit orang yang datang, termasuk petugas pemakaman. Bulan
maklum, ayahnya bukan siapa-siapa. Hanya orang biasa yang tak punya
apa-apa juga. Walmiki terus temani Bulan. Mereka pulang paling akhir.
Mereka pulang berjalan kaki saja. Mereka sempatkan diri duduk
sebentar di Melawai. Hembusan angin mendamaikan Bulan. Tangan
Walmiki masih digenggam Bulan sepanjang pemakaman. Walmiki
dengan senang hati jadi kekasih penurut yang rela jadi apa pun demi
Bulan.
“Miki, aku suka anginnya.”
“Ya, sejuk. Kita duduk di sini saja dulu.”
“Iya. Nanti saja pulangnya. Ayah dan Mama sering ke sini. Kadang
pagi, kadang sore. Mereka seperti orang pacaran kalau di sini. Mereka
sudah terlalu tua untuk bermesraan di tepian ini. Kelakuan mereka
seperti anak muda.”
Bulan tertawa. Walmiki tersenyum mendengar dan melihat
Bulan.
“Menjadi muda itu indah, Bulan.”
“Ya. Aku selalu rindu masa-masa kita di Jogja dulu.”
“Kita masih bisa mengulangnya lagi.”
“Apa kita akan berpisah lagi juga setelah hal-hal indah yang kita

198
lalui?”
“Sepertinya aku tidak ingin alami itu lagi. Aku benci sepi sekarang.”
“Apa kita bersama sampai mati?”
“Mungkin.”
“Bagaimana dengan rencanamu keluar negeri?”
“Lupakan saja dulu. Jika harus ke sana, aku harus membawamu.”
Bulan lalu memeluk Walmiki. Matahari perlahan pergi
meninggalkan Melawai. Perlahan senja datang namun mereka tetap
bertahan di Melawai. Ketika hari sudah malam, mereka kembali pulang.
Mereka berdua akhirnya menikah di kantor urusan agama.
Setelah setahun menetap di Balikpapan, Walmiki penuhi panggilan
kuliah di luar negeri. Bulan tetap ikut bersama Walmiki. Setelah
Walmiki lulus, mereka pun tinggal di Jogja dii mana Walmiki menjadi
dosen penuh dan pelan-pelan merampungkan bukunya tentang filsafat
modern. Setahun sekali, mereka pasti ke Balikpapan untuk menjenguk
Item yang bersemayam dengan damai. Bulan sendiri terus mengajar
piano seperti ketika kuliah.
Bulan tak pernah tahu riwayat Item yang pernah jadi anjing hitam
peliharaan negara. Bulan hanya tahu ayahnya serdadu saja. Walmiki
pun menyimpan rahasia itu rapat-rapat sampai mati. Seperti dalam
dongeng-dongeng, bahagia pun lebih banyak melingkupi Bulan dan
Walmiki daripada kesialan.
***

199
200

Você também pode gostar