Você está na página 1de 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE LUNG OEDEMA / EDEMA PARU AKUT


DI IGD RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

Disusun Untuk Memenuhi


Tugas Stase Keperawatan Gawat Darurat

Disusun Oleh:
SURATMAN
NIM : SN181169

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2018/2019

0
LAPORAN PENDAHULUAN
EDEMA PARU

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Edema paru adalah suatu kondisi yang ditandai dengan gejala sulit
bernapas akibat terjadinya penumpukan cairan di dalam kantong paru-
paru (alveoli). Kondisi ini dapat terjadi tiba-tiba maupun berkembang
dalam jangka waktu lama.
Edema paru akut adalah suatu keadaan darurat medis yang
diakibatkan oleh kegagalan berat ventrikel kiri. Selain kegagalan berat
ventrikel kiri, edema paru akut dapat pula diakibatkan oleh :
a. Inhalasi gas yang memberi rangsangan, seperti karbon monoksida.
b. Overdosis obat barbiturat atau opiat.
c. Pemberian cairan infus, plasma, transfusi darah yang terlalu cepat.
(Mary Baradero, 2008).
Proses edema paru adalah adanya perpindahan cairan dari
intrakapiler, yaitu menembus dinding kapiler paru ke jaringan
interstisium. Proses ini dapat berlanjut terus dan cairan tidak hanya
berkumpul di interstisium, tetapi dapat terus menembus membran
alveolus masuk ke dalam rongga alveolus. Dalam keadaan normal,
cairan yang berada di jaringan interstisium dapat keluar dari paru
melalui pembuluh darah limfa, cairan akan menuju rongga alveolus.
Dengan demikian, edema paru dapat berupa edema interstisium
ataupun edema interstisium bersama-sama dengan edema alveolar.
Begitu diketahui terdapat edema paru, keadaan ini merupakan keadaan
gawat yang harus segera mendapat penanganan. (Darmanto
Djojodibroto, 2009).
Edema paru akut adalah akumulasi cairan di interstisial dan
alveolus paru yang terjadi secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan
oleh tekanan intravaskular yang tinggi (edem paru kardiak) atau karena
peningkatan permeabilitas membran kapiler (edem paru non
kardiigenik) yang mengakibatkan terjadinya ekstravasasi cairan secara

1
cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran udara di alveoli secara
progresif dan mengakibatkan hipoksia.
2. Etiologi
Penyebab edema paru ada 2 yaitu :
a. Edema paru kardiogenik : adanya kelainan pada organ jantung
1) Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit
karena adanya deposit lemak (plaques). Serangan jantung
terjadi jika terbentuk gumpalan darah pada arteri dan
menghambat aliran darah serta merusak otot jantung yang
disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung yang
mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi
seperti biasa.
2) Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik.
Menurut beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya
kardiomiopati dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard
jantung (miokarditis), penyalahgunaan alkohol dan efek racun
dari obat-obatan seperti kokain dan obat kemoterapi.
Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi lemah
sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana
kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan
infeksi. Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi
beban tersebut, maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal
inilah yang akan mengakibatkan cairan menumpuk di paru-
paru (flooding).
3) Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang
berfungsi untuk mengatur aliran darah tidak mampu membuka
secara adekuat (stenosis) atau tidak mampu menutup dengan
sempurna (insufisiensi). Hal ini menyebabkan darah mengalir
kembali melalui katub menuju paru-paru.
4) Hipertensi

2
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya
penebalan pada otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan
penyakit arteri koronaria.
b. Edema paru nonkardiogenik
1) Infeksi pada paru
2) Lung injury, seperti emboli paru, smoke inhalation dan infark
paru
3) Paparan toxic
4) Reaksi alergi
5) Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)
6) Neurogenik

3. Patofisiologi
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan
yang merembes keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru
sebagai gantinya udara. Hal ini menyebabkan persoalan-persoalan
dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida), berakibat pada
kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk.
Edema paru kardiogenik dicetuskan oleh peningkatan tekanan atau
volume yang mendadak tinggi di atrium kiri, vena pulmonalis dan
diteruskan (peningkatan tekanannya) ke kapiler dengan tekanan
melebihi 25 mmHg. Mekanisme fisiologis tersebut gagal
mempertahankan keseimbangan sehingga cairan akan membanjiri
alveoli dan terjadi oedema paru. Jumlah cairan yang menumpuk di
alveoli ini sebanding dengan beratnya oedema paru. Penyakit jantung
yang potensial mengalami edema paru adalah semua keadaan yang
menyebabkan peningkatan tekanan atrium kiri >25 mmHg.
Sedangkan edema paru non-kardiogenik timbul terutama
disebabkan oleh kerusakan dinding kapiler paru yang dapat
mengganggu permeabilitas endotel kapiler paru sehingga
menyebabkan masuknya cairan dan protein ke alveoli. Proses tersebut
akan mengakibatkan terjadinya pengeluaran sekret encer berbuih dan
berwarna pink froty. Adanya sekret ini akan mengakibatkan gangguan
pada alveolus dalam menjalankan fungsinya.

3
Faktor non-kardiogenik
Faktor kardiogenik

Isufisiensi
Unkwnown
ARSD limfatik

Gagal jantung kiri Pnemonia Post. Lung Pulmonary


Aspirasi As. transplant Embolism
Lambung Lymphangitic Eclamasia
Bahan Toksik carsinomiclosis High altitude
Silicosis Pulmonary
inhalan
edema

Ketidakseimbangan Starling Force

PATHWAY
Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan
Kapiler Paru Onkotik Negative Onkotik
↑ Plasma ↓ Interstitial ↑ Interstitial ↑

Cairan berpindah ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac ouput Pemasangan alat bantu


cairan ↓ nafas (ventilator)
Gangguan O2 jaringan↓ Area
Bed rest Pemasangan
pertukaran gas invasi
fisik selang
endotrakheal M.O

Defisit
Gangguan Pengambilan Kelelahan perawatan
Gangguan Resiko
perfusi jaringan O2 ↑ diri
komunikasi tinggi
4. Manifestasi Klinis Intoleransi infeksi
verbal
a. Gejala edema paru akut (mendadak) :
aktivitas
Gangguan
1) Sesak pola
napas ekstrim atau kesulitan bernapas (dyspnea) yang
nafas
semakin memburuk ketika berbaring
2) Perasaan tercekik atau seperti tenggelam
3) Terengah-engah, napas berdesah
4) Kecemasan, kegelisahan, atau ketakutan
5) Batuk yang menghasilkan dahak berbusa yang mungkin
disertai dengan warna darah
6) Keringat berlebihan

5
7) Kulit pucat
8) Nyeri dada, terutama jika edema baru disebabkan oleh penyakit
jantung
9) Detak jantung yang cepat atau tidak teratur (palpitasi)
b. Gejala edema paru jangka panjang (kronis)
1) Mengalami sesak napas yang lebih dari biasanya ketika aktif
secara fisik
2) Kesulitan bernapas dengan pengerahan tenaga, seringkali
terjadi ketika berbaring
3) Napas berdesah
4) Bangun di malam hari dengan perasaan sesak napas yang dapat
membaik ketika duduk
5) Kenaikan berat badan dengan cepat ketika edema paru muncul
sebagai akibat dari gagal jantung kongestif.
6) Bengkak pada kaki dan pergelangan kaki
7) Kehilangan nafsu makan
Tanda dan gejala edema akut (Mary Baradero, 2008)
a. Gelisah
b. Dispnea berat
c. Pucat
d. Batuk produktif dengan banyak septum yang berbuih dan sedikit
bercampur darah
e. Mengi
f. Sianosis
g. Takikardi
5. Penatalaksanaan
a. Edema paru kardiogenik akut
Terapi kegagalan jantung kiri adalah pengobatan seumur hidup
dengan memperhatikan faktor dasar penyebab, tetapi keadaan
gawat darurat paru harus harus segera di atasi.
Pengobatan edema paru kardiogenik akut meliputi :
1) Morfin
Cara pemberian : SC, IM, atau IV
Dosis : 3-20 mg
Cara kerja : mengurangi kegelisahan sehingga mngurangi
rangsangan adrenergik vasokontriksi.
2) Oksigen
Oksigen 100% dengan tekanan positif dengan menggunakan
masker rebreathing.
3) Diuretik

6
Cara pemberian : IV
Dosis : 40-100 mg
Cara kerja : Cepat memberikan diuresis dapat mengurangi
volume sirkulasi darah dan sembab paru.
4) Aminofilin
Cara pemberian : IV
Dosis : 240-480 mg
Cara kerja : Bekerja dalam bronkodilator, meningkatkan aliran
darah ginjal dan sekresi natrium dan menambah kontraksi otot
jantung.

5) Digitalis
Dapat diberikan digitalisi cepat (misal, dogoksin, lanatoside C)
apabila sebelumya mendapat digitalis.
6) Posisi penderita
Penderita di usahakan posisi duduk dengan kaki berjuntai
sepanjang sisi tempat tidur sehingga mengurangi “venous
return” ke jantung.
Pendekatan terkini menurut Alexander Edemskiy dalam Jurnal
Cardiothorac Surgery Vol.11, Mei 2016 edema paru yang
diakibatkan oleh komplikasi thromboendarterectomy pada
hipertensi pulmonal setelah penatalaksanaan awal dilakukan dapat
dilakukan ECMO ( Oksigenasi Membran Ekstrakorporeal) yaitu
paru-paru buatan yang digunakan untuk menggantikan fungsi
paru-paru manusia yang telah kehilangan fungsi aslinya.
b. Edema paru non kardiogenik
Dalam penatalaksanaan yang penting ialah :
1) Memperbaiki ventilasi, dengan :
a) Pemberian oksigen sehingga oksigen dalam udara inspirasi
mencapai 50-100%
b) Intubasi endotrakeal.
c) Kalau perlu menggunakan alat bantu pernafasan
(ventilator).
2) Pertahankan sirkulasi, dengan :
Memperbaiki dehidrasi atau mengurangi cairan bila terjadi over
hidrasi.
3) Diperlukan terapi spesifik untuk hal-hal khusus :

7
a) Tempat tinggi, dengan oksigen dan transportasi ke daerah
yang lebih rendah.
b) Bila obat atau racun sebagai penyebab, dengan obat
antagonis.
c) Uremia paru, dengan dialisis.
d) Bila ada sepsis, berikan antimikroba.
Tujuan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Edema Paru
akut adalah mengurangi volume sirkulasi total untuk memperbaiki
pertukaran gas pernapasan. Tujuan ini dapat dicapai dengan
kombinasi terapi oksigen dan terapi medis.
a. Oksigenasi. Oksigen diberikan dengan konsetrasi yang adekuat
untuk mengurangi hipoksia dan dispnea. Bila tanda-tanda
hipoksia menetap, oksigen harus diberikan dengan tekanan
positif intermiten atau kontinu. Bila terjadi gagal napas,
meskipun penatalaksanaan telah optimal, perlu diberikan
intubasi endotrakea dan ventilasi mekanis. Penggunaan tekanan
positif akhir ekspirasi sangat efektif mengurangi aliran balik
vena, menurunkan tekanan kapiler paru, dan memeperbaiki
oksigenasi. Oksigenasi dipantau melalui pulse oksimetri dan
pengukuran AGD.
b. Farmakologi. Dilakukan pemberian Morfin secara intravena
dalam dosis kecil untuk mengurangi kecemasan dan dispnea
serta menurunkan tekanan perifer sehingga darah dapat
didistribusikan dari paru ke bagaian tubuh lain. Hal tersebut
akan menurunkan tekanan dalam kapiler paru dan mengurangi
perembesan cairan ke jaringan paru. Morfin juga bermanfaat
dalam menurunkan kecepatan napas.
c. Morfin tidak boleh diberikan bila edema paru disebabkan oleh
cedera vaskuler otak, penyakit paru kronis, atau syok
kardiogenik dan menurut Ibrahim Altun dalam International
Cardiovascular Research Journal Vol. 1, Januari 2015 morfin
tidak direkomendasikan pada pasien edema paru yang
disebabkan toksik karena dapat meningkatkan aritmia.

8
d. Diuretik. Furosemide diberikan secara intravena untuk
memberi efek diuretik yang cepat. Furosemide juga
mengakibatkan vasodilatasi dan penimbunan darah di
pembuluh darah perifer yang pada gilirannya mengurangi
jumlah darah yang kembali ke jantung, bahkan sebelum terjadi
efek diuretik.
e. Digitalis. Diberikan untuk meningkatkan kontrakitilitas jantung
dan curah ventrikel kiri. Perbaikan kontraktilitas jantung akan
meningkatkan curah jantung, memperbaiki diuresis dan
menurunkan tekanan diastole. Jadi tekanan kapiler paru dan
transudasi atau perembesan cairan ke alveoli akan berkurang.
f. Aminofilin. Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi
bronkospasme yang berarti, maka perlu diberikan aminofilin
untuk merelaksasi bronkospasme. Aminofilin diberikan melalui
intravena secara terus menerus dengan dosis sesuai berat badan.

7) Komplikasi
Jika edema paru berlanjut, hal tersebut mampu meningkatkan
tekanan di arteri paru dan akhirnya menyebabkan kegagalan pada
ventrikel kanan. Ventrikel kanan memiliki dinding otot yang lebih tipis
daripada sisi kiri karena tidak memiliki tugas yang lebih ringan untuk
memompa darah ke paru-paru. Tekanan yang meningkat kembali ke
atrium kanan dan kemudian ke berbagai bagian tubuh anda, dimana hal
tersebut dapat menyebabkan:
a. Kaki bengkak (edema)
b. Abdomen bengkak (ascites)
c. Penumpukan cairan dalam membran yang mengelilingi paru-paru
(efusi pleura)
d. Penyumbatan dan pembengkakan hati
Pada pasien dengan Edema paru kemungkinan untuk terjadi gagal
napas sangat tinggi jika tidak dilakukan penatalaksanaan dengan tepat.
Hal ini dikarenakan terjadinya akumulasi cairan pada alveoli yang
menyebapkan ketidakmampuan paru untuk melakukan pertukaran gas

9
O2 dan CO2 secara adekuat, sehingga mengakibatkan pasokan Oksigen
ke jaringan paru menjadi sedikit.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway
a) Peningkatan sekresi pernapasan
b) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
Pada pasien dengan status edema paru akut ditemukan adanya
penumpukan sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan
penyumbatan jalan napas sehingga status edema paru akut ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan
akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh, batuk
(produktif/nonproduktif). (Ningrum,2009).
2) Breathing
a) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/
bradipneu, retraksi.
b) Menggunakan otot aksesori pernapasan
c) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien, menyebabkan
bertambahnya usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen
yang diperlukan oleh tubuh. Sesak napas, dada tertekan,
pernapasan cuping hidung, hiperventilasi, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat,
laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru. (Ningrum,2009).
3) Circulation
a) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b) Sakit kepala
c) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau
mental, mengantuk
d) Papiledema
e) Penurunan haluaran urine

10
Adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksigen maka
jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut
hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi lebih
dari 110 x/menit. Pembuluh darah vasokonstriksi, kualitas
darah menurun, denyut jantung tidak teratur dan adanya suara
jantung tambahan. Adanya kekurangan oksigen ini dapat
menyebabkan sianosis dan akan merasa keringat dingin karena
terjadinya peningkatan metabolisme (Ningrum, 2009).
4) Disability
Pasien dengan acute lung oedema akan gelisah, penurunan kesadaran,
GCS menurun, reflex menurun / normal, letargi (Ningrum, 2009)
5) Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka dan tempat
suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya (Ningrum, 2009).

b) Pengkajian Sekunder
1) Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh
merasakan nyeri dada hebat dan pasien pernah mengalami
hipertensi, Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital
bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
2) Pemeriksaan fisik
a) Sistem Integumen
Subyektif :–
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat
dehidrasi sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat,
kemerahan
b) Sistem Pulmonal
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/ nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat,
laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru.
c) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada

11
Obyektif : denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak
teratur, suara jantung tambahan
d) Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e) Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
f) Sistem genitourinaria
Subyektif :–
Obyektif : produksi urine menurun/normal
g) Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
h) Pemeriksaan Laboratorium
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal.

2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Nanda 2012, diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul adalah sebagai berikut:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan
kontakilitas miokardial (penurunan).
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolus (perpindahan cairan ke dalam area
interstitial/alveoli)
c. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan
dalam paru.
d. Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
e. Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan
dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
f. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajang informasi
3. Rencana Asuhan Keperawatan

12
a. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan dengan sindrom
hipoventilasi ditandai dengan dispnea (sesak nafas)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam
diharapkan pola nafas klien efektif dengan kriteria hasil:
NOC : Respiratory Status : Ventilation
1) RR normal
2) Irama nafas normal
3) Tidak sesak saat istirahat
NIC : Airway Management
1) O : Monitor respirasi dan status O2 klien
R/: mengetahui kondisi klien secara umum
2) N : Beri posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
R/: memudahkan klien menghirup O2 lebih banyak
3) E : Ajarkan klien teknik nafas dalam
R/: untuk memperbaiki pola nafas
4) C : Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/: menambah oksigen klien sesuai kebutuhan
b. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolar-kapiler ditandai dengan dispnea
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam
diharapkan tidak terjadi gangguan pertukaran gas dengan kriteria
hasil:
NOC : Respiratory Status : Ventilation
a. RR normal
b. Irama nafas normal
c. Tidak sesak saat istirahat
NIC : Airway Management
1) O : Monitor respirasi dan status O2 klien
R/: mengetahui kondisi klien secara umum
2) N : Beri posisi semi fowler untuk memaksimalkan ventilasi
R/: memudahkan klien menghirup O2 lebih banyak
3) E : Ajarkan klien teknik nafas dalam
R/: untuk memperbaiki pola nafas
4) C : Kolaborasi dalam pemberian oksigen
R/: menambah oksigen klien sesuai kebutuhan
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kurang pengetahuan tentang proses penyakit ditandai dengan
edema

13
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2×24 jam
diharapkan ketidakefektifan perfusi jaringan perifer teratasi dengan
kriteria hasil:
NOC : Neurological Status
a. Tekanan systole dan diastole dalam rentang normal
b. Mampu mempertahankan tingkat kesedaran
NIC : Neurologic Monitoring
1) O : Monitor perkembangan kesadaran
R/: mengetahui kondisi klien secara umum
2) N : Catat perubahan klien dalam merespon stimulus
R/: mengetahui respon klien terhadap stimulus
3) E : Ajarkan klien posisi yang nyaman
R/: untuk memberikan ketenangan pada klien
4) C : Kolaborasi dalam pemberian O2, cairan, ataupun obat
lainnya
R/: memenuhi kebutuhan O2, cairan maupun obat klien
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
ditandai dengan dispnea setelah beraktivitas.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam
diharapkan klien tidak mengalami intoleransi aktivitas dengan
kriteria hasil:
NOC : Activity Tolerance
a. Kekuatan otot bagian atas normal
b. Kekuatan otot bagian bawah normal
c. Mampu melakukan kegiatan sehari-hari (ADL)
NIC : Activity Therapy
1) O : Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
R/: mengetahui kondisi klien secara umum
2) N : Bantu klien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
R/: untuk menumbuhkan kembali motivasi yang ada dalam diri
klien
3) E : Ajarkan klien atau keluarga klien bagaimana melakukan
aktivitas yang diinginkan
R/: memudahkan klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan
klien
4) C : Kolaborasi dengan tim medis lain dalam perencanaan
program terapi yang tepat bagi klien
R/: untuk mencegah kekakuan dan meningkatkan kekuatan otot
klien

14
4. Implementasi Keperawatan
Dalam tahap ini akan dilakukan tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan intervensi/perencanaan yang telah dibuat.

5. Evaluasi
a. Ketidakefektifan Pola Nafas berhubungan dengan sindrom
hipoventilasi ditandai dengan dispnea (sesak nafas)
S : Pasien mengatakan sesak
O : Nadi cepat, Ronchi (+), Wheezing (+)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi keperawatan 1-4
b. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan perubahan
membrane alveolar-kapiler ditandai dengan dispnea
S : Pasien mengatakan sesak
O : Nadi cepat
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi keperawatan 1-4
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
kurang pengetahuan tentang proses penyakit ditandai dengan
edema
S : Pasien mengatakan sesak
O : Nadi cepat
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi keperawatan 1-4
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
ditandai dengan dispnea setelah beraktivitas
S : Pasien mengatakan lemas
O : Pasien tampak lemah
A : Masalah teratasi
P : Pertahankan intervensi keperawatan 1-4

15
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC) fifth


edition. USA: Mosby Inc an Affiliate of Elservier.
Carpenito, 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Colquhaun, M. C, 2004. ABC of Resusitation 5th Edition. London: BMJ Publishing
Frizzell, et all, 2001. Handbook of Pathophysiology. New York: Springhouse corp
Griffiths, M. J. D, 2004. Respiratory Management in Critical Care. London: BMJ
Publishing
Hanna. 2013. Askep Edema Paru. Dalam http://hannazaqia.blogspot.co.id/
2013/06/askep-edema-paru.html. Di unduh 15 Maret 2019, 22.15 WIB.
Herdman. T. Heather. 2011. Nanda Internasional Diagnosis Keperewatan Definisi
dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Kedokteran EGC.
Hudak & Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC
Michael Jay Bresler & George L.Sternbach. (2007). Kedokteran Darurat, Ed 6,
Jakarta: EGC

Moorhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. USA:
Mosby Inc an Affiliate of Elservier.
NANDA I, Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.Jakarta:
EGC

Ningrum. 2009. Edema Paru Kardiogenik. http://ningrumwahyuni.wordpress.


com/2009/11/26/edema-paru-kardiogenik/trackback/. Diakses tanggal 16
Maret 2019. Pukul 09.01 WIB.

Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC
Rab Tabrani. (1998). Agenda Gawat Darurat, vol 2. Bandung: Alumni

Setiyohadi, B. (2006). Buku Ajar: Ilmu Penyakit Dalam, Ed 4, vol 3. Jakarta

16
Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical
Nursing 3 ed. Philadelpia: LWW Publisher
Smeltzer, S. & Bare, B. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Wilkinson, J.M. (2007). Nursing Interventions Classification (NIC). Ed 7. Jakarta:
EGC

17

Você também pode gostar