Você está na página 1de 35

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK PEREMPUAN DENGAN PUBERTAS


TERLAMBAT (DELAYED PUBERTY)

Pembimbing :
dr. Arifiyah, Sp.A

Disusun oleh:
Desi Purnamsari Yanwar
030.14.047

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH
PERIODE 15 JANUARI – 24 MARET 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TRISAKTI
TEGAL, APRIL 2019
PENGESAHAN

Presentasi laporan kasus dengan judul


“SEORANG BAYI PEREMPUAN DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA EC
INKOMPABILITAS ABO”

Penyusun:
Desi Purnamasari Yanwar
030.14.047

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Arifiyah, Sp.A, sebagai
syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di
RSU Kardinah Kota Tegal Periode 18 Februari – 26 April 2019

Tegal, 6 April 2019

dr. Arifiyah, Sp.A

2
BAB I
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN LAPORAN KASUS


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL

Nama : Desi Purnamsari Yanwar Pembimbing : dr. Arifiyah, Sp.A

NIM : 030.14.047 Tanda tangan :

1.1 IDENTITAS PASIEN

DATA PASIEN AYAH IBU

Nama An. J Tn.A Ny.O

Umur 16 tahun 50 tahun 48 tahun

Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Perempuan

Alamat Temanggungan RT 04/ RW 02, Kec. Tarup, Tegal

Agama Islam Islam Islam

Suku Bangsa Jawa Jawa Jawa

Pendidikan SMP SMA SMA

Pekerjaan Pelajar Wiraswasta Ibu Rumah Tangga

Penghasilan - + Rp. 3.000.000 per -


Bulan

Keterangan Hubungan pasien dengan orang tua adalah anak kandung

Asuransi BPJS Non PBI

No. RM 945061

3
1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap ibu
kandung pasien pada tanggal 15 Maret 2019 pukul 11.00 WIB, di Ruang Dahlia
Kardinah Tegal
1. Keluhan Utama
Demam sejak 12 hari SMRS
2. Keluhan Tambahan:
Lemas, mual, bab cair
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah pada tanggal 17 Maret 2019 dengan
keluhan demam sejak 12 hari SMRS, demam naik turun dan suhu biasanya meningkat
pada saat sore dan malam hari (demam intermitten). Pasien juga mengeluh mual tidak
sampai muntah, riwayat batuk dan pilek disangkal oleh pasien. Riwayat nyeri saat
berkemih disangkal, riwayat mimisan atau gusi berdarah disangkal. Terdapat
penurunan nafsu makan dan minum.
Pasien merupakan perlajar di pondok pesantren, dimana untuk makan dan
minum sudah disediakan dari pesantren dan sesekali jajan dikantin pondok. Pasie
sempat bebas demam selama 5 hari kemudian 1 hari SMRS pasien mersakan demam
kembali. Saat pertama kali datang ke IGD RSUD Kardinah suhu pasien mencapai 39,3
ºC, , dan 1 hari setelah dirawat di R. Puspanidra pasien mengeluh muntah 4x/hari isi air
dan makanan, BAB cair 3-4 kali/hari, berupa air, ada ampas, warna kuning, darah (-),
lendir (-).

4. Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat
penyakit saluran pencernaan, pengobatan paru, jantung dan ginjal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidaka ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Tidak ada
riwayat hipertensi, DM, penyakit paru pada keluarga.
Ibu pasien pertama kali menstruasi saat berusia 15 tahun.

6. Riwayat pengoabtan

4
Pasien sudah pernah mengobati keluhan demam dengan mengkonsumsi
paracetamol, sesaat setelah minum obat demam turun namun naik kembali.

7. Riwayat lingkungan perumahan

Pasien tinggal di pondok pesantren dan tidak tinggal bersama orang tua dan keluarga.
Di pondok pesantren 1 kamar ditempati oleh beberapai santri dan kamar jarang
dibersihkan. Teradpat jendela di kamar dan cahaya dapat masuk. Jarak antra toilet dan
tempat istirahat kurang lebih 15 meter.
Kesan : Sanitasi tempat tinggal pasien kurang baik.

8. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien berprofesi sebagai Wiraswasta dengan penghasilan ± Rp 3.000.000,-
per bulan. Ibu pasien berprofesi sebagai Ibu Rumah Tangga.
Kesan: Riwayat sosial ekonomi cukup.

9. Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal


Anemia (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-), sakit
kuning (-), kelainan darah (-). penyakit jantung (-),
penyakit paru (-), merokok (-), infeksi (-),
Morbiditas kehamilan
perdarahan (-), selama kehamilan mengalami demam
Kehamilan (-), minum alkohol (-), hipertiroid (-)
Oligohidramnion, fetal distress
Kontrol ke Puskesma. Riwayat imunisasi TT (+) 1
Perawatan antenatal kali, konsumsi suplemen selama kehamilan (+),
riwayat minum obat tanpa resep dokter dan jamu (-)
Tempat persalinan Rumah sakit
Penolong persalinan Dokter dan bidan
Cara persalinan Spontna pervaginam
Kelahiran Masa gestasi 38 minggu
Air ketuban Jernih
Berat lahir: 3500 gram
Keadaan bayi
Panjang lahir: 46 cm

5
Lingkar kepala: ibu pasien tidak ingat
Lingkar dada : ibu pasien tidak ingat

Bayi langsung menangis


Kemerahan
Nilai APGAR: ibu pasien tidak ingat
Kelainan bawaan: -

Kesan : Riwayat perawatan antenatal baik, Neonatus aterm, lahir spontan


pervaginam, air ketuban jernih, bayi dalam keadaan bugar.

10. Riwayat Pemeliharaan Postnatal


Pemeliharaan setelah kelahiran dilakukan di Puskesmas dan Posyandu anak
dalam kondisi sehat

11. Corak Reproduksi Ibu


Ibu P6A0, pasien merupakan anak ke-4 dari 6 bersaudara.

12. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Pertumbuhan
Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan 46c,
Berat badan 1 tahun yang lalu : ,
Tinggi badan 1 tahun yang lalu :
Berat badan sekarang : 45 kg
Tinggi badan : 160cm

Perkembangan
 anak dapat mengikuti pelajaran disekolah
 tidak pernah tinggal kelas selama sekolah
 interaksi dengan teman sebaya baik

Pubertas

6
. Rambut pubis : Std II Tanner (II), muncul pada usia 15 tahun

. Payudara : Std II Tanner (bakal payudara dan papil sedikit menonjol), pertama
pada usia 15 thn
. Diakatakan pubertas = tingkat II Tanner

7
. Menarche : (-)
. Puberitas terlambat (delayed puberty) pada perempuan didefinisikan sebagai tidak
membesarnya payudara sampai 13 tahun atau tidak adanya menstruasi sampai umur
15 tahun

13. Riwayat Makan dan Minum

Umur
ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)

0–2 ASI - -
ASI + Susu
2–4 - -
formula
4–6 - + - -

6-8 - - - -

8 – 10 - - +

10 - 12 - + +

Setiap hari pasien makan makanan yang disediakan di pesantren yaitu sarapan
1 potong roti, makan nasi 2 kali sehari, siang dan malam, setiap kali makan 1/2
piring. Kadang-kadang pasien juga sering membeli jajan yang dibeli di kantin
pesantren.
 Sarapan : nasi goreng, telur goreng
 Makan siang : nasi 1 piring, 1 ptg ayam/ikan/daging, sayur
bayam/kangkung/sayur bening, 1 potong tahu/tempe
 Makan malam : nasi 1/2 piring, 1 ptg ayam/ikan/daging, 1 butir telur,
sayur bayam/kangkung/sayur bening
 Makanan kecil : makanan ringan (chiki/chitato), cilor, seblak
 Susu : 1x/ hari saat pagi hari

Frekuensi jumlah
Jenis makanan
3x/hari 2 centong nasi
Nasi/pengganti
1 kali/hari 1 mangkok kecil
Sayur
1 kali/minggu 1 potong
Daging

8
2 kali 1 butir
Telur
1x/seminggu I potong
Ikan
1 kali/2 hari 1 potong
Tahu
1 kali/hari potong
Tempe
2 kali/hari 2 gelas
Susu

Kesan :

14. Riwayat Imunisasi


VAKSIN ULANGAN
DASAR (umur)
(umur)
BCG 1 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
DTP/ DT - 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
POLIO 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan - -
CAMPAK - - - 9 bulan - - -
HEPATITIS B Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan - - -
Hib 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Kesan: Imunisasi dasar pasien lengkap

Riwayat pernikahan

Ayah Ibu
Nama Tn. D Ny. R
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 31 tahun 28 tahun
Pendidikan terakhir SD SMP
Suku Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -

9
PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Maret 2019, pukul 12.00 WIB, di
Ruang PUSPANIDRA RSU Kardinah Tegal
Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan : tampak sakit sedang
Kesan gizi : Gizi baik, perawakan normal

Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 98 x/menit reguler
Laju nafas : 22 x/menit
Suhu : 39,3 oC, Axilla

Data Antropometri
Berat badan sekarang : 45 kg
Tinggi badan sekarang : 160 cm
Lingkar kepala : 55 cm

Status generalis
o Kepala: Normocephali, ubun-ubun kecil teraba datar tidak tegang, sutura tidak
melebar,
o Rambut: Hitam, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut.
o Wajah : simetris, tidak tampak wajah dismorfik
o Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-), edema palpebra (-/-), mata
cekung (-/-), mata merah dan berair (-/-), pupil isokor, reflex cahaya langsung (+/+),
reflex cahaya tidak langsung (+/+), strabismus (-/-), dry eyes (-/-)
o Hidung : simetris, septum deviasi (-/-), sekret (-/-), pernafasan cuping hidung (-)
o Telinga : Normotia, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-), discharge (-/-
)
o Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), pucat (-), stomatitis (-), mukosa hiperemis
(-), coated tongue (+)
o Leher : Kelenjar tiroid tidak membesar, kelenjar getah bening tidak membesar.
o Toraks: Dinding toraks normotoraks dan simetris.

10
• Paru:
 Inspeksi: Bentuk datar, Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris,
retraksi (-)
 Palpasi: Simetris tidak ada hemithoraks yang tertinggal
 Perkusi: Sonor
 Auskultasi: Suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-).
• Jantung:
• Inspeksi: Iktus kordis tidak tampak.
• Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS IV 1 cm midklavikula sinistra, thrill (-)
• Perkusi: Tidak dilakukan pemeriksaan
• Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-).
o Abdomen:
- Inspeksi: cembung, simetris,
- Auskultasi: Bising usus () frekuensi 5x/menit
- Palpasi: Supel, distensi (-), tidak ada organomegali
- Perkusi: Timpani pada seluruh kuadran abdomen
o Genitalia: tidak dilakukan pemeriksaan
o Anorektal : tidak dilakukan pemeriksaan
o Kulit : warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis.
o Ekstremitas: : Keempat ekstremitas lengkap, simetris

Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Akral Sianosis -/- -/-
CRT <2” <2”
Oedem -/- -/-

11
PEMERIKSAAN KHUSUS
Pengukuran lingkar kepala (Kurva Nellhaus)
Lingkar kepala: 55 cm = -2SD s/d +2SD

Kesan: = Normocephali
Pengukuran Status Gizi

12
BB/U : 45/54 x 100 = 83,33% ( BB cukup)
TB/U : 160/163 x 100% = 98,15 % (Perawakan normal)
Status gizi : BB actual x 100%
-----------------------
BB Baku untuk TB actual
=45 x100 : 49 = 91,83% (Gizi Baik)
Arah garis pertumbuhan T1 (Growth Flatering) –

Kesan gizi : BB normal, Perawakan normal, Gizi baik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Lab darah 18 Maret 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan
Hemoglobin 13,3 11,2 -15,7 g/dl
Lekosit 16,4 (H) 4,4 – 11,3 103/µl
Hematokrit 37,3 37-47 %
Trombosit 243 150-521 103/µl

13
Eritrosit 4,6 4,1 – 5,1 106/µl
RDW 13,2 11,5-14,5%
MCV 82 80-96 U
MCH 29,2 28-33Pcg
MCHC 35,7 33-36 g/dl

DIFF COUNT

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Netrofil 92 % 25 – 60
Limfosit 3,6 (L) % 25 – 50
Monosit 3,5 % 1–6
Eosinofil 1 (L) % 1–5
Basofil 0,3 % 0–1
Laju Endap Darah
LED 1 Jam 12 Mm/jam 0 – 20
LED 2 Jam 31 Mm/jam 0 - 35

ELEKTROLIT
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Natrium 137,8 Mmol/L 132 -145
Kalium 3,65 Mmol/L 3,1 – 5,1
Klorida 108,1 (H) Mmol/L 96 - 111

Widal

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


St-O Negatif U/L NEGATIF
St-H POS 1/80 U/L NEGATIF
S. Pt – AH POS 1/80 Mg/dL NEGATIF

RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Kardinah dengan keluhan demam sejak 12 hari
SMRS, demam naik turun dan suhu biasanya meningkat pada saat sore dan malam hari
(demam intermitten), tetrdapat mual tidak sampai muntah. Terdapat penurunan nafsu
makan dan minum. Pasie sempat bebas demam selama 5 hari kemudian 1 hari SMRS
pasien mersakan demam kembali. Saat pertama kali datang ke IGD RSUD Kardinah
suhu pasien mencapai 39,3 ºC, , dan 1 hari setelah dirawat di R. Puspanidra pasien

14
mengeluh muntah 4x/hari isi air dan makanan, BAB cair 3-4 kali/hari, berupa air, ada
ampas, warna kuning, darah (-), lendir (-).
Pemeriksaan fisik didapatkan coated tongue (+), bising usus meingkat. Hasiil
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis (16,400 /uL), widal St-H POS 1/80,
S. PT –AH POS 1/80.

DAFTAR MASALAH
 Subjektif :
- Demam 12 hari (demam intermitten)
- Lemas
- Mual dan muntah
- BAB cair
- Belum menstruasi
 Objektif :
- Coated Tongue
- Bising usus meningkat
- Pubertas terlambat (Rambut pubis Std Tanner II, Payudara Std Tanner
II pada usia 16 tahun seharusnya sudah tanner std (IV)
- Leukositosis (16,400/uL)
- Widal St-H POS 1/80, S. PT –AH POS 1/80.

• DIAGNOSIS BANDING

Observasi Febris  Demam thyphoid


(demam >7 hari)

Diare akut 

Pubertas Terlambat  Constitusional Delayed of Growth &


Puberty
 Hipogonadotropi Hipogonadisme
- Defisien gonadotropin
- Defisiensi hormon LH
- Defisiensi hormon LH dan FSH
 Hipergonadotropik hipogonadisme (kelaianan
gonad primer)

15
• DIAGNOSIS KERJA:
Observasi febris susp Demam thyphoid
Diare Akut
Pubertas Terlambat

• PEMERIKSAAN ANJURAN
Demam thyphoid
Pemeriksaan Tubex – detek antibodi IgM anti-S.typhi pada serum pasien.
Pubertas terlambat
o TSH

o Kortisol pagi/sore

o Hormon gonadotropin : LH/FSH

• PENATALAKSANAAN
a. Non medikamentosa
 Monitor tanda vital dan keadaan umum
 Tirah baring (bed rest).
 Memperbaiki keadaan umum penderita.
 Diet rendah serat iet untuk penderita tifoid biasanya diklasifikasikan atas: diet
cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa. Bila keadaan penderita baik, diet dapat
dimulai dengan diet padat atau tim (diet padat dini).

b. Medikamentosa
- IVFD RL 20tpm
- Inj. Ceftriaxon 2 x 1gr
- Inj. Ranitidin 2 x 80mg
- Per Oral :
o Parasetamol 4 x 1 tab (k/p)
o Zink 2 x 1 tab
c. Edukasi

 Menjelaskan kepada keluarga tentang penyakit pasien, pengobatan, dan


komplikasi yang mungkin dapat terjadi
 Memasak makanan dan air hingga matang
16
 Menutup makanan dari lalat
 Mencuci tangan seteleha BAB dan sebelum makanan

• PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

17
FOLLOW UP (R. PUSPANIDRA)
19/03/2019 20/03/2019
Perawatan hari ke-2 Perawatan hari ke-3

S S : Demam hari ke-5, mual (+), muntah 1 hari Demam hari ke-6, mual (+), muntah (-), BAB
yll 4x/hari, BAB cair 4x/hari cair (-)

O KU: CM, tampak sakit sedang KU: CM, tampak sakit sedang
TTV: HR : 110x/m, RR 20x/m, S 37,8ºC, TTV: HR : 110x/m, RR 20x/m, S 36,2ºC,
SpO2 98% SpO2 98%

Status generalis: Status generalis:


 Kepala: Normocephali  Kepala: Normocephali
 Mulut : coated tongue (+)  Mulut : coated tongue (+)
 Mata: CA(+/+),SI (-/-)  Mata: CA(+/+),SI (-/-)
 Thoraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-  Thoraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-
/-), BJ 1-2 reguler, m (-),g (-), retraksi /-), BJ 1-2 reguler, m (-),g (-), retraksi
(-) (-)
 Abdomen: Supel, BU (),  Abdomen: Supel, BU (),
organomegali (-) organomegali (-)
 Ekstremitas atas-bawah: AH(+/+), OE  Ekstremitas atas-bawah: AH(+/+), OE
(-/-) CRT <2 detik (-/-) CRT <2 detik
 Lab  Lab
 Leu : 16,400 /ul  Leu : 16,400 /ul
 Widal  Widal
o St-O = neg o St-O = neg
o St. H = pos 1/80 o St. H = pos 1/80
o S.Pt-Ah : pos 1/80  S.Pt-Ah : pos 1/80
A • Demam tifoid • Demam tifoid
• Diare akut • Diare akut
• Pubertas terlambat Pubertas terlambat

P  IVFD RL 2otpm  IVFD RL 2otpm


 Inj. Ceftriaxon 2 x 1gr  Inj. Ceftriaxon 2 x 1gr
 Inj. Ranitidin 2 x 50mg  Inj. Ranitidin 2 x 50mg
 Per Oral :  Per Oral :
o Parasetamol 4 x 1 tab o Parasetamol 4 x 1 tab
o Zink 2 x 1 sach Zink 2 x 1 sach

18
20/03/2019
Perawatan hari ke-4

S Demam (-), mual (+), muntah (-), BAB cair (-), nafsu makan sudah meningkat

O KU: CM, tampak sakit sedang


TTV: HR : 110x/m, RR 20x/m, S 36,5ºC, SpO2 98%

Status generalis:
 Kepala: Normocephali
 Mulut : coated tongue (+)
 Mata: CA(+/+),SI (-/-)
 Thoraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), BJ 1-2 reguler, m (-),g (-), retraksi (-)
 Abdomen: Supel, BU (), organomegali (-)
 Ekstremitas atas-bawah: AH(+/+), OE (-/-) CRT <2 detik
 Lab
 Leu : 16,400 /ul
 Widal
o St-O = neg
o St. H = pos 1/80
o S.Pt-Ah : pos 1/80
A • Demam tifoid
• Diare akut
• Pubertas terlambat

P  Per Oral :
o Cefixime 200mg 2 x 1
o Parasetamol 500mg 3 x 1
o Vit B Comp 2 x 1
Pasien boleh pulang

19
BAB III
ANALISA KASUS

Daftar Masalah
a. Observasi febris susp Demam thyphoid
b. Diare Akut
c. Pubertas Terlambat

1. Demam Thyphoid
a. Atas dasar
 Demam 5 hari SMRS
 Gejala gastro intestinal : mual, muntah 4x/hari isi air dan makanan, BAB cair
3-4 kali/hari, berupa air, ada ampas, warna kuning, darah (-), lendir (-), nafsu
makan berkurang
 Pemeriksaan fisik : febris 39,3 ºC, terdapat coated toingue
 Pemeriksaan laboratorium : leukositosis (16,600/uL), widal St. H = pos 1/80,
S.Pt-Ah : pos 1/80
Demam typhoid pada pasien ini dipikirkan karena didapatkan trias demam tifoid
yaitu demam > 7 hari, gangguan saluran pencernaan, dapat disertai atau tanpa
gangguan kesadaraan. Dan terdapat faktor resikp yaitu riawayat pasien membeli
jajanan di kantin yang kemungkinan kebersihannya kurang.

b. Rencana diagnostik
 Tes cepat/ tapid test (Thyphidot, TUBEX) : demam >6 hari, sensitifitas dan
spesifitas lebih tinggi terhadap kuman salmonella diabandingkan dengan
pemeriksaan widal yang mempunyai sensitifitas dan spesitifitas yang rendah
sehingga tidak lagi direkomendasikan.
 Alat diagnostik seperti Typhidot dan Tubex mendeteksi antibodi IgM terhadap
antigen spesifik outermembrane protein (OMP) dan O9 lipopolisakarida dari S.
Typhi. Telah banyakpenelitian yang membuktikan bahwa pemeriksaan ini
memiliki sensitivitas spesifisitas hampir 100% pada pasien demam tifoid
dengan biakan darah positif S. Typhi.

20
 Pemeriksaan Widal pada serum akut satu kali saja tidak mempunyai arti penting
dan sebaiknya dihindari. Diagnosis demam tifoid baru dapat ditegakkan jika
pada ulangan pemeriksaan Widal selang 1-2 minggu terdapat kenaikan titer
agglutinin O sebesar 4 kali. Uji Widal memiliki beberapa keterbatasan sehingga
tidak dapat dipercaya sebagai uji diagnostik tunggal. Hasil negatif palsu dapat
terjadi karena teknik pemeriksaan tidak benar, penggunaan antibiotik
sebelumnya, atau produksi antibodi tidak adekuat.
 Uji baku emas diagnosis demam tifoid adalah kultur. Sensitifitas terbaik (40-
60%) bila dilakukan pada munggu pertama-awal minggu kedua.
o Hasil kultur darah positif sekitar 40%-60%. Sedangkan pada minggu
kedua dan ketiga spesimen sebaiknya diambil dari kultur tinja
(sensitivitas <50%) dan urin (20-30%).

c. Rencana terapi
 Tirah baring
 Nutrisi
o Cairan baik secara oral maupun parenteral,
o Diet : mengandung kalori dan protein yang cukup, rendah selulose
(rendah serat) untuk mencegah perdarah dan perforasi .
o Diet rendah serat iet untuk penderita tifoid biasanya diklasifikasikan
atas: diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa. Bila keadaan
penderita baik, diet dapat dimulai dengan diet padat atau tim (diet
padat dini).
 Terapi simptomatik
o Antipiretik
o Anti emetik
 Anti mikroba
o Kloramfenikol (pilihan utama) : 50-100 mg/KgBB/hr Max 2gr dibagi 4
dosis
Atau
o Antimikroba lini kedua
 Ceftriaxone 80mg/KgBB/hari, dosis tunggal selam 5 hari

21
 Cefixime (efektif untuk anak) : Dosis 15-20 mg/KgBB/hari
dibagi 2 dosis selam 10 hari
2. Pubertas Terlambat
Atas dasar
 Pasien belum menstruasi di usianya yang sudar 16 tahun
 Pemeriksaan fisik : rambut pubis pertama kali mulai tumbuh pada usia 15 tahun,
sekarang di usis 16 tahun rambut pubis Stadium Tanner II
 Payudara pertama kali mulai tumbuh pada usia 15 tahun, sekarang payudara
Stadium Tanner II
 Pubertas dikatakan terlambat apabila perubahan fisik awal pubertas tidak
terlihat pada usia 13 tahun pada anak perempuan dan 14 tahun pada anak laki-
laki.
 Evaluasi terhadap kemungkinan adanya keterlambatan pubertas juga harus
dilakukan apabila lebih dari 5 tahun rentang antara tanda pertama pubertas dan
menars. Menarke terjadi dua tahun setelah awitan pubertas, menarke terjadi
pada fase akhir perkembangan pubertas yaitu sekitar 12,5 tahun.
 Pada umumnya perkembangan seksual anak perempuan dimulai pada usia 8
tahun dan pada anak laki-laki usia 9,5 tahun. Pada constituional delay, fisik
tampak normal namun alat genital tidak tampak berkembang.
 Pada anak perempuan awal pubertas ditandai oleh timbulnya breast budding
atau tunas payudara (Std II Tanner) pada usia kira-kira 10 tahun, kemudian
secara bertahap payudara berkembang menjadi payudara dewasa pada usia 13-
14 tahun (Std Tanner V)
 Setelah menstruasi, tinggi badan anak hanya akan bertambah sedikit kemudian
pertambahan tinggi badan akan berhenti. Massa lemak pada perempuan
meningkat pada tahap akhir pubertas, mencapai hampir dua kali lipat massa
lemak sebelum pubertas. Dari survei antroprometrik di tujuh daerah di
Indonesia didapatkan bahwa usia menarke anak Indonesia bervariasi dari 12,5
tahun sampai dengan 13,6 tahun.
 Rambut pubis mulai tumbuh pada usia 11-12 tahun dan mencapai pertumbuhan
lengkap pada usia 14 tahun
 Pada anak perempuan harus dicurigai adanya keterlambatan pubertas apabila
payudara belum berkembang pada usia 13 tahun, waktu antara perkembangan

22
payudara dan menstruasi lebih dari 5 tahun atau tidak berkembangnya rambut

pubis pada usia 14 tahun dan menstruasi tidak datang pada usia 16 tahun. 


 Kemungkinan etiologi keterlambatan pubertas pada pasien ini adalah idiopatik/


konstitusional (Constitusional delay of growth & Puberty /CDGP) dimana
fisik tampak normal namun alat genital tidak berkembang, namun akan
mencapai kematangan pubertas pada waktunya walupun agak lambat.
 Meskipun CDGP merupakan satu- satunya penyebab tersering keterlambatan
pubertas pada kedua jenis kelamin, penyakit ini dapat didiagnosis hanya setelah
penyakit pokok dihilangkan. CDGP disebabkan oleh adanya keterlambatan atau
penundaan fungsi dari gonadotropin.
Rencana diagnostic
 Pemeriksaan kadar follicle stimulating hormone(FSH) dan luteinizing hormone
(LH). Pemeriksaan laboratorium awal adalah menentukan status hormon
gonadotropin. Pemeriksaan FSH, LH dan steroid seks merupakan pemeriksaan
minimal yang harus dilakukan. Kadar FSH dan LH berbeda pada usia, seks, dan

tingkat perkembangan 


 Peninggian LH/FSh → kelainan primer gonad (hipogonad)


 LH/FSH normal atau rendah → kelainan pada hipotalamus-hipofisis atau
sekunder hipogonadisme (kerusakan pada kelenjar di sekitar otak, yaitu
hipofisis (pituitari) atau) hipotalamus

 Uji stimulasi gonadotropin realising hormone (GnRH). 
 Uji stimulasi GnRH

dilakukan untuk mengevaluasi fungsi kelenjar hipofisis. 


Rencana tatalaksana
 Meliputi pengobatan pada kegagaln pertumbuhan, perawatan pendek dan
terhadap imaturitas psikologik atau emosional.
 Anak dengan pubertas terlambat dan mempunyai masalah psikologis dapat
diobati dengan seks steroid dosis rendah, jangka pendek engan tujuan untuk
mengembangkan tanda-tanda seks sekunder, pertumbuhan dan merangsang
aktifitas HPG (hipotalamus pituitary gonad) anak sehingga pubertas spontan
akan muncul setelah pemberian seks steroid dihentikan.
 Pada anak perempuan pengobatan awal dengan pemberian estrogen dosis

23
rendah selama 6 – 12 bulan. Estrogen dosis rendah yang diberikan adalah
premarin 0,3 mg/hari atau ethinyl estradiol 0,02 mg/ hari atau 0,05 mg secara
transdermal 1-2 kali seminggu sudah memadai sebagai terapi awal
 Bila pubertas tidak terjadi, teruskan terapi dengan menaikan dosis secara
bertahap hingga 2-3 tahun.
 Pemantauan : pertumbuhan payudara sampai M3 perlu ditambkan progesterone
untuk memicu menstruasi, percepatan pertumbuhan linier, usia tulang,
penutupan epifisi tulang.
 Pendekatan psikologik diperlukan pada kasus yang mengalami gangguan
psikologik. Dukungan psikologik diperlukan untuk meningkatan kepercayaan
diri. Orang tua juga harus diberikan dukungan psikologik, serta hubungan orang
tua anak harus lebih di- tingkatkan.

24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi Pubertas


Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan
tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai 20 tahun, anak-
anak mengalami perubahan yang cepat pada ukuran, bentuk, fisiologi, dan psikologi
serta fungsi sosial dari tubuh. Keadaan hormon dan struktur sosial menentukan
bagaimana transisi dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan (Garilbadfi, 2008).
Perubahan endokrinologis dari pubertas sebenarnya telah dimulai sebelum
munculnya ciri-ciri seks sekunder. Yang terjadi adalah peningkatan sekresi dari GnRH
pada hipotalamus. Konsep yang ada sekarang menyatakan bahwa pubertas terjadi
akibat peningkatan frekuensi dan amplitudo dari pelepasan GnRH, awalnya hanya saat
malam hari kemudian secara perlahan juga pada siang hari (Garilbadfi, 2008).
Stimulus yang menyebabkan perubahan pada pulsasi GnRH masih belum jelas,
tetapi beberapa penelitian menyatakan adanya peran hormon leptin. Tidak lama
sebelum pubertas dimulai, jumlah hormon leptin meningkat berbanding lurus dengan
massa jaringan adiposa. Selain pada hipotalamus, reseptor dari leptin juga terdapat pada
hipofisis anterior. Leptin akan memberikan sinyal kepada hipotalamus bahwa cadangan
energi tubuh siap untuk memulai fungsi reproduksi

3.2. Perubahan fisik pada pubertas


Pada fase pubertas terjadi perubahan fisik sehingga pada akhirnya seorang anak
akan memiliki kemampuan bereproduksi. Terdapat lima perubahan khusus yang terjadi
pada pubertas, yaitu, pertambahan tinggi badan yang cepat (pacu tumbuh),
perkembangan seks sekunder, perkembangan organ-organ reproduksi, perubahan
komposisi tubuh serta perubahan sistem sirkulasi dan sistem respirasi yang

berhubungan dengan kekuatan dan stamina tubuh.13,14


Perubahan fisik yang terjadi pada periode pubertas berlangsung dengan sangat cepat
dalam sekuens yang teratur dan berkelanjutan (Gambar 2 dan 3).
Tinggi badan anak laki-laki bertambah kira-kira 10 cm per tahun, sedangkan

25
pada perempuan kurang lebih 9 cm per tahun. Secara keseluruhan pertambahan tinggi
badan sekitar 25 cm pada anak perempuan dan 28 cm pada anak laki-laki. Pertambahan
tinggi badan terjadi dua tahun lebih awal pada anak perempuan dibanding anak laki-
laki. Puncak pertumbuhan tinggi badan (peak height velocity) pada anak perempuan
terjadi sekitar usia 12 tahun, sedangkan pada anak laki-laki pada usia 14 tahun. Pada
anak perempuan, pertumbuhan akan berakhir pada usia 16 tahun sedangkan pada anak
laki-laki pada usia 18 tahun. Setelah usia tersebut, pada umumnya pertambahan tinggi
badan hampir selesai. Hormon steroid seks juga berpengaruh terhadap maturasi tulang
pada lempeng epifisis. Pada akhir pubertas lempeng epifisis akan menutup dan

pertumbuhan tinggi badan akan berhenti.10,13


Pertambahan berat badan terutama terjadi karena perubahan komposisi tubuh,
pada anak laki-laki terjadi akibat meningkatnya massa otot, sedangkan pada anak
perempuan terjadi karena meningkatnya massa lemak. Perubahan komposisi tubuh

terjadi karena pengaruh hormon steroid seks.,13


Perkembangan seks sekunder diakibatkan oleh perubahan sistem hormonal
tubuh yang terjadi selama proses pubertas. Perubahan hormonal akan menyebabkan
terjadinya pertumbuhan rambut pubis dan menarke pada anak perempuan;
pertumbuhan penis, perubahan suara, pertumbuhan rambut di lengan dan muka pada
anak laki-laki, serta terjadinya peningkatan produksi minyak tubuh, meningkatnya

aktivitas kelenjar keringat, dan timbulnya jerawat.10,13


Pada anak laki-laki awal pubertas ditandai dengan meningkatnya volume testis,
ukuran testis menjadi lebih dari 3 mL, pengukuran testis dilakukan dengan memakai

alat orkidometer Prader.10,13 Pembesaran testis pada umumnya terjadi pada usia 9
tahun, kemudian diikuti oleh pembesaran penis. Pembesaran penis terjadi bersamaan
dengan pacu tumbuh. Ukuran penis dewasa dicapai pada usia 16-17 tahun. Rambut
aksila akan tumbuh setelah rambut pubis mencapai P4, sedangkan kumis dan janggut
baru tumbuh belakangan. Rambut aksila bukan merupakan petanda pubertas yang baik
oleh karena variasi yang sangat besar. Perubahan suara terjadi karena bertambah
panjangnya pita suara akibat pertumbuhan laring dan pengaruh testosteron terhadap
pita suara. Perubahan suara terjadi bersamaan dengan pertumbuhan penis, umumnya
pada pertengahan pubertas. Mimpi basah atau wet dream terjadi sekitar usia 13-17
tahun, bersamaan dengan puncak pertumbuhan tinggi badan. 10,13,14
Pada anak perempuan awal pubertas ditandai oleh timbulnya breast budding

26
atau tunas payudara pada usia kira-kira 10 tahun, kemudian secara bertahap payudara
berkembang menjadi payudara dewasa pada usia 13-14 tahun. Rambut pubis mulai
tumbuh pada usia 11-12 tahun dan mencapai pertumbuhan lengkap pada usia 14 tahun.
Menarke terjadi dua tahun setelah awitan pubertas, menarke

terjadi pada fase akhir perkembangan pubertas yaitu sekitar 12,5 tahun.10,13 Setelah
menstruasi, tinggi badan anak hanya akan bertambah sedikit kemudian pertambahan
tinggi badan akan berhenti. Massa lemak pada perempuan meningkat pada tahap akhir

pubertas, mencapai hampir dua kali lipat massa lemak sebelum pubertas.10 Dari survei
antroprometrik di tujuh daerah di Indonesia didapatkan bahwa usia menarke anak
Indonesia bervariasi dari 12,5 tahun sampai dengan 13,6 tahun.

Tebel 1. tahap perkembangan pubertas pada anak laki-laki

Tabel 2. Tahap perkembangan pubertas anak pada perempuan menurut Tanner

27
Gambar 1. Skala Tanner

3.3. Perubahan Hormonal pada Pubertas


Aktivasi dari pubertas terjadi akibat perubahan hormon GnRH yang terdiri dari
perlepasan dan pola perlepasan dari GnRH yang teratur setiap 90 menit. Modulasi
GnRH mempengaruhi kadar FSH dan LH. FSH dan LH lalu akan merangsang
pelepasan hormon Estrogen. Estrogen yang bersirkulasi akan memberikan respon
umpan balik negatif pada pelepasan FSH, LH dan GnRH.

Gambar 2 Perubahan Hormon Pada Pubertas

28
3.4. Pubertas Terlambat
Puberitas terlambat (delayed puberty) pada perempuan didefinisikan sebagai
tidak membesarnya payudara sampai 13 tahun atau tidak adanya menstruasi dengan
pertumbuhan payudara yang normal sampai umur 15 tahun (SexSteroid Treatment for
Pubertal Induction and Replacement in the AdolescentGirl;Royal College
ofObstetricians andGynaecologists - Scientific impact paper, Jun 2013
). Penundaan dari pematangan organ seksual tidak jarang dijumpai dan tidak
menimbulkan masalah dengan pertumbuhan dan perkembangan, tetapi diagnosis dan
penanganan segera harus dilakukan pada pasien dengan kelainan organik (Dattani,
2009). Tanda awal pubertas adalah meningkatnya volume testis pada anak laki-laki dan
timbulnya penonjolan pertama areola dan papila payudara pada perempuan. Pada anak
perempuan keadaan tersebut akan segera diikuti terjadinya pacu tumbuh, sedangkan
pada anak laki-laki pacu tumbuh terjadi pada bagian kedua dari proses pubertas.20
Menarke terjadi sekitar 2-3 tahun setelah awal pubertas. Pertumbuhan rambut aksila
dan rambut pubis tidak merupakan petanda pubertas yang baik karena keadaan ini lebih
banyak dipengaruhi oleh steroid yang dihasilkan oleh adrenal.
Pubertas dikatakan terlambat apabila perubahan fisik awal pubertas tidak
terlihat pada usia 13 tahun pada anak perempuan dan 14 tahun pada anak laki-laki.1,5,-
9 Evaluasi terhadap kemungkinan adanya keterlambatan pubertas juga harus dilakukan
apabila lebih dari 5 tahun rentang antara tanda pertama pubertas dan menars atau
lengkapnya perkembangan genital pada anak laki-lak
Secara statistik pubertas yang mengalami keterlambatan adalah sebanyak 2,5%
dari populasi remaja normal pada kedua jenis kelamin. Laki-laki lebih banyak
mengalami keterlambatan pubertas dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan
kadar gonadotropin dalam darah pubertas terlambat dikelompokkan menjadi:
Hypergonadotropic Hypogonadism dan Hypogonadotropic Hypogonadism. Pada
Hypergonadotropic Hypogonadism, ditemukan kadar hormon gonadotropin (FSH dan
LH) yang meningkat namun kadar hormon seks steroid seperti testosteron dan estrogen
tetap rendah, hal ini menandakan bahwa kerusakan tidak terjadi pada aksis hipotalamus
hipofise. Sedangkan pada hypogonadotropin hypogonadism, ditemukan penurunan
kadar hormon gonadotropin (Suryawan, 2004).

29
3.5 Penyebab
Penyebab keterlambatan pubertas dibagi dalam 2 kelompok berdasarkan status
gonadotropin; yaitu hypergonadotropin dan hypogonadotropin. Pada hypergonadropin
kelainan terjadi didaerah perifer disebabkan kegagalan gonad sedangkan pada hypo-
gonadrotropin kelainan dapat terjadi pada susunan saraf pusat (SSP), hipotalamus, atau
hipofisis

3. 6 Manifestasi Klinik
Gambaran klinis pertama yang terlihat pada keter- lambatan pubertas apabila
karakteristik seks sekunder belum terlihat pada waktunya. Pada umumnya
perkembangan seksual anak perempuan dimulai pada usia 8 tahun dan pada anak laki-
laki usia 9,5 tahun. Pada constituional delay, fisik tampak normal namun alat genital
tidak tampak berkembang. Pada anak perempuan harus dicurigai adanya keterlambatan
pubertas apabila payudara belum berkembang pada usia 13 tahun, waktu antara
perkembangan payudara dan menstruasi lebih dari 5 tahun atau tidak berkembangnya

30
rambut pubis pada usia 14 tahun dan menstruasi tidak datang pada usia 16 tahun. Pada
anak laki-laki harus dicurigai adanya keterlambatan pubertas apabila pembesaran testis
tidak terjadi pada usia 14 tahun, tidak berkembangnya rambut pubis pada usia 15 tahun
atau lebih dari 5 tahun baru terjadi pembesaran alat genital.
Gambaran klinis lain ditandai dengan adanya perawakan pendek. Beberapa
kasus memperlihatkan imaturitas pada proporsi tubuh (rasio tinggi badan atas dan
bawah) lebih besar dibanding dengan normal, pada pertumbuhan normal tinggi badan
bawah lebih panjang. Gambaran lain sesuai dengan penyakit yang mendasarinya seperti
adanya anosmia atau hiposmia pada sindrom Kallmann’s.1,6-8

3.7 Diagnostik


a. Riwayat penyakit


Beberapa hal yang perlu ditanyakan dalam anamnesis ialah riwayat kecepatan
peningkatan tinggi badan, berat badan dan penurunan testis, riwayat keluarga dengan
gangguan pubertas. Apakah ada dijumpai gejala-gejala gangguan SSP, riwayat trauma,
anomali atau infeksi SSP, riwayat mendapat kemoterapi, radioterapi atau riwayat
pembedahaan. Riwayat mendapat pengobatan dengan glukokortikoid.

b. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan tinggi badan, berat badan, per- bandingan tinggi badan atas dan
bawah. Rasio antara tinggi badan atas dan bawah. Rasio yang lebih tinggi
menunjukan adanya imaturitas atau keterlambatan.Pada orang kulit hitam rasio

yang normal adalah 0,88. 


 Pemeriksaan maturitas seksual atau pubertal stage; Tingkat maturitas seksual


dapat ditentukan dengan menggunakan skala Tanner.
 Berdasarkan perkembangan payudara, rambut pubis dan perkembangan genital,
Tanner membagi tingkat maturitas seksual dalam 5 tingkatan. Tingkat I
(prepubertas) sampai tingkat V (dewasa). Di- katakan pubertas apabila berada
pada tingkat II skala Tanner. Pada anak perempuan di lakukan pemeriksaan
perkembangan payudara dan rambut pubis. Pada anak laki-laki dinilai per-
kembangan alat genital, ukuran penis, volume testis dan konsistensi testis.
Pemeriksaan lokasi testis juga perlu dilakukan (skrotal, inguinal atau tidak

31
turun). Tanda pubertas yang lainnya juga perlu di lihat seperti adanya akne dan
pigmentasi kulit.
 Pemeriksaan lain yang diperlukan ialah pe- meriksaan funduskopi, pemeriksaan
fungsi tiroid dan pemeriksaan status neurologi.

c. Pemeriksaan laboratorium
 Pemeriksaan kadar follicle stimulating hormone(FSH) dan luteinizing hormone
(LH). Pemeriksaan laboratorium awal adalah menentukan status hormon
gonadotropin. Pemeriksaan FSH, LH dan steroid seks merupakan pemeriksaan
minimal yang harus dilakukan. Kadar FSH dan LH berbeda pada usia, seks, dan

tingkat perkembangan. 


 Uji stimulasi gonadotropin realising hormone (GnRH). Uji stimulasi GnRH

dilakukan untuk mengevaluasi fungsi kelenjar hipofisis. Uji ini 
 dapat

membedakan kelainan pada SSP atau perifer. c. Pemeriksaan testoteron dan

estradiol.
 d. Uji stimulasi human chorio gonadotropin (HCG). Uji stimulasi

HCG diperlukan jika kedua testis tidak teraba, dicurigai adanya testikular defek,
atau kadar gonadotropin tidak meningkat.
 Pemeriksaan sekresi growth hormone (GH) dan fungsi tiroid. Pemeriksaan ini
dilakukan jika kecepatan pertumbuhan subnormal.

d. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi penting untuk menentukan umur tulang dengan
pemeriksaan pusat penulangan pada tangan dan pergelangan tangan. Tingkat osifikasi
dinilai dan dibandingkan dengan nilai rata-rata usia dan seks, kemudian usia tulang di
bandingkan dengan usia biologik. Keterlambatan umur tulang merupakan karakteristik
namun bukan diagnostik CDGP dan juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit
kronik, hipogonadisme hipogonadotropik atau kegagalan gonad.
Pemeriksaan lain adalah CT-scan kepala dan MRI untuk melihat daerah hipothalamus.

32
Gambar 3. Algoritme penangan pasien dengan keterlambatan pubertas

3.8 Tata laksana


Tatalaksana keterlambatan pubertas meliputi pe- ngobatan pada kegagalan
pertumbuhan, perawatan pendek dan terhadap imaturitas psikologik atau emosional.
 Pengobatan laki-laki dengan adalah pemberian testoteron enanthathe atau cypionat.
Dosis awal bervariasi tergantung pada usia dan maturitas pasien dan kecepatan
perkembangan pubertas. Pemberian dosis tinggi dapat menstimulasi perkembangan
lebih cepat dan sebaliknya dosis rendah dapat menstimulasi perkembangan lebih
lambat. Testoteron diberikan dalam bentuk injeksi intramuskular dengan dosis antara
50-100 mg setiap 4 minggu selama 4-6 bulan. Dosis penuh testoteron tidak boleh

33
melebihi 100 mg/ minggu, diberikan dalam interval 2 minggu atau 3 minggu.1,19,20
Injeksi 400 mg setiap 4 minggu tidak direkomendasikan.
 Efek pengobatan biasanya sudah terlihat setelah 1 bulan pengobatan. Keberhasilan
pengobatan dapat dinilai secara klinis dan laboratoris. Setelah 1 bulan pengobatan
biasanya mulai terlihat peningkatan maturasi seksual atau peningkatan skala Tanner.
Richman RA.20dkk melakukan pengamatan setelah 3, 7 dan 18 bulan pengobatan
testoteron enanthate dengan dosis 50 mg/bulan. Ditemukan adanya peningkatan volume
testis dari 5,9 ± 2,8 ml menjadi 11,3 ± 2,7 ml dan peningkatan dari prepubertas menjadi
tingkat 3 dan 4 skala Tanner, serta peningkatan kecepatan tinggi. Pengobatan lain
adalah pemberian oxandrolon dengan dosis 0,05 – 0,1 mg/ kgBB/hari selama 3 – 6
bulan atau fluoxymesteron dengan dosis 2 – 3 mg/m2/hari selama 3 – 6 bulan.8,15,21,19
Fluoxymesteron merupakan androgen oral sintetik. Pemberian HCG dengan dosis 500
– 1000 unit intramuskular 3 kali seminggu selama 1 – 2 bulan juga direkomendasikan.
Terapi HCG hanya diberikan jika fungsi sel leydig normal.8
 Pada anak perempuan pengobatan awal dengan pemberian estrogen dosis rendah
selama 6 – 12 bulan. Estrogen dosis rendah yang diberikan adalah premarin 0,3 mg/hari
atau ethinyl estradiol 0,02 mg/ hari atau 0,05 mg secara transdermal 1-2 kali seminggu
sudah memadai sebagai terapi awal. Sebagai alternatif pemberian estrogen harian atau
bentuk transdermal selama 3 minggu pertama (21 hari) dilanjutkan dengan pemberian
progresteron 10 hari. Progresteron yang diberikan adalah me- droxyprogesteron 5 atau
10 mg/hari atau nore- thinedrone 5 mg/hari. Dosis estrogen dapat bervariasi tergantung
dari kecepatan atau perkembangan pubertas. Dosis ethinyl estradiol 0,02 – 0,10
mg/hari, konjugate estrogen 0,3 – 1,25 mg/hari atau bentuk transdermal 0,05 atau 0,10
mg/hari.1
 Pendekatan psikologik diperlukan pada kasus yang mengalami gangguan psikologik.
Dukungan psikologik diperlukan untuk meningkatan kepercayaan diri. Orang tua juga
harus diberikan dukungan psikologik, serta hubungan orang tua anak harus lebih di-

34
DAFTAR PUSTKA

1. Baker S, Favorov M, Dougan G. Searching for the elusive typhoid diagnostic. BMC
Infectious Diseases. 2010;10:45-50.

2. Buckle GC, Walker CL, Black RE. Typhoid fever and paratyphoid fever: Systematic
review to estimate global morbidity and mortality for 2010.

3. J Glob Health 2012; 2:e570- 80. 4. Mogasale, V, Maskery, B, Ochiai, RL et al. Revisiting
the burden of typhoid fever in low- and midd

4. Vaaralahti K, Wehkalampi K, Tommiska J, Laitinen EM, Dunkel L, Raivio T. The role of gene defects
underlying isolated hypogonadotropic hypogonadism inpatients with constitutional delay of growth and
puberty. Fertil Steril 2011;95:2756-8.

5. Bianco SD, Kaiser UB. The genetic and molecular basis of idiopathic hypogonadotropic hypogonadism. Nat
Rev Endocrinol 2009;5:569-76.

6. Gia netti E, Tusset C, Noel SD, et al. TAC3/TACR3 mutations reveal preferential activation of gonadotropin-
releasing hormone release by neurokinin B in neonatal life followed by reversal in adulthood. J Clin
Endocrinol Metab 2010;95:2857-67.

7. Huebner A. Adolescent growth and development transition [Diakses 10 Oktober 2009].


Diunduh dari http://www.ext.vt.edu/ pubs/family/350-380.

8.

35

Você também pode gostar