Você está na página 1de 15

Makalah

Rancangan Pembelajaran dan Evaluasi


Chapter 3: Analisis Siswa dan Analisis Kontekstual

Oleh:
1. Sayyida F.D. Iqlima (17070785037)
2. Akhmad Syaiful Bahri (17070785046)
Pendidikan Matematika 2017B

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


PROGRAM PASCA SARJANA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
2018
Pertanyaan Untuk Pertimbangan
 Mengapa memperhatikan karakteristik siswa ketika melakukan perencanaan merupakan hal
yang penting?
 Manakah karakteristik-karakteristik yang paling bermanfaat, dan bagaimana cara
memperoleh informasi tentang karakteristik tersebut?
 Dalam kelompok siswa khusus, karakteristik apakah yang sangat mempengaruhi perencanaan
pengajaran?
 Bagaimana gaya belajar siswa, dan bagaimana cara memperoleh informasi tersebut?

A. Analisis Siswa
Andaikan, Anda tidak pernah mendengar tentang proses perencanaan pengajaran,
dan Anda mulai memberikan pembelajaran pada pertemuan pertama. Anda telah bekerja
keras untuk menyiapkan pembelajaran baru dengan tujuan agar siswa terkesan dengan
pelajaran. Pembelajaran mencakup informasi rincian statistik dari hasil penelitian mutakhir
dan penjelasan yang kompleks.
Ketika pembelajaran sedang berlangsung, Anda merasakan adanya reaksi
diantaranya: beberapa siswa mendengarkan dengan cermat dan membuat catatan dengan
cepat; yang lain terlihat bingung; dan beberapa siswa tampak acuh tak acuh. Padahal, ini
merupakan kesempatan langkah bagi mereka untuk memperoleh informasi penting itu.
Apakah ada yang tidak sesuai?
Mungkin dalam persiapan, Anda telah sedikit mengabaikan sifat kelompok siswa,
bakat dan tingkat kesiapan, tingkat motivasi, atau ciri lainnya yang berpengaruh terhadap
ketertarikan dan keberhasilan siswa dalam pembelajaran.
Salah satu unsur penting dalam proses perancangan pengajaran yang telah
disebutkan sebelumnya (Bab 1) adalah kebutuhan untuk mempertimbangkan siswa dari
sebuah rancangan pembelajaran. Secara jelas, ukuran kesuksesan sebuah perencanaan
pengajaran akan bergantung pada terlaksananya level pembelajaran oleh siswa-siswa yang
terlibat. Populasi siswa, terdiri dari berbagai macam tipe siswa, dari level dasar hingga
sekolah menengah dan perguruan tinggi. Oleh karena itu, pada awal perencanaan sangat
penting memperhatikan karakteristik – karakteristik, kemampuan – kemampuan, dan
pengalaman – pengalaman siswa, baik sebagai kelompok maupun sebagai individu-individu.
Setiap orang berbeda dalam berbagai hal, termasuk cara dimana mereka belajar.
Beberapa perbedaan tersebut tampak dalam berbagai macam pengalaman yang diperlukan
seseorang dalam belajar. Dan jika kompetensi suatu keterampilan yang ingin dicapai,
perbedaan akan juga tampak pada jumlah waktu dan praktek yang seseorang perlukan.
Untuk mengajar sebuah kelas akademik, seorang guru pengajaran harus memperoleh
informasi tentang kemampuan, kebutuhan, dan minat siswa. Informasi ini pasti
mempengaruhi elemen tertentu dalam perencanaan, seperti pembahasan suatu topik (dan
tingkat dimana topik diajarkan), pemilihan dan urutan tujuan, kedalaman pemberian topik,
dan variasi kegiatan pembelajaran. Terkait dengan analisis pembelajar adalah analisis
lingkungan, yaitu variabel apa dalam lingkungan belajar yang dapat atau akan
mempengaruhi desain dan penyampaian pengajaran.
Sehingga ketika mendesain sebuah rencana pengajaran, tentukan terlebih dahulu
tahap-tahap persiapan awal dimana karakteristik siswa atau peserta pelatihan akan mudah
diidentifikasi. Kemudian tentukan bagaimana memperoleh informasi penting tersebut.
1. Tipe karakteristik siswa
Karakter siswa adalah aspek aspek atau kualitas perseorangan siswa yang
terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berfikir, dan
kemampuan awal yang dimiliki (B Unon. 2012). Banyak ciri yang membedakan siswa.
Dalam memulai analisis siswa, tugas penting untuk seorang guru adalah
mengidentifikasi karakteristik yang paling penting untuk pencapaian tujuan
pembelajaran. Juga dalam konteks yang diterapkan, informasi siswa yang dapat diakses
adalah faktor utama dalam menentukan karakteristik yang dipertimbangkan. Sebagai
contoh, umumnya kemampuan intelektual dianggap sebagai variabel penting yang
berkaitan dengan keberhasilan proses pembelajaran, pemberian tes IQ individu. Di sisi
lain, variabel seperti jenis kelamin mudah diakses tetapi memiliki sedikit pengaruh
dengan keputusan desain pembelajaran.
Heinich, Molenda, Russell, dan Smaldino (1999) mengemukakan bahawa
perancang (guru) awalnya mempertimbangkan 3 kategori karakteristik siswa :
karakteristik umum, karakteristik entri tertentu (keterampilan prasyarat untuk instruksi),
dan gaya belajar. Selain 3 kategori tersebut, kami akan menjelaskan 5 kategori
tambahan yang mencakup informasi akademik, karakterikstik pribadi dan sosial, siswa
dengan keberagaman budaya, siswa dengan ketodakmampuan, dan siswa dewasa.

a. Karakteristik umum
Karakteristik umum adalah pengidentifikasian variabel secara luas, seperti jenis
kelamin, umur, pengalaman kerja, pendidikan, dan etnis. Contohnya, misal di suatu
kelas X SMK terdiri dari laki-laki dan perempuan, umur siswa antara 16 - 17 tahun,
latar belakang pendidikan mereka besalah dari SMP dan Mts.
b. Karakteristik Dasar Tertentu
Kompetensi entri tertentu adalah kemampuan prasyarat dan sikap siswa
harus memiliki manfaat dari pembelajaran tersebut. Contohnya, misal ketika guru
akan memberikan materi persamaan kuadrat di SMK, maka guru harus mengetahui
bahwa materi tersebut sudah pernah diajarkan saat mereka SMP. Jadi siswa sudah
mempunyai kemampuan atau pengetahuan awal tentang materi persamaan kuadrat.
c. Gaya Belajar
Gaya belajar adalah sifat-sifat yang mengacu pada bagaimana pendekatan
tugas pembelajaran individu dan memproses informasi. Sederhananya, seorang
pelajar menemukan metode-metode belajar tertentu yang lebih menarik dari yang
lain. Dahulu, beberapa individu belajar lebih baik dengan pendekatan pembelajaran
visual, dan aktivitas fisik serta pemanipulasian obyek-obyek daripada mengikuti
pelajaran verbal dan membaca teks. Mengidentifikasi kecenderungan gaya belajar
yang khas seseorang dapat membantu perencanaan pengajaran untuk kelompok
kecil atau instruksi individual.
Macam-macam gaya belajar ditinjau dari modalitas yang digunakan siswa
dalam memproses informasi dibagi 3, yaitu visual, auditori, dan kinestetik.
1) Ciri gaya belajar visual
a) Rapi dan teratur
b) Berbicara dengan cepat
c) Teliti terhadap detail
d) Mementingkan penampilan baik dalam pakaian dan presentasi
e) Mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar
f) Mengingat dengan asosiasi visual
g) Jarang terganggu oleh keributan
h) Pembaca cepat dan tekun
i) Lebih suka membaca daripada dibacakan
2) Ciri gaya belajar auditori
a) Berbicara kepada diri sendiri saat bekerja
b) Mudah terganggu oleh keributan
c) Menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca
d) Senang membaca dengan keras dan mendengarkan
e) Merasa kesulitan dalam menulis tetapi hebat dalam bercerita
f) Belajar dengan mendengarkan dan mengingat yang didiskusikan daripada
yang dilihat
g) Suka berbicara, berdiskusi dan menjelaskan sesuatu panjang lebar
3) Ciri gaya belajar kinestetik
a) Berbicara dengan perlahan
b) Menyentuh orang untuk mendapat perhatian mereka
c) Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang
d) Selalu berorientasi dengan fisik dan banyak bergerak
e) Belajar melalui memanipulasi dan praktik
f) Menghafal dengan cara berjalan dan melihat
g) Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca
h) Banyak menggunakan isyarat tubuh
i) Tidak dapat duduk diam dalam waktu yang lama
d. Informasi Akademik
Informasi akademik merupakan kategori informasi pribadi siswa yang
paling mudah diperoleh dan paling sering digunakan. Catatan ini meliputi sebagai
berikut :
1) Nilai sekolah (school grade) atau tingkat pelatihan yang pernah diikuti dan
mata pelajaran utama yang telah dipelajari.
2) Rata-rata nilai angka (point-grade average) atau nilai huruf (letter grades)
studi akademik.
3) Skor dari tes standar pencapaian kecerdasan (standardized achievement test of
intelligence) dan keterampilan dasar seperti membaca, menulis, dan
matematika.
4) Kursus/pelatihan khusus yang telah diselesaikan yang berhubungan dengan
yang akan dipelajari.
Sebagian besar informasi ini dapat diperoleh dari catatan siswa pada arsip
di kantor administrasi sekolah. Jika Anda memerlukan informasi khusus tentang
siswa dan tidak tersedia, tes khusus dapat dilakukan dan diselenggarakan melalui
sebuah lembaga khusus atau pribadi.
Yang erat hubungannya dengan informasi akademik siswa adalah
pengetahuan dan keterampilan-keterampilan, yang mungkin telah dikuasai siswa
dan secara langsung berhubungan dengan isi materi atau keterampilan yang
dipelajari. Mengumpulkan informasi keterampilan dan pengetahuan merupakan
salah satu tujuan unsur pretesting dari proses perancangan pengajaran (lihat Bab
10) . Oleh karena itu, informasi yang diperoleh tentang karakteristik siswa dengan
data yang ingin dicapai dari pretest memiliki hubungan yang dekat.
e. Karakteristik Personal dan Sosial
Sebagai tambahan informasi akademik, diperlukan kesadaran terhadap
karakteristik sosial dan personal siswa dari sebuah program yang direncanakan.
Untuk merancang sebuah prosedur pengajaran, seorang instruktur (guru) perlu
beberapa pengetahuan tentang siswa berikut ini :
1) Usia dan tingkat kedewasaan.
2) Motivasi dan sikap terhadap mata pelajaran.
3) Harapan dan keinginan (jika sesuai).
4) Pekerjaan sekarang atau sebelumnya dan pengalaman kerja (jika ada).
5) Bakat khusus.
6) Keterampilan mekanis.
7) Kemampuan bekerja dalam berbagai kondisi lingkungan – gaduh, berada di
luar ruangan
Melihat dari daftar di atas, variabel mana yang anda rasakan paling penting
untuk pembelajaran? Hal ini tergantung pada situasi dan kondisi dari aktivitas
pembelajaran. Bagi banyak guru, motivasi pelajar sebenarnya di anggap sebagai
penentu paling penting dari keberhasilan (Driscoll, 2005; Keller, 2007; Pintrich, Roeser,
& De Groot, 1994). Siswa yang tidak memiliki motivasi cenderung acuh atau tidak
peduli dengan pembelajaran, sehingga desain strategi pembelajaran harus dapat
menciptakan minat dan menjaga perhatian siswa.
Sikap siswa berbeda dengan motivasi siswa. Contohnya, siswa mungkin
tertarik dengan pelajaran matematika, tetapi dia merasa ragu bahwa dia akan lulus
dengan kemampuannya yang buruk. Jika perancang menemukan sikap negatif semacam
itu, umumnya untuk sasaran kelompok siswa, dia mungkin menggunakan strategi
khusus yang ditujukan untuk membangun kepercayaan dalam kemampuan para siswa
sebagai proses pembelajaran (Jonassen & Grabowski, 1993). Salah satu kemungkinan
adalah untuk memulai pembelajaran dengan konten yang sangat mudah dan secara
bertahap meningkatan kesulitannya.
Analisis siswa juga dapat mengungkapkan karakteristik fisik potensi siswa,
seperti kesehatan, kebugaran fisik, berat badan yang relevan dengan keputusan
pelatihan. Sebagai contoh, sebuah contoh program pelatihan yang ditawarkan sekolah
termasuk, seperti ekpedisi (outbond). Untuk beberapa peserta, kegiatan ini terbukti
sangat berat dan menghasilkan perasaan negatif tentang pelatihan tersebut (belum lagi
rasa sakit dan otot sakit keesokan harinya sebagai pengingat terus!)
Data penting tentang karakteristik pribadi dan sosial dapat diperoleh dari
observasi, wawancara, dan angket informal, serta melalui survei sikap yang telah
dilaksanakan siswa (lihat bab 12 dan 13 untuk diskusi lebih lanjut tentang metode
pengumpulan informasi). Jika kelompok khusus terdiri dari sebagian besar kelompok
siswa, karakteristik sosial yang khas untuk setiap kelompok harus dipertimbangkan.

f. Siswa dengan keberagaman budaya


Kelompok siswa dapat meliputi anggota-anggota dari etnik budaya dengan
latar belakang dan perilaku yang berbeda dari kebanyakan siswa. Selain itu, baik
perancang pengajaran dan instruktur (guru), mungkin berbeda latar belakang
etniknya dengan anggota dari suatu kelompok siswa. Untuk alasan ini, karakteristik
siswa yang beragam secara budaya memerlukan perhatian khusus selama
perencanaan.
Salah satu masalah nyata yang mungkin adalah kekurangan dalam
berbahasa nasional. Jika hal ini benar, remedial training dalam bahasa nasional
(atau bahasa pengantar pembelajaran) harus disediakan sesuai kebutuhan.
Perbedaan sosial dan budaya sebaiknya disadari karena akan mempengaruhi hal-hal
seperti kemampuan bertanggung jawab terhadap pekerjaan individu atau terlibat
dalam aktivitas-aktivitas kreatif. Dalam beberapa budaya tertentu, seeorang yang
secara otoritas diterima, seperti ayah dalam sebuah keluarga, mempengaruhi
kebebasan dan kemampuan anak dalam mengambil keputusan. Apabila latar
belakang pengalaman dalam kemampuan tersebut terbatas, sebuah hasil yang
sederhana mungkin mempengaruhi kesiapan dan partisipasi siswa dalam sebuah
program.
Dalam perencanaan pengajaran untuk siswa dengan beragam budaya,
perhatian sebaiknya juga ditujukan kepada pemilihan materi yang bagus dan
penyediaan sumber-sumber alternatif dan aktivitas-aktivitas untuk mendukung
tujuan pengajaran.
5 standar untuk keefektifan pengajaran dengan siswa yang beragam
direncanakan oleh peneliti. Standar-standar tersebut meliputi :
1) Mengikuti kegiatan yang produktif, dimana guru dan siswa bekerja sama untuk
menyelesaikan suatu proyek pekerjaan
2) Mengembangkan bahasa dan keaksaraan di seluruh kurikulum, di mana
perkembangan bahasa terus ditekankan dan dibantu melalui pemodelan,
memunculkan, menyelidik, ulangan, mengklarifikasi, mempertanyakan, dan
memuji
3) Pembelajaran yang bermakna, di mana belajar sangat terletak dalam dan
terhubung dengan konteks dunia nyata kehidupan siswa
4) Pembelajaran berpikir tingkat tinggi, di mana siswa terlibat dalam tugas-tugas
kompleks dan instruksi pergeseran dari keterampilan dasar untuk manipulasi
kompleks pemecahan masalah dalam ranah konten
5) Pembelajaran dengan diskusi, di mana siswa terlibat dalam pembelajaran
melalui penggunaan bahasa dan dialog , terutama dalam kaitannya dengan
tugas-tugas dunia nyata
Informasi tentang kemampuan siswa dalam kelompok etnik dapat
diperoleh melalui prosedur tes, interviu, dan angket. Sebagai tambahan,
pertimbangkan memperoleh bantuan dari konselor suatu organisasi atau komunitas
yang telah secara langsung berpengalaman dalam bekerja dengan individu-individu
dengan latar belakang budaya yang beragam.
g. Siswa dengan ketidakmampuan
Kategori siswa yang tidak mampu meliputi siswa dengan ketidakmampuan
fisik dan siswa dengan ketidakmampuan dalam belajar. Contoh siswa dengan
ketidakmampuan fisik seperti kehilangan pendengaran dan penglihatan, penurunan
kemampuan berbicara. Contoh siswa dengan ketidakmampuan dalam belajar adalah
kesulitan dalam bekerja dengan angka, bingung dengan simbol matematika, sering
membalikkan atau merefleksikan angka misal 36 ditulis 63, kesulitan menangkap
atau mengingat konsep-konsep matematika. Masing-masing tipe siswa cacat
memiliki keterbatasan yang khas dan memerlukan pertimbangan khusus. Beberapa
orang dengan ketidakmampuan fisik dapat berpartisipasi dalam kelas regular,
sementara yang lain tidak. Analisis yang seksama terhadap ketidakmampuan
individu sebaiknya meliputi observasi, interview, dan tes.
Siswa dengan ketidakmampuan memerlukan pelatihan khusus dan
perhatian secara individu. Oleh karena itu, sebuah program pengajaran mungkin
memerlukan modifikasi secara luas untuk memberikan pelayanan sesuai dengan
siswa-siswa tersebut. Spesialis (ahli) yang mampu bekerja dengan siswa-siswa
tersebut sebaiknya merupakan bagian dari sebarang tim perencana pengajaran.
h. Siswa dewasa
Sebuah faktor penting yang mengurangi homogenitas populasi siswa
adalah peningkatan jumlah orang dewasa yang menjadi siswa dalam seting;
keterlibatan dalam program pendidikan komunitas orang dewasa; dan partisipasi
dalam pelatihan kerja atau pelatihan ulang keterampilan baru dalam bisnis, industri,
kesehatan, pelayanan pemerintah, dan militer.
Bidang pendidikan orang dewasa, andragogy, telah dipalajari secara
mendalam. Sejumlah generalisasi tentang orang dewasa dan akomodasinya dalam
proses pendidikan telah disadari seperti tampak berikut.
1) Orang dewasa mengikuti sebuah program pelatihan dengan tingkat motivasi
belajar yang tinggi. Mereka menghargai sebuah program yang terstruktur
secara sistematis dengan tujuan yang secara jelas terperinci.
2) Orang dewasa ingin mengetahui bagaimana yang akan diajarkan akan
bermanfaat bagi mereka. Mereka berharap materinya relevan dan mereka
dengan cepat memahami kegunaan praktis dari konten.
3) Bagi orang dewasa, waktu adalah pertimbangan penting. Mereka berharap
kelas dimulai dan diakhiri sesuai dengan jadwal, dan mereka tidak suka
menghabiskan waktu dengan percuma.
4) Orang dewasa menghargai instruktur yang menguasai pengetahuan tentang
mata pelajaran dengan baik, dan menyajikannya dengan sempurna. Siswa
secara cepat mengenali instruktur yang kurang siap.
5) Orang dewasa membawa pengalaman yang luas dari kehidupan pribadi
maupun pekerjaan. Pengalaman-pengalaman ini sebaiknya digunakan sebagai
sumber utama dengan cara membantu siswa menghubungkan pengalaman
mereka dengan mata pelajaran yang sedang diajarkan.
6) Kebanyakan orang dewasa mandiri. Ketika sebagian dari mereka kurang
percaya diri, mereka akan memilih instruktur mereka sebagai fasilitator untuk
membimbing dan membantu daripada sebagai pemimpin yang otoriter.
7) Orang dewasa ingin terlibat dalam pengambilan keputusan. Mereka ingin
bekerjasama dengan instruktur dalam penilaian tujuan dan kebutuhan,
pemilihan aktivitas, dan penentuan keputusan evaluasi pembelajaran.
8) Orang dewasa mungkin sedikit fleksibel daripada siswa muda. Kebiasaan dan
metode kerja mereka telah dikembangkan secara rutin. Mereka tidak suka
ditempatkan dalam situasi yang mengejutkan. Sebelum mereka menerima
sebuah cara berbeda dalam melakukan sesuatu, mereka ingin memahami
keuntungannya terlebih dahulu.
9) Orang dewasa menyukai kerjasama dalam kelompok dan sosial secara
bersama-sama. Aktivitas kelompok kecil dan sebuah suasana yang
memungkinkan interaksi selama waktu istirahat sangat penting.
Bagi orang dewasa, serta bagi siswa lain, kesamaan prinsip-prinsip
pembelajaran dan perilaku manusia harus mendasari sebuah program pengajaran.
Prinsip-prinsip ini akan dibahas pada Bab 8. Ada perbedaan-perbedaan dalam
tingkat dan spesifikasi sesuai dengan bagaimana prinsip-prinsip tersebut akan
diterapkan pada kelompok-kelompok tertentu selama perencanaan, ketika media
dirancang, dan ketika kegiatan pengajaran dilaksanakan. Dengan peka dan tanggap
terhadap karakteristik kelompok siswa khusus, seorang perancang dapat
merencanakan program khusus yang efektif bagi mereka.

B. Analisis Kontekstual
Penelitian ilmu kognitif telah menemukan bahwa menanamkan pembelajaran dalam
konteks familiar meningkatkan baik prestasi siswa dan sikap siswa ( Boyd & Jackson , 2004;
Ku & Sullivan , 2000; Papadopoulos , Demetriadis , & : Stamelos , 2009; PT3 Group di
Vanderbilt , 2003). Konteks memainkan peran penting dalam desain dan pengembangan
berbasis masalah pembelajaran ( Barrows 8c Kelson , 1996; Morrison & Lowther , 2002;
Spronken Smith , 2005) dan instruksi berlabuh ( Bransford , Brown , & Cocking, 1999) .
Sebagai contoh, ketika guru akan mengajarkan siswa tentang perkalian, guru akan
mengaitkan dengan kehidupan nyata. Misalnya guru mengajak siswa keluar kelas dan
melihat sepeda di parkiran. Kemudian guru bertanya kepada siswa berapa roda dari sepeda
itu?.
Analisis konteks pembelajaran memberikan data yang kaya untuk merancang
contoh-contoh dunia nyata dan skenario (Tessmer & Richey , 1997). Mengapa seorang
perancang harus peduli dengan lingkungan yang lebih besar ini? Pertama , instruksi dan
pembelajaran tidak terjadi dalam ruang hampa. Konteksnya mempengaruhi setiap aspek dari
pengalaman belajar. Kedua, konteks adalah kumpulan dari faktor-faktor yang dapat
menghambat atau memfasilitasi instruksi dan pembelajaran. Sebagai contoh, sebuah kelas
berdekatan dengan bengkel praktek sepeda motor mungkin akan memiliki kebisingan dan
gangguan lainnya dari siswa yang praktek di bengkel yang dapat mengganggu pembelajaran.
Namun, kelas yang dilengkapi dengan proyektor video dan komputer untuk setiap siswa,
dapat memfasilitasi proses pembelajaran. Ketiga, satu kelas dapat memerlukan beberapa
konteks. Misalnya, kelas X dengan menggunakan pendekatan pembelajaran misalnya materi
Statistika dalam jumlah siswa perempuan dan laki-laki tiap jurusan pertahunnya mulai dari
2010-2014, siswa mungkin melakukan survei di tiap kelas dan bertanya di TU . Masing-
masing konteks ini menyediakan lingkungan belajar yang unik untuk kursus. Sebuah analisis
konteks menyeluruh memastikan instruksi yang direncanakan sesuai dengan lingkungan
pembelajaran ( Hannafin , 2005; Tessmer 8c Harris , 1992).
1. Jenis Konteks
Ada tiga jenis konteks seorang perancang instruksional harus menganalisis
ketika merancang instruksi (Tessmer & Richey, 1997). Pertama adalah konteks
berorientasi, yang berfokus terutama pada peserta didik. Kedua adalah konteks
pembelajaran, yang memberikan informasi tentang lingkungan fisik dan penjadwalan
pembelajaran. Ketiga adalah konteks perpindahan, yang menganggap peluang untuk
mentransfer pengetahuan dan keterampilan untuk situasi baru. Berikut ini adalah
penjelasan dari masing-masing jenis konteks tersebut.
a. Orientasi Konteks
Bagian pertama dari bab ini berfokus pada karakteristik siswa, yaitu,
pengetahuan, keterampilan, dan sikap siswa yang membawa ke pembelajaran.
Orientasi konteks mengidentifikasi mengenai tujuan siswa mengikuti suatu
pembelajaran, manfaat memahami pembelajaran dan pandangan pertanggung
jawaban mengenai materi yang telah dipelajari. Sebagai contoh pada materi persegi
panjang tujuan siswa mempelajari materi tersebut yaitu mengenal persegi panjang
dan menghitung luas dan keliling persegi panjang. Manfaatnya dapat menghitung
luas dan keliling persegi panjang, materi ini digunakan untuk memecahkan masalah
luas dan keliling persegi panjang.

b. Instruksional Konteks
Instruksional konteks mengidentifikasi lingkungan pembelajaran misalnya
mengenai pencahayaan, kebisingan, suhu, tempat duduk,dan perlengkapan. Sebagai
contoh, saat mengajar diperoleh data mengenai instruksional konteks sebagai
berikut :

Analisis lingkungan instruksional


Faktor Pertimbangan
ruang kelas mendapatkan pencahayaan yang cukup. Siswa dapat belajar dalam
Pencahayaan
kondisi terang.
Suasana kelas sedikit gaduh. Suara berasal dari kelas di samping dan
Suara/keributan
mengganggu proses pembelajaran di kelas XI IPK A.
Di kelas ada jendela/ventilasi udara. Suhu di kelas dapat diatur sehingga siswa
Suhu
dapat belajar dengan nyaman.
Guru dapat dengan mudah membimbing siswa. tempat duduk juga dapat
Tempat duduk
dengan mudah diubah jika pembelajaran kelompok dilaksanakan.
Perlengkapan Guru dapat menampilkan video/gambar menggunakan proyektor.

Faktor lingkungan lain yang perlu dipertimbangkan adalah penjadwalan.


Sebagai contoh, pada materi persegi panjang di ajarkan di kelas XI dilakukan pada
minggu pertama semester 2 dan materi itu memerlukan 2 kali pertemuan. Pada
kenyataannya kelas XI melakukan pratek magang pada awal semester 2 selama 3
bulan, sehingga materi yang semulanya 2 kali pertemuan dijadikan 1 kali
pertemuan.
c. Tranfer Konteks
Tujuan dari pembelajaran apapun harus penerapan terus-menerus
pengetahuan dan keterampilan yang dipelajari . Jenis terakhir dari analisis konteks
berfokus pada mengindentifikasi pembelajaran yang dapat di transfer dalam contoh
nyata, sebagai contoh ini disarankan merupakan benda yang berada disekitar siswa
atau telah dikenal siswa sebelumnya. Menurut kebutuhan siswa yang telah dinilai
sebelumnya, maka tranfer konteks berkenaan dengan contoh nyata luas persegi
panjang. Contoh nyata seperti: dinding ruang kelas, papan tulis, dll.
Dua faktor lain yang dapat menghambat transfer pengetahuan dan
keterampilan adalah kesempatan dan dukungan. Jika peserta didik tidak memiliki
kesempatan atau sering mencoba menghitung luas persegi panjang maka mereka
tidak mungkin bisa mengerjakannya. Jika guru tidak mendukung siswa dalam
menyelesaikan soal luas persegi panjang yang berkaitan dengan kehidupan nyata
mereka tidak bisa paham dengan materi tersebut.
2. Melakukan Analisis Kontekstual
Alat umum untuk melakukan analisis kontekstual meliputi survei , observasi,
dan wawancara. Dengan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi rencana desain
instruksional Anda dengan menyediakan baik peluang atau kendala mengidentifikasi.
Kemudian , menentukan bagaimana untuk mengumpulkan data yang diperlukan.
a. Pengumpulan Data
Data yang kaya diperlukan untuk memberikan perancang dengan
gambaran yang akurat tentang lingkungan instruksional. Survei dapat digunakan
untuk menilai persepsi siswa dan dukungan organisasi untuk pembelajaran.
Pengamatan/ observasi memberikan perancang pembelajaran dengan
gambaran langsung dari lingkungan dan dapat mengamati tata letak fasilitas untuk
menentukan penerapannya dalam berbagai strategi pembelajaran.
Wawancara dapat memberikan gambaran mengenai potensi siswa dalam
lingkungan belajar mereka. Tessmer dan Richey (1997) menyarankan
menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang memungkinkan untuk berbagai
jawaban potensial. Wawancara dilakukan di tempat kerja juga dapat memberikan
wawasan ke dalam faktor-faktor yang dapat mendukung atau menghambat transfer
belajar.
b. Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis untuk mengidentifikasi faktor-faktor
lingkungan yang akan mempengaruhi desain dan proses pembelajaran . Analisis ini
harus mengidentifikasi faktor-faktor yang yang memfasilitasi desain dan proses
pembelajaran , dan mengidentifikasi data yang kurang.
RINGKASAN
1. Dengan mempertimbangkan hasil analisis tugas atau tujuan dan kondisi kemungkinan
pelatihan (kendala, pengaturan, durasi), perancang harus mengidentifikasi karakteristik
peserta didik yang paling mungkin memiliki dampak pada hasil pembelajaran .
2. Tiga kategori sifat pembelajar adalah karakteristik umum (jenis kelamin, usia, etnis),
karakteristik entri tertentu (keterampilan prasyarat untuk instruksi), dan gaya belajar (cara
pilihan belajar)
3. Mengetahui tentang minat siswa untuk belajar memberikan dasar yang mungkin berharga
untuk merancang pembelajaran, tetapi klasifikasi pelajar valid dan adaptasi instruksional
menguntungkan mungkin sulit dicapai dalam praktek .
4. Catatan akademis dapat mengungkapkan tingkat dan kualitas pendidikan atau pelatihan
bahwa peserta didik telah menerima.
5. Melalui observasi, wawancara , dan kuesioner , indikasi karakteristik pribadi dan sosial
peserta didik dapat diperoleh.
6. Target audiens dapat mencakup peserta didik beragam secara budaya, siswa dewasa, dan
peserta didik penyandang cacat. Karakteristik khusus orang-orang tersebut harus diakui dan
dipertimbangkan selama perencanaan.
7. Analisis kontekstual memberikan informasi tentang faktor lingkungan yang akan
mempengaruhi desain dan pengiriman instruksi.

Você também pode gostar