Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
HEMATOMA (EDH)
MAKALAH
Oleh:
Kelas E/ Kelompok 4
Chriesna Maulana 162310101256
Jenny Amalina A.R 162310101262
Dhenisa Nova Dyassari 162310101256
Ari wijaya 162310101276
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Kelompok 4
Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang telah ada.
Penyusun
Ari Wijaya
NIM 162310101276
Mengetahui,
Penanggung jawab mata kuliah Dosen Pembimbing
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah Keperawatan Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pasien Pada
Kasus Epidural Hematoma (EDH)” ini dengan baik.
Dalam menyelesaikan tugas makalahini, kami mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB. selaku dosen Penanggung Jawab
Mata Kuliah (PJMK) Keperawatan Bedah
2. Ns.Nur, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan Bedah
3. Semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya tugas makalah
ini.
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini banyak kekurangannya, baik
dalam penulisannya maupun dalam isinya, untuk itu kami menerima kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini. Semoga
dengan terselesaikan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan
bermanfaat pula untuk Keperawatan Bedah kedepannya.
Penyusun
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi Kranium dan Otak
Kranium
Salah satu fungsi utama kranium (tulang tengkorak) ialah melindungi otak.
Kranium dibentuk oleh gabungan beberapa tulang, masing-masing tulang (kecuali
mandibula) disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis tipis jaringan
fibrosa yang mengunci pinggiran tulang yang bergerigi. Pada atap kranium,
permukaan dalam dan luar dibentuk oleh tulang padat dengan lapisan spongiosa
yang disebut diploe terletak diantaranya. Terdapat variasi yang cukup besar pada
ketebalan kranium antar individu. Kranium paling tebal pada tempat yang tidak
dilindungi oleh otot. Kranium jika dilihat dari atas (satu kesatuan yang disebut
dengan kubah tengkorak) menunjukkan; os frostale, os parietal (dextra-sinistra),
dan os occipitale (Gibson, 1981).
Dibawah kranium terdapat dura mater yang padat dan keras, terdiri atas dua
lapisan. Lapisan luar yang melapisi kranium dan lapisan dalam bersatu dengan
lapisan luar, kecuali pada bagian-bagian tertentu; tempat sinus-sinus terbentuk dan
tempat dura mater membentu bagian-bagian berikut: Falks serebri yang terletak
diantara kedua hemisfer otak. Tepi atas falks serebri membentuk sinus
longitudinalis superior atau sinus sagitalis superior yang menerima darah vena
dari otak, dan tepi bawah falks serebri memberntuk sinus longitudinalis inferior
atau sinus sagitalis inferior yang menyalurkan darah keluar folks serebri.
Araknoid merupakan selaput halus yang memisahkan pia mater dari dura mater.
Pia mater yang menyelipkan dirinya ke dalam celah yang ada pada otak dan sum-
sum tulang belakang, dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat tadi
menyediakan darah untuk struktur-struktur ini (Pearce, 2009).
Otak
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak
terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan
organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak
mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi
tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang
rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling
penting yang berperan dalam pemulihan (Pearce, 2009).
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya (Pearce, 2009). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan
komponen bagiannya adalah:
1. Otak Depan : menjadi belahan otak (hemisferum serebri) korpus striatum dan
talami (talamus dan hipotalamus)
2. Otak Tengah : Otak tengah (Diensefalon)
3. Otak Belakang : pons varoli, medula oblongata, serebelum membentuk batang
otak.
Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus. (Pearce, 2009). Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus frontalis. Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghiduan, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan
terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah
broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Pearce, 2009).
d) Lobus oksipitalis. Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain &
memori (Pearce, 2009).
e) Lobus Limbik. Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom(Pearce, 2009).
Cerebellum
Brainstem
B. Definisi EDH
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
Berdasarkan patofiologinya cedera kepala dibagi menjadi 2 (Grace dan Neil,
2006), yakni:
1. Cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera
setelah trauma
2. Cerdera otak sekunder merupakan kerusakan yang berkembang kemudian
setelah komplikasi
Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak juga dikelilingi oleh sesuatu
yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk
melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula
interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan
akan membentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan
pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura,
ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam
ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang dikenal dengan
sebutan epidural hematoma (Hafid A, 2004).
C. Etiologi
Epidural hematoma terjadi pada 1% trauma kepala, insiden tertinggi
terjadi pada usia 20-30 tahun, jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun atau lebih
dari 60 tahun, (disebabkan dura yang melekat erat pada tabula interna skull).
Fraktur terjadi pada 85% pasien dewasa. Kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab terbanyak (30-70%), penyebab lain akibat terjatuh dan korban
kekerasan. Lokasi tersering pada daerah temporal, kemudia frontal, occipital dan
fossa posterior. 2-5% terjadi bilateral. (Hafid A, 2004)
D. Klasifikasi
Berdasarkan kronologisnya hematoma epidural hematoma diklasifikasikan
menjadi :
a. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri dan ditentukan
diagnosanya waktu 24 jam pertama setelah trauma
b. Subacute hematoma ( 31 % ) ditentukan diagosisnya antara 24 jam – 7 hari
c. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena ditentukan diagnosanya pada
hari ke – 7
Skala Koma Glaslow (Glaslow Coma Scale, CGS) menyediakan metode yang
sederhana untuk memantau fungsi SSP umum pada suatu periode cedera pada
kepala.
Minimal (Simple head injury) Tidak ada penurunan kesadaran
Tidak ada amnesia post trauma
Tidak ada defisit neurologi
GCS = 15
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif.
Pasien dengan kondisi seperti ini sering kali tampak memar disekitar mata dan
dibelakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung
atau telinga. Banyak gejala yang muncul bersamaan pada saat terjadi cedera
kepala. Gejala yang sering tampak:
a. Penurunan kesadaran bisa sampai koma.
b. Bingung
c. Penglihatan kabur
d. Susah bicara
e. Nyeri kepala yang hebat
f. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
g. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala
h. Mual
i. Pusing
j. Berkeringat
k. Pucat
l. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma, pupil kontra
lateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan
reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang
bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostro caudal batang otak.
Jika epidural hematom disertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval
bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur
(Hafid A, 2004).
F. Patofisiologi
Pada epidural hematoma, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
durameter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak didaerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak
melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan
dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang
kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah
temporal menyebabkan tekanan padalobus temporalis otak ke arah bawah dan
dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di
bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis. Tekanan dari herniasi unkus pada
sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata
menyebabkan hilangnya kesadaran. ( Hafid A, 2004)
Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan
pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan
pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan responsmotorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan
tanda babinski positif.Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi
otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan
intracranial yang besar. Timbul tanda-tandalanjut peningkatan tekanan intracranial
antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguantanda-tanda vital dan fungsi
pernafasan. ( Hafid A, 2004)
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa
teruskeluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau
terbentur mungkinpenderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam
waktu beberapa jam ,penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif
memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan
kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut interval
lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper
selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid
interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami
fase sadar. ( Hafid A, 2004)
Sumber perdarahan :
Artery meningea ( lucid interval : 2 –3 jam )
Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi diploica dan
venadiploica
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf
karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura
sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi
trans dan infratentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang
mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus
segera dirawat dan diperiksa dengan teliti.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos kepala
Pada foto polos kepala, tidak dapat di diagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong
sulcus arteria meningea media.
b. CT Scan
Dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedera intra cranial
lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single tetapi dapat pula
terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporo parietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas,
midline terdorong kesisi kontra lateral. Terdapat pula garis fraktur pada area
epidural hematoma. Densitas yang tinggi pada stage yang akut (60-90 HU),
ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah. Gambaran CT scan
hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens
berbentuk bulan sabit.
c. MRI
Akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi.
H. Penatalaksanaan Medis
a. Penanganan Darurat:
1. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
2. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
b. Terapi Keperawatan:
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurangi tekanan
intracranial dan meningkatkan drainase vena.
c. Terapi Medikamentosa
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan
dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),
mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) untuk mengatasi edema cerebri yang
terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik.
Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin
(24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk
penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-
hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk
ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat,
dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai
untuk mengatasi tekanan intracranial yang meninggi dan mempunyai efek
protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan
adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam untuk mencapai kadar
serum 3-4 mg%.
d. Terapi Operatif
Operasi dilakukan bila terdapat:
1. Volume hematom > 30 ml (kepustakaan lain > 44 ml)
2. Keadaan pasien memburuk
3. Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi dibidang bedah saraf adalah life saving dan untuk fungsional
saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi
emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume:
1. >25cc = desak ruang supratentorial
2. >10cc = desak ruang infratentorial
3. >5cc = desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek massa yang signifikan:
1. Penurunan klinis
2. Efek massa dengan volume > 20cc dengan midline shift > 5mm dengan
penurunan klinis yang progresif
3. Tebal epidural hematoma > 1cm dengan midline shift > 5mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
J. Pathway
Kecelakaan,luka,Trauma kepala
Cedera kepala
Resiko Gangguan perfusi Nyeri kepala Naiknya volume intrakranial Mual, muntah
jaringan otak
Imobilisasi
Kelemahan Penurunan Reflek batuk
2.1. Pengkajian
2.1.1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia muda),
jenis kelamin (banyak laki-laki, karena sering kebut-kebutan dengan motor
tanpapengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis. Keluhan
utama yang sering menjadi alasan klien untuk memintapertolongan kesehatan
tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat
kesadaran.(Muttaqin A. 2008)
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung kekepala. Pengkajian meliputi
tingkat kesadaran menurun (GCS<15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala,
wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralisis, akumulasi sekret pada
saluran pernapasan,adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan
di dalam intrakranial. Sesuai perkembangan penyaki, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan koma. Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga (bila klien tidak
sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang
sering terjadi pada beberapaklien yang suka kebut-kebutan. (Muttaqin A. 2008)
2.1.3. Riwayat Penyakit Dahulu
1. B1 (Breathing)
a. Inspeksi
Didapatkan hasil klien , peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Terdapat
retraksi klavikula/dada, pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai
penuh/tidak penuh dan kesimetrisannya (menunjukkan adanya atelektaksis, lesi
pada paru, obstruksipada bronkus, fraktur tulang iga, pneumothoraks, atau
penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat). Pada observasi
ekspansi dada juga perlu dinilai : retraksi dari otot-otot interkostal, substernal,
pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan
dinding dada.
b. Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
c. Perkusi
Adanya suara redup sampai pekakpada keadaan melibatkan trauma pada
thoraks/hematothoraks.
d. Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk yang menurun sering
didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskular klien cedera kepala pada beberapa keadaan dapat
ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardi, dan
aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh
dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardi
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat
menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari syok.
Pada beberapa keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan
antidiuretik hormon (ADH) yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk
melakukan retensi atau pengeluarangaram dan air oleh tubulus.(Muttaqin A.
2008)
3. B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan
pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya perdarahan baik bersifat
intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma. (Muttaqin,
2008)
1) Pemeriksaan Fungsi Serebral
a. Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya mengalami
perubahan.
b. Fungsi intelektual : pada beberapa keadaan klien cedera kepala didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
c. Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila
trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus
frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang
lebih tinggi mungkin rusak.hal ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka (Arif M, 2008).
2) Pemeriksaan Saraf Kranial
a. Saraf I : Pada beberapa keadaan cedera kepala di daerah yang merusak
anatomis dan fisiologis sarafin klien akan mengalami kelainan
pada fungsi penciuman/anosmia unilateral atau bilateral.
b. Saraf II : Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan
lapangan penglihatan dan mengganggu fungsi dari nervus optikus.
c. Saraf III, IV, VI : Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien
dengan trauma yang merusak rongga orbital. Jika pada trauma
kepala terdapat anisokoriadimana bukan midriasis yang
ditemukan, melainkan miosis yang bersama dengan pupil yang
normal pada sisi lain, maka pupil miosislah yang abnormal.
Miosis ini disebabkan oleh lesi dilobus frontalis ipsilateral yang
mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi ini berarti pusat
siliospinal menjadi tidak aktif, sehingga pupil tidak berdilatasi
melainkan berkonstruksi.
d. Saraf V : Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis nervus
trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah.
e. Saraf VII : Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
f. Saraf VIII : Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan
biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak
melibatkan saraf vestibulokoklearis.
g. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
h. Saraf XI : Bila tidak melibatkan trauma padaleher, mobilitas kliencukup baik
dan tidak ada atrofi otot strernokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII : Indra pengecapan mengalami perubahan (Arif M, 2008).
3) Sistem sensorik
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berapa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
mengintepretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius (Arif M, 2008).
4. B4 (Bladder)
Mengkaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk
berat jenis. Setelah cedera kepala klien mungkin mengalami inkontinensia urine
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. (Muttaqin A. 2008)
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai mntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus
harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau
hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Penurunan motilitas usus
dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitarselang endotrakeal
dan nasotrakeal. (Muttaqin A. 2008)
6. B6 (Bone)
2.1.7 Prognosis
Tes radiologik: Radiografi tengkorak memperlihatkan pergeseran garis tengah
oleh pleksus koroid, dan kelenjar pineal dapat ditunjukkan; edema atau
fraktur tengkorak, atau keduanya dapat juga terlihat
Radiografi spinal servikalis: Dapat memperlihatkan hasil yang negatif atau
menunjukkan cedera atau fraktur
Prosedur khusus: CT scan menggambarkan daerah hematoma oleh
peningkatan densitas dan akan di atas dura meter; beratnya dan lokasi juga
ditunjukkan; pada scan otak akan ada peningkatan penyerapan isotop pada
daerah hematoma memperlihatkan lokasi
Gas darah arteri: Hiperventilasi akan menimbulkan alkalosis respiratori;
asidosis metabolik mungkin ada akibat dari hipoksia atau syok (atau
keduanya)
Pengawasan di tempat tidur: Peningkatan TIK; pelebaran tekanan nadi dan
hipertensi dapat diperhatikan
EKG: Bradikardi mungkin terlihat
2.2 Diagnosa
Kasus:
Pasien laki-laki A.W usia 20 tahun datang di RS Kaliwates, Jember pada
hari Minggu, 20 Maret 2018 pukul 22.30 WIB dalam keadaan tidak sadar
(Compos mentis, GCS E4M6V5) setelah ± 20 menit mengalami kecelakaan motor
tabrak-lari. Kecelakaan terjadi saat pulang dari tempat kerja di Jember. Helm
korban sampai terlepas karena menurut saksi tali helm tidak terpasang, sehingga
kepala kiri korban terbentur trotoar jalan. Bagian siku dan lutut korban juga lecet-
lecet. 10menit pasca masuk rumah sakit pasien sempat sadar, amnesia, tidak dapat
mengingat dengan jelas bagaimana kecelakaannya terjadi. Pasien mengeluh nyeri
kepalaseperti ditekan. Pasien muntah sebanyak 3 kali saat di IGD. Muntah
bersifat proyektil, muntah berwarna merah kecoklatan.Pasien juga mengeluh sakit
pada mata kiri dan penglihatan kiri pasien sedikit tidak jelas. Pasien merasa lemas,
kemudianmengalami penurunan kesadaran kembali. Perawat baru bisa melakukan
autoanamnesa dengan pasien dan alloanamnesa pada keluarga pasien pada hari
senin, 21 Maret 2018 pukul 07.00 WIB. Pada pemeriksaan didapatkan pasien
berat badan 60 kg, tinggi badan 170 cm dengan GCS E3V4M5, cervical spine
baik, dengan pupil bulat isokor dan refleks cahaya yang normal. Respirasi, jalan
nafas ada sumbatan, frekuensi 14 kali/menit, suara nafas bronkhovesikuler dengan
tekanan darah 105/60 mmHg, lajunadi 64x/menit, suhu 36,4oC dan tampak cefal
hematoma pada daerah frontal kiri. Pada pemeriksaan CT scan kepala didapatkan
adanya fraktur depresif tulang frontal kiri, EDH pada daerah frontal kiri, ukuran
3,49 cm x 6,6 cm yang tampak pada 7 irisan gambaran scan, dengan midline shift
+ 5,3 mm. Pasien diputuskan untuk menjalani tindakan kraniotomi emergensi
untuk evakuasi EDH.
A. PENGKAJIAN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A.W No. RM : Melati 003xxx
1. Diagnosa Medik:
EDH frontal sinistra
2. Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran post kecelakaan dan nyeri kepala akut
3. Riwayat penyakit sekarang:
± 20 menit SMRS pasien mengalami kecelakaan tabrak-lari dengan menggunakan
sepeda motor. Pasien belum pernah mengalami kecelakaan sebelumnya. Pasien
mengalami penurunan kesadaran saat diantar ke IGD RSUD Kaliwates. Pasien
tidak sadar selama ± 20 menit. Setelah 10 menit di RS pasien sempat sadar, pasien
tidak mengingat kejadian kecelakaan tersebut. Menurut keterangan saksi, dia jatuh
saat ada motor yang putar balik dari arah depan dengan kecepatan lumayan tinggi
dan motor korban terserempet sehingga pasien terjatuh dan kepala terbentur trotor
hingga tidak sadarkan diri, helm pasien sampai terlepas saat kejadian.Pasien
mengeluh nyeri kepala. Nyeri seperti ditekan. Pasien muntah sebanyak 4 kali saat
di IGD. Muntah bersifat proyektil, muntah berwarna merah kecoklatan. Pasien
merasa lemas. Kelemahan anggota gerak disangkal. Kejang tidak ada. Pasien
mengeluh sakit pada mata kiri dan penglihatan kiri pasien sedikit tidak
jelas.Pasien masuk dalam perawatan di ruang melati. Saat di ruang perawatan ibu
pasien mengatakan pasien lebih banyak tidur. Pasien juga mengeluh nyeri kepala
dan nyeri pada mata kiri.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki dan tidak memiliki riwayat alergi.
a. Penyakit yang pernah dialami:
Klien memiliki riwayat penyakit vertigo namun tidak memiliki riwayat penyakit,
seperti hipertensi, diabetes, epilepsy maupun serangan jantung.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan apapun dan tidak memiliki alergi
terhadap obat-obatan. Berdasarkan keterangan dari keluarga, klien juga tidak
memiliki riwayat alergi terhadap plester.
c.Imunisasi:
Saat balita klien mendapatkan program wajib imunisasi lengkap.
d. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Klien mengatakan bahwa klien memiliki kebiasaan merokok 3 batang rokok
perhari. Klien juga mengatakan sering berolahraga di waktu senggang. Hampir
setiap hari tidur tengah malam karena baru selesai pulang dari bekerja dan sering
terkena angin malam.
e. Obat-obat yang digunakan:
Klien tidak pernah mengkonsumsi obat yang dijual di warung. Klien senantiasa
memeriksakan dirinya ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dan
mengkonsumsi obat sesuai dengan yang didapatkan dari tenaga kesehatan setelah
periksa khususnya untuk mengobati penyakit vertigonya.
5. Riwayat penyakit keluarga:
Menurut keterangan yang dikatakan oleh klien, tidak ada keluarga yang memiliki
riwayat penyakit keganasan. Klien mengatakan bahwa ayah klien sakit kencing
manis.
III. Pengkajian Keperawatan
Persepsi klien dan keluarga tentang kesehatan sudah cukup baik. Keluarga dan
klien sudah mampu mencari bantuan kesehatan ketika sakit. Keluarga dinilai
mampu meningkatkan kemampuan pemeliharaan kesehatan secara mandiri.
2. Pola nitrisi/metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Makan klien pada saat di RS klien diet susu melalui selang NGT dengan
frekuensi 6 x sehari dan sebelum dirawat di RS tidak dilakukan pengkajian
karena klien mengalami penurunan kesadaran.
Antropometeri
Tinggi badan klien: 170 cm
Berat badan klien sebelum MRS: 62 kg
Berat badan klien saat MRS: 60 kg
Indeks Massa Tubuh (IMT): 60/(1,7)2 = 20,76
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3: dibantu
alat, 4: mandiri.
Interpretasi:
Dalam pemenuhan kebutuhan ADLnya (mandi, toileting, berpakaian, dan
berpindah) klien membutuhkan bantuan dari anggota keluarga lainnya. Untuk
sementara waktu tidak dapat makan maupun minum karena terpasang ETT dan
OPA. Klien tidak dapat berpindah atau ambulasi dari tempat tidur. Dengan
demikian, tingkat ketergantungan klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLnya
termasuk dalam kategori total (butuh bantuan total).
6. Pola persepsi kognotif
Tidak terkaji karena klien masih belum bisa banyak berbicara, lebih fokus pada
sakit pada kepala yang dirasakannya
7. Pola persepsi dan konsep diri
Tidak terkaji
8. Pola peran hubungan dengan sesama
Klien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Keluarga mengatakan
hubungan orangtua dengan anak tidak ada masalah yang berarti. Mereka juga
mengatakan bahwa klien adalah anak yang sangat peduli terhadap orang lain dan
rendah hati.
9. Pola koping toleransi terhadap stress
Keluarga klien mengatakan bahwa saat dirumah klien adalah orang yang sabar
dan tidak mudah marah. Klien selalu memberikan nasihat (penengah) kepada
adik-adiknya jika memiliki beberapa kendala diantara saudara. Jika ada masalah
klien menyelesaikan dengan kepala dingin.
Interpretasi:tidak ada masalah pada manajemen koping stress klien, klien mampu
mengatasi sebuah masalah dengan baik
10.Pola reproduksi dan seksualitas
Hubungan orangtua klien harmonis tampak ibu klien selalu menjaga klien
semenjak sakit
Fungsi reproduksi:
Klien merupakan seorang kakak pertama dari 2 orang adik perempuan. Hubungan
di antara klien dan kedua adiknya tidak ada permasalahan yang serius. Ibu klien
mengatakan bahwa klien adalah kakak yang peduli dengan adik-adiknya. Klien
belum memiliki istri saat ini karena masih fokus dengan pekerjaan saja.
Interpretasi : tidak terjadi gangguan fungsi reproduksi pada klien
11.Pola nilai dan kepercayaan
Keluarga dan klien mengatakan bahwa kecelakaan yang dialami klien merupakan
ujian dari Tuhan. Selain itu klien dan keluarga tampak sering beristighfar.
Interpretasi:system nilai & keyakinan baik.
IV. Pemeriksaan Fisik
V. Terapi
Infus RL 20tpm
Piracetam 2 x 3gram
Metilprednisolon 4x 125mg (Tapp Off)
Citicolin 2x500mg
Ranitidin 2x1amp
Ceftriaxone 2x 1 gram
Ketorolac 2x30mg
Metcobalamin 1x1amp
Asam Traneksamat 2x 1 gram
VI. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
2. Pemeriksaan Radiologi
-Rontgen Cervical AP/Lateral/Oblique pada 21Maret 2018
Kesan:Alignment lurus. Spondilosis cervikalis. Tak tampak kompresi maupun
listesis. Tak tampak penyempitan diskus maupun foramen intervetrebalis.
-Pemeriksaan Head CT SCAN pada tanggal 21Maret 2018
Kesan: Gambaran epidural hemorrhage (vol52,9cm3) pada region fronto-temporal
parietal kiri. Tampak tanda tanda peningkatan intracranial. Fraktur komplit bentuk
linierpada os temporal kiri. Deviasi septum nasal ke kiri.
1. Analisa data
5. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif d.d Klien tampak
lemah, Klien mengalami 3 kali muntah proyektil pasca truma, bising usus
menurun menjadi 3x/menit, Klien terpasang NGT dan infus RL, Pada
pemeriksaan lab terdapat penurunan jumlah limfosit, monosit, eusofil dan
basofil, Penurunan haluan urine (total urine yang diproduksi ± 1,5 gelas air
mineral dalam sehari semalam)
Anderson S. McCarty L. 1995. Cedera Susunan Saraf Pusat edisi 4. Jakarta: EGC
Brunner dan Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 12. Jakarta : EGC
Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Jakarta:
Sagung Seto
Gibson, John. 1981. Modern Physiology and Anatomy for Nurses. England:
Oxford. Terjemahan oleh B. Sugiarto. 2002. Fisiologi dan Anatomi
untuk Perawat. Jakarta: EGC.
Grace, A. Pearce dan Neil R. Borley. 2006. Surgery at a Glance. UK: Blackwell
Publishing. Terjemahan oleh dr. V. Umami. 2007. At a Glance Ilmu
Bedah. Jakarta: Erlangga.
Hafid A, 2004,Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong
W.D., Jakarta: EGC
Moorhead, S., Jhonson, M,. Maas, M., & Swanson, L. 2008. Nursing Outcome
Classification (NOC) (5th ed). United states of Amerika: Mosby Elsevier
Ostbye T, Levy AR, Mayo NE. Hospitalization and case fatality rates for
subarachnoid hemorrhage in Canada from 1982 through 1991. The
Canadian Collaborative Study Group of Stroke Hospitalizations. Stroke.
1997;28:793-8.
Pearce, E. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis . Jakarta : Gramedia
pustaka utama
Suarez JI, Tarr RW, Selman WR. Aneurysmal subarachnoid hemorrhage. N Engl
J Med. 2006;354:387-96.
Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing Medical
Education. 2012;39.
SESI DISKUSI
Pertanyaan 1 (Faizatul Ulya 16–264)
Apa yang dimaksud dengan cedera kepala primer dan apa perbedaannya dengan
cedera kepala sekunder?
Jawab:
c. Laserasi.
a. Hipotensi sistemik
b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Edema otak
e. Komplikasi pernapasan
Jawab: