Você está na página 1de 67

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PADA KASUS EPIDURAL

HEMATOMA (EDH)

MAKALAH

Disusun untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Bedah

Oleh:
Kelas E/ Kelompok 4
Chriesna Maulana 162310101256
Jenny Amalina A.R 162310101262
Dhenisa Nova Dyassari 162310101256
Ari wijaya 162310101276

Dosen Pembimbing Ns.Nur, M.Kep., Sp.Kep.MB

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Keperawatan Bedah dengan Judul

“ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN PADA KASUS EPIDURAL


HEMATOMA (EDH)”

Yang disusun oleh:

Kelompok 4

Telah disetujui untuk diseminarkan dan dikumpulkan pada:

Hari/tanggal : Selasa, 3April 2018

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah yang telah ada.

Penyusun

Ari Wijaya
NIM 162310101276

Mengetahui,
Penanggung jawab mata kuliah Dosen Pembimbing

(Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,S.Kep.M.B)(Ns. Nur Widayati, MN)


NIP.198103192014041001 NIP. 19810712200060420001
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
mata kuliah Keperawatan Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pasien Pada
Kasus Epidural Hematoma (EDH)” ini dengan baik.
Dalam menyelesaikan tugas makalahini, kami mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB. selaku dosen Penanggung Jawab
Mata Kuliah (PJMK) Keperawatan Bedah
2. Ns.Nur, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen pembimbing Mata Kuliah
Keperawatan Bedah
3. Semua pihak yang telah membantu sampai terselesaikannya tugas makalah
ini.
Kami menyadari bahwa tugas makalah ini banyak kekurangannya, baik
dalam penulisannya maupun dalam isinya, untuk itu kami menerima kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak untuk perbaikan makalah ini. Semoga
dengan terselesaikan tugas ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan
bermanfaat pula untuk Keperawatan Bedah kedepannya.

Jember, 26 Maret 2018

Penyusun
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi Kranium dan Otak

Kranium

Salah satu fungsi utama kranium (tulang tengkorak) ialah melindungi otak.
Kranium dibentuk oleh gabungan beberapa tulang, masing-masing tulang (kecuali
mandibula) disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis tipis jaringan
fibrosa yang mengunci pinggiran tulang yang bergerigi. Pada atap kranium,
permukaan dalam dan luar dibentuk oleh tulang padat dengan lapisan spongiosa
yang disebut diploe terletak diantaranya. Terdapat variasi yang cukup besar pada
ketebalan kranium antar individu. Kranium paling tebal pada tempat yang tidak
dilindungi oleh otot. Kranium jika dilihat dari atas (satu kesatuan yang disebut
dengan kubah tengkorak) menunjukkan; os frostale, os parietal (dextra-sinistra),
dan os occipitale (Gibson, 1981).

Kranium dilihat dari dalam, dengan menyingkirkan kubah menunjukkan tiga


serambi pada tiap sisi; fossa cranii anterior, media, dan inferior. Sutura terdiri
atas, sutura coronalis memisahkan os frontale dengan os parietale, sutura sagittalis
memisahkan kedua os parientale, dan sutura lambdoidea memisahkan kedua os
parietale dengan os occipitale. Kubah tengkorak memiliki sedikit elastisitas dan
mungkin tidak mengalami fraktur pada benturan yang dapat menyebabkan cedera
otak. Fraktur tulang tengkorak biasanya terjadi akibat benturan langsung.
Benturan terlokalisasi pada kubah tengkorak sering menyebabkan fraktur pada
tulang yang melesak ke dalam; otak, pembuluh darah dan meningen di sekitar
otak sering mengalami cedera. Basis cranii sangat rigid dan fraktur pada daerah
ini sering melukai struktur lain; sinus udara, pembuluh darah yang melaluinya,
dan saraf kranial (Gibson, 1981).

Permukaan dalam os frontale beralur untuk pembuluh darah dan dipisahkan


oleh membran dari lobus frontalis cerebri. Permukaan dalam os parietale ditandai
oleh parit untuk pembuluh darah dan dipisahkan oleh membran dari lobus
parietalis cerebri. Dan os occipitale membentuk bagian belakang kubah tengkorak
dan bagian posterior basis cranii. Foramen magnum adalah lubang besar pada os
occipitale yang dilalui oleh ujung atas medulla spinalis bergabung dengan medula
oblongata cerebri dan arteri vertebralis kanan dan kiri yang mengalirkan sebagian
darah untuk otak (Gibson, 1981).

Dibawah kranium terdapat dura mater yang padat dan keras, terdiri atas dua
lapisan. Lapisan luar yang melapisi kranium dan lapisan dalam bersatu dengan
lapisan luar, kecuali pada bagian-bagian tertentu; tempat sinus-sinus terbentuk dan
tempat dura mater membentu bagian-bagian berikut: Falks serebri yang terletak
diantara kedua hemisfer otak. Tepi atas falks serebri membentuk sinus
longitudinalis superior atau sinus sagitalis superior yang menerima darah vena
dari otak, dan tepi bawah falks serebri memberntuk sinus longitudinalis inferior
atau sinus sagitalis inferior yang menyalurkan darah keluar folks serebri.
Araknoid merupakan selaput halus yang memisahkan pia mater dari dura mater.
Pia mater yang menyelipkan dirinya ke dalam celah yang ada pada otak dan sum-
sum tulang belakang, dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat tadi
menyediakan darah untuk struktur-struktur ini (Pearce, 2009).
Otak

Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang saling
berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual kita. Otak
terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard, 1998). Otak merupakan
organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun neuron-neuron di otak mati tidak
mengalami regenerasi, kemampuan adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi
tertentu bagian-bagian otak dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang
rusak. Otak sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling
penting yang berperan dalam pemulihan (Pearce, 2009).

Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf pusat dan
sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak dan medulla
spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi (SST). Fungsi dari
SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP dengan bagian tubuh
lainnya (Pearce, 2009). Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan
komponen bagiannya adalah:

1. Otak Depan : menjadi belahan otak (hemisferum serebri) korpus striatum dan
talami (talamus dan hipotalamus)
2. Otak Tengah : Otak tengah (Diensefalon)
3. Otak Belakang : pons varoli, medula oblongata, serebelum membentuk batang
otak.

Cerebrum

Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang
hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus
(celah) dan girus. (Pearce, 2009). Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:

a) Lobus frontalis. Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di
hemisfer kiri), pusat penghiduan, dan emosi. Bagian ini mengandung pusat
pengontrolan gerakan volunter di gyrus presentralis (area motorik primer) dan
terdapat area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah
broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Pearce, 2009).

b) Lobus temporalis. Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks


serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari
fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya
ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm pembentukan dan
perkembangan emosi (Pearce, 2009).

c) Lobus parietalis. Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik


di gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(Pearce, 2009).

d) Lobus oksipitalis. Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf lain &
memori (Pearce, 2009).

e) Lobus Limbik. Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori
emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom(Pearce, 2009).

Cerebellum

Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron


dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting
dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang
diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum terdiri
dari tiga bagian fungsional yang berbeda yang menerima dan menyampaikan
informasi ke bagian lain dari sistem saraf pusat (Pearce, 2009).

Brainstem

Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh proses


kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon diatasnya dan
medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur fungsional batang otak yang
penting adalah jaras asenden dan desenden traktus longitudinalis antara medulla
spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu mesensefalon, pons
dan medulla oblongata(Pearce, 2009).

B. Definisi EDH
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
Berdasarkan patofiologinya cedera kepala dibagi menjadi 2 (Grace dan Neil,
2006), yakni:
1. Cedera otak primer merupakan kerusakan yang terjadi pada otak segera
setelah trauma
2. Cerdera otak sekunder merupakan kerusakan yang berkembang kemudian
setelah komplikasi

Berdasarkan letak perdarahan yang terjadi terbagi menjadi 4 sisi, yakni:


1. Epidural hematoma, perdarahan terletak antara dura mater dan tulang
2. Subdural hematoma, perdarahan terletak diantara lapisan dura mater dan
arhacnoid mater
3. Subarhacnoid hematoma, perdarahan terletak dicelah subarhacnoid
4. Intracranial hematoma, perdarahan terjadi di dalam otak
Pada pembahasan kali ini, akan mengulas lebih dalam tentang epidural
hematoma (EDH). Epidural hematoma adalah hematoma yang terletak antara
durameter dan kranium, biasanya sumber perdarahannya adalah sobeknya arteri
meningica media (paling sering, vena diploicia (oleh karena adanya fraktur
kalvaria), emmisaria, sinus venosus duralis (Muttaqin A. 2008).

Epidural hematoma adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling
sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak juga dikelilingi oleh sesuatu
yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura. Fungsinya untuk
melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula
interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan
akan membentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan
pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura,
ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam
ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang dikenal dengan
sebutan epidural hematoma (Hafid A, 2004).

C. Etiologi
Epidural hematoma terjadi pada 1% trauma kepala, insiden tertinggi
terjadi pada usia 20-30 tahun, jarang terjadi pada usia dibawah 2 tahun atau lebih
dari 60 tahun, (disebabkan dura yang melekat erat pada tabula interna skull).
Fraktur terjadi pada 85% pasien dewasa. Kecelakaan lalu lintas merupakan
penyebab terbanyak (30-70%), penyebab lain akibat terjatuh dan korban
kekerasan. Lokasi tersering pada daerah temporal, kemudia frontal, occipital dan
fossa posterior. 2-5% terjadi bilateral. (Hafid A, 2004)

Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan


dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah. Delapan puluh lima
persen (85%) epidural hematoma disebabkan oleh putusnya arteri meningea
media di antara tabula interna dan durameter. Perdarahan lain dapat disebabkan
oleh pecahnya vena meningeal media atau sinus dural. Penyebab lain adalah
fraktur tulang yang menyebabkan perdarahan dari diploeica. Predileksi EDH
antara lain di hemisfer sisi lateral dan regional frontal, oksipital dan fossa
posterior ( Hafid A., 2004).

Epidural hematoma terjadi akibat robekan arteri meningea atau cabang-


cabangnya akibat fraktur pada daerah temporoparietal. Akumulasi darah
melepaskan perlekatan durameter dari dinding tabula interna yang kemudian terisi
hematoma. Kemungkinan lain pada awal durameter terlepas dari dinding tabula
interna kemudian ruang yang terbentuk terisi oleh hematoma. Sumber pendarahan
terbanyak bersumber dari perdarahan arteri; arteri meningea media (85%), dapat
juga berasal dari vena meningea media, sinus durameter atau dari vena diploe
(Hafid A., 2004).’

D. Klasifikasi
Berdasarkan kronologisnya hematoma epidural hematoma diklasifikasikan
menjadi :
a. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri dan ditentukan
diagnosanya waktu 24 jam pertama setelah trauma
b. Subacute hematoma ( 31 % ) ditentukan diagosisnya antara 24 jam – 7 hari
c. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena ditentukan diagnosanya pada
hari ke – 7
Skala Koma Glaslow (Glaslow Coma Scale, CGS) menyediakan metode yang
sederhana untuk memantau fungsi SSP umum pada suatu periode cedera pada
kepala.
Minimal (Simple head injury)  Tidak ada penurunan kesadaran
 Tidak ada amnesia post trauma
 Tidak ada defisit neurologi
 GCS = 15

Ringan (Mild head injury)  Kehilangan kesadaran <10 menit


 Tidak terdapat fraktur tengkorak,
kontusioatau hematom
 Amnesia post trauma < 1 jam.
 GCS = 13-15

Sedang (Moderate head injury)  Kehilangan kesadaran antara >10 menit


sampai 6 jam
 Terdapat lesi operatif intrakranial atau
abnormal CT Scan
 Dapat disertai fraktur tengkorak
 Amnesia post trauma 1 – 24 jam.
 GCS = 9-12

Berat (Severe head injury)  Kehilangan kesadaran lebih dari 6 jam


 Terdapat kontusio, laserasi, hematom,
edema serebral abnormal CT Scan
 Amnesia post trauma > 7 hari
 GCS = 3-8

E. Manifestasi Klinis
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif.
Pasien dengan kondisi seperti ini sering kali tampak memar disekitar mata dan
dibelakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung
atau telinga. Banyak gejala yang muncul bersamaan pada saat terjadi cedera
kepala. Gejala yang sering tampak:
a. Penurunan kesadaran bisa sampai koma.
b. Bingung
c. Penglihatan kabur
d. Susah bicara
e. Nyeri kepala yang hebat
f. Keluar cairan darah dari hidung atau telinga
g. Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala
h. Mual
i. Pusing
j. Berkeringat
k. Pucat
l. Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar
Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese
atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalanannya, pelebaran pupil akan mencapai
maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma, pupil kontra
lateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan
reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang
bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostro caudal batang otak.
Jika epidural hematom disertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval
bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur
(Hafid A, 2004).

F. Patofisiologi
Pada epidural hematoma, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan
durameter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur
tulang tengkorak didaerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah
frontal atau oksipital. Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak
melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan
dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematoma epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang
kepala sehingga hematom bertambah besar. Hematoma yang membesar di daerah
temporal menyebabkan tekanan padalobus temporalis otak ke arah bawah dan
dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di
bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda
neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis. Tekanan dari herniasi unkus pada
sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata
menyebabkan hilangnya kesadaran. ( Hafid A, 2004)
Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan
pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan
pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan
kelemahan responsmotorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan
tanda babinski positif.Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi
otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan
intracranial yang besar. Timbul tanda-tandalanjut peningkatan tekanan intracranial
antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguantanda-tanda vital dan fungsi
pernafasan. ( Hafid A, 2004)
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa
teruskeluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau
terbentur mungkinpenderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam
waktu beberapa jam ,penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif
memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan
kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan disebut interval
lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper
selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid
interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami
fase sadar. ( Hafid A, 2004)
Sumber perdarahan :
 Artery meningea ( lucid interval : 2 –3 jam )
 Sinus duramatis
Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi diploica dan
venadiploica
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf
karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura
sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi
trans dan infratentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang
mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus
segera dirawat dan diperiksa dengan teliti.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto polos kepala
Pada foto polos kepala, tidak dapat di diagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong
sulcus arteria meningea media.
b. CT Scan
Dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedera intra cranial
lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single tetapi dapat pula
terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporo parietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas,
midline terdorong kesisi kontra lateral. Terdapat pula garis fraktur pada area
epidural hematoma. Densitas yang tinggi pada stage yang akut (60-90 HU),
ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah. Gambaran CT scan
hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens
berbentuk bulan sabit.
c. MRI
Akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi.
H. Penatalaksanaan Medis
a. Penanganan Darurat:
1. Dekompresi dengan trepanasi sederhana
2. Kraniotomi untuk mengevakuasi hematom
b. Terapi Keperawatan:
Elevasi kepala 300 dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurangi tekanan
intracranial dan meningkatkan drainase vena.
c. Terapi Medikamentosa
Pengobatan yang lazim diberikan pada cedera kepala adalah golongan
dexametason (dengan dosis awal 10 mg kemudian dilanjutkan 4 mg tiap 6 jam),
mannitol 20% (dosis 1-3 mg/kgBB/hari) untuk mengatasi edema cerebri yang
terjadi akan tetapi hal ini masih kontroversi dalam memilih mana yang terbaik.
Dianjurkan untuk memberikan terapi profilaksis dengan fenitoin sedini mungkin
(24 jam pertama) untuk mencegah timbulnya focus epileptogenic dan untuk
penggunaan jangka panjang dapat dilanjutkan dengan karbamazepin. Tri-
hidroksimetil-amino-metana (THAM) merupakan suatu buffer yang dapat masuk
ke susunan saraf pusat dan secara teoritis lebih superior dari natrium bikarbonat,
dalam hal ini untuk mengurangi tekanan intracranial. Barbiturat dapat dipakai
untuk mengatasi tekanan intracranial yang meninggi dan mempunyai efek
protektif terhadap otak dari anoksia dan iskemik dosis yang biasa diterapkan
adalah diawali dengan 10 mg/kgBB dalam 30 menit dan kemudian dilanjutkan
dengan 5 mg/kgBB setiap 3 jam serta drip 1 mg/kgBB/jam untuk mencapai kadar
serum 3-4 mg%.
d. Terapi Operatif
Operasi dilakukan bila terdapat:
1. Volume hematom > 30 ml (kepustakaan lain > 44 ml)
2. Keadaan pasien memburuk
3. Pendorongan garis tengah > 3 mm
Indikasi operasi dibidang bedah saraf adalah life saving dan untuk fungsional
saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi
emergensi. Biasanya keadaan emergensi ini disebabkan oleh lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume:
1. >25cc = desak ruang supratentorial
2. >10cc = desak ruang infratentorial
3. >5cc = desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek massa yang signifikan:
1. Penurunan klinis
2. Efek massa dengan volume > 20cc dengan midline shift > 5mm dengan
penurunan klinis yang progresif
3. Tebal epidural hematoma > 1cm dengan midline shift > 5mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
J. Pathway

Kecelakaan,luka,Trauma kepala

Cedera kepala

Rusaknya pembuluh darah arteri meningeal

Darah keluar dari vaskuler Hematoma epidural Cedera Otak

Syok Hipovolemik Edema Otak Gangguan tingkat kesadaran

Hipoksia otak Peningkatan TIK Konfusi akut


Iskemik

Resiko Gangguan perfusi Nyeri kepala Naiknya volume intrakranial Mual, muntah
jaringan otak

Nyeri akut Herniasi Kekurangan volume cairan


Penekanan batang otak

Gangguan pusat pernapasan Penurunan kesadaran Risiko Jatuh

Ketidakefektifan pola Gangguan Penumpukan Sekret Kelemahan


napas neuromuskular

Imobilisasi
Kelemahan Penurunan Reflek batuk

Tidak mampu Ketidakefektifan bersihan Hambatan mobilitas


mengakses kamar jalan napas fisik
mandi

Defisit perawatan diri


BAB II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN EPIDURAL HEMATOMA
(EDH)

2.1. Pengkajian

Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada gangguan


sistem sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,lokasi, jenis
injuri,dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian keperawatan
cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial. (Muttaqin A. 2008)

2.1.1. Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, umur, (kebanyakan terjadi pada usia muda),
jenis kelamin (banyak laki-laki, karena sering kebut-kebutan dengan motor
tanpapengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosis medis. Keluhan
utama yang sering menjadi alasan klien untuk memintapertolongan kesehatan
tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat
kesadaran.(Muttaqin A. 2008)

2.1.2. Riwayat Penyakit Saat Ini

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas, jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung kekepala. Pengkajian meliputi
tingkat kesadaran menurun (GCS<15), konvulsi, muntah, takipnea, sakit kepala,
wajah simetris atau tidak, lemah, luka di kepala, paralisis, akumulasi sekret pada
saluran pernapasan,adanya liquor dari hidung dan telinga, serta kejang. Adanya
penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan
di dalam intrakranial. Sesuai perkembangan penyaki, dapat terjadi letargi, tidak
responsif, dan koma. Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga (bila klien tidak
sadar) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol yang
sering terjadi pada beberapaklien yang suka kebut-kebutan. (Muttaqin A. 2008)
2.1.3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat


cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,
anemia,penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, oba-obat adiktif,
konsumsi alkohol berlebihan. (Muttaqin A. 2008)

2.1.4. Riwayat Penyakit Keluarga


Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan
diabetes melitus. (Muttaqin A. 2008)

2.1.5. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual


Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon
emosi klienterhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam
keluarga keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Apakah
ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal,dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri).
(Muttaqin A. 2008)

Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran


untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri
didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan,mudah marah, dan tidak
kooperatif. Perawat memasukkan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah yaitu
keterbatasan yang diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan
peran sosial klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada
gangguan neurologis di dalam sistem dukungan individu. (Muttaqin A. 2008)

2.1.6. Pemeriksaan Fisik


Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik di lakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus
pemeriksaan fisik pada B3 (Brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pada keadaan cedera kepala umumnya umumnya
mengalami penurunan kesadaran (cedera kepala ringan/cedera otak ringan, GCS
13-15, cedera kepala sedang GCS 9-12, cedera kepala berat/cedera otak berat, bila
GCS kurang atau sama dengan 8)dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital
(Muttaqin A. 2008)

1. B1 (Breathing)

Perubahan pada sistem pernafasan bergantung pada gradasi dari perubahan


jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari
pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan (Muttaqin A. 2008) :

a. Inspeksi
Didapatkan hasil klien , peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan. Terdapat
retraksi klavikula/dada, pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada : dinilai
penuh/tidak penuh dan kesimetrisannya (menunjukkan adanya atelektaksis, lesi
pada paru, obstruksipada bronkus, fraktur tulang iga, pneumothoraks, atau
penempatan endotrakeal dan tube trakeostomi yang kurang tepat). Pada observasi
ekspansi dada juga perlu dinilai : retraksi dari otot-otot interkostal, substernal,
pernapasan abdomen, dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).
Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu menggerakkan
dinding dada.
b. Palpasi
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan didapatkan
apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.
c. Perkusi
Adanya suara redup sampai pekakpada keadaan melibatkan trauma pada
thoraks/hematothoraks.
d. Auskultasi
Bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, stridor, ronkhi pada klien
dengan peningkatan produksi sekret, dan kemampuan batuk yang menurun sering
didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera kepala sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskular klien cedera kepala pada beberapa keadaan dapat
ditemukan tekanan darah normal atau berubah, nadi bradikardi, takikardi, dan
aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah berhubungan dengan homeostatis tubuh
dalam upaya menyeimbangkan kebutuhan oksigen perifer. Nadi bradikardi
merupakan tanda dari perubahan perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat
menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan tanda-tanda awal dari syok.
Pada beberapa keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan
antidiuretik hormon (ADH) yang berdampak pada kompensasi tubuh untuk
melakukan retensi atau pengeluarangaram dan air oleh tubulus.(Muttaqin A.
2008)
3. B3 (Brain)
Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan
pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya perdarahan baik bersifat
intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma. (Muttaqin,
2008)
1) Pemeriksaan Fungsi Serebral
a. Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah, dan aktivitas motorik
pada klien cedera kepala tahap lanjut biasanya mengalami
perubahan.
b. Fungsi intelektual : pada beberapa keadaan klien cedera kepala didapatkan
penurunan dalam ingatan dan memori baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
c. Lobus frontal : kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila
trauma kepala mengakibatkan adanya kerusakan pada lobus
frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang
lebih tinggi mungkin rusak.hal ini dapat ditunjukkan dalam
lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan
kurang motivasi, yang menyebabkan klien menghadapi masalah
frustasi dalam program rehabilitasi mereka (Arif M, 2008).
2) Pemeriksaan Saraf Kranial
a. Saraf I : Pada beberapa keadaan cedera kepala di daerah yang merusak
anatomis dan fisiologis sarafin klien akan mengalami kelainan
pada fungsi penciuman/anosmia unilateral atau bilateral.
b. Saraf II : Hematoma palpebra pada klien cedera kepala akan menurunkan
lapangan penglihatan dan mengganggu fungsi dari nervus optikus.
c. Saraf III, IV, VI : Gangguan mengangkat kelopak mata terutama pada klien
dengan trauma yang merusak rongga orbital. Jika pada trauma
kepala terdapat anisokoriadimana bukan midriasis yang
ditemukan, melainkan miosis yang bersama dengan pupil yang
normal pada sisi lain, maka pupil miosislah yang abnormal.
Miosis ini disebabkan oleh lesi dilobus frontalis ipsilateral yang
mengelola pusat siliospinal. Hilangnya fungsi ini berarti pusat
siliospinal menjadi tidak aktif, sehingga pupil tidak berdilatasi
melainkan berkonstruksi.
d. Saraf V : Pada beberapa keadaan cedera kepala menyebabkan paralisis nervus
trigenimus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi
gerakan mengunyah.
e. Saraf VII : Persepsi pengecapan mengalami perubahan.
f. Saraf VIII : Perubahan fungsi pendengaran pada klien cedera kepala ringan
biasanya tidak didapatkan apabila trauma yang terjadi tidak
melibatkan saraf vestibulokoklearis.
g. Saraf IX dan X : Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka
mulut.
h. Saraf XI : Bila tidak melibatkan trauma padaleher, mobilitas kliencukup baik
dan tidak ada atrofi otot strernokleidomastoideus dan trapezius.
i. Saraf XII : Indra pengecapan mengalami perubahan (Arif M, 2008).
3) Sistem sensorik
Kehilangan sensorik karena cedera kepala dapat berapa kerusakan sentuhan
ringan atau mungkin lebih berat, dengan kehilangan propriosepsi (kemampuan
untuk merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh) serta kesulitan dalam
mengintepretasikan stimuli visual, taktil, dan auditorius (Arif M, 2008).
4. B4 (Bladder)
Mengkaji keadaan urine meliputi warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk
berat jenis. Setelah cedera kepala klien mungkin mengalami inkontinensia urine
karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik
dan postural. (Muttaqin A. 2008)
5. B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai mntah dihubungkan dengan peningkatan
produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi.
Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya dan kualitas bising usus
harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus menurun atau
hilang dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Penurunan motilitas usus
dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari sekitarselang endotrakeal
dan nasotrakeal. (Muttaqin A. 2008)
6. B6 (Bone)

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh ekstremitas.


Adanya perubahan warna kulit kebiruan menunjukkan adanya sianosis (ujung
kuku, ekstremitas, telinga, hidung, bibir, dan membran mukosa). Pucat pada
wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan rendahnya kadar
hemoglobin atau syok. Pucat dan sianosis pada klien yang menggunakan
ventilatordapat terjadi akibat adanya hipoksemia. Adanya kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik atauparalisis/hemiplagia,
mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat. (Muttaqin A.
2008)

2.1.7 Prognosis
 Tes radiologik: Radiografi tengkorak memperlihatkan pergeseran garis tengah
oleh pleksus koroid, dan kelenjar pineal dapat ditunjukkan; edema atau
fraktur tengkorak, atau keduanya dapat juga terlihat
 Radiografi spinal servikalis: Dapat memperlihatkan hasil yang negatif atau
menunjukkan cedera atau fraktur
 Prosedur khusus: CT scan menggambarkan daerah hematoma oleh
peningkatan densitas dan akan di atas dura meter; beratnya dan lokasi juga
ditunjukkan; pada scan otak akan ada peningkatan penyerapan isotop pada
daerah hematoma memperlihatkan lokasi
 Gas darah arteri: Hiperventilasi akan menimbulkan alkalosis respiratori;
asidosis metabolik mungkin ada akibat dari hipoksia atau syok (atau
keduanya)
 Pengawasan di tempat tidur: Peningkatan TIK; pelebaran tekanan nadi dan
hipertensi dapat diperhatikan
 EKG: Bradikardi mungkin terlihat
2.2 Diagnosa

No. Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan neurologis (trauma kepala)
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d Peningkatan tekanan
intrakranial, penurunan tekanan perfusi serebral (CPP) dan kemungkinan
kejang
3. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
4. Nyeri Akut b.d Trauma kepala
5. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas b.d sekret tertahan
6. Konfusi akut b.d gangguan tingkat kesadaran
7. Resiko Jatuh b.d Penurunan kesadaran
8. Hambatan mobilitas fisik b.dpenurunan kesadaran (kelemahan) dan
imobilisasi
9. Defisit perawatan diri b.d ketidakmampuan mengakses kamar mandi
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)


Domain 11 Status Pernafasan : Ventilasi Manajemen Jalan Nafas
00032 Ketidakefektifan pola nafas Definisi :
Definisi : inspirasi atau ekspirasi yang tidak Keluar masuknya udara dari dan 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
memberi ventilasi yang adekuat kedalam paru-paru 2. Auskultasi suara nafas, catat area yang
Batasan Karakteristik : 1. Frekuensi pernafasan dari skala 1 ventilasinya menurun atau tidak ada dan adanya
1. Bradipnea (deviasi berat dari kisaran suara tambahan
2. Dispnea normal) menjadi skala 4 (deviasi
3. Fase ekspirasi memanjang ringan dari kisaran normal) 3. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien
4. Ortopnea 2. Irama pernafasan 1 (deviasi berat untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
5. Penggunaan otot bantu dari kisaran normal) menjadi 4. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
6. Penggunaan posisi tiga-titik skala 4 (deviasi ringan dari
7. Peningkatan diameter anterior-posterior kisaran normal) 5. Monitor status pernafasan dan oksigen
8. Penurunan kapasitas vital 3. Penggunaan otot bantu nafas dari sebagaimna mestinya.
9. Pernapasan bibir skala 1 (sangat berat) menjadi
10. Pola napas abnormal (misalnya : irama, skala 4 (ringan)
frekuensi, kedalaman)
Domain 4 Perfusi Jaringan : Serebral Manajemen Edema Serebral
00201 Definisi :
Kecukupan aliran darah melalui 1. Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30° atau
Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
pembuluh darah otak untuk lebih
Definisi :
Rentan mengalami penurunan sirkulasi jaringan mempertahankan fungsi otak 2. Hindari fleksi leher
otak yang dapat mengganggu kesehatan 1. Tekanan darah sistolik dari skala 3. Berikan anti kejang sesuai kebutuhan
1 (deviasi berat dari kisaran 4. Lakukan latihan ROM pasif
Faktor Resiko :
1. Tumor otak (trauma, penyakit neurologis) normal) menjadi skala 4 (deviasi 5. Monitor status neurologi dengan ketat dan
2. Neoplasma otak ringan dari kisaran normal) bandingkan dengan nilai normal
Sindrom sick sinus 2. Tekanan darah diastolik dari Monitor tandaa-tandavital
skala 1 (deviasi berat dari kisaran
normal) menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran normal)
3. Sakit kepala dari skala 1 (berat)
menjadi skala 4 (ringan)
Penurunan tingkat kesadaran dari
skala 1 (berat) menjadi skala 4
(ringan)
Domain 2 Hidrasi Pengurangan Perdarahan : Luka
00027 Kekurangan volume cairan Definisi : 1. Tempatkan area yang mengalami pendarahan
Definisi : Ketidaksediaan air yang cukup pada posisi yang lebih tinggi
Penurunan cairan intravaskular, interstitial, dalam kompartemen intraseluler dan 2. Gunakan alat mekanik (misalnya : klem tipe C)
dan/atau intraselular ini mengacu pada ekstraseluler dalam tubuh untuk memberikan tekanan pada dengan jangka
dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa 1. Turgor kulit dari skala 1 (sangat panjang
perubahan kadar natrium. terganggu) menjadi skala 4 (sedikit 3. Ganti atau tambahkan balutanInstruksikan klien
Batasan Karakteristik : terganggu) untuk membatasi aktivitasnya
1. Kulit kering 2. Penurunan tekanan darah dari 4. Monitor ukuran dan karakter dari bekuan darah
2. Kelemahan berskala 1 (berat) menjadi skala 4 jika ada
3. Membran mukosa kering (ringan) 5. Monitor tanda-tanda vital
4. Peningkatan frekuensi nadi 3. Nadi cepat dan lemah dari
5. Peningkatan suhu tubuh berskala 1 (berat) menjadi skala 4
6. Peningkatan konsentrasi urin (ringan)
7. Penurunan tekanan darah
8. Penurunan tekanan nadi
9. Penurunan turgor kulit
10.Penurunan turgor lidah
Domain 12 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
00132 2. Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
Nyeri Akut 3. comfort level frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Definisi : Setelah dilakukan tindakan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
Pengalaman sensori dan emosional tidak keperawatan selama 2x24 jam Pasien ketidaknyamanan
menyenangkan yang muncul akibat kerusakan tidak mengalami nyeri, dengan 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
jaringan aktual atau potensial atau yang kriteria hasil: menemukan dukungan
digambarkan sebagai kerusakan yang tiba-tiba 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
atau lambat dari intensitas ringan hingga berat penyebab nyeri, mampu nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
dan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi menggunakan tehnik kebisingan
Batasan Karakteristik nonfarmakologi untuk 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
1. Perubahan selera makan mengurangi nyeri, mencari 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
2. Perubahan tekanan darah bantuan) intervensi
3. Perubahan frekwensi jantung 2. Melaporkan bahwa nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
4. Perubahan frekwensi pernapasan berkurang dengan menggunakan dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/
5. Laporan isyarat manajemen nyeri dingin
6. Diaforesis 3. Mampu mengenali nyeri (skala, 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
7. Perilaku distraksi (mis,berjaIan mondar- intensitas, frekuensi dan tanda ……...
mandir mencari orang lain dan atau aktivitas nyeri) 9. Tingkatkan istirahat
lain, aktivitas yang berulang) 4. Menyatakan rasa nyaman setelah 10.Berikan informasi tentang nyeri seperti
8. Mengekspresikan perilaku (mis, gelisah, nyeri berkurang penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
merengek, menangis) 5. Tanda vital dalam rentang normal berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
9. Masker wajah (mis, mata kurang bercahaya, 6. Tidak mengalami gangguan tidur prosedur
tampak kacau, gerakan mata berpencar atau 11.Monitor vital sign sebelum dan sesudah
tetap pada satu fokus meringis) pemberian analgesik pertama kali
10. Sikap melindungi area nyeri
11. Fokus menyempit (mis, gangguan persepsi
nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan
interaksi dengan orang dan lingkungan)
12. Indikasi nyeri yang dapat diamati
13. Perubahan posisi untuk menghindari nyeri
14. Sikap tubuh melindungi
15. Dilatasi pupil
16. Melaporkan nyeri secara verbal
17. Gangguan tidur

Domain 11 Respiratory status : Ventilation 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal


00031 1. Respiratory status : Airway suctioning.
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas patency 2. Berikan O2 … l/mnt, metode………
Definisi : 2. Aspiration Control 3. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi dalam
atau obstruksi saluran pernapasan guna Setelah dilakukan tindakan 4. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
mempertahankan jalan napas yang bersih. keperawatan selama 2x24 jam pasien ventilasi
Batasan Karakteristik : menunjukkan keefektifan jalan nafas 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Subjektif: dibuktikan dengan kriteria hasil : 6. Keluarkan sekret dengan batuk atau
Dispnea. 1. Mendemonstrasikan batuk efektif suction
dan suara nafas yang bersih, tidak 7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
Objektif: ada sianosis dan dyspneu (mampu tambahan
1. Bnyi napas tambahan (misalnya Ronkhi mengeluarkan sputum, bernafas
basah halus, ronchi basah kasar, dan ronkhi dengan mudah, tidak ada pursed
kering). lips)
2. Perubahan pada irama dan frekuensi 2. Menunjukkan jalan nafas yang
pernapasan.Batuk tidak ada atau tidak paten(klien tidak merasa tercekik,
efektif. irama nafas, frekuensi pernafasan
3. Sianosis. dalam rentang normal, tidak ada
4. Kesulitan untuk bersuara. suara nafas abnormal)
5. Penurunan bunyi napas. 3. Mampu mengidentifikasikan dan
6. Orthopnea (merupakan kesulitan bernafas mencegah faktor yang penyebab.
kecuali dalam posisi duduk atau berdiri dan 4. Saturasi O2 dalam batas normal
pola ini sering ditemukan pada seseorang 5. Foto thorak dalam batas normal
yang mengalami kongestif paru).
7. Kegelisahan
8. Sputum.
9. Mata terbelalak
Domain 5: Persepsi/kognisi 0908 Memori 2380Manajemen obat
000128 Definisi: 1. Kolaborasi pemberian obat dengan medis,
Konfusi akut Kemampuan untuk mengambil dan tentukan obat yang diperlukan dan kelola menurut
Definisi : melaporkan informasi yang resep dan/protokol
Awitan mendadak gangguan kesadaran, tersimpan secara kognitif 2. Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
perhatian, kognisi dan persepsi yang reversibel 1. pasien dapat mengingat informasi 3. Monitor efek samping obat
dan terjadi dalam periode waktu singkat. baru saja terjadi secara akurat dari
Batasan Karakteristik : skala 1 (sangat terganggu) menjadi 4 2620 Monitor neurologi
1. Gangguan tingkat kesadaran (sedikit terganggu) 1. Pantau ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan
2. Gangguan fungsi kognisi reaktivitas
3. Gangguan fungsi psikomotor 0909 Status neurologi 2. Monitor tingkat kesadaran
4. Gelisah Definisi : 3. Monitor ingatan saat ini rentang perhatian dan
Kemampuan sistem saraf perifer dan ingatan masa lalu
pusat untuk menerima, memproses 4. Beri jarakkegiatan perawatan yang diperlukan
dan menanggapi stimulus internal yang bisa meningkatkan tekanan intracranial
dan eksternal.
1. Tingkat kesadaran dari skala 1 6680 Monitor vital sign
(sangat terganggu) menjadi skala 1. Monitor suhu, tekanan darah, denyut nadi dan
5 (tidak terganggu) respirasi
2. Tingkat tekanan intrakranial skala
1 menjadi 4 (sedikit terganggu)
3. Tekanan darah pasien skala 1 di
tingkatkan ke skala 4
Domain 11 1. Trauma Risk For Fall Prevention
00155 2. Injury risk for 1. Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik
Risiko Jatuh pasien yang dapat meningkatkan potensi jatuh
Definisi : Kriteria Hasil : dalam lingkungan tertentu
Peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat 1. Keseimbangan : kemampuan 2. Mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
menyebabkan bahaya fisik untuk mempertahankan mempengaruhi risiko jatuh
ekuilibrium 3. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang
2. Gerakan terkoordinasi : dapat meningkatkan potensi untuk jatuh
kemampuan otot untuk bekerja (misalnya, lantai yang licin dan tangga
sama secara volunter untuk terbuka)
melakukan gerakan yang 4. Sarankan perubahan dalam gaya berjalan
bertujuan kepada pasien
3. Perilaku pencegahan jatuh : 5. Mendorong pasien untuk menggunakan
tindakan individu atau pemberi tongkat atau alat pembantu berjalan
asuhan untuk meminimalkan 6. Kunci roda dari kursi roda, tempat tidur, atau
faktor resiko yang dapat memicu brankar selama transfer pasien
jatuh dilingkungan individu 7. Tempat artikel mudah dijangkau dari pasien
4. Kejadian jatuh : tidak ada 8. Ajarkan pasien bagaimana jatuh untuk
kejadian jatuh meminimalkan cedera
5. Pengetahuan : pemahaman
pencegahan jatuh

Domain 4: aktivitas/istirahat 0204 Konsekuensi imobolitas: 0740 Perawatan tirah baring


00085 Hambatan mobilitas fisik fisiologi 1. jelaskan alasan diperlukannya tirah baring
Definisi: Definisi: 2. Tempatkan matras atau kasur terapeutik dengan
Keterbatasan dalam gerakan fisik satu atau lebih Keparahan gangguan fungsi cara yang tepat
ekstremitas secara mandiri dan terarah. psikologis akibat adanya gangguan 3. Jaga linen kasur tetap bersih, kering dan bebas
Batasan karakteristik: mobilitas fisik kerutan
1. Kesulitan membolak-balikkan posisi Kriteria Hasil : 4. Aplikasikan alat untuk mencegah terjadinya
2. Keterbatasan rentang gerak 1. Nyeri tekan ditingkatkan dari foot drop
3. Penurunan kemampuan melakukan skala 1 (berat) menjadi 4 (ringan) 5. Monitor kondisi kulit pasien
ketrampilan motorik kasar. 2. Kelemahan otot dari skala 2 6. Aplikasikan papan untuk kaki di tempat tidur
(banyak terganggu) menjadi 4 pasien
(sedikit terganggu) Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi,
paling tidak setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal
yang spesifik.
0226 Terapi latihan: kontrol otot
1. tentukan kemampuan pasien untuk terlibat
dalam aktivitas atau protokol latihan
2. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik,
okupasional, dan reaksional dalam
mengembangkan dan menerapkan program latihan
sesuai kebutuhan
3. Orientasikan ulang pasien terhadap kesadaran
tubuh
Domain 4: aktivitas/istirahat 03000 Perawatan diri: aktivitas 6462 Manajemen demensia: memandikan
00108 Defisit perawatan diri: mandi sehari-hari 1. Personalisasi mandi sesuai dengan preferensi
Definisi: Definisi: mandi pasien
Hambatan kemampuan untuk melakukan atau Tindakan seseorag untuk melakukan 2. Tetapkan pengasuh dari jenis kelamin yang
menyelesaikan aktivitas mandi secara mandiri. tugas fisik paling dasar dan aktivitas sama, jika tersedia
Batasan karakteristik: perawatan diri secara mandiri tanpa 3. Gunakan pendekatan yang fleksibel dengan
1. K etidakmampuan membasuh tubuh bantuan orang atau alat. menyediakan pilihan dan kontrol atas waktu dan
2. Ketidakmampuan mengakses kamar mandi Kriteria hasil: jenis aktivitas mandi
1. kemandirian untuk mandi 4. Pastikan privasi dan keamanan saat menbuka
ditingkatkan dari skala 1(sangat baju dan memandikan
terganggu) menjadi skala 4 (sedikit 5. Berikan sentuhan yang lembut
terganggu) 6. Gunakan peralatan mandi yang nyaman
2. Mempertahankan kebersihan 1710 Pemeliharaan kesehatan mulut
mulut 1. lakukan perawatan mulut secara rutin
2. Berikan pelumas untuk melembabkan bibir dan
mukosa oral sesuai kebutuhan
Konsultasikan pada dokter jika terdapat
kekeringan , iritasi dan ketidaknyamanan dalam
mulut.
BAB III. APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN KASUS EDH

Kasus:
Pasien laki-laki A.W usia 20 tahun datang di RS Kaliwates, Jember pada
hari Minggu, 20 Maret 2018 pukul 22.30 WIB dalam keadaan tidak sadar
(Compos mentis, GCS E4M6V5) setelah ± 20 menit mengalami kecelakaan motor
tabrak-lari. Kecelakaan terjadi saat pulang dari tempat kerja di Jember. Helm
korban sampai terlepas karena menurut saksi tali helm tidak terpasang, sehingga
kepala kiri korban terbentur trotoar jalan. Bagian siku dan lutut korban juga lecet-
lecet. 10menit pasca masuk rumah sakit pasien sempat sadar, amnesia, tidak dapat
mengingat dengan jelas bagaimana kecelakaannya terjadi. Pasien mengeluh nyeri
kepalaseperti ditekan. Pasien muntah sebanyak 3 kali saat di IGD. Muntah
bersifat proyektil, muntah berwarna merah kecoklatan.Pasien juga mengeluh sakit
pada mata kiri dan penglihatan kiri pasien sedikit tidak jelas. Pasien merasa lemas,
kemudianmengalami penurunan kesadaran kembali. Perawat baru bisa melakukan
autoanamnesa dengan pasien dan alloanamnesa pada keluarga pasien pada hari
senin, 21 Maret 2018 pukul 07.00 WIB. Pada pemeriksaan didapatkan pasien
berat badan 60 kg, tinggi badan 170 cm dengan GCS E3V4M5, cervical spine
baik, dengan pupil bulat isokor dan refleks cahaya yang normal. Respirasi, jalan
nafas ada sumbatan, frekuensi 14 kali/menit, suara nafas bronkhovesikuler dengan
tekanan darah 105/60 mmHg, lajunadi 64x/menit, suhu 36,4oC dan tampak cefal
hematoma pada daerah frontal kiri. Pada pemeriksaan CT scan kepala didapatkan
adanya fraktur depresif tulang frontal kiri, EDH pada daerah frontal kiri, ukuran
3,49 cm x 6,6 cm yang tampak pada 7 irisan gambaran scan, dengan midline shift
+ 5,3 mm. Pasien diputuskan untuk menjalani tindakan kraniotomi emergensi
untuk evakuasi EDH.
A. PENGKAJIAN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A.W No. RM : Melati 003xxx

Umur : 20 th Pekerjaan : Pegawai Swasta

Jenis Kelamin : Laki laki Status Perkawinan : Lajang

Agama : Islam Tanggal MRS : 20Maret 2018

Pendidikan : SMA Tanggal Pengkajian : 21 Maret 2018

Alamat : Bangsal, Jember Sumber Informasi : Klien, keluarga dan


rekam medis

II. Riwayat Kesehatan

1. Diagnosa Medik:
EDH frontal sinistra
2. Keluhan Utama:
Penurunan kesadaran post kecelakaan dan nyeri kepala akut
3. Riwayat penyakit sekarang:
± 20 menit SMRS pasien mengalami kecelakaan tabrak-lari dengan menggunakan
sepeda motor. Pasien belum pernah mengalami kecelakaan sebelumnya. Pasien
mengalami penurunan kesadaran saat diantar ke IGD RSUD Kaliwates. Pasien
tidak sadar selama ± 20 menit. Setelah 10 menit di RS pasien sempat sadar, pasien
tidak mengingat kejadian kecelakaan tersebut. Menurut keterangan saksi, dia jatuh
saat ada motor yang putar balik dari arah depan dengan kecepatan lumayan tinggi
dan motor korban terserempet sehingga pasien terjatuh dan kepala terbentur trotor
hingga tidak sadarkan diri, helm pasien sampai terlepas saat kejadian.Pasien
mengeluh nyeri kepala. Nyeri seperti ditekan. Pasien muntah sebanyak 4 kali saat
di IGD. Muntah bersifat proyektil, muntah berwarna merah kecoklatan. Pasien
merasa lemas. Kelemahan anggota gerak disangkal. Kejang tidak ada. Pasien
mengeluh sakit pada mata kiri dan penglihatan kiri pasien sedikit tidak
jelas.Pasien masuk dalam perawatan di ruang melati. Saat di ruang perawatan ibu
pasien mengatakan pasien lebih banyak tidur. Pasien juga mengeluh nyeri kepala
dan nyeri pada mata kiri.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki dan tidak memiliki riwayat alergi.
a. Penyakit yang pernah dialami:
Klien memiliki riwayat penyakit vertigo namun tidak memiliki riwayat penyakit,
seperti hipertensi, diabetes, epilepsy maupun serangan jantung.
b. Alergi (obat, makanan, plester, dll):
Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan apapun dan tidak memiliki alergi
terhadap obat-obatan. Berdasarkan keterangan dari keluarga, klien juga tidak
memiliki riwayat alergi terhadap plester.
c.Imunisasi:
Saat balita klien mendapatkan program wajib imunisasi lengkap.
d. Kebiasaan/pola hidup/life style:
Klien mengatakan bahwa klien memiliki kebiasaan merokok 3 batang rokok
perhari. Klien juga mengatakan sering berolahraga di waktu senggang. Hampir
setiap hari tidur tengah malam karena baru selesai pulang dari bekerja dan sering
terkena angin malam.
e. Obat-obat yang digunakan:
Klien tidak pernah mengkonsumsi obat yang dijual di warung. Klien senantiasa
memeriksakan dirinya ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat dan
mengkonsumsi obat sesuai dengan yang didapatkan dari tenaga kesehatan setelah
periksa khususnya untuk mengobati penyakit vertigonya.
5. Riwayat penyakit keluarga:
Menurut keterangan yang dikatakan oleh klien, tidak ada keluarga yang memiliki
riwayat penyakit keganasan. Klien mengatakan bahwa ayah klien sakit kencing
manis.
III. Pengkajian Keperawatan

1. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan


Keluarga klien mengatakan, setiap kali klien atau anggota keluarga lainnya ada
yang sakit atau mengeluh tidak enak badan, keluarga selalu membawanya ke
puskesmas. Klien selalu kontrol tepat waktu sesuai anjuran dari dokter.
Interpretasi :

Persepsi klien dan keluarga tentang kesehatan sudah cukup baik. Keluarga dan
klien sudah mampu mencari bantuan kesehatan ketika sakit. Keluarga dinilai
mampu meningkatkan kemampuan pemeliharaan kesehatan secara mandiri.
2. Pola nitrisi/metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Makan klien pada saat di RS klien diet susu melalui selang NGT dengan
frekuensi 6 x sehari dan sebelum dirawat di RS tidak dilakukan pengkajian
karena klien mengalami penurunan kesadaran.
Antropometeri
Tinggi badan klien: 170 cm
Berat badan klien sebelum MRS: 62 kg
Berat badan klien saat MRS: 60 kg
Indeks Massa Tubuh (IMT): 60/(1,7)2 = 20,76

Tabel 1. Kategori IMT (WHO, 2010)


Klasifikasi BMI (kg/m2)
Underweight <18,50
a. Severe thinness <16,00
b. Moderate thinness 16,00-16,99
c. Mild thinness 17,00-18,49
Normal 18,50-24,49
Overweight ≥25,00
a. Pre-Obesitas 25,00-29,99
b. Obesitas ≥30,00
c. Obesitas kelas I 30,00-34,99
d. Obesitas kelas II 35,00-39,99
e. Obesitas kelas III ≥40,00
Interpretasi :
Berdasarkan hasil perhitungan IMT, klien termasuk dalam kategori normal yang
berada pada rentang skor 18,50-24,49.
Biomedical sign :
Hb 14,0g/dl, Leukosit: 15,3 x 109/L, Hematokrit 43,0%, Kreatinin serum 0.95
mg/dl, limfosit 0,5, Urea 18.8 mg/dL
Interpretasi :
Klien mengalami penurunan jumlah limfosit dalam darah, namun pemeriksaan
lainnya dalam taraf normal
Clinical Sign :
Klien tampak lemah, turgor kulit elastis, klien mengatakan badannya lemas,
mukosa lembab, dan keluarga mengatakan bahwa klien tidak merasakan mual dan
tidak muntah lagi.
Diet Pattern (intake makanan dan cairan):

No Pola Nutrisi Sebelum MRS Saat MRS


1. Frekuensi makan 3-4 kali/hari Terpasang NGT
2. Porsi makan 1 piring tiap kali 500cc
makan
3. Varian makanan Nasi, ikan laut, -
sayur, dan buah
(pepaya dan pisang)
4. Nafsu makan baik -
5. Hidrasi Minum ± 7 gelas Terpasang infus
dalam sehari
6. Lain-lain - -
Interpretasi:
Intake makanan dan cairan klien sebelum dan saat MRS mengalami perubahan.
Klien tidak bisa makan melalui oral karena terpasang ETT dan OPA, tetapi tidak
terlalu mempengaruhi perubahan drastis status nutrisi klien.
3. Pola eliminasi
BAK
- Frekuensi
Sebelum MRS : 5-6 kali dalam sehari
Saat MRS : 4 kali dalam sehari
- Jumlah
Sebelum MRS : ± 2 gelas air mineral dalam sehari
Saat MRS : kadang sedikit kadang banyak (total urine yang diproduksi
±1,5 gelas air mineral dalam sehari semalam)
- Warna
Sebelum MRS : kuning jernih
Saat MRS : kuning jernih
- Bau
Sebelum MRS : bau khas urine
Saat MRS : bau khas urine
- Karakter
Berupa cairan tidak disertai gumpalan darah atau lainnya
- BJ
Tidak terkaji
- Alat Bantu
Klien menggunakan alat bantu kateter urine untuk BAK..
- Kemandirian: dibantu petugas atau keluarga
BAB
- Frekuensi
Sebelum MRS : Klien BAB setiap pagi hari
Saat MRS : Klien tidak BAB
- Jumlah
Sebelum MRS : banyak
Saat MRS : tidak ada
- Konsistensi
Sebelum MRS : biasa (lembek tidak terlalu padat)
Saat MRS : tidak ada
- Warna
Sebelum MRS : kuning kecoklatan
Saat MRS : tidak ada
- Bau
Sebelum MRS : bau feses
Saat MRS : tidak ada
- Karakter
Sebelum MRS : tidak disertai darah atau lender saat BAB
Saat MRS : tidak ada
- BJ
Tidak terkaji
- Alat Bantu
Sebelum MRS : Klien tidak menggunakan alat bantu saat BAB dirumah
Saat MRS : tersedia pispot di bawah tempat tidur klien untuk BAB
Kemandirian : dibantu oleh anggota keluarga atau petugas kesehatan
4. Pola tidur dan istrahat
Durasi :
Sebelum MRS klien tidur malam di rumah sekitar ± 6 jam dalam sehari semalam.
Saat MRS klien tidur malam dan tidur siang. Lamanya klien tidur di malam hari
sekitar ± 5 jam setelah siuman dan tidur siang sekitar ± 4 jam. Klien dalam
keadaan tirah baring
Gangguan tidur :
Sebelum MRS klien tidak pernah mengalami gangguan tidur di malam hari. Klien
jarang terbangun saat tertidur.
Saat MRS klien bedrest
Keadaan bangun tidur :
Sebelum MRS setiap bangun tidur, klien mengatakan tidak merasa apa-apa. Klien
mengatakan tubuhnya biasa saja setiap kali ia terbangun dari tidur.
Saat MRS klien merasa nyeri tekan di kepala saat terbangun bangun tidur dan
badan juga terasa sakit semua
Interpretasi: tidak terjadi gangguan pola tidur dimana kuantitas dan kualitas tidur
pasien baik, pasien menghabiskan waktu di atas tempat tidur saja. Klien
pengalami frekuensi tidur yang lebih panjang karena tubuh lemah dan tidak
dapat beraktivitas seperti biasa.
5. Pola aktivitas dan latihan
Menurut keluarga klien sebelum sakitKlien beraktivitas secara tidak rutin karena
kerja shift sebagai penjaga toko buku. Sering lari pagi dan latihan fisik kemudian
istirahat saat larut malam jika pulang kerja malam. Sebelum sakit klien mampu
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya seperti mandi, berpakaian, toileting,
berpindah, dan makan secara mandiri.
Saat MRS:
Klien tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri. Klien masih
membutuhkan bantuan anggota keluarga dalam memenuhi kebutuhan ADLnya.
Saat pegkajian rambut klien tampak tidak disisir dan berminyak, klien belum
mandi sejak kemarin, hanya membasuh muka saja.

Aktivitas harian (Activity Daily Living)

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan / minum √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di tempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi / ROM √

Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3: dibantu
alat, 4: mandiri.
Interpretasi:
Dalam pemenuhan kebutuhan ADLnya (mandi, toileting, berpakaian, dan
berpindah) klien membutuhkan bantuan dari anggota keluarga lainnya. Untuk
sementara waktu tidak dapat makan maupun minum karena terpasang ETT dan
OPA. Klien tidak dapat berpindah atau ambulasi dari tempat tidur. Dengan
demikian, tingkat ketergantungan klien dalam pemenuhan kebutuhan ADLnya
termasuk dalam kategori total (butuh bantuan total).
6. Pola persepsi kognotif
Tidak terkaji karena klien masih belum bisa banyak berbicara, lebih fokus pada
sakit pada kepala yang dirasakannya
7. Pola persepsi dan konsep diri
Tidak terkaji
8. Pola peran hubungan dengan sesama
Klien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Keluarga mengatakan
hubungan orangtua dengan anak tidak ada masalah yang berarti. Mereka juga
mengatakan bahwa klien adalah anak yang sangat peduli terhadap orang lain dan
rendah hati.
9. Pola koping toleransi terhadap stress
Keluarga klien mengatakan bahwa saat dirumah klien adalah orang yang sabar
dan tidak mudah marah. Klien selalu memberikan nasihat (penengah) kepada
adik-adiknya jika memiliki beberapa kendala diantara saudara. Jika ada masalah
klien menyelesaikan dengan kepala dingin.
Interpretasi:tidak ada masalah pada manajemen koping stress klien, klien mampu
mengatasi sebuah masalah dengan baik
10.Pola reproduksi dan seksualitas
Hubungan orangtua klien harmonis tampak ibu klien selalu menjaga klien
semenjak sakit
Fungsi reproduksi:
Klien merupakan seorang kakak pertama dari 2 orang adik perempuan. Hubungan
di antara klien dan kedua adiknya tidak ada permasalahan yang serius. Ibu klien
mengatakan bahwa klien adalah kakak yang peduli dengan adik-adiknya. Klien
belum memiliki istri saat ini karena masih fokus dengan pekerjaan saja.
Interpretasi : tidak terjadi gangguan fungsi reproduksi pada klien
11.Pola nilai dan kepercayaan
Keluarga dan klien mengatakan bahwa kecelakaan yang dialami klien merupakan
ujian dari Tuhan. Selain itu klien dan keluarga tampak sering beristighfar.
Interpretasi:system nilai & keyakinan baik.
IV. Pemeriksaan Fisik

1. Keadaan umum: lemah


2. Tanda-tanda vital:
TD: 105/60
S:36,4oC
N: 64x/menit
RR: 14 kali/menit
3. Antropometri:
TB: 170 cm
BB: 60 kg
4. Pemeriksaan Head to Toe
a. Kepala
Bentuk kepala Mesosecephal, keadaan kulit kepala klien kotor, terdapat luka.
Terdapat memar pada temporal sisinstra, nyeri tekan(+).
b. Mata
Tampak memar pada palpebra kiri. Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-.
Rakun eyes sign (-)
c. Hidung
Bentuk hidung proporsional, tampak diviasi septum, tidak terdapat sekret, tidak
ada tanda-tanda peradangan terpasang ventilato, terpasang NGT.
d. Telinga
Bentuk telinga simetris kiri dan kanan, kedua telinga bersih tidak terdapat
perdarahan, fungsi pendengaran baik, klien masih bisa mengikuti intrupsi perawat
walau telah mengalami penururan kesadaran.
e. Mulut
Bentuk bibir simetris, warna bibir pucat, keadaan mulut kotor dan bau terpasang
ETT dan OPA
f. Leher
Bentuk leher simetris, tidak ada luka memar, keadaan bersih, tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid
g. Dada
Dadaterpasang elektroda kardiogram.
- Paru
Inspeksi:dada tampak datar, simetris, warna sesuai sekitar
Palpasi: nyeri tekan (-), massa (-), kuat angkat normal
Perkusi: sonor diseluruh lapang paru
Auskultasi:vesikuler diseluruh lap. paru, suara tambahan (-)
-Jantung
Inspeksi: ictus cordis tak tampak
Palapasi: teraba ictus cordis kuat angkat, nyeri (-)
Perkusi: Konfigurasi kesan dalam batas normal
Auskultasi : SI-II teratur reguler,suara tambahan (-)
h. Abdomen
Inspeksi: bentuk datar, keadaan bersih, warna sesuai kulit sekitar.
Auskultasi: bising usus (+) menurun 3 kali/menit
Perkusi: timpani seluruh lapang abomen
Palpasi: nyeri tekan di seluruh lapang abdomen
i. Genetalia
Terpasang kateter, inkontinesia urin (-), retensia urin (-), anuria (-)
j. Ekstremitas
Ekstremitas atas bentuk simetris kiri dan kanan, terpasang infus RL, Gatal (-
),perih pada luka lecet (+)
Ekstremitas atas bentuk simetris kiri dan kanan, keadaan kulit bersih, dan terdapat
luka pada bagian lutut kiri.
k. Kekuatan otot
2 222 ǀ 2 222
l. Kulit dan kuku
Warna kulit pasien coklat dengan tugor kulit yang elastis, kuku klien terlihat
bersih, CRT < 2dtk
m. Keadaan lokal
Klien terbaring lemah dalam posisi semifowler dengan terpasang infus
Status Neurologis:
Sikap Tubuh:Simetri
Gerakan Abnormal:(-)
Cara Berjalan:Normal
Kepala:Mesocephal
Nervi kraniales Kanan Kiri
N.I Daya penghiduan Normal Normal
Daya penglihatan Normal Normal
N.II Penglihatan warna Normal Normal
Lapang pandang Normal Kabur
Ptosis (-) (-)
Gerakan mata ke medial Normal Normal
Gerakan mata ke atas Normal Normal
Gerakan mata ke bawah Normal Normal
N.III Ukuran pupil 3 mm 4 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Reflek cahaya langsung (+) (+)
Reflek cahaya konsensuil (+) (+)
Strabismus divergen (-) (-)
N.IV Gerakan mata ke lateral bawah Normal Normal
Strabismus konvergen (-) (-)
Menggigit Normal
Membuka mulut (+)
N.V Sensibilitas muka Normal
Reflek kornea (+) (+)
Trismus (-) (-)
N.VI Gerakan mata ke lateral (+) (+)
Strabismus konvergen (-) (-)
Diplopia Normal
N.VII Kedipan mata Normal Normal
Lipatan nasolabial Simetris kanan dan kiri
Sudut mulut Simetris
Mengerutkan dahi Simetris
Mengerutkan alis Simetris kanan dan kiri
Menutup mata Normal Normal
Meringis Simetris
Menggembungkan pipi Simetris
Daya kecap lidah 2/3 depan Tidak terkaji
N.VIII Mendengar suara berbisik (+) (+)
Tes Rinne Tidak dilakukan
Tes Webber Tidak dilakukan
Tes Schwabach Tidak dilakukan
N.IX Arkus faring Simetris
Daya kecap lidah 1/3 belakang Tidak terkaji
Reflek muntah Dalam batas normal
Sengau (-)
Tersedak (-)
N.X Denyut nadi 64 x/ menit, isi cukup
Arkus faring simetris kanan-kiri
Bersuara Dalam batas normal
Menelan Dalam batas normal
N.XI Memalingkan kepala Dalam batas normal
Sikap bahu Simetris
Mengangkat bahu Simetris
Trofi otot bahu Eutrofi
N.XII Sikap lidah Simetris
Artikulasi Dalam batas normal
Tremor lidah (-)

V. Terapi

 Infus RL 20tpm
 Piracetam 2 x 3gram
 Metilprednisolon 4x 125mg (Tapp Off)
 Citicolin 2x500mg
 Ranitidin 2x1amp
 Ceftriaxone 2x 1 gram
 Ketorolac 2x30mg
 Metcobalamin 1x1amp
 Asam Traneksamat 2x 1 gram
VI. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium

1. Laboraturium Darah Tanggal 21 Maret 2018


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hematologi
Hemoglobin 14.0g/dl 11.7 – 15.5 g/dl
Leukosit 15.3 ribu 3.8 – 11.0 ribu
Eritrosit 4.61 3.8 – 5.4 juta
Hematokrit 43.0% 35 – 47%
Trombosit 270ribu 150 – 400 ribu
MCV 90.5 82 – 98 fL
MCH 30.4 27 – 52 pg
MCHC 33.6 32 – 37 g/dl
RDW 12.3 10 – 18 %
MPV 7,3 7 – 11 mikro m3
Limfosit 0.5 1.0 – 4.5
Monosit 0.0 0.2 – 1.0
Eosinofil 0.1 0.04 – 0.8
Basofil 0.0 0 – 0.2
Kimia Klinik
PDW 11,1 mg/dl 10-18%
SGOT 34 U/L 0 – 50 U/L
SGPT 20 IU/L 0 – 50 IU/L
Ureum 18.8 mg/dl 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.95 mg/dl 0.62 – 1.1 mg/dl

2. Pemeriksaan Radiologi
-Rontgen Cervical AP/Lateral/Oblique pada 21Maret 2018
Kesan:Alignment lurus. Spondilosis cervikalis. Tak tampak kompresi maupun
listesis. Tak tampak penyempitan diskus maupun foramen intervetrebalis.
-Pemeriksaan Head CT SCAN pada tanggal 21Maret 2018
Kesan: Gambaran epidural hemorrhage (vol52,9cm3) pada region fronto-temporal
parietal kiri. Tampak tanda tanda peningkatan intracranial. Fraktur komplit bentuk
linierpada os temporal kiri. Deviasi septum nasal ke kiri.

Rabu, 21 Maret 2018


Pengambil data
( _____________)
B. PROBLEM LIST

1. Analisa data

No. Data Etiologi Masalah


1. Ds : - Gangguan neurologis (trauma kepala) Ketidakefektifan pola
Do: napas
1. Frekuensi napas (RR) 14 kali/menit
2. Hidung tampak deviasi septum Frekuensi napas pelan dan dalam
3. Klien terpasang ETT dan OPA

Ketidakefektifan pola nafas


2. Ds : - EDH Risiko ketidakefektifan
Do : perfusi jaringan
1. Klien tak sadarkan diri hingga dua kali pasca Peningkatan tekanan intrakranial serebral
trauma
2. Pada pemeriksaan CT scan kepala didapatkan
adanya fraktur region fronto-temporal parietal kiri Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
3. TD: 105/60
3. Ds : Cedera otak (trauma) Konfusi akut
1. Pasien sempat sadar pasca trauma, mengalami
amnesia, tidak dapat mengingat dengan jelas
bagaimana kecelakaannya terjadi Gangguan memori jangka pendek
2. Pasien mengeluh nyeri tekan pada kepala
Do :
1. Klien tampak lemah Konfusi akut
2. TD: 105/60, Nadi: 64x/menit, T: 36,4oC
4. Ds : Traumakepala Nyeri Akut
1. Klien mengatakan nyeri tekan pada kepala
2. Pasien mengatakan sakit pada mata kiri dan
penglihatan kiri pasien sedikit tidak jelas Pembekuan darah di otak
Do :
1. Skala nyeri 8
2. Pasien sempat mengalami penurunan kesadaran Nyeri Kronik
dua kali
3. EDH pada daerah frontal kanan
4. Mata tampak memar pada palbera kiri
5. DS: - Peningkatan TIK Kekurangan volume
DO: cairan
1. Klien tampak lemah
2. Klien mengalami muntah proyektil pasca truma Mual, muntah
3. Bising usus menurun menjadi 3x/menit
4. Klien terpasang NGT dan infus RL
5. Pada pemeriksaan lab terdapat penurunan Kehilangan cairan aktif
jumlah limfosit, monosit, eusofil dan basofil
6. Penurunan haluan urine, total urine yang
diproduksi ± 1,5 gelas air mineral dalam sehari Kelemahan
semalam

Kekurangan volume cairan


6. DS: - Kelemahan Defisit perawatan diri
DO:
1. Pasien bedrest
2. Klien tidak mampu melakukan aktivitas secara Bedrest
mandiri, butuh bantuan anggota keluarga
3. Saat pengkajian rambut klien tampak tidak
disisir dan berminyak, belum mandi hanya Ketidakmampuan mengakses kamar mandi
membasuh muka saja
4. Keadaan mulut kotor dan bau
Defisit perawatan diri
7. DS: Nyeri akut Hambatan mobilitas
1. Klien mengatakan bahwa merasa nyeri tekan di fisik
kepala dan terasa sakit di seluruh lapang abdomen
DO: Kelemahan dan imobilisasi
1. Pada pengkajian aktivitas harian Klien tidak
dapat berpindah atau ambulasi dari tempat tidur,
tingkat ketergantungan klien dalam pemenuhan Hambatan mobilitas fisik
kebutuhan ADL dalam kategori butuh bantuan
total
2. Pada pemeriksaan kekuatan otot: skala 2
3. Klien tampak lemah
4. Terpasang ETT dan OPA sehingga tidak
memungkinkan klien untuk ambulasi
2. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas b.d gangguan neurologis (trauma kepala) d.d


Frekuensi napas (RR) 14 kali/menit, hidung tampak deviasi septum, Klien
terpasang ETT dan OPA
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d Peningkatan tekanan
intrakranial, penurunan tekanan perfusi serebral (CPP) dan kemungkinan
kejang
3. Konfusi akut b.d gangguan tingkat kesadaran d.d Pasien sempat sadar pasca
trauma, mengalami amnesia, tidak dapat mengingat dengan jelas bagaimana
kecelakaannya terjadi, Pasien mengeluh nyeri tekan pada kepala, TD: 105/60,
Nadi: 64x/menit, T:36.4oC, Klien tampak lemah.
4. Nyeri Akut b.d Trauma kepala d.d Klien mengatakan nyeri tekan pada kepala,
klien juga mengeluh sakit pada mata kiri dan penglihatan kiri pasien sedikit
tidak jelas, Skala nyeri 8, EDH pada daerah frontal kanan, Mata tampak
memar pada palbera kiri

5. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif d.d Klien tampak
lemah, Klien mengalami 3 kali muntah proyektil pasca truma, bising usus
menurun menjadi 3x/menit, Klien terpasang NGT dan infus RL, Pada
pemeriksaan lab terdapat penurunan jumlah limfosit, monosit, eusofil dan
basofil, Penurunan haluan urine (total urine yang diproduksi ± 1,5 gelas air
mineral dalam sehari semalam)

6. Defisit perawatan diri b.d ketidakmampuan mengakses kamar mandi d.d


Pasien bedrest, Klien tidak mampu melakukan aktivitas secara mandiri, butuh
bantuan anggota keluarga, saat pengkajian rambut klien tampak tidak disisir
dan berminyak, belum mandi hanya membasuh muka saja, Keadaan mulut
kotor dan bau

7. Hambatan mobilitas fisik b.dpenurunan kesadaran (kelemahan) dan


imobilisasi d.d Klien mengatakan bahwa merasa nyeri tekan di kepala dan
terasa sakit di seluruh lapang abdomen, Pada pengkajian aktivitas harian
Klien tidak dapat berpindah atau ambulasi dari tempat tidur, tingkat
ketergantungan klien dalam pemenuhan kebutuhan ADL dalam kategori
butuh bantuan total, pada pemeriksaan kekuatan otot: skala 2, Klien tampak
lemah, terpasang ETT dan OPA sehingga tidak memungkinkan klien untuk
ambulasi.
C. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Paraf


1. 00032 Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas Ns. A
Ketidakefektifan keperawatan selama 1x24 jam
masalah Ketidakefektifan pola 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
pola nafas
nafas dapat berkurang. Dengan 2. Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya
kriteria hasil : menurun atau tidak ada dan adanya suara tambahan
(NOC)
Status Pernafasan : Ventilasi 3. Identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien untuk
1. Frekuensi pernafasan dari memasukkan alat membuka jalan nafas
skala 1 (deviasi berat dari 4. Lakukan fisioterapi dada sebagaimana mestinya
kisaran normal) menjadi skala
4 (deviasi ringan dari kisaran 5. Monitor status pernafasan dan oksigen sebagaimna
normal) mestinya.
2. Irama pernafasan 1 (deviasi
berat dari kisaran normal)
menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran normal)
2. 00201 Setelah dilakukan asuhan Manajemen Edema Serebral Ns. A
Risiko keperawatan selama 2x24 jam
masalah risiko ketidakefektifan 1. Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30° atau lebih
ketidakefektifan
perfusi jaringan perfusi jaringan serebral dapat 2. Hindari fleksi leher
otak berkurang. Dengan kriteria hasil :
(NOC) 3. Berikan anti kejang sesuai kebutuhan
Perfusi Jaringan : Serebral 4. Lakukan latihan ROM pasif
1. Tekanan darah sistolik dari
skala 3 (deviasi sedang dari 5. Monitor status neurologi dengan ketat dan bandingkan
kisaran normal) menjadi skala dengan nilai normal
5 (tidak ada deviasi dari
kisaran normal) 6. Monitor tanda-tandavital
2. Tekanan darah diastolik dari
skala 3 menjadi skala 5
3. Penurunan tingkat kesadaran
dari skala 2 (cukup berat)
menjadi skala 4 (ringan)
3. 000128 Setelah dilakukan asuhan Manajemen obat Ns. A
Konfusi akut keperawatan selama 1x24 jam 1. Kolaborasi pemberian obat dengan medis, tentukan obat
masalah konfusi akut dapat yang diperlukan dan kelola menurut resep dan/protokol
berkurang. Dengan kriteria hasil : 2. Monitor pasien mengenai efek terapeutik obat
(NOC) 3. Monitor efek samping obat
Memori Monitor neurologi
1. pasien dapat mengingat 1. Pantau ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan
informasi baru saja terjadi reaktivitas
secara akurat dari skala 1 2. Monitor tingkat kesadaran
(sangat terganggu) menjadi 4 3. Monitor ingatan saat ini rentang perhatian dan ingatan
(sedikit terganggu) masa lalu
4. Beri jarak kegiatan perawatan yang diperlukan yang
Status neurologi bisa meningkatkan tekanan intracranial
1. Tingkat kesadaran dari skala Monitor vital sign
3 (cukup terganggu) menjadi 1. Monitor suhu, tekanan darah, denyut nadi dan respirasi
skala 5 (tidak terganggu)
2. Tingkat tekanan intrakranial
skala 1 (sangat terganggu)
menjadi 4 (sedikit terganggu)
3. Tekanan darah pasien skala 3
di tingkatkan ke skala 5
4. 00132 Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
Nyeri akut keperawatan selama 2x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
diharapkan nyeri akut yang termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dialami pasien berkurang, dengan dan faktor presipitasi
kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
1. Mampu mengontrol nyeri 3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
menggunakan teknik 4. Kurangi faktor presipitasi nyeri
nonfarmakologi untuk 5. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
mengurangi nyeri, mencari 6. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: kompres
bantuan) hangat
2. Melaporkan bahwa nyeri 7. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ………
berkurang dengan 8. Tingkatkan istirahat
menggunakan manajemen 9. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri,
nyeri berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi
3. Mampu mengenali nyeri ketidaknyamanan dari prosedur
(skala, intensitas, frekuensi 10. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
dan tanda nyeri) analgesik pertama kali
4. Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
5. 00027 Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan: Ns. A
Kekurangan keperawatan selama 2x24 jam 1. Jaga intake/asupan yang akurat dan catat output klien
volume cairan masalah kekurangan volume 2. Monitor status hidrasi (membran mukosa lembab)
cairan yang dialami pasien 3. Perawatan selang infus dan NGT
berkurang, dengan kriteria hasil: 4. Monitor indikasi kelebihan cairan/retensi (edema)
Hidrasi 5. Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan gejala
1. Kelembapan membran kelebihan volume cairan menetap atau memburuk
mukosa ditingkatkan dari
skala 3 (cukup terganggu
menjadi) skala 5 (tidak
terganggu)
2. Intake cairan ditingkatkan
dari skala 2 (banyak
terganggu) menjadi skala 4
(sedikit terganggu)
3. Output urine dari skala 2
(banyak terganggu) menjadi
skala 4 (sedikit terganggu)
6. 00108 Defisit Setelah dilakukan tindakan Manajemen demensia: memandikan Ns. A
perawatan diri: keperawatan selama 2x24 jam 1. Personalisasi mandi sesuai dengan preferensi mandi
mandi masalah defisit perawatan diri pasien
pasien dapat berkurang, dengan 2. Tetapkan pengasuh dari jenis kelamin yang sama, jika
kriteria hasil: tersedia
Perawatan diri: aktivitas sehari- 3. Gunakan pendekatan yang fleksibel dengan
hari menyediakan pilihan dan kontrol atas waktu dan jenis
1. Kemandirian untuk mandi aktivitas mandi
ditingkatkan dari skala 1 4. Pastikan privasi dan keamanan saat menbuka baju dan
(sangat terganggu) menjadi memandikan
skala 3 (cukup terganggu) 5. Berikan sentuhan yang lembut
2. Mempertahankan kebersihan 6. Gunakan peralatan mandi yang nyaman
mulut Pemeliharaan kesehatan mulut
1. Lakukan perawatan mulut secara rutin
2. Berikan pelumas untuk melembabkan bibir dan mukosa
oral sesuai kebutuhan
3. Konsultasikan pada dokter jika terdapat kekeringan ,
iritasi dan ketidaknyamanan dalam mulut.
7. 00085 Hambatan Setelah dilakukan tindakan Perawatan tirah baring: Ns. A
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 jam 1. Jelaskan alasan diperlukannya tirah baring
masalah hambatan mobilitas fisik 2. Tempatkan matras atau kasur terapeutik dengan cara
pasien dapat berkurang, dengan yang tepat
kriteria hasil: 3. Jaga linen kasur tetap bersih, kering dan bebas kerutan
Konsekuensi imobolitas: 4. Aplikasikan alat untuk mencegah terjadinya foot drop
fisiologi 5. Monitor kondisi kulit pasien
1. Nyeri tekan ditingkatkan dari 6. Aplikasikan papan untuk kaki di tempat tidur pasien
skala 1 (berat) menjadi 4 7. Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi, paling
(ringan) tidak setiap 2 jam, sesuai dengan jadwal yang spesifik.
2. Kelemahan otot dari skala 2 Terapi latihan: kontrol otot
(banyak terganggu) menjadi 4 1. Tentukan kemampuan pasien untuk terlibat dalam
(sedikit terganggu) aktivitas atau protokol latihan
2. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik, okupasional, dan
reaksional dalam mengembangkan dan menerapkan
program latihan sesuai kebutuhan
3. Orientasikan ulang pasien terhadap kesadaran tubuh
D. Implementasi

Hari/Tanggal/ Paraf &


No Implementasi Evaluasi Formatif
Jam Nama
1 Rabu / 21 Memposisikan klien Klien kooperatif terhadap Ns. A
Maret 2018 / untuk memaksimalkan treatment yang diberikan
07.00 WIB ventilasi perawat
2 Rabu / 21 Memotivasi klien untuk Klien mau melakukan Ns. A
Maret 2018 / melakukan batuk atau batuk efektif untuk
07.15 WIB menyedot lendir untuk mengeluarkan sekret
dibuang
3 Rabu / 21 Menyesuaikan kepala Klien kooperatif meski Ns.A
Maret 2018 / tempat tidur untuk harus dibantu oleh perawat
07.30 WIB mengoptimalkan perfusi
serebral
4 Rabu / 21 Mengajari pasien untuk Pasien dapat memahami Ns.A
Maret 2018 / untuk merancang strategi apa yang diajarkan oleh
09.00 WIB pemecahan masalah perawatan meski sedikit
melalui rehabilitasi susah untuk mencerna
kognitif menggunakan dengan cepat
pendekatan multidisiplin
5 Rabu / 21 Mengajari pasien Pasien menikmati musik Ns. A
Maret 2018 / penggunaan teknik terapi yang diberikan untuk
12.30 WIB musik dan relaksasi relaksasi pikiran
6 Rabu / 21 Kolaborasi dengan dokter Pasien kooperatif terhadap Ns. A
Maret 2018 / memberikan obat pemberian obat dengan
14.00 WIB penurun tekanan nyeri mengganggukkan kepala
7 Rabu / 21 Monitor efek rangsangan Pasien masih peka Ns. A
Maret 2018 / lingkungan pada tekanan terhadap rangsangan
14.15 WIB intra kranial lingkungan sekitar yang
diberikan.
E. Evaluasi

No Hari/Tanggal Diagnosa Evaluasi Sumatif (SOAP) Paraf


/Jam Kepeawatan
1 Rabu / 21 Ketidakefektifan S : Pasien mengeluhkan sudah Ns. A
Maret 2018 / bersihan jalan sedikit mendingan dan sudah bisa
08.00 WIB nafas bernafas cukup lancar
O : Pasien tampak tidak kesulitan
bernafas, 20x/menit, tidak ada suara
tambahan
A: Masalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berkurang
P: Pantau status pernafasan setiap
waktu dan dilanjutkan
2 Rabu / 21 Ketidakefektifan S : Pasien mengeluhkan pusing Ns.A
Maret 2018 / perfusi jaringan berkurang
08.15 WIB serebral O : Pasien masih lemah dan perlu
bantuan perawat
A : Masalah ketidakefektifan
perfusi jaringan berkurang
berkurang
P : Intervensi dilanjutkan
3 Rabu / 21 Gangguan proses S : Pasien masih belum bisa berfikir Ns.A
Maret 2018 / berpikir secara normal
10.00 WIB O : Pasien sedikit bisa mengingat
kejadian yang dialaminya
A : Masalah gangguan proses
berfikir
P : Dilanjutkan intervensi yang
meudahkan klien untuk mengingat
4 Rabu / Gangguan rasa S : Pasien mengeluhkan merasakan Ns.A
21Maret nyeri kronik nyeri di kepala
2018 / 14.30 O : Skala nyeri 4
WIB A : Masalah Gangguan rasa nyeri
kronik mulai sedikit berkurang.
P: Diberikan obat analgesik
DAFTAR PUSTAKA

Anderson S. McCarty L. 1995. Cedera Susunan Saraf Pusat edisi 4. Jakarta: EGC

Brunner dan Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 12. Jakarta : EGC

Departemen Bedah Saraf FKUI-RSCM. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Jakarta:
Sagung Seto

Dochterma, J. M., & Bulechek, G. M. 2004. Nursing Interventions Classification


(NIC) (5th ed). Amerika: Mosby Elsever.

Gibson, John. 1981. Modern Physiology and Anatomy for Nurses. England:
Oxford. Terjemahan oleh B. Sugiarto. 2002. Fisiologi dan Anatomi
untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Grace, A. Pearce dan Neil R. Borley. 2006. Surgery at a Glance. UK: Blackwell
Publishing. Terjemahan oleh dr. V. Umami. 2007. At a Glance Ilmu
Bedah. Jakarta: Erlangga.

Hafid A, 2004,Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong
W.D., Jakarta: EGC

Muttaqin A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Persyarafan. Jakarta : Salemba Medika

Moorhead, S., Jhonson, M,. Maas, M., & Swanson, L. 2008. Nursing Outcome
Classification (NOC) (5th ed). United states of Amerika: Mosby Elsevier

Nanda Internasional. 2015. Diagnosa Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2015-


2017 (10th ed). Jakarta: EGC.

Ostbye T, Levy AR, Mayo NE. Hospitalization and case fatality rates for
subarachnoid hemorrhage in Canada from 1982 through 1991. The
Canadian Collaborative Study Group of Stroke Hospitalizations. Stroke.
1997;28:793-8.
Pearce, E. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis . Jakarta : Gramedia
pustaka utama
Suarez JI, Tarr RW, Selman WR. Aneurysmal subarachnoid hemorrhage. N Engl
J Med. 2006;354:387-96.
Setyopranoto I. Penatalaksanaan Perdarahan Subarakhnoid. Continuing Medical
Education. 2012;39.
SESI DISKUSI
Pertanyaan 1 (Faizatul Ulya 16–264)

Apa yang dimaksud dengan cedera kepala primer dan apa perbedaannya dengan
cedera kepala sekunder?

Jawab:

Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi 2:

1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi–decelerasi rotasi) yang


menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat terjadi:

a. Gegar kepala ringan

b. Memar otak, dan

c. Laserasi.

2. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:

a. Hipotensi sistemik

b. Hipoksia

c. Hiperkapnea

d. Edema otak

e. Komplikasi pernapasan

f. Infeksi/komplikasi pada organ tubuh yang lain.


Pertanyaan 2 (Haidar Ali 16–277)

Mengapa saat terjadi Epidural hematoma dapat menyebabkan seseorang menjadi


hipoksia?

Jawab:

Penggumpalan darah pada kasus epidural hematoma menyebabkan pergeseran


salah satu hemisfer (bergantung letak perdarahan) karena peningkatan tekanan
intrakranial yang disebut dengan herniasi, sehingga bagian di bawahnya yaitu
medula oblongata juga ikut tertekan. Didalam medula oblongata terdapat pusat
pengatur pernafasan, bila terdesak oleh bagian yang lain maka akan
mempengaruhi fungsinya. Namun, besarnya desakan bergantung dari volume
perdarahan, semakin banyak perdarahan maka tekanan akan semakin besar dan
semakin mempengaruhi keadaan seseorang.

Você também pode gostar