Você está na página 1de 5

Assessment in hepatitis B patient

Hery Djagat Purnomo

Divisi Gastroentero-hepatologi Dr Kariadi Hospital Medical Faculty Diponegoro


University

I. Pendahuluan

Tujuan akhir dari pengobatan hepatitis B kronik adalah untuk mencapai


pengobatan optimal berbasis karakteristik penyakit secara individu , preferensi
personal, komorbiditas dan kondisi sosial untuk mencapai manfaat maksimum ,
minimalisasi biaya dan efek samping.

Modalitas pengobatan hepatitis B terdiri dari dua kelompok obat yaitu berbasis
imunuomodulator (interferon) dan antiviral (NA) nukleosid/tid analog
(Pegylated interferon dan lamivudin, telbivudin, entecavir, tenofovir). Kedua
kelompok obat tersebut dapat dipilih sesuai dengan preferensi pasien, stadium
penyakit, dan aksesabilitas obat yang tersedia.

Pada makalah ini akan dibahas bagaimana mengaplikasikan pengelolaan


/pengobatan pasien hepatitis B naïve, terutama pada persiana dan penilaian
sebelum terapi diberikan dengan obat golongan NA ataupun pegylated
interferon.

II. Skoring predikasi untuk kanker hepatoselular

Tujuan terapi hepatitis B kronik yang penting adalah bagaimana efektifitas


terapi dalam mencegah atau mengurangi kejadian komplikasi sirosis hati dan
kanker hati sehingga kualitas hidup meningkat. Terdapat berbagai faktor host,
virus dan lingkungan yang berperan dalam terjadinya sirosis dan kanker
hepatoselular pada pasien hepatitis B. Faktor host yang penting adalah jenis
kelamin, umur, ras/etnis, genetik, diabetes dan cirrhosis. Faktor virus yang
penting adalah ; kadar HBV DNA, genotipe, varian molekul (pre‐S, basal core
promoter, precore). Sedangkan faktor lingkungan adalah ; alkohol, merokok,
koinfeksi dengan hepatitis C or D virus, aflatoxins .

Berbagai pedoman terapi dari asosiasi para ahli hati dan studi yang sudah
dilakukan terdapat beberapa cara untuk menskoring pasien secara individu
untuk prediksi terjadi nya kanker hati. Tiga model prediksi KHS yag sering
digunakan dalam praktek klinis berbasis pada informasi klinik dan laboratorik
yaitu; REACH-B, CU-HCC, and GAG- HCC. (Tabel 1)
Tabel 1. Model Skoring prediksi karsinoma hepatoselular pasien hepatitis B

II. Kapan memulai terapi

Panduan Amerika, Asia-Pasifik, dan Eropah (AASLD, APASL dan EASL)


merekomendasikan bahwa keputusan pengobatan harus dibuat berdasarkan status
klinis, serum HBV DNA dan alanine aminotransferase (ALT), status HBeAg, dan
histologi hati jika tersedia. Semua pedoman merekomendasikan memulai pengobatan
sesegera mungkin pada pasien dengan penyakit hati yang mengancam jiwa: kegagalan
hati akut, sirosis dekompensasi atau eksaserbasi akut hepatitis B kronis yang parah
terlepas dari tingkat DNA dan ALV HBV. Pedoman ini juga merekomendasikan
pengobatan antiviral untuk pasien dengan sirosis kompensasi tanpa memperhatikan
tingkat ALT namun ada sedikit perbedaan pada tingkat ambang batas DNA HBV
untuk memulai pengobatan. Semua pedoman setuju bahwa pengobatan harus dimulai
pada pasien nonsirosis dengan tingkat DNA HBV serum lebih besar dari 20.000 IU /
mL dan tingkat ALT yang meningkat dan / atau bukti histologis peradangan atau
fibrosis sedang atau berat. Namun, nilai cut-off DNA HBV dan ALT dan kebutuhan
untuk biopsi hati atau penilaian non-invasif fibrosis hati dalam menentukan indikasi
perawatan sedikit berbeda di berbagai panduan. Karena tingkat HBV DNA dan ALT
berfluktuasi selama infeksi HBV kronis, semua pedoman sepakat bahwa kadar HBV
DNA dan ALT serial lebih penting daripada nilai pada titik waktu tertentu dalam
membuat keputusan pengobatan. Selanjutnya, seamier panduan merekomendasikan
bahwa pasien yang tidak memulai pengobatan harus dipantau agar pengobatan dapat
dimulai di lain waktu ketika replikasi HBV atau penyakit hati menjadi lebih aktif.

Pedoman tersebut menekankan bahwa usia pasien, riwayat keluarga HCC, persyaratan
pekerjaan, rencana untuk memulai sebuah keluarga (untuk wanita), dan preferensi
pasien juga harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan pengobatan. Ada
banyak pengaturan ketika keadaan medis atau sosial pasien memerlukan pendekatan
personal yang mungkin "bertentangan" dengan pedoman namun sesuai untuk pasien
tersebut.
III. Prediktor Respons Terapi Analog Nukleos(t)ida

Untuk terapi dengan analog nukleos(t)ida, secara umum prediktor respon yang telah
terbukti mencakup kadar DNA VHB <2 x 109 IU/mL, ALT >2-5 kali batas atas normal, dan
tingkat kerusakan hati yang tinggi pada pemeriksaan histopatologis (minimal A2). Genotip
virus tampaknya tidak memiliki pengaruh terhadap hasil akhir terapi dengan analog
nukleos(t)ida. Khusus untuk terapi lamivudin dan telbivudin, terapi bisa mencapai hasil
maksimal bila pasien memenuhi kriteria yang ketat, yaitu DNA VHB <109 kopi/mL (2 x 108
IU/mL), status HBeAg positif, dan ALT >2x batas atas normal. Selain itu, bila pada minggu
ke-4 pasien tidak mencapai DNA VHB <104 kopi/mL (2 x 103 IU/mL) atau pada minggu ke-
24 tidak mencapai DNA VHB <103 kopi/mL (2 x 102 IU/mL), maka penggantian terapi harus
dipertimbangkan. Dalam kasus pemberian adefovir, adanya kegagalan respon primer dan
tidak tercapainya DNA VHB tidak terdeteksi pada minggu ke-24 terapi merupakan prediktor
respon yang buruk.

Penggunaan HBsAg kuantitatif untuk menilai respon pengobatan dengan analog


nukleos(t)ida pada pasien hepatitis B tidak menunjukkan keberhasilan sebaik pada pasien
dengan terapi interferon, baik pada pasien dengan HBeAg (+) maupun dengan HBeAg (-).
Sebuah studi di Cina pada tahun 2010 berhasil menunjukkan bahwa kadar HBsAg kuantitatif
<2 log10 IU/ml pada minggu ke-104 terapi dengan telbivudin memiliki nilai prediksi yang
tinggi untuk tetapnya DNA VHB tidak terdeteksi, normalisasi ALT, dan serokonversi HBeAg
pada 2 tahun setelah terapi dihentikan (PPV= 93%; NPV= 100%). Studi lain yang
menggunakan entecavir juga menunjukkan bahwa penurunan HBsAg selama terapi bisa
menjadi prediktor kesuksesan terapi. Namun studi lain justru menunjukkan bahwa penurunan
HBsAg pada minggu ke-12 terapi dengan entecavir tidak berhubungan dengan tidak
terdeteksinya DNA VHB ataupun serokonversi HBeAg pada akhir terapi.

IV. Kapan menghentikan terapi ?

Rekomendasi penghentian terapi dengan NA berdasarkan konsensus national PPHI 2017


adalah :

Kriteria penghentian terapi analog nukleos(t)ida pada pasien dengan HBeAg positif tanpa
sirosis adalah serokonversi HBeAg dengan DNA VHB tidak terdeteksi yang dipertahankan
paling tidak 12 bulan. (A1)

Pada pasien HBeAg positif dengan sirosis yang sudah mencapai serokonversi HBeAg, terapi
direkomendasikan untuk dilanjutkan seumur hidup.(C2)

Pada pasien dengan HBeAg negatif tanpa sirosis, terapi bisa dihentikan bila tercapai
hilangnya HBsAg.

Pada pasien HBeAg negatif dengan sirosis, terapi direkomendasikan untuk dilanjutkan
seumur hidup. (B1)
Kesimpulan

Pendekatan pengobatan hepatitis B harus menyesuaikan pedoman praktik


dengan karakteristik individu penyakit pasien, preferensi pribadi, komorbiditas
medis dan keadaan sosial untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai,
obat mana yang akan digunakan, dan kapan harus menghentikan pengobatan,
sedemikian maksimal manfaatnya demgan minimalisasi biaya dan efek samping.

Daftar Reference

1. Anna S. Lok, Personalized treatment of hepatitis B. Clinical and Molecular


Hepatology 2015 ; 21:1-6

2. European Association for the Study of the Liver. EASL 2017 Clinical Practice
Guidelines on the management of hepatitis B virus infection. Journal of
Hepatology 2017 vol. 67 j 370–398

3. S.K.Sarin, M.Kumar,G.K.Lau, Z.Abbas,H.L.Y.Chan,C.J.Chen et al. Asian-Pacific


clinical practice guidelines on the management of hepatitis B: a 2015
update. Hepatol Int (2016) 10:1–98

4. European Association for the Study of the Liver.EASL Clinical Practice


Guidelines: Management of chronic hepatitis B virus infection. Journal of
Hepatology 2012 vol. 57 j 167–185

5. Timothy M. Block, Siddhartha Rawat, Carol L. Brosgart Chronic hepatitis B:


A wave of new therapies on the horizon. Antiviral Research 121 (2015) 69–
81

6. Norah A. Terrault,Natalie H. Bzowej, Kyong-Mi Chang, Jessica P. Hwang,


Maureen M. Jonas, and M. Hassan Murad. AASLD Guidelines for Treatment
of Chronic Hepatitis B HEPATOLOGY, January 2016

7. Robert P. Perrillo Therapy of Hepatitis B — Viral Suppression or


Eradication?
Hepatology 2006;43:S182-S193

8. Liaw YF1, Brunetto MR, Hadziyannis S. The natural history of chronic HBV
infection an geographical differences.Antivir Therapy, 2010.

9. Jia-Horng Kao. HBeAg-positive chronic hepatitis B: why do I treat my


patients with pegylated interferon? Liver International 2014 : ISSN 1478-
3223

10. Hery Djagat Purnomo, Nunung Alaydrus, Outcome therapy of peg-


Interferon in management chronic hepatitis B (Preliminary real life cases).
Abstract of Liver Updated 2017.
11. Yin-Chen Wang, Sien-Sing Yang, Chien-Wei Su, et al Predictors of response
to pegylated interferon in chronic hepatitis B: a real-world hospital-based
analysis. Scientific RepoRts | 6:29605 | DOI: 10.1038/srep29605

12. PPHI. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia, 2017.

Você também pode gostar