Você está na página 1de 4

Anatomi Kecerdasan Emosional Menurut Teori Goleman

SyafiroNabilla

nsyafiro@gmail.com

Abstrack

Betapa besar pengaruh emosi pada pencapaian seorang individu, utamanya pada proses
pembelajaran. Namun sayangnya pengarahan, pelatihan atau pun pendidikan berkenaan dengan
manajemen emosi masih sangat minim. Seolah sekolah lebih mementingkan agar siswa
mendapat nilai matematika yang sangat bagus dibandingakn apakah ia masih bisa hidup
seminggu kemudian. Hal ini tentunya tidak mengenyimpangkan pentingnya fungsi intelektual,
hanya saja agar hasilnya pembelajaran dapat lebih optimal perlu juga diimbangi dengan
kemampuan manajemen emosi.

Tujuan

Kecerdasan emosi adalah mengenali dan mengelola emosi. Kadang pandangan awam
memiliki definisi yang berbeda mengenali kata emosi, dalam kehidupan sehari-hari sering kali
kita memaknai kata emosi diasosiasikan sebagai kata pengganti amarah. Karena itu, sering kali
kita mendengar seseorang mengatakan, “Wah, jika mendengar masalah ini malah membuat
emosiku meradang.” Kadang kata emosi digunakan untuk mengasosiasikan perasaan sedih, yakni
“Sejak kau pergi, emosiku tak menentu” dalam ilmu psikologi, kata emosi ini dimaknai sebagai
perasaan. Jadi kata emosi digunakan sebagai kata ganti perasaan sehingga keadaan individu
ketika marah, sedih, kecewa, ataupun gembira adalah bagian dari emosi. Kata emosi ini tidak
hanya mencakup perasaan marah ataupun sedih saja, namun segala hal yang menyangkut
perasaan manusia.
Pendahuluan

Pendidikan merupakan sebuah media sosial tempat para peserta didik melakukan kegiatan
interaksi sesama teman sebaya, dan merupakan salah satu media pembelajaran serta
pengembangan sikap. Peserta didik yang umumnya terdiri dari individu yang masih berada pada
usia transisi antara anak-anak menuju dewasa, terdapat banyak perubahan psikologis yang
terjadi. Salah satu perubahan yang menonjol adalah perubahan emosinal pesrta didik. Hal
tersebut merupakan hal yang alamiah dan wajar, namun perlu dikendalikan dan diawasi, karena
setiap individu memiiki kecerdasan emosional yang bervariasi. Mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, adalah bagian dari tujuan dilaksanakannya
pendidikan. Untuk mencapai tujuab tersebut, sudah pasti tidak semudah dibayangkan. Sebab
secara formal, proses pendidikan itu sendiri harus dilalui dengan penjejangan yang boleh
dikatakan relatif melelahkan namun berdampak positif terhadap pembentukan karakter
seseorang, bahkan jati diri bangsa di sebuah negara. Di Indonesia, misalnya pelaksanaan
pendidikan sangat diharapkan mampu mewujudkan manusia beriman yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian yang mantap mandiri, serta mengedepankan rasa
bertanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Jika ingin memiliki kualitas pendidikan
yang diharapkan bisa tercapai secara optimal, perlu diupayakan bagaimana membina peserta
didik untuk memiliki kecerdasan emosi yang setabil sebagai penyeimbang dari intelegensi yang
ada. Sebab, melalui kecerdasan emosional peserta didik dapat memahami diri dan lingkungannya
secara tepat, memiliki rasa percaya diri, tidak mudah putus asa, dan dapat membentuk diri
karakter peserta didik secara positif.

Dasar Teori

Daniel Goleman Kecerdasan Emosional (EQ) adalah kemampuan mengenali perasaan


kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan
mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Para
pakar memberikan definisi beragam pada Kecerdasan Emosional (EQ) di antaranya adalah
kemampuan untuk menyikapi pengetahuan-pengetahuan emosional dalam bentuk menerima,
memahami dan mengelolanya.
Menurut definisi ini, EQ mempunyai empat dimensi berikut:

1. Mengenal, menerima dan mengekspresikan emosi (kefasihan emosional) caranya


mampu membedakan emosi orang lain, bentuk dan tulisan baik melalui suara, ekspresi
wajah dan tingkah laku.
2. Menyertakan emosi dalam kerja-kerja intelektual caranya perubahan perubahan emosi
bisa mengubah sikap optimis menjadi pesimis. Terkadang emosi mendorong manusia
untuk menerima pandangan dan pendapat yang beragam.
3. Memahami dan menganalisis emosi. Mampu mengetahui perubahan dari satu emosi ke
emosi lain seperti berubahnya dari emosi marah menjadi rela atau lega.
4. Mampu mengelola emosi sendiri atau orang lain dengan cara meringankan emosi
negatif dan memperkuat emosi positif. Hal ini dilakukan dengan tanpa menyembuhkan
informasi yang disampaikan oleh emosi-emosi ini dan tidak berlebihan.

Stern Kecerdasan Intelektual (IQ) adalah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru
yang menggunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya. Freeman Kecerdasan Intelektual (IQ)
adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menyatukan pengalaman-pengalaman,
kemampuan untuk belajar dengan lebih baik, kemampuan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
sulit dengan memperhatikan aspek psikologis dan intelektual serta kemampuan untuk berfikir
abstrak. Sorenson Kecerdasan Intelektual (IQ) adalah kemampuan untuk berfikir abstrak, belajar
merespons dan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Surya Brata Kecerdasan
Intelektual (IQ) didefinisikan sebagai kapasitas yang bersifat umum dari individu untuk
mengadakan penyesuaian terhadap situasi-situasi baru atau masalah yang dihadapinya.

Kesimpulan

Kecerdasan emosional adalah mengenali dan mengelola emosi dari mengenali diri
sendiri, perasaan ataupun perasaan orang lain. Kecerdasan emosional adalah mengenali dan
mengelola emosi dari mengenali diri sendiri, perasaan ataupun perasaan orang lain. IQ adalah
daya menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru yang menggunakan alat-alat berfikir menurut
tujuannya.
Referensi

1. Daniel Goleman. 2005. Bimbingan dan Konseling SMA. Jakarta: PT Gramedia hal 60
2. Taufiq Pasiak. 2002. Revolusi IQ/EQ/SQ.bandung: Mizan Media Utama hal 21

Você também pode gostar