Você está na página 1de 13

2.3.

Pengendalian Persediaan

Pengendalian persediaan atau kata asingnya adalah Inventory Control,

adalah fungsi managerial yang sangat penting karena persediaan/stok obat akan

memakan biaya yang melibatkan investasi yang besar dalam pos aktiva lancar.

Karena itu perlu dikendalikan dengan efektif dan efisien (Seto, 2004).

Pengendalian persediaan merupakan fungsi yang mengatur dan

mengarahkan cara pelaksanaan dari suatu rencana baik dengan pengaturan dalam

bentuk tata laksana, yaitu: manual, standar, kriteria, ataupun prosedur melalui

tindakan untuk memungkinkan optimasi dan penyelenggaraan suatu program

oleh unsur dan unit terkait (Subagya, 1994).

Menurut Herjanto (2008), sistem pengendalian persediaan dapat

didefinisikan sebagai sserangkaian kebijakan pengendalian untuk menentukan

tingkat persediaan yang harus dijaga, kapan pesanan untuk menambah persediaan
harus dilakukan dan berapa besar pesanan harus diadakan. Sistem ini menentukan

dan menjamin tersedianya persediaan yang tepat dalam kuantitas dan waktu yang

tepat.

Menurut John dan Harding (2001), pengendalian persediaan yang efektif

harus dapat menjawab tiga pertanyaan dasar, yaitu obat apa yang akan menjadi

prioritas untuk dikendalikan, berapa banyak yang harus dipesan dan kapan

seharusnya dilakukan pemesanan kembali. 2Teknik pengendalian merupakan hal yang terpenting dalam
mengelola

persediaan di gudang farmasi untuk menentukan obat mana yang harus

diprioritaskan, berapa jumlah titik pengaman (buffer stock) persediaan yang harus

ada, serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali (Reorder

Point/ROP) (Sulastri, 2012).

Mengendalikan persediaan yang tepat bukan hal yang mudah. Apabila


jumlah persediaan terlalu besar mengakibatkan timbulnya dana menganggur yang

besar (tertanam dalam persediaan), meningkatnya biaya penyimpanan, dan risiko

kerusakan barang yang lebih besar. Namun jika persediaan terlalu sedikit

mengakibatkan risiko terjadinya kekurangan persediaan (stock out) karena

seringkali bahan/barang tidak dapat didatangkan secara mendadak dan sebesar

yang dibutuhkan, yang menyebabkan terhentinya proses produksi, tertundanya

penjualan bahkan hilangnya pelanggan (Herjanto, 2008).

Keseimbangan antara permintaan dan persediaan diartikan bahwa persediaan

itu lengkap tetapi yang perlu saja dilihat dari jumlah itemnya. Dilihat dari jumlah

unitnya cukup tetapi tidak berlebihan. Untuk mencapai keseimbangan antara

persediaan dan permintaan salah satunya ditentukan oleh persediaan obat

didasarkan atas kecepatan gerak atau perputaran, dimana obat yang laku keras

(fast moving) supaya tersedia lebih banyak dan obat yang kurang laku (slow
moving) disediakan dalam jumlah yang sedikit (Anief, 2001).

2.3.1. Pengendalian Persediaan dengan Analisis ABC

Assauri (2004) menyatakan bahwa dalam penentuan kebijaksanaan

pengawasan persediaan yang ketat dan agak longgar terhadap jenis-jenis

bahan yang ada dalam persediaan, maka dapat digunakan metode analisis. ABC. Metode ini
menggambarkan Pareto Analysis, yang menekankan bahwa

sebagian kecil dari jenis-jenis bahan yang terdapat dalam persediaan

mempunyai nilai penggunaan yang cukup besar yang mencakup lebih

daripada 60% dari seluruh bahan yang terdapat dalam persediaan.

Metode ini adalah suatu analisa yang digunakan semata-mata untuk

mengurutkan jumlah pemakaian, kemudian mengelompokkan jenis barang

dalam suatu upaya mengetahui jenis pergerakan obat yang meliputi berbagai

jenis, banyak jumlah serta pola kebutuhan yang berbeda-beda (Assauri,


2004).

Metode analisis ABC ini sangat berguna di dalam memfokuskan

perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang yang paling penting

dan perlu diprioritaskan dalam persediaan. Tidaklah realistis jika memantau

barang yang tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan barang yang

sangat mahal. Hasil analisis ABC harus diikuti kebijaksanaan dalam

manajemen persediaan, antara lain (Heizer dan Reider 2010):

1. Perencanaan kelompok A harus mendapat perhatian lebih besar

daripada item yang lain.

2. Kelompok A harus dilakukan kontrol fisik yang lebih ketat

dibandingkan dengan kelompok B dan C, pencatatan harus lebih

akurat serta frekuensi pemeriksaan lebih sering.

3. Pemasok juga harus lebih memperhatikan kelompok A agar jangan


terjadi keterlambatan pengiriman.

4. Cycle counting, merupakan verifikasi melalui internal audit terhadap

record yang ada, dilaksanakan lebih sering untuk kelompok A, yaitu 61 bulan 1 kali, untuk kelompok B
tiap 4 bulan, sedangkan kelompok

C tiap 6 bulan.

Menurut Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2010)

klasifikasi persediaan berdasarkan pemakaian dan investasi dibagi atas 3

bagian, yaitu:

1. Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya tinggi dengan

persen (%) kumulatifnya 0-70% yang disebut fast moving dengan

bobot = 3, yaitu kategori kelompok A.

2. Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya sedang

dengan persen (%) kumulatifnya 71-90% yang disebut moderate


dengan bobot = 2, yaitu kategori kelompok B.

3. Persediaan dengan tingkat pemakaian dan investasinya yang rendah

dengan persen (%) kumulatifnya 91-100% yang disebut slow moving

dengan bobot = 1, yaitu kategori kelompok C.

Perbekalan farmasi kategori A menyerap anggaran 70%, kelompok B

menyerap anggaran 20% dan kategori C menyerap anggaran 10%.

Setelah item-item inventori dikelompokan ke dalam kelas A,B, dan C,

selanjutnya pihak manajemen industri perlu memfokuskan perhatian pada

item-item kelas A dengan merumuskan kebijaksanaan perencanaan dan

pengendalian item-item kelas A. Pihak manajemen industri juga dapat

memanfaatkan klasifikasi ABC ini untuk merumuskan sistem manajemen

inventori item, seperti ditunjukkan dalam tabel (Ganzpersz, 2006)7

3.2. Pengendalian Persediaan dengan Metode Economic Order


Quantity (EOQ)

Economic Order Quantity (EOQ) adalah sejumlah persediaan barang

yang dapat dipesan pada suatu periode untuk tujuan meminimalkan biaya dari

persediaan barang tersebut (Sabarguna, 2004). Dua macam biaya yang

dipertimbangkan dalam model EOQ adalah biaya penyimpanan dan biaya

pemesanan (Mardiyanto, 2009). 8Menurut Heizer dan Render (2010), model EOQ adalah salah satu

teknik kontrol persediaan tertua dan paling dikenal/teknik ini relatif mudah

digunakan, tetapi berdasarkan asumsi, yaitu:

1. Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen.

2. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya.

Dengan kata lain persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu

kelompok pada suatu waktu.

3. Tidak tersedia diskon kuantitas.


4. Biaya variabel hanya biaya untuk penyetelan/pemesanan dan biaya

menyimpan persediaan dalam waktu tertentu.

5. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan

dilakukan pada waktu yang tepat.

Model persediaan umumnya meminimalkan biaya total. Dengan

asumsi yang diberikan di atas biaya paling signifikan adalah biaya pemesanan

dan biaya penyimpanan. jadi jika kita meminimalkan biaya pemesanan dan

biaya penyimpanan, kita juga akan meminimalkan biaya total. Seiring dengan

meningkatnya kuantitas yang dipesan, jumlah pemesanan pertahunnya akan

menururn namun biaya penyimpanan akan meningkat karena jumlah

persediaan yang harus diurus lebih banyak.

Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum


menurut Heizer dan Render (2010): 10Keterangan:

Q : Jumlah optimum unit per pesanan

D : Jumlah permintaan suatu periode

S : Biaya pemesanan untuk setiap pesanan

H : Biaya penyimpanan per unit per tahun

2.3.3. Pengendalian Persediaan dengan Menghitung Buffer Stock (SS)

Menurut Rangkuty (1996), buffer stock adalah persediaan tambahan

yang diadakan untuk melindungi dan menjaga kemungkinan terjadinya

kekurangan bahan (stock out).

Pentingnya menghitung buffer stock karena seringnya terjadi pesanan

baru datang setelah waktu tunggu/lead time terlampaui (misalnya terlambat

dalam perjalanan karena banjir, putusnya jembatan atau bencana lainnya) dan

seringnya terjadi peningkatan produksi (peningkatan layanan), keadaan ini


akan berakibat terjadinya stock out yang selanjutnya akan mengganggunya

proses produksi atau bagi rumah sakit terganggunya pelayanannya. Karena

besarnya investasi untuk persediaan buffer stock terutama untuk obat-obatan

yang mahal (gol A) maka buffer stock lebih diprioritaskan ke obat-obat vital

dan langka (Rangkuty, 1996).

Menurut Assauri (2004), jika buffer stock/safety stock dengan service

level 98% (Z = 2,05) dan standar lead time diketahui dan bersifat konstan,

maka perhitungannya adalah sebagai berikut:

Rumus:

11Keterangan:

SS : Safety stock/buffer stock

Z : Service level
d : Rata-rata pemakaian

L : Lead time

2.3.4. Pengendalian Persediaan dengan Menghitung Reorder Point

(ROP)

Keseimbangan antara persediaan dan permintaan perlu diciptakan

agar kemampuan pelyanan pada pasien dapat berlanjut. Terputusnya

kemampuan pelayanan adalah karena persediaan sudah habis, oleh karena itu

sebelum persediaan habis maka pemesanan barang harus sudah dilakukan,

untuk itu dicari waktu yang tepat, pada saat mana pembelian harus dilakukan

sehingga pelayanan tidak terputus. Tetapi persediaan masih dalam batas-batas

yang ekonomis (Anief, 2001).

Menurut John dan Harding (2001), pengendalian obat dengan Reorder

Point (ROP), keputusan mengenai kapan mengajukan pemesanan kembali


terletak pada dua faktor, yaitu; yang pertama pertimbangan tingkat

pemesanan kembali secara langsung berdasarkan pada pemakaian normal dan

yang kedua pertimbangan sedian pengaman berdasarkan derajat

ketidakpastian dan tingkat pelayanan yang diminta

Dengan mempertimbangkan safety stock maka perhitungan titik

pemesanan kembali menurut Heizer dan Render (2010) adalah:

Rumus: 13

Você também pode gostar