Você está na página 1de 7

.

Aliran Positif Aliran positif hanya ingin membicarakan kejadian yang dapat diamati dari
luar secara murni. Mereka tidak mau sedikitpun memasukkan ke dalam kajiannya hal-hal
yang tidak dapat diamati dari luar, seperti nilai, tujuan, maksud dan sebagainya. Donald
Black sebagai eksponen aliran positif. pada tahun 1972, Black menulis artikel “ the
boundaries of legal sociology ”. Artikel tersebut dapat dicatat sebagai pengumuman
kehadiran aliran positif dan kritik terhadap aliran lain sebagaimana akan diuraikan di bawah
ini. Black menyatakan perihal terjadinya kekaburan antara ilmu (science) dan kebijakan
(policy) dalam sosiologi hukum. Kendati para sosiologiwan hukum saling mengkritik satu
sama lain dalam penggunaan standar ilmu dan ketetapan metodologi serta validitas teori,
tetapi menurut black, itu semua dilakukan dalam kerangka mendiskusikan atau meneliti
masalah-masalah kebijaksanaan (policy imlications). Cara kerja seperti tersebut di atas sama
sekali ditolak oleh black, oleh karena telah memasukkan dan melibatkan (iparting) aspek-
aspek yang bersifat kejiwaan, seperti “emotion”, “indignation” dan “personal involvement”
seorang sosiolog hukum tidak pantas berbicara mengenai sosiologi hukum sebagai seorang
borjuis, liberal, pluralis atau melioris. Yang penting bukan pemihakan terhadap semua “isme”
tersebut, melainkan berkonsentrasi kepada apa yang disebut black sebagai “style of
discourse” Salah satu sasaran kritik black terhadap wacana tematis dalam sosiologi hukum di
amerika pada waktu itu adalah keefektivan hukum. Dalam wacana tersebut suatu perumusan
masalah yang umum telah dilakukan dengan membandingkan realitas hukum dengan suatu
ideal hukum tertentu. Suatu kesenjangan khas telah terjadi antara hukum dalam teori dan
hukum dalam berkerjanya. Oleh black, keadaan tersebut di atas dapat dinilai bukan sebagai
kerja sosiologi hukum yang seharusnya. Disiplin tersebut mesti membedakan antara ranah
ilmu dan nilai-nilai. Suatu titik rawan dalam sosiologi hukum adalah pada waktu ia harus
menegaskan secara jernih, bahwa hukum muncul dari fakta-fakta yang teramati dan bukan
dalam konsep peraturan atau kaidah sebaimana lazim terjadi pada ilmu hukum
(jurisprudence). Menurut black, dalam ilmu hukum atau penggunaanya sehari-hari, hukum
dilihat sebagai keharusan-keharusan yang mengikat. Sosiologi hukum harus membebaskan
dirinya dari pemahaman seperti itu dan hanya melihat kepada fakta, seperti putusan hakim,
polisi, jaksa, dan pejabat administrasi. Hanya fakta-fakta inilah yang menjadi urusan
sosiologi hukum dan bukan bagaimana seharusnya suatu perilaku itu dijalankan menurut
hukum. Suatu pendekatan sosiologi hukum yang murni terhadap hukum tidak melibatkan
suatu penilaian terhadap kebijaksanaan hukum, melainkan pada analisis ilmiah kehidupan
hukum sebagai suatu sistem perilaku (behavior). Kita bicarkan lebih lanjut cara kerja
sosiologi hukum menurut black. Pertama, ia hanya berurusan dengan fakta yang dapat
diamati (observable facts). Ia tidak boleh memikirkan tentang adanya tujuan hukum, maksud
hukum, nilai dalam hukum dan lain-lain. Hukum adalah apa yang kita lihat ada dan terjadi
dilakukan dalam masyarakat. Sosiologi hukum bertolak dari catatan-catatan mengenai
kenyataan yang teramati tersebut. Kita tidak boleh masuk lebih jauh dari risiko melihat
hukum bukan sebagai fakta yang teramati lagi, melainkan sudah merupakan faktor
subjektivitas. Berangkat dari pengamatan empirik tersebut, maka hukum dilihat sebagai
variabel kuantitatif.

Aliran Normatif Aliran Normatif ini pada dasarnya menyatkan bahwa hukum itu bukan hanya
fakta yang teramati, tetapi juga suatu institusi nilai. Hukum mengandung nilai-nilai dan
hukum bekerja untuk mengeksprsikan nilai tersebut dalam masyarakat. Maka menjadi
hilanglah dasar atau landasan yang hakiki bagi kehadiran hukum dalam masyarakat, apabila
hukum itu tidak dapat dilihat sebagai institusi yang demikian itu. Philip Selznick, Jerome
Skolnick, Philippe Nonet dan Charlin adalah tokoh-tokoh yang mengembangkan apa yang
disebut sebagai ” the berkeley persective”. Menurut mereka, sosiologi hukum hendaknya
mempelajari landasan sosial (social foundamentions) yang ada dalam ideal legalitas. Dengan
demikian, sikap yang diambil oleh aliran ini berbeda dengan aliran positif yang berpendapat,
bahwa penilaian(value judgement) tidak dapat ditemukan dalam dunia empirik. Berbeda
dengan itu, program berkeley justru menekankan agar sosiologi hukum memikirkan tentang
ide-ide hukum (legal ideas) dengan bersungguh-sungguh. Menurut Aliran Normatif, kajian-
kajian sosiologi bersifat derivatif dan karena itu tidak dapat dipisahkan dari berbagai institusi
primer, seperti politik, hukum dan ekonomi. Sosiologi memperkaya pemahaman kita
terhadap kondisi dan biaya dalam usaha mencapai berbagai aspirasi manusia seperti
demokrasi, keadilan, efisiensi dan keakraban (intimacy). Memang aspek-aspek seperti
kondisi sosiologi dan biaya yang dikeluarkan untuk mencapai berbagai aspirasi tersebut tidak
lazim utuk dikaji pada waktu orang berbicara mengenai keadilan dan sebagainya. Di sini
sosiologi datang memperkaya pemahaman dengan memperluas cakrawala pengetahuan kita,
yaitu memberikan pemaparan mengenai struktur sosiologi dari demokrasi. Keadilan dan
sebagainya , maka sosiologi hukum yanng dilepaskan dari normativitas hukum hanya akan
menimbulkan ketidaktahuan (ignorancy) mengenai hakikat hukum. Sosiologi hukum yang
hanya berhenti sebatas pengamatan dari luar sebaimana dipujikan oleh black akan
menghasilakn orang-orang buta huruf. Menurut Nonet, keterlibatan antara ilmu hukum dan
sosiologi itu begitu dalam, sehingga apabila sosiologi itu mengabaikan aspek normatif dari
hukum, maka itu dapat disamakan dengan filsafat hukum yang buta terhadap analisis ide-ide
normatif. Tugas sosiologi hukum sebagaimana diajukan oleh nonet hanya akan terwujud
apabila bersedia kembali kepada tugas intelektualnya yang sudah tertanam secara historis.
Tugas tersebut adalah pendalam dan pencerdasan pemikiran normatif serta perluasan dan
pengayaan ilmu hukum yang tidak boleh berhenti hanya sebagai suatu institusi yang
spesialistik. B. TEORI SOSIOLOGI HUKUM Sosiologi hukum termasuk kategori teori
hukum empirik penjelasan yang diberikan oleh teori tersebut senantiasa dihubungkan dengan
kenyataan dalam masyarakat, apakah itu berupa kondisi-kondisi sosial ataupun historis. Teori
sosiologi hukum berangkat dari pengamatan terhadap fakta atau kenyataaan. Teori dalam
sosiologi hukum bersifat koprehensif, yaitu memberikan penjelasan dalam konteks yang lebih
luas dari pada penjelasan yang bersifat teknis. Ia melibatkan konteks yang luas oleh karena
penjelasnnya ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti masalah sebab-musabab, asal-
usul sosial dan sebagainya. Pertanyaan tersebut adalah pertanyaan sosioligis yang hanya
dapat dijeaskan secara sosioligis pula dan tidak dapat dijawab scara dogmatis yang hanya
menguntip perundang-undangan. 1. Teori Klasik Eugen Ehrlich, seorang profesor Austria,
termasuk sosiologiwan hukum pada era klasik, bersama-sama dengan Durhkeim dan Max
Waber yang akan dibicaraakan lebih lanjut di bawah. Pada tahun 1913, Ehrlich menulis buku
berjudul (diterjemahakan) “fundamental principles of the sociology of law”. Ia menjadi
terkenal dengan konsep “living law” yang pengertian lengkapnya terdapat pada pendahuluan
dan bukaku tersebut, ” it is often said that a book must be written ia manner that permits of
summing up its content in a single sentence. if the present volume were to be subjected to this
test, the sentence night be the folowing: a the present as well as at any othe time, the centre of
the gravity of legal developmet lies noi in legislation, nor in juristic science perhaps, contains
the substance of every attempt to state the fundamental principles of the sociology of law”.
Dalam pengantar buku tersebut Roscoe Pounda mengatakan bahwa berbeda dengan
pemikiran sosiologis sebelumnya, seperti mazhab sejarah yang bersifat metafisis dengan
subjek individu yang abstrak, maka Ehrlich membirakan hubungan antara kelompok dan
sosial. Dengan demikian, Ehrlich menggunakan metodologi sosiologi yang sebenarnya. 2.
Teori Makro: Durkheim Dan Max Weber Teori makro menjelaskan hubungan atau kaitan
antara hukum dengan bidang-bidang lain di luarnya, seperti budaya, politik dan ekonomi.
Dengan memberikan penjelasan tersebut, teori makro ini memberi tahu kepada kita bahwa
tempat hukum adalah dalam konteks yang luas yaitu hukum tidak dapat dibicarakan terlepas
dari korelat-korelat hukum tersebut. Hukum memiliki habitat dan kenyataan ini tidak
ditinggalkan dalam kajian sosiologi hukum. Karya-karya Durkheim dan Weber merupakan
contoh klasik teori makro, kedua pemikir besar tersebut melihat sosiologi sebagai kajian
terhadap masyarakat sebagai suatu keseluruhan, sehingga pengkajian mengenai hukum jika
ditempatkan kerangka pemahaman yang demikian itu. Durkheim menjelaska bahwa hukum
muncul sebagai suatu institusi yang spesialistis sebagai bagian dari proses diferensiasi sosial.
Proses pembagian kerja dalam masyarakat ( division du travail social) itu pada akhirnya
memberi akibat sebagai institusi yang berdiri sendiri melalui semua sifat spesial terebut.
Studi Unger menganai hukum medern juga sampai kepada kesimpulan diferensiasi tersebut.
Hukum (modern) tidak dapat lagi diperlakukan sebagai bagian dari suatu bidang lain karena
memiliki karaktristik sendiri, baik secara substantif, metodologis, institusional maupun
okupasional. Durkheim terobsesi oleh keinginan untuk menjelaskan , mengapa manusia hidup
bermasyarakat, sedang pada dasarnya dilahirkan sebagai individu. Teori Dukheim untuk
menjelaskan fenomena tersebut mengajukan konsep solidaritas yang mendasari pembentukan
masyarakat manusia. Untuk mendukung teori tersebut Durkheim menegaskan bahwa asli itu
bukan individu melainkan sosial ( the primacy of the social). Setiap tipe masyarakat
berkorespondesi dengan hukum yang digunakan waktu itu. “manusia hanya dapat disebut
sebagai demikian karena ia hidup dalam masyarakat. Kehidupan kolektif tidak dilahirkan dari
kehidupan individual , tetapi justru sebaliknya, yang kedua itulah yang dilahiran dari yang
pertama. Teori Durkheim mengatakan, hukum yang dipakai oleh masyarakat berpadanan
dengan tipe solidaritas masyarakat di situ. Solidaritas ada dua macam, yaitu (1) solidaritas
mekanik (2) solidaritas organik. Solidaritas mekanik mensyaratkan ada suatu ikatan yang
bersifat mekanis antara para warga masyarakat. Solidaritas ini menjadi landasan kehidupan
bersama tanpa ikatan seperti itu kehidupan bersama tidak ada, karena seperti dikatakan di
atas, yang asli adalah individu. Oleh karena itu, hukum yang dipakai berfungsi menjaga dan
mempertahankan kualitas hubungan yang bersifat mekanis tersebut. Tipe hukum yang sesuai
untuk itu adalah yang bersifat keras, yang tidak membiarkan sama sekali terjadi perilaku
menyimpang anggota masyarakat. Hukum di sini bekerja dengan alat pidana. Sebaliknya,
solidaritas organik meberikan kelonggaran kepada masing-masing anggota masyarkat untuk
menjalin hubungan satu sama lain, tanpa ada campur tangan, pikiran dasar di situ
mengatakan, kehidupan bersama akan terbina dengan memberikan kebebasan kepada para
anggota untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan orang lain. Hukum baru turut campur
apabila terjadi ketidakadilan dalam hubungan tersebut. Sifat pengaturan adalah perdata. Pada
waktu orang mulai memverifikasi teori makro Durkheim tersebut, ditemukan kenyataan yang
tidak sepenuhnya mendukung penjelasan Durkheim. Verifikasi tersebut dilakukan oleh
Schwartz dan Miller. Dalam penelitian terhadap 51 masyarakat yang memberi gambaran
tentang perkembangan desa ke kota ditemukan kenyataan yang berlainan dengan tesis
Dukheim. Polisi sebagai aparat penegakan pidana, yang dalam tesis Durkheim seharunya
ditemukan pada masyarakat dengan tingkat diferensiasi yang rendah. Oleh schwartz dan
millar justru ditemukan pada masyarakat yang sudah mengalami pembagian kerja yang
sibtasnisal. Sebaliknya, sanksi restitutid justru ditemukan pada masyarakat yang belum
mengenal pembagian kerja. Karya terpenting max waber tentang soiologi hukum tertuang
dalam bukunya “ wirtschaft und gesellschaft” (1925). Pikiran Weber di bidang sosiologi
hukum sampai sekarang masih sentral dalam sosiologi Weber. Max Waber hidup antara
1894-1920, di tengan-tengah suatu transformasi besar yang penuh dengan keadaan yang
kontradiktif. Kapitalisme merupkaan kunci dari semua gejolak dan perubahan yang terjadi
dalam masyarakat, dalam hal ini masyarakat Eropa. Sosiologi Weber berkonsentrasi pada
pengungkapan keadaan yang “unik barat” tersebut dan disitu sosiologi hukum menduduki
tempat sentral. Kapitalisme bukan dipelajari sebagai suatu masalah sosial yang lebih besar.
Seperti dikatakan di atas, kapitalisme merupakan inti yang menggerakkan transpormasi besar
kehidupan di Eropa khususnya dan dunia pada umumnya. Sosiologi hukum Weber dimulai
dengan menghadapkan atau mempertentangkan “orde ekonomi” dengan “orde hukum”.
Perbedaan antara keduanya menjadi landasan bagi weber untuk memasuki sosiologi hukum
sebagai suatu pembicaraan hukum dalam realitas tatanan ekonomi. Oleh weber hukum
dikonsepkan secara positivistik, yaitu sebagai suatu sistem peraturan. Optik yuridis atau
dogmatik hukum ini memikirkan tentang hukum sebagai bangunan peraturan yang memiliki
koherensi logis, bebas dari kontradiksi internal. Yang dilakukan adalah mencari arti yang
tepat dari peraturan yang berisi patokan bagi perilaku tertentu. Ia memeriksa apakah fakta
sudah hukum secara tepat oleh peraturan. Optik yuridis tidak merisaukan validitas empirik
dari peraturan hukum. Ideal dari tatanan hukum seperti itu tidak ada urusan dan tidak ingin
berurusan dengan kenyataaan perilaku yang menjadi landasaan tatanan ekonomi. Kalau
tatanan ekonomi dan tatanan hukum beranyamaan secara intim satu sama lain maka hukum di
sini tidak diartikan seperti di atas, melainkan dalam makna sosiologis, yaitu yang memiliki
validitas empirik. Tatana hukum di sini memepunyai arti yang sama sekali berbeda. Ia tidak
merujuk kepada seperangkat kaidah yang memiliki susunan logis, tetapi pada suatu kompleks
determinan aktual (bestimmungshruende) berupa perilaku manusia. Sejak kehadiran hukum
itu dikaitkan kepada validitas empirik, yaitu perilaku nyata, maka seosiologi hukum dapat
mengamati kehadiran lebih dari satu hukum di dalam satu wilayah. Pengamatan seperti ini
tidak pernah terjadi pada para ahli hukum (lawyer).” For the lawyer an order is either valid or
not but no such alternative exsists for the sociologist. Fluid transitions exist between validity
and nonvalidity, and mutually contradictory orders can be valid alongside each other”. Untuk
memahami sosiologi hukum weber dengan baik, maka ia harus kita tempatkan dalam konteks
kajian yang spesifik, yaitu keunikan barat dengan masyarakat kapitalis Eropa. Keunikan
tersebut muncul dalam proses rasionalisme hukum yang menonjol. Kepentingan kapitalis
menghendaki agar format hukum menjadi makin rasional dan lebih memberikan
prediktabilitas bagi berlangsungnya proses ekonomi yang kapitalistik tersebut. Sejak tipe
hukum menjadi rasional seperti itu maka ia menjadi suatu kategori kehidupan yang khas
(distinct), seperti dalam subtansi, cara berpikir dan administrasi. Perkembangan hukum
dimulai dari “magically conditioned formalism” dari irrationality conditioned revelation”,
dari situ kemudian melewati tahap” theocratically or patriomonially counditioned substantive
and informal expediency” untuk akhirnya menuju ke “specialized juridical and logical
rationality and sytematizatio” menurut Weber, hanya di baratlah perkembangan seperti itu
terjadi. Apabila di satu pihak puncak perkembangan adalah suatu sistem yang spesialistis,
rasional –logis dan disusun sisematis, maka di pihak lain, para pihak yang terlibat
penggunaan hukum dalam proses ekonomi lebih sering merasa kecewa oleh penyelesain yang
di dasarkan pada logika profesi hukum yang ketat. Kekecewaan seperti itu tidak dapat
dihindarkan oleh karena kenyataan-kenyataan telah dikonstruksikan begtu rupa agar dapat
masuk ke dalam rumusan hukum yang abstrak. Konstruksi seperti itu menghasilkan suatu
maksim yang berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang pantas untuk diterima kecuali itu
dapat dicerna oleh para yuris sesuai dengan asas-asas dalam ilmu hukum. Di sisi lain harapan
para pihak didasarkan pada makna ekonomi dan kemanfaatan aturan hukum itu. Konflik
pemahaman bersumber pada perbedaan antar logika hukum dan ekonomi. Diskrepansi antara
kedua logika tersebut merupakan pintu masuk ke dalam sosiologi hukum Max Waber 3.
Membuat Teori Empirik Pada waktu dibicarakan aliran- aliran sosiologi hukum, kita telah
mendiskusikan Donald Black sebagai salah satu pemikir penting dari positivisme. Black ingin
memisahkan hukum sebagai fakta dari unsur lain, seperti tujuan, nilai, ideologi, dan
sebagainya. Hukum adalah sesuatu yang dapat diamtai sescara eksternal. Dalam posisi seperti
itu, yaitu seorang positivistik empirisis, Black harus membangun dari bawah dimulai dengan
konsepnya mengenai hukum. Misalnya ia mengatakan, hukum dilihat dari perspektif
kuantitatif menjadi “lebih banyak atau lebih sedikit hukum” itu. Lebih sering orang
mengangkat telepon berarti lebih banyak hukum dari pada sebaliknya. Pikiran dan
pendekatan tersebut dipraktikkan lebih lanjut pada waktu Black membangun postulat yang
diangkat dari pengamatan emirik. Pendapat Black menganai teori adalah, bahwa teori
menjelaskan fakta dan hanya fakta itu saja yang boleh menjadi bahan penyusun proposisi.
Berikut ini dikutipkan beberapa proposisi yang dibangun oleh black berdasarkan pengamatan
dan kuantifikasi data empirik: 1) Hukum akan lebih beraksi apabila seseorang dengan status
tinggi memperkarakan orang lain dari status lebih rendah dari pada sebaliknya; 2) Hukum
berbeda-beda menurut jarak sosial. Hukum makin berperan dalam masyarakat dengan tingkat
keintiman yang lemah dibanding sebaliknya; 3) Apakah seorang polisi akan melakukan
penahanan ditentukan oleh banyak faktor, yaitu ras tersangka, berat ringannya kejadian,
barang bukti yang didapat, sikap terhadap polisi dan lain-lain. 4) Jumlah peraturan bagi
golongan dengan status tinggi lebih besar dari pada bagi golongan lebih rendah. Proposisi-
proposisi itulah yang dimaksud oleh Black dengan perilaku hukum. Teori empirik Black
menghapuskan fakor individual dengan semua aspeknya, seperti rasional, diarahkan kepada
suatu tujuan, mencari kenikmatan dan menghindari kesakitan. Hukum adalah apa yang
teramati secara eksternal, sehingga kita tidak berbicara mengenai tujuan hukum dan lain-lain.
Dengan demikian, teori yang dibangun Black tidak ada hubungannya dgn hal-hal psikologis.
Hukum tidak memiliki cita-cita, tujuan atau lainnya. Perilaku hukum bukan perilaku
individual dengan semua aspek psikologinya, melainkan perilaku yang teramati melalui data
kuantitatif hukum. Dalam sosiologi hukum dan teori hukum Black, segalanya semata-mata
terukur secara kuantitatif berdasarkan pengamatan eksternal dan dari situ teori, proposisi, dan
lain-lain di bangun.

Você também pode gostar