Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
DESKRIPSI OBJEK
objek penelitian, dan Taman Hiburan Rakyat (THR) secara khusus yang berada dalam
area Taman Sriwedari Solo tersebut sebagai studi kasus strategi pesan dalam
komunikasi krisis atas krisis penutupan THR Sriwedari. Taman Sriwedari Solo terletak
di Jalan Brigjend Slamet Riyadi no 275, Sriwedari, Laweyan, Kota Surakarta, Jawa
Tengah. THR sendiri berada di dalam Taman Sriwedari tepatnya berlokasi di bagian
barat dalam area Taman Sriwedari dan merupakan tempat hiburan yang menghiasi
keseluruhan Taman Sriwedari. Dalam bab ini, peneliti akan mengurai objek penelitian
dalam dua bagian besar yaitu tentang Taman Sriwedari Solo yang terdiri dari sejarah
THR, logo Taman Sriwedari Solo, dan struktur organisasi manajemen Taman Sriwedari
Solo. Yang kedua adalah kronologi krisis penutupan Taman Hiburan Rakyat (THR)
Solo merupakan kota di Jawa Tengah yang penuh dengan budaya yang
majemuk beserta iringan potensi kesenian yang menjadikan jargon “Solo the Spirit
of Java” sangat relevan. Harapannya adalah kota ini menjadi pusat pelestarian dan
daerah lain yang berada di bawah payung besar kebudayaan Jawa (Prasetyo, April
6, 2018). Pesona Kota Solo yang masih kental dengan kehidupan Keraton
yang menjadi ikon kota bertajuk “berseri” ini. Kota ini menjadi istimewa karena
36
memiliki sejumlah elemen yang memberi inspirasi tentang bagaimana menjadi
manusia yang menjadikan akar kebudayaan sebagai filosofi hidup (Tanjung, 2013,
hal. 160)
seni, dan budaya Kota Solo yang memiliki ikatan yang kuat dengan masyarakat
Solo sendiri (Prasetyo, April 6, 2018). Taman yang berkembang menjadi ruang
publik yang kental dengan nuansa Jawa ini didirikan karena Pakubowono X kala
itu terinspirasi dengan Kebon Raya Bogor di Jawa Barat ketika berkunjung disana.
Hari Rabu Wage 28 Maulud Dal 1831 atau 17 Juli 1901 saat Candra Sengkala
”Janma Guna Ngesti Gusti” diperingati sebagai hari berdirinya Taman Sriwedari
atau Kebon Raja (Tanjung, 2013, hal. 170). Pada mulanya, taman ini diciptakan
sebagai tempat rekresasi dan peristirahatan bagi keluarga kerajaan, bahkan secara
geografis pun taman ini merupakan bagian dari kompleks bernama Kebon Raja
atau Taman Raja (Wawancara Narasumber 3, 2018). Hal ini menjadikan Taman
37
Pada perkembangannya, Kompleks Taman Raja berkembang beralih
fungsi menjadi kompleks rekreasi rakyat yang berisi berbagai fasilitas hiburan,
mulai dari restoran, gerai penjualan cendera mata, hingga panggung pertunjukan
(Tanjung, 2013, hal. 171). Perubahan ini dimulai ketika pemindahan salah satu area
hiburan yaitu kebun binatang dari area Taman Raja ke Taman Satwa Taru Jurug
(TSTJ) Solo yang sekarang pun sudah berkembang pesat menjadi Solo Zoo. Di
antara semua fasilitas yang disuguhkan oleh Taman Sriwedari, keberadaan Gedung
Wayang Orang Sriwedari merupakan salah satu yang tenar. Gedung Wayang Orang
yang dikelola Taman Sriwedari adalah satu-satunya tempat yang masih aktif
Ramayan dan Mahabharata menjadi senjata utama dalam perhelatan wayang orang
dalamnya. Tempat ini pun menjadi contoh bagaimana penguasa Kota Solo pada
masa itu telah memperhatikan kebutuhan masyarakat akan tempat hiburan dan
rekreasi (Tanjung, 2013, hal. 173). Literatur kebudayaan masyarakat yang tinggi
menyokong berdirinya taman ini hingga saat ini walaupun keberadaannya seakan
38
1.1 Pembagian Area Taman Sriwedari Solo
Di balik semua histori Taman Sriwedari yang sangat besar dan panjang
itu, tanah Taman Sriwedari sendiri mengandung kontroversi yang pelik sehingga
Solo dan ahli waris Wirjodiningrat terus bergulir hingga sekarang ini. Pemkot Solo
baru-baru ini kembali menguasai tanah hak pakai Pemkot Nomor 40 dan 41 di lahan
seluas 10 hektar tersebut (Sunaryo, Oktober 13, 2017). Hal tersebut menjadikan
Pemkot Solo mempunyai empat sertifikat tanah di Taman Sriwedari yakni Stadion
Sriwedari, bekas Taman Hiburan Rakyat (THR), Kantor Dinas Pariwisata, dan
dalem Keraton Kasunana Surakarta Hadiningrat sebagai perantara jual beli tanah
Kelurahan Sriwedari dari Yohanes Van Buselar seharga 65.000 Gulden (Irfan,
Oktober 21, 2017). Pada tahun 1901, Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng
yang kemudian dipakai untuk kepentingan umum menjadi Bon Raja dan Taman
Hiburan Remaja (THR). Setelah R.M.T. Wiryodningrat wafat pada tahun 1917, ahli
warisnya berusaha untuk mengurus kepemilikan tanah tetapi selalu tidak berhasil,
dan pengelolaan tanah dilanjutkan kepada Pemerintah Kota Solo pada tahun 1946
tersebut dikonversi menjadi HGB (Hak Guna Bangunan) atas nama R.M.T.
Wiryodiningrat dan diwarisi Sumohartono tapi hanya selaus 34.250 meter persegi.
39
Akibatnya hingga sekarang pengelolaan tanah Taman Sriwedari menjadi terbagi-
bagi antara Pemerintah Kota Solo dan Keraton serta manajemen Taman Sriwedari
itu sendiri. Adapun isi Taman Sriwedari yang berkembang hingga sekarang adalah
Gedung Wayang Orang, Segaran (kolam tempat rekreasi terbuka), Pendapa Joglo,
Restoran Boga dan Gedung Graha Wisata Niaga (Sunaryo, Oktober 13, 2017).
Bahkan yang terbaru diresmikan tahun 2017 lalu yaitu Museum Keris Nusantara
Bon Raja. Salah satu area zoologi dan botani yang dikembangkan Pakubuwono X
adalah kebun binatang yang kini sudah dipindahkan ke Taman Jurug semenjak 1986
silam. Hal ini kemudian dialihfungsikan menjadi Taman Hiburan Rakyat (THR)
Maret 1985 pada saat kebun binatang dipindahkan ke Taman Jurug, pembangunan
THR sudah mulai digalakkan tahun itu (Tanjung, 2013, hal. 2).
Berumur tiga dekade lebih THR merupakan arena rekreasi keluarga yang
kuliner. Wahana yang disuguhkan diantaranya seperti Bom-Bom Car, Mini Jet
Coaster, Komedi Putar, Mini Water Park, Mini Out Bond, Kolam Renang Anak, dan
masih banyak lagi. Sebagai taman hiburan keluarga, taman ini tidak hanya
yang rutin dilaksanakan setiap malam bagi orang dewasa. Panggung ini
40
menggandeng berbagai komunitas musik berbagai genre mulai dari slow rock,
dangdut, hingga music Koes Plus menjadi daftar hiburan (Abrori, Oktober 13,
2017).
Hal ini tentu saja selain memiliki fungsi menghibur juga terdapat elemen
edukasi yang dapat menjadi bahan pembelajaran bagi anak-anak yang bermain
disana. THR Sriwedari merupakan objek dengan jumlah kunjungan tertinggi selama
hal. 3-4). Suasana THR Sriwedari yang sejuk dan nyaman dengan dihiasi pepohonan
di sekitarnya serta didukung oleh lokasi yang berada di jantung Kota Solo
menjadikan tempat ini hiburan yang mudah diakses oleh masyarakat Solo dari
berbagai generasi. Apalagi ketika meninjau ulang sejarah panjang evolusi Taman
Sriwedari hingga menjadi seperti sekarang ini, maka tidak bisa dipungkiri betapa
dan budaya di tengah Kota Solo yang bukan saja hanya sekedar tempat saja,
Suasana kehidupan di Taman Sriwedari terbuka bagi berbagai jenis kesenian dan
aktivitas budaya yang bukan hanya sebuah aktivitas yang bernilai komersial,
Narasumber 2, 2018). Melalui logo tersebut, fungsi Taman Sriwedari yang sedari
dulu disematkan adalah sebagai taman kota, hal ini seperti yang dititahkan oleh
Narasumber 2, 2018). Fungsi taman kota tersebut terlihat dalam gambar pohon
41
yang berdiri dalam logo tersebut dan penggunaan warna hijau yang menunjukkan
seni dan budaya yang juga menjadi simpul dari Taman Sriwedari ini. Gambaran
sederhana dari Joglo Sriwedari sebagai elemen kebudayaan dan instrumen tari di
Sriwedari sebagai pusat kesenian dan kebudayaan di tengah Kota Solo. Kegiatan
menjadi Bon Rojo yang dulu didefinisikan sebagai “kebon milik raja”, tetapi telah
berkembang menjadi pusat seni dan budaya Kota Solo yang melalui logo tersebut
42
mendapatkan pengawasan dari Pemerintah Kota Solo yang diwakilkan dalam Dinas
Pariwisata Kota Solo yang mengelola aset wisata dalam Taman Sriwedari dan Dinas
Kebudayaan Kota Solo yang mengelola aset budaya dalam Taman Sriwedari. Dinas
Pariwisata sendiri memilii wewenang aats Graha Wisata, Gedung Wayang Orang,
Joglo, dan termasuk THR yang sekarang sudah ditutup. Sedangkan Dinas
Taman Sriwedari merupakan area ruang publik yang luas dan dipenuhi
oleh banyak spektrum yang melengkapi keutuhan tempat ini. FOKSRI sendiri
besar yaitu, dalam Taman Sriwedari dan luar Taman Sriwedari (Wawancara
atas kegiatan seni dan budaya, seperti teater terbuka, Joglo, kegaitan tari anak-
43
f. Paguyuban Pedagang Buku Sriwedari, yaitu paguyuban pedagang-pedagang
buku yang berlokasi di luar Taman Sriwedari atau lebih tepatnya di selatan
Taman Sriwedari.
g. Paguyuban Kios Stadion Sriwedari, yaitu paguyuban pemilik kios dan shelter
sebelah barat.
seniman lukis dan piguran yang terletak di sebelah timur luar Taman Sriwedari.
FOKSRI (FORUM
KOMUNIKASI
SRIWEDARI)
Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari ditutup pada akhir tahun 2017,
lebih tepatnya pada 4 Desember 2017 setelah berdiri selama 32 tahun menjadi
panggung hiburan bagi masyarakat Solo. Taman hiburan ini sudah sangat popular
semenjak 2016 lalu. Hal ini terkait keputusan Pemerintah Kota Solo yang tidak
44
memperpanjang kontrak THR tersebut. Taman yang ikonis ini harus ditutup karena
akan diadakan rekonstruksi dan tata ulang kawasan ini, yang pada akhirnya secara
Gambar 2.3 Bagian Dalam Taman Sriwedari Sedang Dalam Tahap Revitalisasi
tempat yang ditawarkan Pemerintah Kota Solo (Saputra, Oktober 12, 2017). Pajak
dan nilai sewa yang tinggi menjadi alasan manajemen THR keberatan untuk
yang seharga Rp 15.000 dikenakan pajak sebesar 25 persen, sedangkan untuk tiket
permainan Rp 8.000 dikenakan pajak sebesar 35 persen. Selain itu, nilai sewa lahan
yang ditawarkan Pemkot Solo sebesar Rp 600 juta per bulan dengan hitungan Rp
1.000 meter persegi, sedagkan di Sriwedari hanya membayar Rp 38 juta per bulan
ruang terbuka hiburan dan bersejarah bagi warga Solo. Walaupun Wali Kota
45
Surakarta FX Hadi Rudyatmo mengatakan akan menata Sriwedari, namun esensi
budaya dan sejarah dari tempat tersebut yang akan mengalami depresi. Berbagai
wahana permainan dan panggung pun mangkir dan diletakkan di belakang area
taman menjadi saksi sejarah yang nyata. Hal ini dinilai merupakan efek dari
rebutan tanah antara Pemerintah Kota Solo dengan ahli waris yang menyebabkan
ratusan karyawannya yang tercatat ada sebanyak 120 karyawan menjadi korban
PHK (Pradipha, Oktober 12, 2017). Kebingungan untuk mencari tempat baru dan
menjadi kendala bagi manajemen. Nasibnya hingga sekarang pun masih belum
dapat dipastikan, sedangkan di sisi lain pembangunan Masjid Raya Sriwedari Solo
pengisi lahan bekas THR akan memulai peletakan batu pertama pada Februari
(Pradipha, Oktober 12, 2017). Pembangunan Masjid Raya Taman Sriwedari sudah
dimulai bulan Juli ini yang ditargetkan selesai pada tahun 2020 dan mengharuskan
(THR) Sriwedari:
a. Tahun 2016: Pemerintah Kota Solo mengajukan Peninjauan Kembali (PA) atas
semenjak 1970 hingga 2015 lalu (Irfan, Oktober 21, 2017). Namun, MA
solusi bagi ahli waris dan Pemkot. Pada akhirnya, konflik sengketa lahan tidak
46
b. Januari 2017: Sewa lahan THR di Sriwedari sudah habis kontraknya per Januari
2017 lalu tapi diperpanjang oleh Pemkot Solo hingga Desember 2017 dengan
Proses pemindahan ke kebun binatang Taman Satwa Taru Jurug (TSTJ) Solo
ketentuan Pemkot Solo yang hanya memberikan durasi kontrak sewa lahan di
TSTJ selama empat tahun saja dan biaya sewa serta pajak yang tinggi (Saputra,
tersebut pada 4 Desember 2017 dan mengosongkan lahan tersebut dengan batas
kerja.
e. Januari 2018: Lahan Sriwedari sudah kosong dan Pemkot Solo mengantongi
47
BAB III
Pada bab ini peneliti akan memaparkan hasil dari wawancara mendalam yang
sudah dilakukan sebelumnya di Taman Sriwedari Solo, Dinas Pariwisata, dan Dinas
Kebudayaan. Temuan data akan dipaparkan ke dalam dua besar yaitu, krisis penutupan
Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari Solo dan Respon (Perencanaan dan eksekusi
kegiatan) terhadap krisis penutupan Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari Solo
tersebut yang dipahami juga sebagai manajemen krisis. Bagian pertama akan dijelaskan
terlebih dahulu mengenai pemahaman krisis dan kronologi krisis terkait penutupan
Taman Hiburan Rakyat (THR) di Taman Sriwedari Solo. Lalu, penjelasan akan
bergerak menuju upaya manajemen krisis yang diidentifikasi dengan perencanaan yang
rangkaian sajian data akan berujung pada pelaksanaan rangkaian kegiatan yang
dilakukan dalam Taman Sriwedari Solo dengan mengaplikasikan program dan pesan
Sriwedari) dan selaku Ketua Paguyuban PKL Sriwedari, lalu narasumber 2 adalah Dinas
Pariwisata sebagai pengelola aset pariwisata di Taman Sriwedari Solo, dan narasumber
Sriwedari Solo. Ketiga narasumber ini akan melengkapi hasil temuan data dalam
penelitian ini karena pengelolaannya terhadap Taman Sriwedari yang saling bersinergi
48
Sesuai dengan model alir Miles dan Hubberman (1984, dalam Yusuf, 2016, hal.
407), analisis terhadap data temuan yang akan diaplikasikan adalah reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi. Data yang telah peneliti dapatkan melalui wawancara
akan direduksi berdasarkan pada pedoman wawancara yang sudah dibuat dan pola dari
data tersebut. Dalam hal ini, pola tersebut akan dikerucutkan menjadi beberapa kata
kunci dan kategori beserta sub-kategorinya yang saling berhubungan satu sama lain.
Kemudian, setelah itu data akan disajikan berdasarkan kategori yang sudah dipaparkan
mengikuti kata kunci sebagai pedoman dan disajikan dalam bentuk narasi. Tahap yang
Sriwedari Solo. Data hasil wawancara mendalam ini akan dipaparkan ke dalam dua
kata kunci besar yaitu krisis dan respon terhadap krisis tersebut. Masing-masing dari
kata kunci tersebut sudah merupakan kategori tersendiri yang memiliki sub-kategori
di dalamnya yang saling melengkapi satu sama lain. Dalam kategori krisis terdapat
Sriwedari yang disertai dengan krisis yang terjadi. Kedua, pemaparan respon
terhadap krisis penutupan THR akan terbagi dalam dua bagian yaitu upaya
49
Bagian yang kedua dari respon terhadap krisis yaitu eksekusi kegiatan
merupakan ujung dari perencanaan yang sudah dilakukan oleh manajemen Taman
kategori ini akan dipaparkan mengenai penyampaian pesan komunikasi yang sudah
1.1 Krisis Penutupan Taman Hiburan Rakyat (THR) di Taman Sriwedari Solo
perbedaaan di antara tiga narasumber tersebut mengenai krisis. Hal ini dikarenakan
referensi yang berbeda antara narasumber 1 yang notabene merupakan bagian dari
dua narasumber lainnya yaitu Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan yang
keduanya merupakan perwakilan dari pihak Pemerintah Kota Solo yang menaungi
Taman Sriwedari. Perbedaan tersebut justru melahirkan tiga kata kunci yang
dimaknai sebagai keadaaan krisis, terutama ketika terjadi penutupan THR tersebut,
yang dapat dikerucutkan sebagai tendensi negatif, tuntutan tindakan responsif, dan
tersebut:
a. Tendensi negatif
menimbulkan dampak baik itu dampak besar ataupun kecil yang menyerang
50
kerusakan-kerusakan tertentu. Hal ini juga menjadi poin penting yang dipahami
terhadap kejadian krisis, yang lebih mengarah pada adanya tendensi negatif
Taman Sriwedari memaknai krisis sebagai keadaan yang harus segera direspon
dan diatasi sehingga krisis tidak semakin menyebar dan berkembang. Hal ini
51
dan perencanaan matang. Dalam krisis pasti ada sesuatu yang
berubah, bisa secara yang dilihat orang atau dari dalamnya, tapi
yang pasti harus segera ditindak” (Narasumber 2. 10 Agustus
2018).
kejadian yang memerlukan tindakan yang responsif dan memiliki unsur segera
atau mendesak, dalam hal ini dimaknai juga bahwa krisis adalah keadaan yang
sebagai keadaan yang harus segera ditindak dan dihadapi melalui koordinasi
c. Perubahan
mulai dari yang dahulu pernah terjadi hingga sekarang ini Taman Sriwedari
menjadi asset budaya dan pariwisata Kota Solo. Berikut adalah pernyataannya:
52
pemahaman mengenai krisis menemui titik tengah yang bisa dibilang seragam.
terjadi suatu perubahan. Krisis yang dialami oleh Taman Sriwedari Solo adalah
mengenai penutupan Taman Hiburan Rakyat (THR) sebagai salah satu asset
hiburan dalam taman tersebut. Kejadian ini pun ditanggapi dengan sudut
“Taman Sriwedari itu kan awalnya Bon Rojo yang dulu dititahkan
oleh Ratu untuk dibentuk sebuah ruang publik bagi kerajaan dan
masyarakat, yang mana maksud dari tempat ini adalah pusat seni
dan budaya di Kota Surakarta. Sriwedari itu kazanah seni dan
budaya yang perlu dilestarikan yang banyak sekali aktivitas-
aktivitas di dalamnya … Dengan penutupan THR Sriwedari itu
sendiri sebenarnya kan kita manut atau mengikuti kebijakan
pemerintah, ya selama itu menjadikan tempat ini lebih baik.
Untuk disajikan sebagai objek pariwisata Kota Solo dan seni
budaya kami rasa kurang layak pakai THR itu” (Narasumber 1, 8
Agustus 2018).
1.1.1 Pandangan terhadap Taman Hiburan Rakyat (THR) sebagai Aset Taman
Sriwedari Solo
Taman Sriwedari sebagai studi kasus dalam penelitian ini dipandang beragam
oleh narasumber yang terintegrasi dalam organisasi besar Taman Sriwedari Solo
dalam Taman Sriwedari ini yang sekaligus merupakan aset pendukung dari
53
“THR itu sebenarnya merupakan kebijakan dari Pemerintah Kota
Solo periode yang dahulu sekali yang membuat Taman Sriwedari
menjadi lebih bernilai dan menjadi pusat hiburan juga bagi warga
Solo. THR dulu itu didirikan dengan menarik investor untuk sewa
lahan disini. Dampaknya itu menjadi sumber kehidupan juga bagi
PKL dan SIP Taman Sriwedari, sehingga semakin hidup tempat
ini” (Narasumber 1, 8 Agustus 2018)
mendefinisikan THR yang sudah ditutup tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa
berdirinya Taman Sriwedari, dan sekaligus sudah tertanam sebagai salah satu
bagian ikonik dari Taman Sriwedari yang tertanam dalam benak masyarakat.
memiliki sudut pandang berbeda mengenai THR tersebut, yang memang dapat
digarisbawahi bahwa THR tetap merupakan bagian penting yang tidak bisa
54
masyarakat Solo terhadap THR itu sendiri, yang keberadaannya semakin
“THR itu kan sudah berdiri lama di Taman Sriwedari, kita tidak
bisa memisahkan dia dari Taman Sriwedari, karena mereka itu
seperti satu kesatuan walaupun tidak mengusung nilai budayanya,
karena THR kan isinya wahana permainan buat anak-anak. Tapi
keberadaannya kan menarik masyarakat Solo, terutama anak-
anak sehingga mau datang bermain, yang mau tidak mau kalau
sudah masuk ke THR pasti lihat-lihat sekitarnya” (Narasumber 3,
13 Agustus 2018)
Sriwedari Solo
dimenangkannya kasus sengketa tanah antara ahli waris K.M.R.T Wiryo dan
55
“Isu yang mengawali dulu itu ya mulai dari rebutan tanah yang
dulu diklaim oleh ahli waris Mas Wiryo, yang akhirnya
dimenangkan oleh Pemerintah Kota Solo dengan bukti sertifikat
tanah. Lalu Pemerintah menaikkan sewa lahan di THR itu yang
memang kontraknya sudah habis dua tahun lalu, karena sewa
lahan naik sehingga investor itu tidak memperpanjang
kontraknya. Seiringan dengan itu pemerintah mempunyai rencana
besar untuk menata ulang Taman Sriwedari. (Narasumber 1, 8
Agustus 2018)
banyak sekali pendapat masyarakat yang berkembang, hal ini mengikuti THR
sebagai salah satu asset yang historis bagi masyarakat Kota Solo.
“Kalau pro dan kontra itu wajar, dan itu memang banyak terjadi
sampai sekarang. Tapi seiring berjalannya waktu, warga sendiri
juga mau menerima begitu juga dengan keseluruhan paguyuban
yang ada disini walaupun itu butuh proses. THR ini kan memang
sudah lama berdiri di Taman Sriwedari, tapi keberadannya
sebagai pendukung ruang public disini, yang kami tekankan
adalah bahwa THR bisa dibilang sudah kalah dengan fasiltias
bermain yang lain yang menggunakan teknologi” (Narasumber 1,
8 Agustus 2018).
“THR itu sudah lama sekali berdiri disana dan banyak sekali
sejarahnya itu dan terus menghibur masyarakat Solo yang sangat
56
antusias kala itu dengan keberadaan hiburan tersebut. Ya karena
istilahnya, masyarakat dulu itu sangat percaya kalau THR dan
Taman Sriwedari itu memiliki jiwanya orang Solo, liburannya
anak-anak dulu itu ya ke Sriwedari. Penutupan kemaren itu ya
karena memang sudah tidak diperpanjang lagi, jadi ya mau
bagaimana lagi. (Narasumber 3, 13 Agustus 2018)
melengkapi sejarah panjang Kota Solo, hal ini yang membuat kasus penutupan
sendiri. Hal ini membuat terjadinya krisis yang menyerang Taman Sriwedari
dikarenakan penutupan THR itu yang kini bekas lahannya diperdayakan lagi
untuk dibangun Masjid Taman Sriwedari Solo yang akan dibarengi dengan
Taman Sriwedari itu juga didukung dengan pernyataan dari Narasumber 3 yang
57
“…Setelah penutupan THR tersebut, pemerintah menawarkan
tempat baru di Jurug, tetapi menurut investornya sewanya masih
terlalu tinggi dan jauh dari pusat kota jadi kemungkinan
potensinya kurang. Akhirnya THR pun ditutup per Desember
2017 lalu, dan sudah harus dikosongkan seluruh wahananya
hingga akhir bulan Desember. Intinya, mereka keberatan dengan
tawaran pemerintah yang sewa lahannya terlalu tinggi dan
pajaknya juga terlalu tinggi untuk wahananya. (Narasumber 3, 13
Agustus 2018)
masif keseluruhan taman. Hal ini seiring dengan rencana besar pemerintah
untuk menata ulang kembali Taman Sriwedari agar kembali menjadi pusat seni
58
Gambar 3.1 Bekas Lahan THR Sriwedari yang sedang dalam Pembangunan
THR Sriwedari dengan menjelaskan esensi dan nilai dari Taman Sriwedari ini
sendiri yang ingin disuguhkan kepada publik. Pusat seni dan budaya adalah
intisari yang berusaha dari tahun ke tahun diusung oleh pegiat Taman Sriwedari
agar seluruh aset-aset seni dan kebudayaan dapat dinikmati oleh masyarakat
Keris merupakan salah satu perwujudan nilai seni dan budaya tersebut. Berikut
“Nah, Museum Keris yang baru diresmikan itu salah satu bentuk
asset budaya yang dimiliki Taman Sriwedari, karena memang
dari awalnya tempat ini adalah pusat seni dan budaya. Jadi kami
terus tumbuhkembangkan seluruh fasilitas dan potensi
kebudayaan Kota Solo disini. Selain itu juga kami kerahkan
banyak kegiatan budaya juga disana, yang nantinya itu akan
59
diadakan semacam workshop keris perayaan ulang tahun
Museum Keris itu.” (Narasumber 2, 11 Agustus 2018)
resolusi dari krisis tersebut. Penutupan tersebut dimulai ketika isu mulai
adalah diagram siklus krisis penutupan THR tersebut dengan mengacu pada
Isu rebutan tanah yang diklaim ahli waris Pengelola THR kemudian menutup THR
Mas Wiryo dengan Pemkot Solo per Desember 2017 lalu, karena kontrak
berakhir dengan menangnya Pemkot sudah habis dan tidak diperpanjang lagi,
Solo (2016), kemudian menaikkan sewa bahkan di tempat baru yang ditawarkan
lahan di THR dan ada isu pengelola THR pemerintah juga pengelola keberatan
tidak ingin memperpanjang kontrak pada sehingga ditutup untuk selamanya
2017 (Narasumber 1, 8 Agustus 2018) (Narasumber 3, 13 Agustus 2018)
Diagram 3.1 Siklus Kronologi Krisis Penutupan THR Sriwedari Surakarta berdasarkan
wawancara
60
1.2 Respon terhadap Krisis Penutupan Taman Hiburan Rakyat (THR) Sriwedari
Solo
organisasi untuk menentukan respon yang tepat terhadap krisis itu sendiri, yang
berdasarkan hasil wawancara respon tersebut memiliki dua kata kunci besar yaitu
perencanaan dan eksekusi kegiatan. Dalam hal ini, dua kata kunci tersebut
merupakan hal yang dilakukan manajemen Taman Sriwedari untuk mengatasi krisis
berjalannya roda organisasi dan kegiatan normal yang sebelumnya telah berjalan.
Istilah “manajemen krisis” dan “strategi pesan” tidak disebutkan dalam wawancara
dengan narasumber karena memang referensi yang berbeda tetapi respon yang
dilakukan tersebut merupakan bagain dari strategi pesan dalam komunikasi krisis
tersebut.
Sriwedari sebagaimana nilai dari taman itu sendiri. Sebelum rangkaian program
yang terintegrasi dengan pihak-pihak terkait. Dalam pemaparan temuan data ini,
terdapat dua kata kunci yang menjadi poin penting dalam perencanaan untuk
merespon krisis tersebut, yaitu respon baik terhadap internal maupun eksternal,
61
memelihara komunikasi dan perencanaan kegiatan kebudayaan dan pesan
komunitas.
datang untuk mencegah agar krisis tidak semakin melebar dan menyebabkan
respon awal bahkan ketika isu mulai berkembang sampai ketika krisis mulai
“Yang kami prioritaskan ketika penutupan THR lalu itu tentu saja
paguyuban-paguyuban yang berada di bawah naungan FOKSRI
ini, terutama paguyuban PKL dan SIP yang terkena langsung
dampak dari penutupan THR. Selain itu, kami juga memberi
perhatian sesuai kebijakan dari Pak Sinyo terhadap 120 karyawan
THR itu, yang lalu itu sempat diberikan pesangon per Desember
2017 dan gajinya dipertahankan sampai akhir tahun lalu”
(Narasumber 1, 8 Agustus 2018)
publik internal baru setelah itu merespon publik eksternal, hal tersebut
berikut:
62
“Banyak sekali yang menggantungkan hidupnya di dalam Taman
Sriwedari ini, mulai dari pedagang yang di luar sampai yang di
dalam terutama PKL dan SIP itu, dengan ditutupnya THR
Sriwedari, kami sudah berkoordinasi dengan Pak Agus selaku
Ketua Paguyuban PKL Sriwedari untuk melakukan upaya
komunikasi dan sosialisasi mengenai rencana ke depan. Hal ini
dilakukan karena yang terkena dampaknya secara langsung ya
memang para PKL itu, kalau karyawan THR sudah terlebih
dahulu kami beri treatment khusus” (Narasumber 2, 11 Agustus
2018)
krisis, setelah itu baru dirancang bagaimana upaya untuk menangani krisis
tersebut. Komunikasi dan forum diskusi merupakan hal yang terus dilakukan
oleh manajemen Taman Sriwedari, karena menurutnya upaya ini adalah yang
dengan pihak eksternal dan forum terbuka juga penting, karena kredibilitas
63
dan kuasa yang dimiliki sehingga dapat lebih dimengerti dan dipahami oleh
Kota Solo dan letaknya yang berada di jantung kota membuatnya menjadi
64
Kerjasama merupakan hal yang penting dalam konteks ini Taman
Sriwedari merupakan tempat yang dikelola secara kolektif dan sarat dengan
nilai-nilai seni dan budaya yang telah menyatu dengan masyarakat Solo.
Kota Solo yang notabene memiliki hak penuh atas tanah dan hak guna
wawancara berikut:
eksekusi produksi pesan. Sebagai sebuah aset pariwisata yang besar di Kota
Solo, tentu saja Taman Sriwedari bersinergi dengan berbagai pihak seperti
Taman Sriwedari ini sendiri. Hal ini pun dijelaskan dalam kutipan
wawancara berikut:
65
“Kami utamakan memberikan perhatian kepada internal dulu,
kami akan buat tempat yang terpusat seperti Rest Area yang
isinya nanti banyak SIP dan PKL juga. Setelah itu selesai, kami
komunikasi dengan pemerintah dan paguyuban serta FOKSRI itu
sendiri terus dijalin, lalu melakukan kegiatan-kegiatan
kebudayaan dengan mengundang mulai dari komunitas lokal
sampai internasional” (Narasumber 1, 8 Agustus 2018)
66
dan efektif untuk memberitahukan kepada publik mengenai apa yang terjadi
dan aktivitas yang positif dapat menjadi cara untuk mengatasi krisis
wawancaranya:
67
nilai-nilai budaya tetap melekat di Sriwedari. Kami mengundang
komunitas-komunitas untuk datang ke pertunjukan Wayang
Orang jadinya agar selalu ada aktivitas positif di Taman
Sriwedari, hal ini menunjukkan bahwa dengan ditutupnya THR
kami tidak mati malah semakin menghidupkan esensi dari taman
ini yaitu pusat seni dan budaya Kota Solo” (Narasumber 1, 8
Agustus 2018)
upaya untuk memulihkan kembali esensi dari Taman Sriwedari itu sendiri.
menghidupkan kembali nilai seni dan budaya di Taman Sriwedari ini sendiri.
Nilai seni dan budaya menjadi esensi dari Taman Sriwedari ini seraya
68
selamanya, Taman Sriwedari akan dibentuk kembali sebagai pusat seni dan
temuan data berujung pada eksekusi kegiatan yang dilakukan manajemen Taman
diangkat yaitu nilai seni budaya. Pesan tersebut menjadi dasar segala kegiatan
kata kunci yang mengacu pada kronologi respon terhadap krisis, yaitu
Sriwedari menyisipkan pesan kepada publik yang dalam konteks ini adalah
semakin kuat dan kembali pada citra awal tempat tersebut, yaitu pusat seni
69
dan budaya. Bahkan, komitmen ini digaungkan dalam wawancara dengan
ditutupnya Taman Hiburan Rakyat yang sudah melekat di benak publik selama
Sriwedari tersebut, dalam hal ini program kegiatan kebudayaan yang dieksekusi
oleh Taman Sriwedari merupakan hasil sisipan pesan “nilai dan budaya” yang
sudah terlebih dahulu dijalankan. Hal tersebut dapat dilihat melalui jenis
membawa misi untuk melahirkan kembali nilai seni dan budaya melalui
70
BUDAYA” yang mengundang banyak media dan komunitas juga.
Ini supaya orang lain sadar kalau Taman Sriwedari itu masih
hidup dan malah semakin menunjukkan nilai budaya Solo”
(Narasumber 1, 8 Agustus 2018)
Gambar 3.3 dan 3.4 Perayaan 108 tahun Wayang Orang “Langkahmu Lakuku” Spirit of History
Gambar 3.5 dan 3.6 Perayaan 1 tahun Mangayubagya 1 tahun Museum Keris Nusantara
“Luhuring Pusaka Mekaring Budaya” (Sumber: Manajemen Taman Sriwedari dan Dokumen
Pribadi)
THR tersebut. Hal ini menjadi penting untuk diperhatikan, karena berbagai
71
kebijakan internal dan rangkaian kegiatan kebudayaan yang dibarengi
dan esensinya sebagai pusat seni dan budaya, juga tidak menutup mata
dan keterlibatan dalam berbagai aktivitas modern juga menjadi upaya untuk
menarik minat masyarkat yang tergolong masih muda agar tidak melupakan
“Ketika ada film Filosofi Kopi the series kami undang agar
shooting disini, ya tujuannya supaya bisa menjadi promosi untuk
anak-anak muda. Kami juga kerjasama dengan Starbuck
Indonesia dengan tagline Ayo Ke Museum, yaitu dengan
menggunakan kartu Starbuck pada hari kamis untuk transaksi
apapun akan mendapatkan 2 tiket gratis kunjungan ke Museum
Radyapustaka dan Museum Keris” (Narasumber 1, 8 Agustus
2018)
terhadap krisis penutupan THR Sriwedari yang terdiri dari perencanaan dan
Berikut adalah diagram yang peneliti buat berdasarkan pada temuan data
Diagram 3.2 Tahapan Respon terhadap Krisis (Perencanaan dan Eksekusi Kegiatan)
73
2. Analisis Hasil Temuan Data
yang secara spesifik mengulas strategi pesan dalam manajemen krisis penutupan
Taman Hiburan Rakyat (THR) dalam Taman Sriwedari Solo. Penelitian ini
memiliki tiga tujuan utama, yaitu tujuan pertama adalah untuk mendeskripsikan
keadaan krisis yang menyerang Taman Sriwedari Surakarta terkait penutupan THR
pesan yang digunakan dalam manajemen krisis oleh manajemen Taman Sriwedari
penelitian ini akan memiliki alur yang rinci yaitu dimulai menjelaskan mengenai
keadaan krisis penutupan THR tersebut karena kasus itu lah yang menjadi
permulaan dari penelitian ini. Kedua, penjelasan akan beranjak pada manajemen
krisis yang mengulas bagaimana respon manajemen terhadap krisis tersebut dan
spesifik dalam manajemen krisis, strategi produksi pesan akan diidentifikasi mulai
dari proses pembuatan pesan sampai kepada penyampaian pesan terhadap publik
2.1 Krisis
sebagai dasar dari lahirnya penelitian ini, karena melalui penutupan Taman Hiburan
Rakyat (THR) Sriwedari, peneliti dapat menganalisis upaya strategi pesan dalam
manajemen krisis tersebut. Krisis ini sendiri pun dipahami keberadaannya oleh
74
manajemen Taman Sriwedari sebagai pihak yang menjadi kunci dalam pengelolaan
tempat ini. Penuturannya mengenai krisis memang tidak spesifik sesuai dengan
konsep yang peneliti gunakan mengenai krisis dengan mengacu pada pemaparan
kerangka teori. Tetapi, kata kunci yang diucapkan ketika menjelaskan mengenai
krisis tersebut dapat membuktikan adanya konsep krisis yang terjadi dalam Taman
Sriwedari Solo.
mengandung arti bahwa dari sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Krisis juga
dimaknai sebagai suatu kejadian yang berbahaya, dan apabila dipahami konteksnya
krisis dapat dipahami dengan adanya perubahan dan konotasi negatif (Wawancara
Narasumber 1 2018). Hal ini sesuai dengan definisi yang dimiliki oleh Coombs dan
Holladay (2012, hal. 14), bahwa krisis adalah suatu ketidaknormalan dari
Keadaan krisis secara teoritis dipahami sebagai sesuatu yang mengganggu alur
dalam tubuh organisasi, yang dalam konteks ini adalah hilang dan bergantinya salah
satu asset pariwisata dalam Taman Sriwedari, maka keadaan krisis sudah terjadi.
2, juga turut menuturkan keadaan krisis ini. Dalam hasil temuan data, krisis juga
dipahami sebagai keadaan yang harus segera ditindak dan dihadapi dengan
perencanaan yang matang (Wawancara Narasumber 2, 2018). Kata kunci yang sama
75
juga dipakai dalam penjelasannya mengenai krisis, yaitu adanya sesuatu yang
berubah, dengan tambahan pemahaman seperti adanya tindakan. Hal ini serupa
dengan pemahaman yang dipaparkan oleh Heath dan Vasquez (2004, hal. 484) yang
krisis, karena hal ini akan menjadi konsumsi public dengan eksploitasi berbagai
Narasumber 3, 2018). Dalam hal ini, senada dengan kerangka krisis Banks (2010,
hal. 2-3) yang menjelaskan bahwa krisis selalu menganggu transaksi normal sebuah
dengan tiga kata kunci yang saling melengkapi yaitu adanya perubahan, konotasi
negatif, dan keharusan adanya tindakan atau perencanaan untuk menghadapi krisis
tersebut.
Solo dan esensi yang dikembangkan di tempat ini adalah pusat seni dan budaya di
Kota Solo. Pernyataan ini dilanturkan oleh Manajemen Taman Sriwedari yang
menyebutkan bahwa Sriwedari adalah kazanah seni dan budaya yang perlu
maka tendensinya adalah ke arah negatif bagi organisasi dan menyebabkan suatu
perubahan baik nilai-nilai ataupun fisik organisasi tersebut. Dalam penelitian ini,
Taman Sriwedari memiliki citra sebagai pusat seni dan budaya yang sudah dibentuk
76
sampai sekarang ini dan melekat sudah melekat di benak masyarakat Solo (publik
organisasi). Ketika krisis menyerang, maka kejadian yang dapat terjadi adalah
sudah berjalan baik sebelum hal ini terjadi (Coombs dan Holladay, 2012, hal. 20-
21).
Sriwedari merupakan aset hiburan yang dimiliki oleh tempat ini, yang walaupun
Taman Sriwedari sendiri sudah dipaparkan di atas merupakan pusat seni dan
budaya, sedangkan keberadaan THR adalah kebijakan dari Pemerintah Kota periode
30 tahun yang lalu untuk menjadi fasilitas hiburan dalam Taman Sriwedari
dalam Taman Sriwedari tidak sejalan dengan esensi yang sudah dibentuk, tetapi
kegiatan yang dilakukan dalam tempat ini. Konsep yang dipaparkan oleh Coombs
(dalam Kriyantono, 2012 hal. 192) bahwa kondisi krisis dapat mengancam reputasi
perusahaan. Dalam konteks ini, salah satu nilai dalam reputasi organisasi yang
tahapan krisis yang digagas oleh Fink (dalam Nejati, Nejati, dan Shafaei, 2008, hal.
531-532) diawali dengan adnaya peringatan (warning stage) sampai pada upaya
penyelesaian krisis yaitu manajemen krisis itu sendiri. Isu krisis yang dialam oleh
Taman Sriwedari sendiri dimulai dengan isu yang mengawali terlebih dahulu yaitu
77
permasalahan rebutan tanah antara ahli waris KRMT Wirjodiningrat dengan
berakhir pada tahun 2016 lalu dengan kemenangan di pihak Pemerintah Kota Solo
dengan memegang bukti sertifikat tanah, lalu isu berkembang lagi setelah di akhir
tahun 2017 sampai awal tahun 2018 pemerintah menaikkan sewa lahan di THR yang
Narasumber 3, 2018). Tahap awal berkembangnya isu semenjak 2016 tersebut dapat
indikasi muncul gejala-gejala krisis (Fink, 1986, dalam Nejati, Nejati, dan Shafaei,
2008, hal. 532). Dalam temuan data, tahap prodromal ditemukan bermula ketika isu
sengketa tanah sampai pada penaikkan sewa lahan THR tersebut yang berujung
yaitu saat keputusan pengelola THR dan manajemen Taman Sriwedari untuk
menutup THR Sriwedari sudah dipastikan. Taman Hiburan Rakyat sebagai asset
dalam Taman Sriwedari tersebut akhirnya ditutup pada 4 Desember 2017 dan segala
wahana serta fasilitas THR sudah harus dikosongkan sampai akhir Desember lalu
terang dimana pemerintah menawarkan lahan baru untuk THR agar dapat tetap
beroperasi yaitu dengan memindahkan lokasi ke Jurug, tetapi sewa lahannya yang
masih terlalu tinggi dan potensi yang kurang menyebabkan harapan untuk mencari
proses awal krisis ini adalah sebenarnya terdapat upaya yang cepat dan tanggap dari
pihak manajemen Taman Sriwedari dan pengelola THR untuk mengatasi gejala
78
krisis tidak diperpanjangnya kontrak dengan memindahkan ke lokasi yang baru.
Tetapi upaya pra-krisis ini tidak menemui solusi yang baik sehingga menyebabkan
ketika krisis benar-benar terjadi dan menyebabkan pengaruh yang serius bahkan
kemudian merambah menuju aspek-aspek yang lain (Fink, 2012, hal. 237). Krisis
keberlangsungan hidup pubik internalnya yaitu paguyuban PKL dan paguyuban SIP
sumber kehidupan bagi PKL dan SIP Taman Sriwedari, sehingga semakin
sehingga manajemen organisasi menjadi kurang efektif saat itu (Fink, 2012, hal.
238). Dalam tahapan ini, manajemen Taman Sriwedari mencapai proses tersebut dan
berada di puncak krisis dengan ditutupnya THR Sriwedari, isu yang menyebar di
berbagai media, dan disertai dengan terkenanya dampak kepada para pedagang PKL
akibat penutupan THR Sriwedari tersebut, proses krisis mulai disadari penuh oleh
Ketidakjelasan bekas lahan THR tersebut sedikit terjawab di awal tahun 2018
dengan adanya upaya untuk mengelola bekas lahan tersebut menjadi Masjid Taman
79
Sriwedari Surakarta (MTTS) yang bekerjasama dengan program Pemerintah Kota
Sriwedari mencapai tahap kronik yang menunjukkan suatu fase bahwa dampak-
dampak dari krisis menjadi semacam momentum untuk menyadari krisis dan mulai
melakukan sesuatu terhadapnya (Coombs dan Holladay, 2012, hal. 23). Pihak
manajemen Taman Sriwedari dengan lugas menjawab krisis ini akan dibawa menuju
dengan terpaksa ditutupnya THR dan membuka diri kepada publik yang dimulai
dengan berbagai upaya komunikasi baik kepada internal (seluruh paguyuban Taman
Fase krisis berujung pada tahap resolusi yang identik dengan akhir dari
krisis dan sebagai bentuk konklusi dari rangkaian krisis yang panjang tersebut.
Dalam temuan data, fase ini ditemukan ketika manajemen Taman Sriwedari
masyarakat memahami dan menyetujui keputusan tersebut. Pro dan kontra terhadap
keputusan ini sebelumnya bergaung cukup besar, tetapi setelah berbagai upaya
akhirnya dapat menerima dan sekarang mulai berjalan kembali dengan berbagai
penataan baru (Wawancara Narasumber 1, 2018). Dalam tahapan ini, proses yang
dijalani oleh Taman Sriwedari memasuki tahap resolusi yang ditandai dengan
keinginan organisasi untuk meninggalkan fase krisis dan beraktivitas kembali secara
80
normal dengan memperbaiki kepercayaan dari publik sehingga kegiatan normal
Tabel 3.1
Identifikasi Krisis menggunakan Model Empat Tahapan Krisis Fink terkait
Kasus Penutupan THR Sriwedari
Model Empat Tahapan Krisis Tahapan Krisis Penutupan THR
Fink Sriwedari
81
dengan berbagai upaya komunikasi
dilakukan.
Sumber: Analisa Peneliti terhadap Kasus Penutupan THR Sriwedari dengan Menggunakan
kejadian tidak rutin atau tidak biasa dalam fungsional organisasi dan menciptakan
ketidakpastian serta ancaman bagi keberlangsungan organisasi, hal ini sesuai dengan
pemaparan Coombs dan Holladay (2012, hal. 20). Tendensi negatif akibat krisis
harus segera ditanggapi dengan benar dan efektif yaitu melalui manajemen krisis.
krisis mulai terjadi, perencanaan untuk mengatasi krisis, dan eksekusi kegiatan
untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Hal ini serupa dengan kerangka
berfikir Smith (1990, dalam Coombs dan Holladay, 2012, hal. 22-23) mengenai tiga
82
tahap manajemen krisis yaitu crisis of management, operational crisis, dan crisis of
legitimation.
digaungkan ketika rebutan tanah mencapai puncaknya pada tahun 2016 dan
dimenangkan oleh Pemerintah Kota Solo. Berikutnya, karena sudah dipegang secara
penuh seluruh lahan Sriwedari, pemerintah menaikkan sewa lahan untuk THR
Sriwedari karena memang kontraknya akan sudah habis pada awal 2017
krisis yang diidentifikasi dengan tindakan deteksi gejala krisis, pencegahan, dan
persiapan (Coombs dan Holladay, 2012, hal. 22). Temuan data menunjukkan
manajemen sudah mendeteksi akan terjadinya krisis semenjak 2016 lalu ketika
kasus sengketa tanah memuncak dan dimenangkan oleh Pemerintah Kota Solo, hal
ini pun kemudian dibarengi dengan keputusan untuk menaikkan sewa lahan yang
kontrak Taman Sriwedari sudah seharusnya berakhir awal tahun 2017 lalu.
kontrak sampai Desember untuk melakukan berbagai persiapan dan tindakan bagi
Sosialisasi dan forum terbuka juga beberapa kali diselenggarakan terkait semakin
membesarnya isu akan ditutup THR pada akhir tahun 2017, terutama untuk
83
perencanaan penataan Taman Sriwedari tersebut. Analisa peneliti terhadap proses
ini adalah ketika isu sudah mulai berkembang dan terdapat kebijakan dari
pemerintah serta pengelola THR yang semakin menguatkan isu tersebut, manajemen
hal tersebut. Walaupun dalam proses ini isu belum membesar, atau dalam tahap
pertama yaitu crisis management dengan indikasi krisis masih dalam proses
“mengeram” (Coombs dan Holladay, 2012, hal. 22), sudah terdapat tindakan awal
publik dan media pada pertengahan 2017 lalu, menyebabakn pihak manajemen
Taman Sriwedari mengeluarkan keputusan pada bulan Oktober 2017 untuk secara
resmi akan menutup THR pada 4 Desember 2017 (Wwancara Narasumber 1, 2018).
menggegerkan publik Solo dan media sehingga diperlukan respon yang tepat.
Dalam temuan data, menanggapi isu bahwa sewa lahan yang tinggi dan tidak
peristiwa yang menyebabkan krisis dan respon dari organisasi terhadap krisis
tersebut (Coombs dan Holladay, 20120, hal. 23). Manajemen krisis sebagai bentuk
84
temuan data, manajemen menyebutkan bahwa prioritas dalam upaya manajemen
tersebut, terutama PKL dan SIP yang terkena dampak langsung, serta 120 karyawan
THR (Wawancara Narasumber 1, 2018). Upaya sosialisasi dan forum terbuka terus
komunikasi secara intens. Selain itu, pengelola THR juga memberikan pesangon dan
kredibel yaitu Bapak Kusumo selaku ketua FOKSRI (Forum Komunikasi Sriwedari)
dan Direktur Utama THR Sriwedari yaitu Pak Sinyo Sujarkasi (Wawancara
normalnya melalui seperti perayaan 108 tahun Wayang Orang Sriweadri dan
melihat kebijakan manajemen krisis ini merupakan suatu langkah yang sangat
proaktif dari manajemen dalam memberikan respon terhadap krisis itu sendiri
(Coombs dan Holladay, 2012, hal. 26). Organisasi telah mampu mengkaji persitiwa
85
Proses manajemen krisis berlanjut pada pasca krisis yang ditandai
dengan operasional organisasi yang mulai kembali menuju normal dan melakukan
kegiatan follow-up terhadap pihak-pihak yang terkena pengaruh krisis ini (Coombs
dan Holladay, 2012, hal. 22). Manajemen Taman Sriwedari dalam tahapan ini mulai
penutupan THR dengan terus menyalurkan aspirasi dari paguyuban yang ada
paguyuban dan masyarakat dalam acara Sarasehan, dalam hal ini untuk memberikan
ini dibarengi dengan berbagai acara bernuansa budaya yang dilaksanakan secara
berkala dan puncaknya pada perayaan 108 tahun Wayang Orang Sriwedari dengan
tajuk Langkahmu Lakuku dan perayaan 1 tahun Museum Keris Nusantara dengan
kebudayaan yang rutin dilakukan. Walaupun penataan kembali paguyuban PKL dan
SIP masih terus dioptimalkan, tetapi sudah ada kejelasan mengenai bagaimana
rencana ke depannya terhadap publik tersebut, yaitu akan dipusatkan dalam satu
area yang berkonsep sebagai rest area. Upaya manajemen krisis ini juga dilakukan
terkait upaya revitalisais Taman Sriwedari Solo dan bekerjasama dengan komunitas-
86
komunitas seperti Komunitas Seni Budaya Surakarta dan Soeracarta Heritage
Society (SHS) serta komunitas musik pengisi panggung THR dahulu. Fase Crisis of
legitimaztion juga identik dengan upaya komunikasi dengan media dan pemerintah
sehingga menjadi tertarik dan bekerjasam dengan stakeholder sehingga dapat belajar
langsung disebutkan sesuai dengan teori yang ada dalam temuan data, tetapi
langkah-langkah dan proses panjang yang dilakukan Taman Sriwedari mulai dari
menjadi lebih baik lagi (Wawancara Narasumber 1, 2018). Berikut adalah analisa
Tabel 3.2
87
lahan yang Sriwedari. Dalam hal
menyebabkan ini untuk memberikan
pengelola THR informasi mengenai
Sriwedari tidak bisa kemungkinan krisis
memperpanjang yang terjadi yaitu
kontraknya lagi. ditutupnya THR
Sriwedari
Tahap Akut Krisis sudah terjadi Manajemen Taman
dengan keputusan Sriwedari menunjuk
pengelola THR yang spokesperson untuk
final untuk menutup memberikan
THR Sriwedari pada keterangan yang
tanggal 4 Desember kredibel terkait
2017. Manajemen penutupan THR
mulai melakukan Sriwedari dan mulai
identifikasi terhadap melakukan forum
kebijakan pemerintah terbuka dengan
selanjutnya setelah berbagai kalangan
krisis, dan terkait penutupan ini
memberikan treatment serta rencana penataan
secara cepat terhadap Taman Sriwedari.
publik internal seperti
karyawan dan
paguyuban PKL dan
SIP yang terkena
dampak penutupan
tersebut.
Tahap Kronik Manajaemen Taman Kegiatan kebudayaan
Sriwedari menyadari dilaksanakan dengan
dengan penuh krisis perencanaan yang tepat
tersebut dan kemudian dan matang dengan
bersikap proaktif mendayagunakan
88
dengan menanggapi semua asset milik
rencana program Taman Sriwedari dan
pemerintah terkait mengupayakan
revitalisasi Taman keadaan kembali
Sriwedari termasuk normal dengan
pembangunan Masjid menjalankan program
Taman Sriwedari pemerintah revitalisasi
Surakarta di bekas bahkan sampai rencana
lahan THR. Dalam jangka panjangnya.
fase ini juga sudah
dilakukan banyak
kegiatan seperti
Saresehan, perayaan
108 tahun Wayang
Orang, dan perayaan 1
tahun Museum Keris
Nusantara serta
menggaet komunitas
dan anak muda dalam
berbagai programnya.
Tahap Resolusi Dalam fase ini, Upaya memulihkan
manajemen Taman reputasi dengan
Sriwedari sudah menggiatkan kegiatan
melakukan kegiatan kebudayaan agar
kebudayaan tersebut Taman Sriwedari tidak
dan berbagai kehilangan esensinya
sosialisasi terkait sebagai pusat seni dan
penutupan THR serta budaya, dalam hal ini
pembangunan ulang reputasi perusahaan
Taman Sriwedari kembali seperti
melalui forum terbuka. sediakala
Paguyuban-paguyuban melaluiekgaitan yang
89
yang berada di bawah sudah dilaksanakan.
manajemen Taman
Sriwedari menyetujui
dan mendukung
keputusan tersebut
pada akhirnua, serta
dengan menggandeng
terus pemerintah dan
berbagai komunitas
yang ada.
Sumber: Analisa peneliti terhadap rangkaian manajemen krisis dengan menggabungkan
Dalam penelitian ini yang menjadi topik utama adalah mengenai strategi
produksi pesan yang dilakukan dalam upaya manajemen krisis Taman Sriwedari
Kriyantono, 2017, hal. 180) memaparkan bahwa strategi pesan bukan hanya sebagai
dari segala serangan, tetapi juga mencakup semua bentuk usaha merespon krisis
dirancang sedemikian rupa agar dapat mencapai tujuan dari segala usaha manajemen
krisis yang dilakukan organisasi. Dalam temuan data, manajemen Taman Sriwedari
hal yang penting karena membuat semuanya menjadi jelas dan tidak ada yang
90
krisis ini, maka tujuan dilakukan aktivitas ini oleh manajemen Taman Sriwedari
adalah untuk mengurangi ketidakapastian informasi dan mencapai satu suara yang
sama.
O’Keefe (1977, dalam Morissan, 2015, hal. 161) adalah model pilihan strategi dan
desain pesan, yang keduanya saling bersinergi untuk menghasilkan suatu strategi
pesan yang efektif. Manajemen Taman Sriwedari dalam berbagai upaya manajemen
krisisnya selalu melibatkan pihak-pihak lain yang memiliki kredibilitas agar menjadi
pemerintah dan publik internal dalam keputusan Taman Sriwedari selalu dilakukan
2018). Dalam pemilihan strategi pesan yang paling relevan untuk mencapai tujuan
sesuatu yang penting. Hal ini dibarengi dengan berbagai kegaitan forum terbuka
komunikasi seperti Sarasehan dan sosialisasi yang intens dilakukan, setelah itu baru
Narasumber 1, 2018).
tersebut (1977, dalam Morissan, 2015, hal. 161). Dalam konteks ini, pesan yang
diusung dan selalu diunggulkan adlaah nilai-nilai seni dan budaya. Peneliti
menemukan ini dalam hampir setiap topik temuan data yang dilakukan dalam
91
peluang dari ditutupnya THR Sriwedari tersebut. Dengan ditutupnya THR
Sriwedari, justru nilai-nilai organisasi akan kembali menjadi nilai seni dan budaya
atau dalam temuan data diutamakan nilai budayanya. Karena menurut penuturan
oriented dan sedikit demi sedikit menggerus nilai budaya, walaupun keberadaannya
pemaparan Morissan (2015, hal. 229) bahwa strategi mengatasi krisis berfokus pada
wawancara tetapi bagaimana cara dan upaya manajemen Taman Sriwedari dalam
revitalisasi sebagai batu loncatan untuk melakukan delivery pesan nilai budaya yang
mengikuti program pemerintah justru Taman Sriwedari akan ditata ulang dan
kembali menjadi pusat seni dan budaya yang seutuhnya, bukan profit oriented
92
Taman Sriwedari dihujani berbagai opini publik yang mempertanyakan keputusan
diberikan kepada publik dengan pesan akan mengembalikan kembali esensi Taman
Sriwedari menjadi sarat akan budaya. Kriyantono menyebutkan bahwa fokus pada
strategi pesan adalah respon atas tuduhan dan kritik terhadap organisasi yang
menjadi pemicu terjaidnya krisis (2017, hal. 187), dalam hal ini strateginya adalah
Program
Revitalisasi
Pemerintah
STRATEGI PESAN:
KRISIS: Pro dan Kontra Taman Sriwedari akan
Penutupan THR terhadap ditata ulang dan
keputusan Taman kembali menjadi pusat
Sriwedari
Sriwedari
seni dan budaya
Pembangunan Masjid
Taman Sriwedari
Surakarta
93
Strategi pesan merupakan pintu masuk yang menentukan apakah krisis
dapat diatasi atau membuat semakin buruk (Coombs, 2010, seperti dikutip dalam
Kriyantono, 2017, hal. 187). Dalam hal ini, strategi pesan dipahami sebagai respon
diperlukan pesan komunikasi yang berbeda sehingga upaya untuk memulihkan citra
pun semakin efektif. Hal ini terlihat dalam strategi dan kegiatan yang dilakukan
mengenai krisis dan maksud dari penutupan THR tersebut, yang dibarengi juga
dengan rencana revitalisasi secara keseluruhan Taman Sriwedari, bukan saja bekas
lahan THR melainkan juga sampai Segaran, Joglo, dan pemusatan PKL-SIP
komunikasi dilakukan ketika krisis sedang memuncak dan memasuki tahapan akut,
yang seperti dalam temuan data publik internal menjadi prioritas dalam manajemen
krisis. Hal ini terlihat dalam respon yang dilakukan oleh manajemen ketika terjadi
krisis bahwa prioritas utamanya adalah publik internal, yang diberikan treatment
94
dengan melakukan upaya komunikasi seperti sosialisasi dan sarasehan atau forum
Sriwedari. Hal ini terlihat dalam upaya komunikasi dalam kegiatan Sarasehan yang
bertajuk “Sriwedari akan Dibawa Kemana”. Dalam kegiatan tersebut (peneliti juga
Masjid Taman Sriwedari Solo tersebut dan pembangunannya yang akan lebih
terbuka atau tanpa pagar sehingga menghadirkan public space dengan taman
Narasumber 1, 2018). Revitalisasi tersebut bukan saja pada bekas lahan THR,
lokasi PKL dan SIP secara terpusat, yang merupakan program jangka panjang dari
tuduhan dan kritik terhadap organisasi yang menjadi pemicu terjadinya krisis (hal.
publik yang menyampaikan tuduhan dan kritik atas informasi yang tidak jelas
terkait krisis yang terjadi, sehingga diperlukan respon yang tepat terhadapnya.
ketidakpastian informasi dalam benak publik eksternal yang dalam konteks ini
adalah masyarakat Solo. Kalau terhadap publik internal dilakukan banyak upaya
95
komunikasi, beda hal dengan publik eksternal yang direspon dengan menghadirkan
berbagai program kegiatan yang sarat dengan nilai kebudayaan. Dalam hal ini,
pesan yang dirancang sebagai pesan komunikasi lebih ditujukan terhadap publik
eksternal agar memahami bahwa dengan ditutupnya THR, Taman Sriwedari akan
kembali menjadi pusat seni dan budaya Kota Surakarta (Wawancara Narasumber 1,
2018).
berupa “Taman Sriwedari akan ditata ulang” lalu ditambahkan pesan berikutnya
menjadi pusat seni dan budaya”. Peneliti menganalisa bahwa program revitalisasi
jangka panjang yang diberikan terhadap publik internal tidak disampaikan secara
terbuka terhadap publik eksternal karena masih dalam tahap perencanaan yang
masih belum pasti kejelasannya, tetapi hal tersebut pasti akan terjadi. Pesan
komunikasi terhadap publik eksternal lebih berfokus pada pusat seni dan budaya,
akan sama setelah ditutupnya THR. Hasil temuan data menunjukkan bahwa
perayaan 108 tahun Wayang Orang beserta petunjukan wayang orang dan perayaan
dalam temuan data adalah pendayagunaan Joglo secara rutin, pertunjukan Wayang
96
Orang, kegaitan tari anak-anak, dan mengaktifkan kembali teater (Wawancara
Narasumber 1, 2018). Selain itu, kerjasama dengan pihak luar seperti industri film
Filosofi Kopi 2 sebagai lokasi shooting dan perusahaan waralaba Starbucks terkait
promosi Museum Radya Pustaka dan Museum Keris merupakan hal yang
resolusi, yang termasuk dalam perencanaan pesan komunikasi tersebut sampai pada
krisis telah direspon oleh manajemen Taman Sriwedari dengan pesan yang
komunikasi dan dalam tahapan krisis yang berbeda pula. Publik eksternal dapat
dipetakan yaitu masyarakat Kota Solo, komunitas, dan media luar (Wawancara
bahwa Taman Sriwedari akan ditata ulang dan kembali menjadi pusat seni dan
utama yang diusung adalah mengenai “Taman Sriwedari akan ditata ulang dan
kembali menjadi pusat seni dan budaya”. Berikut adalah diagram analisa peneliti
97
Penyampaian pesan:
Diagram 3.4 Analisa Perancangan Pesan Komunikasi terhadap Publik Internal dan Eksternal dalam
tahapan krisis
yang mengandung makna sebagai respon organisasi dalam bentuk pertahanan diri
98
dari situasi krisis. Taman Sriwedari sendiri yang harus menghadapi situasi krisis
strategi pesan yang cerdas. Dalam temuan data, apologia yang dilakukan adalah
Hal tersebut terlihat dalam penyangkalan manajemen bahwa hilangnya THR akan
dengan dibubarkanya THR, maka Taman Sriwedari kembali menjadi pusat seni
dan budaya Kota Solo sesuai dengan program revitalisasi yang akan dilakukan
pemerintah dan menjadi lebih baik lagi (Wawancara Narasumber 1, 2018). Hal
ini senada dengan pernyataan Hearit (2006, hal. 38) bahwa apologia merupakan
interpretasi fakta yang ada dan sekaligus memperbaiki reputasi perusahaan yang
terkena dampaknya.
berupa justifikasi bahwa Taman Sriwedari akan menghadirkan lagi nilai seni dan
Sriwedari terhadap publiknya. Dalam kerangka teori, Ware dan Linkugel (1973,
dalam Morissan, 2015, hal. 178) menyebutkan bahwa apologia adalah retorika
pertahanan diri dalam merespon serangan atas karakter seseorang atau organisasi.
Analisa peneliti adalah pernyataan bahwa Taman Sriwedari akan ditata ulang
99
menjadi pusat seni dan budaya menggambarkan bentuk justifikasi untuk
menghadapi tuduhan dan krisis itu sendiri. Dalam temuan data, manajemen
tersebut kepada sesuatu yang lebih menjelaskan maksud dan tujuan ditutupnya
sesuatu yang positif di mata publik. Ware dan Linkugel (1973, dalam Kriyantono,
2017, hal. 178) memberikan pemaparan bahwa pendekatan apologia ini didasari
temuan data tidak ada pernyataan permintaan maaf secara gambling. Pesan untuk
100
pemerintah akan menjadikan Taman Sriwedari semakin layak dan menjadi pusat
seni dan budaya yang tinggi di Kota Solo (Wawancara Narasumber 1, 2018). Hal
organisasi.
dari merespon krisis itu sendiri, karena dengan keberadaan pesan itu sendiri
upaya manajemen krisis menjadi lebih efektif. Ray menyebutkan bahwa dalam
(1999, hal. 48). Dalam temuan data, pesan komunikasi yang diungkapkan
manajemen Taman Sriwedari adalah bahwa tempat tersebut akan menjadi tempat
wisata yang lebih tertata dan menjadi pusat seni dan budaya, yang didukung
dengan blueprint Masjid Taman Sriwedari Surakarta yang bercorak budaya dan
menjadi public space tanpa sekat (Wawancara Narasumber 1, 2018). Hal ini
menjadi senada dengan tujuan dari komunikasi krisis untuk menciptakan satu
pesan kredibel dan efektif. Dalam konteks ini manajemen bertujuan untuk
menciptakan pesan bahwa hilangnya THR sebagai unsur hiburan akan semakin
101
kembali. Dalam penelitian ini, teori yang digunakan untuk mengkaji keseluruhan
penelitian adalah pemulihan citra yang merupakan teori komunikasi krisis yang
(Kriyantono, 2017, hal. 179). Komunikasi krisis bisa disebut merespon krisis
komunikasi berupa nilai seni dan budaya yang tercermin dalam salah satu
seperti perayaan 108 tahun Wayang Orang dan perayaan 1 tahun Museum Keris
nilai-nilai seni dan budaya yang sudah dirancang sebagai pesan untuk
normal kembali.
yang diberikan ketika terjadi situasi krisis dan kemudian mendesain manajemen
krisis dengan strategi dan pesan yang akan dieksekusi. Teori pemulihan citra
yang diusung oleh Benoit (2014, hal. 3) didefinisikan sebagai upaya persuasi
mengubah opini publik atas tanggungjawab atau indakan dan/ nilai-nilai akibat
102
dari situasi krisis. Pemulihan citra yang dilakukan oleh manajemen Taman
mengeani pemulihan citra juga berfokus pada apa yang mengancam reputasi
atau citra dan juga publik mana yang menjadi sasaran dan harus dipersuasi
pertama kali adalah publik internal (melalui treatment seperti upaya komunikasi,
103
(Benoit, 2008, dalam Coombs dan Holladay, 2012, hal. 55). Dalam temuan data,
pemahaman secara berimbang antara publik yang satu dengan yang lain
citra itu sendiri. Hal ini sesuai dengan asumsi dalam kerangka teori pemulihan
citra itu sendiri yang memaparkan bahwa mempertahankan reputasi yang baik
adalah tujuan sentral dari berkomunikasi (Benoit, 2014, hal. 16). Konteksnya
adalah ketika krisis tersebut menyerang citra organisasi, yang dalam temuan data
2018), maka strategi pesan disini berperan untuk berkomunikasi mengenai citra
program pemerintah bahwa hal tersebut memiliki tujuan yang baik untuk
2018).
104
Mengacu pada asumsi tersebut, Fisher (1970, seperti dikutip dalam
Benoit, 2014, hal. 17-18) menuturkan bahwa terdapat empat tujuan dalam
yang komunikatif diperlukan agar pesan yang dirancang oleh organisasi dapat
hilangnya THR bukan merupakan akhir atau membuat Taman Sriwedari menjadi
pesna bahwa Taman Sriwedari akan kembali menjadi pusat seni dan budaya
mengenai citra dalam temuan data strategi pesan yang dilakukan manajemen
didasarkan pada temuan data yang menyebutkan bahwa pesan yang diusung
untuk memulihkan citra adalah bahwa ”Taman Sriwedari akan kembali menjadi
manajemen adalah esensi dari Taman Sriwedari itu sendiri. Manajemen Taman
Sriwedari menyebutkan bahwa pusat seni dan budaya adalah esensi Taman
Sriwedari yang menjadi citra dari tempat tersebut, yang pada perkembangannya
105
tahun yang lalu menjadikan Taman Sriwedari sebagai tempat hiburan bagi
keberlangsungan aset-aset seni dan budaya lainnya, tetapi efeknya adalah Taman
kembali citra yang sudah terbentuk di publik (Benoit, 2014, hal. 17). Dalam
menegaskan kembali citra organisasi dengan asumsi bahwa publik mungkin lupa
akna citra organisasi, sehingga diperlukan penegasan kembali. Benoit (2014, hal.
adalah sebelumnya sudah terbentuk suatu citra tersebut, dan melalui kejadian
krisis ini untuk memulihkan citra organisais maka strategi yang dilakukan adalah
Sriwedari, yaitu ketika Taman Sriwedari sudah memiliki citra pusat seni dan
budaya, namun mengalami guncangan akibat ditutupnya salah satu asetnya yaitu
kembali pusat seni dan budaya, melalui pesannya yaitu bahwa penataan ulang
dan pembangunan masjid akan memiliki corak budaya dan Taman Sriwedari
106
tujuan untuk menghidupakn kembali esensi yang sudah lama tergerus oleh
dirancang oleh Benoit (2014, hal. 16). Dalam temuan data, komunikasi menjadi
sentral dalam setiap kegiatan program manajemen krisis yang dilakukan mulai
dari sosialisasi, forum terbuka, dan pekan silaturahmi yang rutin dilakukan oleh
1, 2018). Bahkan melalui upaya komunikasi ini opini publik yang tidak pasti pun
menjadi teratasi sehingga pro dan kontra bisa semakin berkurang dan publik
baik itu paguyuban maupun masyarakat bisa menerima perubahan dalam Taman
Sriwedari.
teori ini berfokus secara ekslusif pada pesan yang didesain secara komunikatif
dan hal tersebut lah yang menjadi dasar dalam setiap perencanaan dan program
107
Sriwedari Surakarta yang berbentuk public space dengan taman bacaan dan
terhadap krisis tersebut dikategorikan ke dalam tiga kategori besar dengan sub-
(Benoit, 2014, seperti dikutip dalam Coombs dan Holladay, 2012, hal. 32).
memilih strategi yang tepat dan pesan apa yang akan disampaikan dalam
tahun tersebut sudah tutup untuk selamanya. Manajemen juga tidak menghindari
offensiveness atau mengurangi serangan. Hal ini ditegaskan dalam strategi yang
108
dilakukan oleh manajemen menghadapi krisis tersebut, dengan mengakui kalau
THR tersebut memang sudah ditutup, bahkan usaha untuk pemindahan sudah
melontarkan pesan yang dapat menenangkan opini publik yang tidak pasti
akan mengembalikan esensi Taman Sriwedari menjadi pusat seni dan budaya,
menyebutkan bahwa nilai seni dan budaya sedari dulu sudah terbentuk, tetapi
loncatan untuk menyuarakan kembali nilai seni dan budaya dalam Taman
Sriwedari.
109
Selanjutnya dalam pemaparan tabel IRT Crisis Response Strategis
pesannya. Analisa peneliti berlanjut pada strategi yang dilakukan oleh organisasi
secara detail untuk mengurangi serangan akibat krisis yang menyerang Taman
pesan yang sudah lama bergaung di Taman Sriwedari yaitu pusat seni dan
budaya. Hal ini pun dituturkan dalam temuan data yang menunjukkan bahwa
budayanya Kota Surakarta yang selama ini sedikit tergerus dengan berbagai
Sriwedari akan kembali menjadi pusat seni dan budaya seutuhnya (Wawancara
Narasumber 1, 2018).
sehingga konteks yang sempit tersebut menjadi konteks yang lebih luas lagi.
momentum bahwa Taman Sriwedari tidak akan mati melainkan akan kembali
110
mendefinisikan ulang tuduhan atas krisis yang terjadi dengan menyuguhkan
untuk menghasilkan lebih banyak interprestasi berbeda terhadap fakta atau detail
dari kasus yang terjadi. Dalam temuan data, manajemen menyampaikan fakta
akan kembali menyuguhkan nilai seni dan budaya yang seutuhnya (Wawancara
dapat meningkatkan nilai seni dan budaya dari Taman Sriwedari yang sedari
konteks tunggal menjadi dua pesan yang berbeda sehingga publik digiring untuk
melihat krisis dari sudut pandang yang lebih luas (Kriyantono, 2017, hal. 184).
Konteks tunggal dari krisis tersebut adalah ditutupnya THR Sriwedari akan
menghidupkan kembali nilai seni dan budaya, dan publik digiring untuk melihat
111
2018). Dalam hal ini, manajemen membandingkan suatu tindakan (krisis
penutupan THR) dengan tindakan lain (dengan ditutupnya THR maka Taman
berusaha untuk mengubah persepsi publik yang pro dan kontra akan penutupan
dengan ditutupnya THR maka tempat tersebut akan kembali dalam nilai seni dan
budaya yang seutuhnya. Persepsi yang dipisahkan adalah opini publik yang tidak
masjid di bekas lahan THR yang notabene menjadi pro dan kontra dengan
menghadirkan pesan bahwa Taman Sriwedari akan kembali menjadi pusat seni
dan budaya Kota Surakarta, sehingga interpretasi dan opini publik menjadi
112
Taman Sriwedari berusaha menegaskan
kembali / menghidupkan kembali citra
Tujuan berkomunikasi “seni dan budaya” yang sudah lama
mengenai citra: tertanam dalam benak publik (yang
Reaffirmation selama ini tergerus oleh perkembangan
(Menegaskan kembali) zaman)
Perencanaan Pesan: Melalui Pesan Komunikasi Tercipta: Eksekusi Penyampaian Pesan melalui
komunikasi dan sinergi Taman Sriwedari akan ditata program Manajemen Krisis: Forum terbuka
dengan berbagai pihak ulang dan kembali menjadi dan Pekan Silaturahmi, serta pelaksanaaan
(FOKSRI, Pemerintah, dan pusat seni dan budaya berbagai kegiatan kebudayaan (Perayaan
Paguyuban) 108 tahun Wayang Orang dan Perayaan 1
tahun Museum Keris)
Diagram 3.5 Srategi Pesan Taman Sriwedari untuk Memulihkan Citra Pasca Krisis
113