Você está na página 1de 2

1

TANGGAPAN TERHADAP

RANCANGANUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIANOMOR ... TAHUN ....


TENTANGPERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2003
TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-
UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG-UNDANG

Tindak Pidana Terorisme. :

Pengertian tindak pidana/ delik dapat diuraikan sebagaimana dikemukakan


oleh Adam Chazawi (2002: 72-73) sebagai berikut:

1. Menurut Halim, delik adalah suatu perbuatan atau tindakan yang


terlarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang
(pidana).
2. Moeljatno mengatakan bahwa suatu strafbaarfeit itu sebenarnya
adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan
perundang-undangan.
3. Istilah strafbaarfeit kemudian diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia oleh Rusli Effendy (1986: 2) delik adalah perbuatan yang
oleh Hukum Pidana dilarang dan diancam pidana terhadap siapa
yang melanggar larangan tersebut”.

Menurut Bambang Purnomo (1983: 81) starbarfeit oleh para ahli hukum
pidana menguraikan perbuatan pidana sebagai:

1. Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana


yang disertai ancaman (sanksi yang berupa pidana tertentu bagi
barang siapa yang melanggar larangan tersebut). (Moeljatno, 1985:
54)
2. Suatu perbuatan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang
yang apabila dilakukan atau diabaikan, maka orang yang melakukan
atau mengabaikan akan diancam dengan pidana. (Soesilo, 1984:6)

Demikianpun Pompe (Lamintang, 1985: 173) memberikan batasan


pengertian istilah strafbaarfeit sebagai berikut

“Secara teoritis strafbaarfeit dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran


norma (ganguan terhadap ketertiban hukum/ law ordeer) yang dengan
sengaja ataupun tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana
penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi
terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan hukum”.
2

Bila dikaitkan dengan RUU Pemberantasan Terorisme, maka mulai dari pasal 1
sampai dengan 33, isi RUU ini masih konsisten dengan pengertian yang disebut
oleh para pakar hukum diatas, yaitu RUU ini mengatur perbuatan pidana yang
dilarang oleh aturan hukum dan larangan tersebut disertai ancaman sangsi
berupa pidana bagi yang melanggar larangan tersebut.

Akan tetapi dua pasal terakir, yaitu pasal 43 A dan 43 B bertentangan dengan :

1. Pendapat para ahli, diaman ruu harus mengatur perbuatan pidana yang
dilarang oleh aturan hukum dan larangan tersebut disertai ancaman sangsi
berupa pidana bagi yang melanggar larangan tersebut.

2. Bertentangan pula dengan Konsideran kedua dari RUU itu sendiri dimana
konsideran pertama :

1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;

Pasal 5 dan 20 UUD 45 ini mengatur tentang kewenangan Pemerintah dan


DPR dalam pembuatan Undang-undang. proses yang dilakukan sat ini
sudah sesuai dengan isi kedua psal ini

2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4284);

Konsideran kedua ini merupakan pedoman isi dari RUU TErorisme. Pasal
43 A dan 43 B tidak sesuai dengan konsideran ini.

Mengingat substansi dari pasal 43 A dan 43 B ini tidak memunyai kaitan


langsung pasal-pasal lain yang ada dalam RUU ini, maka sebaiknya kedua pasal
ini dibuang saja.

Você também pode gostar