Você está na página 1de 18

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU REPRODUKSI TERNAK


ACARA III
ANATOMI ORGAN REPRODUKSI BETINA

Disusun oleh:

Dhamas Aji Panenggar


14/368189/PT/06834
Kelompok XXXIV

Asisten: Tanti Ariyanti

LABORATORIUM FISIOLOGI DAN REPRODUKSI TERNAK


DEPARTEMEN PEMULIAAN DAN REPRODUKSI TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
ACARA III
ANATOMI ORGAN REPRODUKSI BETINA

Tinjauan Pustaka
Organ reproduksi primer yaitu ovarium. Ovarium menghasilkan ova
(sel telur) dan hormon-hormon kelamin betina. Organ reproduksi sekunder
atau saluran reproduksi terdiri dari oviduk, uterus, serviks, vagina, dan
vulva. Fungsi organ-organ reproduksi10 sekunder adalah menerima,
menyalurkan, dan menyatukan sel-sel kelamin jantan dan betina memberi
lingkungan, memberi makan, melahirkan individu baru. Alat alat kelamin
dalam digantung oleh ligamentum.Ligamentum ini terdiri dari mesovarium
(penggantung ovarium), mesosalpink (penggantung oviduk), dan
mesometrium (penggantung uterus) (Idfar, 2017)
Materi dan Metode
Materi
Alat. Alat yang digunakan pada saat praktikum anatomi organ
reproduksi betina adalah pita ukur dan lembar kerja.
Bahan. Bahan yang digunakan pada saat praktikum anatomi organ
reproduksi betina adalah preparet basah organ reproduksi sapi Jawa yang
berumur dua tahun dengan berat sapi 350kg.

Metode
Metode yang digunakan pada praktikum organ reproduksi hewan
betina adalah dengan dilakukan pengamatan, pemahaman fungsi, dan
perbedaan bagian-bagian alat reproduksi betina secara makroskopis.
Preparat yang sudah di amati kemudian diukur pada setiap bagian
organnya dengan pita ukur. Semua hasil pengamatan dicatat pada kertas
kerja.
Hasil dan Pembahasan
. Hasil pengukuran anatomi organ reproduksi betina sapi Simpo
dengan umur 3 tahun bobot badan 250 kg yang dilakukan pada saat
praktikum disajikan pada tabel berikut
Tabel 2. Hasil pengukuran organ reproduksi betina
Panjang Lebar Tinggi Keterangan
Organ reproduksi
(cm) (cm) (cm)
Ovarium 2 2,5 1 -
Oviduk 19 - - -
Corpus uteri 8 - - -
Cornue uteri
Cervix uteri 9 - - Menutup
Vestibulum 25 - - -
Portio vaginales cervices 15 - - -
Vulva 10 - - -
Oviduk 9 - - -
Ovarium
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh ovarium sapi Jawa yang
memiliki panjang 2 cm, lebar 2,5 cm, dan tinggi 1 cm. Faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan ovarium adalah spesies, umur, masa
reproduksi hewan betina. Jalaludin (2014) menyatakan bahwa panjang dan
lebar ovarium sapi aceh umur 3,5-4,5 tahun adalah 2,37±0,28 cm dan
1,01±0,33 cm. Feradis (2010) menyatakan bahwa ukuran ovarium
berbeda-beda dan dipengaruhi spesies dan fase siklus estrus. Berdasarkan
literatur, hasil yang didapat sudah sesuai.
Ovarium yaitu merupakan organ reproduksi betina yang
menghasilkan ovum dan sebagai organ endokrin yang mengekskresikan
hormon-hormon kelamin betina, estrogen dan progesteron. Ovarium
terletak di dalam cavum abdominalis, menggantung, dan bertaut melalui
mesovarium ke uterus. Mesovarium yang didapat memiliki panjang 19 cm.
Fungsi dari mesovarium adalah untuk mempertahankan posisi ovarium
agar tidak bergeser atau jatuh. Azawi et al., (2008) menyatakan bahwa
ovarium tersusun atas bagian bagian medula yang terletak didalam dan
korteks yang terletak diluarnya. Komposisi bagian medula yaitu jaringan
ikat, fibroelastik, jaringan syaraf, dan pembuluh darah yang berhubungan
dengan ligamentum mesovarium melalui hilus.
Bentuk ovarium pada setiap jenis hewan berbeda-beda,
berdasarkan jumlah keturunan yang dilahirkan, bentuk ovarium dibagi
menjadi dua, yaitu Monotocous dan Polytocous. Monotocous dimiliki oleh
hewan yang melahirkan satu anak dalam 1 kali kelahiran. Ovarium pada
jenis hewan ini yang berbentuk bulat panjang atau oval. Contoh : sapi dan
kerbau. Polytocous dimiliki oleh hewan yang melahirkan anak dengan
jumlah yang banyak dalam satu kali kelahiran. Ovarium pada jenis hewan
ini berbentuk seperti buah murbei. Contoh : tikus dan babi.
Feradis (2010) menyatakan bahwa ovarium dibedakan menjadi dua
golongan, yaitu monotocous dan polytocous. Monotocous adalah golongan
hewan yang melahirkan satu anak dalam satu periode kebuntingan,
misalnya sapi, kuda, dan kerbau. Polytocous adalah golongan hewan yang
mampu menghasilkan beberapa anak dalam satu periode kebuntingan.

Ovarium

Gambar 16. Anatomi ovarium


Oviduk
. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, oviduk sapi Simpo
memiliki panjang 8 cm. Idfar (2017) menyatakan bahwa pada sapi dan kuda,
panjang oviduk mencapai 20-30 cm dengan diameter 1,5-3 mm. Oviduk
tergantung pada mesosalpink. Oviduk terdiri atas infundibulum dengan
fimbriae,ampula dan isthmus. Berdasarkan literatur, hasil yang didapat
diatas kisaran normal. Feradis (2010) menyatakan perbedaan panjang
oviduk berbeda-beda menurut umur, bangsa, paritas, dan tingkatan
makanan. Berdasarkan literatur, hasil yang didapat diatas kisaran normal
Oviduk adalah organ sebagai transpor ovum dan spermatozoa yang
melaluinya dari arah yang berlawanan. Oviduk dapat dibedakan menjadi
beberapa bagian, yakni infundibulum, ampulla, dan isthmus. Oviduk
terdapat sepasang (kiri dan kanan) dan digantung oleh ligamentum
(mesosalpink). Pada oviduk terdapat rambut rambut halus (fumbriae) yang
berfungsi untuk menangkap ovum yang selanjutnya masuk ke oviduk. Oviduk
berfungsi sebagai tempat bertemunya sel telur dengan sel spermatozoa. Melia et
al (2016) menyatakan bahwa oviduk terdiri dari 3 bagian yaitu infundibulum,
isthmus, dan ampula. Isthmus adalah bagian dari oviduk yang sempit
seluruhnnya, ampula adalah bagian oviduk yang terbentuk sebgaian
saluran agak lebar, tempat terjadinya kontrasepsi, dan infundibulum adalah
bagian oviduk yang mempunyai fimbria (umbai-umbai) yang berguna untuk
menangkap telur dan kemudian menyalurkannya kedalam oviduk

Infundibulum

Isthmus

Ampulla

Gambar 17. Anatomi oviduk


Uterus
Berdasarkan hasil dari pengamatan yang telah dilakukan, uterus
terbagi menjadi tiga bagian yaitu corpus uterus, dua buah cornue uterus,
dan cervix uterus. Corpus uterus memiliki panjang 8 cm. Cornue uterus
merupakan bagian dari uterus yang berbentuk seperti tanduk yang memiliki
panjang 19 cm. Cervix uterus menutup dengan panjang 5 cm. Prandika
(2016) menyatakan bahwa panjang uterus sapi berkisar 35 sampai 50 cm.
Berdasarkan literatur hasil yang didapat berada dikisaran normal.
Perbedaan panjang uterus saat praktikum dengan literatur menurut Feradis
(2010) dikarenakan adanya perbedaan spesies, umur, bangsa dan faktor
lingkungan.
Uterus merupakan struktur saluran otot yang diperlukan untuk
menerima ovum yang telah dibuahi dan perkembangan zigot. Uterus
digantung oleh ligamentum yaitu mesometrium. Uterus merupakan bagian
saluran berfungsi untuk menerima ovum yang telah dibuahi atau embrio dari
tuba falopii. Uterus mempunyai fungsifungsi yang penting untuk
perkembangbiakan ternak. Pada waktu perkawinan, kontraksi uterus
mempermudah terus kuda pengangkutan sperma ke tuba fallopi. Sebelum
implantasi, uterus mengandung cairan yang merupakan medium bersifat
suspensi bagi blastocyt, sesudah implantasi uterus merupakan tempat
pembentukan plasenta dan perkembangan fetus. Fungsi lain uterus adalah
adanya hubungan kerja secara timbal balik dengan ovarium. Adanya korpus
luteum akan merangsang uterus menghasilkan PGF2α yang berfungsi
untuk regresi korpus luteum secara normal. Stimulasi uterus selama fase
permulaan siklus birahi mempercepat regresi korpus luteum dan
menyebabkan estrus (Idfar, 2017)

Corpus uterus

Cornue uterus

Gambar 18. Anatomi uterus Cervix uterus


Berdasarkan tipenya, uterus dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu tipe
uterus bicornue, bipartile, simplex, dan dulpex. Bicornuate terdiri dari satu
corpus-uterus yang kecil, dua cornua-uterus yang panjang berkelok-kelok,
dan satu cervix. Tipe uterus ini dimiliki oleh babi. Bipartite terdiri dari satu
cervix dan satu corpus-uterus yang jelas Tipe uterus ini dimiliki oleh
domba,sapi, kerbau, kucing, anjing dan kuda. Duplex terdiri dari dua duplex,
tidak memiliki corpus-uterus, dan cornua uterus terpisah sempurna. Tipe
uterus ini dimiliki oleh tikus, kelinci, marmut dan hewan kecil lainnya.
Simplex terdiri dari satu cervix, satu corpus uterus uterus yang berukuran
besar dan jelas tanpa cornu-uterus. Tipe uterus ini dimiliki oleh hewan
primata dan manusia. Uterus tipe simplex dimiliki oleh primata dan mamalia
sejenis. Uterus tipe ini mempunyai cervix uterus, corpus uterus nya jelas
dan tidak memiliki cornue uterus. Uterus tipe bicornue ini dimiliki oleh babi.
Corpus uterus sangat pendek, sebuah cervix dan cornue uterus panjang
serta berkelok-kelok. Uterus bipartite mempunyai satu cervix, corpus uterus
terutama pada kuda, mempunyai cornue uteri, dan terdapat sebuah septum
pemisah kedua cornue uterus. Uterus tipe duplex ini dimiliki oleh tikus,
mencit, kelinci, dan marmot. Uterus tipe ini memiliki dua corpus uterus, dan
dua cervix (Yusuf, 2012).

Gambar 19. Macam-macam uterus


(Yusuf, 2012)
Plasenta terbagi menjadi empat macam, yaitu diffusa, cotyledonaria,
zonaria, dan discoidalis. Plasenta diffusa terdapat pada hewan babi, zonaria
terdapat pada hewan karnivora, cotyledonaria terdapat pada hewan ruminansia,
dan discoidalis terdapat pada primata dan tikus.
Cervix
Berdasarkan hasil dari pengamatan yang telah dilakukan panjang
cervix uterus yaitu 5 cm. Feradis (2010) menyatakan bahwa perbedaan
panjang cervix uterusberbeda-beda menurut umur, bangsa, paritas, dan
tingkatan makanan.
Cervix merupakan bagain alat reproduksi tempat sambungan
dengan uterus ke arah belakang yang berkesinambungan dengan vagina
yang berdinding tipis. Cervix berfungsi sebagai penutup lumen uterus
sehingga tidak memberi kemungkinan untuk masuknya organisme lain ke
dalam uterus. Cervix juga berfungsi menutup lumen uterus, lumen akan
terbuka apabila sedang estrus dan melahirkan.
Idfar (2017) menyatakan bahwa Serviks berfungsi untuk mencegah
masukmati canalis servicalis sehingga mencegah masuknya materi
infeksius ke dalam uterus serta mencegah fetus keluar. Sesaat sebelum
partus, penyumbat serviks mencair dan serviks mengalami dilatasi
sehingga terbuka dan memungkinkan fetus beserta selaputnya dapat
keluarnya mikroorganismeatau benda-benda asing ke lumen uterus. Pada
saat estrus, serviks akan terbuka sehingga memungkinkan sperma
memasuki uterus sehingga terjadi pembuahan serta menghasilkan cairan
mucus yang keluar melalui vagina. Pada saat hewan bunting, serviks
menghasilkan sejumlah besar mucus tebal yang dapat menutup atau
menyumbat. Berdasarkan hasil pengamatan, sudah sesuai dengan
literatur.

cervix

Gambar 21. Anatomi cervix


Vagina
Berdasarkan praktikum didapat vestibulum dengan panjang 9 cm
dan portio vaginalis cervices dengan panjang 16 cm. Rizki (2015)
menyatakan bahwa panjang vagina pada sapi berkisar 20,42 cm dengan
diameter sekitar 6,36 cm. Berdasarkan literatur, hasil yang didapat berada
dikisaran normal. Mardiansyah et al (2016) menyatakan bahwa permulaan
pertumbuhan vagina dipengaruhi oleh kondisi ternak, perlakuan
pemeliharaan, umur, dan jenis ternak.
Vagina adalah alat kopulasi dan tempat sperma dideposisikan,
bermuara dari tiga saluran yaitu orificium urethra externa, dan dua saluran
biverticulum suburethralis. Vagina terdiri dari 2 bagian, yaitu vestibulum dan
portio vaginalis cervices. Idfar (2017) menyatakan bahwa vagina adalah
organ kelamin betina dengan struktur selubung muskuler yang terletak di
dalam rongga pelvis, dorsal dari vesica urinaria, dan berfungsi sebagai alat
kopulatoris (tempat deposisi semen dan menerima penis), serta sebagai
tempat berlalu bagi fetus sewaktu partus
portio
vaginalis
cervices

vestibulum

Gambar 22. Anatomi vagina


Vulva
Hasil praktikum menunjukkan bahwa panjang vulva adalah 10 cm.
Yilmaz et al (2014) menyatakan bahwa vulva pada sapi mempunyai
panjang kurang lebih 8 sampai 10 cm pada bidang bawah. Berdasarkan
literatur, hasil yang didapat berada di kisaran normal. Yilmaz et al (2014)
menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan vulva adalah
siklus reproduksi ternak, dan abnormalitas yang ada.
Vulva merupakan alat kelamin sapi betina yang paling luar. Vulva
berbentuk lipatan-lipatan dan ada yang tertutup rambut halus. Vulva terbagi
menjadi 2 bagian yaitu labia minora dan labia mayora. Vulva berfungsi
untuk melindungi organ reproduksi terhadap ancaman kontaminasi. Rizki
(2015) menyatakan bahwa labia mayora adalahdua lapitan bulat jaringan
lemak yang ditutupi oleh kulit, dan meluas kebawah dan kebelakan mons
pubis. Jaringan lemak yang membentuk sebagian besar dari volume labia
disuplai oleh sebuah pleksus vena yang akibat cidera dapat pecah dan
menimbulkan hematoma.Dua lipatan jaringan yang datar dan kemerahan
tampak jika labia mayora dipisahkan yang disebut labia minora. Jaringan
labia minora menyatu dibagian atas untuk membentuk frenulum dan
prepusium klitoris.
Labia
mayora

Labia
minora

Gambar 23. Anatomi vulva


Klitoris
Klitoris merupakan organ yang bersifat erektil, memiliki syaraf perasa
dan banyak mengandung pembuluh. Alat reproduksi bagian luar ini
mengandung banyak ujung syaraf perasa yang berperan penting pada saat
terjadi kopulasi. Feradis (2010) menyatakan bahwa klitoris merupakan
lubang kecil setelah vulva. Klitoris merupakan tonjolan kecil jaringan erectil
yang terletak pada titik temu labia minora di sebelah anterior. Klitoris
mempunyai persamaan dengan penis hewan jantan yaitu sebagai
perangsang.
Safitri et al. (2012) menyatakan bahwa proses terjadinya birahi
diawali dengan adanya rangsang di hipotalamus pada sistem saraf pusat
dimana dihasilkan enzim dopamin sebagai neurotransmiter dan
neurohormon yang mempengaruhi perilaku dan aktivitas seksual pada
ternak. Safitri et al. (2012) juga menyatakan bahwa rangsangan yang
diterima oleh saraf sensori memicu asetikoline dalam merangsang sel
endotelial mensekresi nitrit oksida guna mengaktifkan cGMP. Aktifnya akan
menyebabkan otot pada corpus cavernosus klitoris menjadi rileks yang
menyebabkan terjadinya dilatasi arteriole klitoris sehingga darah akan
deras mengalir masuk.
Klitoris

Gambar 24. Anatomi klitoris


Siklus estrus
Siklus birahi dibagi menjadi fase luteal dan fase folikuler, lama birahi
dan waktu ovulasi. Pengukuran konsentrasi progesteron, estrogen dan LH
dalam darah tepi selama siklus yang dirujuk dan diperoleh dari kajian
pengikatan protein kompetitif. Setiap spesies mempunyai ciri-ciri khas dari
pola siklus berahinya, namun pada dasarnya adalah sama. Siklus estrus
dibagi menjadi 4 fase, yaitu proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus.
Siklus berahi pada setiap hewan berbeda antara satu sama lain
tergantung dari bangsa, umur, dan spesies. Siklus berahi pada sapi berkisar
antara 18-22 hari Interval antara timbulnya satu periode berahi ke
permulaan periode berikutnya disebut sebagai suatu siklus berahi. Siklus
berahi pada dasarnya dibagi menjadi 4 fase atau periode yaitu proestrus,
estrus, meteestrus, dan diestrus. Berdasarkan perubahan-perubahan
dalam ovaria siklus estrus dapat dibedakan pula menjadi 2 fase, yaitu fase
folikel, meliputi proestrus, estrus serta awal metestrus, dan fase luteal,
meliputi akhir metestrus dan diestrus. (Idfar, 2017)
Fase 1. Proestrus (prestanding events). Faseini hanya berlangsung
1-2 hari. Betina berperilaku seksual seperti jantan, berusaha menaiki
teman-temannya (homoseksualitas), menjadi gelisah, agresif, dan mungkin
akan menanduk, melenguh, mulai mengeluarkan lendir bening dari vulva,
serta vulva mulai membengkak. (Idfar, 2017)Fase 2. Estrus (Standing
Heat). Pada fase ini hewan betinadiam bila dinaiki oleh temannyaatau
standing position. Tetapi juga perlu diperhatikan hal lain seperti seringkali
melenguh, gelisah, mencoba untuk menaiki temantemannya. Sapi betina
menjadi lebih jinak dari biasanya. Vulva bengkak, keluar lendir vulva jernih,
mukosa terlihat lebih merah dan hangat apabila diraba. (Idfar, 2017)
Fase 3. Metestrus (Pasca Berahi). Periode ini berlangsung selama
3-4 hari setelah berahi, sedikit darah mungkin keluar dari vulva induk atau
dara beberapa jam setelah standing heat berakhir. Biasanya 85% dari
periode berahi pada sapi dara dan 50% pada sapi induk berakhir dengan
keluarnya darah dari vulva (untuk cek silang saat mengawinkan inseminasi
harus sudah dilakukan 12-24 jam sebelum keluarnya darah). Keadaan ini
disebut perdarahan metestrus (metestrual bleeding), ditandai dengan
keluarnya darah segar bercampur lendir dari vulva dalam jumlah sedikit
beberapa hari setelah berahi. Perdarahan ini biasanya akan berhenti sendiri
setelah beberapa saat. Yang perlu diingat adalah bahwa tidak semua siklus
berahi pada sapi berakhir dengan keluarnya darah. Keluarnya darah tidak
selalu berarti ovulasi telah terjadi dan tidak selalu menunjukkan bahwa bila
diinseminasi ternak akan bunting atau tidak. Keluarnya darah hanya akan
menunjukkan bahwa ternak telah melewati siklus berahi. (Idfar, 2017)
Fase 4. Diestrus. Berlangsung selama 12-18 hari setelah periode
metestrus sampai periode proestrus berikutnya dan alat reproduksi
praktis ”tidak aktif” selama periode ini karena dibawah pengaruh hormon
progesteron dari korpus luteum (Idfar, 2017)
Gangguan pada reproduksi betina
Retensi plasenta adalah penyakit yang terjadi setelah ternak
mengalami post partum. Retensi plasenta yaitu penyakit yang terjadi karena
tertinggalnya plasenta pada uterus induknya saat melahirkan. Penyebab
dari retensi plasenta sendiri biasanya disebabkan oleh kurangnya nutrien
pada induk selama sedang bunting. Penanganan untuk retensi plasenta
yaitu dengan membantu mengambil plasenta yang masih tertinggal, juga
dengan peningkatan nutrien yang diberikan pada ternak semasa bunting.
Endang (2016) menyatakan bahwa retensi plasenta didefenisikan sebagai
kegagalan mengeluarkan seluruh atausebagian plasenta dari uterus dalam
waktu 24 jam setelah partus.
Abortus pada sapi adalah ketidakmampuan fetus sapi untuk
bertahan hidup sebelum waktu dilahirkan, namun pembentukkan organ
pada fetus tersebut telah selesai. Penyebab terjadinya abortus yaitu adanya
bakteri dan virus brucelosis abortus yang menyerang fetus tersebut.
Penanganan dari penyakit abortus ini yaitu dengan melakukan vaksinasi
yang rutin selama bunting. Khariyah (2011) menyatakan bahwa abortus
terjadi karena infeksi oleh B. abortus, penularan diantara hewan terjadi
akibat perkawinan alami, kontak dengan janin yang terinfeksi, dan cairan
janin itu sendiri.
Prolapsus uteri adalah kondisi dimana rahim (uterus) ternak betina
keluar dari tubuh pada saat ternak betina tersebut sedang melahirkan.
Gangguan prolapsus uteri ini disebabkan oleh mesometrium yang lemah,
dan kemiringan kandang yang tidak seusai. Penanganan dari prolapsus
uteri ini yaitu dengan membuat kemiringan kandang tersebut menjadi
diatas 2 °. Asri (2017) menyatakan bahwa prolapsus uteri adalah suatu
kejadian dimana mukosa uterus keluar dari badan melalui vagina baik
secara keseluruhan maupun keluar sebagian. Pada umumnya terjadi pada
sapi perah yang berumur lebih dari 4 tahun. Prolapsus atau pembalikan
uterus sering terjadi segera sesudah partus dan jarang terjadi beberapa jam
sesudah itu.
Distokia pada sapi adalah suatu keadaan dimana sapi mengalami
kesulitan melahirkan. Penyebab dari distokia sendiri yaitu karena fetus yang
sedang dikandung terlalu besar, induk yang masih terlalu muda untuk
bunting. Penanganan dari distokia sendiri yaitu dengan menyuntikkan
hormon oxytocin yang berguna untuk merenggangkan otot selama partus.
Datrianto (2015) menyatakan bahwa distokia diartikan sebagai kesulitan
kelahiran. Induk sapi yang mengalami distokia ditandai dengan waktu
proses kelahiran diperpanjang, sulit, dan tidak mungkin dilakukan induk
tanpa bantuan manusia.
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka diketahui alat
reproduksi betina terdiri dari ovarium, oviduk, uterus, cervix, vagina, dan
vulva. Fungsi dari ovarium adalah memproduksi ovum dan menghasilkan
hormon esterogen, progesteron dan inhibin. Fungsi dari oviduk adalah
tempat terjadinya fertilisasi, dan tempat trejadinya proses kapasitasi
spermatozoa. Fungsi dari uterus adalah tempat implantasi embrio. Fungsi
dari cervix adalah tempat reservoir spermatozoa dan melindungi dari
mikrobia. Fungsi dari vagina sebagai jalan peranakan. Ukuran yang sesuai
adalah mesovarium, cornue uterus, cervix uterus, vulva dan yang tidak
sesuai adalah ovarium, oviduk, corpus uterus, dan vestibulum. Ukuran tiap
organ reproduksi dapat dipengaruhi oleh umur, jenis, pakan, dan keadaan
sapi apakah bunting atau tidak.
Daftar Pustaka
Azawi, O. I., A. J. Ali, dan E. H. 2008. Pathological and natomical
abnormalities affecting buffalo cows reproductive tracts in mosul.
Iraqi Journal of Veterinary Scince. Mosul. 22(2) : 59-67
Asri. A. 2017. Penanganan Kasus Prolapsus Uteri pada Sapi Limousin di
Kecamatan Maiwa Kabupaten Enrekang. Skripsi Jurusan
Pendidikan Profesi Dokter Hewan. Universitas Hassanudin.
Makassar.
Datrianto. S. D. 2015. Prevalensi dan Faktor Penyebab Kejadian Distokia
pada Sapi Perah di Kelompok Ternak Warga Mulya dan Kelompok
Ternak UPP Kaliurang Kabupaten Sleman Yogyakarta. Skripsi
Jurusan Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Endang. J. Y. S. 2017. Studi kasus penanganan retensio plasenta pada sapi
perah di PT.Ultra Peternakan Bandung Selatan. Skripsi Jurusan
Kedokteran Hewan. Universitas Hassanudin. Makassar.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. ALFABETA. Bandung.
Idfar. 2017. Diagnosa Kebuntingan Dini dalam Mendukung Tingkat
Keberhasilan Inseminasi Buatan Sapi Bali di Kecamatan
Manggelewa Kabupaten Dompu. Skripsi Jurusan Ilmu Peternakan.
Universitas Islam Negeri Alauddin. Makassar.
Ifanasari, G. 2012. Asuhan kebidanan akseptor KB suntik triclofem pada Ny
A P1 A0 umur 28 tahun dengan peningkatan berat badan di PKD
Wahyu sehat Wonorejo Karanganyar. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Kusuma Husada. Surakarta.
Jalaluddin, M. 2014. Morfometri dan karakteristik histologi ovarium sapi
Aceh (Bos indicus) selama siklus estrus. Jurnal Medika Veterinaria,
8(1).
Khariyah. 2011. Zoonosis dan Upaya Pencegahannya. Jurnal Litbang
Pertanian. Medan. 30(3):117-124
Mardiansyah, E. Yuliani, dan S. Prasetyo. 2016. Respon tingkah laku birahi,
service per conception, non return rate, conception rate, pada sapi
bali dara dan induk yang disinkronisasi birahi dengan hormon
progesteron, Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Indonesia
Lombok. 2(1) : 134-143
Melia, J., M, Agil, I. Supriatna, dan Amrozi. 2016. Anatomi dan gambaran
ultrasound organ reproduksi selama siklus estrus pada kuda gayo
betina. Jurnal Kedokteran Hewan. Bogor. 10(2): 103-108
Ratnawati, D., C.P. Wulan, dan A.S. Lukman. 2007. Penunjuk Teknis
Penanganan Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Rizki, M. H. 2015. Morfometri dan Morfologi Organ Reproduksi Betina Sapi
Aceh (Bos Indicus). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan.
Universitas Syah Kuala.
Safitri, E., T. Hernawati, S. Utama, S. Mulyati, dan D. Legowo. 2012.
Penurunan estrus dan gambaran histopatologis ovarium mencit
(Mus musculus) betina kondisi malnutrisi. Veterinaria Medika, 5(3).
Omar, S.M.M. dan A.A.E. Samad. 2007. Modified vaginal smear cytology
for the determination of the rat estrous cycle phases, versus
ordinary papanicolaou technique, verified by light and scanning
electron microscopic examination of the endometrium. The
Egyptian Journal Of Histology, 30(20): 397-408.
Yilmaz, O., E. Yazici, M. Ucar, M. K. Birdane. 2014. The Treatment of
Cognitally Developed Fused Vulva Labia in a Brown-Swiss Heifer.
Turkish Journal of Veterinary and Animal Sciences. 20144 (38):
116-110.
Yusuf, M. 2012. Ilmu Reproduksi Ternak. Lembaga Kajian dan
Pengembangan Pendidikan. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Você também pode gostar