Você está na página 1de 30

Analisis Masalah

1. Mrs. Adis, 17-year-old pregnant woman G1P0A0 38-weeks pregnancy, was brought by her
husband to the RSUD Pali due to convulsion 3 hours ago about +2 minute.
a. Bagaimana hubungan usia ibu dan usia kehamilan dengan keluhan pada kasus? (4,5,6)
b. Apa etiologi kejang pada kehamilan? (7,8,9)
• kelainan vaskularisasi plasenta
• iskemia plasenta, radikal ebas, dan disfungsi endotel
• adaptasi kardiovaskular
• genetik
• defisiensi gizi
• inflamasi
• imunologis

c. Apa saja faktor resiko kejang pada kehamilan? (10,11)


d. Bagaimana mekanisme kejang pada kehamilan? (1,3)
e. Bagaimana dampak dari kejang terhadap ibu dan janin pada trimester ketiga? (1, 3,6)
f. Apa makna klinis kejang terjadi selama 2 menit? (4,7)

 Tingkat awal atau aura


1) Berlangsung 30-35 detik.
2) Tangan dan kelopak mata gemetar.
3) Mata terbuka dengan pandangan kosong.
4) Kepala diputar kekanan atau kekiri.

 Tingkat kejang tonik


1) Berlangsung sekitar 30 detik.
2) Seluruh tubuh kaku : wajah kaku, pernafasan berhenti dapat diikuti sianosis, tangan
menggenggam, kaki diputar kedalam : lidah dapat tergigit.

 Tingkat kejang klonik


1) Berlangsung 1-2 menit.
2) Kejang tonik berupa menjadi kejang klonik.
3) Kontraksi otot berlangsung cepat.
4) Mulut terbuka-tertutup dan lidah dapat tergigit sampai terputus.
5) Mata melotot.
6) Mulut berbuih.
7) Muka terjadi kongesti dan tampak sianosis.
8) Penderita dapat jatuh, menimbulkan trauma tambahan.

 Tingkat koma
1) Setelah kejang klonik berhenti penderita menarik nafas.
2) Diikuti koma yang lamanya bervariasi.
Selama terjadi kejang-kejang dapat terjadi suhu naik mencapai 40c, nadi bertambah
cepat, dan tekanan darah meningkat
g. Bagaimana tatalaksana awal kejang pada ibu hamil? Indikasi dan kontraindikasi,
antidotum (5, 9, 11)

She has been complaining of headache, epigastric pain, vomiting, and visual blurring for the last 2 days.
2.
a. Bagaimana hubungan kejang dengan keluhan dua hari yang lalu? 1,5
b. Bagaimana mekanisme sakit kepala, nyeri ulu hati, muntah, dan penglihatan kabur
pada kasus? 7, 9, 11
Sakit kepala

Adanya penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis  Lumen otot kaku
dan tegang  vasokontriksi a. spiralis  gangguan aliran darah uteroplasenta 
hipoksia dan iskemik plasenta  merangsang produksi oksidan (radikal hidroksil)
 merusak membrane, protein, dan nucleus sel  terjadinya disfungsi endotel 
rangsang peningkatan produksi tromboksan dan endotelin, dan juga penurunan
prostasiklin  terjadi vasokontriksi menyeluruh (termasuk pemb darah di otak)
 hipoperfusi aliran darah ke otak  terjadi iskemik cerebri  rangsang oksidan
 peningkatan permeabilitas membran endotel  transudasi cairan di otak 
edema cerebri  peningkatan tekanan intracranial  Sakit pada kepala

Nyeri ulu hati


a. Adanya Penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis  Lumen otot
kaku dan tegang  vasokontriksi a. spiralis  gangguan aliran darah
uteroplasenta  hipoksia dan iskemik plasenta  merangsang produksi
oksidan (radikal hidroksil)  merusak membrane, protein, dan nucleus sel 
terjadinya disfungsi endotel  rangsang peningkatan produksi tromboksan
dan endotelin, dan juga penurunan prostasiklin  terjadi vasokontriksi
menyeluruh (termasuk pemb darah di hepar)  terjadi iskemia pada sel hepar
 hal ini dapat menyebabkan terjadinya pendarahan pada sel periportal lobus
perifer  pendarahan dapat meluas hingga di bawah kapsula hepar
(subkapsular hematoma)  terjadi rasa nyeri epigastric
b. Pasien dengan pre eklamsia bisa menimbulkan komplikasi berupa sindrom
HELLP . Pasien dengan sindroma hellp akan mengalami lesi klasik di hepar
berupa necrosis periportal, microtrombus, dan deposit fibrin di sinusoid-
sinusoid hati , Obstruksi dari aliran sirkulasi di sinilah yang menyebabkan
hepar mengalami bengkak dan sehingga terjadi peregangan dari kapsula
glisson  nyeri epigastrik
Muntah

Peningkatan permeabilitas kapiler (di lambung)  terjadi pembengakakan pada


lambung  rangsang saraf afferent ke hipotalamus untuk terjadinya peningkatan
asam lambung yang nanti akan disalurkan oleh saraf efferent  menimbulkan
reaksi muntah
Pengelihatan kabur

Adanya penurunan invasi trofoblast di lapisan otot a. spiralis  Lumen otot kaku
dan tegang  vasokontriksi a. spiralis  gangguan aliran darah uteroplasenta 
hipoksia dan iskemik plasenta  merangsang produksi oksidan (radikal hidroksil)
 merusak membrane, protein, dan nucleus sel  terjadinya disfungsi endotel 
rangsang peningkatan produksi tromboksan dan endotelin, dan juga penurunan
prostasiklin  terjadi vasokontriksi menyeluruh (termasuk pemb darah di otak)
 hipoperfusi arteri retinalis  gangguan penglihatan
3. According to her husband, on her last ANC, the midwife found that her blood pressure was high,
and advice to deliver the baby in the hospital. 2,4,6,8,10,12
a. Bagaimana klasifikasi hipertensi pada kehamilan? semua
b. Apa dampak hipertensi terhadap kehamilan dan persalinan? 4, 10, 12
c. Mengapa ANC perlu dilakukan dan apa dampak jika tidak dilakukan? 6, 8
d. Kapan saja perlu dilakukan ANC? 8, 12, 2
e. Apa saja yang diperiksa pada saat melakukan ANC? 2, 4
f. Di mana saja ANC dapat dilakukan? 12, 10
g. Bagaimana kompetensi dokter umum pada kasus? semua
h. Bagaimana mekanisme hipertensi pada kasus ini? semua

6. Lab: Hb 10,2g/dL;PLT: 132.000/mm3 WBC:12.600/mm3 and she had 4+ protein on urine,


cylinder (-)3,5,7
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?

Hasil Interpretasi
pemeriksaan
Hb : 10,2 g/dl Anemia ringan (Hb pada ibu hamil trimester ke 3 : 11 g /
dl)  karena pada ibu hamil terjadi peningkatan volume
plasma yang tidak sebanding dengan peningkatan volume
sel darah merah sehingga terjadi hemodilusi yang
menyebabkan anemia fisiologis.
PLT : Menurun. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan
132.000/mm3 tromboksan A dan serotonin, dan menyebabkan terjadinya
vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan
endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan
dengan terminasi kehamilan
WBC : Leukositosis
12.600/mm3
Proteinuria (+) - Proteinuria (+4)  abnormal
Cylinder (-) Mekanisme : penurunan invasi trofoblast pada A. Spiralis
 lumen otot menjadi kaku dan tegang  vasokontriksi
A.spiralis  gangguan aliran darah uteroplasenta 
hipoksia dan iskemia plasenta  kondisi tersebut
memproduksi radikal hidroksil  menghancurkan
membran sel, nukleus, protein  terjadilah disfungsi
endotel  peningkatan permeabilitas kapiler protein
mudah lolos ke urine  proteinuria
- Cylinder (-)  Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan laboratorium?


7. Apa diagnosis kerja pada kasus? Semua
8. Apa diagnosis banding pada kasus? Semua

Learning Issues
Eclampsia TEMPLATE (SEMUA CARI) dan Preeclampsia
A. Eklampsia
1. Diagnosis banding

Pembeda Eklampsia Hipertensi Ensefalitis Meningitis Epilepsi


esensial
Tekanan darah Meningkat Meningkat Normal Normal Normal
Kesadaran Menurun Normal Koma Koma Menurun
Demam - - + + -
Gangguan + + - - -
penglihatan
Nyeri epigastrium + -/+ - + -
Mual muntah + - + + -
Edema + - - - -
Proteinuria + - -/+ - -
Riwayat hipertensi -/+ + -/+ - -

Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat penyakit lain, oleh
karena itu sebagai diagnosis banding eklampsia antara lain: Hipertensi, perdarahan otak,
lesi di otak, Meningitis, Epilepsi , Kelainan metabolik

2. Algoritma penegakkan diagnosis


Penegakkan diagnosis
1) Anamnesis
 Keluhan yang dialami ibu.
 Usia kehamilan saat ini  preterm
 Riwayat kehamilan dan kelahiran sebelumnya  G1P0A0
 Riwayat obstetrik yang buruk (BOH).
2) Pemeriksaan fisik ibu hamil
 Pemeriksaan eksternal :
− Inspeksi
− Palpasi dengan Leopold I-IV
− Auskultasi fetal heart rate
3) Ditemukan satu atau lebih gejala PEB sebelumnya sebagai berikut:
 TD sistolik 160 mmHg dan TD diastolik 110 mmHg. TD ini tidak turun
meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
 Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif.
 Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc/24 jam.
 Kenaikan kadar kreatinin plasma.
 Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan
pandangan kabur.
 Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson).
 Edema paru dan sianosis.
 Hemolisis mikroangiopatik.
 Trombositopeni berat: <100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat.
 Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoseluler): peningkatan kadar alanin dan
aspartate aminotransferase.
 IUGR.
 Sindroma HELLP.
Diagnosis sindroma HELLP pada kasus dapat pula ditegakkan, sebagaimana sindroma ini
meliputi PEB disertai timbulnya Hemoyisis (H), Elevated liver enzime (EL), dan Low
platelet count (LP).
4) Diagnosis Eklampsia:
 Kehamilan >20 mminggu, saat persalinan atau masa nifas
 Terdapat tanda PEB (hipertensi, proteinuria, edema)
 Kejang atau koma
 Kadang dengan gangguan fungsi organ

3. Diagnosis kerja
Mrs. Helen, 19 tahun, G1P0A0, usia gestasi 38 minggu, kala I fase aktif, mengalami
eklampsia disertai sindrom HELLP parsial.

4. Definisi
Pre eklamsia yang disertai dengan kejang kejang dan atau koma
Pre eklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria

5. Epidemiologi
Di Indonesia frekuensi kejadian Preeklampsia sekitar 3-10% (menurut Triadmojo, 2003)
sedangkan di Amerika serikat dilaporkan bahwa kejadian Preeklampsia sebanyak 5% dari
semua kehamilan (23,6 kvasus per 1.000 kelahiran). (menurut Dawn C Jung, 2007).
Pada primigravida frekuensi Preeklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan
multigravida, terutama primigravida muda, pada (tahun 2000) mendapatkan angka
kejadian Preeklampsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar
74 kasus (5,1%) dari 1413 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31
Desember 2000, dengan Preeklampsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13
kasus eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini terutama dijumpai pada usia 20-24
tahun dengan primigravida (17,5%).
Insiden eklampsia bervariasi antara 0,2% - 0,5% dari seluruh persalinan dan lebih banyak
ditemukan di negara berkembang (0,3%-0,7%) dibandingkan negara maju (0,05%-
0,1%).8-9 Insiden yang bervariasi dipengaruhi antara lain oleh paritas, gravida, obesitas,
ras, etnis, geografi, faktor genetik dan faktor lingkungan yang merupakan faktor risikonya
6. Etiologi
Eklamsia dapat terjadi apabila pre-eklampsia tidak ditangani, sehingga penyebab dari
eklampsia sama dengan penyabab pre-eklampsia. Ada beberapa faktor resiko predisposisi
tertentu yang dikenal, antara lain:

a. Status primigravida.

b. Riwayat keluarga pre-eklamsia atau eklamsia.

c. Pernah eklamsia atau pre-eklamsia.

d. Usia ibu < 17 dan > 35 tahun.

e. Sejak awal menderita hipertensi vascular, penyakit ginjal atau autoimun, diabetes
mellitus, dan kehamilan ganda. (Price, 2006)
7. Faktor resiko
 Paritas
 Kira-kira 85% preeklamsi terjadi pada kehamilan pertama. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari kejadian preeklamsi dan risiko meningkat lagi pada
grandemultigravida (Bobak, 2005). Selain itu primitua, lama perkawinan ≥4 tahun juga
dapat berisiko tinggi timbul preeklamsi (Rochjati, 2003)
 Usia
 Usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 23-35 tahun. Kematian maternal
pada wanita hamil dan bersalin pada usia dibawah 20 tahun dan setelah usia 35 tahun
meningkat, karena wanita yang memiliki usia kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun
di anggap lebih rentan terhadap terjadinya preeklamsi (Cunningham, 2006). Selain itu ibu
hamil yang berusia ≥35 tahun telah terjadi perubahan pada jaringan organ-organ
kandungan dan jalan lahir tidak lentur lagi sehingga lebih berisiko untuk terjadi
preeklamsi (Rochjati, 2003).
 Riwayat hipertensi
 Riwayat hipertensi adalah ibu yang pernah mengalami hipertensi sebelum hamil
atau sebelum umur kehamilan 20 minggu. Ibu yang mempunyai riwayat hipertensi
berisiko lebih besar mengalami preeklamsi, serta meningkatkan morbiditas dan mortalitas
maternal dan neonatal lebih tinggi.
 Sosial ekonomi
 Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa wanita yang sosial ekonominya lebih
maju jarang terjangkit penyakit preeklamsi. Secara umum, preeklamsi/eklamsi dapat
dicegah dengan asuhan pranatal yang baik. Namun pada kalangan ekonomi yang masih
rendah dan pengetahuan yang kurang seperti di negara berkembang seperti Indonesia
insiden preeklamsi/eklamsi masih sering terjadi (Cunningham, 2006)
 Hiperplasentosis /kelainan trofoblast
 Hiperplasentosis/kelainan trofoblas juga dianggap sebagai faktor predisposisi
terjadinya preeklamsi, karena trofoblas yang berlebihan dapat menurunkan perfusi
uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi endotel yang dapat
mengakibatkan terjadinya vasospasme, dan vasospasme adalah dasar patofisiologi
preeklamsi/eklamsi. Hiperplasentosis tersebut misalnya: kehamilan multiple, diabetes
melitus, bayi besar, 70% terjadi pada kasus molahidatidosa (Prawirohardjo, 2008;
Cunningham, 2006).
 Genetik
 Genotip ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara
familial jika dibandingkan dengan genotip janin. Telah terbukti pada ibu yang mengalami
preeklamsi 26% anak perempuannya akan mengalami preeklamsi pula, sedangkan 8%
anak menantunya mengalami preeklamsi. Karena biasanya kelainan genetik juga dapat
mempengaruhi penurunan perfusi uteroplasenta yang selanjutnya mempengaruhi aktivasi
endotel yang dapat menyebabkan terjadinya vasospasme yang merupakan dasar
patofisiologi terjadinya preeklamsi/eklamsi (Wiknjosastro, 2008; Cunningham, 2008).
 Obesitas
Obesitas adalah adanya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh. Obesitas
merupakan masalah gizi karena kelebihan kalori, biasanya disertai kelebihan lemak dan
protein hewani, kelebihan gula dan garam yang kelak bisa merupakan faktor risiko
terjadinya berbagai jenis penyakit degeneratif, seperti diabetes melitus, hipertensi,
penyakit jantung koroner, reumatik dan berbagai jenis keganasan (kanker) dan gangguan
kesehatan lain.Hubungan antara berat badan ibu dengan risiko preeklamsia bersifat
progresif, meningkat dari 4,3% untuk wanita dengan indeks massa tubuh kurang dari 19,8
kg/m2 terjadi peningkatanmenjadi 13,3 % untuk mereka yang indeksnya ≥35 kg/m2
(Cunningham, 2006; Mansjoer, 2008)

8. Klasifikasi
DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN
HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hipertensi Tekanan diastolik ≥ 90 mmHg atau Proteinuria (-)
kenaikan 15 mmHg dalam 2 Kehamilan > 20 minggu
pengu-kuran berjarak 1 jam
Preeklampsia ringan Idem Proteinuria 1+
Preeklampsia berat Tekanan diastolik > 110 mmHg Proteinuria 2+
Oliguria
Hiperrefleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklampsia Hipertensi Kejang
HIPERTENSI KRONIK
Hipertensi kronik Hipertensi Kehamilan < 20
minggu
Superimposed Hipertensi kronik Proteinuria dan
preeklampsi tanda lain
daripreeklampsia

9. Manifestasi klinis
 Pada umumnya eklampsia didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,
nyeri di daerah epigastrium dan hiperrefleksia.
 Gejala klinis pre-eklampsia adalah:
1. Hipertensi—Gejala yang paling awal timbul adalah hipertensi yang terjadi tiba-
tiba. Sebagai batas diambil tekanan darah 140 mmHg (sistolik) dan 90 mmHg (diastolik),
tetapi juga kenaikan sistolik 30 mmHg atau diastolik 15 mmHg di atas tekanan biasanya.
Tekanan darah dapat mencapai 180 mmHg sistolik dan 110 mmHg diastolik tapi jarang
mencapai 200 mmHg. Jika tekanan darah melebihi 200 mmHg, pada penyebab biasanya
hipertensi kronis.
2. Edema—Timbulnya edema didahului oleh penambahan berat badan yang berlebihan.
Penambahan berat ½ kg seminggu pada seorang yang hamil dianggap normal, tetapi jika
mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan, kemungkinan timbulnya pre-eklampsia
harus dicurigai.
Penambahan berat yang sekonyong-konyong ini disebabkan oleh retensi air dalam
jaringan dan kemudian baru tampak edema. Edema ini tidak hilang dengan istirahat.
3. Proteinuria—Sering ditemukan pada pre-eklampsia, yang kiranya karena vasospasme
pembuluh-pembuluh darah ginjal. Proteinuria biasanya timbul lebih lambat dari
hipertensi dan edema.
4. Gejala-gejala subjektif yang umum ditemukan pada pre-eklampsia, yaitu:
a. Sakit kepala yang hebat karena vasospasme atau edema otak
b. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema
atau sakit karena perubahan pada lambung
c. Gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur bahkan kadang-
kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan vasospasme, edema, atau ablatio retinae.
Perubahan-perubahan ini dapat dilihat dengan oftalmoskop.
 Serangan kejang dibagi menjadi empat:
1. Tingkat Invasi (Tingkat Permulaan)
Pada tingkat ini, mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata
bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar satu pihak, dan kejang-kejang halus
terlihat pada muka. Kejadian kira-kira berlangsung selama 30 detik.
2. Tingkat Kontraksi (Tingkat Kejang Tonis)
Seluruh badan menjadi kaku, kadang-kadang terjadi epistotonus, wajahnya kelihatan
kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok kedalam. Pernafasan berhenti, muka
mulai menjadi sianotik, lidah dapat tergigit. Lamanya 15 sampai 20 detik.
3. Tingkat Konvulsi (Tingkat Kejang Klonis)
Terjadilah kejang yang hilang timbul, rahang membuka dan menutup
begitu pula mata; otot-otot muka dan otot badan berkontraksi dan berelaksasi berulang.
Kejang ini sangat kuat sehingga pasien dapat terlempar dari tempat tidur dan atau
lidahnya tergigit. Ludah yang berbuih bercampur darah keluar dari mulut, mata merah,
muka biru, berangsur kejang berulang dan akhirnya berhenti. Lamanya lebih kurang 1
menit.
4. Tingkat Koma
Setelah kejang klonis pasien jatuh dalam koma. Lamanya koma ini dari
beberapa menit sampai berjam-jam. Kalau pasien sadar kembali maka ia tidak ingat sama
sekali apa yang telah terjadi (amnesi retrogad).
 Setelah beberapa waktu, terjadi serangan baru dan kejadian yang dilukiskan di atas
berulang lagi kadang-kadang 20-30 kali. Sebab kematian eklampsia adalah edema paru,
apoplexia dan asidosis. Atau pasien mati setelah beberapa hari karena pneumonia aspirasi,
kerusakan hati atau gangguan faal ginjal.
Pada eklampsia antepartum biasanya persalinan mulai setelah beberapa waktu. Tapi
kadang-kadang pasien berangsur baik tidak kejang lagi dan sadar sedangkan kehamilan
terus berlangsung. Eklampsia yang tidak segera disusul dengan persalinan disebut
eklampsia intercurrent. Dianggap bahwa pasien yang demikian bukan sembuh tapi jatuh
ke tingkat yang lebih ringan ialah dari eklampsia ke dalam keadaan pre-eklampsia. Jadi
kemungkinan eklampsia tetap mengancam pasien semacam ini sebelum persalinan
terjadi. Setelah persalinan keadaan berangsur baik, kira-kira 12-24 jam. Proteinuria hilang
dalam 4-5 hari sedangkan tensi normal kembali dalam kira-kira 2 minggu.

10. Pathogenesis
 Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran dari dari cabang-cabang
arteri uterine dan arteri ovarika yang akan menembus myometrium mementuk arteri
arkuata. Arteri arkuata bercabang membentuk arteri radialis. Arteri radialis akan
menembus endometrium menjadi arteri basalis yang akan membentuk arteri spiralis.
Pada kehamilan normal, terjadi invasi trophoblast ke dalam lapisan otot arteri spiralis
yang menimbulkan degenerasi lapisan otot sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis sehingga matriks jaringan
menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri untuk distensi dan dilatasi. Distensi dan
vasodilatasi lumen arteri spiralis memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta, sehingga
aliran darah ke janin cukup. Prosesn ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi pada kehamilan tidak terjadi invasi sel trofoblas ke ateri spiralis, sehingga
otot arteri tetap kaku dan keras. Lumen arteri relatif mengalami vasokontriksi, sehingga
terjadi penurunan aliran darah uteroplasenta dan hipoksia dan iskemia plasenta.
 Teori iskemia plasenta, radikal ebas, dan disfungsi endotel
Pada kegagalan “remodeling arteri spiralis”, plasenta mengalami iskemia dan hipoksia
menghasilan oksidan (radikal bebas). Salah satu oksidan penting dalam iskemia plasenta
adalah radikal hidroksil yang sangat toksik, terutama terhadap endotel pembuluh darah.
Radikal hidroksil merusak membrane sel yang mengandung banyak asam lemak tidak
jenuh sehingga membentuk preoksida lemak.
Peroksida lemak akan merusak membran sel, nukleus, dan protein sel endotel. Pada
kehamilan dengan hipertensi terjadipeningkatan peroksida lemak, sedangkan antioksidan,
misalnya vitamin E menurun. Peroksida lemak beredar dalam aliran darah dan merusak
membrane endotel, karena langsung berhubungan dengan darah dan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh.
Endotel yang terpapar peroksida lemak akan mengalami kerusakan endotel, sehingga
fungsinya terganggu (disfungsi endotel).pada disfungsi endotel akan terjadi :
 Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu tejadi penurunan produksi
prostasiklin (PGE2) yang merupakan vasodilator.
 Agregasi sel trombosit di daerah endotel yang rusak, sehingga terjadi produksi
tromboksan (TXA2) yang merupakan vasokonstriktor. Normalnya, prostasiklin lebih
tinggi daripada tromboksan, namun pada preeklampsia terjaid peningktan tromboksan
sehingga terjadi vasokontriksi.
 Perubahan khas dari endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis)
 Peningkatan permeabilitas kapilar
 Peningkatan bahan vasopressor, seperti endotelin. Kadar NO (vasodilator)
menurun, sedangkan endotelin (vasokontrikstor) meningkat.
 Peningkatan faktor koagulasi.
 Teori intoleransi immunologic antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imun berperan pada terjadinya hipertensi dalam kehamilan, adalah
kearena
o Primigravida memiliki rasio lebih besar mengalami hipertensi pada kehamilan
dibandingkan multigravida
o Ibu multipara yang kemudian menikah lagi memiliki risiko lebih besar mengalami
hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan suami sebelumnya
o Seks oral memiliki risiko lebih rendah terjadi hipertensi dalam kehamilan.
Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah makin lama periode ini,
makin kecil risiko hipertensi dalam kehamilan.
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak “hasil konsepsi” yang
bersifat asing karena adanya modulasi imun oleh Human Leukocyte Antigen Protein G
(HLA-G). HLA-G pada plasenta melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural
Killer (NK) ibu.
HLA-G juga mempermudah invasi trofoblas ked alma jaringan desidua ibu. Pada
kehamilan dengan hipertensi ditemukan penurunan ekspresi HLA-G, sehingga
menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas penting agar jaringan
desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan dilatasi arteri spiralis. HLA-G
juga merangsang produksi sitokin, sheingga memudahkan reaksi inflamasi.
Kemungkinan terjadi Immune-Maladpatation pada preeklampsia.
Pada awal trimester kedua, wanita memiliki kencenderungan untuk mengalami
preeklampsia, ternyata memiliki proporsi sel helper lebih rendah dibandingkan
normotensive.
 Teori adaptasi kardiovaskular
Pada saat hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.
Refrakter berarti tidak peka terhadap rangsangan vasopressor. Hal ini diakibatkan adanya
sitesis prostaglandin (prostasiklin) pada endotel pembuuh darah.
Pada kehamilan dengan hipertensi terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap asopressor. Penelitian
menunjukkan kepekaan dimulai sejak trimester pertama yang daapt ditemukan pada
kehamilan 20 minggu.
 Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandinggkan
dengan genotype janin. Ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya juga
dapat mengalami preeklampsia dan 8% menantunya mengalami preeklampsia.
 Teori defisiensi gizi
Berdasarakan peneilitan si Inggris sebelum pecahnya Perang Dunia ke II, saat masa sulit
untuk mendapat gizi cukup terjadi kenaikkan insiden hipertensi dalam kehamilan. Sebuah
penelitian menunjukan konsumsi minyak ikan termasuk minyak halibut dapat
mengurangi risiko preeklampsia, karena mengandung banyak asam lemak tak jenug yang
dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, serta
mencegah vasokontriksi. beberapa penelitian juga mengganggap defisiensi kalsium dapat
menyebabkan preeklampsia atau eklampsia.
 Teori inflamasi
Teori ini berhubungan dengan lepasnya debris trofoblas di sirkulasi darah meruapakan
rangsangan utama terjadinya inflamasi.
Pada kehamilan normal, plasenta melepaskan debris trofoblas sebagai hasil apoptosis dan
nekrotik trofoblas, karena reaksi stress oksidatif. Bahan ini akan memicu timbulnya
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlahnya masih dapat ditoleransi sehingga inflamasi
masih minimal, namun pada kehamilan dengan preeklampsia terjadi peningkatan stress
oksidatif sehingga jumlah debris dan nekrotik meningkat. Hal ini menimbulkan beban
reaksi inflamasi lebih besar, sehingga terjadi aktivasi sel endotel, dan sel
makrofag/granulosit yang besar yang berakibat pada munculnya gejala preeklampsia.
 Teori imunologis

Respon imun ibu pada kehamilan normal tidak menolak adanya hasil konsepsi karena sel-
sel trofoblas plasenta mengekspresikan human leukocyte antigen protein G (HLA-G)
yang melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer ibu. Human leukocyte
antigen protein G juga merupakan prakondisi terjadinya invasi trofoblas ke jaringan
desidua. Penurunan ekspresi HLA-G terjadi pada preeklampsia sehingga menghambat
invasi trofoblas ke jaringan desidua, menyebabkan implantasi yang abnormal, dan
mengubah respon kekebalan ibu terhadap antigen janin

11. Patofisiologi
 Patofisiologi kejang eklamptik belum diketahui secara pasti. Kejang eklamptik dapat
disebabkan oleh hipoksia karena vasokonstriksi lokal otak, dan fokus perdarahan di
korteks otak. Kejang juga sebagai manifestasi tekanan pada pusat motorik di daerah lobus
frontalis.Beberapa mekanisme yang diduga sebagai etiologi kejang adalah sebagai
berikut:
a) Edema serebral
b) Perdarahan serebral
c) Infark serebral
d) Vasospasme serebral
e) Pertukaran ion antara intra dan ekstra seluler
f) Koagulopati intravaskuler serebral
g) Ensefalopati hipertensi
 Kejang pada eklampsi berkaitan dengan terjadinya edema serebri. Secara teoritis terdapat
dua penyebab terjadinya edema serebri fokal yaitu adanya vasospasme dan dilatasi yang
kuat.
 Teori vasospasme menganggap bahwa over regulation serebrovaskuler akibat naiknya
tekanan darah menyebabkan vasospasme yang berlebihan yang menyebabkan iskemia
lokal. Akibat iskemia akan menimbulkan gangguan metabolisme energi pada
membran sel sehingga akan terjadi kegagalan ATP-dependent Na/K pump yang akan
menyebabkan edema sitotoksik. Apabila proses ini terus berlanjut maka dapat
terjadi ruptur membran sel yang menimbulkan lesi infark yang bersifat irreversible.
 Teori force dilatation mengungkapkan bahwa akibat peningkatan tekanan darah yang
ekstrim pada eklampsi menimbulkan kegagalan vasokonstriksi autoregulasi sehingga
terjadi vasodilatasi yang berlebihan dan peningkatan perfusi darah serebral yang
menyebabkan rusaknya barier otak dengan terbukanya tight junction sel- sel endotel
pembuluh darah. Keadaan ini akan menimbulkan terjadinya edema vasogenik. Edema
vasogenik ini mudah meluas keseluruh sistem saraf pusat yang dapat menimbulkan
kejang pada eklampsi.

12. Pemeriksaan penunjang


Semua wanita yang hadir dengan hipertensi onset baru harus menjalani tes berikut ini:
 Complete Blood Count
 Tingkat serum alanin aminotransferase (ALT) dan aspartate aminotransferase
(AST)
 Serum kreatinin Asam urat Koleksi urin 24 jam untuk protein dan kreatinin
(kriteria standar)
 Analisis dipstick urin

13. Tatalaksana
Prinsip Penatalaksanaan Eklampsia
a. Mengatasi Kejang
1) Keadaan Darurat Penanganan Kejang
 Pelihara jalan napas
 Miring dan ekstensikan kepala
 Masukkan benda keras diantara gigi
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah
penderita mengalami trauma akibat kejang tersebut. Penderita dierawsat di kamar isolasi
cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi sianosis segera dapat diketahui.
Penderita dibaringkan di tempat tidur lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan
dikunci kuat. Selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan
mencoba melepas sudah lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan gigi.
Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan
ekstremitas penderita kejang tidak terlalu kuat menhentak benda keras di sekitarnya.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila
penderita selesai kejang-kejang, segera beri oksigen.
2) Pemberian Obat Anti Kejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan pertama adalah magnesium sulfat. Bila dengan obat
ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya thiopental.
Diazepam dapat dipakai sebagai altenatif pilihan, namun mengingat dosis yang
dibutuhkan sangat tinggi, pemberian diazepam hanya diberikan oleh mereka yang
berpengalaman.
Magnesium sulfat bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan mengambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular akan membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak terjadi
(terjaidi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan magnesium). Kadar kalsium yang
tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.
b. Menurunkan Tekanan Darah atau Mengurangi Vasokonstriksi
Obat kardiotonika atau obat-obatan antihipertensi hendaknya selalu disiapkan dan
diberikan benar-benar atas indikasi.
Obat yang diberikan di indonesia adalah nifedipin dan klonidin
c. Infus dan Meningkatkan Diuretik
 Dapat diberikan infus cairan glukose 5% atau ringer laktat jika tidak ada tanda
perdarahan atau hiponatremia
 Pemberian diuretik tidak bermanfaat untuk menghilangkan edema anasarka, justru
hati-hati dalam pemberian diuretik karena wanita dengan eklampsia sangat sensitif
terhadap penambahan cairan yang mendadak
 Pemberian diuretik diindikasikan jika terdapat edema pulmonum danharus disertai
dengan monitor plasma elektrolit. Diuretikum yang dipakai adalah Furosemide.
d. Mengakhiri Kehamilan
 Usia kehamilan saat ini > 34 minggu (38 minggu)
 Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
 Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme
ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan dibawah ini:
o Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
o Setelah kejang terakhir.
o Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
o Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
 Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah Cesar.
 Tindakanseksio sesar dilakukan pada keadaan:
- Penderita belum inpartu
- Fase laten
- Gawat janin
Tindakan seksio sesar dikerjakan dengan mempertimbangkan keadaan atau kondisi ibu.

Tatalaksana Non-Farmakologi
a. Tirah baring dengan posisi miring ke sebelah kiri (untuk menghilangkan tekanan
rahim pada vena cava inferior) →↑ aliran darah balik→ menambah curah jantung → ↑
aliran darah ke organ vital.
b. Diet
- Minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh ( omega 3 - PUFA)
- Antioksidan (Vit C,E, β karoten, CoQ10, N-asetilsistein, asam lipoik.
- Elemen logam berat : Zinc, Mg, Kalsium

Proses Persalinan
a. Perawatan Eklampsia
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi fungsi
vital, yang harus selalu diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC), mengatasi dan
mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia mencegah trauma pada pasien
pada waktu kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis
hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.
Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklampsia, merupakan perawatan
yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklampsia ialah
mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya
hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan
janin pada saar dan dengan cara yang tepat.
b. Pengobatan Medikamentosa
 Dosis Awal:
MgSO4 4gr IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
 Dosis Pemeliharaan:
MgSO4 (40%) 5gr IM dengan 1mL Lignokain (dalam semprit yang sama)
c. Pengobatan Obstetrik
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah
mencapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu. Pada perawatan
pasca persalinan, bila persalinan pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
d. Proses Persalinan
Pilihan cara melahirkan untuk pasien pre-eklampsia tidaklah selalu seksio sesarea.
Metode melahirkan bergantung kepada usia kehamilan, presentasi janin, status serviks,
dan kondisi ibu-janin. Apabila dimungkinkan, partus per vaginam dengan induksi
kelahiran dapat dilakukan, biasanya dengan ekstraksi forceps atau dapat juga dengan
cara seksio sesarea tergantung indikasi.

Manajemen Post-Natal
Sikap terhadap kehamilan ialah semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri,
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinan diakhiri bila sudah
mecapai stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.
- Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
- Mempertahankan kalori 1500 kkal / 24 jam, bila perlu dengan selang nasogastrik
atau parenteral, karena pasien belum tentu dapat makan dengan baik.
- Antikonvulsan (MgSO4) dipertahankan sampai 24 jam postpartum, atau sampai
tekanan darah terkendali.
- Melakukan pengawasan ketat pasca persalinan di ruang perawatan intensif
- Teruskan terapi antihipertensi jika tekanan diastolic >110 mmHg.
- Pantau urin terus.
14. Komplikasi
1. Paru
Edema paru adalah tanda prognostik yang buruk yang menyertai eklampsia. Faktor
penyebab atau sumber terjadinya edema adalah: (1) pneumonitis aspirasi setelah inhalasi
isi lambung jika terjadi muntah pada saat kejang; (2) kegagalan fungsi jantung yang
mungkin sebagai akibat hipertensi akibat berat dan pemberian cairan intravena yang
berlebihan (Cunningham, 2005).
2. Otak
Pada preeklampsia, kematian yang tiba-tiba terjadi bersamaan dengan kejang atau segera
setelahnya sebagai akibat perdarahan otak yang hebat. Hemipelgia terjadi pada
perdarahan otak yang sublethal. Perdarahan otak cenderung terjadi pada wanita usia tua
dengan hipertensi kronik. Yang jarang adalah sebagai akibat pecahnya aneurisma arteri
atau kelainan vasa otak (acute vascular accident, stroke). Koma atau penurunan kesadaran
yang terjadi setelah kejang, atau menyertai preeklampsia yang tanpa kejang adalah
sebagai akibat edema otak yang luas. Herniasi batang otak juga dapat menyebabkan
kematian. Bila tidak ada perdarahan otak yang menyebabkan koma dan dengan
pemberian terapi suportif yang tepat sampai penderita kembali sadar umumnya prognosis
pada penderita adalah baik (Cunningham, 2005).
3. Mata
Kebuataan dapat terjadi setelah kejang atau dapat terjadi spontan bersama dengan
preeklampsia. Ada dua penyebab kebutaan, yaitu :
A. Ablasio retina, yaitu lepasnya retina yang ringan sampai berat.
B. Iskemia atau infark pada lobus oksipitalis. Prognosis untuk kembalinya
penglihatan yang normal biasanya baik, apakah itu yang disebabkan oleh kelainan retina
maupun otak, dan akan kebali normal dalam waktu satu minggu (Cunningham, 2005).
4. Psikosis
Eklampsia dapat diikuti keadaan psikosis dan mengamuk, tapi keadaan ini jarang terjadi.
Biasanya berlangsung selama beberapa hari sampai dua minggu, tetapi prognosis untuk
kembali normal umumnya baik, selama tidak ada kelainan mental sebelumnya
(Cunningham, 2005).
5. Sistem hematologi
Plasma darah menurun, viskositas darah meningkat, hemokonsentrasi, gangguan
pembekuan darah, disseminated intravascular coagulation (DIC), sindroma HELLP
(Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007).
6. Ginjal
Filtrasi glomerulus menurun, aliran plasma ke ginjal meningkat, klirens assam urat
menurun, gagal ginjal akut (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007).
7. Hepar
Nekrosis periportal, gangguan sel liver, perdarahan subkapsuler (Manuaba, 2003;
Winkjosastro, 2007).
8. Uterus
Solusio plasenta yang dapat menyebabkan perdarahan pascapartum. Abrutio plasenta
yang dapat menyebabkan DIC (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007).
9. Kardiovaskuler
Cardiac arrest, acute decompensatio cordis, spasme vaskular menurun, tahanan pembuluh
darah tepi meningkat, indeks kerja ventrikel kiri naik, tekanan vena sentral menurun,
tekanan paru menurun (Manuaba, 2003; Winkjosastro, 2007).
10. Perubahan Metabolisme umum
Asidosis metabolik, gangguan pernapasan maternal (Manuaba, 2003; Winkjosastro,
2007).
Perdarahan
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan dari uterus dan terjadi sebelum
melahirkan. Perdarahan antepartum dapat terjadi karena robeknya plasenta yang melekat
didekat kanalis servikalis yang dikenal dengan plasenta previa atau karena robeknya
plasenta yang terletak di tempat lain di dalam rongga uterus atau yang dikenal dengan
solusio plasenta. Eklampsia merupakan faktor predisposisi terjadinya solusio plasenta
walaupun lebih banyak terjadi pada kasus hipertensi kronik (WHO, 2007; Cunningham,
2005).
Perdarahan postpartum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah pada
persalinan pervaginam, 1000 ml pada seksio sesaria, 1400 ml pada histerektomi secara
elektif atau 3000 sampai 3500 ml pada histerektomi saesarea darurat, setelah kala tiga
persalinan selesai. Pada eklampsia sering didapat adanya hemokonsentrasi atau tidak
terjadinya hipervolemia seperti pada kehamilan normal. Hal tersebut membuat ibu hamil
pada kasus eklampsia jauh lebih rentan terhadap kehilangan darah dibandingkan ibu
normotensif (Cunningham, 2005).
Kematian Maternal
Kematian maternal adalah kematian setiap ibu dalam kehamilan, persalinan, masa nifas
sampai batas waktu 42 hari setelah persalinan, tidak tergantung usia dan tempat
kehamilan serta tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri kehamilan tersebut dan bukan
disebabkan oleh kecelakaan (WHO, 2007).
Kematian maternal pada eklampsia disebabkan karena beberapa hal antara lain karena
perdarahan otak, kelinan perfusi otak, infeksi, perdarahan dan sindroma HELLP
(Cunningham, 2005).

Komplikasi Perinatal
Saat kejang terjadi peningkatan frekuensi kontraksi uterus sehingga tonus otot uterus
meningkat. Peningkatan tersebut menyebabkan vasospasme arterioli pada miometrium
makin terjepit. Aliran darah menuju retroplasenter makin berkurang sehingga dampaknya
pada denyut jantung janin (DJJ) seperti terjadi takikardi, kompensasi takikardi dan
selanjutnya diikuti bradikardi (Manuaba, 2003; Cunningham, 2005).
Rajasri dkk menyebutkan terjadinya komplikasi neonatal pada kasus eklampsia seperti
asfiksia neonatorum (26%), prematuritas (17%), aspirasi mekoneum (31%), sepsis (4%),
ikterus (22%) (Yaliwal, 2011).
George dkk dalam penelitiannya menyebutkan Sebanyak 64,1% bayi dilaporkan harus
mendapatkan perawatan di Special Care Baby Unit dengan indikasi prematuritas, berat
badan bayi lahir rendah, asfiksia neonatorum berat (skor Apgar 5 menit <7), ikterus
neonatal, sepsis neonatal. Angka kematian perinatal pada kasus eklampsia adalah 5411,1
per 1000 kelahiran hidup diaman 51,4% kematian intrauterin dan 48,6% kematian
neonatal. Penyebab kematian perinatal terbanyak adalah asfiksia (33,3%), sindrom
distress respirasi (22,2%), dan prematuritas (22,2%) (George, 2009).
1. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badan lahirnya tidak sesuai dengan berat
badan seharusnya untuk masa gestasi. Berat lahir kurang dibawah beratlahir yang
seharusnya untuk masa gestasi tertentu atau kecil untuk masa kehamilan (KMK) yaitu
kalau berat lahirnya dibawah presentil ke-10 menurut kurva pertumbuhan intrauterin
Lubhenco atau dibawah 2 SD menurut kurva pertumbuhan intrauterin Usher dan
Mc.Lean.
Pada preeklampsia atau eklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan
akibat menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai
akibatnya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah
dalam villi karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadijaringan fobrotik, dipercepat
dprosesnya pada preeklampsia atau eklampsia dan hipertensi. Menurunnya alrand arah ke
plasenta mengakibatkan gangguan fungdi plasenta. Pada hipertensi yang agak lama
pertumbuhan janin terganggu sehingga menimbulkan dismaturitas, sedangkan pada
hipertensi yang lebih pendek terjadi gawat janin sampai kematiannya karena kekurangan
oksigenasi (Manuaba, 2003; Sinaga, 2003; Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007).
Komplikasi dismaturitas : (Winkjosastro, 2007)
1. Sindrom aspirasi meconium
Kesulitan pernapasan yang sering ditemukan pada bayi dismatur. Keadaan
hipoksia intrauterin akan mengakibatkan janin mengadakan gaping dalam uterus,.
Slelain itu mekoneum akan dilepaskan kedalam liquor amnion, akibatnya cairan
yang mengandung mekonium masuk kedalam paru janin karena inhalasi. Pada saat
bayi lahir akan menderita gangguan pernapasan.
2. Hipoglikema simptomatik
Penyebabnya belum jelas, tetapi mungkin sekal disebabkan karena persediaan
glikogen yang sangat kurang pada bayi dismaturitas.
3. Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan kegawatan bayi karena terjadinya
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir dan disertai
dengan hipoksia dan hiperkapnea yang dapat berlanjut menjadi asidosis. Asfiksia
neonatorum dapat disebabkan karena faktor ibu yaitu adanya gangguan aliran
darah ke uterus. Gangguan aliran darah ke uterus menyebabkan berkurangnya
asupan oksigen ke plasenta dan janin. Penilaian derajat asfiksia dapat dilakukan
dengan Apgar skor, yaitu dengan ketentuan sebagai berikut :
Tabel 1. Skor Apgar
4. Penyakit membran hialin
Penyakit ini terutama mengenai bayi dismatur yang preterm, disebabkan surfaktan
belum cukup sehingga alveoli kolaps. Penyakit ini terutama bila masa gestasinya
kurang dari 35 minggu.
5. Hiperbilrubinema
2. Prematuritas
Partus prematuritas sering terjadi pada ibu dengan eklampsia karena terjaadi kenakan
tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan yang meningkat (Cunningham, 2005;
Winkjosastro, 2007).
3. Sindroma Distress Respirasi
Yoon (1980) melaporkan insidens sindrom distres respirasi pada bayi yang dilahirkan dari
ibu preeklampsia-eklampsia sebanyak 26,1-40,8%. Beberapa faktor yang berperan
terjadinya gangguan ini adalah hipovolemik, asfiksia, dan aspirasi mekonium
(Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007).
4. Trombositopenia
Trombositopenia pada bayi baru lahir dapat merupakan penyakit sistemik primer sistem
hemopoetik atau suatu transfer faktor-faktor yang abnormal ibu. Kurang lebih 25-50%
bayi yang dilahirkan dari ibu dengan trombositopenia juga mempunyai jumlah trombosit
kurang dari 150.000/mm3 pada waktu lahir, tapi jumlah ini dapat segera menjadi normal
(Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007).
5. Hipermagnesemia
Disebut hipermagnesemia bila kadar magnesium serum darah lebih besar atau sama
dengan 15 mEq/l. Hal ini dapat terjadi pada bayi baru lahir dari ibu eklampsia dengan
pengobatan magnesium. Pada keadaan ini dapat terjadi depresi sususan saraf pusat,
paralisis otot-otot skeletal sehingga memerlukan pernapasan buatan (Cunningham, 2005;
Winkjosastro, 2007).
6. Neutropenia
Bayi yang dilahirkan dari ibu dengan preeklampsia dan terutama dengan sindroma
HELLP dapat ditemukan neutropenia. Penyebabnya tidak jelas, mungkin mempunyai
hubungan dengan agent yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah ibu
melewati plasenta janin (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007).
7. Kematian Perinatal
Kematian perinatal terjadi karena asfiksia nonatorum berat, trauma saat kejang
intrapartum, dismaturitas yang berat. Beberapa kasus ditemukan bayi meninggal
intrauterin (Cunningham, 2005; Winkjosastro, 2007).
15. Edukasi dan pencegahan
Pre-eklampsia dan eklampsia memiliki etiologi yang belum pasti, namun dengan riwayat
eklampsia sebelumnya maka berisiko tinggi mengalaminya di kehamilan selanjutnya.
Pencegahan eklampsia ialah sebagai berikut.
1. Meningkatkan cakupan, kemudian kepada semua ibu hamil diberikan perawatan
dan skrining antenatal untuk deteksi dini secara proaktif yaitu mengenal masalah yang
perlu diwaspadai dan menemukan secara dini adanya tanda bahaya dan faktor risiko pada
kehamilan. 2. Meningkatkan kualitas pelayanan sesuai kondisi dan faktor risiko yang ada
pada ibu hamil. 3. Meningkatkan akses rujukan yaitu: pemanfaatan sarana dan fasilitas
pelayanan kesehatan ibu sesuai dengan faktor risikonya melalui rujukan berencana bagi
ibu dan janin.
2. Pencegahan terbaik preeklampsia/eklampsia adalah dengan memantau tekanan
darah ibu hamil.
3. Padukan pola makan berkadar lemak rendah dan perbanyak suplai kalsium,
vitamin C dan A serta hindari stres. Selain bedrest, ibu hamil juga perlu banyak minum
untuk menurunkan tekanan darah dan kadar proteinuria, sesuai petunjuk dokter. Lalu,
untuk mengurangi pembengkakan, sebaiknya ibu hamil mengurangi garam dan
beristirahat dengan kaki diangkat ke atas (Indiarti, 2009).
4. Bila sejak awal kehamilan tekanan darah ibu hamil sudah tinggi, berarti ibu hamil
harus berhati-hati dengan pola makanannya. Ibu hamil harus mengurangi makanan yang
asin dan bergaram seperti ikan asin, ebi, makanan kaleng, maupun makanan olahan lain
yang menggunakan garam tinggi. Bila tekanan darah meningkat, istirahatlah sampai turun
kembali. Lakukan relaksasi secukupnya, karena relaksasi dapat menurunkan tekanan
darah tinggi (Indiarti, 2009).
Upaya pencegahan preeklampsia/eklampsia sudah lama dilakukan dan telah banyak
penelitian dilakukan untuk menilai manfaat berbagai kelompok bahan-bahan non-
farmakologi dan bahan farmakologi seperti: diet rendah garam, vitamin C, toxopheral (vit
E), beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink, magnesium, diuretik, anti
hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalsium untuk mencegah terjadinya preeklampsia
dan eklampsia (Haryono, 2008).
Rencana Kehamilan dan Persalinan Berikutnya
Tidak hanya kehamilan pertama, kehamilan kedua dan seterusnya pun ternyata
membutuhkan persiapan dan perencanaan yang baik. Tidak hanya persiapan fisik, tetapi
juga mental. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, antara lain:
1. Mengatur jarak kelahiran
Secara medis, rahim sebenarnya sudah siap untuk hamil lagi tiga bulan setelah ibu
melahirkan. Namun, berdasarkan catatan statistic penelitian Conde Agudelo, bahwa jarak
kelahiran yang aman antara anak satu dengan yang lainnya adalah 27- 32 bulan. Pada
jarak ini kemungkinan besar bisa memiliki bayi yg sehat serta selamat saat melewati
proses kehamilan. pemulihan belum sempurna dan robekan perineum dapat terjadi
sehingga sangat penting mempertimbangkan jarak kehamilan, jarak kelahiran 2-3 tahun
merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin.
2. Melepas alat kontrasepsi
Idealnya, hentikan pemakaian alat kontrasepsi beberapa bulan sebelum memutuskan
untuk hamil kembali, terutama untuk pemakaian pil kontrasepsi. Hal ini agar siklus
menstruasi ibu normal kembali. Kecuali untuk pemakaian spiral, Bunda bisa langsung
hamil begitu alat kontrasepsi dilepas. Adapun untuk metode kontrasepsi suntik.
Tunggulah 3 bulan sebelum ibu memutuskan untuk hamil.
3. Pemeriksaan Prakehamilan
Apabila ibu sudah siap hamil kembali, yang harus dilakukan adalah melakukan
pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya hal- hal yang bisa menyebabkan gangguan
kehamilan, baik gangguan pada ibu maupun bayinya. Adapun jenis tes yang disarankan
adalah tes ginekolog secara lengkap, termasuk tes labolatorium. Jika diketahui sang ibu
mengalami riwayat penyakit yang berat, biasanya dokter akan menyarankan penundaan
kehamilan.
4. Atur gizi dan nutrisi ibu menjelang kehamilan berikutnya
Perlunya meningkatkan gizi dan nutrisi yang cukup pada ibu, menghindari terjadi
gangguan/penyakit pada saat kehamilan berikutnya. Kesehatan janin sangat bergantung
pada gizi dan nutrisi ibu.

16. Prognosis
Untuk eklampsia, prognosisnya ditentukan dengan kriteria Eden:
 Koma yang lama (prolonged coma)
 Nadi diatas 120x/menit
 Suhu 39.4oC atau lebih
 Tekanan darah diatas 200 mmHg
 Konvulsi lebih dari 10x
 Proteinuria 10gr atau lebih
 Tidak ada edema, edema menghilang
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas, eklampsia masuk ke kelas ringan; bila
dijumpai 2 atau lebih, termasuk eklmapsia kelas berat dan prognosis akan lebih buruk.

17. SKDI
3B
B. Hellp syndrome
1. Definisi
HELLP (Hemolysisi, Elevated Liver enzyme, Low Platelets count) syndrome, merupakan
pre-eklamsia/eklamsia disertai timbulnya hemolysis, peningkatan enzim hepar, disfungsi
hepar, dan trombositopenia.

2. Diagnosis
 Didahului tanda dan gejala yang tidak khas yaitu malaise, lemah, nyeri kepala,
mual, muntah (semua ini mirip dengan gejala infeksi virus)
 Adanya tanda dan gejala pre-eklamsia
 Tanda-tanda hemolysis intravascular, khususnya kenaikan LDH, AST, dan
bilirubin indirek.
 Tanda kerusakan/ disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST, LDH
 Trombositopenia
Trombosit ≤150.000/ml
Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa
memandang ada tidaknya tanda dan gejala pre-eklamsia, harus dipertimbangkan
sindroma HELLP.

3. Patofisiologi
Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom menyebabkan
terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi platelet intravaskuler.
Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan tromboksan A dan serotonin, dan
menyebabkan terjadinya vasospasme, aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan
endotelial lebih lanjut. Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan terminasi kehamilan
(Maurin, 1999).
Sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar dari pembuluh darah yang
telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya timbunan fibrin di sinusoid akan
mengakibatkan hambatan aliran darah hepar, akibatnya enzim hepar akan meningkat
(Maurin, 1999).
Proses ini terutama terjadi di hati, dan dapat menyebabkan terjadinya iskemia yang
mengarah kepada nekrosis periportal dan akhirnya mempengaruhi organ lainnya.
Ada beberapa kondisi yang diduga sebagai penyebab terjadinya eklampsia dan pre
eklampsia. Salah satunya adalah adanya peningkatan sintesis bahan vasokonstriktor
(angiotensin dan tromboksan A2) dan sintesis bahan vasodilator yang menurun
(prostasiklin), yang mengakibatkan terjadinya kerusakan endotel yang luas.
Manifestasinya adalah vasospasme arteriol, retensi Na dan air, serta perubahan koagulasi
(Wahjoeningsih, 2005; Mills, 2002).
Penyebab lain eklampsia diduga terjadi akibat iskemia plasenta, hubungan antara
lipoprotein dengan densitas yang rendah dengan pencegahan keracunan, perubahan
sistem imun, dan perubahan genetik (Wahjoeningsih, 2005).
Berkurangnya resistensi vaskuler serebral, ditambah dengan adanya kerusakan endotel,
menyebabkan terjadinya edema serebri. Meskipun dikatakan bahwa kejang yang
diakibatkan oleh eklampsia tidak akan menyebabkan kerusakan otak yang menetap, tetapi
perdarahan intrakranial dapat terjadi
4. Klasifikasi
Klasifikasi hellp syndroma menurut klasifikasi mississippi
Berdasarkan kadadr trombosit darah, maka sindroma hellp diklasifikasikan dengan
nama klasifikasi mississippi:
Kelas 1 : Kadar trombosit ≤ 50.000/ml
LDH ≥600IU/I
AST dan/atau ALT ≥40IU/I
Kelas 2 : Kadar trombosit > 50.000/ml ≤10.000/nl
LDH ≥600IU/I
AST dan/atau ALT ≥40IU/I
Kelas 3 : Kadar trombosit >100.000 ≤ 50.000/ml
LDH ≥600IU/I
AST dan/atau ALT ≥40IU/I
Daftar Pustaka

Prawirohardjo,Sarwono. 2016. Ilmu Kebidanan (edisi 4).P.T Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
: Jakarta.
Sinaga Y, Wibowo B. Hubungan faktor risiko ibu hamil dan cara persalinan pada penderita
preeklampsia eklampsia dengan hasil keluaran bayi. Semarang : Bagian Obstetri dan Gienkologi
FK UNDIP Semarang; 2003
Krisnadi.S.R., dkk. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit dr.
Hasan Sadikin. Edisi pertama. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD/RS. Dr. Hasan Sadikin.
Bandung, 2005
http://eprints.undip.ac.id/50725/3/M._Mahdika_Akbar_2201012130060_LapKTI_Bab_2.pdf
http://eprints.undip.ac.id/44202/3/Winda_Anggraeni_G2A009162_Bab2KTI.pdf

Você também pode gostar

  • KARDIO
    KARDIO
    Documento85 páginas
    KARDIO
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • His127 Slide Keganasan Hematologi Pada Orang Dewasa I
    His127 Slide Keganasan Hematologi Pada Orang Dewasa I
    Documento54 páginas
    His127 Slide Keganasan Hematologi Pada Orang Dewasa I
    Khotimah Anna SaPutri
    Ainda não há avaliações
  • Skenario C Blok 23
    Skenario C Blok 23
    Documento6 páginas
    Skenario C Blok 23
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Kulit
    Kulit
    Documento7 páginas
    Kulit
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Skenario A
    Skenario A
    Documento6 páginas
    Skenario A
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Skenario B Blok 23
    Skenario B Blok 23
    Documento12 páginas
    Skenario B Blok 23
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Uveitis
    Uveitis
    Documento36 páginas
    Uveitis
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Skenario A Blok 21 Tahun 2019
    Skenario A Blok 21 Tahun 2019
    Documento5 páginas
    Skenario A Blok 21 Tahun 2019
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Idai Sam
    Idai Sam
    Documento7 páginas
    Idai Sam
    Annisa Qoyyum Nabila
    Ainda não há avaliações
  • Skenario C Blok 23
    Skenario C Blok 23
    Documento6 páginas
    Skenario C Blok 23
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Journal ZZZ
    Journal ZZZ
    Documento2 páginas
    Journal ZZZ
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Laporan Tutor B Blok 18
    Laporan Tutor B Blok 18
    Documento21 páginas
    Laporan Tutor B Blok 18
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Isi Blok 19 Skenario C
    Isi Blok 19 Skenario C
    Documento59 páginas
    Isi Blok 19 Skenario C
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Efeksamping Transfusi Ilovepdf Compressed
    Efeksamping Transfusi Ilovepdf Compressed
    Documento22 páginas
    Efeksamping Transfusi Ilovepdf Compressed
    agust
    Ainda não há avaliações
  • Nama
    Nama
    Documento2 páginas
    Nama
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Skenario A Blok 19 Tahun 2018
    Skenario A Blok 19 Tahun 2018
    Documento7 páginas
    Skenario A Blok 19 Tahun 2018
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Skenario A Blok 19 Tahun 2018
    Skenario A Blok 19 Tahun 2018
    Documento7 páginas
    Skenario A Blok 19 Tahun 2018
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • LI Sesa Magabe 04011381621183
    LI Sesa Magabe 04011381621183
    Documento5 páginas
    LI Sesa Magabe 04011381621183
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • VESIKOLITISIS
    VESIKOLITISIS
    Documento17 páginas
    VESIKOLITISIS
    كن
    Ainda não há avaliações
  • Diabetes Mellitus Tipe 1
    Diabetes Mellitus Tipe 1
    Documento5 páginas
    Diabetes Mellitus Tipe 1
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • LI Sesa Magabe 04011381621183
    LI Sesa Magabe 04011381621183
    Documento5 páginas
    LI Sesa Magabe 04011381621183
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Kuliah Dr. Linda II 2-3
    Kuliah Dr. Linda II 2-3
    Documento23 páginas
    Kuliah Dr. Linda II 2-3
    Nanda Syauqi
    Ainda não há avaliações
  • Bahan 1 PDF
    Bahan 1 PDF
    Documento21 páginas
    Bahan 1 PDF
    firdhataylor
    Ainda não há avaliações
  • 2 Fjhgkuhn
    2 Fjhgkuhn
    Documento26 páginas
    2 Fjhgkuhn
    Trisalma Novina Es
    Ainda não há avaliações
  • HEMOPTISIS
    HEMOPTISIS
    Documento4 páginas
    HEMOPTISIS
    missrizkajuni
    Ainda não há avaliações
  • Keluhan Utama Penyakit Kardiovaskuler
    Keluhan Utama Penyakit Kardiovaskuler
    Documento14 páginas
    Keluhan Utama Penyakit Kardiovaskuler
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • JUDUL
    JUDUL
    Documento48 páginas
    JUDUL
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • DEMAM
    DEMAM
    Documento3 páginas
    DEMAM
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações
  • Skill Lab Blok 11 2017
    Skill Lab Blok 11 2017
    Documento5 páginas
    Skill Lab Blok 11 2017
    Selly Tiyaningrum
    Ainda não há avaliações