Você está na página 1de 13

A.

Latar Belakang
Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran
dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan dalam rahim
seseorang perempuan hamil. Karena itu abortus provocatus harus dibedakan dengan abortus
spontaneus, dimana kandungan seorang perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi perlu
dibedakan antara “ abortus yang disengaja” dan “abortus spontan”.
Secara medis abortus dimengerti sebagai penghentian kehamilan selama janin belum viable,
belum dapat hidup mandiri di luar rahim, artinya sampai kira-kira 24 minggu atau sampai awal
trimester ketiga.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui macam-macam abortus,
efek samping/risiko, penatalaksanaan pasca abortus, diagnostik serta teknik pengeluaran abortus.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Teori
1. Pengertian Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi dari uterus sebelum janin viabel. Abortus
merupakan penghentian dini suatu penyakit. ( Dorland, 1998 : 3).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. ( Mansjoer, Arif . 2001: 260).
Abortus provocatus adalah istilah Latin yang secara resmi dipakai dalam kalangan
kedokteran dan hukum. Maksudnya adalah dengan sengaja mengakhiri kehidupan kandungan
dalam rahim seseorang perempuan hamil. Karena itu abortus provocatus harus dibedakan dengan
abortus spontaneus, dimana kandungan seorang perempuan hamil dengan spontan gugur. Jadi
perlu dibedakan antara “ abortus yang disengaja” dan “abortus spontan”.
Secara medis abortus dimengerti sebagai penghentian kehamilan selama janin belum viable,
belum dapat hidup mandiri di luar rahim, artinya sampai kira-kira 24 minggu atau sampai awal
trimester ketiga.
2. Etiologi
Abortus dapat terjadi karena beberapa sebab yaitu:
a.Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi, biasa menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum
usia 8 minggu. Faktor yang menyebabkan kelainan ini adalah :
1) Kelainan kromosom, terutama trisomi autosom dan monosomi X
2) Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna
3) Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan, tembakau atau alkohol.
b. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi menahun.
c. Faktor maternal, seperti pneumonia, tifus, anemia berat, keracunan dan toksoplasmosis.
d. Kelainan traktus genetalia seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada trimester
kedua) retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
3. Pathogenesis
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti nekrosis jaringan sekitar yang
menyababkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus
berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 6 minggu, villi kotaris belum menembus desidua secara dalam,
jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu,
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu, janin dikeluarkan lebih dahulu
daripada plasenta. Hasil konsepsi keluar dalam berbagai bentuk, seperti kantong kosong amnion
atau benda kecil yang tak jelas bentuknya (lighted ovum) janin lahir mati, janin masih hidup,
mola kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
4. Manifestasi klinis
a. Terlambat haid atau amenore kurang dari 20 minggu.
b. Pada pemeriksaan fisik : Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan
darah normal atau menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat.
c. Perdarahan pervaginam, mungkin disertai keluarnya jaringan hasil konsepsi.
d. Rasa mulas atau keram perut di daerah atas simfisis, sering disertai nyeri pinggang akibat
kontraksi uterus
e. Pemeriksaan ginekologi :
1) Inspeksi vulva : perdarahan pervaginam ada / tidak jaringan hasil konsepsi, tercium/tidak
bau busuk dari vulva.
2) Inspekulo : perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada/tidak
jaringan keluar dari ostium, ada/tidak cairan atau jaringan berbau busuk dario ostium.
3) Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan dalam
kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio
dogoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum Douglasi, tidak menonjol dan tidak
nyeri.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah abortus.
b. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
c. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.
6. Komplikasi
a. Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi.
b. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat terjadi kelainan pembekuan
darah.
7. Diagnosis
Berdasarkan keadaan janin yang sudah dikeluarkan, abortus dibagi atas :
a. Abortus iminens, perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 20 minggu, tanpa
ada tanda-tanda dilatasi serviks yang meningkat.
b. Abortus insipiens, bila perdarahan diikuuti dengan dilatasi serviks.
c. Abortus inkomplit, bila sudah sebagian jaringan janin dikeluarkan dari uterus. Bila abortus
inkomplit disertai infeksi genetalia disebut abortus infeksiosa.
d. Abortus komplit, bila seluruh jaringan janin sudah keluar dari uterus.
e. Missed abortion, kematian janin sebelum 20 minggu, tetapi tidak dikeluarkan selama 8
minggu atau lebih.
Proses abortus dapat berlangsung spontan (suatu peristiwa patologis), atau artifisial / terapeutik
(suatu peristiwa untuk penatalaksanaan masalah / komplikasi).
Abortus spontan diduga disebabkan oleh :
1) Kelainan kromosom (sebagian besar kasus).
2) Infeksi (chlamydia, mycoplasma dsb).
3) Gangguan endokrin (hipotiroidisme, diabetes mellitus).
4) Oksidan (rokok, alkohol, radiasi dan toksin).
Proses Abortus dapat dibagi atas 4 tahap, yaitu abortus imminens, abortus insipiens, abortus
inkomplet.
a. Abortus Iminens
Abortus imminens adalah peristiwa terjadinya dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, di mana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks. Ciri :
perdarahan pervaginam, dengan atau tanpa disertai kontraksi, serviks masih tertutup Jika janin
masih hidup, umumnya dapat bertahan bahkan sampai kehamilan aterm dan lahir normal. Jika
terjadi kematian janin, dalam waktu singkat dapat terjadi abortus spontan. Penentuan kehidupan
janin dilakukan ideal dengan ultrasonografi, dilihat gerakan denyut jantung janin dan gerakan
janin. Jika sarana terbatas, pada usia di atas 12-16 minggu denyut jantung janin dicoba
didengarkan dengan alat Doppler atau Laennec. Keadaan janin sebaiknya segera ditentukan,
karena mempengaruhi rencana penatalaksanaan / tindakan.
Penatalaksanaan :
1) Istirahat baring agar aliran darah ke uterus bertambah dan rangsang mekanik berkurang.
2) Periksa denyut nadi dan suhu badan dua kali sehari bila pasien tidak panas dan tiap empat
jam bila pasien panas
3) Tes kehamilan dapat dilakuka. Bila hasil negatif mungkin janin sudah mati. Pemeriksaan
USG untuk menentukan apakah janin masih hidup.
4) Berikan obat penenang, biasanya fenobarbiotal 3 x 30 mg, Berikan preparat hematinik
misalnya sulfas ferosus 600 – 1.000 mg.
5) Diet tinggi protein dan tambahan vitamin C.
6) Bersihkan vulva minimal dua kali sehari dengan cairan antiseptik untuk mencegah infeksi
terutama saat masih mengeluarkan cairan coklat.
b. Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih berada
Di dalam uterus.
Ciri : perdarahan pervaginam, dengan kontraksi makin lama makin kuat makin sering, serviks
terbuka.
Penatalaksaan :
1) Bila perdarahan tidak banyak, tunggu terjadinya abortus spontan tanpa pertolongan selama
36 jam dengan diberikan morfin.
2) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, yang biasanya disertai perdarahan, tangani dengan
pengosongan uterus memakai kuret vakum atau cunam abortus, disusul dengan kerokan
memakai kuret tajam. Suntikkan ergometrin 0,5 mg intramuskular.
3) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan infus oksitosin 10 IU dalam deksrtose 5%
500 ml dimulai 8 tetes per menit dan naikkan sesuai kontraksi uterus sampai terjadi abortus
komplit.
4) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta
secara manual.
c. Abortus Inkomplit
Abortus inkompletus adalah peristiwa pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu, dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Ciri : perdarahan yang banyak, disertai kontraksi, serviks terbuka, sebagian jaringan keluar.
Penatalaksanaan :
1) Bila disertai syok karena perdarahan, berikan infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat
dan selekas mungkin ditransfusi darah.
2) Setelah syok diatasi, lakukan kerokan dengan kuret tajam lalu suntikkan ergometrin 0,2 mg
intramuscular.
3) Bila janin sudah keluar, tetapi plasenta masih tertinggal, lakukan pengeluaran plasenta
secara manual.
4) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
d. Abortus Komplit
Abortus kompletus adalah terjadinya pengeluaran lengkap seluruh jaringan konsepsi sebelum
usia kehamilan 20 minggu.
Ciri : perdarahan pervaginam, kontraksi uterus, ostium serviks sudah menutup, ada keluar
jaringan, tidak ada sisa dalam uterus.
Diagnosis komplet ditegakkan bila jaringan yang keluar juga diperiksa kelengkapannya.
Penatalaksanaan:
1) Bila kondisi pasien baik, berikan ergometrin 3 x 1 tablet selama 3 – 5 hari.
2) Bila pasien anemia, berikan hematinik seperti sulfas ferosus atau transfusi darah.
3) Berikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
4) Anjurkan pasien diet tinggi protein, vitamin dan mineral.
e. Abortus Abortion
Kematian janin dan nekrosis jaringan konsepsi tanpa ada pengeluaran selama lebih dari 4
minggu atau lebih (beberapa buku : 8 minggu).Biasanya didahului tanda dan gejala abortus
imminens yang kemudian menghilang spontan atau menghilang setelah pengobatan.
Penatalaksanaan :
1) Bila kadar fibrinogen normal, segera keluarkan jaringan konsepsi dengan cunam ovum
lalu dengan kuret tajam.
2) Bila kadar finrinogen rendah, berikan fibrinogen kering atau segar sesaat sebelum atau
ketika mengeluarkan konsepsi.
3) Pada kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan pembukaan serviks dengan gagang
laminaria selama 12 jam lalu dilakukan dilatasi serviks dengan dalatator Hegar kemudian hasil
konsepsi diambil dengan cunam ovum lalu dengan kuret tajam.
4) Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, berikan dietilstilbestrol 3 x 5 mg lalu infus
oksitosin 10 IU dalam dektrose 5% sebanyak 500 ml mulai 20 tetes per menit dan naikkan
dosis sampai ada kontraksi uterus. Oksitosin dapat diberikan sampai 100 IU dalam 8 jam. Bila
tidak berhasil, ulang infus oksitosin setelah pasien istirahat satu hari.
5) Bila fundus uteri sampai 2 jari bawah pusat, keluarkan hasil konsepsi dengan menyuntik
larutan garam 20% dalam kavum uteri melalui dinding perut.
f. Abortus Septik
Sepsis akibat tindakan abortus yang terinfeksi (misalnya dilakukan oleh dukun atau
awam). Bahaya terbesar adalah kematian ibu. Abortus septik harus dirujuk kerumah sakit.
Penatalaksanaan :
1) Obat pilihn pertama : penisilin prokain 800.000 IU intramuskular tiap 12 jam
ditambah kloramfenikol 1 gr peroral selanjutnya 500 mg peroral tiap 6 jam.
2) Obat pilihan kedua : ampisilin 1 g peroral selanjutnya 500 g tiap 4 jam ditambah
metronidazol 5000 mg tiap 6 jam.
3) Obat pilihan lainnya : ampisilin dan kloramfenikol, penisilin, dan metronidazol,
ampisilin dan gentamisin, penisilin dan gentamisin.
4) Tingkatkan asupan cairan.
5) Bila perdarahan banyak , lakukan transfusi darah.
6) Dalam 24 jam sampai 48 jam setelah perlindungan antibiotik atau lebih cepat lagi
bila terjadi perdarahan, sisa konsepsi harus dikeluarkan dari uterus.
g. Abortus terapeutik
Dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu, atas pertimbangan / indikasi
kesehatan wanita di mana bila kehamilan itu dilanjutkan akan membahayakan dirinya, misalnya
pada wanita dengan penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal, korban perkosaan (masalah
psikis ). Dapat juga atas pertimbangan/indikasi kelainan janin yang berat.
Pada pasien yang menolak dirujuk beri pengobatan sama dengan yang diberikan pada
pasien yang hendak dirujuk selama 10 hari :
Dirumah sakit :
1) Rawat pasien di ruangan khusus untuk kasus infeksi
2) Berikan antibiotik intravena, penisilin 10-20 juta IU dan streptomisin 2 g.
3) Infus cairan NaCl fisiologis atau ringer laktat disesuaikan kebutuhan cairan.
4) Pantau ketat keadaan umum, tekanan darah , denyut nadi dan suhu badan.
5) Oksigenasi bila diperlukan, kecepatan 6 – 8 liter per menit.
6) Pasang kateter Folley untuk memantau produksi urin.
7) Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, hematokrit, golongan darah serta reaksi
silang, analisi gas darah, kultur darah, dan tes resistensi.
8) Apabila kondisi pasien sudah membaik dan stabil, segera lakukan pengangkatan sumber
infeksi.
9) Abortus septik dapat mengalami komplikasi menjadi syok septik yang tanda-tandanya
ialah panas tinggi atau hipotermi, bradikardi, ikterus, kesadaran menurun, tekanan darah
menurun dan sesak nafas.
Prinsip :
Perdarahan pervaginam pada kehamilan kurang dari 12 minggu:
1) Jangan langsung dilakukan kuretase
2) Tentukan dulu, janin mati atau hidup. Jika memungkinkan , periksa dengan USG.
3) Jangan terpengaruh hanya pemeriksaan B-HCG yang positif, karena meskipun janin
sudah mati, B-HCG mungkin masih tinggi, bisa bertahan sampai 2 bulan setelah kematian
janin.
8. Penatalaksanaan Medik
a. Tirah baring
b. Pemberian hormone progesterone, sebelumnya dipastikan dulu karena adanya kekurangan
hormone progesterone.
c. USG : Penentuan kondisi janin.
d. Pemeriksaan lanjut untuk mencari penyebab abortus. Perhatikan juga involusi uterus dan
kadar B-hCG 1-2 bulan kemudian.
e. Pasien dianjurkan jangan hamil dulu selama 3 bulan kemudian (jika perlu, anjurkan
pemakaian kontrasepsi kondom atau pil).

9. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Resti kekurangan volume cairan b/d perdarahan.
b. Intoleransi aktivitas b/d respon tubuh terhadap aktivitas : peradarahan,
keletihan.
c. Resti infeksi b/d adanya jalan masuk organisme kedalam tubuh.
d. Kecemasan b/d masalah kesehatan : abortus.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis : perdarahan, haid terakhir, pola siklus haid, ada tidak gejala / keluhan lain, cari
faktor risiko / predisposisi. Riwayat penyakit umum dan riwayat obstetri / ginekologi.
b. Prinsip : wanita usia reproduktif dengan perdarahan per vaginam abnormal harus selalu
dipertimbangkan kemungkinan adanya kehamilan.
c. Pemeriksaan fisis umum : keadaan umum, tanda vital, sistematik. JIKA keadaan umum buruk
lakukan resusitasi dan stabilisasi segera.
d. Pemeriksaan ginekologi : ada tidaknya tanda akut abdomen. Jika memungkinkan, cari sumber
perdarahan : apakah dari dinding vagina, atau dari jaringan serviks, atau darah mengalir keluar
dari ostium.
e. Jika diperlukan, ambil darah / cairan / jaringan untuk pemeriksaan
penunjang (ambil sediaan SEBELUM pemeriksaan vaginal touche).
f. Pemeriksaan vaginal touche : hati-hati. Bimanual tentukan besar dan letak
uterus. Tentukan juga apakah satu jari pemeriksa dapat dimasukkan ke dalam
ostium dengan MUDAH / lunak, atau tidak (melihat ada tidaknya dilatasi
serviks). Jangan dipaksa. Adneksa dan parametrium diperiksa, ada tidaknya
massa atau tanda akut lainnya.
2. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I : Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d perdarahan. Ditandai dengan :
Perdarahan pervaginam, hipotensi, nadi meningkat dan perabaan diperifer halus. Gelisah atau
kesadaran menurun.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan
kebutuhan cairan terpenuhi.
Kriteria hasil : Perdarahan ( - ), kadar Hb normal. Intervensi :
1) Kaji dan observasi penyebab kekurangan cairan : perdarahan.
2) Monitor tanda – tanda kekurangan cairan : kesadaran, tekanan darah dan nadi.
3) Monitor tanda – tanda perdarahan.
4) Ukur intake – output cairan.
5) Pantau kadar Hb
6) Kolaborasi dengan dokter untuk tindakan, terapi dan pemeriksaan.
Diagnosa II : Intoleransi aktivitas b/d respon tubuh terhadap aktivitas perdarahan,
keletihan. Ditandai dengan : Perdarahan pervaginam ( + ), tampak lelah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, aktivitas
maksimal dapat tercapai kembali.
Kriteria hasil : Memperlihatkan kemajuan aktivitas sampai dengan mandiri, respon terhadap
aktivitas.
Intervensi :
1) Jelaskan batasan – batasan aktivitas klien sesuai kondisi.
2) Kaji respon klien terhadap aktivitas: perdarahan dan keletihan.
3) Tingkatkan aktivitas secara bertahap.
4) Rencanakan waktu istirahat sesuai jadwal sehari – hari.
5) Ajarkan metode penghematan energi : luangkan waktu istirahat selama aktivitas, istirahat 3
menit setiap 5 menit melakukan aktivitas.
6) Bantu pemenuhan aktivitas yang tidak dapat/tidak boleh dilakukan klien, jika perlu
libatkan keluarga.
Diagnosa III : Resti infeksi b/d adanya jalan masuk organisme ke dalam tubuh.
Ditandai dengan : Hasil konsepsi keluar, terdapat flek – flek darah.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, tidak terjadi
infeksi.
Kriteria hasil : Luka kering dan membaik, tanda – tanda infeksi ( - ).
Intervensi :
1) Kaji faktor resiko terhadap infeksi nasokomial.
2) Kurangi organisme yang masuk ke dalam tubuh : cuci tangan, teknik aseptic dan
antiseptic, personal hygiene dan vulva hygiene.
3) Kurangi kerentanan terhadap infeksi: motivasi dan pertahankan masukan kalori dan
protein, minimalkan lamanya tinggal di Rumah sakit.
4) Pantau tanda – tanda infeksi : demam, bau, secret vagina.
5) Ajarkan klien untuk meningkatkan kebersihan diri.
6) Berikan penyuluhan untuk menghindari hubungan suami istri 40 hari post abortus.
7) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi pencegahan infeksi.
Diagnosa IV : Kecemasan b/d masalah kesehatan : abortus.
Ditandai dengan : hasil konsepsi keluar, pasien tampak cemas, pasien menanyakan apakah
dapat hamil lagi, menanyakan keadaannya selanjutnya.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, diharapkan
kecemasan berkurang.
Kriteria hasil : Pasien menampilkan pola koping yang positif : tenang, komunikatif dan
kooperatif.
Intervensi :
1) Kaji tingkat dan penyebab kecemasan.
2) Orientasikan pada lingkungan dengan penjelasan sederhana.
3) Bicara perlahan dan tenang menggunakan kalimat pendek dan sederhana.
4) Beri informasi yang cukup mengenai perawatan dan pengobatan yang akan dilakukan dan
direncanakan.
5) Beri dorongan untuk mengekspresikan perasaan.
6) Beri pendampingan, libatkan keluarga, jika perlu libatkan tim pendampingan orang sakit.
7) Ajarkan teknik relaksasi : bernapas lambat, meditasi, membaca, ngobrol.
8) Perlihatkan rasa empati : tenang, menyentuh, membiarkan menangis.
9) Singkirkan stimulasi yang berlebihan misalnya : menjaga ketenangan lingkungan, batasi
kontak dengan orang lain/keluarga yang juga mengalami kecemasan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Abortus hanya dipraktikkan dalam klinik atau fasilitas kesehatan yang ditunjuk oleh
pemerintah dan organisaso-organisasi profesi medis.
2. Aborsi hanya dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar dan memperoleh izin untuk
itu, yaitu dokter spesialis kebidanan dan genekologi atau dokter umum yang mempunyai
kualifikasi untuk itu.
3. Aborsi hanya boleh dilakukan pada usia kehamilan kurang dari 12 minggu (untuk usia
diatas 12 minggu bila terdapat indikasi medis).
4. Harus disediakan konseling bagi perempuan sebelum dan sesudah abortus.
5. Harus ditetapkan tarif baku yang terjangkau oleh segala lapisan masyarakat.
B. Saran
Abortus hendaknya dilakukan jika benar-benar terpaksa karena bagaimanapun didalam
kehamilan berlaku kewajiban untuk menghormati kehidupan manusia dan abortus hendaknya
dilakukan oleh tenaga profesional yang terdaftar.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Manjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan,
Kapita Selekta Kedokteran, FKUI, Media Aesculapius, Jakarta : 2002.
K. Bertens, Aborsi sebagai Masalah Etika PT. Gramedia, Jakarta : 2003.
Sarwono, Pengantar Ilmu Kandungan, 1991, Yayasan Pustaka.
Sarwono. Pengantar Ilmu Acuan Nasional, 2002 Yayasan Pustaka.
Nugroho, Taufan. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan Penyakit Dalam. Nuha
Medika : Yogyakarta, 2011.
dr. Kumala, Poppy et all. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Edisi 25. EGC, Jakarta : 1998.

Você também pode gostar