Você está na página 1de 3

PEMBAHASAN

Tn. M berusia 58 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak pada tanggal 12Februari
2019. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan hasil TD:… RR:… Nadi:… Suhu:…. Keluarga
klien mengatakan klien memang memiliki riwayat hipertensi sejak dulu. Hipertensi yang dialami
klien menyebabkan penyempitan di arteri, termasuk arteri nefron. Penyempitan arteri nefron ini
mengakibatkan kurangnya suplai nutrisi dan oksigen sehingga lama-kelamaan akan
menyebabkan turunnya nilai GFR dan terjadilah CKD (Smeltzer et al, 2008). Klien telah
menderita CKD selama 1,5 tahun namun baru menjalani program HD selama 7 bulan. Akibat
turunnya laju glomerulus maka ginjal tidak dapat mengekskresikan Na secara maksimal sehingga
menyebabkan retensi cairan. Penurunan tekanan onkotik plasma menyebabkan perpindahan
cairan dari pembuluh darah ke interstisiel dan menyebabkan edema (Wilkinson, J. M. 2012).
Dari hasil foto toraks menyebutkan jika klien mengalami edema pulmo. Edema pulmo adalah
kondisi dimana alveoli terisi cairan dan terjadi perubahan membrane alveoli kapiler. Hal ini akan
menyebabkan pertukaran o2 dan co2 terganggu (Smeltzer et al, 2008) . Dibuktikan dengan tidak
stabilnya nilai AGD. Nilai AaO2 menunjukkan nilain …., nilai ini termasuk sangat tinggi yang
menandakan semakin jauhnya jarak antara alveoli dari kapiler yang menyebabkan terjadinya
gangguan pertukaran gas.
Gangguan pertukaran gas yang dialami klien menyebabkan klien sesak nafas, retraksi
dinding dada, dan turunnya nilai SpO2 klien. Intervensi yang dapat diberikan dengan segera
yaitu pemberian bantuan oksigen menggunakan NRM. Pemberian bantuan oksigen dapat
membantu pasien untuk mengurangi beban pernapasan, mencegah distress pernapasan dan
sianosis yang berhubungan dengan hipoksia (Doenges, Marry, Alice, 2014). Non Rebreathing
Mask (NRM) merupakan suatu alat yang digunakan untuk terapi oksigen dengan prinsip kerja
aliran udar ekspirasi dan inpirasi dari alat hanya mengalir satu arah keluar saat ekspirasi. Saat
inspirasi udara luar tidak dapat masuk ke dalam alat sedangkan saat ekspirasi udara COyang
tinggi dapat dibuang. Aliran oksigen yang dapat diberikan menggunakan alat ini adalah 10-15
L/menit, dengan konsentrasi FiOyang mampu dicapai sebanyak 80-95%. Hal ini memungkinkan
karena pada NRM terdapat kantong reservoar yang mampu menampung oksigen. Pada alat ini
juga terdapat katup yang menghalangi bercampurnya aliran oksigen dengan udara lingkungan
dan ekspirasi, sehingga memungkinkan untuk pemberian aliran oksigen yang lebih tinggi (Jhon,
2003).
Intervensi lainnya yaitu pemberian posisi semi fowler merupakan posisi yang nyaman
pada pasien dengan permasalahan napas. Posisi tersebut dapat mendorong inspirasi dengan
maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi di sisi paru yang tidak efektif (Doenges,
Marry, Alice, 2014). Posisi semi-fowler 30° memiliki efek positif, hal tersebut didukung oleh
penelitian El-Moatyyang menunjukkan efek positif pada hemodinamik seperti denyut nadi, laju
pernapasan, tekanan darah, CVP, tekanan darah arteri rata-rata (MAP) dan nilai gas darah arteri
(SaO2, PaO2 dan PaCo2) (El-Moaty, Naglaa, Asmaa, 2017). Penelitian lain juga
mengungkapkan bahwa posisi semi Fowler terbuti lebih efektif dalam meningkatkan volume
tidal dan oksigenasi pada pasien ARDS (Shah, Anjan, Nilan, 2012).
Dan yang tidak kalah penting yaitu memonitor nilai gas darah klien. Nilai gas darah klien
dapat dijadikan indikasi untuk mengetahui terjadinya penurunan pH. Hasil BGA juga dapat
dijadikan indikasi terjadinya hipoksemia, yaitu menurunnya tingkat oksigen dalam darah.
Hipoksemia ini akan menyebabkan hipoksia yang ditandai dengan rendahnya nilai PaO2 dan
tingginya nilai PaCO2. Setelah dilakukan tindakan selama 6 jam didapatkan hasil nafas klien ….,
klien masih menggunakan alat bantu nafas dengan nasal kanul 3lpm.
Selain terjadi edema pulmo, klien juga mengalami edema di ekstremitasnya. Hal ini juga
disebabkan karena ginjal tidak mampu mengekskresi Na dan menyebabkan retensi cairan. Klien
juga mengalami oliguria yang ditandai klien hanya mengeluarkan urin sebanyak 400 cc selama 1
hari. Oliguria yang dialami klien ini disebabkan oleh rusaknya ginjal sehingga tidak mampu lagi
untuk menyaring dan memproduksi urin (Corwin E.J., 2009). Hal-hal tersebut menyebabkan
cairan sulit keluar dari tubuh klien dan akhirnya klien mengalami kelebihan volume cairan tubuh.
Intervensi yang dapat diberikan dengan segera yaitui berkolaborasi dalam pemberian terapi
furosemide. Furosemide merupakan diuretic kuat dengan menghambat cotranspoter Na/K/Cl
pada membrane luminal tubulus dalam merebsorbsi elektrolit natrium, kalium, dan klorida.
Pemberian furosemide akan menyebabkan klien mengalami sering kencing untuk membantu
membuang air dan garam yang berlebihan dalam tubuh(Carpenito, L., & Moyet, 2012).. Selain
itu juga menganjurkan klien untuk membatasi jumlah cairan yang masuk agar tidak menambah
kelebihan cairan. Monitor balance cairan juga sangat perlu dilakukan untuk mengetahui
keseimbangan kebutuhan cairan dalam tubuh klien. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 6 jam didapatkan hasil klien masih mengalami edema pada ekstremitas dan hasil balance
cairan menunjukkan +…
Gagal ginjal juga dapat menyebabkan turunnya eritropoeietin. Eritropoeietin adalah
hormone glikoprotein yang merupakan stimulan bagi eritropoiesis untuk menghasilkan eritrosit
(Handayani, W2, 2008). Kurangnya eritrosit dalam tubuh mengakibatkan tubuh kekurangan
suplai oksigen sehingga membuat tubuh menjadi lemas dan terjadilan intoleransi aktivitas. Pada
masalah intoleransi aktivitas pasien diberikan intervensi berupa terapi aktivitas dan
pendampingan dalam perawatan diri. Tindakan ini diberikan untuk memenuhi kebutuhan dasar
pasien dan membantu meningkatkan kemandirian (Alliegod & Tomy, 2014). Terapi aktivitas ini
merujuk pada teori self care dari Deothora Orem, dimana efektif diberikan kepada pasien dengan
masalah intoleransi aktivitas (Risca, Felicia, 2017) .
Alligood, M.A., & Tomey, A. M. (2014). Nursing Theory, and Their Work. 8'th Ed. USA:
Mosby Elsevier
Risca, Felicia. (2017). Penerapan teori self care untuk mengatasi intoleransi aktivitas.
Diakses pada 24 September 2018, dari
ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/jikk/article/download/598/596.
John w. Earl rrt, bs. Delivery Of High Fio2. (2003). The Science Journal Of TheAmerican
Association For Respiratory Care. Open Forum Abstracts.Download
dari:http://www.rcjournal.com/abstracts/2003/?id=OF-03-257
Doenges, M.E., Marry F.M., Alice C.M. 2014.Nursing care plans : guidelines for
individualizing client care across the life span Edition 9. Philadelphia : F. A. Davis
Company.
El-Moaty A.M. A., Naglaa M.E., Asmaa H.A.(2017). Effect of Semi Fowler’s Positions
onOxygenation and Hemodynamic Status among Critically Ill Patients with
Traumatic BrainInjury. International Journal of Novel Research in Healthcare and
Nursing; 4(2): 227-236.
Smeltzer et al, 2008. Buku Ajar Keperwata Medikal Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Wilkinson, J. M. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC
Handayani, W. (2008). Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem hematologi.
Jakarta: Salemba Medika.
Carpenito, L., & Moyet. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin E.J.(2009). Patofisiologi: Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Você também pode gostar