Você está na página 1de 11

2.

MACAM GANGGUAN KEPRIBADIAN (PERSONALITY DISORDER)

Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di
mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi.
Ada banyak jenis spesifik gangguan kepribadian. Secara umum, memiliki gangguan
kepribadian berarti memiliki kaku dan berpotensi merusak diri sendiri atau merendahkan diri-
pola berpikir dan berperilaku tidak peduli pada situasinya. Hal ini menyebabkan stress dalam
hidup atau gangguan dari kemampuan untuk beraktivitas rutin di tempat kerja, sekolah atau
situasi sosial lain.
Gangguan-gangguan dalam kategori ini bersumber dari perkembangan kepribadian
yang tidak masak dan menyimpang. Kerena mengalami proses perkembangan yang tidak
semestinya, individu-individu tertentu memiliki cara pandang, cara pikir dan berhubungan
dengan dunia sekelilingnya secara maladaptif. Akibatnya, mereka tidak berfungsi
sebagaimana mestinya dan dalam kasus-kasus tertentu mereka menjadi menderita.
Dalam beberapa kasus, kemungkinan penderita tidak menyadari bahwa mereka
memiliki gangguan kepribadian karena cara berpikir dan berperilaku tampak alami bagi si
penderita, dan penderita mungkin menyalahkan orang lain atas keadaannya.
Kepribadian adalah kombinasi dari pikiran, emosi dan perilaku yang membuat
seseorang unik, berbeda satu sama lain. Ini cara melihat, memahami dan berhubungan dengan
dunia luar, dan juga bagaimana seseorang melihat diri sendiri. Bentuk kepribadian selama
masa kanak-kanak, dibentuk melalui interaksi dari dua faktor:
1) Warisan kecenderungan atau gen. Ini adalah aspek kepribadian yang diturunkan kepada
seseorag dari oleh orang tua, seperti rasa malu atau pandangan terhadap kebahagiaan. Hal
ini kadang-kadang disebut temperamen bersifat "alami" dan merupakan bagian dari pola
asuh dan "konflik".
2) Lingkungan, atau situasi kehidupan. Lingkungan tempat seseorang dibesarkan, hubungan
dengan anggota keluarga dan orang lain juga turut berpengaruh dalam pembentukan
kepribadian. Ini mencakup beberapa hal seperti jenis pola pengasuhan yang dialami
seseorangapakah itu dengan penuh cinta atau kekerasan.
Gangguan kepribadian dianggap disebabkan oleh kombinasi genetik dan pengaruh
lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa memiliki kerentanan genetik untuk
mengembangkan sebuah gangguan kepribadian dan situasi kehidupan dapat memicu
perkembangan gangguan kepribadian. Ada tiga kelompok gangguan utama dalam kategori
ini, yaitu gangguan kepribadian, kepribadian antisosial, dan perilaku kriminal.

GANGGUAN KEPRIBADIAN
Penderita jenis gangguan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hubungan pribadinya dengan orang lain terganggu, dalam arti sikap dan perilakunya
cenderung merugikan orang lain.
2. Memandang bahwa kesulitannya disebabkan oleh nasib buruk atau perbuatan jahat orang
lain. Dengan kata lain, penderita gangguan ini tidak pernah merasa bersalah.
3. tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap orang lain: bersikap manipulatif atau senang
mengakali, mementingkan diri sendiri, tidak punya rasa bersalah, dan tidak mengenal rasa
sesal bila mencalakakan orang lain.
4. Celakanya, orang ini tidak pernah dapat melepaskan diri dari pola tingkah lakunya yang
maladaptif itu.
5. Selalu menghindari tanggung jawab atas masalah-masalah yang mereka timbulkan.
Selain itu, gangguan ini lebih merupakan gangguan terhadapa nama baik si penderita
(disorders of reputation). Artinya, masalahnya lebih berupa akibat tidak menyenangkan dari
tindakan sipenderitan terhadap orang lain, bukan berupa penderitaan yang harus ditanggung
oleh yang bersangkutan, seperti misalnya pada kasus neurosis. Dalam kasus neurosis, yang
menderita dan merasa tidak bahagia adalah penderita itu sendiri. Sebaliknya dalam gangguan
kepribadian ini yang menjadi korban perbuatan tidak bertanggung jawab dari si penderita.
Penderita sendiri hanya mengalami reputasi yang buruk, yang bagi penderita gangguan ini
sama sekali bukan soal.
Beberapa jenis gangguan kepribadian yang cukup menonjol adalah kepribadian
paranoid-skizoid-skizotipe, kepribadian histrionik-narcisistik-antisosial, dan kepribadian
aviodan-tergantung-kompulsif-agresif pasif.

a. Kepribadian Paranoid, Skizoid, dan Skizotipe


Penderita ketiga jenis gangguan ini berperilaku eksentrik, ditambah beberapa
kekhususan sebagai berikut:
1. Kepribadian Paranoid memiliki ciri-ciri tambahan: serba curiga; hipersensitif atau sangat
perasa; rigid atau kaku; mudah iri; sangat egois; argumentatif atau suka menentang; suka
menyalahkan orang lain; suka menuduh orang lain jahat.
2. Kepribadian Skizoid memiliki ciri-ciri khas: tidak mampu dan menghindari menjalin
hunbungan sosial; terkesan dingin dan tidak akrab atau tidak ramah; tidak terampil
bergaul dan suka menyendiri.
3. Kepribadian Skizotipe memiliki ciri-cri khas: suka menyendiri; suka menghindari oang
lain; egosentrik; dihantui oleh pikiran-pikiran autistik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak
dapat dimengerti oleh orang lain selain oleh dirinya sendiri, dan takhayul-takhayul; dan
amat perasa.
b. Gangguan Kepribadian Historik, Narcisistik, dan Antisosial
Penderita ketiga jenis gangguan ini memiliki ciri umum berperilaku dramatik atau
penuh aksi serba menonjolkan diri, emosional, dan eratik atau aneh-aneh, di samping
beberapa ciri khusus sebagai berikut:
1) Kepribadian Histrionik: tidak matang; emosinya labil; haus akan hal-hal yang serba
menggairahkan (excitement); senang mendramatisasi diri secara berlebihan untuk
mencari perhatian; penyesuaian seksual dan hubungan pribadinya kacau; tergantung, tak
berdaya, dan mudah ditipu; egois, congkak, sangat haus akan pengukuhan orang lain;
sangat reaktif; dangkal atau picik, dan tudal tulus.
2) Kepribadian Narcisistik: merasa diri penting dan haus akan perhatian dari orang lain;
selalu menuntut perhatian dan perlakuan istimewa dari orang lain; sangat peka pada
pandangan orang lain terhadap dirinya (harga dirinya rapuh); bersikap exploitatif:
memikirkan kepentingannya sendir, mangabaikan hak dan perasaan orang lain.
3) Kepribadian Antisosial: selalu melanggar hak orang lain lewat perilaku agresif, antisosial,
dan tanpa rasa sesal; tidak sedikit diantara penderita cukup cerdas dan pandai
menampilkna diri secara meyakinkan untuk menjadi penipu ulung.
c. Gangguan Kepribadian Avoidan, Tergantung, Kompulsif, dan Agrasif Pasif
Penderita dalam kategori ini memiliki ciri umum diliputi kecemasan dan rasa takut,
sehingga kadang-kadang susah dibedakan dari penderita neurosis, ditambah ciri-ciri khusus
sebagai berikut:
1) Kepribadian Avoidan tau menghindar: sangat peka terhadap penolakan atau hinaan orang
lain; cenderung mudah mempersepsikan olok-olokan atau pelecehan yang belum tentu
benar; pergaulan sempit dan segan emnjalin pergaulau; takut bergaul dengan orang lain
disebabkan takut untuk dikritik atau ditolak, kendati sering merasa butuh afeksi dari
orang lain dan merasa sepi; merasa sedih karena tidak punya teman, dan ketidakmampuan
bergaul tersebut menjadi sumber kesusahan dan penyebab harga dirinya yang rendah.
2) Kepribadian Tergantung: sangat tergantung pada orang lain dan merasa tidak berdaya,
kendati sesungguhnya tidak demikian; dapat berfungsi baik sepanjang tidak dituntut
melakukan sesuatu seorang diri.
3) Kepribadian Kompulsif: memiliki perhatian yang berlebihan pada aturan-atiran, ketertiban,
efisiensi, dan pada pekerjaan; menginginkan semua orang bekerja seperti dirinya; tidak
mampu mengungkapkan sikap dan perasaan hangat; perilakunya serba terhambat, sangat
perasa, namun juga sangat rajin; kepribadiannya kaku; sulit untuk bersantai; sangat
memperhatikan hal kecil-kecil; dan sangat sulit membagi waktu.
4) Kepribadian Agresif-pasif. Simtom ini sesungguhnya merupakan sikap bermusuhan yang
diungkapkan lewat cara-cara yang bersifat tidak langsung dan bukan melalui kekerasan.
Sebagai contoh, untuk mengungkapkan kebenciannya pada majikan yang lalim, seorang
pembantu sengaja senang menangguhkan atau menghambat-hambat pelaksanaan
pekerjaan, bersikap keras kepala, sengaja bekerja tidak efisien, dan sebagainya. Beberapa
ciri khasnya adalah: tidak suka patuh pada tuntutan orang lain; benci pada figur otoritas,
tetapi takut menyatakan atau mengungkapkannya (tidak asertif).
Gangguan-gangguan ini diduga dapat disebabkan oleh faktor bawaan (masih
hipotesis); faktor psikososial, seperti pola hubungan keluarga yang patogenik; dan faktor
sosiokultural, seperti munculnya sistem nilai dan pola perilaku tertentu yang jauh berbeda
dari yang lazim berlaku di masyarakat akibat kondisi kemiskinan. Misalnya, dalam bentuk
standar yang sangat longgar tentang kejujuran, tanggung jawab sosial, dan sebagainya.
Penderita aneka jenis gangguan ini biasanya sulit ditangani untuk ditolong. Mereka
harus dipaksa. Usaha memberikan pertolongan biasanya lebih efektif bila dilakukan dalam
lingkungan tertentu yang membatasi runga gerak penderita, misalnya di penjara atau pusat
rehabilitasi lainnya. Penanganan di luar jarang berhasil.

GANGGUAN KEPRIBADIAN MENURUT DSM-IV-TR


Kelompok A (odd/eccentric cluster)
Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan schizotypal. Individu dalam
kelompok ini menampilkan perilaku yang aneh dan eksentrik.

Kelompok B (dramatic/erratic cluster)


Terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, borderline, histrionic, dan narcissistic.
Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku yang dramatik atau berlebih-lebihan,
emosional dan eratik (tidak menentu atau aneh).

Kelompok C (anxious/fearful cluster)


Terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent, dan obsessive- compulsive.
Individu dalam kelompok ini menampilkan perilaku cemas dan ketakutan.

A. KELOMPOK A (ODD/ECCENTRIC CLUSTER)


Paranoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Paranoid)
Individu yang mengalami gangguan kepribadian paranoid biasanya ditandai dengan
adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang kuat terhadap orang lain. Mereka juga diliputi
keraguan yang tidak beralasan terhadap kesetiaan orang lain atau bahwa orang lain tersebut
dapat dipercaya.
Orang-orang yang mengalami gangguan ini merasa dirinya diperlakukan secara salah
dan dieksploitasi oleh orang lain sehingga berperilaku selalu waspada terhadap orang lain.
Mereka sering kali kasar dan mudah marah terhadap apa yang mereka anggap sebagai
penghinaan. Individu semacam ini enggan mempercayai orang lain dan cenderung
menyalahkan mereka serta menyimpan dendam meskipun bila ia sendiri juga salah. Mereka
sangat pencemburu dan tanpa alasan dapat mempertanyakan kesetiaan pasangannya.
Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat secara emosional dan menjaga
jarak dengan orang lain, mereka tidak hangat. Gangguan kepribadian paranoid paling banyak
terjadi pada kaum laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Gangguan ini banyak dialami
bersamaan dengan gangguan kepribadian schizotipal, borderline, dan avoidant. Prevalensi
pada gangguan ini adalah berkisar 2 persen dari populasi pada umumnya.
Gangguan paranoid memiliki perbedaan diagnosis dengan skizofrenia, karena pada
gangguan paranoid tidak muncul simtom halusinasi dan delusi. Perbedaannya dengan
gangguan borderline adalah gangguan paranoid lebih sulit untuk menjalin hubungan dengan
orang lain. Sedangkan perbedaannya dengan gangguan antisosial adalah paranoid tidak
memiliki sejarah antisosial. Perbedaannya dengan schizoid adalah gangguan ini tidak
memiliki ide-ide paranoid atau tidak memiliki kecurigaan.

Schizoid Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Skizoid)


Individu yang mengalami gangguan ini tidak menginginkan atau menikmati hubungan
sosial dan biasanya tidak memiliki teman akrab. Mereka tampak tumpul, datar, dan
menyendiri serta tidak memiliki perasaan yang hangat dan tulus terhadap orang lain. Mereka
jarang memiliki emosi kuat, tidak tertarik pada hubungan seks, serta bersikap masa bodoh
terhadap pujian, kritik, dan perasaan orang lain. Individu yang mengalami gangguan ini
adalah seorang penyendiri dan menyukai kegiatan yang dilakukan sendirian.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid menampilkan perilaku menarik diri,
mereka merasa tidak nyaman bila berinteraksi dengan orang lain, cenderung introvert.
Mereka terlihat sebagai individu yang eksentrik, terkucil, dingin, dan penyendiri. Dalam
kesehariannya, individu lebih menyenangi kegiatan yang tidak melibatkan orang lain dan
berhasil pada bidang-bidang yang tidak melibatkan orang lain. Prevalensi gangguan skizoid
diperkirakan 7,5 persen dari populasi. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan
diperkirakan 2 : 1 untuk laki-laki.
Schizotypal Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Skizotipal)
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal biasanya memiliki kepercayaan
yang aneh. Mereka memiliki pemikiran yang ajaib/aneh (magical), ide-ide yang ganjil, ilusi,
dan derealisasi yang mereka tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Individu dengan
gangguan ini memiliki masalah dalam berpikir dan berkomunikasi. Dalam pembicaraan,
mereka dapat menggunakan kata-kata dengan cara yang tidak umum dan tidak jelas sehingga
hanya diri mereka saja yang mengerti artinya.
Dari perilaku dan penampilan, mereka juga tampak eksentrik. Sebagai contoh, mereka
berbicara kapada diri sendiri dan memakai pakaian yang kotor serta kusut. Ciri yang umum
terjadi adalah ideas of reference (keyakinan bahwa berbagai kejadian memiliki makna khusus
dan tidak biasa bagi orang yang bersangkutan), kecurigaan, dan pikiran paranoid. Mereka pun
memiliki kemampuan yang rendah dalam berinteraksi dengan orang lain dan kadang kala
bertingkah laku aneh sehingga akhirnya mereka sering kali terkucil dan tidak memiliki
banyak teman.
Prevelensi gangguan ini diperkirakan kurang dari 1 persen. Gangguan kepribadian
skizotipal lebih banyak muncul pada keluarga yang memiliki penderita skizofrenia.
Gangguan kepribadian skizotipal adalah titik awal dari skizofrenia. Walaupun sama-sama
muncul simtom halusinasi, namun perbedaan gangguan ini dengan gangguan skizofrenia
adalah halusinasi pada skizotipal biasanya berlangsung dalam waktu singkat.

Etiologi Kelompok A
Berbagai studi tentang keluarga memberikan beberapa bukti bahwa gangguan
kepribadian kelompok A berhubungan dengan skizofrenia. Pada gangguan skizotipal, pasien
mengalami kelemahan kognitif dan kurangnya fungsi neuropsikologis yang sama dengan
terjadinya skizofrenia. Selain itu, pasien dengan gangguan kepribadian skizotipal memiliki
rongga otak yang lebih besar dan lebih sedikit bagian abu-abu di lobus temporalis.

B. KELOMPOK B (DRAMATIC/ERRATIC CLUSTER)


Borderline Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Ambang)
Disebut dengan kepribadian ambang (borderline) karena berada di perbatasan antara
gangguan neurotik dan skizofrenia. Ciri-ciri utama gangguan ini adalah impulsivitas dan
ketidakstabilan dalam hubungan dengan orang lain dan memiliki mood yang selalu berubah-
ubah. Contohnya, sikap dan perasaan terhadap orang lain dapat berubah-ubah secara
signifikan dan aneh dalam kurun waktu yang singkat. Individu yang mengalami gangguan
borderline memiliki karakter argumentatif, mudah tersinggung, sarkastik, cepat menyerang,
dan secara keseluruhan sangat sulit untuk hidup bersama mereka.
Perilaku mereka yang tidak dapat diprediksi dan impulsif, boros, aktivitas seksual
yang tidak pandang bulu, penyalahgunaan zat, dan makan berlebihan, berpotensi merusak diri
sendiri. Mereka tidak tahan berada dalam kesendirian, memiliki rasa takut diabaikan, dan
menuntut perhatian. Mudah mengalami perasaan depresi dan perasaan hampa yang kronis,
mereka sering kali mencoba bunuh diri.
Gangguan kepribadian borderline bermula pada masa remaja atau dewasa awal,
dengan prevelensi sekitar 1 persen, dan lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan
pada laki-laki.
Etilogi Gangguan Kepribadian Borderline
Penyebab terjadinya gangguan kepribadian borderline antara lain dapat dijelaskan
oleh kedua pandangan berikut:

a) Faktor biologis
Faktor-faktor biologis antara lain disebabkan oleh faktor genetis. Gangguan
kepribadian borderline dialami oleh lebih dari satu anggota dalam satu keluarga. Beberapa
data menunjukkan adanya kelemahan fungsi lobus frontalis, yang sering diduga berperan
dalam perilaku impulsif. Individu dengan gangguan borderline mengalami peningkatan
aktivasi amigdala, suatu struktur dalam otak yang dianggap sangat penting dalam pengaturan
emosi.

b) Object Relations Theory


Teori ini merupakan teori dari psikoanalisa yang memfokuskan diri pada bagaimana
cara anak mengintroyeksikan nilai-nilai dan gambaran yang berhubungan dengan orang-
orang yang dianggap penting dalam hidupnya, misalnya orang tua. Dengan kata lain, fokus
dari teori ini adalah cara anak mengidentifikasikan diri dengan orang lain di mana ia memiliki
emotional attachment yang kuat dengan orang tersebut. Orang-orang yang diintroyeksikan
tersebut menjadi bagian dari ego si anak pada masa dewasa, tetapi dapat menimbulkan
konflik dengan harapan, tujuan, dan ideal-idealnya.
Teori ini beranggapan bahwa individu bereaksi terhadap dunia melalui perspektif dari orang-
orang penting dalam hidupnya pada masa lalu, terutama orang tua atau caregiver. Terkadang
perspektif tersebut berlawanan harapan dan minat dari individu yang bersangkutan. Otto
Kernberg, salah seorang tokoh dalam teori ini menyatakan bahwa pengalaman yang tidak
menyenangkan pada masa kanak-kanak, misalnya mempunyai orang tua yang memberikan
cinta dan perhatian secara tidak konsisten (menghargai prestasi anak, tetapi tidak dapat
memberikan dukungan emosional dan kehangatan), dapat menyebabkan anak
mengembangkan insecure egos (bentuk umum dari gangguan kepribadian borderline).
Individu dengan gangguan kepribadian borderline sering kali mengembangkan
mekanisme defense yang disebut splitting, yaitu mendikotomikan objek menjadi semuanya
baik atau semuanya buruk dan tidak dapat mengintegrasikan aspek positif dan negatif orang
lain atau diri menjadi suatu keutuhan. Hal itu menimbulkan kesulitan yang ekstrem dalam
meregulasi emosi karena individu borderline melihat dunia, termasuk dirinya sendiri, dalam
dikotomi hitam-putih. Bagaimanapun juga, defense ini melindungi ego yang lemah dari
kecemasan yang tidak dapat ditoleransi.
Beberapa hasil penelitian juga mendukung teori ini. Individu yang mengalami
gangguan kepribadian borderline menyatakan kurangnya kasih sayang dari ibu. Mereka
memandang keluarga mereka tidak ekspresif secara emosional, tidak memiliki kedekatan
emosional, dan sering terjadi konflik dalam keluarga. Selain itu, mereka biasanya juga
mengalami kekerasan seksual dan fisik serta sering mengalami perpisahan dengan orang tua
pada masa kanak-kanak.
Bagaimanapun juga, hasil-hasil penelitian tersebut masih belum dapat menyatakan
secara jelas apakah pengalaman-pengalaman itu memang hanya dialami oleh mereka dengan
gangguan kepribadian borderline saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa individu
yang mengalami gangguan kepribadian borderline mempunyai pengalaman masa kecil yang
tidak menyenangkan. Namun belum jelas apakah pengalaman tersebut bersifat spesifik bagi
gangguan ini.

c) Linehan’s Diathesis-Stress Theory


Menurut teori ini, gangguan kepribadian borderline berkembang ketika individu
dengan diatesis biologis (kemungkinan genetis) di mana ia mengalami kesulitan untuk
mengontrol emosi, dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang salah (invalidating). Dalam
teori ini, diatesis biologis disebut sebagai emotional dysregulation. Sedangkan invalidating
experience adalah pengalaman di mana keinginan dan perasaan individu diabaikan dan tidak
dihormati; usaha individu untuk mengkomunikasikan perasaannya tidak dipedulikan atau
bahkan diberi hukuman. Salah satu contoh ekstremnya adalah kekerasan pada anak, baik
secara seksual maupun nonseksual. Dengan kata lain, emotional dysregulation saling
berinteraksi dengan invalidate experience anak yang sedang berkembang. Hal itulah yang
kemudian memicu perkembangan kepribadian borderline.

Histrionic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Histrionik)


Gangguan kepribadian histrionik sebelumnya dikenal disebut kepribadian histerikal,
ditegakkan bagi orang-orang yang selalu dramatis dan mencari perhatian. Mereka sering kali
menggunakan ciri-ciri penampilan fisik yang dapat menarik perhatian orang kepada dirinya,
misalnya pakaian yang mencolok, tata rias, atau warna rambut. Mereka berpusat pada diri
sendiri, terlalu mempedulikan daya tarik fisik mereka, dan merasa tidak nyaman bila tidak
menjadi pusat perhatian. Mereka dapat sangat provokatif dan tidak senonoh secara seksual
tanpa mempedulikan kepantasan serta mudah dipengaruhi orang lain.
Diagnosis ini memiliki prevelensi sekitar 2 persen dan lebih banyak terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki. Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak terjadi
pada mereka yang mengalami perpisahan atau perceraian, dan hal ini diasosiasikan dengan
depresi dan kesehatan fisik yang buruk. Gangguan ini sering muncul bersamaan dengan
gangguan kepribadian borderline.
Etiologi Gangguan Kepribadian Histrionik
Gangguan ini dijelaskan berdasarkan pendekatan psikoanalisa. Perilaku emosional
dan ketidaksenonohan secara seksual didorong oleh ketidaksenonohan orang tua, terutama
ayah terhadap anak perempuannya. Kebutuhan untuk menjadi pusat perhatian dipandang
sebagai cara untuk mempertahankan diri dari perasaan yang sebenarnya yaitu self-esteem
yang rendah.

Narcissistic Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Narsistik)


Individu dengan gangguan kepribadian narsistik memiliki pandangan berlebihan
mengenai keunikan dan kemampuan mereka. Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan
berharap mendapatkan perlakuan yang khusus pula. Oleh sebab itu, mereka sulit menerima
kritik dari orang lain. Hubungan interpersonal mereka terhambat karena kurangnya empati,
perasaan iri, dan arogansi, dan memanfaatkan/menghendaki orang lain melakukan sesuatu
yang istimewa untuk mereka tanpa perlu dibalas. Individu pada gangguan ini sangat sensitif
terhadap kritik dan takut akan kegagalan. Terkadang mereka mencari sosok lain yang dapat
mengidealkan karena mereka kecewa terhadap diri sendiri, tetapi mereka biasanya tidak
mengizinkan siapa pun untuk benar-benar berhubungan dekat dengan mereka.
Hubungan personal mereka sedikit dan dangkal; ketika orang lain menjatuhkan
harapan mereka yang tidak realistis, mereka akan marah dan menolak. Prevelensi gangguan
ini kurang dari 1 persen.
Etiologi Gangguan Kepribadian Narsistik
Penyebab gangguan kepribadian narsistik dapat dipandang dari segi psikoanalisa.
Orang yang mengalami gangguan ini dari luar tampak memiliki perasaan yang luar biasa
akan pentingnya dirinya. Namun dipandang dari psikoanalisa, karakteristik tersbut
merupakan topeng bagi self-esteem yang rapuh.
Menurut Heinz Kohut, self muncul pada awal kehidupan sebagai struktur bipolar
dengan immature grandiosity pada satu sisi dan overidealisasi yang bersifat dependen di sisi
lain. Kegagalan mengembangkan self-esteem yang sehat terjadi bila orang tua tidak
merespons dengan baik kompetensi yang ditunjukkan oleh anak-anaknya. Dengan demikian,
anak tidak bernilai bagi harga diri mereka sendiri, tetapi bernilai sebagai alat untuk
meningkatkan self-esteem orang tua.
Antisocial Personality Disorder and Psychopathy (Gangguan Kepribadian Antisosial dan
Psikopati)
Orang dewasa yang mengalami gangguan antisosial menunjukkan perilaku tidak
bertanggung jawab dan antisosial dengan bekerja secara tidak konsisten, melanggar hukum,
mudah tersinggung, agresif secara fisik, tidak mau membayar hutang, sembrono, ceroboh,
dan sebagainya. Mereka impulsif dan tidak mampu membuat rencana ke depan. Mereka
sedikit atau bahkan tidak merasa menyesal atas berbagai tindakan buruk yang mereka
lakukan. Gangguan ini lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dan lebih
banyak terjadi di kalangan anak muda daripada dewasa yang lebih tua. Gangguan ini lebih
umum terjadi pada orang dengan status sosioekonomi rendah.
Sementara itu, salah satu karakteristik psychopathy adalah kemiskinan emosi, baik
positif maupun negatif. Orang-orang psychopathy tidak memiliki rasa malu, bahkan perasaan
mereka yang tampak positif terhadap orang lain hanyalah sebuah kepura-puraan. Penampilan
psikopat menawan dan memanipulasi orang lain untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Kadar kecemasan yang rendah membuat psikopat tidak mungkin belajar dari kesalahannya.
Kurangnya emosi positif mendorong mereka berperilaku secara tidak bertanggung jawab dan
berperilaku kejam terhadap orang lain.
Etiologi Gangguan Kepribadian Antisosial dan Psychopathy
Penyebab gangguan ini berkaitan dengan peran keluarga. Kurangnya afeksi dan
penolakan berat orang tua merupakan penyebab utama perilaku psychopathy. Selain itu, juga
disebabkan oleh tidak konsistennya orang tua dalam mendisiplinkan anak dan dalam
mengajarkan tanggung jawab terhadap orang lain. Orang tua yang sering melakukan
kekerasan fisik terhadap anaknya dapat menyebabkan gangguan ini. Gangguan ini juga dapat
disebabkan oleh kehilangan orang tua. Di samping itu, ayah dari penderita psikopat
kemungkinan memiliki perilaku antisosial. Faktor lingkungan di sekitar individu yang buruk
juga dapat menyebabkan gangguan ini.

C. KELOMPOK C (ANXIOUS/FEARFUL CLUSTER)


Seperti yang telah disebutkan, kelompok ini terbagi menjadi tiga gangguan
kepribadian, yaitu:
a. Avoidant personality disorder, yaitu gangguan pada individu yang memiliki ketakutan
dalam situasi sosial.
b. Dependent personality disorder, yaitu gangguan pada individu yang kurang percaya diri
dan sangat bergantung pada orang lain.
c. Obsessive-compulsive personality disorder, yaitu gangguan pada individu yang
mempunyai gaya hidup yang perfeksionis.
d. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih rinci tentang ketiga gangguan kepribadian tersebut.
Avoidant Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Menghindar)
Individu dengan gangguan ini adalah individu yang memiliki ketakutan yang besar
akan kemungkinan adanya kritik, penolakan atau ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan
untuk menjalin hubungan, kecuali ia yakin bahwa ia akan diterima.
Individu tersebut bahkan terkadang menghindari pekerjaan yang banyak memerlukan kontak
interpersonal. Dalam situasi sosial, ia sangat mengendalikan diri (kaku) karena sangat amat
takut mengatakan sesuatu yang bodoh atau dipermalukan atau tanda-tanda lain dari
kecemasan. Ia merasa yakin bahwa dirinya tidak kompeten dan inferior, serta tidak berani
mengambil risiko atau mencoba hal-hal baru.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dari avoidant personality disorder adalah sebagai
berikut:
a) Penghindaran terhadap kontak interpersonal karena takut kritik dan penolakan.
b) Ketidakmampuan untuk terlibat dengan orang lain kecuali ia merasa yakin akan disukai
atau diterima.
c) Kekakuan dalam hubungan yang intim karena takut dipermalukan atau dicemooh.
d) Perhatian yang berlebihan terhadap kritik atau penolakan.
e) Perasaan tidak mampu.
f) Perasaan inferior.
g) Keengganan yang ekstrem untuk mencoba hal-hal baru karena takut dipermalukan.
Prevalensi dari gangguan ini sekitar 5 persen dan sering muncul bersamaan dengan
gangguan kepribadian dependen dan borderline. Avoidant personality disorder juga sering
bercampur dengan diagnosis Axis I depresi dan generalized social phobia. Gangguan ini
memiliki gejala yang serupa dengan generalized social phobia, tetapi gangguan ini
sebenarnya merupakan jenis generalized social phobia yang lebih kronik.
Baik avoidant personality disorder atau social phobia berhubungan dengan gejala
yang muncul di Jepang, yang disebut dengan taijin kyoufu. ”Taijin” berarti interpersonal dan
”kyoufu” berarti takut. Seperti pada avoidant personality disorder dan social phobia, individu
yang mengalami taijin kyoufu sangat sensitif dan menghindari kontak interpersonal. Namun,
hal yang ditakuti berbeda dengan hal-hal yang umumnya ditakuti pada diagnosis DSM.
Individu dengan taijin kyoufu cenderung cemas atau malu tentang bagaimana ia
mempengaruhi atau tampak di depan orang lain, misalnya takut bahwa mereka tampak jelek
atau bau.

Dependent Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Dependen)


Ciri utama dari gangguan kepribadian dependen adalah kurangnya rasa percaya diri
dan otonomi. Individu dengan gangguan kepribadian ini memandang dirinya lemah dan orang
lain lebih kuat. Ia juga memiliki kebutuhan yang kuat untuk diperhatikan atau dijaga oleh
orang lain yang sering kali menyebabkan munculnya perasaan tidak nyaman ketika sendirian.
Ia mengesampingkan kebutuhannya sendiri untuk meyakinkan bahwa ia tidak merusak
hubungan yang telah terjalin dengan orang lain. Ketika hubungan dekat berakhir, individu
yang mengalami gangguan ini segera berusaha menjalin hubungan lain untuk menggantikan
hubungan yang telah berakhir tersebut.
Kriteria dalam DSM pada umumnya mendeskripsikan individu yang mengalami
gangguan kepribadian dependen sebagai orang yang sangat pasif, misalnya memiliki
kesulitan dalam memulai sesuatu atau mengerjakan sesuatu sendiri, tidak mampu menolak,
dan meminta orang lain mengambil keputusan untuk dirinya. Bagaimanapun juga, penelitian
mengindikasikan bahwa sifat-sifat pasif tersebut tidak mencegah individu melakukan hal-hal
penting untuk menjaga hubungan dekat, misalnya menjadi sangat penurut dan pasif, tetapi
dapat juga mengambil langkah aktif untuk menjaga hubungan.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria gangguan kepribadian dependen yaitu sebagai
berikut:
a) Kesulitan dalam mengambil keputusan tanpa nasihat dan dukungan yang berlebihan dari
orang lain.
b) Kebutuhan terhadap orang lain untuk memikul tanggung jawab dalam hidupnya.
c) Kesulitan dalam mengatakan atau melakukan penolakan terhadap orang lain karena takut
kehilangan dukungan dari orang lain.
d) Kesulitan dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu sendiri karena kurang percaya diri.
e) Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan baginya sebagai cara untuk memperoleh
penerimaan dan dukungan dari orang lain.
f) Perasaan tidak berdaya ketika sendiri karena kurang percaya pada kemampuan diri dalam
menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan orang lain.
g) Segera mencari hubungan baru ketika hubungan yang sedang terjalin telah berakhir.
h) Sangat ketakutan untuk mengurus atau menjaga diri sendiri.
Prevalensi dari gangguan ini adalah sekitar 1,5 persen, lebih banyak ditemukan di
India dan Jepang. Hal itu kemungkinan dikarenakan lingkungan di kedua negara tersebut
yang memicu perilaku dependen. Gangguan kepribadian ini muncul lebih banyak pada wanita
daripada pria, kemungkinan karena perbedaan pengalaman sosialisasi pada masa kanak-
kanak antara wanita dan pria. Gangguan kepribadian dependen sering kali muncul bersamaan
dengan gangguan kepribadian borderline, skizoid, histrionik, skizotipal, dan avoidant, sama
seperti diagnosis Axis I gangguan bipolar, depresi, gangguan kecemasan, dan bulimia.

Obsessive-Compulsive Personality Disorder (Gangguan Kepribadian Obsesif-Kompulsif)


Individu dengan obsessive-compulsive personality bersifat perfeksionis, sangat
memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan sebagainya. Individu yang mengalami gangguan
obsesif-kompulsif sangat memperhatikan detail sehingga kadang ia tidak dapat
menyelesaikan hal yang dikerjakannya. Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada
bersantai-santai dan sangat sulit mengambil keputusan karena takut membuat kesalahan.
Selain itu, ia juga sangat sulit mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri pada
hal-hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal yang kurang
baik karena keras kepala dan meminta segala sesuatu dilakukan sesuai dengan keinginannya.
Istilah yang umum digunakan sebagai julukan bagi individu seperti itu adalah “control freak”.
Individu dengan gangguan kepribadian ini pada umumnya bersifat serius, kaku, formal dan
tidak fleksibel, terutama berkaitan dengan isu-isu moral. Ia tidak mampu membuang objek
yang tidak berguna, walaupun objek tersebut tidak bernilai. Di samping itu, ia juga pelit atau
kikir.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dependent personality disorder yaitu sebagai
berikut:
a. Sangat perhatian terhadap aturan dan detail secara berlebihan sehingga poin penting dari
aktivitas hilang.
b. Perfeksionisme yang ekstrem pada tingkat di mana pekerjaan jarang terselesaikan.
c. Ketaatan yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga mengesampingkan waktu senggang
dan persahabatan.
d. Kekakuan dalam hal moral.
e. Kesulitan dalam membuang barang-barang yang tidak berguna.
f. Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan kecuali orang lain megacu pada satu standar yang
sama dengannya.
g. Kikir atau pelit.
h. Kaku dan keras kepala.
Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif agak berbeda dengan gangguan obsesif
kompulsif. Pada gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, tidak terdapat obsesi dan kompulsi
seperti pada gangguan obsesif-kompulsif. Gangguan kepribadian obsesif-kompulsif paling
sering muncul bersamaan dengan gangguan kepribadian avoidant dan memiliki prevalensi
sekitar 2 persen.

Você também pode gostar