Você está na página 1de 4

Ada Tumpang Tindih OJK dan Bank

Indonesia?
Menurutnya OJK terbentuk karena perintah UU Bank Indonesia yang
sudah tertuang sejak jaman reformasi. Bahkan ketika UU Bank
Indonesia mengalami beberapa kali amandemen juga masih ada
perintah untuk pembentukkan OJK.

JAKARTA, GRESNEWS.COM - Keberadaan Otoritas Jasa


Keuangan (OJK) mulai digoyang. Bahkan Tim Pembela Kedaulatan
Ekonomi Bangsa mempersoalkan fungsi pengawasan dan
pengaturan perbankan OJK yang tak diatur dalam konstitusi. Mereka
pun mengajukan permohonan uji materi UU Nomor 21 Tahun 2011
tentang OJK ke Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (27/2).

Komisi IX yang menelurkan beleid OJK ini bereaksi dan menyebut


para pemohon uji materi ke MK salah alamat. Wakil Ketua Komisi IX
DPR RI, Harry Azhar Aziz menilai seharusnya pemohon mengajukan
gugatan terhadap UU Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Kedua Atas UU Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank
Indonesia Menjadi UU (UU Bank Indonesia).

Menurutnya, OJK terbentuk karena perintah UU Bank Indonesia


yang sudah tertuang sejak zaman reformasi. Bahkan ketika UU Bank
Indonesia mengalami beberapa kali amandemen juga masih ada
perintah untuk pembentukkan OJK.

"UU OJK itu kan perintah dalam UU Bank Indonesia. Nah kalau
begitu yang harus dia gugat itu UU bank Indonesia," kata Harry
kepada Gresnews.com, Jakarta, Jumat (28/2).
Menurut Harry,mpembentukan OJK memang tidak termuat dalam
UUD 1945 dan itu bukan masalah. Toh banyak juga undang-undang
yang memang tidak dimuat di UUD seperti UU Dana Pensiun dan
lainnya.

Apakah UU yang baru itu berlawanan dengan UUD 1945? Misalnya


dalam UU OJK memiliki prinsip perlindungan dana konsumen, yang
itu tidak ada tercantum di dalam UU Bank Indonesia. Dia
menambahkan perlindungan dana konsumen sama saja dengan
perlindungan dana rakyat Indonesia. "Apakah perlindungan dana
konsumen rakyat indonesia bertentangan dengan UUD 45?" kata
Harry.

Ia menjelaskan pada prinsipnya pembentukan OJK hingga sampai


fungsi lembaga OJK tidaklah tumpang tindih dengan fungsi Bank
Indonesia. Karena Bank Indonesia saat ini berfungsi untuk mengurus
permasalahan kebijakan moneter, sistem pembayaran dan stabilitas
sistem keuangan. Sedangkan OJK berfungsi menjaga kesehatan
bank dan pengawasan bank.

Dia juga membantah tudingan potensi merugikan nasabah keuangan


melalui pemerasan sistematis terhadap lewat iuran yang dipungut
OJK. Menurutnya pungutan tersebut merupakan keputusan politik
bukan untuk menggaji pegawai OJK. "Jadi tolong tunjukkan dimana
pertentangannya?" kata Harry.

Pengamat perbankan Alfi Wijaya juga menyatakan bentuk fungsi


lembaga antara OJK dan Bank Indonesia tidaklah tumpang tindih.
Dia menjelaskan pada prakteknya Bank Indonesia hanya mengawasi
perbankan saja sedangkan OJK pengawasannya seluruh lembaga
keuangan.

Jika dulu bank itu diawasi oleh Bank Indonesia, sedangkan lembaga
keuangan non perbankan berada di Badan Pengawasan Pasar
Modal (Bappepam) dan lembaga keuangan mikro seperti koperasi
diawasi oleh Kementerian Koperasi. "Jadi semua lembaga itu
memiliki akses keuangan dari OJK. Nah OJK itu merupakan
gabungan dari Bank Indonesia dan lembaga keuangan mikro," kata
Alfi.
Jakarta | Jurnal Asia
Anggota Komisi XI DPR RI dari PDIP Maruarar Sirait minta agar Bank Indonesia (BI) dan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kompak dan berkonsentrasi penuh pada tugas masing-masing
sesuai yang ditetapkan undang-undang. “BI dan OJK agar kompak dan saling bersinergi dalam
melakukan tugasnya masing-masing sesuai yang ditetapkan undang-undang. BI mengelola
kebijakan makroprudensial dan OJK kebijakan mikroprudensial,” katanya di Jakarta, Minggu
(28/12).

Maruarar Sirait yang akrab dipanggil Ara itu menanggapi pernyataan BI saat sidang ‘judicial
review’ UU OJK di MK bahwa telah tejadi tumpang tindih kewenangan antara BI dan OJK serta
tidak efektifnya keberadaan Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).

Forum yang beranggotakan Kemenkeu, BI, OJK dan LPS itu untuk membahas stabilitas sistem
keuangan dan mengatasi krisis. Sementara Kemenkeu dalam sidang tersebut menyatakan FKSSK
sudah efektif berjalan.

Berdasarkan undang-undang, BI mengurus kebijakan makroprudensial seperti kebijakan moneter


untuk menjaga inflasi, suku bunga dan stabilitas rupiah, mengelola cadangan devisa, serta sistem
pembayaran nasional.

Sedangkan tugas OJK fokus pada kebijakan mikroprudential yaitu pengaturan dan pengawasan
terintegrasi terhadap industri keuangan seperti industri perbankan, pasar modal serta industri
keuangan non-bank seperti asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, dan lembaga
keuangan mikro.

“Hanya memang kalau ada tumpang tindih kewenangan, kita harus duduk bersama
membicarakan batasan makroprudensial di mana dan mikroprudensial ada di mana,” kata Ara.
Ia mengatakan akan memanggil BI dan OJK dalam rapat kerja mendatang. “Karena yang saya
tahu selama ini gak ada permasalahan apa-apa antara OJK dan BI,” katanya.

Dalam UU OJK sebenarnya telah diatur secara tegas bentuk hubungan kelembagaan antara OJK,
BI, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) di bidang
perumusan kebijakan pengaturan dan pemeriksaan bank, pertukaran data dan informasi bank,
dan pencegahan serta penangan krisis.

Pemisahan mikro-makroprudential untuk mencegah benturan kepentingan, dan mekanisme


‘check & balances’, khususnya dalam pengelolaan industri perbankan.
Fakta sejarah Mantan Ketua Pansus RUU OJK Nusron Wachid mengingatkan semua pihak
bahwa terbentuknya OJK merupakan keputusan politik yang didasari fakta sejarah.
Fakta itu mulai dari ‘moral hazard’ yang terjadi di industri keuangan saat krisis ekonomi
1997/1998 yang ditandai dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), obligasi
rekap, sampai munculnya kasus Bank Century 2008.

Itu menunjukkan bahwa pengawasan sektor jasa keuangan yang terpisah, yaitu perbankan oleh
BI dan industri keuangan non-bank dan pasar modal di Departemen keuangan, telah
menimbulkan ‘loopholes’ yang dimanfaatkan oleh mafia kejahatan di industri keuangan.

“OJK dan pengawasan terintegrasi jadi kata-kata kunci untuk menambal loopholes tersebut.
Seluruh industri, pengaturan dan pengawasannya harus di bawah satu lembaga yaitu OJK,”
katanya.
Apalagi perkembangan konglomerasi keuangan di Indonesia sangat pesat. “Bagaimana bila
mereka ‘colaps’, dapat memicu krisis sistemik. Nah dengan pengaturan dan pengawasan secara
integrasi niscaya risiko konglomerasi akan termonitor dan dimitigasi,” kata Nusron.

Di Indonesia saat ini terdapat 36 konglomerasi, masing-masing dapat membawahi puluhan


perusahaan terutama di sektor nonperbankan baik di pasar modal maupun di industri keuangan
non-bank.
Konglomerasi ini telah memunculkan potensi risiko terbesar di sektor jasa keuangan, terlebih
lagi dengan adanya ‘hybrid products’ lintas sektor misalnya bankassurance dan unit link.
Pungutan Menyangkut pungutan, baik Ara maupun Nusron mengingatkan agar kepentingan
industri lebih diutamakan.

Mereka menyambut baik inisiatif OJK yang mengusulkan kepada pemerintah agar segera
melakukan amendemen terhadap peraturan pemerintah tentang pungutan.
Hanya keduanya mengingatkan agar pembiayaan OJK ke depan lebih mengandalkan pungutan
karena kondisi fiskal nasional masih rawan karena dibiayai utang. Jangan hanya gara-gara OJK
mengandalkan APBN, justru memperparah APBN.

kkk

Você também pode gostar