Você está na página 1de 6

AKIDAH PADA MASA NABI MUHAMMAD SAW.

Masa Rasulullah Saw. merupakan periode pembinaan akidah dan peraturan peraturan
dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang belum ada
jawabannya dikembalikan langsung kepada Rasulullah Saw. sehingga beliau berhasil
menghilangkan perpecahan antara umatnya. Masing-masing pihak tentu
mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah
terjadi dalam agama-agama sebelum Islam. Rasulullah Saw mengajak kaum muslimin
untuk mentaati Allah Swt. dan Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang
menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan
kekacauan. Allah Swt. berfirman dalam al-Anfal :46,
‫أ‬
‫ن‬
‫صب طعروا ۚ إ ط ل‬
َ‫م ۖ أوا ف‬ َ‫حك ع ف‬ ‫شعلوُا وأت أذ فَهأ أ‬
‫ب طريِ ع‬ ‫ف أ‬ ‫ه وأأل ت أأناَأز ع‬
َ‫عوُا فأت أ ف‬ ‫سوُل أ ع‬ ‫طيِععوُا الل ل أ‬
‫ه وأأر ع‬ ‫وأأ ط‬
‫ن‬
‫ريِ أ‬‫صاَب ط ط‬
‫معأ ال ل‬
‫ه أ‬ ‫الل ل أ‬
"Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantahbantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang
kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar." (QS. al-Anfal : 46)
Ketika Rasulullah Saw., masih hidup seluruh urusan agama Islam baik pemahaman,
pengalaman ajaran Islam dapat langsung diterima dan melihat contoh Rasulullah
Saw.. Apabila ada masalah-masalah urusan agama Islam bahkan urusan
kemasyarakatan para sahabat dapat menanyakan langsung kepada Rasulullah Saw.,
sehingga perbedaan pemahaman dan pandangan urusan agama Islam tidak terlihat
dan terjadi. Para sahabat menerima dan memahami kandungan al-Quran dan hadis
yang berkaitan dengan akidah dan sifat-sifat Allah Swt tanpa mempersoalkan makna
di sebaliknya. Untuk itu, pada zaman Nabi Saw. kepercayaan umat Islam adalah
sangat kukuh dan teguh. Dalam QS. al-Ikhlas, misalnya, dengan ayat itu sudah cukup
kukuh untuk menjadi pegangan mereka. Untuk itu ilmu Tauhid atau permasalahan
akidah belum timbul secara langsung atau belum muncul sebagai suatu ilmu yang
berdiri sendiri. Namun begitu, semenjak zaman nabi perbahasan ilmu tauhid telah
dipelajari terutama sewaktu berdakwah di Mekah. Tauhid merupakan perkara yang
amat ditekankan oleh Nabi Saw. Perbedaan pendapat memang dibolehkan tetapi
jangan sampai pada pertengkaran, terutama dalam masalah akidah ini. Demikian pula
dalam menghadapi agama lain, kaum muslimin harus bersikap tidak membenarkan
apa yang mereka sampaikan dan tidak pula mendustainya. Yang harus dikata kaum
muslimin adalah telah beriman kepada Allah Swt dan wahyu-Nya, yang telah
diturunkan kepada kaum muslimin juga kepada mereka. Tuhan Islam dan Tuhan
mereka adalah satu (Esa). Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat
dan peringatan. Berdebat dengan cara baik dan dapat menghasilkan tujuan dari
perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran. Sehingga tidak sampai kepada
perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi
penengahnya. Allah Swt. berfirman dalam QS. an-Naḥl : 125,
‫أ‬ ‫أ‬
‫ك هعوُأ أع فَل أ ع‬
‫م‬ ‫ن أرب ل أ‬ ‫ن ۚ إط ل‬
‫س ع‬
‫ح أ‬ َ‫يِ أ ف‬‫م طباَل لطتيِ ه ط أ‬
َ‫جاَد طل فَهع ف‬
‫سن أةط ۖ وأ أ‬ ‫عظ أةط ال فَ أ‬
‫ح أ‬ ‫مةط أوال فَ أ‬
‫موُفَ ط‬ ‫ك طباَل فَ ط‬
‫حك فَ أ‬ ‫ل أرب ب أ‬
‫سطبيِ ط‬
‫ى أ‬ ‫أ‬
‫اد فَع ع إ طل ى‬
‫أ‬
‫ن‬
‫ديِ أ‬ ‫م طباَل فَ ع‬
‫مهفَت أ ط‬ ‫سطبيِل طهط ۖ وأهعوُأ أع فَل أ ع‬‫ن أ‬ ‫ض ل‬
َ‫ل ع أ ف‬ ‫ن أ‬ َ‫م ف‬ ‫بط أ‬
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS.
an-Naḥl :125)
Pada prinsipnya, ada dua karakteristik akidah di masa pembentukan atau
pertumbuhan Islam, yaitu sederhana dan integral. Maksudnya, ajaran-ajaran tentang
tauhid disampaikan secara sederhana tanpa ada pembahasan yang rumit dan bertele-
tele. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berikut ini menggambarkan
kesederhanaan itu. Rasulullah Saw.. ditanya: “Wahai Rasulullah! Apakah sudah
diketahui orang yang akan menjadi penghuni surga dan orang yang akan menjadi
penghuni neraka?” Rasulullah saw.. menjawab: “Ya.” Kemudian beliau ditanya lagi:
“Jadi untuk apa orang-orang harus beramal?” Beliau. menjawab: “Setiap orang akan
dimudahkan untuk melakukan apa yang telah menjadi takdirnya.” Namun begitu,
manusia telah dikurniakan akal pikiran, maka begitu juga para sahabat ada diantara
dan kalangan mereka yang memiliki tabiat suka mencari tahu dan berfikir yang telah
mendorong sesetengah sahabat untuk memikirkan dzat Allah Swt. Namun begitu,
Rasulullah Saw., menengahi mereka berbuat demikian, sebagaimana sabda yang
diriwayatkan daripada Abu Nu’aim. Nabi Saw. juga telah menengahi dan melarang
daripada berbantah dalam masalah Qadar. Dimana pada suatu ketika Nabi Saw.
menemui para sahabat sedang waktu itu mereka sedang berdebat tentang perkara
Qadar. Abu Hurairah meriwayatkan: Rasulullah keluar menemui kami sedangkan
waktu itu kami berselisih dan bertengkar tentang soal qada’ dan qadar. maka baginda
memarahi kami sehingga merah padam muka baginda, lalu baginda bersabda “
Apakah ini yang disuruh kepada kamu? Atau apakah aku diutuskan karena itu ?
sesungguhnya orang-orang yang terdahulu daripada kamu binasa apabila mereka itu
berselisih didalam perkara yang seperti ini. Aku berharap supaya kamu sekalian tidak
lagi berselisih mengenainya." Dikatakan akidah di masa Rasul Saw.. bersifat integral,
karena ajaran itu berhubungan langsung dengan aspek ibadah dan akhlak. Masalah
akidah dibicarakan selalu dalam konteks ibadah dan akhlak. Begitu pula sebaliknya.
Hal ini telah dipraktikkan oleh Nabi Saw.. dan para sahabat sejak periode Mekkah
sampai periode Madinah. Pada masa ini, Tauhid murni Islam adalah suatu tauhid
praktikal (amaliy), yaitu apa yang tersimpan dalam keimanan mereka, itulah yang
tampak pada akhlak tingkah laku mereka yang mulia. Tauhid ini hanya dapat diambil
secara qudwah, yaitu dengan melihat contoh dari seorang insan yang sudah
merealisasikannya, bukan dari sekadar teoriteori ilmiah. Permasalahan permasalahan
tentang akidah dan tauhid selalu terjawab secara jelas dan terang pada masa itu
karena setiap ada perbedaan atau pertentangan, Rasulullah Saw., selalu turun tangan
dan menjelaskannya secara benar dengan mengikuti pada wahyu. Diantara sabda
Nabi saw. yang membicarakan masalah akidah sebagai berikut :
a. Penjelasan bahwa Islam memiliki 5 rukun yang harus dibangun, dan keislaman
tidak sempurna apabila tidak melaksanakan lima rukun Islam tersebut. Karena Nabi
Muhammad Saw menjawab dengan demikian : Rasulullah menjawab, “Islam itu
engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya
Muhammad itu utusan Allah, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat,
berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau
mampu melakukannya.”
b. Iman mencakup enam perkara, yaitu : Rasulullah menjawab, “Engkau beriman
kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya,
kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk”. Orang tadi
berkata, “Engkau benar”.
c. Penjelasan tentang ihsan, yaitu manusia beribadah kepada Allah Swt dengan
peribadatan menginginkan dan mencari), seolah-olah ia melihat-Nya. Ia ingin sampai
kepada-Nya. Derajat ihsan inilah yang paling sempurna. Jika tidak sampai pada
keadaan ini, maka kepada derajat kedua, yaitu beribadah kepada Allah dengan
peribadatan ( rasa takut) terhadap siksa-Nya. Karna itu nabi besabda: “Jika kamu tidak
melihatnya, maka ia melihatmu”. Pada masa Rasulullah, persoalan-persoalan yang
yang berhubungan dengan akidah justru muncul dari kaum musyrikin dan munafiqin.
Kaum musyrikin mengangkat permasalahan qadar tujuannya ialah untuk
membenarkan perbuatan jahat dan dosa yang mereka kerjakan, yaitu menisbatkan
perbuatan mereka kepada kehendak Allah Swt. Dengan demikian perbuatan mereka
seakan-akan direstui oleh Allah Swt dan merupakan kehendak Allah Swt. Sedangkan
kaum munafik mengeluarkan komentar-komentar yang mengindikasikan qadariyah.
Tidak lain maksudnya untuk melemahkan semangat umat Islam dalam peperangan
Uhud yang berpangkal dari kedengkian dan iri hati mereka terhadap Rasulullah Saw..
Di bawah ini beberapa penyimpangan akidah pada zaman Rasulullah :
a. Prasangka buruk kaum jahiliyah, sebagaimana firman Allah ketika kaum musyrikin
menang pada perang Uhud. Sebagian kaum Muslimin menyangka bahwa mereka
tidak ditolong oleh Allah Swt dan timbullah anggapan bahwa Islam telah berakhir
bersamaan dengan kalahnya kaum muslimin dari kaum kafir.
‫ن‬ ‫قوُعلوُ أ‬
‫جاَه طل طيِ لةط ۖ يِ أ ع‬ ‫ن ال فَ أ‬
‫حق ب ظ أ ل‬ ‫ن طباَلل لهط غ أيِ فَأر ال فَ أ‬
‫م يِ أظ عننوُ أ‬
َ‫سهع ف‬ ‫م أ أن فَ ع‬
‫ف ع‬
‫أ‬
‫ة قأد فَ أهأ ل‬
َ‫مت فَهع ف‬ ‫ف ة‬ ‫وأ أ‬
‫طاَئ ط أ‬
‫أ‬
‫يِءْء‬
َ‫ش ف‬‫ن أ‬ َ‫م ف‬‫مر ط ط‬ َ‫ن افَل ف‬ ‫م أ‬‫ل ل أأناَ ط‬
َ‫هأ ف‬
"Sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka
sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah
seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata: Apakah ada bagi
kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?"
(QS. Ali Imran :154)
b. Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu)
kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan
kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa dan
adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Akidah pada Masa Sahabat. Masa sahabat
khususnya pada zaman pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash Shiddiq (11-13 H), dan
pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (13-23 H), pembahasan masalahmasalah
akidah belum muncul. Mereka merumuskan ajaran akidah sebagaimana yang
diajarkan Rasulullah Saw. dan mereka juga memahami ayat-ayat dengan makna apa
adanya, tanpa memberikan penta’wilan. Oleh sebab itu selama kurang lebih dua
dekade ini, nyaris tidak ada persoalan-persoalan serius dalam masalah akidah. Baca
Juga : Faktor-Faktor Timbulnya Aliran-Aliran Ilmu Kalam Sejarah Perkembangan Ilmu
Kalam Penyimpangan Akidah Umat Terdahulu Akan tetapi setelah Khalifah Utsman bin
Affan (23-35 H) melakukan perubahan dalam sistem administrasi pemerintahannya
yang lebih cenderung nepotisme (kekeluargaan), timbul kekacauan politik, yang
mencapai klimaks pada masa pemerintah Khalifah Ali bin Abi Thalib, sehingga terjadi
perang saudara dan mengakibatkan umat Islam terpecah belah. Perpecahan politik ini
menimbulkan akibat munculnya berbagai pemikiran teologi, sehingga berkembang
perdebatan-perdebatan panjang dan menimbulkan berbagai aliran dalam ilmu kalam.
Dengan demikian, pada masa Nabi dan dua dekade dari masa pemerintahan
Khulafaurrasyidin, corak akidah Islam yang dianut masyarakat muslim saat itu masih
tetap sebagaimana yang diajarkan Rasulullah Saw.. Munculnya perdebatan
pandangan dan rumusan pemikiran teologi terjadi di akhir pemerintah Ali bin Abi
Thalib ra, dengan munculnya aliran Khawarij, yang disusul kemudian munculnya
Murji’ah, Muktazilah dan Ahlussunah Waljama’ah. Demikianlah sahabat bacaan
madani ulasan tentang akidah pada masa Nabi Muhammad Saw dan akidah pada
masa sahabat.

AQIDAH PADA MASA SAHABAT


Khulafa al Rasyidin sebagai sahabat-sahabat yang meneruskan perjuangan Nabi
Muhammad, Kiranya pantas untuk dijadikan sebagai rujukan saat kita akan
melaksanakan sesuatu di pengangkatan khalifah, system pemerintahan, pengelolaan
administrasi, hubungan kemasyarakatan dan lain sebagainya.
Pada masa sahabat, pembahasan masalah-masalah aqidah belum muncul. Mereka
masih merumuskan ajaran aqidah sebagaimana yang diajarkan Nabi Muhammad SAW
dan mereka melakukan pemahaman ayat-ayat dengan makna apa adanya, tanpa
memberikan penta’wilan. Oleh sebab itu, selama kurang lebih dua dekade (Abu Bakar
dan Umar bin Khattab) ini, nyaris tidak ada persoalan-persoalan masalah aqidah.

Khalifah Abu Bakar As-Shiddiq ( 11-13 H/ 632-634 M )


Khalifah Abu Bakar memangku jabatan khalifah berdasarkan pilihan yang berlangsung
sangat demokratis di muktamar Tsaqifah Bani Sa’idah, memenuhi tata cara
perundingan yang dikenal dunia modern saat ini. Kaum Anshar menekankan pada
persyaratan jasa, mereka mengajukan calon Sa’ad bin Ubadah. Kaum Muhajirin
menekankan pada persyaratan kesetiaan, mereka mengajukan Abu Ubaidah Ibn
Jarrah. Sementara itu Ahlul Bait menginginkan agar Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah
atas dasar kedudukannya dalam Islam, juga sebagai menantu dan karib Rasululloh.
Hampir saja terjadi perpecahan. Melalui perdebatan dengan beradu argumentasi,
akhirnya Abu Bakar disetujui oleh jama’ah kaum muslimin untuk menduduki jabatan
khalifah.
Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar dihadapkan pada keadaan masyarakat
sepeninggalan Rasululloh SAW. Meski terjadi perbedaan pendapat tentang tindakan
yang akan dilakukan dalam menghadapi kesulitan yang tersebut, kelihatan kebesaran
jiwa dan ketabahan batinnya. Seraya bersumpah dengan tegas beliau menyatakan
akan memerangi semua golongan yang menyimpang dari kebenaran ( orang-orang
yang murtad, tidak mau membayar zakat dan mengaku diri sebagai nabi ).
Kekuasaan yang dijalankan pada masa khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa
Rasululloh, bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat
ditangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga
melaksanakan hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu
Bakar selalu mengajak sahabatnya bermusyawarah.
Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim
kekuatan ke luar Arabia. Khalid bin Walid dikirim ke Irak dan dapat menguasai Al
Hiyah pada tahun 634M. Ke Syiria dikirim ekspedisi dibawah pimpinan empat jendral
yaitu Abu Ubaidilah, Amr bin ‘Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya
pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih berusia 18 tahun.

Pada masa ini, kondisi masyarakat stabil, para pembangkang dan penyeleweng
seperti orang murtad, para nabi palsu dan orang-orang yang enggan membayar zakat
dapat diamankan.
Selain keadaan kaum muslim menjadi tentram, tidak khawatir lagi beribadah kepada
Allah. Perkembangan dagang dan hubungan bersama kaum muslim yang berada
diluar madinah keadaannya terkendali dan terjalin dengan baik. Selain itu, kemajuan
yang lain adalah adanya pembukuan Al Qur’an.

Khalifah Umar bin Khattab ( 13-23 H/ 634-644 M )


Umar bin Khattab diangkat dan dipilih oleh para pemuka masyarakat dan disetujui
oleh jama’ah kaum muslimin. Pada saat menderita sakit menjelang ajal tiba, Abu
Bakar melihat situasi Negara masih labil dan pasukan yang sedang bertempur di
medan perang tidak boleh terpecah belah akibat perbedaan keinginan tentang siapa
yang akan menjadi calon penggantinya, beliau memilih Umar bin Khatab. Pilihan ini
sudah dimintakan pendapat dan persetujuan pemuka masyarakat.
Pada masa kepemimpinan Umar bin Khatab, wilayah Islam sudah meliputi jazirah
Arabia, Palestina, Syiria, sebagian besar wilayah Persia dan Mesir. Karena perluasan
daerah terjadi begitu cepat, Umar bin Khatab segera mengatur administrasi Negara
dengan mencontoh administrasi pemerintahan, dengan diatur menjadi delapan
wilayah provinsi yaitu Mekah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, Kufah
dan ditertibkan system pembayaran gaji dan pajak tanah.
Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan eksekutif.
Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian juga
jawatan pekerjaan umum. Khalifah Umar juga mendirikan baitul mall. Dalam
menyelesaikan permasalahan yang berkembang dimasyarakat khalifah Umar selalu
berkomunikasi dengan orang-orang yang memang dianggap mampu di bidangnya.
Diantara perkembangan pada masa Khalifah Umar bin Khatab adalah :
1.Pemberlakuan Ijtihad
2.Menghapuskan zakat bagi para muallaf
3.Menghapuskan hukum mut’ah
4.Lahirnya ilmu qira’at
5.Penyebaran ilmu Hadits
6.Menempa mata uang
7.Menciptakan tahun hijriah

Khalifah Ustman bin Affan ( 23-35 H/ 644-656 M )


Ustman bin Affan dipilih dan diangkat dari enam calon yang dipilih oleh khalifah Umar
menjelang wafatnya karena pembenuhan. Keenam orang tersebut adalah Ali bin Abi
Thalib, Utsman bin Affan, Sa’ad bin Abu Waqqash, Abd al Rahman bin Auf, Zubair bin
Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdullah bin Umar. Beliau menunjuk enam orang
calon pengganti yang menurutnya dan pengamatan mayoritas kaum muslim memang
pantas menduduki jabatan khalifah. Oleh sejawan Islam mereka disebut Ahl al-Hall a
al’aqd pertama dalam Islam. Merekalah yang bermusyawarah untuk menentukan
siapa yang menjadi khalifah. Dalam pemilihan lewat perwakilan tersebut Ustman bin
Affan memperoleh suara lebih banyak, yaitu 3 suara untuk Ali dan 4 suara untuk
Ustman bin Affan.
Pemerintahan khalifah Ustman bin Affan mengalami masa kemakmuran dan berhasil
dalam beberapa tahun pertama pemerintahannya. Beliau melanjutkan kenijakan-
kebijakan khalifah Umar. Pada separuh terakhir masa pemerintahannya, muncul
kekecewaan dan ketidakpuasan dikalangan masyarakat karena beliau mulai
mengambil kebijakan yang berbeda dari sebelumnya. Ustman bin Affan mengangkat
keluarganya ( bani Umayyah ) pada kedudukan yang tinggi. Beliau mengadakan
penyempurnaan pembagian kekuasaan pemerintahan, Ustman bin Affan menekankan
system kekuasaan pusat yang mengusai seluruh pendapatan propinsi dan
menetapkan seorang juru hitung dari keluarganya sendiri.
Sistem administrasi pemerintahan yang lebih condong nepotisme ini, menimbulkan
kekacauan politik, yang mencapai klimaks pada masa pemerinthan Ali bin abi Thalib,
sehingga terjadi perang saudara dan mengakibatkan umat terpecah-pecah.
Perpecahan politik ini menimbulkan akibat munculnya berbagai pemikiran teologi,
sehingga berkembang perdebatan-perdebatan panjang dan menimbulkan berbagai
paham dan penyimpangan-penyimpangan.
Diantara perkembangan yang ada pada masa khalifah Ustman bin Affan adalah :
1.Penaskahan Al Qur’an
2.Perluasan Masjid Nabawi dan Masjidil Haram
3.Didirikannya Masjid Al Atiq di utara benteng Babilon
4.Membangun pengadilan
5.Membentuk angkatan laut
6.Membentuk departemen ; Dewan Kemiliteran, Baitul Mall, jawatan pajak dan
jawatan pengadilan.

Khalifah Ali bin Abi Thalib ( 35-40 H/ 656-661 M )


Ali bin Abi Thalib tampil memegang pucuk kepemimpinan Negara di tengah-tengah
kericuhan dan huru haraperpecahan akibat terbunuhnya Utsman bin Affan oleh
pemberontak. Ali bin Abi Thalib dipilih dan diangkat oleh jama’ah kaum muslimin di
Madinah dalam suasana sangat kacau, dengan pertimbangan jika khalifah tidak
segera dipilih dan diangkat, maka ditakutkan keadaan semakin kacau. Ali bin Abi
Thalib diangkat dan di baiat oleh masyarakat.
Dalam masa pemerintahannya, Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontakan
Thalhah, Zubair dan Aisyah yang dikenal dengan perang jamal. Alasan mereka, Ali bin
Abi Thalib tidak mau menghukum para pembunuh Ustman dan mereka menuntut bela
terhadap daerah Ustman yang telah ditumpahkan secara dhalim.
Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan Ali bin abi Thalib juga mengakibatkan
timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah. Yang didukung oleh
sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.
Pertempuran ini dikenal dengan perang shiffin, perang ini diakhiri dengan tahkim
( arbitrase ), tapi ternyata tahkim tidak menyelesaikan masalah bahkan menyebabkan
timbulnya golongan ketiga Al Khawarij ( orang-orang yang keluar dari barisan Ali )
Diantara perkembangan yang ada pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah :
1.Terciptanya ilmu bahasa/ nahwu ( Aqidah Nahwiyah )
2.Berkembangnya ilmu Khatt al Qur’an
3.Berkembangnya sastra.

Você também pode gostar