Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
1.3 MANFAAT
Manfaat dari penyusunan laporan Pleno LBM III yang berjudul “COLLATERAL
DAMAGE” agar mahasiswa FK Unizar mampu memahami dan menjelaskan bagaimana
mekanisme keluhan pada skenario bisa terjadi, apa diagnosa banding yang bisa
didapatkan, apa diagnose kerja dan penatalaksanaanya.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Cheynes stokes
3. Batle sign
Batle sign adalah warna kehitaman dibelakang telinga diatas os
mastoid yg disebabkan oleh fraktur yg merusak sinus sigmoid yg
merupakan tanda cedera kepala.
TRAUMA
Hematoma epidural
MO Mesensefalon
- Mengandung banyak - Ujung atas tungkai
nucleus saraf cranial otak/batang otakyang Lobus Parietal
yang berhubungan sempit
tengan td vital.(regulasi - Memiliki 2 nucleus Tertekan
denyut nadi dan nafas) n.cranial(nucleus n.iii &
- Terletak didalam fossa n.iv
cranii dibawah
tentorium cerebrii dan Jikaterjadi trauma atau desakan
diatas foramen pada n.iii
magnum
Paralisis M.levator Malfungsi
Terdesak dan cenderung ke
Palvebra ipsilateral nucleus
arah bawah yg resistensinya
rendah parasimpatikus
n.iii
TIK meningkat
Dilatasi pupil yg
Herniasi medulla kebawah tidak sensitif
terhadap cahaya
melalui foramen magnum dan tidak
LBM III “Collateral Damage” kontraksi saat Page 5
- Sakit kepala akomodasi
- Gg pernafasan
- Gg vital
2. Tanda dan gejala dari brain injury?
Jawab :
Tanda dan gejala berdasarkan efek segera dan efek lambat
adalah sebagai berikut :
• Segera :
- Bingung
- Agitasi
- Somnolen
- Nyeri kepala hebat
• Efek lambat :
- Bradikardi
- Penurunan GCS
- Hipertensi
- Dilatasi pupil
VI. REFERENSI
Maslim Snell S., Richard. Neuroanatomi Klinik. Edisi Ke-Lima.
Jakarta: EGC. 2006. Hal: 235-239
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis
kranii. Kalvaria khususnya di regio temporal adalah tipis, namun
disini dilapisi oleh otot temporalis.Basis kranii berbentuk tidak rata
sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi.tengkorak
C. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan dan terdiri dari
3 lapisan yaitu:dura mater,arakhnoid dan pia mater. Dura mater adalah
, selaput yang keras,terdiri atas jaringan ikat yang melekat erat pada
permukaan dalam dari kranium.Pada otak,pembuluh-pembuluh vena
pada permukaan otak menuju sinus superior di garis tengah atau
disebut Bridging Veins,dapat mengalami robekan dan dapat terjadi
perdarahan subdural. Pada otak, pembuluh-pembuluh vena yang pada
permukaan otak menuju sinus superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan perdarahan subdural.
Pada beberapa tempat tertentu duramater membelah 2 lapis
membentuk sinus venosus besar mengalirkan darah vena dari
otak.Sinus superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan
sinus sigmoideus.
Sinus moideus umumnya lebih dominan di sebelah nan.
Laserasi dari sinus-sinus ini dapat Higakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningeal terletak antara duramater in permukaan dalam
dari kranium (ruang dural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
menyebabkan laserasi pada arteri-arteri dapat menyebabkan
perdarahan epidural. ing paling sering mengalami cedera adalah ten
meningea media yang terletak pada fosa nporalis (fosa media).
Di bawah dura mater terdapat lapisan kedua yaitu meningen,
yang tipis dan tembus pandang tebut selaput arakhnoid. Lapisan
ketiga ialah pia mater yang melekat erat pada mukaan korteks serebri.
Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang subarakhnoid.
Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
D. Otak
E. Cairan Serebrospinalis
Cairan serebro spinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus
(terletak di atap ventrikel) dengan kecepatan produksi sebanyak 20
ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen Monro
menuju ventrikel III, akuaduktus dari Sylvius menuju ventrikel IV.
Selanjutnya CSS keluar dari sistim ventrikel dan masuk ke dalam
ruang subarakhnoid yang berada di seluruh permukaan otak dan
medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena
melalui granulasio arakhnoid yang tardapat pada sinus sagitalis
F. Tentorium
Tentorium serebeli mernbagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media)
dan ruang infratentorial(berisi fosa kranii posterior). Mesensefalon
(midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dengan batang otak
(pons dan medula oblongata) dan berjalan melalui celah lebar
tentorium serebeli yang disebut insisura tentorial.
Penanganan
Terapi medikamentosa
Komplikasi :
Adverse effect :
- Peningkatan TIK
- Distorsi struktur otak
- herniasi
Penanganan :
- Lihat penurunan TIK
- Berikan manitol 0,52/KgBB
Tindakan operatif :
- Craniotomi. Dibuka >3cm
- Minimal Craniotomi : dengan sistem vakumdrainasidan
irigasi dengan cairan sodium clorida. Dibuka <3cm
- Single twice drill trepanasi.
Komplikasi :
- Hemiparise
- Afasia
- Epilepsi
- Hidrocephalus
- Subdural empiema
Prognosis :
Sekitar 35% orang meninggal ketika mereka mengalami
subarachnoid hemorrhage yang menyebabkan aneurysm
karena hal itu mengakibatkan kerusakan otak yang luas. 15%
orang yang lainnya meninggal dalam beberapa minggu karena
pendarahan dari pecahan kedua. Orang yang bertahan untuk 6
bulan tetapi yang tidak melakukan operasi untuk aneurysm
memiliki 3% kemungkinan mengalami pecahan lainnya setiap
tahun. Kelihatannya adalah baik ketika penyebabnya adalah
EPIDURAL HEMATOM
DEFINISI
Epidural hematom adalah suatu akumulasi darah yang terletak diantara meningen
(membran duramter) dan tulang tengkorak yang terjadi akibat trauma. Duramater merupakan
suatu jaringan fibrosa atau membran yang melapisi otak dan medulla spinalis. Epidural
dimaksudkan untuk organ yang berada disisi luar duramater dan hematoma dimaksudkan
sebagai masa dari darah.
Hematoma epidural adalah suatu hematoma yang terjadi diantara duramater dan tulang.
Hematoma ini timbul karena terjadi sobekan pada A. Meningea media atau pada salah satu
cabangnya. (A. Meningea media berasal dari A. Carotis eksterna dan masuk ke dalam rongga
tengkorak melalui foramen spinosum).
Di Amerika Serikat, 2 % dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural
dan sekitar 10 % mengakibatkan koma. Secara internasional frekuensi kejadian epidural
hematom hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.
Orang yang berisiko mengalami EDH adalah orang tua yang sering mengalami masalah
berjalan dan sering jatuh. 60% dari penderita hematoma epidural adalah berusia di bawah 20
tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian
meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih
banyak pada lelaki di banding perempuan dengan perbandingan 4 : 1.
ETIOLOGI
Epidural hematom terjadi akibat suatu trauma kepala, biasanya disertai dengan fraktur
pada tulang tengkorak dan adanya laserasi arteri. Epidural hematom juga bisa disebabkan
akibat pemakaian obat – obatan antikoagulan, hemophilia, penyakit liver, penggunaan
PATOFISIOLOGI
Cedera kepala yang berat dapat merobek, meremukkan atau menghancurkan saraf,
pembuluh darah dan jaringan di dalam atau di sekeliling otak. Bisa terjadi kerusakan pada
jalur saraf, perdarahan atau pembengkakan hebat. Perdarahan, pembengkakan dan
penimbunan cairan (edema) memiliki efek yang sama yang ditimbulkan oleh pertumbuhan
massa di dalam tengkorak. Karena tengkorak tidak dapat bertambah luas, maka peningkatan
tekanan bisa merusak atau menghancurkan jaringan otak.
Karena posisinya di dalam tengkorak, maka tekanan cenderung mendorong otak ke
bawah, otak sebelah atas bisa terdorong ke dalam lubang yang menghubungkan otak dengan
batang otak, keadaan ini disebut dengan herniasi. Sejenis herniasi serupa bisa mendorong
otak kecil dan batang otak melalui lubang di dasar tengkorak (foramen magnum) kedalam
medulla spinalis. Herniasi ini bisa berakibat fatal karena batang otak mengendalikan fungsi
fital (denyut jantung dan pernafasan).
Cedera kepala yang tampaknya ringan kadang bisa menyebabkan kerusakan otak yang
hebat. Usia lanjut dan orang yang mengkonsumsi antikoagulan, sangat peka terhadap
terjadinya perdarahan di sekeliling otak.
Perdarahan epidural timbul akibat cedera terhadap arteri atau vena meningeal. Arteri
yang paling sering mengalami kerusakan adalah cabang anterior arteri meningea media.
Suatu pukulan yang menimbulkan fraktur kranium pada daerah anterior inferior os parietal,
dapat merusak arteri. Cidera arteri dan venosa terutama mudah terjadi jika pembuluh
memasuki saluran tulang pada daerah ini. Perdarahan yang terjadi melepaskan lapisan
meningeal duramater dari permukaan dalam kranium. Tekanan ntracranial meningkat, dan
bekuan darah yang membesar menimbulkan tekanan ntra pada daerah motorik gyrus
presentralis dibawahnya. Darah juga melintas kelateral melalui garis fraktur, membentuk
suatu pembengkakan di bawah m.temporalis.
Apabila tidak terjadi fraktur, pembuluh darah bisa pecah juga, akibat daya kompresinya.
Perdarahan epidural akan cepat menimbulkan gejala – gejala, sesuai dengan sifat dari
tengkorak yang merupakan kotak tertutup, maka perdarahan epidural tanpa fraktur,
menyebabkan tekanan intrakranial yang akan cepat meningkat. Jika ada fraktur, maka darah
bisa keluar dan membentuk hematom subperiostal (sefalhematom), juga tergantung pada
arteri atau vena yang pecah maka penimbunan darah ekstravasal bisa terjadi secara cepat atau
perlahan – lahan. Pada perdarahan epidural akibat pecahnya arteri dengan atau tanpa fraktur
MANIFESTASI KLINIS
1. Saat awal kejadian, pada sekitar 20% pasien, tidak timbul gejala apa – apa.
2. Tapi kemudian pasien tersebut dapat berlanjut menjadi pingsan dan bangun bangun
dalam kondisi kebingungan.
3. Beberapa penderita epidural hematom mengeluh sakit kepala.
4. Muntah – muntah
5. Kejang – kejang
6. Pasien dengan epidural hematom yang mengenai fossa posterior akan menyebabkan
keterlambatan atau kemunduran aktivitas yang drastis. Penderita akan merasa
kebingungan dan berbicara kacau, lalu beberapa saat kemudian menjadi apneu,
koma, kemudian meninggal.
7. Respon chusing yang menetap dapat timbul sejalan dengan adanya peningkatan
tekanan intara kranial, dimana gejalanya dapat berupa : Hipertensi, Bradikardi,
bradipneu.
8. Kontusio, laserasi atau tulang yang retak, dapat diobservasi di area trauma.
9. Dilatasi pupil, lebam, pupil yang terfixasi, bilateral atau ipsilateral kearah lesi,
adanya gejala – gejala peningkatan tekanan intrakranial, atau herniasi.
10. Adanya tiga gejala klasik sebagai indikasi dari adanya herniasi yang menetap, yaitu:
Coma, Fixasi dan dilatasi pupil, Deserebrasi.
11. Adanya hemiplegi kontralateral lesi dengan gejala herniasi harus dicurigai adanya
epidural hematom.
DIAGNOSIS
Adanya gejala neurologist merupakan langkah pertama untuk mengetahui tingkat
keparahan dari trauma kapitis. Kemampuan pasien dalam berbicara, membuka mata dan
respon otot harus dievaluasi disertai dengan ada tidaknya disorientasi (apabila pasien sadar)
tempat, waktu dan kemampuan pasien untuk membuka mata yang biasanya sering
ditanyakan. Apabila pasiennya dalam keadaan tidak sadar, pemeriksaan reflek cahaya pupil
sangat penting dilakukan.
Pada epidural hematom dan jenis lainnya dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra
kranial yang akan segera mempengarungi nervus kranialis ketiga yang mengandung beberapa
serabut saraf yang mengendalikan konstriksi pupil. Tekanan yang menghambat nervus ini
menyebabkan dilatasi dari pupil yang permanen pada satu atau kedua mata. Hal tersebut
merupakan indikasi yang kuat untuk mengetahui apakah pasien telah mengalami hematoma
intrakranial atau tidak.
Gambaran Radiologi
Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali. Foto Polos Kepalapada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti
sebagai epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus
arteria meningea media.
a. Computed Tomography (CT Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula
terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong
ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang
tinggi pada stage yang akut ( 60 – 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari
pembuluh darah.
DIAGNOSIS BANDING
1. Perdarahan subarachnoid
2. Subdural hematom
PENATALAKSANAAN
1. Stabilisasi terhadap kondisi yang mengancam jiwa dan lakukan terapi suportiv dengan
mengontrol jalan nafas dan tekanan darah.
2. Berikan O2 dan monitor.
3. Berikan cairan kristaloid untuk menjaga tekanan darah sistolik tidak kurang dari 90
mmHg.
4. Pakai intubasi, berikan sedasi dan blok neuromuskuler
Primary surey
Circulation+Bleeding Control
Disability
• Mini Neurologis:
o GCS: EMV
o Pupil :
Bulat isokor/an isokor,
Reflek cahaya +/-
o Motorik: Parese +/-
Secondary survey
• Anamnesis lengkap
o Mekanisme trauma?
Harus ditanyakan untuk memperkiran besarnya trauma dan
kemungkinan organ mana saja yang terluka oleh trauma itu.
o Kehilangan kesadaran (+/-)?
Nilai GCSnya
o Pusing, mual, muntah, kejang?
Ada tanda peningkatan intrakranial
2. Berikut adalah obat – obatan yang digunakan untuk terapi pada epidural hematom:
Diuretik Osmotik
Misalnya Manitol : Dosis 0,25 – 1 gr/ kg BB iv.
Kontraindikasi pada penderita yang hipersensitiv, anuria, kongesti paru, dehidrasi,
perdarahan intrakranial yang progreasiv dan gagal jantung yang progresiv.
Fungsi : Untuk mengurangi edema pada otak, peningkatan tekanan intrakranial, dan
mengurangi viskositas darah, memperbaiki sirkulasi darah otak dan kebutuhan
oksigen.
Antiepilepsi
Misalnya Phenitoin : Dosis 17 mg/ kgBB iv, tetesan tidak boleh lebihn dari 50
(Dilantin) mg/menit.
KOMPLIKASI
1. Kelainan neurologik (deficit neurologis), berupa sindrom gegar otak dapat terjadi
dalam beberapa jam sampai bebrapa bulan.
2. Kondisi yang kacau, baik fisik maupun mental.
3. Kematian.
PROGNOSA
Prognosa biasanya baik, kematian tidak akan terjadi untuk pasien –pasien yang belum
koma sebelum operasi. Kematian terjadi sekitar 9% pada pasien epidural hematom dengan
kesadaran yang menurun. 20% terjadi kematian terhadap pasien – pasien yang mengalami
koma yang dalam sebelum dilakukan pembedahan.
BAB III
3.1 Kesimpulan
Pada pasien tuan Y, berdasarkan kronologis kejadian dan gejala yang dikeluhkan
beserta pemeriksaan fisik yang di dapat kami mendiagnosa pasien mengalami cedera kepala
berat karna pada pemeriksaan fisik terdapat racoon eyes dan batle sign (+) yakni epidural
hematom karna berdasarkan gejala pada epidural terdapat lucid interval sesuai dengan
keluhan pasien yang tidak sadar selama 10 menit kemudian kembali tidak sadarkan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson S. McCarty L. Cedera Susunan Saraf Pusat. Dalam Patofisiologi. Edisi Keempat.
Anugrah P. Jakarta: EGC. 1995. Hal: 1014-1016
Astaqauliyah. 2007. Referat : Epidural Hematom. Diakses tanggal 20 April 2013 dari
http://astaqauliyah.com/2007/02/referat-epidural-hematoma/#_.
Hafid A. Epidural Hematoma. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-Dua. Editor:
R.Syamsurijat dan Wim De Jong. Jakarta: EGC 2004. Hal: 818-819
Irwana, Olva. Cedera Kepala. Dalam: Files DrsMed Fakultas Kedokteran Universitas
Riau.2009.
Maslim Snell S., Richard. Neuroanatomi Klinik. Edisi Ke-Lima. Jakarta: EGC. 2006. Hal:
235-239
Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga
University press.
Ngoerah, I Gst. Ng. Gd. 1991. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Surabaya: Airlangga
University press.
Widjoseno-Gardjito. Trauma Kepala. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Ke-Dua. Editor:R.
Syamsurijat dan Wim De Jong. Jakarta: EGC. 2004. Hal: 337-342