Você está na página 1de 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lanjut Usia (Lansia) merupakan kelompok usia 60 tahun keatas yang sering disebut juga sebagai
tahapan akhir dari kehidupan seseorang (Miller, 2012). Secara global, berdasarkan data dari
World Health Organizatation (WHO) populasi lansia didunia antara tahun 2015 dan 2050
diperkirakan akan meningkat dua kali lipat dari 12 persen menjadi 22 persen atau sekitar 900 juta
menjadi 2 miliar juta jiwa (WHO, 2017). Di Indonesia, pada tahun 2017 tercatat terdapat 23,66
juta jiwa atau sekitar 9,03 persen yang mana diprediksi jumlah lansia tersebut akan terus
meningkat hingga mencapai 48,19 juta jiwa tahun 2035 dan meningkat lebih tinggi dari populasi
didunia pada tahun 2100 mendatang (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Peningkatan jumlah
populasi lansia di Indonesia beriringan dengan peningkatan permasalahan penyakit akibat proses
penuaan (Miller, 2012; Kemenkes RI, 2017).

Proses penuaan merupakan proses alami yang harus terjadi pada setiap makhluk hidup (Miller,
2012). Berbagai penurunan fungsi fisiologis terjadi akibat proses penuaan tersebut. Sehingga
masalah degeneratif atau penyakit tidak menular banyak muncul pada lansia. Otak merupakan
organ kompleks, pusat pengaturan sistem tubuh dan kognitif yang sangat rentan untuk
mengalami proses penuaan atau degeneratif (Turana, 2013). Saat otak sudah mengalami proses
degeneratif maka sudah dipastikan akan berdampak pada penurunan fungsi otak, yang pada
akhirnya mengganggu kesehatan secara psikologis seperti timbulnya penyakit demensia dan
depresi (Bunn et al., 2014; Kementerian Kesehatan RI, 2016; Turana, 2013). Sehingga sudah
dipastikan akan berpengaruh terhadap proses pengingatan, pemikiran, perilaku, kemampuan
menjalankan aktivitas sehari-hari, kemandirian lansia, keselamatan hidup, kualitas hidup dan
berujung pada ketergantungan lansia dan beban bagi keluarga dan masyarakat(Bunn et al., 2014;
Turana, 2013). Salah satu masalah lansia dengan gangguan kesehatan mental yaitu defisit
perawatan diri yang berkaitan dengan personal hygiene (Pinedendi et al., 2016). Lansia dengan
personal hygiene yang baik jika lansia mampu menjaga kebersihan kulit, gigi, mulut, rambut,mata,
hidung dan telinga, kaki dankuku, genital, serta kebersihan dan kerapihan pakaiannya (Pinedendi
et al., 2016). Pada lansia hal yang menjadi permasalahan merupakan kualitas dari personal
hygiene tersebut (Miller, 2012).

Permasalahan lanjutan yang sering terjadi, saat otak mulai menua, risiko jatuh pun meningkat dan
dapat mengakibatkan cedera dan keterbatasan gerak pada lansia (Turana, 2013). hal tersebut juga
meningkat dengan adanya proses penurunan fungsi muskoloskeletal pada lansia. Bunn et al
(2014) menyatakan kejadian jatuh pada lansia di setting kesehatan mental memiliki angka
kejadian yang tinggi sekitar 36 ribu kejadian setiap tahunnya. Perawatan kondisi mental seperti
pengobatan psikotropika dan terapi elektrokonfulsif menjadi faktor yang meningkatkan resiko
jatuh pada lansia. Praktik klinik keperawatan gerontik yang dilakukan di RS Maroeki Mahdi Bogor
di ruang Saraswati tercatat pada bulan Februari tahun 2018 terdapat 2 kejadian jatuh hingga
cedera yang dilaporkan. Sedangkan hasil skrining resiko jatuh pada tiga bulan terakhir yaitu bulan
desember tahun 2017 mencapai 43 persen, Januari 2018 sebanyak 12,19 persen dan februari
2018 mencapai 76 persen. Tingginya resiko jatuh pada ruangan tersebut menjadi perhatian
khusus bagi perawat dalam melakukan intervensi pencegahan jatuh untuk lansia dengan mesalah
kesehatan mental.

Selain itu, lansia juga rentan terhadap kejadian penyakit tidak menular akibat proses penuaan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan RI tahun 2013 menyatakan penyakit
terbanyak pada lanjut usia adalah Penyakit Tidak Menular (PTM), salah satunyanya adalah
penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) yang berada pada urutan ke empat penyakit PTM pada
lansia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013). Perubaahan fisik dan kognitif yang
umum terjadi pada lansia akan menggangu pemberian terapi yang tepat sehingga membahayakan
hasil kesehatan, mengurangi kualitas hidup dan menambah beban ekonomi (Taffet, Donohue, &
Altman, 2014) .

Berdasarkan latar belakang tersebut, pada makalah ini akan dibahas lebih dalam megenai
gangguan fungsi fisiologis akibat penuaan pada lansia yang memiliki gangguan kesehatan mental.
Selain itu, penulis akan membahas mengenai asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi
yang ditemukan pada pasien lansia kelolaan.

2.1 Tujuan Makalah

2.1.1. Tujuan Umum

Makalah ini bertujuan untuk melaporkan hasil kegiatan praktek klinik keperawatan gerontik pada
asuhan keperawatan kasus lansia dengan gangguan kesehatan mental dan perubahan fisiologis
pernyerta di ruang saraswati RS. Dr. marzoeki Mahdi Bogor.

2.1.2. Tujuan Khusus

a. Menjabarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien lansia kelolaan


b. Menjabarkan analisa data dari data abnormal yang ditemukan di hasil pengkajian
c. Menjabarkan rencana keperawatan sesuai dengan tiga diagnose keperawatan priotitas yang
ditemukan pada pasien lansia kelolaan
d. Menjabarkan implementasi dan evaluasi yang dilakukan pada pasien lansia kelolaan

3.1 Manfaat

Manfaat penulisan makalah ini adalah

a. Manfaat Aplikatif
Hasil penulisan makalah ini dapat digunakan untuk mengurangi pemburukan pada pasien
lansia dengan gangguan kesehatan mental dan perubahan fisiologis pernyerta.

b. Manfaat bagi Keilmuan Keperawatan


Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat meningkatkan peran serta perawat dalam
pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien lansia dengan gangguan
kesehatan mental dan perubahan fisiologis pernyerta.

c. Manfaat untuk Lahan Praktek Klinik


Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pemberian intervensi yang
optimal dalam melakukan upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative pada lansia
dengan gangguan kesehatan mental dan perubahan fisiologis pernyerta.

Você também pode gostar