Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Daun pepaya banyak digunakan masyarakat sebagai obat tradisional. Daun pepaya
mengandung senyawa antibakteri seperti tanin, alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin, dan
alkaloid karpain.
manusia. Tujuan penelitian untuk mengetahui kemampuan ekstrak daun pepaya (carica
papaya l.) Dalam menghambat pertumbuhan bakteri escherichia coli dan mengetahui
konsentrasi ekstrak daun pepaya (carica papaya l.) Yang efektif dalam menghambat
metode difusi agar cara kirby bauer. Variabel penelitian yaitu konsentrasi ekstrak daun
pepaya 10%-100%, dan zona hambat pertumbuhan bakteri escherichia coli. Analisa data
menggunakan uji anova. Hasil penelitian ini didapatkan f hitung > f tabel, baik terhadap
bakteri escherichia coli maupun bakteri staphylococcus aureus, hal ini menunjukkan bahwa
ekstrak daun pepaya (carica papaya l.) Mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan bakteri
tersebut, tetapi tidak efektif jika dibandingkan dengan zona hambat antibiotik chlorampenicol
30 mcg (kontrol positif) pepaya (carica papaya l.) Merupakan tumbuhan perdu yang
berbatang tegak dan basah. Hampir semua bagian tanaman pepaya dapat dimanfaatkan,
seperti daun, batang, buah dan akarnya. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang
digunakan dalam pengobatan tradisional. Bagian tanaman ini yang sering digunakan sebagai
obat tradisional adalah daunnya, karena mengandung enzim papain (tim karya tani mandiri,
2011).
antiinflamasi, antifungal, dan antibakteri. Senyawa antibakteri yang terdapat dalam daun
pepaya diantaranya tanin, alkaloid, flavonoid,terpenoid, dan saponin (duke, 2009). Selain itu
daun pepaya mengandung zat aktif seperti alkaloid carpaine, asam-asam organik seperti
Lauric acid, caffeic acid, gentisic acid, dan asorbic acid, serta terdapat juga β- sitosterol,
Flavanoid, saponin, tannin, dan polifenol (duke,2009). Secara tradisional daun pepaya
dimanfaatkan oleh masyarakat dalam mengatasi penyakit diare dan mengobati penyakit kulit
seperti jerawat.
Penyakit diare dapat disebabkan oleh bakteri, diantaranya bakteri escherichia coli.
Bakteri escherichia coli merupakan bakteri pathogen yang sering menginfeksi manusia.
Bakteri escherichia coli merupakan penyebab penyakit diare akut yang diderita oleh semua
usia. Bakteri escherichia coli menghasilkan toksin yang dapat melekat dan merusak sel-sel
mukosa usus halus. Gejala klinis yang paling sering terjadi dalam kasus infeksi ini antara lain
diare berair, kram perut, demam ringan, mual, dan rasa tidak enak badan. Bakteri escherichia
coli diklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan
penyakit melalui mekanisme yang berbeda, antara lain epec, ehec, etec, eiec dan eaec (jawetz,
2008).
Zat antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan
mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri. Antibakteri hanya dapat
digunakan jika mempunyai sifat toksik selektif, artinya dapat membunuh bakteri yang
berpengaruh pada aktivitas zat antibakteri adalah ph, suhu stabilitas senyawa, jumlah bakteri
yang ada, lamanya inkubasi, dan aktivitas metabolisme bakteri (jawetz, 2008).
Zat aktif antibakteri dalam daun pepaya telah diuji terhadap beberapa bakteri, secara
in vitro diantaranya terhadap bakteri proteus mirabilis yang menghasilkan zona hambat 7,00
Mm pada konsentrasi 1000 g/disk (yusha’u, et all 2009), staphylococcus epidermidis dengan
Diameter zona hambat sebesar 19,8 mm (ardina 2007), klebsiella pneumonia dengan mic
bakteri shigella dysenteriae dengan khm 18% v/v dan kbm 20% v/v (bobby, 2012).
B. Rumusan masalah
ekstrak daun pepaya (carica papaya l) dapat menghambat pertumbuhan bakteri e.coli?”
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui uji daya hambat ekstrak daun pepaya (carica opapaya l)
2. Tujuan khusus
3. Manfaat penelitian
a. Akademik
pemeriksaan uji daya hambat ekstrak daun pepaya (carica papaya l.)
b. Masyarakat
daun pepaya.
c. Peneliti
antibakteri yang terdapat dalam ekstrak daun pepaya (carica papaya l.)
TINJAUAN PUSTAKA
A. ESCHERICHIA COLI
1. Pengertian
yang memiliki panjang sekitar 2 μm, diameter 0,7 μm, lebar 0,4-0,7μm dan
bersifat anaerob fakultatif. E. coli membentuk koloni yang bundar, cembung, dan
halus dengan tepi yang nyata (Smith-Keary, 1988 ; Jawetz et al., 1995).
E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam sintesis
makanan. E. coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat
oganik dari lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang
dibutuhkannya.
Zat organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik
dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam
lingkungan, bakteri pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi
E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat
atau berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa
kasus diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel
Manifestasi klinik infeksi oleh E. coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat
dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (jawetz et al., 1995).
muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria, hematuria, dan
piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.
2. Diare
menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada lima kelompok galur
EPEC sebelumnya dikaitkan dengan wabah diare pada anak-anak di negara maju.
bayi di negara berkembang. Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia
yang paling sering pada anak-anak di negara berkembang dan para wisatawan yang
menuju negara tersebut. Galur EIEC bersifat non-laktosa atau melakukan fermentasi
laktosa dengan lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan
berkembang.
3. Sepsis
Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E. coli dapat memasuki aliran
4. Meningitis
E. coli dan Streptokokus adalah penyebab utama meningitis pada bayi. E. Coli
merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal (Jawetz et al.,
1996).
B. Pepaya (Carica papaya L.)
o Regnum : Plantae
o Divisi : Spermatophyta
o Class : Dicotyledoneae
o Ordo : Cistales
o Family : Caricaceae
o Genus : Carica
Pepaya (Carica papayaL.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Tengah.
Pepaya dapat tumbuh dengan baik di daerah yang beriklim tropis. Tanaman pepaya oleh para
pedagang Spanyol disebarluaskan ke berbagai penjuru dunia. Negara penghasil pepaya antara
lain Costa Rica, Republik Dominika, Puerto Riko, dan lain-lain. Brazil, India, dan Indonesia
Haryoto (1998) mengatakan bahwa tanaman papaya (Carica papaya L.) baru dikenal
secara umum sekitar tahun 1930 di Indonesia, khususnya dikawasan Pulau Jawa. Tanaman
pepaya ini sangat mudah tumbuh di berbagai cuaca. Menurut Warisno (2003), tanaman
pepaya merupakan herba menahun, dan termasuk semak yang berbentuk pohon. Batang,
daun, bahkan buah pepaya bergetah, tumbuh tegak, dan tingginya dapat mencapai2,5-10 m.
Batang pepaya tak berkayu, bulat, berongga, dan tangkai di bagian atas terkadang dapat
bercabang (Gambar 1). Pepaya dapat hidup pada ketinggian tempat 1 m-1.000 m dari
Dalimartha dan Hembing (1994) mengatakan bahwa pada tanaman pepaya daunnya
berkumpul di ujung batang dan ujung percabangan, tangkainya bulat silindris, juga berongga,
panjang 25-100 cm. Helaian daun bulat telur dengan diameter 25-75 cm, daun berbagi
menjari, ujung daun runcing, pangkal berbentuk jantung, warna permukaan atas hijau tua,
permukaan bawah warnanya hijau muda, tulang daun menonjol di permukaan bawah daun.
Bunga jantan berkumpul dalam tandan, mahkota berbentuk terompet, warna bunganya putih
kekuningan. Pepaya memiliki bermacam-macam bentuk, warna, dan rasa. Pepaya muda
memiliki biji yang berwarna putih sedangkan yang sudah matang berwarna hitam. Tanaman
ini dapat berbuah sepanjang tahun dimulai pada umur 6-7 bulan dan mulai berkurang setelah
berumur 4 tahun.
Dari beberapa kandungan yang ada pada daun pepaya tersebut yang diduga memiliki
potensi sebagai larvasida adalah enzim papain, saponin, flavonoid, dan tanin (Priyono, 2007).
a. Enzim Papain
Enzim papain adalah enzim proteolitik yang berperan dalam pemecahan jaringan ikat,
dan memiliki kapasitas tinggi untuk menghidrolisis protein eksoskeleton yaitu dengan cara
memutuskan ikatan peptida dalam protein sehingga protein akan menjadi terputus (Nani dan
Dian, 1996).
Enzim papain dapat banyak ditemukan pada daun pepaya (Gambar 2). Walaupun
dalam dosis yang rendah, dan apabila enzim papain masuk ke dalam tubuh larva nyamuk
Aedes aegypti akan menimbulkan reaksi kimia dalam proses metabolisme tubuh yang dapat
untuk tumbuh akibatnya dapat menyebabkan kematian pada larva (Nani dan Dian, 1996).
b. Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang bersifat racun yang terkandung di
dalam daun pepaya. Beberapa sifat khas dari flavonoid yaitu memiliki bau yang sangat tajam,
rasanya yang pahit, dapat larut dalam air dan pelarut organik, dan juga mudah terurai pada
temperatur tinggi. Dinata (2008), mengatakan bahwa flavonoid merupakan senyawa yang
dapat bersifat menghambat makan serangga. Flavonoid berfungsi sebagai inhibitor
nyamuk Aedes aegypti mati (Dinata, 2008). Bagi tumbuhan pepaya itu sendiri flavonoid
c. Saponin
Senyawa lainpada daun pepaya yang memiliki peran sebagai insektisida dan larvasida
adalah saponin. Saponin merupakan senyawa terpenoid yang memiliki aktifitas mengikat
sterol bebas dalam sistem pencernaan, sehingga dengan menurunnya jumlah sterol bebas
Saponin terdapat pada seluruh bagian tanaman pepaya seperti akar, daun, batang, dan
bunga. Senyawa aktif pada saponin berkemampuan membentuk busa jika dikocok dengan air
dan menghasilkan rasa pahit yang dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga dapat
d. Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol
yang terdapat dalam tanaman pepaya. Mekanisme kerja senyawa tanin adalah dengan
mengaktifkan sistem lisis sel karena aktifnya enzim proteolitik pada sel tubuh serangga yang
Menurut Harborne (1987), senyawa kompleks yang dihasilkan dari interaksi tanin
dengan protein tersebut bersifat racun atau toksik yang dapat berperan dalam menghambat
pertumbuhan dan mengurangi nafsu makan serangga melalui penghambatan aktivitas enzim
pencernaan. Tanin mempunyai rasa yang sepat dan memiliki kemampuan menyamak kulit.
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus
dalam jaringan kayu. Umumnya tumbuhan yang mengandung tanin dihindari oleh hewan
pemakan tumbuhan karena rasanya yang sepat. Salah satu fungsi tanin dalam tumbuhan
adalah sebagai penolak hewan herbivore dan sebagai pertahanan diri bagi tumbuhan itu
C. Ekstraksi
yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan dan dengan
pelarut yang sesuai (Ansel, 2005). Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan
serbuk simplisia kering, kemudian dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan
tertentu. Kemudian dilakukan perendaman dengan pelarut yang sesuai. Cairan pelarut dalam
proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik bagi senyawa aktif yang terkandung
dalam bahan yang akan di buat ekstraknya, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisah
dari bahan dan dari senyawa kandungan yang lain. Senyawa aktif akan larut dalam pelarut
organik karena adanya perbedaan konsentrasi antara di dalam dan di luar sel, mengakibatkan
difusi pelarut organik yang mengandung zat aktif keluar sel dan proses ini akan terus
Flavonoid merupakan salah satu dari beberapa senyawa aktif yang berperan sebagai
larvasida pada daun pepaya, flavonoid dapat larut dengan baik pada pelarut polar seperti
akuades, etanol, dan methanol. Etanol dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena lebih
selektif, kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral,
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Bahan Uji
Bahan penelitian ialah ekstrak ethanol 96% Bawang Putih (Allium sativum L.) dengan konsentrasi
(50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125%, 1,56%, dan 0,78%) (Ramadanti, 2008). Bawang putih
diekstrak di laboratorium kimia organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Lampung.
2. Bakteri Uji
Bakteri Uji yang dipergunakan adalah bakteri gram positif Staphylococcus aureus yang berasal
dari UPTD Balai Laboratorium Klinik Bandar Lampung.
3. Media Kultur
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mueller Hinton Broth dan Mueller Hinton
Agar, yang merupakan agar standar uji sensitivitas antibiotik (Stephen et al.,2004).
4. Alat – alat yang digunakan
Alat-alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pipet hisap, rak, pipet ukur, lampu
spirtus, mikropipet, ose, tabung reaksi, neraca penimbang, beaker glass, stir plate, tabung
erlemeyer, inkubator, dan autoklaf.
D. Prosedur Penelitian
1. Ekstraksi Bawang Putih
Ekstrak bawang putih sebanyak 300 ml didapatkan dari bawang putih kering dengan berat 2 kg,
yang kemudian diektraksi dengan tehnik maserasi dengan ethanol, yang kemudian dilakukan
proses evaporasi (penguapan). Bawang putih yang dipakai dalam penelitian ini ialah bawang
putih jenis Hardneck, yang sering digunakan untuk memasak (Everhart, 2003). Ekstrak bawang
putih didapatkan dari Laboratorium Kimia Organik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam
Unversitas Lampung. Menurut Dusica pada tahun 2011 dalam jurnal Physics, Chemistry and
Technology, kandungan allicin dalam bawang putih dapat diekstrak dengan pelarut organik
bersifat polar, seperti ethanol.
Adapun cara pembuatan ekstrak ethanol bawang putih dalam penelitian ini ialah:
a. Bawang putih dikupas, dicuci bersih dengan air dan kemudian diiris tipis-tipis.
b. Irisan bawang putih direndam di dalam ethanol sebanyak 2 Liter selama 24 jam.
c. Setelah proses perendaman selesai dilakukan selama 24 jam, ekstrak ethanol disaring dengan
kertas saring dan dilakukan proses evaporasi untuk memisahkan antara ekstrak dan ethanol. Maka
didapatkanlah ekstrak ethanol bawang putih sebanyak 300mL.
2. Sterilisasi Alat
Alat yang digunakan pada penelitian dibersihkan terlebih dahulu kemudian dibungkus dengan
kertas, selanjutnya dimasukkan ke dalam autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1 atm selama 15
menit. Setelah itu dimasukkan oven suhu 100oC selama 1 jam untuk mengeringkan alat.
3. Pembuatan MHA (Mueller Hinton Agar)
Timbang 3,8 gram Muller Hinton Agar (38 gr/L) dengan komposisi medium (Beef Infusion 300
gr, Casamino acid 17,5 gr, Agar 17 gr) kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquadest. Panaskan
hingga mendidih, sterilkan selama 15 menit di autoklaf dengan tekanan udara 1 atm suhu 121 oC
(Ramadanti, 2008).
4. Identifikasi dan Isolasi Staphylococcus aureus.
Sebelum dilakukan pengujian aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji, dilakukan isolasi terlebih
dahulu terhadap bakteri uji untuk memastikan bahwa bakteri uji benar-benar bakteri uji yang
diinginkan. Hal ini dilakukan dengan cara melakukan inokulasi bakteri yang telah dibeli di UPTD
balai laboratorium klinik Bandar Lampung ke dalam agar Mannitol Salt Agar (MSA).
Mannitol Salt Agar merupakan agar selektif yang mengandung karbohidrat manitol, NaCl 7,5%,
dan indicator pH phenol red, yang akan berubah warna menjadi kuning apabila pH berada
dibawah angka 6,8 dan tetap berwarna merah apabila pH berada diantara 7,4 sampai 8,4 dan
berubah warna menjadi merah muda dengan pH diatas 8,4. Kadar NaClnya yang tinggi
mendukung pertumbuhan bakteri Staphylococci dan menghambat pertumbuhan organisme lain.
Bakteri Staphylococcus aureus akan menghasilkan pertumbuhan koloni berwarna kuning apabila
diinokulasikan ke dalam MSA, hal ini dikarenakan kemampuannya untuk memfermentasikan
manitol dan menurunkan pH. Asam yang dihasilkan dari reaksi fermentasi berdifusi ke dalam
medium dan menghasilkan halo berwarna kuning yang mengelilingi koloni Staphylococcus
aureus yang tumbuh di dalam media MSA (Leboffe,2008)
Setelah dilakukan inokulasikan di MSA, pada koloni bakteri yang tumbuh dilakukan pewarnaan
gram untuk memastikan jenis bakteri dan dari hasilnya dilakukan pembiakan bakteri pada
beberapa media agar miring MSA dan Nutrient Agar (NA).
5. Pembuatan Suspensi Bakteri
Biakan bakteri diambil menngunakan ose sebanyak 1-2 ose, dan kemudian disuspensikan
kedalam larutan NaCL 0,9 sampai diperoleh kekeruhan yang sesuai dengan standar 0,5
MacFarland atau sebanding dengan jumlah bakteri 108 (CFU)/ml (Ramadanti, 2008).
6. Pengujian Aktivitas Antimikroba
Aktivitas mikroba diuji dengan menggunakan metode dilusi yang meliputi 2 tahap, yaitu
penentuan KHM (Kadar Hambat minimum) dan KBM (Kadar Bunuh Minimum). Konsentrasi
ekstrak bawang putih yang digunakan ialah 7 konsentrasi 50%, 25%, 12,5%, 6,25%,3,125%,
1,56%, dan 0,78%. Ditambah 1 kelompok kontrol bakteri (K+), dan 1 kelompok kontrol bakteri
negatif (K-).
Penelitian ini membagi sampel terhadap 9 kelompok :
a. Kelompok perlakuan 1 (P1) yaitu 1 ml Mueller Hinton cair ditambahkan ekstrak bawang putih
dengan konsentrasi sampel 50% dan diberi satu ose suspensi bakteri.
b. Kelompok perlakuan 2 (P2) yaitu 1 ml Mueller Hinton cair ditambah dengan 1 ml ekstrak
bawang putih dengan konsentrasi 25% dan diberi satu ose suspensi bakteri.
c. Kelompok perlakuan 3 (P3) yaitu 1 ml Mueller Hinton cair ditambah dengan 1 ml ekstrak
bawang putih dengan konsentrasi 12,5% dan diberi satu ose suspensi bakteri.
d. Kelompok perlakuan 4 (P4) yaitu 1 ml Mueller Hinton cair ditambah dengan 1 ml ekstrak
bawang putih dengan konsentrasi 6,25%, dan diberi satu ose suspensi bakteri.
e. Kelompok perlakuan 5 (P5) yaitu 1 ml Mueller Hinton cair ditambah dengan 1 ml ekstrak
bawang putih dengan konsentrasi 3,125% dan diberi satu ose suspensi bakteri.
f. Kelompok perlakuan 6 (P6) yaitu 1 ml Mueller Hinton cair ditambah dengan 1 ml ekstrak
bawang putih dengan konsentrasi 1,56% dan kemudian diberi satu ose suspensi bakteri.
g. Kelompok perlakuan 7 (P7) yaitu 1 ml Mueller Hinton cair ditambah dengan 1 ml ekstrak
bawang putih dengan konsentrasi 0,78% dan kemudian diberi satu ose suspensi bakteri.
h. Kelompok kontrol positif (K+) yaitu 1 ml Mueller Hinton cair ditambah dengan 0,1 ml
suspensi bakteri dan diberi antibiotik Gentamisin.
i. Kelompok kontrol negatif (K-) yaitu 1 ml Mueller Hinton cair ditambah dengan 1 ml suspensi
bakteri Staphylococcus aureus.
Semua tabung tersebut diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam, kemudian diamati dan
dibandingkan dengan kontrol positif. Konsentrasi sampel terkecil yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (ditandai secara visual oleh tiga pengamat) ditentukan sebagai Kadar
Hambat Minimum (KHM) (Garba et al., 2006).
Untuk mengetahui Kadar Bunuh Minimum (KBM), diambil satu ose dari konsentrasi Mueller
Hinton cair yang telah dinyatakan jernih (memiliki kadar hambat) pada observasi sebelumnya,
lalu diinokulasikan pada media Mueller Hinton agar dan kemudian diinkubasi pada suhu 37oC
selama 24 jam. Kadar Bunuh Minimum ditentukan pada konsentrasi terkecil dimana pada media
Mueller Hinton Agar tidak lagi ditemukan pertumbuhan koloni bakteri (Garba et al., 2006).
Pengujian terhadap masing-masing kelompok uji diatas dibuat secara tripol, yang dimaksud
dengan tripol sendiri ialah dilakukan replikasi terhadap satu kelompok ujicoba sebanyak 3 kali.
E. Variabel Penelitian
1. Variabel Bebas
Ekstrak bawang putih dengan 8 tahap pemberian konsentrasi, yaitu konsentrasi 50%,25%, 12,5%,
6,25%, 3,125%, 1,56% dan 0,78%.
2. Variabel Terikat
Variabel terikat untuk penelitian ini tingkat kejernihan secara visual media Mueller Hinton cair
dan pertumbuhan koloni kuman pada media Mueller Hinton Agar.
F. Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Hasil Cara Alat Skala
Definisi Ukur Ukur
Operasion
al
Variabel
Konsentras Pemberian Konsentras rumus Mikropipet Ordinal
i ekstrak ekstrak i bertingkat pengencera , pot, pipet
bawang bawang ekstrak n ukur,
putih putih yang ethanol M1V1=M2 tongkat
dilakukan bawang V2 pengaduk
pada putih
penelitian
ini adalah :
Kelompok
1 (P1)
Ekstrak
bawang
putih
dengan
konsentrasi
50%
Kelompok
2 (P2)
Ekstrak
bawang
putih
dengan
konsentrasi
25%
Kelompok
3 (P3)
Ekstrak
bawang
putih
dengan
konsentrasi
12,5%
Kelompok
4 (P4)
Ekstrak
bawang
putih
dengan
konsentrasi
6,25%
Kelompok
5 (P5)
Ekstrak
bawang
putih
dengan
konsentrasi
3,125%
Kelompok
6 (P5)
Ekstrak
bawang
putih
dengan
konsentrasi
1,56%
Kelompok
7 (P7)
Ekstrak
bawang
putih
dengan
konsentrasi
0,78%
Kelompok
(K+)
1 ml media
Mueller
Hinton cair
+ 1 ose
bakteri S.
aureus +
Gentamisin
Kelompok
(K-)
Media
Mueller
Hinton cair
+ 0,1 ml
suspense
bakteri S.
Aureus
Kadar Kadar Media Observasi Visual Ordinal
Hambat konsentrasi Mueller kekeruhan
bawang Hinton cair media
putih yang keruh (+) Mueller
memiliki Media Hinton
daya Mueller Broth
hambat Hinton dengan
terhadap latar
bakteri S.
aureus
cair jernih (-) belakang kertas hitam
Kadar Kadar Ada koloni Observasi Visual Ordinal
Bunuh konsentrasi bakteri tidak
bawang tumbuh (+) adanya
putih yang Tidak ada pertumbuh
memiliki koloni an koloni
daya bakteri bakteri S.
bunuh tumbuh (-) aureus
terhadap pada hasil
bakteri S. kultur di
aureus Mueller
Hinton
Agar
Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat observasional, Penjabaran data yang didapatkan
dari hasil penelitian akan dipaparkan secara deskriptif, dengan melihat dan menjabarkan
konsentrasi terkecil bawang putih yang memiliki efek hambat dan efek bunuh terhadap bakteri
Staphylococcus aureus.
H. Etika Penelitian
Proposal penelitian ini telah diajukan kepada Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung, dan telah disetujui dengan nomor surat 2239/ UN26/8/DT/2014.