Você está na página 1de 21

Perubahan Filosofi Perencanaan Melalui Pendekatan Berpikir Strategis

dalam Kerangka Kerja KLHS


Oleh
Sri Hidayat1,
1
Fungsional Perencana Pada Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulsel
Email : hidayatblhd@yahoo.co.id
Hp : 085255929708

PENDAHULUAN
Perencanaan pembangunan suatu wilayah sosiologi yang dianut masyarakat setempat.
kadang mengabaikan aspek lingkungan. Lebih Menjadi pertanyaan kemudian, kapan aspek
banyak pada peningkatan nilai ekonomi dan lingkungan dipertimbangan?. Sebagian memahami
terwujudnya implementasi nilai-nilai sosial. bahwa aspek lingkungan biofisik telah
Memang benar aspek lingkungan biofisik juga dipertimbangkan pada saat penyediaan
dipertimbangkan seperti dalam penetapan zona infrastruktur atau pada saat menyediakan ruang-
regulation, terdapat wilayah kawasan lindung ruang hijau dari wilayah atau kota yang
sebagai area penyangga kualitas lingkungan dan direncanakan. Perilaku merencanakan
kawasan budidaya sebagai zona pengembangan pembangunan yang mempertemukan isu-isu
berbagai kegiatan. Namun lebih hanya pada ekonomi, sosial dan lingkungan itu dikenal dengan
pendekatan sainstis yang sifatnya formalitas atau suistanability development.
pelengkap secara administrasi dalam dokumen Berpikir secara silo antara aspek ekonomi,
perencanaan ruang. Belum terintegrasi sebagai sosial dan lingkungan kadang dipertemukan pada
pertimbangan pembangunan berkelanjutan dalam kontra produktif kepentingan. Satu sisi
pengambilan atau keputusan kebijakan, rencana pertumbuhan ekonomi diharapkan, sementara
dan program (KRP). disisi lain kualitas lingkungan menjadi semakin
Para perencana dalam praktek memburuk. Pada titik ini, mulailah perencana
mengembangkan suatu wilayah akan berangkat berpikir tentang daya dukung dan daya tampung
dari pertimbangan ekonomi, selanjutnya wilayah yang direncanakan. Pendekatan dampak
bagaimana wilayah itu ditata dengan dalam AMDAL ditapak proyek kemudian
menempatkan berbagai rencana kegiatan pada dipercaya sebagai solusi. Pada prakteknya
ruang yang terbatas diikuti dengan penyediaan AMDAL terbatas untuk memberikan solusi pada
infrastruktur yang memadai. Pada tahap permasalahan yang lebih luas, diluar tapak proyek.
selanjutnya para perencana akan Disadari bahwa permasalahan ditapak juga terkait
mempertimbangan kondisi sosiologi spasial dari dengan permasalah wilayah secara umum. Pada
wilayah yang direncanakan, sehingga tidak sedikit level ini isu ekonomi, sosial dan lingkungan tidak
dalam perencanaanya mereka harus menyediakan lagi memiliki batas yang jelas sehingga semua,
ruang untuk menjaga agar interaksi sosial dapat satu dengan yang lainnya saling terkait membentuk
berjalan sesuai dengan nilai-nilai lokal. Jika tidak, isu strategis kewilayahan. Akhirnya instrumen
pada kesempatan tertentu mereka akan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS)
mengembangkan ruang sesuai dengan nilai-nilai dipandang sebagai kebutuhan untuk menjawab

1
keterbatasan AMDAL (Noble dan Nwanekezie, implementasinya serta metode penilaiannya.
2016). Evaluasi pada kebijakan, rencana, dan Selain itu juga digunakan untuk menilai pilihan
program (KRP) kewilayahan tentu tidak dapat yang layak bagi keberlanjutan lingkungan untuk
dilaksanakan melalui praktek AMDAL di tapak mencapai tujuan akhir (Partidario, 2012).
proyek, sehingga pada prakteknya KLHS Untuk itulah artikel akan ini menguraikan
dilaksanakan sebagai AMDAL yang diperluas atau bagaimana rekonstruksi teori menjelaskan
filosofi AMDAL yang diadopsi untuk perubahan paradigma perencanaan saat ini yang
mengevaluasi KRP. Pada implementasinya KLHS tidak hanya pada perubahan prosesnya namun
banyak dilaksanakan melalui kajian dampak (basic esensi perubahan pada filosofi berpikirnya
impact) KRP sebagaimana prinsip AMDAL pada (tradisional-modern). Pada akhirnya praktek
level provek. Umumnya kajian dampak yang perencanaan yang lebih baik dapat diwujudkan
dilakukan hanya bersifat jangka pendek dan khususnya dalam kerangka kerja KLHS.
menyelesaikan permasalahan secara bagian
perbagian. Sementara permasalahan yang dihadapi PEMBAHASAN
saling terkait satu dengan lainnya yang berinteraksi 1. Proses Perencanaan
dan saling berpengaruh dalam satu sistem yang Perencanaan pada hakekatnya adalah suatu
dinamis dan sifat jangka panjang. Penyelesaian proses terus menerus (continuous) dan berulang
masalah secara parsial-parsial dan tidak (cyclical) di dalam mengambil suatu keputusan
menyentuh pada akar masalah, disadari tidak yang terbaik. Dalam rangka mencapai keputusan
strategis pada evaluasi KRP. Hanya dengan yang ”terbaik” maka dia harus rasional yang
menempatkan filosofi kajian dampak untuk tercermin dari rangkaian aktifitas-aktifitas yang
mengevalusi KRP dianggap belum strategis. dikelompokkan ke dalam tahapan-tahapan yang
Banyak pengalaman praktek KLHS tidak saling terkait, sistematis dan teratur (Conyers &
memberikan dampak perbaikan pengambilan Hills, 1984). Keputusan yang rasional tersebut baik
keputusan, kecuali KLHS hanya menjadi dokumen ditinjau dari sisi ”proses” ataupun ”hasil” diartikan
formal. Sementara pada sisi lain KLHS diharapkan sebagai suatu upaya untuk mendapatkan sesuatu
dapat menjadi instrument yang membantu yang maksimum dengan usaha (in put) tertentu.
rumusan dan pelaksanaan strategi inisiatif KRP Ditinjau dari sisi hasil rasionalitas diartikan dengan
dan bahkan memainkan peran politik dalam masukan (in put) usaha yang seminimal mungkin
pengambilan keputusan (Partidario, 2015). untuk mendapatkan keluaran (out put) semaksimal
Pada akhirnya KLHS dalam konteks mungkin. Adapun dari sisi proses pendekatan
pembangunan berkelanjutan diharapkan dapat rasionalitas di dalam pembuatan keputusan
mengatasi beberapa keterbatasan pada AMDAL- dijelaskan oleh Carley dalam Conyer dan Hills
Proyek, termasuk kebutuhan untuk lebih proaktif (1984) melalui serangkaian urutan tahapan
pertimbangkan dampak lingkungan potensial pada kegiatan sebagai berikut:
awal pengambilan keputusan serta menghadapi 1. Menemukenali dan merumuskan masalah
dampak kumulatif dan mengatur arah yang lebih (problem identification and definition)
baik pada penyusunan KRP. Oleh karena itu 2. Mengelompokkan dan mengorganisasikan
diperlukan pendekatan baru dari KLHS yang tujuan-tujuan (goals), nilai-nilai (values), dan
dulunya bersifat tradisional (basic impact) menuju sasaran-sasaran (objectives) yang terkait
pendekatan strategic thingking. KLHS nantinya dengan masalah
dapat bertujuan untuk membantu memahami 3. Menemukenali berbagai alternatif tindakan
konteks pengembangan KRP dan strategi (alternative courses of action) untuk menjawab

2
masalah atau mewujudkan sasaran-sasaran aspek sosial dipandang sebagai satu kesatuan
yang telah ditetapkan sistem yang meliputi aspek sosial, ekonomi dan
4. Memperkirakan berbagai dampak sebagai fisik. Bila pada era ini kehidupan sosial dilihat
akibat (consequencies) dari masing-masing dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum, yang
alternative tindakan dan kemungkinan dari hal dapat berlaku disemua lokasi (bersumber
itu akan terjadi rasionalitas yang menerapkan metode ilmiah
5. Membandingkan dari akibat-akibat yang akan sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang
terjadi dari pilihan-pilihan tindakatan dalam valid dalam perencanaan), maka pada era post-
kaitan dengan tujuan dan sasaran yang telah modern, kehidupan kemasyarakatan tidak dapat
ditetapkan lagi dipandang sebagai sesuatu yang homogen,
6. Memilih suatu tindakan yang berakibat paling dimana kehidupan masyarakat terikat pada konteks
dekat dengan tujuan dan sasaran atau yang dimana mereka melakukan interaksi sosial.
paling dapat menjawab masalah. Tentu saja Karenanya perencana harus memahami bagaimana
pilihan tersebut juga yang paling interaksi sosial yang terjadi pada suatu kontek
menguntungkan: yang bisa dilihat dari sisi hasil tertentu dalam menyusun rencana, tanpa hal ini
yang lebih baik dari keluaran biaya yang sama perencanaan akan sulit untuk berhasil. Karena
atau dari sisi hasil yang sama dari pengeluaran kehidupan kemasyarakatan tidak dapat dipandang
biaya yang paling ringan (kecil). homogen, maka pengertian publik pun tidak dapat
Dalam kaitan dengan perencanaan ruang dianggap tunggal yang diwakili oleh perencana
Burkholder, Chupp, & Star (2003) menekankan (yang umumnya bekerja pada pemerintah), yang
sisi lain dari proses rasional di atas bahwa dapat menentukan apa yang terbaik bagi
perencanaan ruang merupakan sebuah proses masyarakat. Makna publik tentunya harus
pembelajaran sosial (social learning process) dipahami sebagai sesuatu yang plural, beraneka
dimana warga (penduduk) dan pemangku ragam, apa yang disebutkan oleh Sandercock
kepentingan lainnya belajar bersama tentang ruang (1998) sebagai multiple publik. Menyadari
mereka, merumuskan visi bersama, dan keberagaman masyarakat, maka pengetahuan
mengembangkan strategi-strategi untuk bagaimana publik yang beragam tersebut
mewujudkan hal itu dan menjaga keberlanjutannya berinteraksi (interaksi sosial), memberi ruang bagi
dalam waktu yang lama atau jangka panjang (long diskusi tentang arti penting modal sosial (social
term strategic planning). Adapun secara fisik, capital, sebagai produk dari interaksi sosial) dalam
produk dari kegiatan perencanaan tersebut adalah perencanaan.
pada akhirnya menghasilkan sebuah Dokumen
Rencana (plan) yang selanjutnya menjadi acuan 2. Perkembangan Prespektif Perencanaan
bersama dalam mendorong dan mengarahkan Berdasarkan sejarah, pengenalan teori
investasi sosial dan ekonomi di masa yang akan perencanaan berkembang pada saat terjadinya
datang. Tentu saja secara umum tujuan yang perencanaan kota modern dalam konsep: Garden
diharapkan adalah menuju pembangunan ruang City, City Beautiful, dan Public Health Reforms
yang lebih sehat, asri, serasi, produktif, (Allmendinger, 2001). Teori perencanaan itu
berkelanjutan dan sebagainya. sendiri merupakan subjek studi yang sulit
Perkembangan perencanaan ini difahami, Karena di dalamnya akan
menggambarkan bahwa aspek sosial menjadi menggambarkan berbagai disiplin ilmu yang
semakin penting peranannya dalam perencanaan, semakin dibahas akan memberi peluang
dimana pada era dibawah paradigma modernisasi, pengembangan yang semakin terbuka lebar. Ada

3
pertanyaan utama dalam teori perencanaan yaitu: konsep pemikiran pada era Pra Modern Planning
aturan apa yang dapat diterapkan dalam dan Modern Planning Theory, sedangkan
perencanaan untuk mengembangkan kota atau komunikasi rasionalitas berada pada era Post
wilayah di antara hambatan politik, sosial, dan Modern Planning Theory. Dalam typologinya,
ekonomi? Jawabannya bukan pada membangun teori perencanaan ini berada pada filisofi Positivist
sebuah model perencanaan, tapi lebih pada dan Postpositivist (Almendinger, 2002).
bagaimana praktek perencanaan yang berbasis Konsep perencanaan komunikatif dan
pada karakteristik masyarakat di mana kolaboratif yang dituangkan dalam tipologi
perencanaan itu akan diterima dan dilaksanakan postmoderen tersebut, telah banyak membicarakan
(Saraswati, 2006). tentang bagaiman melakukan kolaborasi antara
Selama dekade 1970 hingga 1980an, muncul “knowledge of science” dengan “practical
keprihatinan terhadap keterbatasan dan validitas reasoning” dalam suatu perencanaan yang lebih
informasi, data serta metode kuantitaf yang sering berpihak pada kepentingan masyarakat banyak,
dihubungkan dengan positivisme sebagai tidak hanya berpihak pada kelompok yang mampu
paradigma yang berlaku saat itu. Paradigma melakukan ‘lobby’ dengan pihak pengambil
positivisme yang menurunkan pemahaman keputusan saja. Perencanaan komunikatif dan
kebenaran ilmiah melalui proses penelitian perencanaan kolaboratif merupakan kritik
kuantitatif memang telah berlaku sejak abad ke-19, terhadap Pemerintah dan Group Pelobi Bisnis
sehingga metode ilmiah menjadi berkonotasi dalam kapasitas dan kompetensi pemerintah lokal,
positivis. Positivisme mengangap adanya dunia melalui keadilan alokasi ruang, pelibatan
obyektif, yang kurang lebih dapat segera masyarakat dalam proses perencanaan, outcome
digambarkan dan diukur oleh metode ilmiah, serta dalam perbaikan lingkungan hidup, keberpihakan,
berupaya untuk memprediksikan dan menjelaskan dan perhatian terhadap perilaku masyarakat dalam
hubungan sebab-akibat di antara variable-variable suatu lingkungan perumahan.
utamanya secara kuantitatif. Metode positivistik Konsep komunikatif, khususnya perencanaan
ini dikritik sebagai menghilangkan konteks dari kolaboratif yang digagas oleh Haley (1987)
pemaknaan dalam proses pengembangan ukuran berawal dari pengalamannya dalam pengendalian
kuantitif terhadap fenomena faktual yang diteliti pembangunan ruang kota dalam bidang property
(Lincoln dan Guba, 2000). dengan konsern utama pada land-use dan land
Oleh sebab itu, muncul pemikiran-pemikiran development.
baru dalam teori perencanaan yang mengarah pada Perencanaan dengan pendekatan keruangan
komunikatif rasionalitas yang dituangkan dalam (spatial plan) pada awalnya dipandang sebagai
berbagai konsep yang salah satunya digagas oleh penerapan desain fisik pada lingkungan
Habermas dengan Communicative Rationality, pemukiman (Friedman, 1987; Taylor, 1998).
Forester melalui Communicative Planning Theory. Meski perubahan ke perencanaan modern dimulai
Healey dengan Collaborative Planning, dan seiring dengan proses pencerahan di Eropa
Allmendinger dengan Postmodern Planning nya (Sandercock, 1998 dan Friedman, 1987); Taylor
(Almendinger, 2002). (1998) melihat bahwa penerapan tradisi othogonal
Jika dilakukan periodesasi mengenai design ini masih tetap dominan setelah revolusi
perjalanan teori perencanaan, maka ada dua alur industri sampai dengan setelah perang dunia
besar teori perencnaan, yaitu instrumental kedua, dimana sampai dengan tahun 60-an,
rasionalitas dan komunikatif rasionalitas. perencanaan lebih dipandang sebagai suatu
Instrumental rasionalitas merupakan konsep- penerapan seni pada desain fisik. Perubahan besar

4
pertama terjadi di era 60-an, yang disebut Taylor ekonomi sebagai faktor yang penting dalam
(1998) sebagai perubahan dari morphological perencanaan. Cakupan perencanaan telah menjadi
conception of space kepada sociological luas, meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat
conception of space. Mulai disadari bahwa yang dipandang sebagai suatu sistem. Pengambilan
perencanaan tidak mungkin dilaksanakan hanya keputusan yang rasional dan pendekatan sistem
dengan melihat aspek physical design saja, yang dominan pada paradigma modernisasi ini,
perencanaan berkenaan dengan suatu sistem dari menyerahkan proses perencanaan kepada para
aktivitas yang saling berkaitan yang meliputi social perencana, yang menerapkan metode ilmiah yang
life dan economic activities (sebagai content) dan objektif dan dipandang universal. Perencana
aspek physic (sebagai container). Perubahan besar tersebut bertindak atas nama masyarakat dan
yang terjadi pada era 60-an bermuara pada kehidupan sosial pun dipandang sebagai homogen.
penerapan rasionalitas dan pendekatan sistem Perencanaan dibawah paradigma modernisasi,
dalam merencanakan kehidupan yang lebih baik menggiring masyarakat pada kondisi krisis, yang
bagi masyarakat, dapat dipandang sebagai oleh Friedman dalam Sandercock (1997) bahwa
kulminasi dari proses pencerahan. Penerapan masyarakat (khususnya di Amerika) pasca
rasionalitas dalam perencanaan dipandang sebagai industrialisasi ditandai dengan dua krisis, yaitu
cara terbaik dalam membangun kehidupan krisis nilai yang berawal dari runtuhnya
masyarakat yang stabil, daripada hanya absolut/kemutlakan dibawah modernisasi dan
menyerahkan pada mekanisme budaya dan krisis pada proses mengetahui (a crisis of
keyakinan semata. Seiring dengan perkembangan knowing), yang direfleksikan oleh munculnya
proses pencerahan, rasionalitas yang diandalkan konflik antara pengetahuan para ahli dan
pada era ini adalah berakar pada paradigma pengetahuan personal yang didapat dari
modernisasi, yang mengedepankan objektivitas pengalaman. Perbedaan antara pengetahuan dari
dalam mendapatkan keilmuan dan tentunya harus sisi teori yang dipergunakan oleh perencana dan
bersifat bebas nilai (value free). Karena pengetahuan yang ada di masyarakat yang
penggunaan pengetahuan yang objektif dan bersumber dari pengalaman semakin menjauh,
rasional ini hanya dapat dipercayakan kepada para karena terjadinya polarisasi menuju pada dua
ahli, maka perencanaan pada era ini lebih kutub ini. Salah satu kelemahan RCP adalah bahwa
menekankan pada perencanaan yang dilakukan perencanaan disusun oleh para ahli dengan asumsi
oleh negara sebagai aktor utama. Model bahwa apa yang mereka rencanakan sesuai dan
perencanaan dengan aras epistemologi yang terbaik untuk masyarakat, akan tetapi
modernisasi ini, oleh Sandercock (1998) masyarakat sendiri tidak berfungsi sebagaimana
disebutkan sebagai Heroic Model6, dimana model dipersepsikan oleh perencana (Brooks, 2002).
perencanaan ini dibangun dengan lima pilar, yaitu: Adanya gap antara pengetahuan perencana dengan
(1) Rasionalitas; (2) Kekomprehensipan; (3) masyarakat sebagai klien dari perencanaan ini,
Metode ilmiah; (4) Keyakinan pada masa depan memperkuat bukti bahwa dalam perencanaan
yang diarahkan oleh Negara; dan (5) Keyakinan terdapat banyak cara, sudut pandang, nilai dan
pada kemampuan perencana untuk mengetahui apa kepentingan yang mewarnai proses perencanaan,
yang terbaik buat publik. dan terkadang perbedaan tersebut tidak dapat
Jelaslah disini bahwa pergeseran dari dipertemukan.
perencanaan yang hanya bersifat desain Hal ini menandai pergeseran dari penerapan
lingkungan pemukiman kepada perencanaan rasionalitas instrumental dari paradigma
modern, telah menempatkan aspek sosial dan modernisasi kepada rasionalitas komunikatif di

5
bawah paradigm post modern oleh Healey (1987) memahami keunikan dari suatu lokasi
disebut sebagai communicative turn in planning. perencanaan, dan perlunya pendekatan yang lebih
Perubahan paradigma modern menuju post- bersifat kualitatif. Model perencanaan yang
modern ini berpengaruh besar terhadap pemikiran muncul dari perspektif ini adalah seperti
dan praktek perencanaan, Sandercock (1998) Collaborative Planning dari Healey (1987),
dengan menggunakan model perencanaan heroic, Consensus Planning dari Innes (1995), dan
melihat perubahan yang terjadi dalam perencanaan Planning as shaping attention dari Forester (1989).
meliputi: pertama, terjadi pergeseran dari Perkembangan perencanaan ini
instrumental rationality ke comunicative menggambarkan bahwa aspek sosial menjadi
rationality. Kedua, perencanaan tidak lagi semakin penting peranannya dalam perencanaan,
dipandang secara eklusif konsen terhadap dimana pada era dibawah paradigma modernisasai,
integrative, comprehensive dan pengkoordinasian aspek sosial dipandang sebagai satu kesatuan
tindakan, tetapi mengarah pada negosiasi, politis sistem yang meliputi aspek sosial, ekonomi dan
dan perencanaan terfokus. Ketiga, perencanaan fisik. Bila pada era ini kehidupan sosial dilihat
tidak lagi didominasi oleh engginering mindset, dengan prinsip-prinsip yang berlaku umum, yang
yang berakar pada positivist science yang penuh dapat berlaku disemua lokasi (bersumber
dengan permodelan kuantitatif dan analisis, tetapi rasionalitas yang menerapkan metode ilmiah
mulai diakui banyak pengetahuan lainnya yang sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang
sesuai dengan perencanaan, seperti hermeneustic, valid dalam perencanaan), maka pada era post-
action research, feminist dll. Keempat, modern, kehidupan kemasyarakatan tidak dapat
perencanaan tidak lagi sepenuhnya diarahkan oleh lagi dipandang sebagai sesuatu yang homogen,
negara, tetapi mulai tumbuh praktek perencanaan dimana kehidupan masyarakat terikat pada konteks
yang berbasis masyarakat dimana perencana dimana mereka melakukan interaksi sosial.
berperan sebagai enabler dan fasilitator. Terakhir, Karenanya perencana harus memahami bagaimana
perencanaan tidak lagi dipandang beroperasi untuk interaksi sosial yang terjadi pada suatu kontek
kepentingan publik yang dirumuskan oleh tertentu dalam menyusun rencana, tanpa hal ini
perencana, tetapi perencanaan adalah untuk perencanaan akan sulit untuk berhasil.
multiple publik atau publik yang heterogen. Oleh Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami
karenanya model-model perencanaan di era post bahwa perencanaan awalnya dilakukan hanya
modern yang berkembang adalah model berdasarkan pendekatan fisik keruangan,
perencanaan yang menekankan perlunya proses selanjutnya perencanaan berkembang melibatkan
dialog (komunikasi), partisipasi, kolaborasi dan pertimbangan aspek sosial dan ekonomi. Hal ini
penciptaan konsensus. Friedman dalam didasarkan pada penerapan rasionalitas dan
Sandercock (1998), menekankan bahwa perlunya pendekatan sistem. Era ini dikenal dengan era
proses mutual learning untuk menjembatani antara modernisasi dalam perencanaan. Selanjutnya
pengetahuan teoritik dari perencana dengan perencanaan era post-modern, dimana penerapan
pengetahuan praktis dari masyarakat melalui rasionalitas instrumental dari paradigma
model perencanaan yang ia sebut sebagai modernisasi kepada rasionalitas komunikatif di
transactive planning. Dengan menggunakan bawah paradigm post modern oleh Healey (1987)
perspektif teori tindakan komunikatif (theory of disebut sebagai communicative turn in planning
communicative action dari Habermas), beberapa diimplementasikan. Pada era ini munculah teori-
teori menekankan pentingnya proses interaktif teori perencanaan yang menekankan pentingnya
melalui komunikasi, menekankan perlunya proses interaktif melalui komunikasi.

6
3. Perencanaan Partisipatif Dalam proses partisipasi tidak cukup hanya
Sebagai suatu proses pembelajaran bersama menjelaskan mengapa keputusan itu dibuat (tanpa
(social learning process) maka dia harus dilakukan melibatkan mereka dalam pembuatan keputusan
secara partisipatif. Pengertian partisipasi sendiri itu sendiri) apalagi hanya menginformasikan
memiliki banyak perspektif. Partisipasi keputusan tersebut saja kepada penerima manfaat.
masyarakat dapat ditinjau dari dua sudut pandang Kekuasan di dalam pengambilan keputusan di
(Abers, 2000) pemberdayaan masyarakat (people antara aktor–aktor ini harus didasari atas adanya
empowerment) dan dari sudut pandang instrumen persetujuan atau kesepakan dari semua aktor
(instrumental participation). Dari sudut pandang tersebut. Sehingga secara umum dia membagi tiga
pemberdayaan masyarakat partisipasi dilihat tingkatan partisipasi: pertama, tingkatan tertinggi
sebagai proses politik yang pada akhirnya dapat dia sebut dengan tingkatan kekuasaan penuh di
membuka akses masyarakat dalam pengambilan tangan rakyat (degree of citizen power); kedua
keputusan atau memperkuat posisi masyarakat tingkatan partisipasi simbolik (degree of
agar dapat memiliki kekuatan (borgeinig power) tokenism), dan ketiga tingkatan manipulasi
yang seimbang dengan pemangku kepentingan partisipasi atau tidak ada partisipasi (degree of
yang lain untuk ikut serta di dalam proses manipulation or non-participation).
pengambilan keputusan. Sedangkan sudut pandang Pada tingkatan kekuasaan penuh di tangan
instrument pemahaman partisipasi diletakkan pada rakyat (degree of citizen power) Arstein membagi
pelibatan masyarakat sebagai pengguna akhir (end lagi ke dalam sub kategori tingkatan: Pertama,
user) untuk ikut berkontribusi dalam proses masyarakat yang selama ini terabaikan (the have-
pembangunan artinya masyarakat pengguna akhir not) mendapatkan kedaulatan penuh dalam
yang berkepentingan akan bahu membahu penyusunan perencanaan, mengabil keputusan
menggali dan memobilisasi segala sumber daya atau membuat kebijakan dan mengelola program
yang dimilikinya untuk membantu mewujudkan (citizen control). Kedua, masyarakat memiliki
tujuan pembangunan atau memecahkan otoritas yang lebih besar karena mereka mayoritas
permasalahan yang sedang dihadapinya. dalam sebuah komite pengambilan keputusan
Dari uraian dua pandangan di atas Manaf utama (delegated power). Mereka memiliki
(2007) berpendapat bahwa salah satu ciri atau delegasi (suara) mayoritas dan mampu menjamin
prinsip pokok dari pendekatan partisipatif adalah akuntabilitas pelaksanaan keputusan. Ketiga
pemberian wewenang yang lebih besar kepada kekuasaan terdistribusi sebagai hasil negosiasi
masyarakat sebagai pengguna akhir (end user) antara masyarakat dengan pemegang kekuasaan
untuk mengelola sumber daya (resources) (partnership). Tanggungjawab perencanaan dan
pembangunan yang tersedia secara lebih mandiri pembuatan keputusan dibagi secara sederajat
(autonomous). Adapun untuk mengukur partisipasi berdasarkan hasil negosiasi di dalam komite
atau pemberian wewenang kepada di dalam bersama (community stakeholder council).
mengelola sumberdaya pembangunan tersebut Sementara pada kategori kedua tingkatan
banyak peneliti hingga kini masih menggunakan partisipasi simbolik (degree of tokenism) Arstein
tangga partisipasi yang diusulkan Arnstein (1969) membagi lagi ke dalam sub kategori tingkatan:
sebagai kerangka untuk melakukan analisis. Bagi pertama tingkatan kooptasi dimana posisi
Arnstein partisipasi berkaitan dengan konsep relasi masyarakat lebih lemah di dalam pengambilan
kekuasaan antara satu aktor dengan aktor yang lain keputusan. Hanya orang-orang yang terpandang
dalam proses pengambilan keputusan. (tokoh masyarakat) yang bisa diajak bicara
dilibatkan di dalam komite. Disini masyarakat

7
seolah-oleh dilibatkan dalam perencanaan akan 1997), perencanaan deliberatif partisipatif
tetapi mereka pada hakekatknya tidak punya hak (Forester, 2000), dan perencanaan konsensus
suara dalam mengambil keputusan. Sifatnya (Woltjer,2000), memiliki karakteristik yang relatif
sebagai “Stempel Karet” saja (placation). Kedua, sama dalam hal menekankan pentingnya
masyarakat mulai tidak dilibatkan dalam kerjasama dengan didasari komunikasi
pengambilan keputusan akan tetapi mereka hanya antarpemangku kepentingan. Proses kerjasama
diposisikan sebagai teman untuk diajak bicara atau tersebut akan berlangsung dengan baik jika
memberikan masukan. Biasaya masyarakat terdapat komunikasi dalam bentuk dialog
dilibatkan secara fisik seperti di dalam didalamnya. Dalam perencanaan transaktif, dialog
mengumpulkan data dan iformasi pembangunan, yang terjadi adalah life dialogue, yang dipertegas
mengawasi pelaksanaan dari segala kegiatan yang oleh Innes dan Booher (1997) sebagai authentic
telah ditetapkan oleh pihak luar. Partisipasi dialogue. Dalam hal ini, setiap aktor yang duduk
masyarakat hanya sebatas mengahdiri pertemuan- bersama saling menghargai, empati, terjadi
pertemuan dengar pendapat akan tetapi pertemuan hubungan timbal balik dan saling menguntungkan.
ini biasanya hanya bersifat seremonial saja Dengan demikian, dialog hanya akan terjadi jika
(consultation). Ketiga tingkat partisipasi yang para pemangku kepentingan berpartisipasi dan
paling rendah. Masyarakat tidak lagi diajak duduk bersama dalam memecahkan permasalahan.
berdialog dua arah akan tetapi mereka hanya Partisipasi sendiri hanya akan terjadi jika mereka
diberikan berbagai sosialisasi dan atau informasi memiliki kepentingan dan memiliki kesempatan
dari satu arah saja (informing). untuk menyuarakan kepentingannya, dan
Selanjutnya pada kategori ketiga tingkatan partisipasi tersebut hanya akan terjadi jika ada
manipulasi partisipasi atau tidak ada partisipasi saling ketergantungan dan kepercayaan.
(degree of non-participation). Tujuan pendekatan Kerjasama melalui dialog dan partisipasi
ini adalah untuk mengobati (therapy) karena diarahkan pada pembentukan konsensus (Woltjer,
masyarakat dianggap lemah, tidak berdaya, 2000; Innes, 1996). Proses yang memuat aktivitas
sebagai sumber masalah. Pada tingkatan ini dialog, partisipasi, dan berorientasi kepada
masyarakat dianggap objek bukan subjek keputusan bersama, terangkum dalam suatu proses
pembangunan. Dan subkategori terakhir adalah kolaboratif. Dengan demikian, dalam suatu
tidak hanya tergolong non partisipasi bahkan bisa pendekatan perencanaan berbasis komunikasi,
disebut penyalahgunaan makna partisipasi. Pada terjadi proses kolaboratif (Gambar Perencanaan
tingkatan ini semua usulan perencanaan dibuat dan kolaboratif (Healey, 1997; Innes, 1998).
ditentukan dari atas (top down). Dalam hal ini Proses kolaboratif merupakan suatu proses
penentu kebijakan melakukan berbagai bentuk adaptive system dimana pendapat-pendapat yang
kegiatan dengan tujuan seolah-olah keputusan berbeda dari berbagai pihak yang akhirnya
diambil sudah melalui proses pelibatan masyarakat menghasilkan suatu konsensus. Anshell dan Gash
secara demokratis sehingga keputusan tersebut sah (2008) berupaya memetakan suatu model yang
dan legitimate (manipulation). menggambarkan bagaimana proses kolaboratif
terjadi. Proses kolaboratif menurut model ini
4. Perencanaan Kolaboratif terdiri dari berbagai tahapan yaitu dimulai dari
Beberapa pendekatan perencanaan, yaitu adanya dialog secara tatap muka (face-to-face
perencanaan transaktif (Friedman, 1973), dialogue), membangun kepercayaan (trust
perencanaan kolaboratif (Healey, 1996), building), membangun komitmen terhadap proses
perencanaan komunikatif (Sager, 1994; Innes, (commitment to the process), berbagi pemahaman

8
(shared understanding), dan kemudian kolaboratif dalam perencanaan terjadi, dimana
terbentuknya hasil sementara (intermediate terjadi dialog otentik yang berorientasi consensus
outcome). Tahapan ini merupakan suatu siklus didalamnya, maka dapat dikatakan bahwa proses
sehingga terjadi proses pembelajaran didalamnya. kolaboratif terjadi jika terdapat beberapa prasyarat
Innes dan Booher (2010) mengembangkan model (Sufianti, 2013). Prasyarat tersebut adalah: (1)
DIAD Network Dynamic untuk memerlihatkan Terdapat partisipasi para pemangku kepentingan
bahwa proses kolaborasi menggambarkan jejaring (Anshel dan Gash, 2008; Healey, 2006; Woltjer,
kolaboratif dimana terdapat keragaman, saling 2000). Partisipasi yang sebenarnya adalah citizen
ketergantungan dan dialog otentik didalamnya. Hal power seperti dikekukakan dalam tangga
ini berarti bahwa: pertama, jejaring kolaboratif partisipasi menurut Arnstein (1969). Pada
memiliki keragaman agen-agen, kedua, agen-agen umumnya, tingkat partisipasi tinggi muncul dalam
berada dalam situasi mampu untuk saling masyarakat yang sudah menjalankan sistem
memenuhi kepentingan masing-masing dan demokrasi. (2) Terdapat kondisi dimana ada
menyadari adanya saling ketergantungan diantara kesetaraan kekuasan (Anshell dan Gash, 2008).
mereka, dan ketiga, terdapat dialog otentik Proses kolaboratif akan dapat berjalan dengan
(authentic dialogue) dimana komunikasi baik dengan partisipasi aktif masyarakatnya
mengalirmelalui jejaring secara akurat dan dapat diwakili oleh aktor-aktor yang
dipercaya diantara para peserta. Dalam dialog memiliki kemampuan berdialog. Hal ini hanya
otentik, terdapat timbal balik (reciprocity), dapat terjadi di negara-negara maju dan sudah
hubungan (relationship), pembelajaran (learning), demokratik. Dengan melihat prasyarat di atas,
kreatifitas (creativity), dan menghasilkan adaptasi maka proses kolaboratif tidak dapat dengan mudah
dari sistem yang ada. Hal ini berarti bahwa para terwujud pada masyarakat yang memiliki tingkat
peserta (aktor) berbicara mewakili kepentingan partisipasi masyarakat yang rendah, serta
kelompoknya, saling menghormati, dan berbicara kepemimpinan yang tidak mendukung. Kondisi
dengan akurat. Tentu saja hal ini membutuhkan seperti ini masih mudah dijumpai pada masyarakat
kepercayaan, komitmen, dan pemahaman diantara tertentu, umumnya di negara-negara berkembang.
para aktor. Hal ini umumnya terjadi karena berkaitan dengan
Dengan memperhatikan bagaimana proses masalah budaya dan tingkat Pendidikan
kolaboratif dalam perencanaan terjadi, dimana masyarakatnya. Partisipasi masyarakat dalam
terjadi dialog otentik yang berorientasi consensus mengikuti proses perencanaan pembangunan
didalamnya, maka dapat dikatakan bahwa proses masih terdapat banyak kelemahan terutama
kolaboratif terjadi jika terdapat beberapa prasyarat melalui jalur musrenbang (Akadun, 2011), dan
(Sufianti, 2013). Prasyarat tersebut adalah: (1) konsep pembangunan yang partisipatif perlu
Terdapat partisipasi para pemangku kepentingan dirumuskan dalam suatu strategi yang menyeluruh
(Anshel dan Gash, 2008; Healey, 2006; (Djoeffan, 2002).
Woltjer,2000). Partisipasi yang sebenarnya adalah Inti kegiatan pada tahap ini adalah
citizen power seperti dikekukakan dalam tangga membangun kolaborasi perencanaan, dimana antar
partisipasi menurut Arnstein (1969). Pada berbagai pihak (masyarakat, pemerintah, dan
umumnya, tingkat partisipasi tinggi muncul dalam pelaku usaha/swasta) dapat saling terbuka berbagi
masyarakat yang sudah menjalankan sistem informasi, melakukan dialog dan konsultasi, dan
demokrasi. (2) Terdapat kondisi dimana ada bersepakat terhadap aturan bangunan setempat dan
kesetaraan kekuasan (Anshell dan Gash, 2008; pokok-pokok perencanaan dan pembangunan. Para
Dengan memerhatikan bagaimana proses pemangku kepentingan tersebut kemudian

9
berupaya menyusun berbagai pengaturan yang Kemudian perlu dipahami pula sebagai suatu hal
diperlukan, dan melembagakannya melalui yang memadukan para perwira dan prajurit yang
organisasi masing-masing untuk mewujudkan tata berbeda pangkat, dibutuhkan kombinasi dari
kepemerintahan yang baik (good governace). kualitas, kebijakan, dan keberanian seorang
Dasar pijakannya tetap konsisten komandan (Tzu, 1998:20). Namun, secara lebih
pada pelembagaan nilai-nilai luhur (value based jauh, Sun Tzu menyatakan bahwa kemenangan
development), prinsip-prinsip kepemerintahan yang sejati adalah sebuah kemenangan tanpa
yang baik (good governance), serta prinsip-prinsip berperang. Mengapa kemenangan terbaik adalah
pembangunan berkelanjutan (sustainable kemenangan tanpa berperang? Karena peperangan
development) (Manaf, 2011). hanya akan menimbulkan kesengsaraan dan
penderitaan bagi pihak-pihak yang terlibat di
5. Konsep Strategi Dalam Perencanaan dalamnya. Oleh karena itu, Sun Tzu berasumsi
Pendekatan strategic thingking (berpikir bahwa strategi diplomasi merupakan salah satu
strategis) dalam perencanaan menjadi pilihan saat cara yang terbaik dalam menyelesaikan sebuah
ini yang diyakini dapat membuka rute-rute yang konflik (Van Cleverd, 2000). Mengapa diplomasi?
mungkin untuk mewujudkan sebuah keberlanjutan Karena melalui diplomasi, pihak-pihak yang
dimasa akan datang dari pembangunan yang berkonflik dapat menghindari pertumpahan darah
dilaksanakan saat ini. Perkembangan pendekatan dengan adanya berbagai solusi yang dapat menjadi
strategic thingking tidak dapat dipisahkan dari sebuah jalan tengah bagi semua pihak yang
teori-teori klasik sebelumnya. Salah satu teori berkonflik. Bagi Sun Tzu, peperangan adalah
klasik strategis adalah teori strategi perang sebuah jalan terakhir ketika berbagai negosisasi
menurut Sun Tzu. Menurut Sun Tzu terdapat 5 hal dan diplomasi yang dilakukan menemui sebuah
yang sangat menentukan kemenangan dalam jalan buntu.
sebuah peperangan. Hal pertama adalah Strategi bagi Sun Tzu adalah sebuah
kemampuan untuk memahami dan menilai situasi kombinasi dari wisdom, tradisi, idealisme, filosofi
yang ada. Hal kedua adalah memahami kapan dan dan unsur-unsur seni di dalamnya. Menurutnya,
bagaimana pasukan akan diturunkan dalam sebuah setiap bidang kehidupan manusia memerlukan
pertempuran atau peperangan. Hal ketiga ialah sebuah strategi demi tercapainya tujuan tertentu
betapa pentingnya memiliki bawahan yang sebab strategi merupakan seni dalam berpikir
memiliki visi yang sama. Hal keempat adalah untuk menilai, merencanakan, dan melakukan aksi
memikirkan serta menyusun sebuah perencanaan yang benar dalam mewujudkan tujuan yang
yang matang. Hal terakhir ialah mengenai hendak dicapai. Karenanya, Sun Tzu juga
kecakapan jenderal yang dimiliki dalam sebuah mengutarakan arti penting strategi itu sendiri :
peperangan. Selain 5 hal di atas, Sun Tzu juga “Not in winning every battle, but in defeating the
mengemukakan 5 faktor penting yang menentukan enemy without ever fighting. The highest form of
kemenangan dalam perang. Faktor pertama adalah warfare is to attack strategy itself.” (Tzu dan
politik. Faktor penting selanjutnya adalah faktor Minford, 1990). Terdapat 3 inti dari strategi yang
cuaca. Faktor ketiga merupakan medan yang dipaparkan oleh Sun Tzu. Pertama, ketahuilah
berarti jarak, dan mengacu pada kemudahan atau musuhmu juga dirimu. Hal ini mencerminkan
kesulitan medan untuk dihadapi. Faktor keempat betapa pentingnya sebuah informasi. Kedua,
dan kelima berturut-turut adalah doktrin dan lumpuhkan lawan tanpa perkelahian karena Sun
komandan perang. Doktrin perlu dipahami sebagai Tzu mengutamakan pengukuran momen yang
penyelenggaraan suatu organisasi yakni tentara. tepat untuk melakukan penyerangan. Ketiga, fokus

10
pada kelemahan lawan bukan pada kelebihannya kemungkinan yang akan terjadi, resiko yang
karena merencanakan serangan pada titik lemah mungkin timbul serta rumusan pemecahan
akan lebih efektif dibandingkan dengan masalah. Sehingga teori klasik menekankan pada
memaksakan tenaga pada kekuatan yang besar kemampuan manajer dalam optimalisasi strategi
(Tzu, 1994: 6-26). Teori strategi yang digagas oleh untuk mendapatkan keuntungan yang besar secara
Sun Tzu merupakan grand teori yang dikemudian rasional. Namun manajer atas memiliki tanggung
harinya melahirkan berbagai teori-teori tentang jawab utama dalam memastikan bahwa strategi
strategi. untuk mencapai sebuah kesesuaian yang efektif
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat 4 atau sejalan antara kapabilitas sumberdaya
(empat) teori tentang strategi yang masing-masing organisasi dengan lingkungan eksternal sehingga
memiliki asumsi tersendiri untuk menjelaskan mampu mengeksploitasi kesempatan yang ada.
peristiwa yang menyangkut tentang strategi. Tahun 1960-an terdapat tiga pemikir yang sangat
Keempat teori tersebut adalah Classical, mempengaruhi teori ini yaitu, Alfred Chandler,
Evolutionary, Processual, dan Systemic. Teori Igor Ansoff, dan Alfred Sloan. Mereka
Klasik menekankan pada perencanaan dalam suatu memberikan tiga point penting dalam kesuksesan
strategi, Evolutionary theory menekankan pada pembuatan suatu strategi bisnis, dimulai dari
keterbukaan dan tetap menjaga low cost. melakukan analisis rasional, memisahkan konsep
Processual theory beranggapan bahwa strategi dan pelaksanaan, dan komitmen untuk
bersifat dinamis dan biasanya terlahir secara mendapatkan keuntungan sebesar – besarnya.
spontan dari langkah-langkah atau tindakan yang (Whittington,2001:11). Jadi dalam teori klasik
telah dilakukan. Sedangkan Systemic Theory lebih tersirat adanya spesialisasi kerja secara rasional
melihat bahwa strategi berhubungan dengan untuk mencapai keuntungan.
sosiologi dan perilaku manusia. Teori yang kedua ialah proccessual theory
Teori yang pertama ialah classical theory atau yang muncul pada tahun 1970-an, berbeda dengan
Teori Klasik yang muncul pada tahun 1960-an di teori klasik dimana teori ini menganggap strategi
dasarkan pada tradisi militer dimana didunia lebih pada sebuah seni dan menekankan pada
internasional merupakan suatu keadaan yang negosiasi dan tawar menawar. Dengan
anarkis serta menganggap bahwa keberadaan kompleksitas dunia maka strategi suatu proses
jenderal sangat diperlukan sebagai penentu yang berkelanjutan dan adaptif (Mintzberg dalam
keputusan. Karena ditentukan oleh pemikriran Whittington, 2001 : 23). Hal inilah yang
jenderal maka cenderung menekankan pada menjadikan teori processual mengesampingkan
perencanaan maka tersirat adanya analisis rasional, analisis rasional karena membatasi fleksibilitas
pemisahan konsep dari eksekusi dan komitment strategi dan mengurangi pencapaian kesuksesan.
pada maksimalisasi keuntungan atau profit Pendukung dari teori ini percaya bahwa
(Whittington, 2001 : 11). Selain bidang militer pembelajaran sebagai alat yang efektif dalam
pemikiran teori kalsik juga mengacu pada ekonomi mengembangkan strategi dalam kehidupan yang
dimana adanya pandangan teori klasik dalam tergolong sulit dan berubah-ubah. Oleh karena itu
kontrol strategi terletak pada manajer atas teori prosesual ini adalah proses belajar dan
sedangkan implementasi dibebankan pada manajer beradaptasi secara tiba-tiba dengan penyesuaian
operasional yang memiliki divisi khusus. lingkungan.
Layaknya jenderal, manajer juga menyusun Teori yang ketiga ialah systemic Theory yang
rancangan yang matang dan bersifat jangka muncul pada 1980-an. Asumsi dari teori ini
panjang dengan mempertimbangkan pula segala berbeda dengan teori klasik, perbedaanya ialah

11
bagaimana bertahan dalam situasi yang ada evolusi sebenarnya adalah prinsip biologis seleksi
(Whittington, 2001:16). Dalam bidang bisnis teori alam sebagaimana yang digagas oleh Charles
sistemik ini sendiri berpandangan bahwa kegiatan Darwin bahwa yang tidak mampu bertahan, maka
ekonomi tidak dapat dipisahkan dari hubungan akan tersingkir. Sedangkan kaitannya dengan
sosial seperti keluarga, negara atau agama. Faktor- pemikiran strategis, hal ini dijelaskan sebagai
faktor sosial mempengaruhi cara dan menentukan suatu kondisi yang memungkinkan pihak-pihak
strategi apa yang cocok untuk menghadapi dengan performa terbaik akan bertahan dan
keadaan. Hal ini sinkron dengan ucapan mengalir bersama arus kemajuan, sedangkan yang
Henderson yakni keselamatan bisnis dalam lemah akan berangsung-angsur keluar dari pasar.
lingkungan yang kompetitif bergantung pada Pendekatan Klasik berdasarkan pendapat
pembedaan strategi. (Henderson dalam Mintzberg (dalam Whittington 2001: 15)
Whittington, 2001 : 18). Jadi dalam kondisi yang menyatakan bahwa strategi berasal dari proses
sama aktor harus memiliki strategi yang berbeda pemikiran yang kuat dari dalam diri. Yang mana
oleh karena itu terciptanya kompetisi di pasar strategi dihasilkan dari decision making yang
menjadikan banyak aktor untuk bersaing hingga kemudian dapat diimplementasikan. Perumusan
pada akhirnya aktor yang kuat akan tetap bertahan strategi harus melalui analisis rasional yang
dan aktor yang lemah tersingkirkan. Selain itu kemudian menghasilkan rencana-rencana untuk
penganut teori sistemik beranggapan bahwa dalam penentuan tujuan jangka panjang (Whittington,
pendekatan sistemik, organisasi tidak hanya terdiri 2001:13). Pendekatan Proses yang mana menurut
dari individu tetapi kelompok-kelompok sosial teori proses suatu strategi itu dibuat, dan bukan
dengan kepentingan. Variabel teori sistemik adalah dipilih (Whittington, 2001:23). Pendekatan ini
bersaing dengan kelas dan profesi, bangsa dan menjelaskan bahwa strategi muncul dari
negara, keluarga dan gender. Teori ini menganut kekacauan keadaan. Selain itu, pendekatan proses
pemikiran strategi yang fleksibel dalam meraih menekankan pada sikap indivu untuk menerapkan
keuntungan karena keformalan seperti teori klasik strategi dalam organisasi sehingga strategi dapat
akan membuat stagnan dalam menanggapi evolusi diterapkan dalam kehidupan setiap harinya.
dunia. Sehingga pembuatan strategi tidak harus Pendekatan Sistemik, pendekatan ini memiliki
menunggu kehadiran manajer. perbedaan dengan tiga pendekatan yang lainnya.
Teori yang terakhir ialah evolutionary theory Menurut Shrivastava (1986 dalam Whittington,
atau teori evolusi yang muncul pada tahun 1990- 2001:30) hal ini dikarenakan pendekatan ini
an. Teori evolusi tudak bergantung kepada memasukkan unsur sosiologi di dalamnya.
keterampilan manajemen puncak dalam upaya Pendekatan ini dibuat atas dasar pertimbangan
perencanaan strategi dan atau untuk bertindak sosial seperti struktur masyarakat. Selain itu,
secara rasional. Pemikiran teori evolusi tidak struktur masyarakat yang ada dimungkinkan
terlalu bergantung pada pemikiran manajer, mengubah tujuan awal dari seseorang, yang
didasari suatu keyakinan bahwa pasar dengan kemudian berakibat pada penyesuaian kembali
sendirinya akan menentukan maksimalisasi laba, atau perubahan strategi yang telah disusun untuk
bukan akibat pemikiran manajer. Berbeda dengan mencapai tujuan. Apabila struktur sosial telah
teori klasik, dalam teori evolusi suatu persaingan tertanam diperlukan strategi yang efisien secara
tidak diatasi dengan perhitungan terpisah, akan sosiologis struktur sosial yang telah tertanam kuat
tetapi dengan suatu perjuangan secara terus sulit untuk diubah (Whittington, 2001:10).
menerus untuk mampu bertahan hidup (survive) di Sedangkan pendekatan evolusioner memberikan
kehidupan yang sesungguhnya. Esensi dari teori gambaran bahwa kemampuan untuk survive atau

12
tetap bertahan hidup merupakan kunci dalam Konsep strategi dalam teori ini sejalan
sebuah kompetisi, (Whittington, 2001:17). sebagaimana yang diungkapkan oleh Mintzberg
Keempat teori diatas memiliki titik temu yang pada (1994), bahwa strategi tidak dimaksudkan untuk
dasarnya menyatakan bahwa strategi itu menemukan apa yang mungkin terjadi di masa
bergantung pada kepemimpinan, pilihan yang mendatang tetapi untuk merencanakan dan
dibuat, jalur yang mungkin, dan adaptif terhadap mengarahkan tindakan yang dapat membuat
kondisi yang berubah. Hal ini telah diuraikan rute/jalur yang mungkin untuk masa depan yang
dalam teori strategi menurut Partidario (2012), diinginkan.
yang menyatakan bahwa strategi adalah sarana
yang dikehendaki yang bertujuan untuk mencapai 6. Determinasi Teori Sistem Pada Konsep
tujuan jangka panjang yang di dorong oleh sebuah Strategi dalam Perencanaan.
visi, yang menampung jalur dalam kondisi yang Merujuk pada teori strategi yang telah
berubah. diungkap sebelumnya, mengarahkan pada upaya
Berdasarkan teori strategi menurut Partidario memahami konsep berpikir dalam sistem. Teori
tersebut dapat disimpulkan bahwa strategi itu harus Kearifan, Russel Ackhoff (1989) telah menyatakan
memuat sesuatu yang akan diwujudkan pada waktu bahwa sistem bukanlah hasil penjumlahan dari
yang berjangka panjang. Sesuatu yang akan perilaku masing-masing bagian; sistem adalah
diwujudkan itu dinyatakan sebagai visi. Dalam produk interaksi dari masing-masing bagian. Teori
perjalanannya mewujudkan visi tersebut, strategi ini menerangkan bahwa dalam berpikir sistem
harus mampu menyediakan jalur-jalur yang bagian-bagian tidak dapat dilihat secara terpisah,
mungkin untuk sebuah kondisi yang berubah. Pada akan menjadi berarti ketika bagian-bagian tersebut
dasarnya strategi harus mampu mengarahkan telah berinteraksi. Kaitannya dengan konsep
sarana yang dikehendaki sehingga tetap fokus pada strategi bahwa sarana yang dikehendaki sebagai
visi yang dibangun ketika menghadapi kondisi keputusan strategis tidak diambil dari informasi-
yang berubah dalam perjalanan mewujudkan visi. informasi yang terpisah, namun informasi tersebut
Visualisasi konsep strategi tersebut diperlihatkan harus dibuat berinteraksi untuk menghasilkan
pada gambar dibawah ini : pengetahuan yang selanjunya melahirkan kearifan.
Kearifan itu menjadi keputusan yang penting
dalam konsep strategi.

Gambar 1. Visualisasi Konsep Strategi, Gambar 2. Teori Kearifan, Russel Ackhoff (1989)
Partidario (2012) Teori kearifan ini sejalan dengan apa yang
diungkapkan oleh Triarko Nurlambang, (2016)

13
tentang piramida dari data menuju keputusan. Data pengetahuan tentang industri baru atau kebutuhan
tidak dapat langsung menjadi keputusan, namun sosial dan teknis untuk hidup di kota. Setelah itu,
ada tahapan proses dari data menjadi informasi, mulai muncul sebuah gagasan dari Patrick Geddes
informasi menjadi pengetahuan, pengetahuan tentang analisa terperinci dari pola pemukiman dan
menjadi kearifan, dan kearifan menjadi keputusan. lingkungan ekonomi lokal yang merupakan awal
Data hanya berisikan signal-signal tentang dari lebih berkembangnya sebuah teori
kenyataan, belum dapat diketahui sesuatu. perencanaan. Teori perencanaan mengalami
Selanjutnya data akan mengungkap hubungan perkembangan pada 3 dimensi reformasi yaitu
setelah menjadi informasi. Selanjutnya informasi reformasi politik, sosial, dan lingkungan.
mula terorganisir sifatnya, terstruktur dan
bermanfaat. Informasi akan membentuk pola yang
selanjutnya melahirkan pengetahuan. Pengetahuan
sifatnya kontekstual dan dapat disintesis. KEPUTUSAN
Selanjutnya pengetahuan akan mengungkap Perubahan
Pergerakan
prinsip-prinsip masa lalu, tentang apa yang
terbaik. Tentang yang terbaik itu adalah kearifan
atau hikmah berupa pemahaman terpadu yang
dapat dilaksanakan. Pada akhirnya tindakan apa
yang dipilih untuk mewujudkan masa depan itulah
keputusan. Keputusan pada dasarnya merupakan
perubahan pergerakan. Gambaran piramida dari
data menuju keputusan diperlihatkan pada gambar
3.
Dalam konsep strategi yang sebelumnya
diuraikan, dinyatakan bahwa terdapat sarana yang
dikehendaki yang bertujuan untuk mencapai
tujuan jangka panjang yang di dorong oleh sebuah
visi. Implementasi dari penetapan sarana yang Gambar 3. Piramida Data Menjadi Keputusan,
dikehendaki itulah yang dijelaskan dalam teori- (2016).
teori perencanaan. Teori perencanaan mulai Pada hakikatnya, ilmu teori perencanaan
berkembang pesat setelah terjadinya revolusi berkaitan erat dengan perencanan kota. Namun
industri sebagai akibat adanya respon dalam perkembangannya perencanaan tidak
industrialisasi dan urbanisasi. Degradasi dikembangkan berdasarkan teori perencanaan,
lingkungan yang terjadi membuat pakar kota tetapi sebaliknya teori perencanaan berkembang
menginginkan suatu reformasi Hal ini merupakan sebagai kelanjutan dari pengalaman mengenai
sebuah perubahan yang sangat besar dalam usaha manusia mengatasi keadaan lingkungan
kehidupan kota. Revolusi industri sendiri telah kehidupannya. Oleh karena itu, ilmu ini sangat
menciptakan kota-kota industri baru yang diperlukan dalam merencanakan sebuah kota,
sebelumnya tidak ada yaitu terjadi perpindahan karena daam teori perencanaan membahas definisi,
penduduk dari daerah pertanian ke daerah industri. pemahaman konteks, praktek-praktek, dan proses-
Lalu kota itu sendiri menjadi kepentingan yang proses dalam perencanaan kota, dan bagaimana
sangat besar bagi buruh, karena penduduk yang pertumbuhannya dari asal-usul sejarah dan
pindah dari desa ke kota tidak memiliki kebudayaan masing-masing. Secara umum dari

14
berbagai defenisi menurut teori, perencanaan Teori Keberlanjutan menuntut pemikiran
adalah serangkaian proses penentuan tindakan terintegrasi di mana semua aspek kehidupan
masa depan yang disertai pertimbangan yang logis dipertimbangkan dalam hubungan satu sama lain.
dan kontinu untuk memanfaatkan sumber daya Dimana masyarakat dibantu untuk mengambil
yang ada semaksimal mungkin guna mencapai keputusan dan kekuasaan atas perubahan di
tujuan tertentu. Berdasarkan uraian tersebut dapat lingkungan mereka ini dapat bertindak sebagai
dipahami bahwa perencanaan merupakan bagian katalis untuk membantu menciptakan koneksi baru
dari implementasi konsep teori strategi. Hal ini di dalam masyarakat, melepaskan energi dan
menegaskan bahwa konsep strategi itu berada mengembangkan potensi, yang dapat mengubah
diatas perencanaan. Berarti memahami konsep kondisi ekonomi serta sosial. Pada akhirnya teori
strategi mengharuskan untuk memahami konsep keberlanjutan sebagai irisan kepentingan sosial,
perencanaan, namun memahami konsep ekonomi dan ekologi menjadi kurang dapat
perencanaan saja tidak memadai untuk memahami dipahami bila dikaitkan dengan pendekatan
konsep strategi yang lebih luas. Konsep strategi berpikir dalam sistem sebagaimana yang telah
tidak bisa hanya dipahami sebagai upaya untuk diuraikan sebelumnya dalam teori kearifan. Bahwa
fokus pada persoalan tertentu, seiring tanpa keberlanjutan itu bukan merupakan penjumlahan
menentukan bentuk yang jelas. dari bagian-bagian sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Namun interaksi dari bagian-bagian
7. Ruang Lingkup Keberlanjutan Dalam itu. Irisan bukanlah interaksi yang sesungguhnya
Konsep Strategi. namun hanya upaya menghubung-hubungkan
Konsep strategi juga berkaitan dengan teori melalui penanganan dampak jangka pendek pada
keberlanjutan. Hal ini dapat dipahami karena permasalahan yang dihadapi saat ini. Belum
dalam konsep strategi terdapat upaya mengarahkan menjadikan visi dimasa yang akan datang sebagai
tindakan yang dapat membuat rute/jalur yang fokus yang akan dicapai, kemudian merunut
mungkin untuk masa depan yang diinginkan. kekondisi saat ini dan melangkah perlahan-lahan
Menurut Gibson (2005), keberlanjutan pada dengan menetapkan jalur yang mungkin untuk
dasarnya sebuah konsep terpadu dan hasil irisan mewujudkan visi. Pada akhirnya keberlanjutan itu
antara kepentingan dan inisiatif ekologi, sosial dan harus diarahkan oleh konsep strategi. Dimana
ekonomi. sarana yang dipilih harus tetap mampu
mengarahkan pada rute atau jalur yang mungkin
untuk mewujudkan kondisi masa akan datang yang
diinginkan.
Keberlanjutan itu diwujudkan, mulai dengan
tujuan akhir di kepala, kemudian mundur dari titik
visi ke masa kini. Selanjutnya bergerak selangkah
demi selangkah menuju visi tadi. Konsep ini
menjelaskan bahwa betapapun kondisi berubah
selalu ada rute atau jalur kembali untuk
mewujudkan visi. Bukan hanya fokus pada upaya
mengurangi dampak atau pengaruh jangka pendek
dari pilihan sarana-sarana yang mungkin jadi telah
Gambar 4. Konsep Keberlanjutan Menurut
Gibson, (2005)

15
menyimpang dari rute atau jalur yang mungkin tindakan, sebagaimana yang disimpulkan
untuk mewujudkan visi. Friedman (1987) bahwa perencanaan adalah upaya
untuk menghubungkan pengetahuan ilmiah dan
teknis kepada tindakan-tindakan di domain publik.
Dalam melihat bentuk-bentuk perencanaan
sebagai upaya mewujudkan apa yang dipikirkan
dalam tindakan nyata (to link knowledge and
action) ini, beberapa teori berfokus pada bentuk
kegiatan, seperti pengambilan keputusan
(Conyers, 1984; Faludi dalam Almendinger 2002),
sedangkan sebagian teori lainnya berfokus pada
proses (Brooks, 2001; Healey, 1987; Forester,
1989).
Dalam perkembangannya teori perencanaan
diatas hanya fokus pada perkembangan prosesnya.
Pada era post-modern teori-teori perencanaan telah
mengadopsi pendekatan berpikir dalam sistem,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Teori
Gambar 5. Visualisasi Keberlanjutan Dalam
Kearifan, Russel Ackhoff (1989). Komponen
Kerangka Konsep Strategi
dalam perencanaan telah diberdayakan dalam
pengambilan keputusan. Namun teori-teori
8. Perubahan Filosofi Berpikir dalam Konsep
perencanaan tersebut belum mengakomodir
Perencanaan.
konsep strategi atau belum berada pada wilayah
Definisi perencanaan sebagai disiplin sangat
berpikir strategis. Hal ini dikarenakan
luas, mulai dari yang pragmatikal seperti
perkembangannya hanya pada proses melalui
perencanaan adalah apa yang perencana lakukan
pelibatan multipihak dalam perencanaan.
(Vicker dalam Alexander: 1992) sampai pada skala
Perencanaan masih dipandang pada bagaimana
yang luas. Meski bervariasi, terlihat bahwa fokus
mencari kajian dampak melalui upaya melihat ke
utama dari perencanaan adalah orientasi tentang
belakang (backwards looking), kemudian
masa depan dan cara-cara atau metode untuk
mengkaji dampak dari nilai yang sudah ada, dan
mencapainya. Walau perencanaan berorientasi ke
memperbaiki situasi. Sementara esensi dari pola
masa depan, perencanaan juga berorientasi pada
pikir untuk menciptakan konteks keberlanjutan
masa sekarang. Berorientasi pada masa depan,
pada perencanaan melalui upaya melihat kedepan
berarti melakukan pemikiran tentang kondisi masa
(forward looking), membuka peluang,
sekarang sebagai hasil dari masa lalu, dan melihat
mengeksplorasi nilai baru belum diwujudkan. Oleh
kemungkinan apa yang bisa dicapai pada masa
karena itu perencanaan hari ini tidak hanya
depan (Dempster, 1998). Karenanya, merencana
dikembangkan pada prosesnya namun juga pada
berarti melakukan pemikiran tentang kondisi
filosofi berpikirnya. Berpikir strategis akan
sekarang dan lalu melihat kemungkinan yang dapat
menambah rantai nilai pada perencanaan yang
dicapai pada masa depan, dan menyusun rangkaian
dilakukan. Berpikir strategis menuntut untuk
tindakan untuk mewujudkan apa yang dipikirkan.
berpikir kreatif dan ketidakstabilan, berpikir
Kenyataan ini memberikan pemahaman bahwa
kompeksitas, berpikir dalam sistem. Menciptakan
pada tataran general dan abstrak, perencanaan
konteks untuk pembangunan berkelanjutan yang
adalah menyusun apa yang kita pikirkan ke dalam
16
bertujuan pada pengintegrasian isu-isu sosial dan berpikir dampak pada evaluasi program.
lingkungan dalam penyusunan strategi dan Kebanyakan istilah yang digunakan dalam
membantu perumusan jalan/jalur menuju AMDAL yaitu dampak, baseline, dan mitigasi
keberlanjutan, bukan sekedar melihat pengaruh yang kesemuanya terkait untuk proyek berpikir
kebijakan, rencana dan program (Partidário, 2007). pada dimensi fisik serta pendekatan deskriptif yang
biasa dalam AMDAL. Berpikir strategis
9. Kerangka Kerja KLHS. melibatkan nilai, tidak terstruktur secara fisik,
Kerangka kerja KLHS dengan pendekatan namun lebih fokus pada kolaborasi berdasarkan
strategic thingking dipercaya menjadi pilihan dialog dan pemikiran jangka panjang. Oleh Karena
untuk memfasilitasi model perencanaan yang lebih itu terminologi yang digunakan pada KLHS harus
strategis dan sistemik (Vicente dan Partidario, menggambarkan perbedaan dengan AMDAL.
2006). Dalam model berpikir strategis KLHS Adapun istilah baru yang digunakan pada KLHS
dimaksudkan untuk membantu memahami konteks berpikir strategis adalah sebagai berikut :
pembangunan, mengindetifikasi dengan tepat,
Terminologi Model Strategis Mengapa
mengetahui akar masalah, membantu menemukan Tradisional Dalam KLHS digunakan
opsi yang layak untuk lingkungan dan AMDAL peristilahan
pembangunan berkelanjutan dalam rangka tersebut
Pelingkupan Faktor Penting Memastikan diskusi
mencapai strategi objektif. Mekanisme Pengambilan pengambilan
dilaksanakan melalui berpikir dalam sistem, proses Keputusan keputusan fokus
pengambilan kebijakan, berbagi pengetahuan, pada permasalahan
tidak melebar pada
jaringan antara stakeholder, dialog, kerjasama
persoalan
antar-sektoral dan pemerintah. Latar belakang lingkungan yang
scientific tidak akan dikembangkan dalam proses luas.
ini, namun prinsip-prinsip utama scientific menjadi Fase Jendela Keputusan Kunci yang penting
Perencanaan saat KLHS
model dalam pendekatan ini, yaitu : memberikan hasil
yang lebih baik
• Aksi strategis yang dihasilkan merupakan hasil bukan hanya
dari siklus pengambilan keputusan, sangat bersifat normatif.
terkait dengan formulasi kebijakan dan Baseline Konteks dan Melakukan analisis
Kecenderungannya yang sifatnya lebih
dikembangkan dalam konteks proses dinamis bukan
perencanaan serta pengembangan program. hanya mengetahui
• Strategis adalah karakteristik dari keyakinan kondisi saat ini.
akan ketidakpastian dan model aksi sebagai Alternatif Opsi Strategis Opsi jalur strategis
untuk memenuhi
fungsi dari munculnya kejadian tak terduga objektifitas bukan
pada jalur yang dipilih. hanya pilihan
• Kompleksitas dari sistem alam dan sosial operasional
Dampak Peluang dan Penilaian yang
menuntut untuk memperhatikan kedua Resiko lebih dinamis dan
prespektif sistem tersebut dan mengakui bahwa berupa pilihan yang
perilaku sistem tidak bias diketahui hanya lebih baik dari pada
hanya
dengan mengetahui unsur-unsur yang mempertimbangkan
membangun sistem. efek dari
terbatasnya pilihan.
Sebuah peristilahan baru adalah penting untuk
mengubah prespektif dari berpikir strategis dengan

17
Mitigasi Pedoman Mengasumsikan pelaksanaan KLHS. Hubungan antara
(perencanaan, perubahan dan kelembagaan dapat berlangsung secara formal
manajemen) peningkatan dimasa
yang akan datang
dan nonformal. Untuk hubungan yang sifatnya
bukan hanya formal diharapkan dapat meningkatkan
mengurangi responsibilitas, kapasitas keputusan, tata aturan
bahaya. yang digunakan dalam pengambilan keputusan,
termasuk juga kerangka hukum dan peraturan.
KLHS bukan hanya tentang studi teknis. Analisis kelembagaan juga diperlukan untuk
Namun KLHS juga tentang bagaimana mengatur mencegah terjadinya tumpang tindih tanggung
platform untuk dialog antar stakeholder dan proses jawab, kesenjangan, dan posisi yang tidak tepat
fasilitasi dalam pengambilan keputusan. Terdapat serta memberdayakan inisiasi yang sifatnya
setidaknya empat komponen yang berkontribusi sukarela.
dalam model KLHS strategic thingking : • Komponen Komunikasi dan Pelibatan
• Komponen Teknis. Meliputi pengetahuan para Multipihak. Komunikasi penting dilakukan
pakar atau ahli dan studi khusus untuk untuk mengetahui sumber informasi yang tepat,
mengurangi ketidakpastian dan meningkatkan jaringan dan pelibatan publik. Hal ini akan
pengetahuan tentang hal-hal perioritas dan isu memungkinkan terjadinya pertukaran
strategis. Menentukan perioritas, analisis trend, pengetahuan, berbagi prespektif, merumuskan
penilaian, pedoman tindak lanjut yang akan pendapat, dan mengintegrasikan visi dengan
dilaksanakan bersama, termasuk pilihan membangun partisipasi dalam proses
stakeholder yang akan dilibatkan dalam tim, pengambilan keputusan penting.
sumber informasi yang tersedia, teknis dan
metode yang digunakan. Komponen teknis juga
harus menyediakan metode komunikasi yang
KESIMPULAN
dipilih untuk menggerakkan berbagai
stakeholder pada saat mengambil keputusan Perkembangan teori perencanaan telah
penting dalam proses perencanaan. mengarah dari alur instrumental rasionalitas ke
alur komunikatif rasionalitas, yaitu suatu
• Komponen Proses. Sangat vital dalam pemahaman bahwa perencanaan perlu melibatkan
membangun dialog antara KLHS dengan proses
berbagai aspek yang terlibat di dalam perencanaan,
pengambilan keputusan sebagai suatu siklus.
KLHS harus dipastikan lebih fleksibel dan termasuk di dalamnya adalah masyarakat sebagai
mampu beradaptasi pada banyak kasus. bagian penting dalam proses perencanaan. Teori
Hubungan antara proses KLHS dan proses perencanaan sebagai suatu perspektif, ternyata
perencanaan serta proses penyusunan program telah mengantarkan perlunya pelibatan masyarakat
dipastikan melalui jendela keputusan, tata dalam perencananaan melalui berbagai bentuk
aturan pemerintahan yang diadopsi untuk konsep baik teoritis maupun praktek, seperti
mengintegrasikan proses yang ada. partisipatif dan colaboratif.
• Komponen Kelembagaan. Komponen ini Namun perkembangan teori perencanaan
penting untuk memahami peran kelembagaan tersebut hanya pada prosesnya tidak mengubah
dalam pengambilan keputusan. Hal ini terkait keseluruhan pada filosofinya. Perencanaan masih
dengan analisis hubungan kelembagaan dan dipandang pada bagaimana mencari kajian dampak
perubahannya, sesuai dengan kebutuhan atau melalui upaya melihat ke belakang (backwards
akibat dari dinamika kebijakan dan looking), kemudian mengkaji dampak dari nilai
meningkatkan kapasitas kebijakan yang yang sudah ada, dan memperbaiki situasi.
dihasilkan sebagai ukuran keberhasilan Sementara esensi dari pola pikir untuk
18
menciptakan konteks keberlanjutan pada bar/article/view/327. Diunduh pada
perencanaan melalui upaya melihat kedepan tanggal 8 September 2013
(forward looking), membuka peluang,
Allmendinger, Philip, 2002, Toward Post-
mengeksplorasi nilai baru belum diwujudkan.
Positivist Typology of Planning Theory,
Berpikir strategis akan menambah rantai nilai
SAGE Publication, 1 (1). 77-99.
pada perencanaan yang dilakukan. Berpikir
strategis menuntut untuk berpikir kreatif dan Alexander, Ernest (1996), After Rationality:
ketidakstabilan, berpikir kompleksitas, berpikir Towards a Contingency Theory of
dalam sistem. Menciptakan konteks untuk Planning, dalam Mandelbaum et.al.eds,
pembangunan berkelanjutan yang bertujuan pada (1996), Explorations in Planning Theory,
pengintegrasian isu-isu sosial, ekonomi dan Rutgers, The State University of New
lingkungan dalam penyusunan strategi dan Jersey, New Jersey.
membantu perumusan jalan/jalur menuju
keberlanjutan, bukan sekedar melihat pengaruh Burkholder, S. H., Chupp, M., & Star, P.(2003).
kebijakan, rencana dan program. Principles of spasial planning for
Oleh karena itu perencanaan harus melibatkan community development. Cleve and:
pendekatan berpikir strategis. Pendekatan yang Maxine Goodman Levin College of Urban
tidak hanya dimaksudkan untuk menemukan apa Affairs.
yang mungkin terjadi di masa mendatang tetapi Conyers, D., 1984. “Perencanaan Sosial di Dunia
untuk merencanakan dan mengarahkan tindakan Ketiga, Suatu Pengantar” (Susetiawan,
yang dapat membuat rute/jalur yang mungkin Trans.). Yogyakarta: Gajah Mada
untuk masa depan yang diinginkan. Kerangka kerja University Press.
KLHS dengan pendekatan strategic thingking
dipercaya menjadi pilihan untuk memfasilitasi Conyers, D., & Hills, P., 1984. An introductionto
model perencanaan yang lebih strategis dan development planning in the Third Wolrd.
sistemik di era-modern. New York: John Wiley & Sons Ltd.
Day, C., & Parnell, R., 2003. Consensus Design:
Socially inclusive process. Oxford:
DAFTAR PUSTAKA Architectural Press.

Abbott, J.,1996. Sharing the city: community Djoeffan, S., 2002. “Strategi Partisipasi
participation in urban management Masyarakat dalam Perencanaan
(1sted.). London: Earthscan Publication Pembangunan di Indonesia”. MIMBAR,
Ltd. Jurnal Sosial dan Pembangunan, 18,
mar.http://ejournal.unisba.ac.id/index.php
Akadun., 2011. “Revitalisasi Forum Musrenbang /mimbar/article/view/63>. Diunduh pada
sebagai Wahana Parttisipasi Masyarakat tanggal 18 Januari 2014.
dalam Perencanaan Pembangunan”,
MIMBAR, Jurnal Sosial dan Ernawi, I. S., 2010. Morphology – Transformasi
Pembangunan, Vol. XXVII,No.2 dalam Ruang Perkotaan yang
(Desember 2011): hal. 183-191 Berkelanjutan. Paper presented at the
‘Terakreditasi’ SK Dikti No. Seminar Nasional “Morfologi –
64a/DIKTI/Kep/ 2010. Transformasi Dalam Ruang Perkotaan
http://ejournal.unisba.ac.id/index.php/mim Yang Berkelanjutan”.

19
Forester, John, 1989, Planning in The Face of Partidário, M.R. and Arts, J., 2005. Exploring the
Power, University of California Press concept of strategic environmental
California. assessment follow-up. Impact Assessment
and Project Appraisal, 23(3), pp.246-257.
Friedman John, 2003, Why Do Planning Theory?,
Planning Theory vol. 2(1): 7-10, Sage Saraswati, 2006. “Kearifan Budaya Lokal Dalam
Publications, London. Prespektif Teori Perencanaan”, Jurnal
PWK Unisba.
Friedman, John, 1987, Planning in The Public
Domain, Princeton University Press, Soerjodibroto, G., 2007. Upaya menuju tata ruang
Okford. yang efektiv: masalah dan tantangan.
Paper presented at the Seminar Tata Ruang
Healey, P., 2006. Collaborative Planning: Shaping
UNDIP Semarang.
Places in Fragmented Societies. New
York: Palgrave Macmillan. Sufianti, E., dkk, 2012. “Proses Kolaboratif dalam
Perencanaan Berbasis Komunikasi Pada
Hanzhang, Tao. 1998. “General Tao Hanzhang’s
Masyarakat Non Kolaboratif”. Mimbar.
Commentary on the Art of War, dalam Sun
Volume 29, Nomor 2, Desember 2013, hal.
Tzu, the Art of War. Hertfordshire:
133-144.
Wordworth Classic of World Literature,
pp. 63-130. Saragih, T.M, 2011. ”Konsep Partisipasi
Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan
Lincoln, Y. S. & Guba, E. G., 2000. “Paradigmatic
Daerah Rencana Detail Tata Ruang Dan
controversies, contradictions, and
emerging confluences”. In N. K. Denzin & Kawasan”. Jurnal Sasi. Volume 17, Nomor
Y. S. Lincoln (Eds.), Handbook of 3, Juli-September 2011, 11-20.
qualitative research (2nd ed., pp. 163-188). Sofyan, A., 2007. Mengkritisi Perencanaan
London: Sage Publications. Pembangunan, Online:
(https://khazanaharham.
Partidário, M., 2012. Strategic Environmental
wordpress.com/2007/09/04/menkritisi-
Assessment Better Practice Guide-
perencanaan-pembangunan), diakses 27
methodological guidance for strategic
Juli 2017.
thinking in SEA. Lisboa, Portugal:
Portuguese Environment Agency and Soetomo, Strategi-strategi Pembangunan
Redes Energéticas Nacionais SA. Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006.
Partidário, M.R., 2003. STRATEGIC
ENVIRONMENTAL ASSESSMENT Tzu, Sun, 1998. the Art of War. Hertfordshire:
(SEA) current practices, future demands Wordworth Classic of World Literature,
and capacity-building needs. International pp. 10- 53
Association for Impact Assessment IAIA
Tzu, Sun and John Minford, 2002. “the Art of
Training Courses.
War”, New England Review, Vol. 23, No.
Partidário, M.R., 2007. Scales and associated 3, pp. 5-28.
data—What is enough for SEA needs?.
Van Creveld, Martin. 2000. “Chinese Military
Environmental Impact Assessment
Thought”, dalam the Art of War: War and
Review, 27(5), pp.460-478.

20
Military Thought. New York: Harper
Collins Books, pp.22-41.
Wee, Chow-Hou. 2006. Sun Tzu Art of War.
Jakarta: BIP.
Whittington, Richard. 2001. “Theories of
Strategy”, dalam What is Strategy –and
does it matter?, London: Thompson, pp. 9-
40.

21

Você também pode gostar