Você está na página 1de 9

GUDANG NYA ILMU KESEHATAN

BERBAGI ILMU, SEMOGA BERMANFAAT UNTUK KITA SEMUA

google adsense

Monday, August 7, 2017

Aspek Etik dan Legal Dalam Keperawatan Bencana

A. Aspek Etik dan Legal Dalam Keperawatan Bencana

The American Medical Association telah menciptakan aturan baru yang kuat menangani tugas dokter
untuk merawat pasien sejak peristiwa 11 September 2001, namun profesi lainnya belum mengikuti.
Sampai saat ini, penyedia layanan kesehatan akan terus dihadapkan pada pembuatan keputusan etis
menantang dengan sedikit arah (Grimaldi, 2007).

Berikut ini adalah dari kebijakan yang diadopsi oleh American Medical Association pada tahun 2004:
Bencana nasional, regional, dan tanggapan lokal untuk epidemi, serangan teroris dan bencana lainnya
memerlukan keterlibatan yang luas dari dokter. Karena komitmen mereka untuk merawat orang sakit
dan terluka, dokter individu memiliki kewajiban untuk memberikan perawatan medis darurat selama
bencana. kewajiban etis ini berlaku bahkan dalam menghadapi risiko lebih besar dari biasanya untuk
mengutamakan keselamatan, kesehatan, atau kehidupan mereka. Tenaga kerja dokter, bagaimanapun
bukan merupakan sumber daya terbatas, karena itu, ketika berpartisipasi dalam respon bencana, dokter
harus menyeimbangkan manfaat langsung kepada pasien individu dengan kemampuan untuk merawat
pasien di masa depan.

Pernyataan terkait pemberian pelayanan keperawatan: Perawat mempromosikan, menganjurkan dan


berusaha untuk melindungi kesehatan, keselamatan, dan hak-hak pasien". Dipihak lain perawat
berkewajiban menjaga dirinya sendiri. "Perawat berutang tugas yang sama untuk dirinya sebelum
merawat orang lain, termasuk tanggung jawab untuk menjaga integritas dan keselamatan, untuk
mempertahankan kompetensi dan untuk melanjutkan pertumbuhan pribadi dan profesional. Perlu
penyamaan persepsi lebih lanjut terkait pernyataan yang sedikit berlawanan di atas yang menyatakan
bahwa perawat memiliki kewajiban untuk memberikan perawatan bagi pasien dan pernyataan bahwa
perawat diwajibkan untuk menjaga keselamatan diri.

Wynia mendaftar tantangan utama etika yang dihadapi penyedia layanan kesehatan dalam keadaan
darurat kesehatan masyarakat yaitu penjatahan, pembatasan, dan tanggung jawab. Penjatahan
merupakan penawaran khusus dengan alokasi sumber daya. Triage dapat menimbulkan dilema etika
karena mungkin ada sumber daya yang terbatas dalam kaitannya dengan sejumlah besar orang yang
membutuhkan pengobatan. Beberapa mungkin mempertanyakan apakah triase itu etis.
Pembatasan dapat membatasi kebebasan dan kemerdekaan di kedua pasien dan pekerja kesehatan.
Tantangan ketiga adalah tanggung jawab etis. Ini mungkin merupakan tantangan terbesar karena sulit
untuk memprediksi apa yang akan dilakukan selama masa crisis. Seperti yang dinyatakan sebelumnya,
kode etik untuk sebagian besar profesi kesehatan hanya menyarankan bahwa penyedia layanan
melaksanakan kewajiban kepada pasien mereka, sementara pada saat yang sama mereka ambigu
dengan menyatakan bahwa ada juga ada kewajiban untuk mengurus diri sendiri (Grimaldi, 2007).

Menurut ANA, Etik dalam Keperawatan Bencana adalah:

Perawat, dalam semua hubungan profesional, praktek dengan kasih sayang dan rasa hormat terhadap
martabat yang melekat, nilai, dan keunikan setiap individu, dibatasi oleh pertimbangan status sosial atau
ekonomi, atribut pribadi, atau sifat masalah kesehatan

2. perawat komitmen utama adalah untuk pasien, baik individu, keluarga, kelompok , atau masyarakat

3. perawat mempromosikan, menganjurkan, dan berusaha untuk melindungi kesehatan, keselamatan,


dan hak pasien

4. perawat bertanggung jawab dan akuntabel untuk praktek keperawatan individu dan menentukan
delegasi yang sesuai tugas sesuai dengan kewajiban perawat untuk memberikan perawatan pasien yang
optimal.

5. perawat bertanggung jawab untuk dirinya dan untuk lainnya, termasuk tanggung jawab untuk
menjaga integritas dan keamanan, untuk menjaga kompetensi, dan melanjutkan pertumbuhan pribadi
dan profesional.

6. perawat berpartisipasi dalam membangun, memelihara, dan meningkatkan lingkungan perawatan


kesehatan dan kondisi kerja yang kondusif bagi penyediaan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
konsisten dengan nilai-nilai profesi melalui aksi individu dan kolektif

7. perawat berpartisipasi dalam kemajuan profesi melalui kontribusi untuk berlatih, pendidikan,
administrasi, dan pengembangan pengetahuan

8. perawat bekerja sama dengan profesional kesehatan lainnya dan masyarakat dalam
mempromosikan masyarakat, nasional, dan upaya internasional hanya untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan

9. profesi keperawatan, yang diwakili oleh asosiasi dan anggotanya, bertanggung jawab untuk
mengartikulasikan nilai keperawatan, untuk menjaga integritas profesi dan praktek, dan untuk
membentuk kebijakan social

B. Analisis Risiko Bencana dan Disaster Plan (Rumah Sakit/Regional)


1. Analisis Resiko

Resiko adalah segala kemungkinan yang diperkirakan dapat terjadi pada seseorang atau masyarakat di
suatu tempat. Semua orang atau masyarakat dimanapun berada, selalu mempunyai resiko terjadi
bencana (besar ataupun kecil). Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat
(UU No. 24 tahun 2007).

Analisis risiko merupakan suatu metodologi untuk menentukan proses dan keadaan risiko melalui
analisis potensi bahaya (hazards) dan evaluasi kondisi kini dari kerentanan yang dapat berpotensi
membahayakan orang, harta, kehidupan, dan lingkungan tempat tinggal. (ISDR – Living with Risk, 2004
dalam Muntohar 2012)

Hazard (ancaman) adalah suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia, yang berpotensi
menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia. Bahaya berpotensi menimbulkan
bencana, tetapi tidak semua bahaya selalu menjadi bencana. Kerentanan (vulnerability) adalah
sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang
berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Kemampuan
(capability) adalah kekuatan dan potensi yang dimiliki oleh perorangan, keluarga dan masyarakat yang
membuat mereka mampu mencegah, mengurangi, siap-siaga, menanggapi dengan cepat atau segera
pulih dari suatu kedaruratan dan bencana.

Kajian risiko bencana dapat dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut:

Risiko Bencana =

Penting untuk dicatat bahwa pendekatan ini tidak dapat disamakan dengan rumus matematika.
Pendekatan ini digunakan untuk memperlihatkan hubungan antara ancaman, kerentanan dan kapasitas
yang membangun perspektif tingkat risiko bencana suatu kawasan. Berdasarkan pendekatan tersebut,
terlihat bahwa tingkat risiko bencana amat bergantung pada:

a. Tingkat ancaman kawasan

b. Tngkat kerentanan kawasan yang terancam

c. Tingkat kapasitas kawasan yang terancam

Upaya pengkajian risiko bencana pada dasarnya adalah menentukan besaran 3 komponen risiko tersebut
dan menyajikannya dalam bentuk spasial maupun non spasial agar mudah dimengerti. Pengkajian risiko
bencana digunakan sebagai landasan penyelenggaraan penanggulangan bencana disuatu kawasan.
Penyelenggaraan ini dimaksudkan untuk mengurangi risiko bencana.

Upaya pengurangan risiko bencana berupa :


a. Memperkecil ancaman kawasan;

b. Mengurangi kerentanan kawasan yang terancam;

c. Meningkatkan kapasitas kawasan yang terancam.

Pengkajian risiko bencana memiliki ciri khas yang menjadi prinsip pengkajian. Oleh karenanya pengkajian
dilaksanakan berdasarkan:

a. Data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada;

b. Integrasi analisis probabilitas kejadian ancaman dari para ahli dengan kearifan lokal masyarakat

c. Kemampuan untuk menghitung potensi jumlah jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan
lingkungan

d. Kemampuan untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan risiko bencana4

Fungsi pengkajian risiko bencana antara lain, paada tatanan pemerintah, hasil dari pengkajian risiko
bencana digunakan sebagai dasar untuk menyusun kebijakan penanggulangan bencana. Kebijakan ini
nantinya merupakan dasar bagi penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana yang merupakan
mekanisme untuk mengarusutamakan penanggulangan bencana dalam rencana pembangunan.

Pada tatanan mitra pemerintah, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai dasar untuk
melakukan aksi pendampingan maupun intervensi teknis langsung ke komunitas terpapar untuk
mengurangi risiko bencana. Pendampingan dan intervensi para mitra harus dilaksanakan dengan
berkoordinasi dan tersinkronasi terlebih dahulu dengan program pemerintah dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.

Pada tatanan masyarakat umum, hasil dari pengkajian risiko bencana digunakan sebagai salah satu dasar
untuk menyusun aksi praktis dalam rangka kesiapsiagaan, seperti menyusun rencana dan jalur evakuasi,
pengambilan keputusan daerah tempat tinggal dan sebagainya.

Muntohar juga menjelaskan kerangka dalam analisis resiko seperti pada skema di bawah ini:

Penilaian Risiko Bencana


Disaster Risk Reduction Plan

Development:

- Hazard prevention measure

- Hazard mitigation measure

- Survivability enhancement measures for highrisk groups capacity building

- Capacity development for community groups

- Implementing development interventions

Disaster Preparedness

- Contingency plan

- Early warning system

- Response structure capacity building

- Building contingency funds


2. Disaster Plan

Dua tipe utama dari disaster planning yaitu disaster plan yang menggunakan pendekatan agent-spesific
approach dan all-hazards approach. Komunitas yang menggunakan pendekatan agent-spesific
memusatkan aktivitas kesiapsiagaan mereka pada ancaman yang hampir bisa dipastikan terjadi berdasar
lokasi geografis mereka. Disaster plan dengan menggunakan pendekatan all-hazard merupakan suatu
model konseptual untuk kesiapsiagaan bencana yang menyertakan komponen manajemen bencana yang
konsisten pada semua jenis peristiwa bencana untuk memaksimalkan sumber daya, pembelanjaan, dan
usaha perencanaan. Hal tersebut telah diamat, bahwa di samping perbedaan mereka, banyak bencana
yang memilki persamaan dikarenakan tantangan tertentu dan tugas serupa yang terjadi berulang-kali
dan dapat diprediksi (Venema, 2007).

a. Hospital Disaster Plan (HDP)

Banyaknya korban yang membanjiri rumah sakit saat terjadi bencana harus dapat diantisipasi oleh pihak
Rumah Sakit, sehingga Rumah Sakit sebagai tempat rujukan bagi korban bencana harus mampu menjadi
tempat yang aman dan layak untuk para pasien. Untuk meminimalkan resiko bencana dan mensiasati hal
tersebut, institusi kesehatan khususnya Rumah Sakit harus mempunyai perencanaan dan prosedur untuk
penanganan bencana, sehingga dapat menangani korban dalam jumlah yang sangat banyak dalam situasi
bencana bahkan dapat mengidentifikasi potensial terjadinya bencana di lingkungan Rumah Sakit. Rumah
sakit (RS) dalam hal ini memegang peranan utama dalam kesiapan menangani korban bencana.
Sayangnya hampir seluruh RS di Indonesia belum sepenuhnya dapat menangani korban bencana dengan
cepat dan tepat. Hal itu terjadi karena fungsi, struktur, medical support, dan management support
kolaps. Di samping itu, masing-masing rumah sakit memiliki cara penanganan korban yang beragam
sehingga belum memiliki keseragaman dalam penanganan maupun kesiapannya. Rencana tersebut
umumnya disebut sebagai Rencana Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit, atau Hospital Disaster Plan
(HDP).

Dalam setiap bencana akan selalu terjadi kekacauan (chaos). Dengan adanya HDP yang baik maka
kekacauan yang memang selalu terjadi akan dapat diusahakan waktunya sesingkat mungkin, sehingga
mortalitas dan morbiditas dapat ditekan seminimal mungkin. Hal yang sering muncul di Rumah Sakit
pada waktu terjadi bencana adalah:

1) Penderita yang begitu banyak diperlukan persiapan yang lebih intensif dan menyeluruh. Tetapi
biasanya karena terlalu banyak maka persiapan yang dilakukan adalah sangat sederhana karena tidak
mencukupi (Organization for a Mass admission of Patients – OMP).
2) Kebutuhan yang melampaui kapasitas RS, dimana hal ini akan diperparah bila terjadi kekurangan
logistikdan SDM, atau terjadi kerusakan infra struktur dalam RS itu sendiri. Kedua hal tersebut diatas
wajib diperhitungkan baik untuk bencana yang terjadi diluar maupun didalam RS sendiri.

Penyusunan HDP diawali dengan mengenal keadaan dari daerah nya sendiri. Berdasarkan dari ancaman
yang ada di daerah tersebut dan membuat gambaran dari ancaman tersebut. Selain itu, pengalaman
yang sudah ada saat terjadi bencana atau pun berdasarkan bencana yang terjadi pada daerah lainnya,
ketersediaan sumber daya yang ada seperti SDM serta mengingat kebijakan lokal maupun nasional.

Untuk memberikan hasil yang maksimal serta adanya komitmen dan konsistensi dari manajemen RS
maka perlu dibentuk tim penyusun HDP ini penting karena mengingat penanggulangan bencana
termasuk penyusunan HDP merupakan proses yang terus menerus, sehingga perlu dipertahankan kinerja
tim. Tim penyusun HDP adalah merupakan gabungan dari unsur pimpinan, minimal kepala bidang/
instalasi,unsur pelayanan gawat darurat (kepala UGD), unsur rumah tangga, unsur paramedis,dan unsur
lainnya yang dipandang perlu.

Sebelum tim penyusun terbentuk, akan lebih baik jika dibentuk komite gawat darurat dan bencana.
Disebut gawat darurat dan bencana, karena keduanya adalah satu kesatuan yang memiliki keterkaitan
yang tinggi dan memerlukan manajemen bersama.

b. Regional Disaster Plan (RDP)

Manajemen bencana dari sudut pandang kesehatan dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang kompleks
yang harus dipelajari untuk memberikan input sebagai dasar ilmiah untuk membuat keputusan. Tujuan
riset operasional ini adalah untuk mempelajari bencana yang terjadi di Aceh, Nias, dan Yogyakarta-Jawa
Tengah dalam perspektif manajemen bencana di sektor kesehatan. Pembelajaran ini akan dipergunakan
sebagai dasar ilmiah untuk membuat keputusan. Penanggulangan Bencana (PB) sebaiknya bertumpu
pada kemampuan lokal (local resiliencies), oleh karena pada saat awal terjadinya bencana hanya
kemampuan lokal inilah yang selalu ada. Pertolongan dari luar umumya baru bisa tiba setelah 1 – 2 hari,
bahkan dalam keadaan ekstrem, bisa sampai satu minggu. Sesuai dengan sistim pemerintahan di
Indonesia saat ini, maka yang dimaksud dengan lokal adalah wilayah kabupaten yang merupakan unit
terdepan dalam sistim otonomi daerah. Pada penanggulangan bencana, sektor kesehatan hanya
merupakan satu diantara sektor-sektor lain yang harus ditangani. Namun demikian sektor ini merupakan
sektor yang vital karena menyangkut langsung hidup dan kehidupan manusia.

Prosedur Penanggulangan Bencana (disaster plan) adalah serangkaian prosedur yang sudah disiapkan
sebelumnya, untuk dilakukan bila terjadi bencana. Suatu disaster plan akan dapat dijalankan hanya bila
sesuai dengan kapasitas dan kompetensi, dilatihkan, di evaluasi, dan diperbaiki secara periodik. Disaster
plan regional merupakan gabungan dari disaster plan dari berbagai sektor/pembentukan tim-tim di
suatu wilayah melalui suatu pelatihan agar mampu menyusun disaster plan yang kemudian dapat
diterapkan. Oleh karena itu, disaster plan di sektor kesehatan harus merupakan bagian integral dari
suatu disaster plan regional.
Metode yang digunakan adalah model Workshop dan In House Training. Dalam workshop dilakukan
table top exercise sebagai suatu cara pembelajaran. Dalam table top exercise yang disiapkan secara
sistematik dan berdasar peristiwa serta kondisi nyata suatu bencana. Para peserta diminta menghadirkan
pengalaman atau pengetahuannya untuk dibahas dimeja workshop. Pembahasan diharapkan dapat
menjawab pertanyaan-pertanyaan melalui proses yang kemudian dihayati oleh peserta dan dapat
diterapkan di wilayah masing-masing. In house training dilakukan langsung ke daerahnya masing-masing,
agar peserta dapat langsung melihat kondisi daerahnya. Selain itu peserta juga memahami dalam
mengenal bahaya dan ancaman apa yang ada di daerahnya masing-masing. Sehingga disaster plan yang
akan disusun sesuai dengan keadaan daerahnya.

Proses penyusunan RDP ini bisa dilakukan ketika workshop, peserta pelatihan pada workshop adalah tim
yang terdiri dari 4-6 personil yang sudah atau akan menjadi bagian dari pelaksana penanggulangan
bencana di wilayahnya. Diharapkan masing-masing peserta akan mempelajari satu materi yang akan
membantu tim di daerahnya nanti. Dalam disaster plan yang disusun, materi difokuskan untuk tahap
preparedness, response, dan recovery. Materi dibagi 4 kelompok utama, yaitu: kontrol dan koordinasi
(sistem komando), operasional, logistik serta perencanaan dan keuangan.

Pelaksanaan pelatihan diawali dengan pengenalan mengenai regional disaster plan dan selanjutnya
diikuti bergantian penjelasan mengenai sistem komando, operasional serta perencanaan dan keuangan.
Selanjutnya peserta akan dibagi 4 kelompok untuk mengikuti table top exercise masing-masing
kelompok. Kemudian anggota kelompok menyusun disaster plan untuk kelompoknya berdasarkan hasil
diskusi sebelumnya dan masing-masing tim merangkum disaster plan dari 4 kelompok materi. Kemudian
hasil yang ada di presentasikan karena itu akan menjadi draft bagi peserta saat peserta kembali ke
daerahnya masing-masing untuk menyiapkan secara keseluruhan dokumen regional disaster plan.

Para tim yang sudah ada akan membentuk tim penyusun rencana penanggulangan daerah (RDP) dengan
didahului oleh SK dari kepala dinas. Tujuannya pembentukan tim adalah penyusunan dokumen ini akan
secara berkala dilakukan dan selalu akan di uji coba dengan simulasi dan direvisi, sehingga penting sekali
pembentukan tim dilakukan. Pembentukan tim dilakukan dengan pembuatan struktur organisasi serta
membuat tugas tiap masing-masing pelaksana.

Setelah pembuatan dokumen, maka akan diuji coba dengan table top dan kemudian simulasi. Hasil yang
tidak tercapai akan kelihatan pada saat table top dan simulasi. Setelahnya akan dilakukan revisi
kegagalan dari hasil simulasi.

Daftar Pustaka

BNPB. 2012. Peraturan Kepala BNPB No. 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana, diunduh dari www.bnpb.go.id/upload/pubs/1.pdf
Effendi & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori Dan Praktik Dalam Keperawatan.
Jakarta: Selemba Medika.

Hospital Disaster Plan & Regional Disaster Plan, diunduh dari http://www.pusdiklat-
aparaturkes.net/index dan www.bencana-kesehatan.net

Japanese Red Cross Society & PMI. (2009). Keperawatan Bencana. Banda Aceh: Forum Keperawatan
Bencana

Pan America Health Organization. (2006). Bencana alam: perlindungan kesehatan masyarakat. Jakarta:
EGC

Pan America Health Organization (2001). Establishing a mass casualty management system. Washington:
PAHO

Seni, W. (2011). Siklus manajemen bencana. Diakses pada tanggal 18 November 2013 pukul 22.35 WIB
dari

Sukandarrumidi. (2010). Bencana Alam dan Bencana Anthropogene. Yogyakarta: Kanisius

Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007-PNPB. Diakses dari


http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana

Veenema, T.G. (2007 ). Disaster nursing and emergency preparedness for chemical, biological, and
radiological terorisme and other hazard ( 2 nd ed ). New York : Springer Publishing Company.

Zailani. 2009. Keperawatan Bencana. Banda Aceh: Forum Keperawatan Bencana

(http://bakauhijau.wordpress.com/author/wildansenist/page/5/)

(http://endrosambodo1984.wordpress.com/2012/04/18/manajemen-bencana/)

(http://www.ptsd.va.gov/professional/pages/handouts-pdf/Reactions.pdf, diakses 19 november 2013

Você também pode gostar