Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Abstract
Yam (Pachyrrhizus erosus) widely cultivated in many regions in Indonesia, especially in West Java and Central
Java. This fruits have many benefits in many sector, such as food industry, drugs indutry, beauty industri and
many more sector, so it is so good for consumtion. The high water content of yam between 78 to 94%, which led
to a faster damaged after harvest. Therefore we need further processing to extend the shelf life of yam, one of
which is flouring. In the process of making flour yam, drying is an important process that need to be considered
for determining the quality of the resulting yam flour. This study aims to determine the effect of variations in
temperature and the drying time of the basic quality (yield, water content and ash content) yam flour produced.
From this research it is known that the higher the drying temperature and longer drying time rendemen and ash
generated will be higher, while its water level will decrease. The best treatment resulting from this research is the
use of a temperature of 65° C with long drying time 7 hours, resulting in a yield of yam flour is 7.74%, water
content of yam flour 4.69%, and the ash content of yam flour is 5.13%.
pengeringan. Menurut Riansyah, dkk (2013), rendemen, kadar air, dan kadar abu tepung
pengeringan adalah suatu metode untuk bengkuang.
mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari
suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut 2. Metode Penelitian
dengan menggunakan energi panas. Energi panas Jenis penelitian ini adalah penelitian
yang diguanakan dalam pengeringan dapat berupa eksperimen (eksperimental research) yang menitik
sinar matahari (konvensional) dan mesin pengering. beratkan pada hubungan antara temperatur dan
Teknik pengeringan secara konvensional yaitu waktu pengeringan terhadap kualitas tepung
penjemuran di bawah terik sinar matahari memiliki bengkuang. Bahan baku utama yang digunakan
keuntungan tidak membutuhkan biaya yang mahal adalah bengkuang jenis IR 64, yang mempunyai
dan keahlian khusus serta kapasitas pengeringannya kadar air sebesar 86% dan kandungan pati sebesar
tidak terbatas. Namun, cara ini kurang efektif karena 10.2%. Selanjutnya bengkuang yang akan
sangat bergantung pada kondisi cuaca dan dikeringkan harus diletakkan pada rak-rak (loyang)
memerlukan waktu yang cukup lama yakni 2 hari yang terdapat didalam mesin pengering. Kemudian
(Sulistyowati. 2004) dan menghasilkan produk yang mesin pengering diatur temperaturnya sesuai dengan
kurang higienis karena produk terkontaminasi variabel yang di gunakan. Dalam pengeringan ini
dengan debu atau kontaminan yang ada di udara digunakan kapasitas pengeringan sebesar 0.4 gram
(Raharjo. 2010). Oleh karena itu dalam produksi per cm². Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang
tepung bengkuang diperlukan mesin pengering tipe dilakukan oleh Kumar, et al. (2006) dalam
rak untuk membantu mempercepat proses pengeringan buah-buahan seperti mangga dan jambu
pengeringan. Terdapat dua faktor yang menghasilkan kapasitas pengeringan terbaik sebesar
mempengaruhi pengeringan, yaitu faktor yang 0.4 gram per cm2. Penggunaan kapasitas
berhubungan dengan udara pengering seperti suhu, pengeringan dalam proses dengan penentuan laju
kecepatan aliran udara pengering, dan kelembapan pengeringan dan kualitas produk yang dihasilkan.
udara, sedangkan faktor yang berhubungan dengan Pelaksanaan penelitian dibagi menjadi 2 tahap yaitu
sifat bahan yang dikeringkan berupa ukuran bahan, pembuatan tepung bengkuang dan analisis kualitas
kadar air awal, dan tekanan parsial bahan, (Winarno. dasar tepung bengkuang (rendemen, kadar air, dan
1997). Suhu udara pengering akan mempengaruhi kadar abu).
laju penguapan air bahan dan mutu pengeringan.
Semakin tinggi suhu udara dan makin besar Variabel yang digunakan dalam penelitian ini
perbedaan suhu, maka laju pengeringan makin cepat adalah temperatur dan waktu pengeringan. Dimana
(Desrosier. 1988). Studi mengenai hubungan suhu variabel 1 adalah temperatur (T), yang terdiri dari 4
udara pengeringan terhadap kualitas produk telah level, yaitu 50°C, 55°C, 60°C, dan 65°C. Variabel 2
banyak dilakukan seperti yang dilakukan Koswara adalah waktu pengeringan, yang terdiri dari 4 level,
(2013), pengeringan dalam pembuatan tepung talas yaitu 4 jam, 5 jam, 6 jam, dan 7 jam.
paling optimal dilakukan pada temperatur 60°C
selama 22 jam, yang mampu menurunkan kadar air
tepung talas menjadi 9.18% dari kadar air awal 3. Hasil dan Pembahasan
bahan sebesar 29.1%. Penggunaan temperatur 3.1 Rendemen
sebesar 65°C selama 5.5 jam dalam pengeringan
tepung tepung jamur tiram putih mampu Pengukuran rendemen tepung bengkuang
menghasilkan rendemen sebesar 7.34%, kadar air dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
4.30%, kadar abu 4.75%, kadar protein 19.20%, dan proses produksi tepung bengkuang. semakin tinggi
derajat putih 82.17, (Lisa, dkk. 2015). Temperatur keberhasilan proses produksi semakin besar
pengeringan yang terbaik untuk tepung wortel rendemen tepung bengkuang yang dihasilkan dan
sebesar 60°C (Moehamed & Hussein 1994), irisan semakin baik kualitas tepung bengkuang yang
bawang putih 50 sampai 60°C (Marpaung & Sinaga. dihasilkan. Pengukuran rendemen tepung bengkuang
1995), dan untuk tepung bawang merah 60°C dalam penelitian ini diperoleh dengan
(Hartuti & Asgar 1995). Proses pengeringan optimal membandingkan berat tepung yang dihasilkan
dalam pembuatan tepung tapai ubi kayu dapat dengan berat awal bahan (bengkuang) sebelum
dilakukan pada temperatur 70°C sampai 75°C mengalami proses dengan jumlah sebesar 1000 gram.
selama 9 jam (Lidiasari, dkk. 2006). Berdasarkan Interaksi antara temperatur dengan waktu
beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya, pengeringan tepung bengkuang memberikan
penelitian ini menitikberatkan pada hubungan antara pengaruh nyata terhadap rendemen tepung yang
temperatur dan waktu pengeringan terhadap kualitas dihasilkan. Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin
dari tepung bengkuang, dengan beberapa parameter tinggi temperatur pengeringan yang digunakan,
F-12
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
semakin tinggi rendemen tepung bengkuang yang kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno,
dihasilkan. Begitu pula dengan penggunaan waktu 1997). Diperkuat oleh pernyataan dari Hadiwiyoto
pengeringan, semakin lama waktu pengeringan (1993), menyatakan bahwa air merupakan
semakin tinggi rendemen tepung bengkuang yang komponen terbanyak yang terdapat di dalam buah
dihasilkan. Pada penelitian pembuatan tepung dan sayur. Adanya aktivitas air dalam bahan pangan
bengkuang rendemen tepung tertinggi diperoleh dapat menunjukkan aktivitas dan pertumbuhan
dengan menggunakan dengan menggunakan mikroorganisme dalam bahan pangan tersebut.
temperature pengeringan 65°C dengan lama Besarnya kadar air dalam bahan pangan berubah-
pengeringan 7 jam. Hal ini diperkuat oleh penelitian ubah sesuai dengan kondisi lingkungan, dalam hal
Lisa, dkk (2015), rendemen tertinggi dalam ini erat kaitannya dengan umur simpan bahan
pembuatan tepung jamur tiram dengan pangan. Hal inilah yang menjadikan dasar utama
menggunakan temperatur pengeringan 65°C dengan dalam pengolahan pasca panen. Pada proses
lama pengeringan 5.5 jam. Tetapi hasil penelitian ini pengeringan difusi kontrol perubahan aliran massa
tidak sesuai dengan pernyataan Desrosier, (1988), dan kecepatan udara akan mempengaruhi kecepatan
bahwa semakin tinggi temperatur dan semakin lama pengeringan, dan mempercepat pengurangan kadar
waktu pengeringan suatu bahan, maka air yang air pada bahan. Menurut Pelegrina dan Crapiste
menguap dari bahan akan semakin banyak. Dengan (2001), kecepatan udara pengering bergantung pada
demikian maka bobot bahan menjadi berkurang dan temperatur pengeringan yang akan menurun
menghasilkan rendemen yang rendah. sepanjang proses pengeringan berlangsung karena
adanya transfer panas ke bahan dan akan
Penggunaan temperatur pengeringan yang menurunkan kadar air yang ada pada bahan. Dalam
rendah mengakibatkan proses pengeringan berjalan penelitian ini, kadar air yang diperoleh pada
lambat, hal ini dikarenakan kadar air pada potongan pengeringan bengkuang untuk menjadi tepung
bengkuang yang dikeringkan belum berkurang bengkuang ditunjukkan oleh Gambar 2.
secara optimal, sehingga tekstur bengkuang hasil
pengeringan menjadi keras dan sulit untuk digiling
12,00
Kadar Air (%)
F-13
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
sempurna dan kadar air tepung yang dihasilkan Dari Gambar 3 dapat diketahui bahwa
menjadi rendah. Seperti yang dikemukaan Lubis kadar abu tertinggi terdapat pada perlakuan
(2008), menyatakan bahwa lama pengeringan temperatur pengeringan 65°C dan waktu
berpengaruh terhadap kadar air, hal ini dikarenakan pengeringan 7 jam sebesar 5.13%. Sedangkan kadar
pengeringan yang cukup lama menyebabkan jumlah abu terendah terdapat pada perlakuan temperatur
air yang teruapkan lebih banyak sehingga kadar air pengeringan 50° C dan waktu pengeringan 4 jam
dalam tepung berkurang. Sedangkan menurut Taib et sebesar 4.05%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
al. (1997) dalam Fitriani (2008), bahwa kemampuan perlakuan yang diterapkan pada proses produksi
bahan untuk melepaskan air dari permukaannya tepung bengkuang berbanding lurus dengan kadar
akan semakin besar dengan meningkatnya suhu abu yang dihasilkan, yaitu semakin tinggi temperatur
udara pengering yang digunakan dan makin lamanya dan lama waktu pengeringan yang digunakan maka
proses pengeringan, sehingga kadar air yang kadar abu tepung bengkuang juga akan semakin
dihasilkan semakin rendah. Rendahnya kadar air tinggi. Dalam hal ini, temperatur pengeringan
yang dihasilkan pada tepung bengkuang hasil merupakan faktor penentu tingginya kadar abu yang
penelitian berkisar antara 10% sampai 5% terkandung dalam tepung bengkuang. Seperti yang
berdampak pada umur simpan tepung yang semakin dikemukakan oleh Darmajana (2007), bahwa dengan
lama. Penggunaan temperatur dan waktu bertambahnya temperatur pengeringan maka kadar
pengeringan optimal pada penurunan kadar air abu akan cenderung meningkat karena kandungan
tepung bengkuang yaitu dengan menggunakan air pada potongan bahan pangan (bengkuang)
temperatur pengeringan 60°C dengan waktu mengalami penurunan lebih tinggi sehingga bahan-
pengeringan selama 6 jam mampu menurunkan bahan yang tertinggal pada bahan pangan
kadar air menjadi 6%. Menurut Saripudin (2006), (bengkuang) akan meningkat salah satunya adalah
kadar air 6% mampu memperpanjang umur simpan mineral. Menurut Sudarmadji, dkk, (1997), bahwa
tepung selama 8 bulan. Hal tersebut juga diperkuat kadar abu tergantung pada jenis bahan, cara
dengan pernyataan Winarno (1997), bahwa produk pengabuan, waktu dan temperatur yang digunakan
pangan dengan kadar air kurang 14% cukup aman saat pengeringan. Jika bahan yang diolah melalu
untuk mencegah pertumbuhan kapang, sedangkan proses pengeringan maka lama waktu dan semakin
kadar air maksimum produk kering seperti tepung tinggi temperatur pengeringan akan meningkatkan
dan pati adalah 10%, sehingga akan memperpanjang kadar abu, karena air yang keluar dari dalam bahan
umur simpannya. semakin besar.
6,00
Kadar Abu (%)
5,00
3.3 Kadar Abu 4,00
3,00
Sebagian besar bahan pangan mengandung 2,00
sekitar 96% bahan organik dan air, sedangkan 1,00
sisanya sejumlah 4% merupakan bahan mineral yang 0,00
4 5 6 7
dikenal dengan sebutan bahan anorganik atau abu.
Penentuan kadar abu didalam bahan pangan T=50 4,05 4,17 4,33 4,47
mempunyai tujuan untuk (1) menetukan baik T=55 4,18 4,26 4,37 4,77
tidaknya suatu proses pengolahan, (2) mengetahui T=60 4,23 4,35 4,46 5,02
jenis bahan yang digunakan, dan (3) mengetahui T=65 4,28 4,66 4,97 5,13
parameter nilai gizi dari bahan pangan. Menurut Waktu Pengeringan (Jam)
Ardiansyah, dkk (2014), semakin rendah kadar abu
yang terkandung pada tepung maka mutunya akan
semakin baik. Beberapa komponen mineral yang Gambar 3. Grafik hubungan antara temperatur dan
terkandung dalam 100 gram bengkuang antara lain; waktu pengeringan dengan kadar abu tepung
kalium sebesar 150 miligram, kalsium sebesar 15 bengkuang
miligram, fosfor sebesar 18 mg, magnesium sebesar
12 miligram, mangan sebesar 0.60 miligram, zink 4. Kesimpulan dan Saran
sebesar 0.18 miligram, dan zat besi sebesar 0.6 Dari pembahasan yang telah dilakukan maka
miligra, (Maulana. 2015). Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur
besarnya kadar abu pada tepung bengkuang dan lama waktu pengeringan maka rendemen dan
ditunjukkan oleh Gambar 3. kadar abu tepung bengkuang akan semakin
meningkat, sedangkan kadar airnya menurun. Dari
penelitian ini dapat diketahui bahwa tidak terjadi
F-14
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
interaksi antara temperaturpengeringan dan lama Heldman, Dennis., (1981): Food Process
waktu pengeringan. Perlakuan terbaik dalam Engineering, Westport, Connectiour, AVI
penelitian ini adalah perlakuan dengan suhu 65° C Publishing Company Inc.
dan lama waktu pengeringan 7 jam yang
menghasilkan tepung jamur tiram putih dengan mutu Herudiyanto, M dan V.A. Agustina, (2009):
terbaik, dengan menghasilkan rendemen sebesar Pengaruh Cara Blansing pada Beberapa
7.74%, kadar air sebesar 4.69%, dan kadar abu Bagian Tanaman Katuk (Sauropus anrogynus
sebesar 5.13%. Diharapkan nantinya aka ada L.Merr) terhadap Warna dan Beberapa
penelitian lanjutan mengenai pengaruh laju Karakteristik Lain Tepung Katuk, Skripsi,
pengeringan terhadap kualitas fisik dan kimia tepung Bandung, Universitas Padjajaran.
bengkuang dengan menggunakan mesin pengering Indriani, Fajar., Nurhidajah., & Suyanto, Agus.,
tipe double blower. (2013): Karakteristik Fisik, Kimia dan Sifat
Organoleptik Tepung Beras MerahBerdasarkan
Variasi Lama Pengeringan, Jurnal Pangan dan
Daftar Pustaka: Gizi Volume 4 No. 8
Earle, R. L., (1982): Satuan Operasi dalam Lubis, I.H. (2008): Pengaruh Lama dan Suhu
Pengolahan Pangan, Bogor, Sastra Huday. Pengeringan Terhadap Mutu Tepung Pandan,
Skripsi, Medan, Fakultas Pertanian Universitas
Fitriani, S., (2008): Pengaruh Suhu dan Lama Sumatra Utara.
Pengeringan Terhadap Beberapa Mutu
Manisan Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Marpaung, L & Sinaga, RM., (1995): Orientasi
L) Kering, Jurnal Sagu Volume 7 No. 1, pp:32- Perlakuan Pengeringan dan Kadar Terhadap
37. Mutu Irisan Kering Bawang Putih, Buletin
Penelitian Holtikultur, Vol. 27,No. 3, pp: 143-
Hadiwiyoto, (1993): Teknologi Pengolahan Hasil 52.
Perikanan, Yogyakarta, Penerbit Liberty.
Moehamed, S & Hessein, R., (1994): Effect of Low
Handono, S., (2011): Kerusakan Bahan Pangan, Temperature Blanching, Cysteine-HCl, N-
Jakarta, Penebar Swadaya. Acetyl-L-Cysteine, Na-Metabisulphit and
Hartuti, N & Asgar, A., (1995): Pengaruh Suhu Drying Temperature on The Frmness and
Pengeringan dan Tebal Irisan Terhadap Mutu Nutrient Content of Dried Carrots, J. Food
Tepung Dua Kultivar Bawang Merah, Prosiding Proc. and Pres Volume 18, pp: 343-48.
Seminar Ilmiah Nasional Komoditas Sayuran, Muchtadi, T. R., (1997): Teknologi Proses
pp: 617-24. Pengolahan Pangan, Fakultas Pangan dan Gizi
IPB, Bogor.
F-15
Prosiding SENTIA 2016 – Politeknik Negeri Malang Volume 8 – ISSN: 2085-2347
Pelegria & Crapiste, (2001): Modelling the Pertanian, Yogyakarta, Penerbit Liberty.
Peneumatic Drying of Food Particles, Journal
of Food Engineering Volume 93 No. 2, pp:151- Sulistyowati, R. 2004. Pengaruh Suhu dan Lama
161 Pengeringan dengan menggunalan Cabinet
Dryer terhadap Kadar Air, Protein dan Lemak
Riansyah, Angga., Supriadi, Agus., & Nepianti, pada Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus),
Rodiana, (2013): Pengaruh Perbedaan Suhu Skripsi, Malang, Fakultas Keguruan dan Ilmu
dan Waktu Pengeringan terhadap Karakteristik Pendidikan Universitas Muhammadiyah.
Ikan Asin Sepat Siam (Trichogaster pectoradis)
dengan Menggunakan Oven, Jurnal Fishtech Supriyono, (2003): Mengukur Faktor-faktor dalam
Volume 2 No. 1, Palembang, Universitas Proses Pengeringan, Modul Keahlian
Sriwijaya, pp: 53-68. Agroindustri, Jakarta, Departemen Pendidikan
Nasional.
Sandranutha, Denetha., (2012): Pengaruh Waktu
dan Suhu pada Pembuatan Kripik Bengkuang Susanto. T. & B. Saneto, (1994): Teknologi
dengan Vaccum Frying, Tugas Akhir, Pengolahan Hasil Pertanian, Surabaya,
Semarang, Fakultas Teknik Universitas Penerbit Bina Ilmu.
Diponegoro. Taib, G., G. Said & S. Wiraatmadja, (1987): Operasi
Saripudin, Udin., (2006): Rekayasa Proses Tepung Pengeringan Pada Pengolahan Hasil
Sagu (Metroxylon sp.) dan Beberapa Pertanian, Jakarta, Mediyatama Sarana Perkasa.
Karakternya, Skripsi, Bogor, Fakultas Winarno, F.G., (1997): Pangan, Gizi, Teknologi dan
Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Konsumen, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi, (1997):
Prosedur Analisa untuk Bahan Pangan dan
F-16