Você está na página 1de 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of The
International Classification of Diseases (ICD – 10) adalah kematian wanita yang terjadi
pada saat kehamilan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan, tidak tergantung
dari lama dan lokasi kehamilan, disebabkan oleh apapun yang berhubungan dengan
kehamilan, atau yang diperberat oleh kehamilan tersebut, atau penanganannya, akan
tetapi bukan kematian yang disebabkan oleh kecelakaan atau kebetulan.
Angka kematian maternal dan angka kematian bayi merupakan ukuran bagi
kemajuan kesehatan suatu negara, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan
ibu dan anak. Angka kematian maternal merupakan indikator yang mencerminkan
status kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan
melahirkan.
Angka Kematian Ibu, Angka Kematian Anak termasuk Angka Kematian Bayi
dan Angka Harapan Hidup waktu lahir telah ditetapkan sebagai indikator – indikator
derajat kesehatan dalam Indonesia Sehat 2010.Kematian maternal merupakan masalah
kompleks yang tidak hanya memberikan pengaruh pada para wanita saja, akan tetapi
juga memengaruhi keluarga bahkan masyarakat sekitar. Kematian maternal akan
meningkatkan risiko terjadinya kematian bayi. Kematian wanita pada usia reproduktif
juga akan mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan dan dapat menyebabkan
kemunduran perkembangan masyarakat, karena wanita merupakan pilar utama dalam
2 keluarga yang berperan penting dalam mendidik anak , memberikan perawatan
kesehatan dalam keluarga dan membantu perekonomian keluarga.
Berdasarkan survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012,
AKI sebesar 359/100.000 kelahiran hidup angka ini meningkat tajam dari tahun 2007
yang sudah mencapai 228. AKI di Indonesia jauh lebih tinggi dibandingkan Negara
lain di ASEAN seperti di Singapore hanya 6/ 100.000 kelahiran hidup, Brunei 33/
100.000 kelahiran hidup, Filipina 112/100.000 kelahiran hidup ( Depkes RI, 2012).
Penyebab kematian ibu sangat beragam, tetapi di Indonesia masih didominasi oleh tiga
penyebab utama kematian yaitu perdarahan, hipertensi dalam kehamilan (HDK) dan
Infeksi ( Depkes RI, 2015).
Hasil beberapa penelitian yang berhubungan dengan faktor risiko kematian
maternal di Indonesia maupun di negara lain menunjukkan bahwa kematian maternal
dipengaruhi oleh faktor – faktor yang berhubungan dengan faktor ibu, faktor status
reproduksi, faktor yang berhubungan dengan komplikasi obstetrik, faktor yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan, faktor sosial ekonomi dan faktor sosial
budaya.
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia tahun 2001
menunjukkan bahwa 89,5% kematian maternal di Indonesia terjadi akibat komplikasi
kehamilan, persalinan dan masa nifas dan 10,5% terjadi karena penyakit yang
memperburuk kondisi ibu.( Hasil SKRT tahun 2001) menunjukkan bahwa proporsi
kematian maternal tertinggi terjadi pada ibu yang berusia lebih dari 34 tahun dan
melahirkan lebih dari tiga kali (18,4%).Kasus kematian maternal terutama terjadi akibat
komplikasi perdarahan (34,3%), keracunan kehamilan (23,7%) dan infeksi pada masa
nifas (10,5%). Kasus perdarahan yang paling banyak adalah perdarahan post partum
(18,4%). Kasus kematian karena penyakit yang memperburuk kesehatan ibu hamil,
terbanyak adalah penyakit infeksi (5,6%). Berbagai upaya telah dilakukan untuk
menekan angka kematian maternal. WHO pada tahun 1999 memprakarsai program
Making Pregnancy Safer (MPS), untuk mendukung negara – negara anggota dalam
usaha untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan maternal akibat komplikasi
kehamilan, persalinan dan nifas. MPS merupakan 5 komponen dari prakarsa Safe
Motherhood yang dicanangkan pada tahun 1987 oleh WHO untuk menurunkan
kematian maternal, namun demikian angka kematian maternal di dunia masih tinggi.
Berbagai konferensi dunia yang diselenggarakan untuk membahas tentang
kematian maternal telah banyak dilakukan dengan tujuan untuk merumuskan strategi
menurunkan kematian maternal, mulai dari konferensi tentang kematian ibu di Nairobi,
Kenya tahun 1987, World Summit for Children di New York tahun 1990, The
International Conference on Population and Development (ICPD) pada tahun 1994
sampai dengan yang terakhir The Millenium Summit in 2000, dimana semua anggota
PBB berkomitmen dengan Millenium Development Goals untuk menurunkan tiga
perempat angka kematian maternal pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa
masalah kematian maternal merupakan permasalahan masyarakat global yang menjadi
prioritas utama.
Upaya penurunan angka kematian maternal di Indonesia telah banyak
dilakukan. Kebijakan Departemen Kesehatan RI dalam upaya Safe Motherhood
dinyatakan sebagai empat pilar Safe Motherhood, yaitu pelayanan Keluarga Berencana,
pelayanan antenatal, persalinan yang bersih dan aman, dan pelayanan obstetri esensial.
Departemen Kesehatan mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal
didampingi oleh bidan dan pelayanan obstetri sedekat mungkin kepada semua ibu
hamil. Target yang ingin dicapai dengan adanya program Safe Motherhood yang
dicanangkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1988 adalah penurunan angka
kematian maternal menjadi 225 per 100.000 KH pada tahun 2000. Selanjutnya dengan
dicanangkannya Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman (Making Pregnancy Safer)
pada tahun 2000 maka target penurunan angka kematian maternal pada tahun 2010
adalah 125 per 100.000 KH, dan pada tahun 2015 diharapkan angka kematian maternal
telah mencapai 80 per 100.000 KH. Dalam perkembangannya, penurunan angka
kematian maternal yang dicapai tidak seperti yang diharapkan. Upaya menurunkan
angka kematian maternal di Indonesia telah dilakukan, antara lain dengan penempatan
bidan di desa sebagai bentuk kebijaksanaan pemerintah dalam meningkatkan status
kesehatan ibu, terutama untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu,
dikembangkannya sistem Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak
(PWS – KIA), serta dilakukannya kerjasama lintas sektoral antara lain dengan
pelaksanaan Gerakan Sayang Ibu (GSI) dan Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera
(GRKS).

Data terakhir AKI berada pada posisi 359/100.000 kelahiran hidup dan AKB
34/1000 kelahiran hidup. Angka ini lebih memprihatinkan apabila dilihat dari jumlah
riil kematian ibu dan bayi. Kematian bayi, khususnya komponen neonatus memberi
kontribusi kematian yang cukup besar yaitu kurang lebih sebesar 40% dan komponen
ini sangat terkait dengan pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas.

Situasi ini membuat program Kesehatan Ibu dan Bayi harus melaksanakan
upaya akselerasi dalam pelayanan persalinan dan komplikasinya karena hampir semua
ibu hamil sudah kontak dengan tenaga kesehatan pada saat mereka mendapatkan
pelayanan antenatal pertama kali. Angka capaian tahun 2011 menunjukkan Kunjungan
Pertama Antenatal (K1) mencapai 95%. Sayangnya belum semua ibu tersebut
mendapatkan pelayanan Antenatal berkualitas, mengingat angka kunjungan antenatal
minimal 4 kali (K4) lebih kecil yaitu 89% dan belum semua ibu hamil mendapatkan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terampil (Pn. 84%), serta masih cukup
banyak yang melahirkan dirumah. Hal ini cukup memprihatinkan padahal pemerintah
telah meluncurkan program dengan tujuan “universal coverage” yang artinya pelayanan
persalinan bagi semua ibu hamil.

Panduan Operasional Sistem Jejaring Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan Bayi


Baru Lahir Puskesmas - Rumah Sakit Walaupun demikian, makin banyak persalinan
di tolong di fasilitas kesehatan mulai dari Poskesdes/Polindes, BPS (Bidan Praktek
Swasta), Puskesmas, Rumah Sakit Ibu dan Anak maupun Rumah Sakit Umum baik
pemerintah maupun swasta yang berdampak terdorongnya kematian ke tingkat RS.

Selayaknya kematian ibu dan bayi dapat dicegah sebanyak mungkin, namun
pada kenyataannya angka menunjukkan bahwa kematian menurun sangat lambat dan
data menunjukkan bahwa semakin banyak kematian terjadi di rumah sakit, bahkan di
beberapa provinsi jumlah tersebut sangat meningkat, walau-pun mungkin merupakan
rujukan tidak berkualitas. Hal ini dapat diakibatkan karena pelayanan di tingkat institusi
pelayanan belum prima ataupun terjadi keterlambatan pelayanan rujukan ibu dan BBL
/neonatus yang mengakibatkan terlambat datang di fasilitas pelayanan rujukan.

Di Indonesia sudah sangat dikenal istilah “3 terlambat” yang menjadi penyebab


kematian ibu dan neonatal yaitu terlambat pengambilan keputusan di tingkat keluarga,
terlambat mencapai fasilitas pelayanan dan terlambat mendapat pertolongan di tingkat
fasilitas. Oleh sebab itu untuk mengatasi “3 terlambat” tersebut di atas, perlu disiapkan
suatu jejaring sistem pelayanan rujukan kegawatdaruratan termasuk persiapan keluarga
ibu hamil/BBL/Neonatus di tingkat keluarga, masyarakat baik segi sosial ekonomi,
pendidikan, budaya, agama sampai ke tingkat pelayanandasar bidan di desa, Bidan
Praktek Swasta, Puskesmas, praktik dokter, pelayanan rujukan primer, sekunder dan
tersier bila diperlukan.

Pengembangan penanganan kegawatdaruratan Ibu dan bayi baru lahir/neonatus


untuk memfokuskan pada bagaimana upaya peningkatan kinerja jejaring sistim rujukan
kegawatdaruratan (memanfaatkanAlat Pantau Kinerja) di suatu kabupaten/kota dimulai
dari membangun jaringan rujukan, persiapan masyarakat, fasilitas rujukan yang
akuntabel yang dapat berfungsi dengan efektif, efisien dan berkeadilan secara terpadu.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
Pengembangan Sistem Kegawatdaruratan Maternal Dalam Menurunkan Angka
Morbiditas Dan Mortalitas Maternal

B. RUMUSAN MASALAH

Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut ;

1. Bagaimana Pengembangan Sistem Kegawatdaruratan Maternal dalam


Menurunkan Angka Morbiditas dan Mortalitas Maternal?
2. Apa yang dimaksud dengan GSI ?
3. Apa yang dimaksud dengan MPS?
4. Apa yang dimaksud programPONED ?
5. Apa yang dimaksud programPONEK?
6. Apa yang dimaksud program EMAS?

C. TUJUAN PENELITIAN.
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengembangan sistem
kegawatdaruratan maternal dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
maternal
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengembangan sistem kegawatdaruratan maternal
b. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas maternal
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi pengembangan system kegawatdaruratan dalam menurunkan angka


morbiditas dan mortalitas maternal

Pengembangan sistem (systems development) dapat berarti menyusun suatu


sistem yang baru untuk menggantikan sistem yang lama secara keseluruhan atau
memperbaiki sistem yang telah ada. Sistem yang lama perlu diperbaiki atau diganti
disebabkan karena beberapa hal, yaitu sebagai berikut ini:
a. Adanya permasalahan-permasalahan (problems) yang timbul di sistem yang
lama.
b. Ketidakberesan dalam sistem yang lama menyebabkan sistem yang lama tidak
dapat beroperasi sesuai dengan yang diharapkan.
c. Kecurangan-kecurangan disengaja yang menyebabkan tidak amannya harta
kekayaan perusahaan dan kebenaran dari data menjadi kurang terjamin.
d. Kesalahan-kesalahan yang tidak disengaja yang juga dapat menyebabkan
kebenaran dari data kurang terjamin.
e. Tidak efisiennya operasi.
f. Tidak ditaatinya kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan.
g. Pertumbuhan organisasi.
Kegawatdaruratan adalah kejadian yang tidak diduga atau terjadi secara tiba-
tiba sering kali merupakan kejadian yang berbahaya ( Dorlan, 2011). Kurang lebih
sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia, hamil setiap tahunnya. Pada umumnya
kehamilan ini berlangsung dengan aman. Tetapi, sekitar 1554 menderita komplikasi
berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu.
Komplikasi ini mengakibatkan kematian lebih dari setengah juta ibu setiap tahun.
Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu hamil atau
dalam waktu 42 hari setelah sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada
tempat atau usia kehamilan. Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu
adalah Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Ratio) yaitu jumlah kematian ibu
dalam 1.000.000 kelahiran hidup. Angka ini mencerminkan risiko obstetri yang
dihadapi oleh seorang ibu sewaktu ia hamil. Jika ibu tersebut hamil beberapa kali,
risikonya meningkat dan digambarkan sebagai risiko kematian ibu sepanjang hidupnya,
yaitu probabilitas menjadi hamil dan probabilitas kematian karena kehamilan sepanjang
masa reproduksi.

Penanganan kegawatdaruratan yang efektif sangat diperlukan dalam upaya


meningkatkan keselamatan ibu hamil (maternal) dan bayi baru lahir (neonatal). Salah
satu upaya meningkatkan efektivitas penanganan kegawatdaruratan tersebut adalah
melalui jejaring rujukan antar fasilitas kesehatan dalam wilayah tertentu. Teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana pendukung
komunikasi dan pengelolaan informasi rujukan di dalam jejaring rujukan antarfasilitas
kesehatan.
Tulisan ini memaparkan pengembangan dan implementasi sistem dalam
penanganan kegawatdaruratan maternal dalam menurunkan angka mortalitas dan
morbiditas maternal.Tehnik informasi untuk komunikasi dan pengelolaan informasi
rujukan kegawatdaruratan maternal dan neonatal di jejaring rujukan antarfasilitas
kesehatan. Sebuah sistem informasi jejaring rujukan kegawatdaruratan ibu bayi dan
bayi baru lahir telah dibuat menggunakan teknologi web dan SMS (short message
service). Dengan antarmuka berbasis web yang mudah dioperasikan dan mekanisme
komunikasi menggunakan SMS yang sudah umum digunakan oleh tenaga kesehatan,
sistem informasi ini memudahkan komunikasi antar tenaga dan fasilitas kesehatan
dalam.menangani.permintaan.rujukan.gawat.darurat.
Setelah mengalami proses pengujian teknis dan diujicobakan secara langsung
pada jejaring rujukan kegawatdaruratan di dua kabupaten di Jawa Tengah, sistem ini
terbukti dapat mencegah terjadinya penolakan permintaan rujukan oleh semua rumah
sakit, meningkatkan kesiapan pihak rumah sakit untuk menerima rujukan, serta
mengurangi keterlambatan penanganan rujukan dalam jejaring pelayanan rujukan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Sistem informasi yang diimplementasikan
juga dapat menjadi basis data yang bermanfaat bagi kepentingan pengambilan
keputusan di rumah sakit maupun dinas kesehatan.
2.2 . Gerakan Sayang Ibu atau SM (Safe Motherhood)
Safe Motherhood adalah usaha-usaha yang dilakukan agar seluruh perempuan
menerima perawatan yang mereka butuhkan selama hamil dan bersalin. Program itu
terdiri dari empat pilar yaitu keluarga berencana, pelayanan antenatal, persalinan yang
aman, dan pelayanan obstetri esensial.
Menurut pengertian ini penyebab kematian ibu dapat dibagi menjadi penyebab
langsung maupun tak langsung. Penyebab kematian langsung yaitu setiap komplikasi
persalinan disetiap fase kehamilan (kehamilan, persalinan dan pasca persalinan), akibat
tindakan, kesalahan pengobatan atau dari kesalahan yang terjadi disetiap rangkaian
kejadian diatas.Contohnya seperti perdarahan, pre-eklamsia/eklamsia, akibat
komplikasi anestesi atau bedah caisar. Penyebab kematian tak langsung yaitu akibat
penyakit lain yang telah ada sebelumnya atau berkembang selama kehamilan dan yang
tidak berhubungan dengan penyebab langsung tetapi dipicu secara fisiologis oleh
kehamilan. Contohnya seperti kematian akibat penyakit ginjal atau jantung.
Gerakan Sayang Ibu (GSI) merupakan salah satu upaya yang telah dilaksanakan
dan menjadi gerakan nasional sejak tahun 1996, namun dalam perkembangannya
gerakan ini perlu ditingkatkan kembali baik kepedulian maupun tanggung jawab
masyarakat, LSM, swasta dan pemerintah.
Upaya yang dilakukan Untuk Menurunkan Angka Kematian Ibu Kematian ibu
hamil dilatar belakangi oleh:
a. Persalinan yang ditolong dukun.
b. Persalinan yang dilakukan dirumah, bila terjadi komplikasi dan memerlukan
rujukan, akan membutuhkan waktu cukup lama.
c. Derajat kesehatan ibu sebelum dan saat hamil masih rendah yaitu 50% menderita
anemia, 30% berisiko kurang energi kronis, sekitar 65% berada dalam keadaan 4
terlalu.
d. Status perempuan masih rendah sehingga terlambat untuk mengambil keputusan
ditingkat keluarga untuk mencari pertolongan.
e. Sekitar 90% kematian ibu disebabkan oleh pendarahan, toksemia gravidarum,
infeksi, partus lama dan komplikasi abortus. Kematian ini paling banyak terjadi pada
masa sekitar persalinan yang sebenarnya dapat dicegah.
Sesungguhnya tragedi kematian ibu tidak perlu terjadi karena lebih dari 80%
kematian ibu sebenarnya dapat dicegah melalui kegiatan yang efektif, semisal
pemeriksaan kehamilan, pemberian gizi yang memadai dan lain-lain. Karenanya upaya
penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap merupakan prioritas
utama dalam pembangunan kesehatan menuju tercapainya Indonesia Sehat 2015.
Melihat kondisi itu semua, disusunlah suatu gerakan yang disebut dengan Safe
Motherhood. Gerakan ini pertama kali dicanangkan pada International Conference on
Safe Motherhood, Nairobi, 1987. Program ini sendiri telah dilaksanakan di Indonesia
sejak tahun 1988 dengan melibatkan secara aktif berbagai sector pemerintah dan non-
pemerintah, masyarakat, serta dukungan dari berbagai badan internasional.

Terdapat Empat pilar Safe Motherhood :


a. Keluarga Berencana
KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana., maksud daripada ini adalah:
"Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi
kelahiran."Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah keluarga.Pembatasan
bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan
kelahiran seperti kondom, spiral,IUD dan sebagainya. Jumlah anak dalam sebuah
keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai dicanangkan pada tahun
akhir 1970'an.
Tujuan Program KB :
Tujuan umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekutan
sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar
diperoleh suatu keluarga bahagiadan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. Tujuanlain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan,
peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
b. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal sangat penting untuk mendeteksi lebih dini komplikasi ke-
hamilan. Selain itu, juga menjadi sarana edukasi bagi perempuan tentang kehamilan.
Komponen penting pelayanan antenatal meliputi :
 Skrining dan pengobatan anemia, malaria, dan penyakit menular seksual.
 Deteksi dan penanganan komplikasi seperti kelainan letak, hipertensi, ede-
ma, dan pre-eklampsia.
 Penyuluhan tentang komplikasi yang potensial, serta kapan dan bagaimana
cara memperoleh pelayanan rujukan.
c. Persalinan Yang Bersih Dan Aman
Fokus asuhan persalinan normal adalah persalinan bersih dan aman serta
mencagah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan pergeseran paradigma dari
menunggu terjadinya dan kemudian menangani komplikasi , menjadi pencegahan
komplikasi. Persalinan bersih dan aman serta pencegahan komplikasi selama dan
pasca persalinan terbukti mampu mengurangi kesakitan atau kematian ibu dan bayi
baru lahir.
Persalinan yang bersih dan aman memiliki tujuan memastikan setiap
penolong kelahiran/persalinan mempunyai kemampuan, ketrampilan, dan alat untuk
memberikan pertolongan yang bersih dan aman, serta memberikan pelayanan nifas
pada ibu dan bayi.
Dalam persalinan :
a) Wanita harus ditolong oleh tenaga kesehatan profesional yang memahami cara
menolong persalinan secara bersih dan aman.
b) Tenaga kesehatan juga harus mampu mengenali secara dini gejala dan tanda
komplikasi persalinan serta mampu melakukan penatalaksanaan dasar terhadap
gejala dan tanda tersebut.
c) Tenaga kesehatan harus siap untuk melakukan rujukan kom
plikasi persalinan yang tidak dapat diatasi ke tingkat pelayanan
yang lebih mampu.
d. Pelayanan Obstetri Esensial
Memastikan bahwa tempat pelayanan kesehatan dapat memberikan pelayanan
obstetri untuk risiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang
membutuhkan. Pelayanan obstetriesensial bagi ibu yang mengalami kehamilan risiko
tinggi atau komplikasi diupayakan agar berada dalam jangkauan setiap ibu hamil.
Pelayanan obstetri esensial meliputi kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan ‘untuk
melakukan.tindakan.dalam.mengatasi.risiko.tinggi.dan.komplikasi.kehamilan/persali
nan.
Pelayanan obstetri esensial pada hakekatnya adalah tersedianya pelayanan se-
cara terus menerus dalam waktu 24 jam untuk bedah cesar, pengobatan penting
(anestesi, antibiotik, dan cairan infus), transfusi darah, pengeluaran plasenta secara
manual, dan aspirasi vakum untuk abortus inkomplet. Tanpa peran serta masyarakat,
mustahil pelayanan obstetri esensial dapat menjamin tercapainya keselamatan ibu.
Oleh karena itu, diperlukan strategi berbasis masyarakat yang meliputi :
a) Melibatkan anggota masyarakat, khususnya wanita dan pelaksanaan pelayan-
an setempat, dalam upaya memperbaiki kesehatan ibu.
b) Bekerjasama dengan masyarakat, wanita, keluarga, dan dukun untuk meng-
ubah sikap terhadap keterlambatan mendapat pertolongan.
c) Menyediakan pendidikan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang
komplikasi obstetri serta kapan dan dimana mencari pertolongan.

2.3 Pengertian MPS (Making Pregnancy Safer)


Making Pregnancy Safer (MPS) merupakan strategi sektor kesehatan yang
ditujukan untuk mengatasi masalah kesehatan dan kesakitan ibu dan bayi. Strategi MPS
merupakan tonggak sejarah yang menandai komitmen baru untuk memastikan hak ibu
dan bayinya. Strategi MPS disusun berdasarkan pengetahuan epidemiologi yang
didapat sejak pencanangan Prakarsa Safe Motherhood di Nairobi tahun 1987. Strategi
ini disusun berdasarkan konsensus yang dicapai pada International Conference on
Population and Development (ICPD-Cairo, 1994), Konferensi Dunia ke-IV
tentangWanita (Beijing, 1995) dan pernyataan bersama WHO/UNFPA/UNICEF/World
Bank. MPS menyerukan kepada seluruh pihak terkait, seperti pemerintah,masyarakat
dan organisasi international.
Pesan Kunci MPS Kompleksnya masalah kematian ibu memerlukan strategi
kesehatan yang memastikan bahwa:
a. Setiap persalinan harus diinginkan.
b. Setiap persalinan dilayani tenaga kesehatan terlatih.
c. Setiap komplikasi memperoleh pertolongan.
Kerangka Pikir MPS dalam Safe Motherhood dukungan yang efektif untuk
upaya Safe Motherhood nasional membutuhkan pelaksanaan kegiatan dalam kerangka
pikir MPS yang meliputi area:
a. Membangun Kemitraan.
b. Advokasi
c. Penelitian untuk Pengembangan.
d. Penyusunan Standar dan Instrumen.
e. Meningkatkan dukungan kapasitas, teknis dan kebijaksanaan.
f. Monitoring dan Evaluasi
Tujuan MPS Menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir di
Indonesia. Strategi kegiatan yang akan dilakukan melalui kemitraan dengan pemerintah
dan mitranya :
a. Meningkatkan kapasitas pemerintah.
b. Menyusun atau memperbaharui kebijaksanaan dan standar nasional pelayanan
kebidanan untuk Kesehatan lbu Anak, KB, termasuk pelayanan pasca
abortus,pelayanan aborsi bila dilegalkan) dan menyusun kombinasi perundangan
untuk mendukung kebijaksanaan dan standar ini.
c. Membangun sistem yang menjamin pelaksanaan standar ini dengan baik.
d. Meningkatkan akses kepada pelayanan kesehatan ibu-anak dan pelayanan KB
yang efektif dengan memacu investasi sektor pemerintah dan swasta serta
mengembangkan pengaturan alternatif (seperti melalui kontrak) untuk
memaksimumkan kontribusi pihak swasta pada tujuan nasional.
e. Mendorong pelayanan di tingkat keluarga dan masyarakat yang
mendukungkesehatan ibu anak dan KB.
f. Meningkatkan sistem untuk monitoring pelayanan kesehatan ibu dan anak.
g. Menempatkan Safe Motherhood sebagai prioritas dalam agenda pembangunan
kesehatan nasional dan internasional
2.4. Pengertian Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
Salah satu upaya yang telah dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan dalam
mendukung percepatan penurunan AKI dan AKN (Angka Kematian Neonatal) adalah
melakukan optimalisasi penanganan Obstetri dan Neonatal emergensi/komplikasi di
tingkat pelayanan dasar melalui Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
(PONED) di puskesmas yang didukung oleh rumah sakit mampu Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) dalam suatu Collaborative
Improvement PONED-PONEK. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
(PONEDPONEK) yang merupakan upaya terakhir pencegahan kematian ibu hamil
dan bayi baru lahir perlu didukung dengan pelayanan kesehatan remaja / kesehatan
reproduksi remaja (KR/KRR), pelayanan ANC pada masa kehamilan, pertolongan
persalinan dan keluarga berencana oleh tenaga kesehatan kompeten dan terlatih4.
Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta
fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil,
bersalin dan nifas serta kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi, baik
yang datang sendiri atau atas rujukan kader di masyarakat, bidan di desa dan
puskesmas, dan melakukan rujukan ke RS/RS PONEK pada kasus yang tidak mampu
ditangani. Setiap kasus emergensi yang datang di setiap puskesmas mampu PONED
harus langsung ditangani, setelah itu baru melakukan pengurusan
administrasi.Pelayanan yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap4. Puskesmas
PONED harus memiliki tenaga kesehatan yang telah dilatih PONED yaitu tim
PONED (1 dokter dan 2 paramedis).
Pelayanan yang dapat diberikan puskesmas PONED yaitu pelayanan dalam
menangani kegawatdaruratan ibu dan bayi meliputi :
a. Kemampuan untuk menangani dan merujuk hipertensi dalam kehamilan
(preeklampsia, eklampsia).
b. Tindakan pertolongan distosia bahu.
c. Ekstraksi vakum pada pertolongan persalinan.
d. Perdarahan post partum.
e. Infeksi nifas.
f. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR).
g. Hipotermi.
h. Hipoglekimia.
i. Ikterus.
j. Hiperbilirubinemia.
k. Masalah pemberian minum pada bayi.
l. Asfiksia pada bayi.
m. Gangguan nafas pada bayi.
n. Kejang pada bayi baru lahir.
o. Infeksi neonatal dan persiapan umum sebelum tindakan kedaruratan obstetri –
neonatal antara lain kewaspadaan universal standar.

5 Persiapan dan pelaksanaan PONED membutuhkan biaya yang tidak sedikit,


terutama untuk biaya pembangunan gedung baru dan sarana prasarana penunjang
sehingga perlu dipertimbangkan output (keluaran) yang didapatkan dari pelaksanaan
program tersebut, terkait dengan kemampuan puskesmas untuk menjalankan
kewenangannya sesuai pedoman penyelenggaraan puskesmas mampu PONED.
Untuk menjawab pertanyaan terkait biaya dan output pelaksanaan program PONED
di puskesmas, maka dilakukan studi terkait pelaksanaan puskesmas mampu PONED
di Kabupaten Karawang, dari segi biaya yang dikeluarkan dan kemampuan sesuai
pedoman puskesmas mampu PONED.
Di tingkat pelayanan kesehatan desa/kelurahan sudah menjadi kewajiban untuk
mensegerakan rujukan bila ditemukan kasus komplikasi obstetri, dengan demikian
akan memberikan kesempatan bagi ibu untuk mendapatkan pelayanan yang tepat dan
berkualitas (Andersen, 2005). Kasus rujukan dapat dilakukan ke puskesmas PONED
maupun Non PONED dan rumah sakit, dengan harapannya semua kasus rujukan ibu
mampu ditangani di rumah sakit yang mempunyai fasilitas mampu PONEK.
Penguatan sistem rujukan diharapkan mampu mengatasi kematian ibu akibat
komplikasi obstetri berkenaan dengan “3 T (terlambat)”, yaitu; Terlambat mengenali
tanda bahaya dan mengambil keputusan di tingkat keluarga, Terlambat mencapai
tempat pelayanan, dan Terlambat mendapat pertolongan medis. (Thaddeus and Maine,
1994). Puskesmas PONED merupakan puskesmas yang mampu memberikan lima
layanan seperti pemberian antibiotic, obat oxytoxic, pencegahan pre-eklamsia,
penanganan plasenta manual, dan pertolongan persalinan normal, dengan demikian
puskesmas PONED menjadi sarana pelayanan kesehatan rujukan awal dari pelayanan
kesehatan ibu di desa. Petugas akan merujuk kembali ke rumah sakit PONEK jika
misalnya memerlukan transfusi darah, operasi sesar atau memerlukan tenaga spesialis,
dengan demikian seharusnya ada perbedaan yang signifikan dalam memberikan
pelayanan kesehatan ibu yang dilakukan di puskesmas PONED dan Non PONED.

2.5 Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK)

Ponek adalah pelayanan obstetri neonatal esensial / emergensi komperhensif.


Tujuan utama mampu menyelamatkan ibu dan anak baru lahir melelui program rujukan
berencana dalam satu wilayah kabupaten kotamadya atau profinsi.Lingkup Pelayanan
Rumah Sakit Ponek 24 Jam

Upaya Pelayanan PONEK :


1. Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif
2. Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan
3. Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi, dan sektio saesaria
4. Perawatan intensif ibu dan bayi.
5. Pelayanan Asuhan Ante Natal Risiko Tinggi

2..6 Program EMAS

Program EMAS (Expanding Maternal Neonatal Survival) bantuan USAID


diluncurkan pemerintah Indonesia di 6 Provinsi (Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan) sejak dari tahun 2011-2016. Program ini
didukung oleh 5 Institusi Mitra yaitu JHPIEGO, Save the Children, Research Triangle
Institute, Muhammadiyah dan Lembaga Kesehatan Budi Kemuliaan secara terpadu.

Salah satu keluaran dari Program EMAS yaitu berfungsinya Sistem Rujukan
Kegawat-daruratan Ibu dan BBL (Neonatal) yang efektif, efisien dan
berkeadilan di semua kabupaten yang di fasilitasi yaitu 10-30 kabupaten selama 5
tahun, agar kematian ibu dan BBL (Neonatus) dapat dicegah sebanyak-banyaknya.
Hasil Kajian awal di 10 kabupaten tahun I memperlihatkan adanya ketidakselarasan
pelayanan rujukan antar fasilitas dan belum memadainya implementasi berbagai program
pelayanan Ibu dan BBL (Neonatus) di lapangan yang seyogianya berjalan beriringan dan
terpadu. Hal ini mengakibatkan keluaran dan dampak yang diharapkan masih belum
memadai.
Melalui Program EMAS diupayakan suatu pendekatan komprehensif dan
terpadu, didukung dengan sistem tatakelola (governance), teknologi informasi
komunikasi terkini, alat monitoring dan evaluasi untuk memfungsikan semua progam
terkait dengan Pelayanan Kegawatdaruratan Ibu dan BBL (Neonatus) dengan
memanfaatkan Alat Pantau Kinerja Jejaring Sistim Rujukan dengan disertai Pedoman
Operasional yang terpadu dan komprehensif serta dilengkapi dengan semua Pedoman
Teknis terkait untuk mencapainya.

Rujukan Kegawatdaruratan Ibu dan BBL (Neonatus) membutuhkan suatu


jejaring rujukan medis antar fasilitas yang perlu dimantapkan.

Di dalam Undang Undang No. 46 tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang
Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rujukan tidak hanya terdapat dibidang
kegawatdaruratan tetapi juga rujukan perorangan dan kesehatan masyarakat lainnya.
Dalam Panduan ini, tidak semua jenis rujukan dimanfaatkan di dalam kerangka pikir.

Untuk membangun dan memfungsikan suatu jejaring sistem rujukan


kegawatdaruratan.yang efektif, efisien dan.berkeadilan.maka.di.kembangkan
(empat)pola pikir yang saling berkaitan dan menunjang agar sistem dapat beroperasi
secara komprehensif dan terpadu.
Ke empat pola pikir yang dikembangkan adalah sebagai berikut:

 Rujukan Medis
 Sistem Rujukan Efektif, Efisien, dan Berkeadilan
 Mekanisme Alur Rujukan
 tata Kelola yang baik
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Angka kematian maternal, angka kesakitan maternal dan angka kematian bayi
merupakan ukuran bagi kemajuan kesehatan suatu negara, khususnya yang berkaitan
dengan masalah kesehatan ibu dan anak. Angka kematian maternal merupakan
indikator yang mencerminkan status kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu
pada waktu hamil dan melahirkan.
Upaya penurunan angka kematian dan kesakitan maternal di Indonesia telah
banyak dilakukan. Kebijakan Departemen Kesehatan RI dalam upaya Safe Motherhood
dinyatakan sebagai empat pilar Safe Motherhood, yaitu pelayanan Keluarga Berencana,
pelayanan antenatal, persalinan yang bersih dan aman, dan pelayanan obstetri esensial.
Safe Motherhood yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun
1988 adalah penurunan angka kematian maternal menjadi 225 per 100.000 KH pada
tahun 2000. Selanjutnya dengan dicanangkannya Gerakan Nasional Kehamilan yang
Aman (Making Pregnancy Safer) pada tahun 2000 maka target penurunan angka
kematian maternal pada tahun 2010 adalah 125 per 100.000 KH, dan pada tahun 2015
diharapkan angka kematian maternal telah mencapai 80 per 100.000 KH.
Selayaknya kematian ibu dan bayi dapat dicegah sebanyak mungkin, namun pada
kenyataannya angka menunjukkan bahwa kematian menurun sangat lambat

Making Pregnancy Safer (MPS) merupakan strategi sektor kesehatan yang


ditujukan untuk mengatasi masalah kesehatan dan kesakitan ibu dan bayi. Strategi MPS
merupakan tonggak sejarah yang menandai komitmen baru untuk memastikan hak ibu
dan bayinya. Strategi MPS disusun berdasarkan pengetahuan epidemiologi yang
didapat sejak pencanangan Prakarsa Safe Motherhood di Nairobi tahun 1987. Strategi
ini disusun berdasarkan konsensus yang dicapai pada International Conference on
Population and Development (ICPD-Cairo, 1994), Konferensi Dunia ke-IV
tentangWanita (Beijing, 1995) dan pernyataan bersama WHO/UNFPA/UNICEF/World
Bank. MPS menyerukan kepada seluruh pihak terkait, seperti pemerintah,masyarakat
dan organisasi international.
Puskesmas PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan
serta fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil,
bersalin dan nifas serta kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi, baik
yang datang sendiri atau atas rujukan kader di masyarakat, bidan di desa dan
puskesmas, dan melakukan rujukan ke RS/RS PONEK pada kasus yang tidak mampu
ditangani. Setiap kasus emergensi yang datang di setiap puskesmas mampu PONED
harus langsung ditangani, setelah itu baru melakukan pengurusan
administrasi.Pelayanan yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap4. Puskesmas
PONED harus memiliki tenaga kesehatan yang telah dilatih PONED yaitu tim
PONED (1 dokter dan 2 paramedis).

Ponek adalah pelayanan obstetri neonatal esensial / emergensi komperhensif.


Tujuan utama mampu menyelamatkan ibu dan anak baru lahir melelui program
rujukan berencana dalam satu wilayah kabupaten kotamadya atau profinsi.Lingkup
Pelayanan Rumah Sakit Ponek 24 Jam

Program EMAS (Expanding Maternal Neonatal Survival) bantuan USAID


diluncurkan pemerintah Indonesia di 6 Provinsi (Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan) sejak dari tahun 2011-2016.
Program ini didukung oleh 5 Institusi Mitra yaitu JHPIEGO, Save the Children,
Research Triangle Institute, Muhammadiyah dan Lembaga Kesehatan Budi
Kemuliaan secara terpadu.

3.2 Saran
Dalam pengembangan system kegawatdaruratan menurunkan angka kematian
mortalitas dan morbiditas perlu kerjasama yang baik antara satu dengan yang lainnya,
( Masyarakat, tokoh masyarakat, LSM, Lintas program dan lintas sektoral )

Você também pode gostar