Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PENGAUDITAN I
MATERIALITAS,RISIKO,DAN STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN
Oleh :
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
I. DEFINISI MATERIALITAS
A. Konsep Materialitas
Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi
akuntansi, yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya, dapat mengakibatkan perubahan atas
suatu pengaruh terhadap pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi
itu, karena adanya penghilangan atau salah saji itu. Hal itu mengharuskan auditor untuk
mempertimbangkan keadaan yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang
akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan auditan.
Contohnya, jumlah yang material dalam laporan keuangan entitas tertentu mungkin
tidak material dalam laporan keuangan entitas lain yang memiliki ukuran dan sifat yang berbeda.
Maka, auditor dapat menyimpulkan bahwa tingkat materialitas akun modal kerja lebih rendah
bagi perusahaan yang berada dalam situasi bangkrut bila dibandingkan dengan suatu perusahaan
yang memiliki current ratio 4 : 1.
B. Konsep Materialitas Penting dalam Audit atas Laporan keuangan
Dalam laporan audit atas laporan keuangan, auditor tidak dapat memberikan
jaminan (guarantee) bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain, bahwa laporan
keuangan auditan adalah akurat. Hal ini karena akan memerlukan waktu dan biaya yang jauh
melebihi manfaat yang dihasilkan. Karena itu, dalam audit atas laporan keuangan, auditor
memberikan keyakinan berikut ini :
1. Bahwa jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan beserta pengungkapannya telah
dicatat, diingkas, digolongkan, dan dikompilasi.
2. Bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk
memberikan pendapat atas laporan keuangan auditan.
3. Dalam bentuk pendapat atau memberikan informasi, dalam hal terdapat perkecualian), bahwa
laporan keuangan sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji
material karena kekeliruan dan kecurangan.
Ada dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan oleh auditor :
1. Konsep materialitas menunjukan seberapa besar salah saji yangdapat diterima oleh auditor agar
pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.
2. Konsep risiko audit menunjukan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah pendapatnya
atas laporan keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
a) Karakteristik (sifat, besar dan tugas pokok) dan lingkungan entitas yang diperiksa.
b) Area dalam laporan keuangan yang akan lebih diperhatikan oleh pengguna laporan keuangan
c) Kestabilan atau keandalan nilai yang akan dijadikan dasar.
Dasar penetapan materialitas yang dapat digunakan:
a) Total penerimaan atau total belanja, untuk entitas nirlaba
b) Laba sebelum pajak atau pendapatan, untuk entitas yang bertujuan mencari laba, dan
c) Nilai aset bersih atau ekuitas, untuk entitas yang berbasis aset.
Mengenai angka yang harus diambil, apakah angka tahun lalu, tahun berjalan, atau angka
ekspektasi, tergantung pertimbangan reliabilitas atau keakuratan data. Praktik yang umum
dengan mengambil angka tahun lalu, kemudian disesuaikan dengan inflasi atau perkiraan
anggaran. Cara lain adalah dengan mengambil data actual pada saat perencanaan, kemudian
diekstrapolasi ke dalam sejumlah periode.
Misalnya : Dep Kesehatan mengemban tugas untuk meningkatkan kesehatan di
seluruh Indonesia sering melakukan proyek penelitian dan pengembangan mengenai masalah-
masalah kesehatan dan mendirikan fasilitas-fasilitas layanan kesehatan, seperti rumah
sakit,pukesmas, dan sebagainya yang dibiayai oleh pemerintah. Nilai total belanja pada Laporan
Realiasi Anggaran(LRA) departemen tersebut cukup tinggi, dan pengguna laporan keuangan
diperkirakan akan tertarik untuk mengetahui penggunaan dana dari pemerintah tersebut. Oleh
karena itu, dasar penetapan materialitas yang paling sesuaiuntuk pemeriksaan laporan keuangan
departemen ini adalah total belanja.
Sebagai contoh perhitungan, auditor memutuskan kombinasi salah saji berjumlah 8
% dari laba bersih sebelum pajak dipandang material untuk laporan laba-rugi, dengan
memperhatikan faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Oleh karena itu, jika kombinasi salah
saji kurang dari 3 %, auditor akan memandang sebagai salah saji yang tidak material, dengan
memperhatikan faktor kualitatif dalam salah saji tersebut. Salah saji berada diantara 3 % dan 8 %
memerlukan pertimbangan auditor untuk memutuskan materialitasnya. Jika misalnya, laba bersih
sebelum pajak yang dipakai sebagai jumlah kunci berjumlah Rp 100 juta, maka batas materialitas
(materiality border) untuk laporan laba-rugi berada dalam kisaran :
Rp 3.000.000 sampai Rp 8.000.000
Batas bawah dihitung 3% x Rp100.000.000 dan batas dihitung 8% x Rp 100.000.000.
Contoh berikut ini menunjukan batas materialitas yang ditentukan oleh auditor :
1. Untuk total aktiva dalam neraca Rp 41 juta s.d Rp 100 juta
2. Untuk aktiva lancar Rp 25 juta s.d Rp 60 juta
3. Untuk total ekuitas pemegang saham dalam neraca Rp 15 juta s.d Rp 45 juta
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua
tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas lapoaran sebagai keseluruhan dan tingkat
saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai kesimpulan menyeluruh
atas kewajaran laporan keuangan.
Kesalahan gabungan (E+) dalam laporan keuangan yang diperiksa, harus dipertimbang -kan
sebagai berikut:
E+ > 10% ; dinilai “MATERIAL”
E+ < 5% ; dinilai “TIDAK MATERIAL” bila tidak ada faktor kualitatif
5% < E+ < 10% ; memerlukan tindak lanjut berdasarkan kebijakan profesional auditor
bersangkutan untuk menentukan materialitasnya
Pedoman umum penerapan tingkat materialitas :
0.5% dari belanja/ pendapatan digunakan pada entitas nirlaba pada saat pemeriksaan yang baru
pertama kali dilakukan atau pada kondisi SPI entitas belum memadai. Pemeriksa dapat
berangsur-angsur meningkatkan tingkat materialitas yang akan digunakannya pada pemeriksaan-
pemeriksaan selanjutnya samapi dengan tingkat materialitas 5 % dari total belanja / pendapatan
5 % - 10% dari laba sebelum pajak. Tingkat materialitas 10% digunakan pada perusahaan
nonpublic dan anak perusahaannya dan 5 % digunakan pada perusahaan publik.
0.5% - 1% dari penjualan, apabila sebuah perusahaan telah beroperasi pada atau mendekati titik
impas dan keuntungan / kerugian bersih berfluktuasi dari tahun ke tahun.
1% dari ekuitas pada saat hasil dari operasi sangat rendah yang menyebabkan likuiditas sebagai
perhatian utama/ pada saat pengguna laporan keuangan lebih memfokuskan perhatian pada
ekuita dari pada hasil dari operasi.
0.5% - 1% dari total aktiva pada saat ekuitas mengalami penurunan pada titik paling rendah.
B. Risko inheren
Risko inheren (inheren risiko) merupakan suatu ukuran yang dipergunakan oleh
auditor dalam menilai adanya kemungkinan bahwa terdapat sejumlah salah saji yang material
(kekeliruan atau kecurangan) dalam suatu segmen sebelum ia mempertimbangkan keefektifan
dan pengendalian intern yang ada. Dengan mengasumsikan tiadanya pengendalian intern, maka
risiko inheren ini dapat dinyatakan sebagai kerentanan laporan keuangan terhadap timbulnya
salah saji yang material. Jika auditor, dengan mengabaikan pengendalian intern, menyimpulkan
bahwa terdapat suatu kecenderungan yang tinggi atas keberadaan sejumlah salah saji, maka
auditor akan menyimpulkan bahwa tingkat risiko inherennya tinggi. pengendalian intern
diabaikan dalam menetapkan dalam menetapkan nilai risiko inheren karena pengendalian intern
ini dipertimbangkan secara terpisah dalam model risiko audit sebagai risiko pengendalian.
Penilaian ini cenderung didasarkan atas sejumlah diskusi yang telah dilakukan dengan pihak
manajemen, pemahaman yang dimiliki akan perusahaan, serta hasil-hasil yang diperoleh dari
tahun-tahun sebelumnya.
Hubungan antara risiko dengan risiko deteksi terencana serta dengan bukti audit yang
direncanakan adalah sebagai berikut : risiko inheren saling berlawanan dengan risiko deteksi
terencana serta memiliki hubungan yang searah dengan bukti audit.
Selain semakin meningkatnya bukti audit yang diperlukan untuk suatu tingkat risiko
inheren yang lebih tinggi dalam suatu area audit tertentu, merupakan hal yang umum dilakukan
pula untuk menugaskan staf yang telah memiliki lebih banyak pengalaman untuk melakukan
audit pada area tersebut serta melakukan riview yang lebih mendalam pada kertas kerja yang
telah selesai dibuat. Sebagai contoh : jika risiko inheren atas keusangan persediaan sanagt tinggi,
maka sangatlah masuk akal bila kantor akuntan publik memilih staf yang berpengalaman untuk
melakukan sejumlah tes yang lebih mendalam atas keusangan persediaan ini dan melakukan
review yang lebih cermat atas hasil-hasil yang diperoleh dari audit ini.
C. Resiko pengendalian
Resiko pengendalian (control risk) merupakan ukuran yang digunakan oleh auditor
untuk menilai adanya kemungkina bahwa terdapat sejumlah salah saji material yang melebihi
nilai salah saji yang masi dapat ditoleransi atas segmen tertentu akan tidak terhadang atau tidak
terdeteksi oleh pengendalian intern yang dimiliki klien. Resiko pengendalian ini memperhatikan
2 hal berikut:
1. Penilaian tentang apakah pengendalian intern yang dimiliki klien efektif untuk mencegah atau
mendeteksi terjadinya salah saji.
2. Kehendak auditor membuat penilaian tersebut senantiasa berada di bawah nilai maksimum (100
persen) sebagai bagian dari rencana audit yang dibuatnya.
Model resiko audit menunjukan hubungan yang erat antara resiko inheren dan resiko
pengendalian.
Sama dengan yang terjadi pada resiko inheren, hubungan antara resiko pengendalian
dan resiko deteksi terencana adalah saling berlawanan, sementara hubungan antara resiko
pengendalian dan bukti substantif merupakan hubungan yang searah. Sebagai contoh, jika
auditor menyimpulkan bahwa pengendalian intern bersifat efektif, maka nilai resiko deteksi
terencana dapat meningkat sehingga jumlah bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan
akan turun. Auditor dapat meningkatkan resiko deteksi terencana pada saat pengendalian intern
bersifat efektif karena pengendalian intern yang efektif akan mengurangi kemungkinan hadirnya
salah saji dalam laporan keuangan.
Sebelum auditor dapat menetapkan nilai resiko pengendalian kurang dari 100 persen,
auditor harus memahami pengendalian intern yang ada, dan berdasarkan pemahaman itu, auditor
melakukan evaluasi tentang bagaimana seharusnya fungsi pengendalian intern tersebut, serta
melakukan uji atas efektifitas pengendalian intern tersebut. Hal pertama dari semua ini adalah
keharusan untuk memahami semua jenis audit. Dua hal terakhir adalah langkah-langkah
penilaian resiko pengendalian yang diperlukan jika auditor memilih untuk memberikan nilai atas
resiko pengendalian supaya berada di bawah nilai maksimum.
D. Resiko akseptibilitas audit
Resiko akseptibilitas audit (acceptable audit risk) merupakan ukuran atas tingkat
kesediaan auditor untuk menerima kenyataan bahwa laporan keuangan mungkin masih
mengandung salah saji yang material setelah audit selesai dilaksanakan serta suatu laporan audit
wajar tanpa syarat telah diterbitkan. Ketika auditor memutuskan untuk menetapkan suatu tingkat
resiko akseptibilitas audit yang lebih rendah, hal tersbut berarti bahwa auditor ingin memperoleh
tingkat keyakinan yang lebih tinggi bahwa laporan keuangan tidak mengandung salah saji yang
material. Resiko nol berarti yakin sekali, dan suatu tingkat resiko sebesar 100 persen berarti
benar-benar tidak yakin.
Dalam audit terdapat istilah audit assurance atau tingkat keyakinan, yaitu merupakan
pelengkap dari resiko akseptibilitas audit. Audit assurance dihitung dengan perhitungan satu
dikurangi resiko akseptibilitas audit. Sebagai contoh, tingkat resiko akseptibilitas audit sebesar 2
persen sama dengan tingkat audit assurance sebesar 98 persen.
Dengan mempergunakan model audit, akan terlihat adanya hubungan yang searah
antara resiko akseptibilitas audit dan resiko deteksi terencana, serta hubungan yang saling
berlawanan antara resiko akseptibilitas audit dan bukti audit yang direncanakan. Sebagai contoh,
jika auditor memutuskan akan mengurangi nilai resiko akseptibilitas audit, maka akan
mengurangi pula resiko deteksi terencana serta bukti audit yang direncanakan akan dikumpulkan
harus ditingkatkan. Auditor pun seringkali harus menugaskan staf yang lebih berpengalaman
atau mereview kertas kerja dengan lebih cermat bagi klien dengan tingkat resiko akseptibilitas
audit yang lebih rendah.
E. Resiko kecurangan
Resiko kecurangan merupakan resiko selain 4 resiko di atas dan resiko ini biasanya di
perhitungkan di luar dari model resiko audit. Karena resiko kecurangan secara konsep dan
praktek sangat sulit untuk dipisahkan faktor-faktornya ke dalam 4 jenis resiko di atas.
Kecurangan sendiri memiliki arti kesalahan penyajian yang dilakukan secara sengaja dalam
bentuk penggelapan aktiva dan kecurangan pelaporan keuangan.
Untuk menilai resiko kecurangan, auditor mengumpulkan informasi untuk
menentukan luasnya keberadaan kondisi kecurangan. Hal-hal yang menyebabkan timbulnya
resiko kecurangan antara lain tekanan yang diterima manajemen baik kelompok maupun
individual, kesempatan yang tercipta, dan perilaku manajemen untuk membiarkan terjadinya
tindakan ketidakjujuran tersebut.
Halim, Abdul. 2008. Auditing 1 (Dasar-dasar audit laporan keuangan). Yogyakarta : Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN
Jusup, Al. Haryono (2001). Pengauditan. Buku 1. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN