Você está na página 1de 18

LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi

Lahan/Kawasan Rawan Bencana


Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

BAB III
KAJIAN DAN EVALUASI BENCANA

3.1. KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH


Dalam pengendalian masalah bencana alam Peraturan daerah sangat
mendukung dan penting meskipun ada ketentuan yang bersifat nasional (fire
code) namun sekurang-kurangnya terdiri atas :
Visi dan Misi, Kebijaksanaan dan Strategi, Organisasi, Tugas pokok& Fungsi,
Tata Laksana & Mekanisme Operasional, Sarana & peralatan, Pembinaan SDM
& Masyarakat, Pendanaan serta Pengawasan & Pengendalian.

A. Visi dan Misi


Sesuai dengan Visi dan Misi pembangunan kabupaten Tana Toraja
yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Tahun 2005 – 2010 dimana lebih menekankan pada peningkatan
sumber daya alam dan sumber daya manusia sehingga dirumuskan Visi
yaitu “terwujudnya kemampuan masyarakat Tana Toraja menuju
masyarakat yang sejahtera, produktif, berbudaya hukum, beriman,
demokratis yang bertumpuh pada kekuatan persatuan “
Kebijakan tersebut lalu dijabarkan dalam rencana strategi penanggulangan
bencana alam dengan misi “ terwujudnya kabupaten Tana Toraja yang aman
dari bencana alam “

B. Tata Organisasi dan Manajemen


Fungsi utama manajemen penanggulang meliputi pencegahan
komando lapangan, physical resources, personal dan pelatihan. Penetapan
tujuan suatu organisasi merupakan unsur utama dalam membina efektivitas
manajemen. Tujuan secara umum dan tradisional mencakup :

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 1
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

1) Mencegah timbulnya bencana.


2) Mencegah korban jiwa dan kerusakan harta benda saat bencana
terjadi.
3) Membatasi dampak lebih luas.
4) Meminimlakan intensitas bencana dan evakuasi.
Beberapa fungsi berikut menjadi relevan untuk dilaksanakan, yakni :
1. Kemampuan menghadapi keadaan darurat yang disebabkan oleh
adanya benda-benda berbahaya (hazardous materials).
2. Layanan medis saat emergency dan rescue.
3. Perencanaan menghadapi bencana seperti banjir, gempa bumi, tanah
longsor dan sebagainya.

C. Mekanisme Operasional
Implementasi atau operasi kelembagaan dengan perkembangan masa
kini dan tuntutan akan standarisasi maupun penerapan jaminan kualitas
perlu mempertimbangkan sekurang-kurangnya 2 (dua) hal utama, yakni :
1) Penerapan prosedur operasi standar atau Standart
Operating Procedure (SOP).
2) Koordinasi ataupun keterkaitan dengan instansi lainnya.
3) Dalam koordinasi instansional dengan pihak-pihak lain
yang sebenarnya tercakup pula kerjasama yang dapat dikembangkan ke
arah kemitraan.

D. Standart Operational Prosedure (SOP)


Standart Operational Prosedure (SOP) atau prosedur baku disusun dan
diterapkan dalam rangka meningkatkan keterpaduan dan kekompakkan
tim, dalam menghindari kerancuan dalam tindakan, menjamin kepastian
langkah-langkah tindakan dan dengan demikian akan meningkatkan
efektivitas dan efisiensi tugas-tugas pencegahan dan penanggulangan.
Standart Operational Prosedure (SOP) yang harus tersedia sekurang-
kurangnya adalah :

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 2
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

1) SOP tindakan pencegahan


2) SOP tindakan merespons pemberitahuan bencana
3) SOP tindakan operasi penanggulangan dan evakuasi
4) SOP pelaporan bencana
5) SOP tindakan evakuasi dan atau penyelamatan
6) SOP komunikasi keadaan darurat (emergency)

F. Koordinasi dan Keterkaitan Instansional


Dalam setiap tindakan operasionalnya, pemerintah daerah
senantiasa melakukan koordinasi antar instansi, baik pada kegiatan
pencegahan, penanggulangan dampak bencana alam, KomunikasI
emergency dan sebagainya.

G. Aspek Tata Raung


Menurut RTRW kabupaten Tana Toraja Tahun 2004 selain
pendekatan pencegahan resiko lingkungan kedepan dengan mengatur
pembangunan dalam konteks penatagunan tanah adalah dengan
melakukan land regulations (konsolidasi lahan, Land Readjustment)
dengan mengatur area terbangun dan ruang terbuka (BCR) 40 : 60 ) batas
ideal kota taman (Garden City sebesar 20 : 80).
Berdasarkan kondisi geografis dan geomorfilogi wilayah dalam
Rencana Tata Ruang wilayah menetapkan pelestarian lingkungan hidup
(The Strategy Of ecosistem development) sebagai patokan dasar utama
(RTRW 2004).
Kawasan perlundungan (lahan) yang dimaksud adalah kawasan
terbuka yang berkaitan dengan sumber daya alam yang berfungi sebagai
kawasan konservasi yang lokasinya ditetapkan dengan parameter
kemiringan lereng diatas 15% dan kawasan daerah aliran sungai, bantaran
sungai dan kawasan hutan (RTRW 2004). Adapun yang dimaksud di atas
adalah sebagai berikut :

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 3
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

a. Kemiringan diatas 15% perlu mendapat perhatian karena daerah inilah


yang merupakan daerah penyanggga kota.
b. Daerah aliran sungai yang merupakan lahan konservasi aliran sungai
yang pemanfaatan lahannya memerlukan penanganan.
c. Strategi yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah
perkotaan dan pedesaan sangat tergantung dari kesiapan masyarakat
dan pemerintah daerah untuk menjalankan kesesuaian RTRW yang
telah direncanakan. Strategi yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut :
 High Devenity
Dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan kepada tan yang
optimal dengan tidak melakukan pembangunan secara linear
mengikuti jalur jalan. Tetapi dilakukan dengan pembangunan
vertikal.
 Strategi Infill/pengisian
Strategi infill adalah strategi pengisian kantong-kantong kecil
lahan perkotaan yang masih kosong dan dapat diisi oleh berbagai
aktivitas yang akan terbangun di atasnya.
 Pembuatan Jalur Hijau
Pembuatan jalur hijau (green belt) dimaksudkan sebagai pembatas
kawasan limitasi atau konservasi yang berfungsi sebagai
penyangga dan filterisasi, sekaligus menjadi daerah konservasi.
 Pembagunan kawasan budidaya yang tidak sesuai rencana tata
ruang wilayah perlu mendapat perhatian. Agar supaya rencana
yang telah dibuat dapat terlaksana denga baik tanpa merusak
lingkungan.
 Kebijakan disentif dan kebijakan insentif. Dilakukan melalui
pengendalian legal mechanism.

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 4
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

3.2. ANALISA FAKTOR – FAKTOR TERJADINYA BENCANA


A. Faktor-Faktor Spesifik Yang Mempengaruhi
Kajian terhadap kondisi eksisting yang mempengaruhi bencana di
kabupaten Tana Toraja dalam upaya penanggulangan diperoleh indikasi
adanya kesenjangan antara tingkat penanganan penanggulangan bencana
dengan perkembangan serta kompleksitas aktivitas masyarakat.
Dari beberapa faktor yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bencana alam
baik tanah longsor maupun banjir adalah sebagai berikut :
a. Manajemen penanggulangan bencana dan rencana tindak belum
memadai.
b. Pengendalian pemanfaatan ruang tidak terpadu dengan instansi
terkait yang erat kaitannya dengan sistem penanggulangan bencana
alam.
c. Penyebab longsoran disertai banjir rata-rata disebabkan oleh
curah hujan tinggi dan kondisi topografi kabupaten Tana Toraja yang
umumnya atau sekitar 87,12 % luas wilayahnya merupakan daearah.
d. berbukit, terjal hingga pegunungan. Frekuensi tertinggi dari
penyebab longsor disertai banjir di Kabupaten Tana Toraja disebabkan
oleh
e. faktor lain yang belum diketahui penyebabnya.
f. Frekuensi Bencana alam berupa longsoran disertai banjir luapan sungai
di kabupaten Tana Toraja menurut Tahun Kejadian menunjukkan
adanya peningkatan dan penurunan (Fluktuatif) dalam tiap tahunnya.
Dan frekuensi tertinggi terjadi pada tahun 2006 sampai 2008 yang terjadi
hampir di semua wilayah kecamatan dalam wilayah Tana Toraja.
g. Frekuensi bencana alam berupa longsor Menurut Bulan, dimana
frekuensi terbesar tanah lonsor berada pada bulan September, Nopember
dan Desember yang merupakan bulan yang berada pada musim
penghujan terus menerus.

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 5
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

h. Frekuensi bencana bila dilihat menurut waktu kejadian dapat


disimpulkan bahwa cenderung terjadi kapan saja secara tiba – tiba.
B. Kerusakan Yang Ditimbulkan Akibat Bencana Longsor dan Banjir
Kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana alam (Longsor, banjir
dan kebakaran hutan) adalah sebagian besar kerugian Materi yang tidak
dapat diselamatkan pada saat kejadian bencana. Dari data yang didapatkan
menunjukan bahwa jumlah kerugian mencapai 100 Milyar Rupiah selama
tiga tahun terakhir dan umumnya kerugian kerusakan fasilitas pemerintah
seperti jalan, jembatan dan fasilitas lainnya. Sedangkan kerugian
masyarakat umumnya pertanian dan perkebunan terganggu. Untuk korban
jiwa belum ada data resmi yang diperoleh perencana namun mencapai
puluhan orang mengalami luka-luka, depresi dan mengungsi ke tempat
aman. Untuk itu diperlukan suatu sistem penanggulangan secara sinergis
dan terpadu untuk meminimalisasi dampak bencana yang seharusnya tidak
perlu terjadi.

3.3. PERAN INSTANSI TERKAIT


Beberapa indikator yang menunjukkan pengelolaan instansional terkait
menunjukkan kinerja yang kurang memadai baik dilihat dari segi peralatan,
manajerial dan pembinaan sumber daya masih jauh dari harapan. Hal ini juga
belum adanya instansi/badan yang menangani khsusus masalah bencana alam
di Kabupaten Tana Toraja selama ini penanganannya dilak ukan secara
terpadu.
Kendala yang dihadapi, antara lain :
a) Kurangnya dana/anggaran yang dibutuhkan dalam upaya meningkatan
kesadaran hukum dan kepedulian masyarakat terhadap pencegahan dan
penanggulangan bencana alam.
b) Keterbatasan personil, sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
pemerintah Daerah.
c) Koordinasi aparat Pemerintah Daerah yang masih lemah

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 6
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

d) Persepsi dan apresrasi terhadap upaya penceganan dan penanggulangan


terhadap dampak bencana alam masih belum sama.
e) Kinerja dan profesionalisme tenaga yang menangani pembinaan
f) masyarakit masih kurang baik segi kualitas maupun kuantitasnya.
g) Pengaruh sosial budaya masyarakat yang memerlukan waktu, kesabaran
dan pola pembinaan yang spesifik.
h) Penegakan hukum dan ketegasan aparat masih kurang di samping
kesadaran hukum masyarakat yang relatif rendah.
i) Kinerja dan hasil kegiatan pembinaan masyarakat oleh Pemda sangat
minim dan dianggap belum maksimal memanfaatkan peran masyarakat
dalam penanggulangan bencana alam.

Dari uraian diatas maka upaya yang sebaiknya di pikirkan bersama


adalah :
 Pembentukan Badan atau kantor yang khusus menangani
masalah tersebut.
 Program Penerimaan Pegawai atau relawan bencana (recruitment)
 Pelatihan Personil secara rutin
 Pencetakan kinerja personil
 Pemberian penghargaan terhadap kinerja personil.

3.4. PEMBINAAN SUMBER DAYA MANUSIA


Sumber daya manusia (SDM) bagi instansi yang menangani masalah
Bencana alam dirasakan masih memerlukan pelatihan dan pembinaan untuk
bisa lebih profesional dalam melaksanakan tugas. Oleh karena itu upaya untuk
meningkatkan kemampuan propesionalisme dalam dari tenaga yang ada
merupakan prioritas utama. Pelatihan dilakukan secara in-house bilamana
sarana dan fasilitas memungkinkan. Namun di samping masalah pelatihan
terdapat beberapa hal lain mengenai pembinaan SDM sebagai berikut :
a. Masalah deskripsi kerja atau tugas untuk masing-masing bagian
atau sektor masih belum jelas.

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 7
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

b. Masalah jenis pelatihan apa yang harus diikuti siapa dan dimana
akan latihan.

c. Belum ada silabus untuk pendidikan dan pelatihan (diklat) teknis fungsional
penanggulangan bencana.
d. Belum diselenggarakan suatu pembakuan mengenai klasifikasi
tenaga-tenaga profesional dalam lingkungan Pemerintah daerah.

3.5. PERAN SERTA MASYARAKAT


Peran serta masyarakat atau biasa disebut dengan Partisipasi adalah
bekerja ber-sama-sama untuk mencapai tujuan yang akan dicapai adalah suatu
proses sosial yang paling besar. Peran serta masyarakat di Kabupaten Tana
Toraja dapat disimpulkan sebagai berikut :
a) Penegasan tentang fakta pelibatan peran serta masyarakat dalam
penanggulangan bencana adalah sangat besar hal ini dapat dibuktikan
dari fakta yang didapatkan dari hasil survey dan wawancara quesioner
b) yang diperoleh di lapangan baik itu dari masyarakat maupun dari instansi
c) terkait yang menanggulangi masalah bencana di Kabupaten Tana Toraja.
d) Point (a) di atas menunjukkan bahwa antara 15 menit pertama sampai 20
menit tindakan dapat dilakukan oleh masyarakat bahkan beberapa indikasi
e) menunjukkan di beberapa lokasi yang terjadi seluruhnya ditangani oleh
masyarakat khususnya gejala bencana tanah lonsor berskala kecil sampai
sedang.
f) Fakta tersebut diatas bila dikaitkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Gwynne dan Galea, di amerika dan inggris menunjukkan bahwa peran
serta masyarakat mencapai 98.2 % atau 27,9 dari populasi.
g) Berdasarakan JUKNIS dari departemen Pekerjaan Umum bahwa setiap
kelembagaan/organisasi penanggulangan bencana sampai ditingkat
h) Kelurahan sebaiknya membentuk satuan khusus yang disebut Satuan
Relawan Bencana Alam (SATLAK) atau nama lainnya tergantung situsasi
dan kondisi wilayah.

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 8
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

3.6. PENINGKATAN PERAN SERTA MASYARAKAT


Pembinaan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran terhadap
pentingnya upaya-upaya terhadap pencegahan dan penanggulangan bencana
termasuk apresiasi terhadap setiap tindakan pengamanan terhadap kawasan
rawan bencana adalah salah satu bagian utama dari tugas dan fungsi instansi
pemerintah. Agar upaya pencegahan dan penanggulangan bencana berhasil,
maka salah satu langkah penting adalah melibatkan masyarakat dalam
kegiatan pencegahan dan penanggulangan. Bilamana seluruh warga
kabupaten memiliki safety mindedness yang tinggi serta berperan aktif dalam
setiap usaha pencegahan dan penanggulangan bencana, maka ada jaminan
bahwa wilayah tersebut relatif aman dan dengan demikian beban kerja
pemerintah daerah menjadi lebih ringan. Dengan cara pembinaan SATLAK
(Satuan Sukarelawan Bencana).

3.7. PERAN SERTA TIM RELAWAN


A. Satuan Koordinasi Relawan Masyarakat (Satkorlak)
Satkorlak merupakan wadah partisipasi dan rasa tanggung jawab
masyarakat dalam rangka mengatasi ancaman bahaya bencana. Sakorlak
menjadi bagian dari pelayanan bencana. Satkorlak sekurang-kurangnya
diberlakukan sampai ketingkat wilayan yang paling kecil
(Lingkungan/RT/RW).
B. Organisasi Satkorlak
Pembentukan Satkorlak sepenuhnya atas inisiatif masyakat.
C. Tugas Dan Fungsi Satkorlak
Satkorlak mempunyai tugas membantu masyarakat dalam upaya
menjaga bangunan, penghuni, harta, dan lingkungannya serta memberikan
informasi kejadian bencana kepada instansi pemerintah.
Fungsi Satlab merupakan penanggulangan dini sebelum unsur
pemerintah datang ketempat terjadinya bencana.

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 9
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

D. Pendidikan dan Pelatihan


Diklat Satkorlak merupakan kewajiban pemerintah daerah, termasuk
resiko selama menjalani kegiatan diklat.
E. Pembinaan Satkorlak
Pembinaan personil Satkorlak menjadi tanggung jawab
lurah/Lembang, sedangkan pembinaan kemampuan teknis ditangani oleh
Instansi pemerintah.

3.8. RESIKO BENCANA ALAM


Risiko adalah kemungkinan suatu peristiwa (dalam hal ini bencana alam)
yang akan memberi dampak pada tujuan. Tujuan di sini adalah tujuan proteksi
dari resiko bencana yang meliputi keselamatan jiwa (life safety), perlindungan
harta benda (property safety), kelangsungan proses dan kerja (process
safety), dan keselamatan lingkungan (environmental safety). Seperti terlihat
pada grafik/bagan 2.

Gambar 3.1. Bagan Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap risiko

Faktor-faktor risiko tersebut akan diukur dalam hal dampak

(conseguencies) dan kemungkinan/kecenderungan terjadinya (likelihood).


Dan untuk rincian apa-apa yang harus dikaji dalam analisis risiko ini, resiko
dalam konteks tanah longsor diartikan sebagai kombinasi antara
kecenderungan terjadinya longsoran dan konsekwensi potensi yang
ditimbulkannya. Kecenderungan terjadi longsor dan bencana lainnya
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 10
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

1. Inventarisasi Potensi Bahaya Bencana


Faktor-faktor yang berpotensi menimbulkan bencana antara lain
sebagai berikut :
a. Kondisi Geografis, Topografi, Jenis Tanah Dan Geologis
b. Klimatologis (Termasuk Daerah Petir)
c. Kondisi Bangunan (jalan, talud dan drainase)
d. Kepadatan bangunan
e. Persampahan dan Limbah
f. Kawasan Pinggiran Sungai.

2. Inventarisasi Tingkat Kerentanan Bahaya Bencana (Vulnerability)


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kerentanan dari
bahaya bencana antara lain adalah :
a. Kondisi Fisik dan Infrastruktur
b. Tata Tuang Ruang Wilayah dan Kota
c. Aktifitas penduduk
d. Sosial Ekonomi dan Budaya.

3. Inventarisasi Kapasitas/Ketahanan Bahaya Bencana (Capacity)


Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat
kapasitas/ketahanan dari bahaya Bencana antara lain adalah :
a. Kapasitas pemerintah daerah
b. Sumber Dana
c. Sumber Daya Operasional
d. Sarana Dan Prasarana (termasuk di dalamnya Masalah Aksesibilitas,
Fasilitas komunikasi, dsb)
e. Kesadaran Masyarakat dan Perangkat Peraturan/Hukum.
Masalah-masalah yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh terhadap intensitas bencana dan harus menjadi titik perhatian
dari Penyusunan Data dan Informasi Bencana adalah :

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 11
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

a. Aspek Tata Ruang dan Pengembangan Wilayalah yang meliputi :


 Kondisi Geografis, Topografis, Geologis dan Klimatologis
 Kondisi Tata Ruang dan Masterplan
 Demografi dan Kepadatan/sebaran Penduduk
 Fungsi Administrasi Kota Kendari.
b. Zona Kritis Terhadap bencana, meliputi :
 Identifikasi Daerah Kritis.
 Faktor-Faktor Penentu Daerah Rawan bencana
 Kaitan dengan Pemanfaatan Ruang dan Pengembangan Wilayah
(RTRW) masa yang akan datang.
c. Aspek Sarana dan prasarana penanggulangan dini, yang meliputi :
 Sarana Transportasi Wilayah & Jalan Lingkungan
 Lokasi posko – posko penanggulangan bencana
 Alat komunikasi.
 Keadaan peralatan evakuasi (kendaraan, tenda darurat dan medis).
d. Kondisi Fisik Lingkungan, yang meliputi :
 Pola Penggunaan Lahan
 Struktur Tanah dan Batuan
 Sisitem hidrologi
 Konstruksi bangunan (Jalan,Rumah, talud dan drainase)
e. Peraturan dan Standar yang Berlaku Mengenai Manajemen Bencana, yang
meliputi :
 Tinjauan Terhadap Peraturan Daerah (Perda)
 Mekanisme Perijinan
 Standar-Standar dan Pedoman Teknis.
 Aspek Pemeriksaan & Pemantaun
f. Aspek Sosial Budaya dan Kesadaran Masyarakat, yang meliputi :
 Tinjauan Terhadap Aspek Sosial Budaya Masyarakat
 Upaya Peningkatan Kesadaran Masyarakat
 Implementasi Penyuluhan & Public Campaign Tentang Bencana

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 12
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

g. Data dan Statistika bencana dengan menelusuri dan mempelajari data


kejadian bencana alam ini akan diperoleh banyak masukan yang berguna
bagi identifikasi permasalahan yang terjadi.
Konsekwensi potensial yang muncul akibat bencana antara lain
dengan korban luka atau meninggal, kerugian materi dan terjadinya
stagnasi bisnis atau usaha. Ilustrasi mengenai resiko ini digambarkan
pada bagan 3.

Fisik Lahan

Tata Ruang

Kepadatan penduduk
KECENDERUNGAN
TERJADI
Kerapatan bangunan

Level proteksi terpasang

Bencana Level kesiapan masyarakat

Korban luka/meninggal

KONSEKWENS
Rugi materi /lingkungan
I POTENSIAL

Stagnasi bisnis/usaha

Bagan 3.2 Resiko bahaya sebagai kombinasi dari kecenderungan terjadi


dan konsekwensi potensial

3.9. ANALISA RESIKO


Analisis resiko ini merupakan bagian dari suatu kegiatan manajemen
resiko bencana. Terdapat sebuah ungkapan bahwa, "before risk can be
effectively managed, it should be analysed' IAS/NZS 43601. Mengacu pada
AS/NZS 4360:1999 resiko didefinisikan sebagai : "Risk is the chance of
something happening that will have an impact upon objecfives. it is measured
in terms of consequences and likelihood".

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 13
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

Resiko adalah kemungkinan sesuatu peristiwa (dalam hal ini


bencana) memberi dampak pada tujuan. Tujuan di sini adalah tujuan proteksi
dari bahaya bencana alam yang meliputi keselamatan jiwa (life safety),
perlindungan harta benda (property Safety), kelangsungan proses dan kerja
(process safefy). Resiko terdiri atas 3 faktor : yakni bahaya (hazard),
kerentanan (vulnerability), dan kapasitas (capacity) diukur dalam hal dampak
(consequencies) dan kemungkinan/kecenderungan terjadinya (likelihood).
Manajemen resiko bencana merupakan suatu kegiatan penerapan
secara sistematik kebijakan, prosedur, dan praktik manajemen pada tugas
analisis, pengkajian dan pengendalian resiko bencana dalam rangka
memproteksi manusia, properti dan lingkungan.
Tahapan studi manajemen resiko Bencana dengan mengacu AS/NZS
4360:1999 dengan sejumlah penyesuaian tertera pada gambar 1, dengan
penjelasan berikut :

1. Identifikasi Resiko Bahaya Bencana Alam


Pada tahap ini dilakukan penggalian faktor-faktor apa yang
berkaitan dengan bencana pada masing-masing kajian (sumber resiko).
Antara lain dapat di gali dari dua buah pertanyaan : What can happen?
dan How can it happen? Selanjutnya dikaitkan dengan analisis resiko pada
tahap selanjutnya, maka pada tahap ini dikumpulkan sejumlah data
primer dan sekunder yang diperoleh dengan melalui survey lapangan dan
instansional dan juga acuan kriteria aman yang ada. Data-data yang
dibutuhkan : administrasi wilayah (GlS), Perda, kependudukan, historis
bencana alam, data lapangan : kondisi eksisting tata guna lahan.

2. Analisis Resiko, Estimasi dan Pemetaannya


Pada tahapan ini dilakukan pemilahan terhadap resiko, meliputi
mana yang tergolong resiko kecil (minor) sehingga dapat diabaikan dan
mana yang merupakan resiko utama (major). Data-data terkait yang telah
dikumpulkan pada tahap identifikasi akan digunakan untuk mengevaluasi

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 14
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

resiko utama dan melakukan perlakuan (treatment) terhadap resiko


tersebut.
Pada tahap ini dilakukan penentuan sumber resiko, kemungkinan
terjadinya (likelihood), dan dampaknya (consequences). Acuan untuk
analisis adalah standar- standar terkait seperti hazard bangunan dengan
ASTM E-931-94 dengan dibantu perangkat lunak terkait dengan lokasi
bencana dll.
Analisis resiko ini ditindak lanjuti dengan penentuan peralatan
yang dibutuhkan dalam penanggulangan yang dibutuhkan suatu wilayah.
NFPA 1231 atau SNI 03-1962-1990.
Evaluasi resiko dan perlakuan (freaf) terhadap resiko vang ada
pada tahap ini dilakukan pembandingan dengan kriteria aman yang
disepakati, penetapan prioritas resiko, penetapan pilihan analisis cost-
efektif terhadap pilihan alternatif solusi terhadap resiko yang ada untuk
meningkatkan level proteksi bencana. Pada tahap ini akan dihasilkan
sejumlah korelasi penunjang model FMA yang dikehendaki dan
perencanaan jangka panjang yang diperlukan.
Pentahapan proses manjemen resiko penanggulangan bencana
dapat dilihat pada grafik dibawah ini.

Gambar 3.3 Bagan: Tahapan Proses Manajemen Resiko Bencana

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 15
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

Mengembangkan Kriteria
Kajian/Studi
Identifikasi Resiko
Peraturan-peraturan dan standar
terkait.

Analisis Resiko = Jumlah


Kelengkapan, terkait dengan Analisis Resiko
wilayah Rawan Bencana
Faktor-faktor yang mempengaruhi = Menentukan Faktor-Faktor pengendalian
Kondisi Fisik Lahan, Sosial dsb. yang ada meliputi faktor bahaya, faktor
kerentanan, dan faktor ketahanan

Menentukan Menentukan
kemungkinan Dampak
(Likelihood) (Consequences)

Estimasi Tingkat Resiko

Evaluasi Resiko Pemetaan Lokasi Rawan Bencana


Membandingkan dengan
kriteria aman yang telah
disepakatiMenetapkan
Prioritas resiko Prinsip Pencegahan
Penanggulangan dan Rencana
Tindak Bencana

A. Metoda Indeks Penilaian Tingkat Resiko (Rangking Method)


Dimaksudkan untuk memberi penilaian tingkat resiko bencana
setiap kawasan berdasarkan kondisi pengembangan dan arahan
pemanfaatan ruang RTRW 2004-2014 dan Rencana Detail Tata Ruang Kota
(RDTRK).
Selanjutnya dari analisis resiko ini akan dihasilkan peta potensi lokasi
bencana (Hazard Mapping). Alur pendekatan metoda indeks Rangking
Method di awali dengan langkah :

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 16
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

a. Penetapan kriteria penilaian berdasarkan parameter lokasi


bencana (Hazard) kerentanan (Vulnerability) dan Kapasitas
(Capacity)
b. Dilakukan kuantifikasi bobot kriteria faktor pengaruh sfesifik dengan
asumsi bahwa setiap kriteria memiliki tingkat hubungan yang berbeda-
beda terhadap suatu variabel
c. Berdasarkan butir point 1 & 2 diatas, dilakukanlah penilaian
scoring setiap wilayah guna mendapatkan hirarki tingkat resiki
bencana yang selanjutnya dipakai untuk menetapakan cara
penanganan bencana dan bobot penenggulagan (weight of attack).

B. Pemetaan Lokasi & Peta Bahaya


Analisis rawan bencana dilakukan dalam rangka memperoleh
informasi akurat menyangkut potensi bencana dan dengan demikian
dapat direncanakan upaya dan tindakan sistematis untuk
menanggulanginya. Substansi yang dianalisis diperoleh dari data dan
informasi menyangkut kondisi eksisting dan arah pusat pengembangan
ekonomi wilayah .
Hasil dari analisis resiko bahaya ini adalah tersusunnya apa yang
disebut sebagai peta bahaya lokasi rawan bencana longsor dan bencana
lainnya (hazard & other disasters mapping) yang digunakan sebagai
bencapanduan dalam penentuan resources dalam rangka efektivitas
penanganan yang meliputi pencegahan dan penyelamatan terhadap
dampak bencana longsor dan bencana alam lainnya.

4.10. IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN BENCANA


A. Kondisi Penyebab Tingginya Pengaru Faktor Pendorong
Berdasrkan hasil survey lapangan dan analisis bahwa terjadinya
longsoran di wilayah Tana Toraja umunya dikarenakan oleh tingginya
pengaruh faktor pendorong antara lain :
1. Hujan
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)
KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 17
LAPORAN ANTARA Penyusunan Identifikasi
Lahan/Kawasan Rawan Bencana
Kabupaten Tana Toraja Tahun 2008

2. Lereng yang terjal


3. Tanah yang kurang padat dan tebal
4. Batuan yang kurang kuat
5. Pola tanam yang salah
6. Adanya beban tambahan
7. Drainase yang kurang baik
8. Bekas longsoran lama
9. Penggudulan hutan
10. Daerah pembuang sampah

B. Ciri – Ciri Fisik Alami


Terjadinya longsor sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik yang ada
pada suatu kawasan longsor. Berdasarkan hasil kajian fisik alami yang
menyebabkan kondisi longsor di Tana Toraja dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Kemiringan lereng wilayah Tana Toraja rata – rata diatas 40 % yang
terdapat di semua wilayah Kecamatan.
2. Tingkat cura hujan cukup tinggi atau rata – rata 2.500 mm per tahun.
3. Struktur batuan tersusun dari bidang diskontinuitas atau struktur
retakan.
4. Daerah yang dilalui strutur patahan (Sesar).
5. Adanya gerakan tanah
6. Vegetasi yang tumbuh banyak berakar serabut seperti bambu, enaung
dan sayur – sayuran.

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)


KABUPATEN TANA TORAJA TAHUN 2008
III - 18

Você também pode gostar