Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan kasih-Nya,
penyusunan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini berjudul konsep asuhan
keperawatan pada anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dari
system perkemihan, pencernaan dan metabolic endokrin “Diare”.
Makalah ini tidak akan dapat selesai tepat pada waktunya tanpa bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini disampaikan terimakasih kepada:
1. Ibu Musviro, S.Kep., Ns. M.Kes. Selaku Dosen Pembimbing mata kuliah
Keperawatan Anak
2. Orang tua yang selalu mendoakan dan memberi inspirasi.
3. Rekan-rekan kelompok yang telah bekerjasama dalam penyelasaian makalah ini.
Penyusunan makalah ini pasti masih ada kekurangan baik dari segi penyusunan,
bahasa, maupun segi lainnya. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya
sehingga bisa memberikan inspirasi kepada pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1. LATAR BELAKANG..................................................................................................... 1
1.2. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 1
1.3. TUJUAN ......................................................................................................................... 1
BAB 2. PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2
2.1. KONSEP GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT ...................................................................................................................... 2
2.1.1. DEFINISI .................................................................................................................. 2
2.1.2. KESEIMBANGAN ATAU NILAI NORMAL ........................................................ 3
2.1.3. ORGAN PENGATUR .............................................................................................. 5
2.1.4. KETIDAKSEIMBANGAN DAN JENIS-JENIS ..................................................... 6
2.1.5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI .................................................................... 8
2.1.6.PEMERIKSAAN ....................................................................................................... 8
2.1.7. PENATALAKSANAAN .......................................................................................... 9
2.2. KONSEP PENYAKIT .................................................................................................... 9
2.2.1. DEFINISI.................................................................................................................. 9
2.2.2. ETIOLOGI.............................................................................................................. 10
2.2.3. KLASIFIKASI........................................................................................................ 11
2.2.4. PATOFISIOLOGI (Axson & Fugate, 2013). ......................................................... 12
2.2.5. MANIFESTASI KLINIS ........................................................................................ 19
2.2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................................... 20
2.2.7. PENATALAKSANAAN........................................................................................ 20
2.2.8. KOMPLIKASI........................................................................................................ 21
2.3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................... 21
2.3.1. PENGKAJIAN (Sodikin, 2011). ............................................................................ 21
2.3.2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN (Wilkinson, 2016) ............................................. 24
2.3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN (Wilkinson, 2016). .......................................... 29
2.3.4. EVALUASI KEPERAWATAN ............................................................................. 31
BAB 3. PENUTUP .................................................................................................................. 32
3.1. KESIMPULAN ............................................................................................................. 32
3.2. SARAN ......................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 33
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Diare merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara berkembang dan dapat
menyerang baik anak-anak maupun dewasa. Diare merupakan konsidi patologis yang dapat
berwujud dengan gejala yang ringan, namun dapat pula berkembang menjadi situasi yang
mengancam nyawa.
Penyakit yang banyak diderita anak-anak pada masa awal pertumbuhan (0-5 tahun)
dapat muncul kembali pada masa sekolah,terutama di awal-awal masa sekolah (6-8 tahun).
Anak usia sekolah sangat rentan terhadap berbagai penyakit khususnya penyakit yang
disebabkan karena penerapan hidup bersih dan sehat yang kurang baik. Salah satunya yaitu
kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dan menggunakan jamban
sehat.hal tersebut menyebabkan kuman mudah masuk kedalam tubuh dan menyebabkan
penyakit pada anak sehingga anak akan mudah mengalami sakit seperti diare.
Selain cuci tangan dan penggunaan jamban yang sehat, diare sendiri dapat terjadi
karena beberapa faktor, bisa karena adanya infeksi, pemakaian obat-obatan, keracunan atau
alergi makanan, serta penyakit tertentu. Diare dapat menyebabkan kekurangan cairan dan
elektolit yang dapat menyebabkan anak menjadi dehidrasi. Adanya tanda dehidrasi perlu
mendapatkan penanganan segera karena dapat menyebabkan kejang, kerusakan otak, bahkan
kematian.
1.3. TUJUAN
1. Mengetahui Konsep Penyakit pada anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
cairan dan elektrolit dari system perkemihan, pencernaan dan metabolic endokrin
“Diare”.
2. Mengetahui Konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit dari system perkemihan, pencernaan dan metabolic
endokrin “Diare”.
1
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1. KONSEP GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN
ELEKTROLIT
Tubuh manusia sebagaimana makhluk hidup yang lain tersusun atas berbagai sistem
organ, puluhan organ , ribuan jaringan dan jutaan molekul. Secara fisik molekul pembentuk
tubuh manusia dapat dibedakan menjadi jenis cairan dan matriks molekul padat (Tamsuri,
2012).
Fungsi cairan dalam tubuh manusia antara lain sebagai alat transportasi nutrien,
elektrolit dan sisa metabolisme sebagai komponen pembentuk sel, plasma, darah, dan
komponen tubuh lainnya serta sebagai media pengatur suhu tubuh dan lingkungan seluler
(Tamsuri, 2012).
Total jumlah cairan yang terdapat dalam tubuh cukup besar dibandingkan dengan
kompartemen zat padat pembentuk tubuh. Bahkan pada tulang manusia yang strukturnya
tampak begitu padat, sebenarnya terdapat kendungan cairan lebih dari 30%. Secara umum,
konsentrasi cairan pada tubuh sekitar 60%. Cairan tubuh tersebut meliputi cairan darah,
plasma jaringan, cairan sinovial pada persendian, cairan serebrospinal pada otak dan medula
spinalis, cairan dalam bola mata, cairan pleura dan berbagai cairan yang terkandung dalam
organ dan jaringan (Tamsuri, 2012).
Cairan yang terdapat dalam tubuh selalu mengalami perubahan, baik konsentrasi,
jumlah, maupun jenisnya. Cairan juga melalui proses keluar dan masuk tubuh kita.
Perhatikan bahwa manusia selalu minum setiap hari dan memakan makanan yabg
mengandung banyak air, namun tubuh manusia tidak lantas menjadi kebanjiran. Sebaliknya,
manusia selalu merasa haus karena kekurangan cairan. Hali ini terjadi karena tubuh
mememrlukan penggantian cairan sehingga terdapat cairan yang dikeluarkan oleh tubuh
dalam bentuk air seni dan bentuk lain (Tamsuri, 2012)
2.1.1. DEFINISI
Cairan tubuh adalah laritan yang terdiri dari ait (pelarut) dan zat tertentu. Elektrolit
adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan (Hidayat, 2014).
Cairan dan elektrolit merupakan komponen tubuh yang berperan dalam memelihara
fungsi tubuh dan proses homeostatis. Tubuh kita terdiri atas sekitar 60% air yang tersebar
didalam sel (Hidayat, 2014).
2
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis dan
lingkungan. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya distribusi yang normal dari air
tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh (Hidayat, 2014)
Keseimbangan cairan ditentukan oleh intake atau masukan cairan dan output atau
pengeluaran cairan. Pemasukan cairan berasal dari minuman dan makanan. Kebutuhan cairan
setiap hari antara 1.800-2.500 ml/hari (Hidayat, 2014)
3
14 tahun 2.200-2.700 50-60
18 tahun 2.200-2.700 40-50
Dewasa 2.400-2.600 20-30
Keseimbangan elektrolit
Elektrolit terdapat pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrisi, dan
sisa metabolisme (seperti karbondioksida) yang semuanya disebut dengan ion. Beberapa jenis
garam dalam air akan dipecah dalam bentuk ion elektrolit (Hidayat, 2014)
Pengukuran elektrolit dalam satuan mili equivalen per liter atau miligram per 100 ml (mg/100
ml). Equivalen tersebut merupakan kombinasi kekuatan zat kimia atau kekuatan kation dan
anion dalam molekul (Hidayat, 2014)
Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat bertegangan tetap.
Cairan saline terdiri atas cairan isotonik, hipotonik dan hipertonik. Konsentrasi isotonik
disebut juga normal saline yang banyak dipergunakan.
a. Larutan isotonik
Yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas sama efektifnya dengan cairan tubuh.
Misal : NaCl 0,9%, Ringer Laktat dan larutan 5% dextrose dalam air.
b. Larutan hipertonik
Yaitu larutan yang mempunyai osmolaritas afektif lebih besar dari cairan tubuh. Misal
: larutan 0,45% NaCl dan larutan 0,33% NaCl.
4
c. Larutan hipotonik
Yaitu larutan yang mempunyai osmolalitas efektif lebih kecil dari cairan tubuh. Misal
: larutan 5% dextrose dalam normal saline (D5NS), 5% dextrose dalam 0,45% NaCl
(D5½NS) dan (D5RL) (Hidayat, 2014).
1. Ginjal
Merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan kebutuhan
cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal yakni sebagai pengatur air,
perngatur konsentrasi garam dan darah, pengatur keseimbangan cairan dan asam basa
darah, dan pengatur ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian
ginjal seperti glumerolus sebagai penyaring cairan. Rata-rata setiap 1 liter darah
mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glumerolus, 10% disaring keluar.
Cairan yang tersaring (filtrat glumerolus), kemudian mengalir melalui tubuh renalis
yang sel-selnya menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang
diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1
ml/kg/bb/jam.
2. Kulit
Merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait dalam proses
pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh
vasomotorik dengan kemampuan pengendalian arteriolakutan dengan cara
vasodilatasi dan vasokonstriksi. Banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh
darah dalam kulit mempengaruhi jumlah keringat yang dikeluarkan. Proses pelepasan
panas kemudian dapat dilakukan dengan cara penguapan.
Proses pelepasan panas lainnya dilakukan melalui cara pemancaran yaitu dengan
melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara terseput berupa cara induksi dan
konveksi.
3. Paru-paru
Organ paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan insensible water
loss ±400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat
perubahan-perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan (kemampuan bernapas),
misal orang yang olahraga berat.
5
4. Gastrointestinal
Merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam mengeluarkan cairan
melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan yang
hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/hari (Hidayat, 2014).
6
a. Hiponatremia
Suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma darah yang ditandai
dengan adanya kadar natrium plasma yang kurang dari 135 mEq / liter, mual
muntah dan diare.
Gejalanya yaitu rasa haus yang berlebih, denyut nadi cepat, hipotensi,
konvulsi, membran mukosa kering.
b. Hipernatremia
Suatu keadaan dimanan kadar natrium dalam plasma tinggi.
Gejalanya yaitu mukosa kering, oliguria / anuria, turgor kulit birik, bengkak,
kulit kemerahan, lidah kering, konvulsi, suhu badan naik, kadar natrium dalam
plasma > 145 mEq/ liter.
c. Hipokalemia
Suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam darah.
Gejalanya yaitu lemahnya denyut nadi, turunnya tekanan darah, tidak nafsu
makan, mual muntah, perut kembung, aritmia, penurunan bising usus, kadar
kalium < 3,5 mEq/liter.
d. Hiperkalemia
Suatu keadaan dimana kadar kalium dalam darah tinggi terjadi pada pasien
luka bakar, penyakit ginjal, asidosis metabolik.
Gejalanya yaitu mual, hiperaktivitas sistem pencernaan, aritmia, kelemahan,
jumlah urine sedikit, diare, kadar kalium > 5 mEq/liter.
e. Hipokalsemia
Kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah. Terjadi akibat pengaruh
pengangkatan kelenjar gondok / kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi
intestinal.
Gejalanya yaitu kram otot dan perut, kejang, bingung, kadar kalsium < 4,3
mEq/ liter.
f. Hiperkalsemia
Suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah, terjadi pada pasien yang
mengalami pengangkatan kellenjar gondok dan vitamin D secara berlebihan.
Gejalanya yaitu nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal, mual dan
muntah, koma, kadar kalsium > 4,3 mEq/liter.
g. Hipomagnesia
Kekurangan kadar magnesium dalam darah.
7
Gejalanya yaitu iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, takikardi,
hipertensi, kadar magnesium < 1,3 mEq/ liter.
h. Hipermagnesia
Kondisi kelebihan magnesium dalam darah
Gejalanya yaitu koma, gangguan pernapasan, kadar magnesium > 2,5
mEq/liter. (Tarwoto, 2015).
2.1.5. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
1. Usia
Perbedaan usia menentukkan luas permukaan tubuh serta aktivitas orgn, sehingga
dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit.
2. Temperatur
Temperatur yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat
cukup banyak, sehingga tubuh akan kehilangan cairan.
3. Diet
Apabila kekurangan nutrien, tubuh akan memecah cadangan makanan yang tersimpan
di dalamnya sehingga tubuh terjadi pergerakan cairan dari interstisial ke intraseluler
yang dapat berperngaruh pada jumlah pememnuhan kebutuhan cairan.
4. Stress
Stress dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit melalui
proses pengikatan prosuksi ADH, karena proses ini dapat meningkatkan metabolisme
sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi
soium dan air.
5. Sakit
Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga untuk memperbaiki sel
yang rusak tersebut di butuhkan adanya proses pemenuhan kebutuhan cairan yang
cukup. Keadaan sakit menimbulkan ketidakseimbangan sistem dalam tubuh, seperti
ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan kebutuhan
cairan (Hidayat, 2014).
2.1.6.PEMERIKSAAN
1. Integumen
Keadaan turgor kulit, edema, kelelahan, kelemahan otot dan sensori raba.
2. Kardiovaskuler
Distensi vena jugularis, tekanan drah, hemoglobin dan bunyi jantung.
3. Mata
8
Cekung dan air mata kering.
4. Neurologi
Refleks, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
5. Gastrointestinal
Keadaan mukosa mulut, lidah, muntah dan bising usus
6. Darah lengkap
Darah perifer lengkap, gas darah dan elektrolit.
7. pH
8. berat jenis urin
9. Analisis gas darah (Tarwoto, 2015)
2.1.7. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian cairan melalui infus
Tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan
bantuan perangkat infus. Tindakan ini untuk memenuhi kebutuhan cairan dan
elektrolit, serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan
2. Transfusi darah
Tindakan memasukkan darah melalui vena dengan menggunakan seperangkat alat
transfusi pada pasien yang membutuhkan darah. Tujuannya untuk memenuhi
kebutuhan darah dan memperbaiki perfusi jaringan (Tarwoto, 2015).
Diare pada dasarnya adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya
dengan konsistensinya yang lebih encer. Berikut ini adalah beberapa pengertian diare
menurut para ahli, yaitu suatu keadaan dimana :
1. Frekuensi buang air besar yang lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali
pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau,atau dapat pula
bercampur lender dab darah atau hanya lender.
2. Individu mengalami perubahan dalam kebiasaan BAB yang normal, ditandai
dengan seringnya kehilangan cairan dan feses yang tidak berbentuk.
3. Defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lender
dalam tinja.
4. Bertambahnya jumlah atau berkurangnya konsistensi tinja yang dikeluarkan.
9
Diare didefinisikan sebagai pesase feses cair lebih dari 3-4 kali dalam sehari
disertai kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui feses (Watson, dikutip Jones
& Irving, 1996 Behrman, Kligman & Arvin, 1996 dalam (Sodikin, 2011).
2.2.2. ETIOLOGI
Penyebab utamanya adalah beberapa kuman usus penting, yaitu rotavirus, escherichia
coli, shigella, cryptosporidium, vibrio cholerae, dan salmonella (Depkes RI, 1998 dalam
(Sodikin, 2011).
Selain kuman, ada beberapa perilaku yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare,
yaitu:
1. Tidak memberikan ASI secara penuh ubtuk 4-6 bulan pertama dan kehidupan
2. Menggunakan botol susu
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar
4. Air minum tercemar dengan bakteri tinja
5. Tidak mencuci tangan setelah buang air besar, sesudah membuang tinja, atau
sebelum menjamah makanan (Sodikin, 2011).
1. Gangguan osmotik
Terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi penggeseran air
dan elektrolit ke dalam rongga usus dan dan selanjutnya timbul diare karena
terdapat peningkatan isi rongga usus.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu, misalnya, toksin pada dinding usus, akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus, selanjutnya timbul
diare, karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3. Gangguan motilitas usus
Hyperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya, bila peristaltik usus
menurur, maka akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, sehingga
selanjutnya timbul diare pula.
10
Hampir sekitar 70-90% penyebab dari diare sudah dapat dipastikan. Secara
garis besar penyebab diare dikelompokkan menjadi penyebab langsung atau
faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempercepat terjadinya diare
(Sodikin, 2011).
Penyebab diare akut dapat dibagi menjadi dua golongan, diare sekresi
(secretory diarrhoea) dan diare osmotik (osmotic diarrhoea). Diare sekresi dapat
disebabkan oleh faktor-faktor antara lain:
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen, atau penyebab lainnya (seperti
keadaan gizi-gizi buruk, higiene dan sanitasi yang buruk, kepadatan
penduduk, sosial budaya dan sosial ekonomi)
b. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan
kimia, makanan (seperti keracunan makanan, makanan yang pedas atau
terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup) gangguan saraf, hawa
dingin, alergi dan sebagainya
c. Defisiensi imun trauma sigA (secretory Immunoglobulin A) yang
mengakibatkan berlipatgandanya bakteri atau flora usus dan jamur
(terutama candida). Diare osmotik (osmotic diarrhoea) disebakan oleh
malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP), bayi berat badan
lahir rendah (BBLR), dan bayi baru lahir (Sodikin, 2011).
2.2.3. KLASIFIKASI
11
diare serentak dalam anggota keluarga dan kontak dekat), Watson, dikutip Jones &
irving, 1996, Beheman, Kliegman& Arvin, 1996 dalam (Sodikin, 2011).
2. Disentri
Disentri didefinisikan dengan diare disertai darah dalam feses, menyebabkan
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan dan kerusakan mukosa usus
karena bakteri invasive. Penyebab utama disentri akut yaitu Shigella, penyebab lain
adalah Campylobacter jejuni, dan penyebab yang jarang ditemui adalah E. coli
enteroinvasife atau salmonella. Pada orang dewasa muda, disentri yang serius
disebabkan oleh Entamoeb histolityca, tetapi jarang terjadi penyebab disentri pada
anak – anak (Sodikin, 2011).
3. Diare persisten
Diare persiste adalah diare pada mulanya bersifat akut tetapi berlangsung lebih dari
14 hari, kejadian dapat dimulai sebagai diare cair atau disentri. Diare jenis ini
mengakibatkan kehilangan berat badan yang nyata, dengan volume feses dalam
jumlah yang banyak sehingga beresiko mengalami dehidrasi. Diare persisrten tidak
disebabka oleh penyebab mikroba tunggal E. coli enteoaggregatife, shigella dan
cryptospatidure mungkin penyebab lain berperan lebib besar . diare persisten tidak
boleh dikacaukan dengan diare kronik, yaitu diae intermiten atau diare yang hilang
timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non infeksi seperti penyakit
sensitive terhadap gluten atau gangguan metabolism yang menurun (Sodikin,
2011).
Diare adalah peningkatan jumlah frekuensi dan fluiditas feses. Diare dapat bersifat
akut atau kronis. Penyebab utama diare pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun adalah
diare akut. Diare kronis adalah diare yang terjadi lebih dari 2 minggu. Diare memiliki banyak
penyebab yang berbeda. Infeksi merupakan penyebab yang umum pada anak dan dapat
disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit. Penyebab utama diare akibat virus adalah
rotavirus. Banyak organisme yang menyebabkan diare akibat bakteri yaitu campylobacter,
yersinia, shigella, salmonella, staphylococcus aureus dan escherichia coli. Salah satu agen
parasit yang paling sering menyebabkan diare pada anak adalah Giardia Iamblia. Penyebab
diare lainnya adalah intoleransi makanan seperti alergi terhadap susu memakan zat yang
toksik seperti timbal, intoleransi obat seperti intoleransi antibiotik penyakit usus seperti
hirschsprung, defisiensi disakarida seperti defisiensi laktase faktor psikogenik seperti stres
12
emosional, malabsorpsi, seperti Fibrosis kistik, dan infeksi terlokalisasi, seperti infeksi
saluran nafas dan saluran kemih.
Diare kronis biasanya disebabkan oleh kondisi kronis seperti penyakit inflamasi usus,
sindrom malabsorpsi, defisiensi imun, alergi makanan dan intoleransi laktosa. Diagnosis
yang tepat dan penatalaksanaan yang adekuat terhadap gangguan yang mendasari akan
membantu mengatasi banyak akibat diare.
Diare terjadi saat isi saluran cerna didorong melalui usus dengan sangat cepat, dengan
sedikit waktu untuk absorpsi makanan yang dicerna, air dan elektrolit titik feses yang
dihasilkan menjadi encer biasanya hijau, dan berisi lemak yang tidak dicerna karbohidrat dan
sejumlah protei. Kehilangan air dapat terjadi jika 10 kali dari kecepatan normal kehilangan
air. Ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi bersama kehilangan natrium klorida
bikarbonat dan kalium. Diare yang menyebabkan dehidrasi akhirnya dapat menyebabkan
syok hipovolemik dan dapat mengancam jiwa pada bayi dan anak yang masih kecil.
Usia, kesehatan secara umum iklim, dan lingkungan merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi predisposisi individual terhadap diare. Anak yang masih kecil dan anak yang
kekurangan gizi lebih rentan mengalami diare dibandingkan anak lainnya. Cuaca yang panas
cenderung memperburuk dehidrasi dan beberapa organisme yang menyebabkan diare lebih
sering ditemukan pada cuaca yang lebih panas. Diare juga lebih sering terjadi saat sanitasi
dan pendinginan menjadi masalah dan dalam keadaan tempat tinggal yang padat dan di
bawah standar. Kebiasaan defekasi sangat bervariasi di antara individu dan harus
dipertimbangkan saat mendiagnosis diare. Diare berat paling sering terjadi pada bayi dan
biasanya membutuhkan hospitalisasi.
Pada gastroenteritis infeksi akut, terdapat inflamasi pada lapisan lambung dan usus
karena infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme: virus bakteri atau parasit titik transmisi
organisme ini dapat terjadi melalui kontak langsung individu ke individu ( seperti pada
Shigella, Giardia yang sering terjadi pada todler), dan rotavirus, yang paling sering terjadi
pada bayi, melalui makanan atau air yang terkontaminasi (seperti pada Salmonella,
13
Escherricia coli, dan Campylobacter ), atau melalui kontak dengan hewan peliharaan
keluarga seperti pada yersinia enterocolitica dan salmonella). Ketidakseimbangan flora
normal pada saluran gastrointestinal juga dapat menyebabkan gastroenteritis (seperti pada C,
Difficile). Diare pelancong (traveler's diarrhea) paling sering disebabkan oleh escheria coli
enterotoksigenik.
Infeksi virus menghancurkan dan merusak sel epitel yang melapisi saluran usus.
Infeksi bakteri dapat merusak mukosa usus melalui salah satu dari tiga cara:
14
Bakteri masuk ke dalam tubuh
melalui makanan / minuman
yang tercemar
Endotoksin ini menyebabkan Respon tubuh untuk mencegah Reaksi peradangan Pelepasan endotoksin dari bakteri
hikotinamid adenine dinukleofid perkembangbiakan bakteri
berlebih pada dinding sel Merangsang sintesa & pelepasan
zat pirogen oleh leukosit
15
Meningkat kadar adenosine Meningkatkan Upaya pertahanan Zat pirogen beredar
monofosatat siklik dalam sel peristaltik usus tubuh melalui sistem didalam darah
imunologik
16
Isi rongga usus
meningkat
Dinding usus
menggelembung & tegang
Peningkatan peristaltik
usus mengeluarkan cairan Nyeri abdomen
ke usus besar
17
Pucat, lemah, tubuhnya teraba Kurang Feses mengandung
dingin, ubun-ubun tampak pengetahuan asam laktat
cekung, turgor kulit kurang tentang kondisi
prognosis dan
pengobatan Kemerahan disekitar
Kekurangan volume anus
cairan
Timbulnya perlukaan
kulit
Risiko kerusakan
integritas kulit
18
2.2.5. MANIFESTASI KLINIS
1. Gambaran awal dimulai dengan bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu
badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian
timbul diare.
2. Feses makin cair, mungkin mengandung darah dan atau lendir, dan warna feses
berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
3. Akibat seringnya defekasi, anus dan area sekitarnya menjadi lecet karena sifat
feses makin lama menjadi asam, hal ini terjadi akibat banyaknya asam laktat yang
dihasilkan dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.
4. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
5. Apabila penderita telah banyak mengalami kehilangan air dan elektrolit, maka
terjadilah gejala dehidrasi.
6. Berat badan turun, ubun-ubun besar cekung pada bayi, tonus otot dan turgor kulit
berkurang, dan selaput lendir pada mulut dan bibir terlihat kering.
7. Gejala klinis menyesuaikan dengan derajat atau banyaknya kehilangan cairan
(Noerrasid, Suraatmadja & Asnil, 1988 dalam (Sodikin, 2011).
Berdasarkan kehilangan berat badan, dehidrasi terbagi menjadi empat kategori
yaitu tidak ada dehidrasi (bila terjadi penurunan berat badan 2,5%), dehidrasi ringan
(bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%), dehidrasi sedang (bila terjadi penurunan
berat badan 5-10%), dan dehidrasi berat (bila terjadi penurunan berat badan 10%)
(Sodikin, 2011).
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat menentukan derajat dehidrasi
menggunakan Skor Maurce King :
1. Menentukkan kekenyalan kulit perut “dijepit” antara ibu jari dan telunjuk
selama 30-60 detik, kemudian dilepas kembali. Apabila kembali normal dalam
waktu 1 detik (turgor anak kurang / dehidrasi ringan), 1-2 detik (turgor kurang
/ dehidrasi sedang) dan 2 detik (turgor sangat kurang / dehidrasi berat).
2. Berdasarka skor yang terdapat pada seorang penderita makan dapat
ditentukkan derajat dehidrasinya, bila mendapat nilai 0-2 ( dehidrasi ringan),
3-6 (dehidrasi sedang) dan 7-12 (dehidrasi berat), nilai atau gejala tersebut
adalah nilai atau gejala yang terlibat pada dehidrasi isotonik dan hipotonik
yang keadaan dehidrasinya paling banyak masing-masing 77,8 % atau 9,5 %
19
3. Pada anak-anak dengan ubun-ubun besar adalah dengan ubun-ubun besar
sudah menutup, nilai untuk ubun-ubun besar diganti dengan banyaknya atau
frekuensi buang air kecil (Sodikin, 2011).
Pemeriksaan objektif utama pada pasien dengan diare akut adalah penentuan tingkat
keparahan dehidrasi dan deplesi elektrolit. Adanya demam menunjukkan infeksi spesies
Salmonella, Shigella, atau Kampilobakter. Pemeriksaan colok dubur dan sigmoidoskopi
harus dilakukan, keduanya dimaksudkan untuk menilai tingkat peradangan rektal, jika
ada, dan mendapatkan feses untuk diperiksa (Sodikin, 2011)
2.2.7. PENATALAKSANAAN
Bila anak hanya mengalami dehidrasi ringan penatalaksanaan dilakukan dengan rawat
jalan, rehidrasi dapat dilakukan per oral dengan larutan rehidrasi oral (Pedialyte,
Ricelyte). Cairan rehidrasi oral diberikan sedikit tetapi sering (5 sampa 15 ml). Bagi
yang mendapat ASI dapat terus disusui selama periode diare. Dalam hal dehidrasi berat,
anak dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan terapi intravena (IV) demi mengatasi
dehidrasinya. Jumlah dehidrasi dihitung dan cairan diganti dalam 24 jam, bersamaan
dengan pemberian cairan ruamatan.
Jika ada syok, segera dilakukan resusitasi cairan (20 ml/kg larutan salin normal atau
larutan linger laktat; ulangi jika perlu). Pada kasus-kasus ini, bila pemasangan jalur IV
tidak berhasil, rute intraoseus dapat dipakai untuk memberikan cairan dalam keadaan
darurat pada anak yang berusia kurang dari 6 tahun. Bila perfusi sistemik telah membaik,
berarti koreksi dehidrasi telah dimulai.
Setelah rehidrasi selesai, diet dapat dilanjutkan dengan diet biasa yang mudah dicerna.
Makanan yang paling baik ditoleransi adalah karbohidrat kompleks (nasi, gandum,
sereal, kentang dan roti), yogurt, daging tidak berlemak, buah-buahan, dan sayuran. Diet
klasik adalah BRAT (banana/pisang, rice/nasi, applesauce/saus apel, dan toast/roti
panggang), walaupun dapat ditoleransi dengan baik, mengandung protein, lemak dan
kalori yang rendah untuk energi. Jus, minuman berenergi, dan softdrink harus dihindari.
Pemberian cairan rehidrasi ari ASI dan makanan per oral telah dilaporkan
menurunkan durasi diare. Pengembalian ke makanan oral normal adalah penting,
khususnya pada kasus sebelum terjadinya malnutrisi.
20
Pemberian antiemetik dan antispasmodik biasanya tidak dianjurkan. Antibiotik juga
tidak diindikasikan pada sebagian besar kasus karena gastroenteritis bakterial maupun
viral dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi, antibioti digunakan untuk mengobati
penyakit yang disebabkan oleh organisme Shigella, E. Coli, organisme Salmonella,
(dengan sepsis atau infeksi setempat) dan G. Lamblia. Antibioti dapat memperpanjang
status karier pada infeksi Salmonella (Betz & A, 2009)
2.2.8. KOMPLIKASI
Akibat diare dan kehilangan cairan serta elektrolit secara mendadak dapat terjadi
berbagai komplikasi sebagai berikut:
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik otot lemah, isotonik, atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia (gejala meteorismus, hipotonik otot lemah, bradikardi)
4. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktose.
5. Hipoglikemia
6. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik
7. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare jika lama atau kronik) (Sodikin,
2011).
Buang Air Besar (BAB) lebih 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa
dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan / sedang) atau BAB > 10 kali
(dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung < 14 hari maka diare tersebut adalah
21
diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare
persisten.
22
b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan
diberikan dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan
mudah menimbulkan pencemaran.
c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus
(minum biasa). Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus
sedangkan pada dehidrasi berat anak malas minum atau tidak bisa minum.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Berat badan, anak diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan
BB sebagi berikut :
c. Kulit
Untuk mengetahui elastisitas kulit, dapat dilakukan pemeriksaan turgor,
yaitu dengan cara mencubit daerah perut menggunakan kedua ujung jari
(bukan kedua kuku). Apabila turgor kembali dengan cepat (kurang dari 2
detik), berarti diare tersebut tanpa dehidrasi. Apabila turgor kembali
dengan lambat (cubitan kembali dalam waktu 2 detik). Ini berarti diare
dengan dehidrasi ringan atau sedang. Apabila turgor kembali sangat
lambat (cubitan kembali) lebih dari 2 detik). Ini termasuk diare dengan
dehidrasi berat.
d. Kepala
23
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubun
biasanya cekung.
e. Mata
Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal.
Apabila mengalami dehidrasi ringan atau sedang, kelopak matanya
cekung (cowong), sedangkan apabila mengalami dehidrasi berat, kelopak
matanya sangat cekung,
f. Mulut dan lidah
g. Abdomen kemungkinan mengalami distensi, kram dan bising usus yang
meningkat.
h. Anus, apakah ada iritasi pada kulitnya
i. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium penting artinya dalam menegakkan diagnosis
(kausal) yang tepat, sehingga dapat memberikan terapi yang tepat pula
(Suharyono, 1999). Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada anak yang
mengalami diare, yaitu :
1) Pemeriksaan tinja, baik secara makroskopi maupun mikroskopi
dengan kultur.
2) Test malabsorbsi yaitu meliputi karbohidrat (pH, Clini Test),
lemak dan kultur urine.
25
Bising usus hiperaktif 14. Pengabaian oleh
Kurang informasi orang tua
Kurangnya minat
terhadap makanan
Salah paham
Membran mukosa
pucat
Tonus otot buruk
Menolak untk makan
Rongga mulut terluka
Kelemahan otor
2. Diare
Fisiologis
Proses infeksi
Inflamasi
Iritasi
Malabsorbsi
Parasit
26
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan pengobatan
Objektif
27
Internal
Perubahan status
cairan
Perubahan pigmentasi
Perubahan turgor
Faktor perkembangan
Ketudakseimbangan
nutrisi
Defisit imunologis
Gangguan sirkulasi
Gangguan status
metabolik
Gangguan sensasi
Penonjolan tulang
Faktor perkembangan
5. Hipertermi
28
6. Nyeri akut (abdomen)
29
2.3.3. INTERVENSI KEPERAWATAN (Wilkinson, 2016).
29
Penurunan TD, penurunan Kulit kembali ke berkemih atau sesuai kemerahan atau pembengkakan
volume tekanan nadi. bentuk semula dalam indikasi. 9. Bising usus akan hiperaktif saat
Penurunan turgor kulit dan waktu cepat (< dari 12. Kaji dan catat kondisi terjadi diare.
lidah 2-3 detik) membran dan turgor kulit. 10. Penurunan BB dapat terjadi
Penurunan haluaran urine Haluaran urine 13. Laporkan beberapa karena peningkatan kehilangan
Penurunan pengisian vena adekuat (1-2 ml keadaan berikut : cairan melalui feses dan
Kulit dan membran /kg/jam) - Defekasi sering ( > dari 3 mengindikasikan status hidrasi
mukosa kering Berat jenis urine dari kali dalam 8 jam) anak.
Hematokrit meningkat 1,008-1,020 - Jumlah muntah banyak. 11. Berat jenis urine memberikan
Suhu tubuh meningkat Suhu dalam rentang - Caitan IV mengalami informasi tentang status hidrasi.
Peningkatan frekuensi yang dapat diterima infiltrasi dan tidak dapat 12. Memberikan informasi tentang
nadi yaitu 36,5C-37,2C. mulai diberikan kembali status hidrasi
Konsentrasi urine Frekuensi jantung, 14. Berikan perawatan mulut 13. Defekasi yang sering dan jumlah
meningkat tekanan darah dan setiap 4 jam. yang banyak dapat menyebabkan
Penurunan BB yang tiba- frekuensi pernapasan 15. Ajarkan anak / keluarga dehidrasi. Cairan IV sangat
tiba dalam rentang yang tentang karakteristik penting untuk mempertahankan
Kelemahan dapat diterima. kekurangan volume cairan. hidrasi yang adekuat.
Tidak ada tanda / 16. Ajarkan anak / keluarga 14. Perawatan mulut di perlukan
gejala kekurangan tentang perawatan terkait untuk mengatasi membaran
Faktor yang berhubungan volume cairan. pemilihan cairan yang tepat, mukosa yang kering.
pemantauan asupan dan 15. Peningktan pengetahuan anak /
Anak atau keluarga
Kehilangan volume cairan haluaran keluarga dalam mengenali dan
mampu menyebutkan
aktif melaporkan perubahan kondisi
minimal 3
anak.
[Konsumsi alkohol yang karakteristik untuk
16. Memungkinkan perawatan yang
berlebihan secra terus kekuranagn volume
akurat
menerus] cairan.
Anak atau keluarga
Kegagalan mekanisme
30
pengaturan [seperti pada mampu menyatakan
diabetes insipidus, pengeyahuan tentang
hiperaldosteronisme] perawatan.
31
2.3.4. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan atau adekuat
2. Tidak ada Diare, mukus, pus, dan gula pada fess, mual muntah, kram dan
distensi abdomen, bola mata cekung
3. Integritas kulit kembali normal (Kulit kembali ke bentuk semula dalam waktu
cepat (< dari 2-3 detik)
4. Aktivitas bising usus normal ( 1 kali setiap 10-30 detik).
5. Penurunan BB selama sakit meningkat ke berat badan semula.
6. Tekanan darah, Suhu dan Frekuensi pernapasan dalam rentang yang dapat
diterima.
7. Membran mukosa lembab.
8. Rasa nyaman terpenuhi
9. Pengetahuan keluarga meningkat
10. Kecemasan teratasi (Sodikin, 2011).
31
BAB 3. PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Diare adalah frekuensi buang air besar yang lebih sering dari biasanya dengan
konsistensinya yang lebih encer. Diare didefinisikan sebagai pesase feses cair lebih dari 3-4
kali dalam sehari disertai kehilangan banyak cairan dan elektrolit melalui feses (Watson,
dikutip Jones & Irving, 1996 Behrman, Kligman & Arvin, 1996 dalam (Sodikin, 2011).
Penyebab utamanya adalah beberapa kuman usus penting, yaitu rotavirus, escherichia
coli, shigella, cryptosporidium, vibrio cholerae, dan salmonella. Klasifikasi dari diare yaitu
Diare akut (gastroenteritis), Disentri dan Diare persisten
3.2. SARAN
Dari pembahasan diatas Asuhan Keperawatan pada anak dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit dari system perkemihan, pencernaan dan
metabolic endokrin “Diare” maka saran yang dapat kami berikan adalah yang utama
menjaga kebersihan baik yang di makan oleh anak maupun lingkungan tempat anak tinggal
karena dari situlah kuman diare muncul dan kami harapkan orang tualah yang sangat
berperan untuk menjaga anak sejak dari dini agar tidak menimbulkan penyakit diare pada
anak.
32
DAFTAR PUSTAKA
Axson, S. & Fugate, T., 2013. Rencana Asuhan keperawatan pediatrik. 3 penyunt. Jakarta:
EGC.
Betz, C. L. & A, L., 2009. BUKU SAKU KEPERAWATAN PEDIATRI. 1 penyunt. Jakarta:
EGC.
Hidayat, A., 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Tamsuri, A., 2012. Klien Gangguan Keseimbangan Cairan & Elektrolit. Jakarta: EGC.
Tarwoto, 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Wilkinson, J. M., 2016. Diagbosis keperawatan: diagnosis NANDA-I, Intervensi NIC, hasil
NOC. Jakarta: EGC.
33