Você está na página 1de 14

AGAMA PADA MASA REMAJA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Psikologi Agama

Dosen Pengampu:

Yuminah, MA, Si.

Disusun Oleh:

1. Thoriq Majid 11160110000013


2. Shavira Ayu Ananda 11160110000035
3. Rahmat Denriajang 11160110000053
4. Lidya Maulidini 11160110000117

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................2

A. Latar Belakang............................................................................................ 2
B. Perumusan Masalah.................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

A. Pengertian Remaja.......................................................................................3
B. Perkembangan Rasa Keagamaan pada masa Remaja..................................4

C. Kedudukan Remaja dalam Masyarakat dan Pengaruhnya Terhadap


Agama...........................................................................................................7
D. Sikap Remaja dalam Beragama...................................................................9

BAB III PENUTUP.............................................................................................12

A. Kesimpulan................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................13

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa persiapan untuk menuju ke masa dewasa. Tidak
semua remaja sama antara satu remaja dengan remaja yang lain, dilihat dari latar
belakang remaja tersebut baik dari segi sejarah, budaya, gender, sosial-ekonomi, etnis,
kepercayaan, maupun gaya hidup. Masa remaja merupakan masa dimana perkembangan
dan peningkatan pemikiran secara abstrak dan idealis untuk pencarian jati diri yang
dilihat interaksi dengan sesamanya, nilai-nilai budaya, dan etnis.
Dalam makalah ini, akan membahas mengenai “Agama Pada Masa Remaja”. Masa
remaja merupakan suatu masa yang sangat menentukan karena pada masa ini seseorang
banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Di sini peran agama
sangat penting dalam membimbing remaja dalam mencari jati diri mereka. Agama
sebagai pengarah dan pegangan hidup, dimana masa ini adalah masa membingungkan,
apa yang dilakukan remaja tetapi pada hakikatnya mereka belum memahami apa yang
mereka cari. Maka kita dapat melihat gejala-gelaja keagamaan mereka, sebagai
perkembangan dan peningkatan daya pikirnya yang mulai aktif menuju masa dewasa
awal.

B. Perumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud masa remaja?
2. Bagaimana perkembangan agama pada masa remaja?
3. Bagaimana kedudukan remaja dalam masyarakat dan pengaruhnya terhadap
agama?
4. Bagaimana sikap remaja dalam beragama?

C. Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan definisi dari masa remaja.
2. Menjelaskan perkembangan agama pada masa remaja.
3. Menjelaskan kedudukan remaja dalam masyrakat dan pengaruhnya terhadap
agama.
4. Menjelaskan sikap remaja dalam beragama.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Remaja
Masa remaja disebut juga dengan masa pra puberitas (peural) adalah masa
peralihan dari masa sekolah menuju masa pubertas, dimana seorang anak yang merasa
remaja ingin berlaku seperti orang dewasa, tetapi dirinya belum siap menjadi orang
dewasa. Dengan kata lain masa remaja adalah masa peralihan yang dilalui oleh
seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa remaja atau perpanjangan pada masa
anak-anak sebelum memasuki masa dewasa. Namun, dalam menetapkan masa remaja
itu para ahli berbeda pendapat, diantara ahli berpendapat bahwa masa remaja itu terdiri
dari masa pra Pubertas (pueral) atau masa remaja pertama kira-kira umur 13 – 16 tahun,
dan masa Pubertas atau masa remaja terakhir kira-kira umur 17 – 21 tahun.
Kriteria remaja pada masa ini (masa negatif, Verneinung, Trotzalter), sering
merasakan: kebingungan, cemas, takut, gelisah, gelap hati, bimbang dan ragu-ragu,
sedih, risau hati, rasa-rasa minder, rasa-rasa tidak mampu melaksanakan tugas yang
diberikan padanya. Anak tidak tahu sebab musabab dari macam-macam perasaan yang
menimbulkan kerisauan hati atau kegilisahan itu Ahmadi menulis bahwa pada masa
adoleson terjadi proses pematangan fungsi-fungsi psiki dan fisik, yang berlangsung
secara berangsur-angsur dan teratur, masa ini merupakan penutup dari perkembangan
masa anak-anak menuju masa remaja. Pada fase ini anak muda banyak melakukan
introspeksi terhadap diri sendiri, anak berusaha untuk menemukan “Aku-nya”. Dalam
artian si anak berusaha menemukan keseimbangan dan keharmonisan atau keselarasan
baru di antara sikap dari dalam diri sendiri dengan sikap diluar dirinya. Sehingga sifat-
sifat masa adolesen ini mulai menyenangi, menghargai sesuatu yang bersifat historis
dan tradisi; agama, kultur, ethnis, aesthetis dan ekonomi dalam kehidupan.
Pada masa adolesen anak muda mulai menemukan nilai-nilai baru, sehingga makin
jelaslah pemahaman tentang keadaan dirinya. Ia mulai bersikap kritis terhadap obyek-
obyek diluar dirinya; dan mampu mngambil synthese di antara tanggapan tentang dunia
luar dengan dunia intern (kehidupan psikhis sendiri) Sesudah ia mengenal AKU-nya
sendiri. Secara aktif dan obyektif ia melibatkan diri dalam macam-macam kegaiatan-
kegiatan di dunia luar.1

1
Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Rineka Cipta,
1991), Cet. ke-1, hlm. 92.

3
Masa pra pubertas adalah waktu terjadinya kematangan seksual yang
sesungguhnya, bersamaan dengan terjadinya fisiologik yang berhubungan dengan
kematangan kelenjar endokerin. Menurut Abu Ahmad dkk bahwa kelenjer endoktrin
adalah kelenjar yang bermuara langsung didalam saluran darah. Dengan melalui
pertukaran zat yang ada di antara jaringan kelenjar dengan pembuluh rambut di dalam
kelenjear tadi. Zat-zat yang dikeluarkan itu disebut hormon. Selanjutnya, hormon-
hormon tadi diberikan stmulasi pada tubuh anak, sehingga merasakan adanya
rangsangan hormon ini, menyebabkan rasa tidak tenang pada diri anak yang belum
pernah dialami sebelumnya.2
Bila dilihat dari aspek kejiwaan pada masa remaja akhir (adoleson), mereka telah
mulai mempersiapkan dirinya untuk mengisi kehidupan dewasa nanti dengan sifat dan
sikap, yaitu menemukan pribadinya, menemukan cita-citanya, menggariskan jalan
hidupnya, bertanggungjawab, dan menghimpun norma-norma hidup sendiri untuk
mencapai tujuan hidupnya.

B. Perkembangan Rasa Keagamaan pada masa Remaja


Perkembangan remaja selalu dipengaruhi oleh perkembangan pisik dan psikisnya,
dengan kata lain penghayatan remaja terhadap ajaran dan amalan-amalan
keagamaannya banyak berhubungan dengan perkembangan dirinya. Berakhirnya masa
remaja ditandai dengan keberhasilan remaja mencapai sence of responsibility (perasaan
bertanggung jawab) dan secara sadar menerima suatu falsafah hidup secara efektif,
karena masa remaja menduduki tahap progresif dalam hidupnya yang menimbulkan
gejolak jiwa, keraguan-raguan dan kebimbangan dalam bersikap dan berbuat.
Persoalan-persoalan agama pada masa remaja terdapat lima masalah pokok yang
selalun mempengaruhi perkembangan rohani dan jasmani remaja, yaitu :
1. Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Hasil penelitian Allport, Gillesphy dan Young dikutip Ramayulis bahwa
Ide dan dasar keyaklinan agama yang diterima remaja pada masa anak-anak, sudah
tidak begitu menarik lagi bagi mereka. Mereka sudah mulai memiliki sifat kritis
terhadap ajaran agama, mereka mulai tertarik pada masalah-masalah kebudayaan
sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya, sebagaimana hasil
penelitian Allport dkk menunjukkan bahwa: 3
a. 80 % remaja Katholik Romawi tetap taat menganut ajaran agamanya.

2
Ibid., hlm. 87.
3
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta : Kalam Mulia, 2011), Cet. ke-9, hlm. 63.

4
b. 40 % remaja Protestan tetap taat terhadap ajaran agamanya.
Berdasar hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa ajaran-ajaran agama
Katolik bersifat konservatif dan lebih banyak mempengaruhi pikiran remaja untuk
selalu tetap pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama Protestan yang bersifat agak
liberal, kurang konservatif-dogmatis akan mudah merangsang pemikiran dan
mental remaja. Sehingga mereka agak bebas dalam berfikir, berbuat, sebagai
akibatnya diantara mereka lebih banyak meninggalkan ajaran agamanya. Dengan
demikian kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pemikiran
dan mental remaja turut mempengaruhi sikap remaja dalam beragama.

2. Perkembangan Perasaan (Emotion)


Perasaan anak remaja memegang peranan yang sangat penting dalam
bersikap dan mengamalkan agamanya, Berbagai perasaan telah berkembang dalam
diri remaja, diantaranya perasaan sosial, edits, dan estetis mendorong remaja untuk
mengahayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Remaja yang
tinggal dilingkungan orang yang taat beragama, anak remaja akan terbiasa dengan
kehidupan yang agamais. Sebaliknya remaja yang tinggal dilingkungan yang tidak
mengenal agama, niscaya remaja akan bersikap dan bertingkah laku seperti orang-
orang yang tidak melakukan agamanya, kehidupan mereka lebih banyak
didorongan oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, bahkan mereka lebih
mudah dinominasi oleh tindakan seksual. Salamaini dalam bukunya Psikologi
Agama menulis bahwa Konsey mengungkapan 40 % pemuda Amerika telah
mengenal manstrubasi, homo, seks, onani.4

3. Pertimbangan Sosial (Social Consideration)


Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kontradiksi dalam kehidupan
keagamaannya, akibatnya timbul konflik antara pertimbangan moral dan material.
Sehinggaremaja kebingungan dalam menentukan pilihannya, sementara
kehidupan dunia lebih dipengaruhi oleh kepentingan materi, sedangkan para
remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis dalam kehidupan
mereka. Dan meninggalkan kehidupan yang berisikan nilai-nilai moral atau agama
dalam hidupnya.

4
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), Cet. ke-1, hlm.
74.

5
4. Perkembangan Moral (Moral Growth)
Anak yang baru lahir tidak dapat dikatakan bermoral, karena moral itu tumbuh
dan berkembang dari pengalaman-pengalaman yang dilalui sejak kelahiran anak.
Pertumbuhannya baru dapat dikatakan mencapai kematangan pada usia remaja,
yaitu ketika perkembangan kecerdasannya telah selesai.
Pada hakekatnya tak ada perbedaan yang nyata antara agama dan moral, karena
seorang yang beragama percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mengagumi
akan kebesaran Tuhannya, berarti seseorang telah memiliki rasa kepercayaan
danmengangumi Tuhan itu, maka seseorang itu telah menunjukkan dan memiliki
moral yang baik. Secara psikologis seseorang yang beragama membutuhkan sifat
attempts to harmonize (berusaha untuk mengharmoniskan hidupnya dengan
Tuhan). Agama dan moral memiliki hubungan yang sangat erat, bahkan ada yang
mengatakan bahwa moral adalah bagian dari agama. Perkembangan moral remaja
bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksinya. Ramayulis
dalam bukunya Psikologi Agama menulis bahwa bentuk moral para remaja
memiliki beberapa tipe, antara lain :
a. Self directive taat akan agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
b. Adaptive, mengikuti siituasi laingkungan tanpa mengadakan kritik.
c. Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
d. Unadjussive, belum menyakini akan kebenaran agama dan, moral.
e. Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan dan moral masyarakat.5

5. Sikap dan Minat ( Attitude and interest)


S. Nasution dalam Ramayulis menulis bahwa sikap adalah seperangkat
kepercayaan yang menentukan preferensi atau kecenderungan tertentu terhadap
objek atau situasi. Selanjutnya Ramayulis menulis pendapat Oemar Hamalik
bahwa sikap merupakan tingkat efektif yang positif atau negative
yangberhubungan dengan objek, psikologis positif dapat diartikan senang,
sedangkan negatif berarti tidak senang atau menolak. Pernyataan itu menunjukkan
bahhwa sikap merupakan kecenderungan seseorang terhadap sesuatu untuk
bertindak, yaitu menerima atau menolak terhadap aksi yang diberikan, sedangkan
sikap terhadap sesuatu itu bisa bernilai positif dan negatif. Secara psikologis,
essensi pada sikap terdapat beberapa komponen fungsi jiwa yang bekerja secara
kompleks dalam menentukan sikapnya terhadap sesuatu, ketiga komponen itu

5
Ramayulis, Op.Cit., hlm. 65.

6
adalah. Pertama, komponen kognisi akan memberikan jawaban tentang apa yang
dipikirkan individu tentang objek. Kedua, komponen afeksi dihubungkan dengan
apa yang dirasakan oleh individu terhadap objeknya, misalnya perasaan senang,
marah, benci, sayang dan sebagainya. Ketiga, komponen konasi yaitu
kesedian/kesiapan individu terhadap objek dengan menerima atau menolak
keberadaan objek tersebut. Ketiga komponen itu saling berhubungan dan saling
mempengaruhi antara satu dangan lainnya. Selain itu, faktor pengalaman memliki
peranan penting dalam pembentukan sikap seseorang, karena munculnya sikap
pada seseorang adalah tatkala individu mengenal sesuatu atau objek, baik objek itu
dalam bentuk internal maupun eksternal, Jika seseorang hidup dilingkungan yang
berbeda dengan lingkungannya sudah dapat dipastikan bahwa sikap hidupnya
dipengaruhi oleh lingkungan tersebut.

6. Ibadah dan Sembahyang (Worship and Prayer )


Ibadah atau sembahyang adalah suatu bentuk amalan atau kebaktian dalam
setiap agama. Ibadah atau sembahyang merupakan suatu pengalaman atau
penghayatan individu terhadap keberadaan dan kekuasaan Tuhan. Di dalam ibadah
dan sembahyang tersebut individu akan merasakan berhubungan atau berhadapan
dengan sesuatu yang ghaib, karena dalam hidup ini ada persoalan-persoalan yang
hanya bisa dijawab oleh yang tak terlampau itu sendiri (beyond), untuk itu individu
berhubungan dengan cara berkomonikasi atau melakukan meditasi dengan Tuhan
melalui amalan-amalan, ibadah-ibadah dan sembahyang. Untuk menggambarkan
penghayatan atau pengalaman individu terhadap Tuhan Salmaini mengutip hasil
penelitian Oskar Kupky, seorang sarjana Jerman, sebagai berikut:
a. 148 siswa dinyatakan bahwa; 20 orang di antara mereka tidak pernah
mempunyai pengalaman keagamaan, sedangkan sisanya (128) mempunyai
pengalaman keagamaan yang 68 di antaranya secara alami (tidak melalui
pengajaran resmi).
b. 31 orang di antara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses
alami itu mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang
menakjubkan di balik keindahan alam yang mereka nikmati.

C. Kedudukan Remaja dalam Masyarakat dan Pengaruhnya Terhadap Agama


Secara fitrah manusia merupakan makhluk social, bahan dari sejak ia dilahirkan
jiwa social mereka pun mulai tumbuh dan berkembang. Sebagai bagian masyarakat ada

7
yang dikatakan sebagai kesadaran social yaotu, kesadaran akan dirinya sendiri dan
terhadap orang lain. Pengalaman kesxadaran social ini ada sejak kecil, berkembanglah
kesadaran social anak-anak tersu meningkat dan memuncak pada masa remaja. Para
remaja sangat memperhatikan peneriman social dari teman-teman sebayanya. Mereka
merasa sangat sedih, apabila dalam pergaulan ia tidak mendapati tempat, atau kurang
dipedulikan oleh teman-temannya.6
Remaja juga merupakan sosok yang diharapan akan menjadi generasi penerus,
maka biasanya masyarakat menaruh harapan lebih terhadap mereka. Tapi dengan
kondisi psikologi yang masih ingin mencari perhatian maka pada masa ini remaja
cenderung banyak menirukan hal-hal yang dianggapnya baru, bagus serta bergaya.
Mereka pun cenderung lebih nyaman dengan pergaulan diantara teman-temannya.
Hal tersebut membuat para remaja cenderung hanya mendengarkan pendapat
teman-teman sebayanya saja. Hal ini pun terjadi dalam masalah peribadahan dan
kepercayaan, remaja yang masih dalam tahap pencarian jati diri akan lebih mudah
menerima pendapat-pendapat orang tanpa memvalidasi informasi tersebut lebih
dahulu. Dalam menjalankan ritual agama, remaja cenderung akan mengikitu teman-
temannya, maka dapat dilihat apabila seseorang remaja yang terbiasa menjalankan
aktivitas agama lalu ia mendapat lingkungan teman-teman yang tidak
menjalankanritual-ritual tersebut akan cenderung merelakan sebagian keyakinannya
demi mengikuti teman-temannya tersebut.
Disamping pandangan teman-temannya, remaja juga sangat memperhatikan
statusnya dalam masyarakat pada umumnya. Konsepsi dan pandangan-pandangan
orang dewasa juga ikut menjadi unsure yang menentukan dalam perasaan, apakah ia
merasa aman atau tidak dalam lingkungan itu.7
Lingkungan sendiri dalam ilmu psikologi disebut dengan environment (Milieu). 8
Lingkungan sendiri meliputi kondisi-kondisi dalam dunia ini yang dala cara-cara
tertentu dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Sikap atau perlakuan masyarakat yang kurang memberikan tempat dan ruang bagi
remaja terkadang seringkali menjadi penyebab konflik yang ada pada diri remaja itu.
Sugguhpun remaja sebenarnya mengharapkan bimbingan dan rasa kepercayaan dari
masyarakat terutama keluarga, namun disisi lain dengan ketidak stabilan emosi remaja
terkadangpun cenderung untuk merasakan kebebasan dan terlepas dari kritikan serta

6
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1970), hlm. 84.
7
Ibid., hlm. 84.
8
Abu Ahmadi, dkk, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal.64.

8
perhatian masyarakat. Para remaja akan mencari sosok yang menurt mereka dapat
dijadika teladan (hero), sebagai pengganti orang tua atau orangyang biasa berkuasa
atas mereka.
Maka dapat disimpulkan bahwa kedudukan seorang remaja dalam lingkungan
masyarakat memiliki pengaruh yang cukup besar. Seperti yang apa yang dibahas
dalam psikologi pendidikan, bahwa lingkungan dapat menjadi salah satu stimulus
yang mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau life process
manusia pada umumnya. Termasuk hal itu dalam tingkah laku beragama maka
lingkungan dapat membentuk bagaimana seorang remaja beragama kedepannya,
ditambah perasaan remaja yang masih diliputi keinginan menampakkan dan
menonjolkan diri, maka potensi remaja tidaklah boleh disia-siakan. Kedudukan remaja
didalam masyarakatnya terutama dalam lembaga atau organisasi keagamaan dapat
menjadi sebuah stimulus bagi tingkah laku merekea, apabila masyarakat acuh terhadap
keberadaan mereka maka hal serupa akan menjadi respon para remaja pun akan
cenderung untuk tidak perduli terhadap lingkungan, masyarakat bahkan agamanya.

D. Sikap Remaja dalam Beragama


Setelah berpindah dari masa anak-anak, mereka berpindah ke masa remaja yang
dikenal dengan cepatnya proses pertumbuhan, khususnya pertumbuhan jasmani.
Dalam masa ini remaja biasanya akan mengalami kesukaran dan ketidakseimbangan
emosional. Hal ini disebabkan karena perubahan jasmani yang cepat, sehingga remaja
biasa mengalami kecemasan dan goncangan emosional. Inilah juga yang kadang
menyebabkan kepercayaan agama mengalami goncangan juga, kadang percaya kepada
Tuhan dengan kuat, kadang pula lemah. Ini bisa terlihat dari cara beribadahnya sehari-
hari, kadang rajin dan kadang pula malas.
Perkembangan mental remaja kearah berpikir logis (falsafi) itu, juga
mempengaruhi pandangan dan kepercayaannya kepada Tuhan dari segala peristiwa
yang terjadi di alam ini.9 Sehingga seluruh peristiwa alam akan dapat diambil hikmah
dari pemikirannya terhadap Tuhan. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan
rohaninya, maka agama pada remaja ini menyangkut adanya perkembangan itu.
Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan
yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan perkembangan itu.10

9
Ibid., hlm. 70.
10
Jalaludin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 1989)
hlm. 39.

9
Pada masa remja, pengembangan agama adalah bagian integral dari
kepribadiannya. Hal ini telah digambarkan sebagai perpindahan dari sebuah keyakinan
yang sangat “second-hand fitting” (seperti : pengajaran/pemahaman dan kepercayaan
beragama orangtuanya) kepada sebuah agama dari “first-hand fitting” selama remaja
(agama menjadi bagian kepribadian remaja).
Kesadaran agama pada usia ini ditandai dengan sikap remaja terhadap agama,
maka dapatlah kita bagi sikap tersebut sebagai berikut :
1. Percaya Turut-turutan
Percaya turut-turutan terjadi apabila orangtuanya memberikan didikan agama
jauh dari pengalaman-pengalaman pahit di waktu kecil, sehingga tidak mengalami
peristiwa yang menggoncangkan jiwanya. Tetapi apabila dalam usia remaja, ia
menghadapi peristiwa-peristiwa yang mendorongnya untuk meneliti kembali
pengalaman-pengalamannya waktu kecil, maka ketika itu kesadarannya akan
timbul sehingga ia menjadi bersemangat sekali, ragu-ragu atau anti agama dan
percaya turutan ini pada umumnya terdapat pada masa remaja pertama (13-16
tahun).

2. Percaya dengan Kesadaran


Kesadaran beragama atau semangat agama pada masa remaja itu, dimulai
dengan kecenderungan remaja kepada meninjau kembali caranya beragama pada
masa kecil dulu. Sering pula remaja membandingkan keyakinannya dengan
keyakinan teman-temannya, atau menganalisis keyakinan secara kritis sesuai
dengan meningkatnya pengetahuan remaja. Mereka ingin menjadikan karena ia
tidak mau lagi beragama sekedar ikut-ikutan. Biasanya semangat agama tidak
terjadi sebelum umur 17/18, semangat agama itu mempunyai dua bentuk, yaitu :
a. Semangat Posisif
Tindakan dan sikap agama orang-orang yang mempunyai semangat positif
itu, akan terlihat perbedaan-perbedaannya sesuai dengan kecenderungan
kepribadiannya. Hal itu dapat kita bagi kepada dua macam, pertama extravert
yaitu berkepribadian terbuka, orangnya mudah mengungkapkan perasaannya
keluar (kepada orang lain) kedua, introvert yaitu berkepribadian tertutup yaitu
orang lebih cenderung kepada menyendiri dan menyimpan perasaanya.

b. Semangat Agama Khurafi


Agama dan keyakinannya biasanya lebih cenderung kepada mengambil
unsur-unsur luar yang tercampur kepada agama, misalnya khufarat, bid’ah-
bid’ah dan sebagainya. Apabila semangat agama khurafi terjadi pada orang
yang extrovert maka praktik-praktik dan ketakunnaya terhadap khufarat-
khufarat itu, tidak hanya untuk dirinya tetapi ia akan mengajak orang untuk
meyakini keyakinannya bahkan dijadikan alat pergaulan dalam masyarakat.

3. Kebimbangan Beragama
Kebimbangan dan kegoncangan keyakinan terjadi sesudah perkembangan
kecerdasan itu selesai, dan tidak dapat dipandang sebagai suatu kejadian yang
berdiri sendiri akan tetapi berhubungan dengan segala pengalaman dan proses

10
Pendidikan yang dilaluinya sejak kecil. Karena pengalaman-pengalaman itu ikut
membina pribadinya.
Bagi beberapa remaja, keraguan ini dapat membuat mereka kurang taat pada
agama. Sedangkan remaja yang lain berusaha untuk mencari kepercayaan lain,
yang dapat lebih memenuhi kebutuhan daripada kepercayaan yang dianut oleh
lingkungannya, seperti keluarganya.
Sesungguhnya kebimbangan beragama itu, berhubungan dengan semangat
agama. Kebimbangan beragama menimbulkan rasa dosa kepada remaja. Dia ingin
tetap kepada kepercayaannya. Akan tetapi dilain pihak timbul pertanyaan-
pertanyaan disekitar agama, yang tidak terjawab olehnya, kebimbangan itu
tergantung dua factor yaitu, keadaan jiwa orang yang bersangkutan dan keadaan
social serta kebudayaan yang melingkupi remaja tersebut. Mungkin saja
kebimbangan dan keingkaran kepada tuhan itu merupakan pantulan dari keadaan
masyarakat, yang dipenuhi oleh penderitaan, kemerosotan moral, kekacauan dan
kebingungan. Atau mungkin juga karena kebebasan berpikir yang menyebabkaan
agama menjadi sasaran dan arus sekularisme.

4. Tidak Percaya pada Tuhan


Mengingkari wujud Tuhan sama sekali dan menggantikannya dengan
keyakinan lain, tidak terjadi sebelum usia 20. Perkembangan remaja kearah tidak
mempercayai adanya Tuhan itu, sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari
kecilnya. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan orangtuanya dan
selanjutnya kekuasaan atau kedzaliman orangtua kepadanya, maka ia telah
memendam semua tantangan terhadap kekuasaan orangtuanya dan selanjutnya
kekuasaan terhadap siapapun. Setelah usia remaja dicapainya, maka tantangan itu
akan berani menampakkan diri dalam bentuk menantang Tuhan, bahkan
menantang wujudnya.11

11
Heny Narenderany Hidayati dan Andri Yudiantoro, Psikologi Agama, (Jakarta: UIN
Jakarta Press), hlm.120-126.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa remaja disebut juga dengan masa pra puberitas (peural) adalah masa
peralihan dari masa sekolah menuju masa pubertas, dimana seorang anak yang merasa
remaja ingin berlaku seperti orang dewasa, tetapi dirinya belum siap menjadi orang
dewasa. Dengan kata lain masa remaja adalah masa peralihan yang dilalui oleh
seseorang dari masa kanak-kanak menuju masa remaja atau perpanjangan pada masa
anak-anak sebelum memasuki masa dewasa.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama para remaja
turut dipengaruhi perkembangan itu. Perkembangan agama pada para remaja ditandai
oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara
lain :
1. Pertumbuhan Pikiran dan Mental
2. Perkembangan Perasaan (Emotion)
3. Pertimbangan Sosial (Social Consideration)
4. Perkembangan Moral (Moral Growth)
5. Sikap dan Minat ( Attitude and interest)
6. Ibadah
Selanjutnya kedudukan seorang remaja dalam lingkungan masyarakat memiliki
pengaruh yang cukup besar. Lingkungan dapat menjadi salah satu stimulus yang
mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan atau life process manusia
pada umumnya. Termasuk hal itu dalam tingkah laku beragama maka lingkungan
dapat membentuk bagaimana seorang remaja beragama kedepannya, ditambah
perasaan remaja yang masih diliputi keinginan menampakkan dan menonjolkan diri,
maka potensi remaja tidaklah boleh disia-siakan.
Adapun sikap remaja dalam beragama dapat dibagi menjadi beberapa macam,
antara lain:
1. Percaya turut-turutan
2. Percaya dengan kesadaran
3. Kebimbangan beragama
4. Tidak percaya pada Tuhan

12
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dkk. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Ahmadi, Abu dan Munawar Sholeh. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Cet. ke-1.

Daradjat, Zakiah. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1970.

Hidayati, Heny Narenderany dan Andri Yudiantoro. Psikologi Agama. Jakarta: UIN Jakarta

Press.

Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996. Cet. ke-1.

Jalaludin dan Ramayulis. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: Kalam Mulia, 1989.

Ramayulis. Psikologi Agama. Jakarta : Kalam Mulia, 2011. Cet. ke-9.

13

Você também pode gostar