Você está na página 1de 22

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI FORMULASI SEDIAAN

LIQUID DAN SEMISOLIDA

“SEDIAAN EMULSI”

Disusun oleh:
Mina Audina (31113030)
Ms. Rochmatin (31113031)
Nadhya Dwi Y (31113032)
Nikken Nurul R (31113033)
Nova Mardiana (31113034)
Novia Hergiani (31113035)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam dunia farmasi kita mengetahui beberapa bentuk sediaan obat yang
umumnya di pakai dalam pembuatan obat. Setiap bentuk sediaan memiliki fungsi dan
kegunaannya masing-masing sesuai dengan kebutuhan dan untuk apa obat itu di
pakai. Salah satu bentuk sediaan dari obat yang sering di jumpai dan sering di
gunakan merupakan emulsi.
Menurut Farmakope Indonesia III (1979 : 9) emulsi adalah sediaan yang
mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa,
distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.
Menurut Farmakope Indonesia IV (1995 : 6) emulsi adalah sIstem dua fase
yang salah satu cairannya terdispersi dalam cairan yang lain, dalam bentuk tetesan
kecil.
Emulsi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik yang
mengandung paling sedikit 2 fase cair yang tidak bercampur, diaman satu diantaranya
didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Farfis II (Martin, dkk.., 1993 :
1143)
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan
terpisah. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi emulgator yang
ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophilic-Lipophilic Balance).
Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar dan
cairan non polar. Salah satu emulsi yang kita kenal sehari-hari adalah susu, di mana
lemak terdispersi dalam air. Dalam susu terkandung kasein suatu protein yang
berfungsi sebagai zat pengemulsi. Bebera contoh emulsi yang lain adalah pembuatan
es krim, sabun, deterjen, yang menggunakan pengemulsi gelatin.
Dalam praktikum kali ini akan dilakukan percobaan dimulai dari pre formulasi
dan membuat suatu sediaan emulsi minyak ikan (oleum Iecoris aselli) dengan
menggunakan emulgator tween dan span dengan formula yang berbeda-beda dan
akan di cari pada formula berapa emulsi minyak ikan yang di buat lebih stabil.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum pembuatan emulsi ini diantaranya adalah :
1. Menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam
pembuatan emulsi
2. Membuat emulsi menggunakan emulgator golongan surfaktan.
3. Mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.
4. Menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi.
5. Membuat sediaan emulsi yang stabil dalam jangka waktu yang lama.

C. Prinsip Percobaan
Penentuan emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan dan penentuan
kestabilan suatu emulsi dengan nilai HLB butuh yang bervariasi yang didasarkan pada
penampakan fisik dari emulsi tersebut misalnya perubahan volume, perubahan warna
dan pemisahan fase terdispersi dan pendispersi dalam jangka waktu tertentu.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdipersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok.
Zat pengemulsi yang sering digunakan adalah gelatin, gom akasia, tragakan,
sabun, senyawa amonium kwarterner, senyawa kolesterol, surfaktan, atau emulgator
lain yang cocok. Untuk mempertinggi kestabilan dapat ditambahkan zat pengental,
misalnya tragakan, tilosa, natrium karboksimetilselulosa.
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar (sebagai contoh
air), sedangkan lainnya relatif non polar (sebagai contoh minyak).
1. Bila fase minyak didispersikan sebagai bola-bola ke seluruh fase kontinu air,
sistem tersebut dikenal sebagai suatu emulsi minyak dalam air (o/w).
2. Bila fase minyak bertindak sebagai fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai
produk air dalam minyak (w/o).
Emulsi yang dipakai untuk obat luar bertipe o/w atau w/o, ntuk tipe o/w
menggunakan zat penegemulsi disamping beberapa yang dikemukakan tadi yakni
natrium lauril sulfat, trietanolamin stearat.
Untuk memperoleh emulsi yang stabil perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut :
1. Penggunaan zat-zat yang mempertinggi viskositas
2. Perbandingan opimum dari minyak dan air. Emulsi dengan minyak 2/3-3/4
bagian meskipun disimpan lama tidak akan terpisah dalam lapisan-lapisan
3. Penggunaan alat khusus untuk membuat emulsa homogen.
Dikenal beberapa fenomena ketidakstabilan emulsi yaitu :
a. Flokulasi dan creaming
Fenomena ini terjadi karena penggabungan partikel yang disebabkan
oleh adanya energi bebas permukaan saja. Flokulasi adalah terjadinya
kelomok-kelompok globul yang letaknya tidak beraturan di dalam suatu
emulsi. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi
yang berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi
yang paling pekat akan berada di sebelah atas atau disebelah bawah
tergantung dari bobot jenis fasa yang terdispersi.
b. Koalesen dan Demulsifikasi
Fenomena ini terjadi bukan karena semata-mata karena energi bebas
permukaan saja, tetapi juga karena tidak semua globul terlapis oleh film
antar permukaan. Koalesen adalah terjadinya penggabungan globul-globul
menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi adalah merupakan proses
lebih lanjut dari koalesen dimana kedua fasa terpisah menjadi dua cairan
yang tidak bercampur. Kedua fenomena ini tidak dapat diperbaiki dengan
pengocokan.
Dalam pembuatan suatu emulsi, pemilihan emulgator merupakan faktor yang
penting untuk diperhatikan karena mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak
dipengaruhi oleh emulgator yang digunakan. Salah satu emulgator yang aktif
permukaan adalah surfaktan. Mekanisme kerja emulgator ini adalah menurunkan
tegangan antar permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan film pada
permukaan globul-globul fasa terdispersinya.

B. Data Praformulasi
1. Zat Aktif
a. Levertan
Sinonim : Oleum Iecoris Aselli, Oleum Morrhuae, Cod Liver Oil, Minyak
ikan.
Minyak ikan adalah minyak lemak yang diperoleh dari hati segar Gadus
morhua Linne. Dan spesies lain dari familia Gadidae. Mengandung tidak
kurang dari 255 µg (850 unit FI) vitamin A dan tidak kurang dari 2,125 µg (85
unit FI) vitamin D per g minyak ikan.
Pemerian : Cairan minyak, encer; Kuning pucat; Bau khas, tidak tengik, bau
seperti ikan; Rasa khas, agak manis
Kelarutan
a. Berdasarkan FI IV
Sukar larut dalam etanol; mudah larut dalam eter, dalam kloroform,
dalam karbon disulfida dan dalam etil asetat.
b. Berdasarkan Martindale
B.P. Praktis tidak larut dalam alkohol; mudah larut dalam kloroform,
eter, dan petroleum terang
U.S.P. Kelarutan : sedikit larut dalam alkohol; mudah larut dalam eter dan
kloroform. Simpan di tempat yang tertutup rapat dan kedap udara. Terlindumg
dari cahaya.
Khasiat dan penggunaan
Minyak ikan kaya akan sumber vitamin D dan juga sumber yang baik
dari vitamin A. Itu juga mengandung beberapa asam lemak tak jenuh yang
merupakan faktor – faktor makanan dasar dan tidak terjadi dalam kandungan
vitamin A dan D.
Sari Minyak ikan atau salepnya sangat mendukung untuk mempercepat
penyembuhan luka bakar, koreng, menekan sakit dan luka pada permukaan,
tetapi pada observasi yang terkontrol telah menghentikan nilai penguatan yang
tegas.
Bobot Jenis : Antara 0,918 dan 0,927
Bobot per ml : 0,917 g sampai 0,924 g
Dosis
Dosis lazim : Dewasa 1 x pakai = 5 ml
1 x hari = 8 - 30 ml
Wadah dan Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, terisi penuh, terlindung dari cahaya dapat
digunakan botol atau wadah lain yang telah dikeluarkan udaranya dengan cara
hampa udara atau dialiri gas inert.
2. Zat Tambahan
a. Cetyl Alkohol (FI IV hal 172, Handbook of Pharmaceutical Excipients IV hal
130)
Pemerian
Warna putih, rasa lemah, bau khas, berbentuk granul atau kubus.
Kelarutan
Larut dengan adanya peningkatan temperatur, praktis tidak larut air
dan dalam etanol 95%.
Titik lebur : 45,520 C
Bobot jenis : 42,44 (untuk material asli)
Stabilitas : Stabil dengan adanya asa, alkali , cahaya dan air serta
tidak dapat tengik.
Inkompatibilitas : Ketidakcampuran dengan bahan pengoksidasi yang
kuat
Fungsi : Penstabil
b. Asam Stearat (Handbook of Pharmaceutical Excipient 6th edition hal. 494)
Pemerian
Kristal Putih atau kuning berwarna, kristalin padat, atau putih.
Kelarutan
Mudah larut dalam benzene, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter,
larut dalam etanol, heksan, dan propilen glikol, praktis tidak larut dalam air.
Konsentrasi : 1-20%
Kegunaan : Emulsifying agent
OTT : Inkomapatibel dengan hamper semua logam hidroksida dan zat
pengoksidasi.
Stabilitas : Zat stabil, harus disimpan di tempat tertutup.
c. Tween 80 ( Farmakope Indonesia IV halaman 687, Handbook of
Pharmaceutical excipient edisi VI halaman 375 )
Pemerian
Cairan seperti minyak, jernih berwarna kuning mudahingga coklat
muda, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat.
Kelarutan
Sangat mudah larut dalam air, larutan tidak berbau dan praktis tidak
berwarna, larut dalam etanol, dalam etil asetat, tidak larut dalam minyak
mineral.
Konsentrasi : 1-15%.
Stabilitas : Stabil pada elektrolit dan asam lemah, dan basa. Berangsur-
angsur akan tersaponi dengan asam kuat dan basa.
OTT : Akan berubah warna atau mengendap dengan phenol, dan tannin.
pH larutan : 6-8 untuk 5% zat (w/v) dalam larutan berair
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, lindungi dari cahaya, ditempat
sejuk dan kering.
d. Span 80 (Sorbitan Monooleat) (Handbook of Pharmaceutical Excipient Edisi
6 hal. 675, Martindale hal. 577)
Pemerian : Cairan kental seperti minyak berwarna kuning.
Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan
propilenglikol, tercampur dalam alcohol dan methanol, 1 bagian span larut
dalam 100 bagian minyak biji kapas, sedikit larut dalam etil asetat.
Khasiat : Emulgator, surfaktan non ionik, peningkat kelarutan.
Bobot jenis : 1,01 g/ml.
Konsentrasi : Emulgator A/M = 1-15%, emulgator M/A = 1-10%
Stabilitas : Stabil terhadap asam dan basa lemah.
Penyimpanan : Wadah bertutup rapat dan pada tempat sejuk dan kering.
HLB : 4,3
OTT : Dengan asam atau basa kuat, terjadi pembentukan sabun
dengan basa kuat.
e. Paraffin Liquidum (Handbook of Pharmaceutical Excipients Edisi 6 hlm.
445, FI IV hlm. 652)
Pemerian
Transparan, tidak berwarna, cairan kental, tidak berfluoresensi, tidak
berasa dan tidak berbau ketika dingin dan berbau ketika dipanaskan.
Kelarutan
Praktis tidak larut etanol 95%, gliserin dan air dan larut dalam jenis
minyak lemak hangat.
Stabilitas : Dapat teroksidasi oleh panas dan cahaya.
Khasiat : Laksativ (pencahar)
Dosis : Emulsi oral : 15 – 45 ml sehari (DI 88 hlm. 1630)
HLB Butuh : 10 – 12 (M/A). 5 – 6 (A/M)
OTT : Dengan oksidator kuat.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat, hindari dari cahaya, kering dan sejuk.
f. Metil Paraben/Nipagin (Farmakope Indonesia IV hal 551 , Handbook of
Pharmaceutical Excipients hal 390)
Pemerian
Tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau atau berbau khas lemah,
hablur kecil, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, mempunyai sedikit rasa
terbakar.
Kelarutan
Sukar larut dalam air, sukar larut dalam benzena, sukar larut dalam
tetraklorida, mudah larut dalam etanol, dan eter.
Titik lebur : 1250 dan 1280
pKa / pKb : pKa = 8,4 pada 220 C
pH larutan :3–6
Stabilitas : Mudah terurai oleh cahaya
Inkompatibel : Dengan senyawa bentonit, mangnesium trisiklat, talk,
tragakan, sorbitol, dan atropin
Kegunaan : Pengawet
g. Propil Paraben (Farmakope Indonesia IV hal 527, Handbook of
Pharmaceutical Excipients hal 526 )
Pemerian
Tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, serbuk putih atau hablur
kecil, tidak berwarna.
Kelarutan
Sangat sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol dan eter, sukar
larut dalam air mendidih.
Titik lebur : antara 950 dan 980
pKa / pKb : pKa 8,4 pada 22 C
Bobot jenis : 180,21 g/mol
pH larutan : 4-8
Stabilitas : Kelarutan dalam air pada pH 3-6 bisa disterilkan dengan
autoclaving tanpa mengalami penguraian, pada pH 3-6
kelarutan dalam air stabil (penguraian kecil dari 10%)
Inkompatibilitas : Dengan senyawa magnesium trisiklat, magesium silikat.
Kegunaan : Sebagai pengawet
h. Alfa Tocoferol/Vitamin E (Farmakope Indonesia Edisi III)
Pemerian
Cairan seperti minyak, jenuh, warna kuning/kuning kehijauan, tidak
berasa, atau sedikit berasa. Tidak berbau atau sedikit berbau.
Kelarutan
Tidak larut dalam air, sukar larut dalam larutan alkali, larut dalam
etanol, dalam aseton dan dalam minyak nabati ; sangat mudah larut dalam
kloroform. Bentuk vitamin E lain tidak larut dalam air, dalam etanol ; dapat
bercampur dengan eter, aseton, minyak nabati dan dngan kloroform.
Titik lebur : ± 70ºC dengan pH 5
Stabilitas : Tidak stabil diudara dan cahaya terutama dalam alkalis
Inkompabilitas
Dengan peroksid dan ion logam seperti besi. Kemungkinan bisa mengabsorpsi
plastik.
Wadah dan Penyimpanan
Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya dan terlindung dari
oksigen
i. Adeps Lanae ( Farmakope Indonesia IV hal. 57)
Pemerian
Massa seperti lemak, lengket, warna kuning, bau khas.
Kelarutan
Tidak larut dalam, air dapat bercampur dengan air lebih kurang 2x
beratnya, agak sukar larut dalam etanol dingin, lebih larut dalam etanol panas,
mudah larut dalam eter dan kloroform.
Kegunaan : Emulsifying agent, basis salep.
OTT : Dapat mengandung pro oksidan dan dapat mempengaruhi
stabilitas.
Stabilitas : Dapat mengalami autooksidasi selama penyimpanan. Untuk
mencegah ditambahkan antioksidan.
Wadah dan penyimpanan
Ditempat yang tertutup, terlindung dari cahaya, sejuk, dan kering.

j. Air suling/aquadest (Farmakope Indonesia III halaman 96)


BM : 18,02.
Rumus molekul : H₂O.
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas
Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil dalam bentuk Fisik (es,
air, dan uap). Air harus disimpan dalam wadah yang sesuai. Pada saat
penyimpanan dan penggunaannya harus terlindungi dari kontaminasi partikel -
pertikel ion dan bahan organik yang dapat menaikan konduktivitas dan jumlah
karbon organik. Serta harus terlindungi dari partikel - partikel lain dan
mikroorganisme yang dapat tumbuh dan merusak fungsi air.
OTT/Inkompabilitas : Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan
eksipient lainya yang mudah terhidrolisis.

C. Formulasi (Formula E)
R/ Lanolin Anhidrat 2%
Setil Alkohol 2%
Asam Stearat 4%
Tween 80 2,5%
Span 80 2,5%
Parrafin Cair 6%
Metil Paraben 0,18%
Propil Paraben 0,02%
Alfa Tokoferol 0,05%
Perisa gtt 3
Pewarna gtt 3
Aquadest ad 600ml
BAB III

METODOLOGI

A. Alat dan Bahan


Alat Bahan
1. Mortir 1. Lanolin anhidrat
2. Stamper 2. Setil alkohol
3. Cawan porselin 3. Asam stearat
4. Batang pengaduk 4. Tween 80
5. Gelas kimia 5. Span 80
6. Spiritus 6. Parafin Liquidum
7. Kaki tiga 7. Propil paraben
8. Botol 600 ml 9. Alfa tokoferol
9. Botol 100 ml 10. Perisa
10. Gelas ukur 100 ml 11. Pewarna
11. Neraca analitik 12. Aquadest
12. Kertas perkamen 13. Metilen biru
13. Spatula logam
14. Sudip
15. Piknometer
16. Tabung sentrifuge
17. Pipet tetes
18. Kertas lakmus
19. pH universal
20. Kertas saring
21. Corong
B. Prosedur Percobaan

Siapkan alat dan Setarakan Menimbang


bahan timbangan bahan
Campur : Lebur :

Tween 80 Levertan
dan air, Lanolin
gerus
Setil alkohol
homogen
Asam stearat
Span 80
Parafin Liq
Alfa tokoferol
Masukan
hasil
campuran
tadi ke Masukan hasil larutan
dalam metil paraben & propil
hasil paraben sebagai
leburan, pengawet
gerus
homogen

Setelah digerus
Beri
semua, Tambah Kemas,
perisa
masukan aquadest ad c beri etiket
c c dan
kedalam botol 600 ml & label
pewarna
yang sudah
dikalibrasi
BAB IV

EVALUASI PERCOBAAN

A. Hasil Percobaan
Evaluasi Sediaan Emulsi
No Evaluasi Hasil Pengamatan Gambar
1. Organoleptis:
- Warna : -Putih seperti susu
- Bau -Rasa khas lanolin
- Rasa -Amis minyak ikan,
tawar sedikit pahit

2. Bobot Jenis Bobot jenis emulsi


benilai 0,0082 g

3. Ukuran partikel Dilihat secara


mikroskopik terbentuk
gelembung-gelembung
kecil

4. Pemeriksaan pH Diuji dengan pH


universal dengan
menyelupkan kedalam
larutan dan bernilai pH =
5 , Sifat : Asam lemah

5. Pemeriksaan Viskositas Dengan rpm 30, 60 dan


100 didapat hasil
presentase 3,7 %; 9,8 % ;
20,1 % dengan cP
berturut-turut 49,3; 65,3;
80,4.
6. Uji Sentrifugasi Setelah di uji dengan
sentrifugator, sediaan
emulsi tidak memisah
dan tetap berwarna putih
seluruhnya.

7. Penentuan tipe Emulsi


- Kertas Saring -Dengan kertas saring, air
pada emulsi diserap oleh
kertas saring, sehingga
tipe nya o/w
- Uji Pewarnaan - Diuji pewarnaan dengan
metilen blue, warna pada
emulsi terinkorporasi ke
dalam system (o/w)

- Uji Pengenceran Uji pengenceran dengan


fase luarnya yaitu air,
tercampur sempurna

8. Volume Terpindahkan Vakhir/Vawal x100 %


- Botol ke- 1 30/30 x100 % = 100%
- Botol ke- 2 30/30 x100 % = 100%
- Botol ke- 3 28/30 x100 % = 93,3 %
- Botol ke- 4 29/30 x100 % = 96,67%
- Botol ke- 5 30/30 x100 % = 100%
- Botol ke- 6 28/30 x100 % = 93,3 %
- Botol ke- 7 28/30 x100 % = 93,3 %
- Botol ke- 8 30/30 x100 % = 100%
- Botol ke- 9 28/30 x100 % = 93,3 %
- Botol ke- 10 29/30 x100 % = 96,67%
B. Pembahasan
Pada praktikum teknologi sediaan liquid dan semisolid kali ini adalah
membuat sediaan emulsi. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk melakukan
preformulasi, formulasi, membuat produk jadi dan evaluasi sediaan emulsi. Emulsi
adalah sistem dua fase, dalam bentuk sediaan yang mengandung bahan obat cair atau
larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa yang distabilkan dengan zat
pengemulsi dan surfaktan yang cocok. (depkes RI:1979). Emulsi terbagi dalam 3 tipe,
yaitu tipe O/W, tipe W/O, dan tipe emulsi ganda.
Perlakuan yang pertama adalah melakukan preformulasi. Preformulasi
bertujuan untuk memilih bentuk bahan obat yang tepat, mengevaluasi sifat fisik bahan
obat dan menghasilkan pemahaman yang menyeluruh tentang stabilitas bahan di
dalam berbagai kondisi yang akan menyebabkan berkembangnya sistem penyampaian
obat yang optimal. Dalam perlakuan ini kita memeriksa karakteristik bulk
(ruah/bentuk bahan aslinya), analisis kelarutan, analisis kestabilan dan data
farmakologi dan farmakokinetik pada bahan obat yang akan digunakan. Pada
perlakuan ini pula, kita memisahkan bahan obat, yang mempunya tipe minyak dan
tipe air. Bahan obat yang digunakan untuk membuat sediaan emulsi yang termasuk ke
dalam tipe minyak adalah levertan/minyak ikan, lanolin, setil alkohol, span 80,
paraffin cair dan asam stearat, sedangkan bahan obat yang termasuk ke dalam tipe air
adalah metilparaben, propilparaben, alfa tokoferol, tween 80, dan aquadest.
Perlakuan yang kedua adalah melakukan formulasi, yaitu melakukan
perhitungan bahan yang akan digunakan dan membuat sediaan emulsinya. Metode
yang digunakan untuk membuat sediaan emulsi adalah metode gom basah, yaitu
dengan mendispersikan terlebih dahulu emulgator (campuran tween dan span) ke
dalam air panas. Dalam membuat emulgator dengan menggunakan twwen dan span
dilakukan dengan penggerusan yang kuat, supaya terbentuk emulgator yang stabil dan
homogen. Lalu tambahkan sedikit demi sedikit minyak (levertan) sampai homogen
dan campuran larutan metil paraben dan propil paraben yang dilarutkan dalam air
panas, lalu gerus homogen. Pindahkan sediaan ke dalam botol yang sudah dikalibrasi
sebanyak 600 ml lalu di ad-kan dengan aquadest sampai batas kalibrasi, kocok.
Pindahkan sediaan ke dalam botol bening yang sudah dikalibrasi sebanyak 100 ml
sampai batas kalibrasi, kocok. Tutup botol dengan rapat dan simpan di tempat yang
kering.
Perlakuan yang ketiga adalah melakukan evaluasi pada sediaan emulsi. Dari
hasil evaluasi menunjukkan bahwa sediaan emulsi yang dibuat berwarna putih dan
berbau minyak ikan. Pengukuran bobot jenis sediaan emulsi didapat hasil gram.
Sediaan emulsi yang dibuat bersifat asam, karena pada saat sediaan di teteskan pada
kertas lakmus merah warnanya tetap merah dan pada saat diteteskan pada lakmus biru
warnanya berubah menjadi merah. Nilai pH sediaan yang dibuat dengan
menggunakan indikator universal menunjukkan nilainya sebesar 5.
Evaluasi dilanjutkan dengan mengukur viskositas sediaan dengan
menggunakan viscometer-brookfield. Untuk mengukur viskositas menggunakan
kecepatan yang berbeda, yaitu 30 rpm, 60 rpm dan 100 rpm. Nilai Cp dihitung setiap
5 menit selama 15 menit. Besar cP (centi polse) yang diperoleh pada setiap rpm yang
didapatkan adalah konstan. Pada uji sentrifuge, sediaan disentrifugasi dengan
kecepatan 3000 rpm selama 30 menit dan menunjukkan sediaan emulsinya stabil dan
tidak terjadi pemisahan.
Untuk memastikan bahwa sediaan ini memiliki tipe O/W dilakukan penentuan
tipe emulsi dengan menggunakan uji pengenceran dengan fase luar, dengan
menambahkan air pada sedikit sediaan. Hasil yang didapatkan ketika air ditambahkan
adalah bercampur ketika sudah dilakukan pengocokan, namun setelah didiamkan agak
lama sediaan kembali memisah seperti biasanya. Juga dilakukan uji pewarnaan
dengan cara sediaan emulsi diteteskan ke dalam plat tetes, kemudian teteskan metil
biru, saat diteteskan metil biru terjadi inkorporasi warna secara cepat ke dalam sistem.
Inkorporasi adalah meleburkan atau menyatukan dua larutan yang berbeda. Pengujian
pada penentuan tipe emulsi ini menunjukkan sediaan termasuk ke dalam tipe O/W (oil
in water).
Kemudian dilakukan pengujian dengan melakukan uji volume terpindahkan
dengan cara memasukkan sediaan emulsi ke dalam botol bening sampai batas
kalibrasi yaitu 30 ml. Kemudian pindahkan sediaan yang berada dalam botol ke dalam
gelas ukur yang kering. Lalu diamati apakah volume sediaan yang dipindahkan
berkurang atau tidak. Volume sediaan yang terpindahkan tidak boleh lebih dari dua
setengah kali volume yang diukur dan telah dikalibrasi. Percobaan ini dilakukan pada
10 botol dengan masing-masing volumenya sebanyak 30 ml. Hasil pengujian volume
terpindahkan pada sediaan emulsi yang dibuat adalah bervariasi seperti. Hal ini
disebabkan karena sediaan emulsi yang cukup kental sehingga ada volume yang tidak
terpindahkan
Kemudian dilakukan uji homogenitas dilakukan dengan pengamatan dibawah
mikroskop, hasil yang diperoleh menunjukan adanya gelembung gelembung yang
tersebar merata, gelembung tersebut adalah fase minyak pada sediaan emulsi, dan
juga menunjukan bahwa secara teortis bentuk yang seperti itu menandakan emulsi
yang baik.
Dari hasil semua pengujian tersebut didapat hasil evaluasi sediaan emulsi yang
cukup baik karena dari semua evaluasi, hampir semua uji pada sediaan emusi ini
stabil. Untuk ini emulsi ini bisa digunakan dengan baik.
Ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan literature. Hal ini disebabkan
karena beberapa fakor diantarnya :
- Kurangnya kehomogenitasan pada saat penggerusan sediaan emulsi,
- Penimbangan bahan untuk membuat sediaan emulsi
- Kurang teliti dalam pembacaan alat pada pengujian evaluasi yang menggunakan
instrument.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Tipe emulsi yang di buat adalah tipe O/W


2. Uji organoleptik meliputi warna : putih; bau : seperti minyak ikan, pH asam
dengan nilai 5
3. Uji viskositas menunjukan pada RPM 30 :49,3, PM 60 : 65,3, RPM 100: 80,4
4. Volume terpindahkan dengan volume sebelumnya 30 ml, setelah dipindahkan
volumenya bervariasi
5. Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator yang tidak
sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan emulsi
menjadi tidak stabil.
6. Penambahan air secara langsung dalam campuran juga dapat mempengaruhi
pembentukan emulsi yang tidak stabil.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Moh. 2000. Farmasetika. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Anonom, a. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Anonim, b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI

Handbook of Pharmaceutical Exipient


LAMPIRAN

A. Perhitungan Bahan
600
1. Levertan : 5 × 0,05 g = 60 g

2
2. Lanolin anhidrat : 100 × 600 ml = 12 g

2
3. Setil alkohol : 100 × 600 ml = 12 g

4
4. Asam stearat : 100 × 600 ml = 24 g

2,5
5. Tween 80 : 100 × 600 ml = 15 g

2,5
6. Span 80 : 100 × 600 ml = 15 g

6
7. Parrafin Liq : 100 × 600 ml = 36 g

0,18
8. Metil paraben : × 600 ml = 1,08 g
100

0,02
9. Propil paraben : × 600 ml = 0,12 g
100

0,05
10. Alfa tokoferol : × 600 ml = 0,3 g
100

11. Perisa 3 tetes

12. Pewarna 3 tetes

13. Aquadest ad 600 ml

B. Perhitungan HLB

Lanolin anhidrat 2%
Setil alkohol 2%
Parafin Liq 6%
Asam stearat 4% +
Jumlah fase minyak 14%

HLB (Hidrofil/Lipofil Balance)


2 14,2
Lanolin HLB 10 : 14 × 100 = × 10 = 1,428
100
2 14,2
Setil alkohol HLB 15 : 14 × 100 = × 15 = 2,142
100

6 42,8
Parafin Liq HLB 12 : 14 × 100 = × 12 = 5,1432
100

4 28,5
Asam stearat HLB 15 : 14 × 100 = × 15 = 4,2855
100

+
HLB Butuh = 12,99

Tween 80 15 8,69 Tween 80 2,5%


Span 80 2,5% +
12,99 4%

Span 80 4,3 2,01 +


HLB Campuran 10,7

2,05
Tween 80 : 10,7 × 5% = 4,06 %
8,65
Span 80 : 10,7 × 5% = 0,94 %

Você também pode gostar