Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
IDENTIFIKASI PASIEN
RUMAH SAKIT
NO. DOKUMEN REVISI HALAMAN
HARAPAN JAYAKARTA 01/SKP/RSHJ/V/2016
0 1
TANGGAL TERBIT Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit
Harapan Jayakarta
STANDAR PROSEDUR
27 Mei 2016
OPERASIONAL
Dr.Suhermi Yenti
Direktur
PENGERTIAN Pemasangan gelang idenfikasi pasien adalah salah satu
cara untuk menghindari kesalahan identifikasi pasien.
Gelang identifikasi berisi data pasien dengan minimal 2
data (nama pasien, tanggal lahir atau nomor rekam
medis). Warna gelang identifikasi diberikan kepada
pasien berdasarkan jenis kelamin (warna merah jambu
untuk perempuan dan warna biru untuk laki-laki).
TUJUAN 1. Memberikan identitas pada pasien rawat inap dan
rawat jalan di RS Harapan Jayakarta untuk
memudahkan identifikasi pasien dan mencocokkan
layanan dan perawatan kesehatan untuk pasien
tersebut.
2. Untuk mencegah terjadinya kesalahan identifikasi
pasien, kesalahan prosedur, kesalahan medikasi,
kesalahan transfusi, dan kesalahan pemeriksaan
diagnostik di RS Harapan Jayakarta
KEBIJAKAN
1
PROSEDUR PEMASANGAN GELANG
IDENTIFIKASI PASIEN
0 2
PROSEDUR bertanggung jawab di bagian poliklinik rawat
jalan, bagian rawat inap maupun IGD.
1. Melakukan pemasangan gelang identifikasi
yang telah dituliskan oleh perawat atau
paramedis yang bertanggung jawab pada
anggota gerak tubuh yang mudah diakses.
2. Perawat harus memeriksa ulang 3 kali data
pada gelang identifikasi sebelum dipakaikan
ke pasien.
3. Pasang gelang identifikasi pada pasien
berdasarkan jenis kelamin (warna merah
jambu untuk perempuan dan warna biru
untuk laki-laki).
4. Untuk pasien rawat inap dilakukan
pemberian gelang identifikasi tambahan
warna merah untuk pasien dengan alergi
obat, identifikasi tambahan warna kuning
untuk pasien dengan resiko jatuh, dan
identifikasi tambahan warna ungu untuk
pasien yang menolak pelayanan tindakan
resusitasi (DNR).
5. Memberikan informasi kepada pasien dan
keluarganya tentang pemahaman pemberian
gelang identifikasi tambahan tersebut.
6. Menawarkan bantuan kembali. Misalnya
“Apakah masih ada yang dapat saya bantu?”
7. Ucapkan terima kasih.
2
PROSEDUR PEMASANGAN GELANG
IDENTIFIKASI PASIEN
0 3
UNIT TERKAIT 1. Bagian Poliklinik Rawat Jalan
2. Bagian Rawat Inap
3. Bagian Instalasi Gawat Darurat (IGD)
3
PANDUAN IDENTIFIKASI PASIEN
RS HARAPAN JAYAKARTA
A. PENDAHULUAN
Ketepatan identifikasi pasien menjadi hal yang penting, bahkan berhubungan
dengan keselamatan pasien. Kesalahan karena keliru merupakan hal yang amat tabu dan
sangat berat hukumnya. Kesalahan karena keliru pasien dapat terjadi dalam semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Perlu proses kolaboratif untuk memperbaiki proses
identifikasi uuntuk engurangi kesalahan identifikasi pasien.
Tidak semua pasien rumah sakit dapat mengungkapkan identitas secara lengkap
dan benar. Beberapa keadaan seperti pasien dalam keadaan terbius, mengalami
disorientasi, tidak sadar sepenuhnya, bertukar tempat tidur atau kamar atau lokasi dalam
rumah sakit atau kondisi lain dapat menyebabkan kesalahan dalam identifikasi pasien.
Proses identifikasi pasien perlu dilakukan dari sejak awal pasien masuk rumah
sakit yang kemudian identitas tersebut akan selalu dan konfirmasi dalam segala proses di
rumah sakit, seperti saat sebelum memberikan obat, darah atau produk darah atau
sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan.
Sebelum memberikan pengobatan dan tindakan atau prosedur . Hal ini dilakukan
agar tidak terjadi kesalahan identifikasi pasien yang nantinya bisa berakibat fatal jika
pasien menerima prosedur medis yang tidak sesuai dengan kondisi pasien seperti salah
pemberian obat, salah pengambilan darah bahkan salah tindakan medis.
Penyusunan kebijakan dan atau prosedur ini harus dikerjakan untuk berbagai pihak
agar hasilnya dipastikan dapat mengatasi semua permasalahan identifikasi yang mungkin
terjadi.
B. PENGERTIAN
Identifikasi adalah pengumpulan data dan pencatatan segala keterangan tentang
bukti – bukti dari seseorang sehingga kita dapat menetapkan dan mempersamakan
keterangan tersebut dengan individu seseorang.
Pasien adalah seorang individu yang mencari atau menerima perawatan medis.
Identifikasi pasien adalah suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk membedakan
antara pasien satu dengan yang lain sehingga memperlancar atau mempermudah dalam
pemberian pelayanan kepada pasien.
C. TUJUAN
Tujuan identifikasi pasien antara lain :
1. Untuk memberikan identitas pada pasien.
2. Untuk membedakan pasien.
3. Untuk menghindari kesalahan medis ( mal praktek ).
D. KEBIJAKAN
Kebijakan identifikasi pasien di RS Harapan Jayakarta adalah dengan menggunakan dua
cara, yaitu :
4
1. Dengan menyebutkan nama pasien, umur, dan nomor Rekam Medis.
2. Dengan mengunakan gelang identitas pasien
3. Gelang warna pink untuk pasien perempuan.
4. Gelang warna biru untuk pasien laki – laki.
5. Gelang warna merah untuk pasien mempunyai riwayat alergi.
6. Gelang warna kuning untuk pasien mempunyai resiko jatuh.
Identifikasi pasien tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
Identifikasi pasien juga dilakukan pada pasien koma atau tidak sadar, pasien dengan
gangguan jiwa, dan pasien yang tanpa identitas.
Kebijakan identifikasi tersebut juga dilakukan di lokasi berbeda dalam rumah sakit
seperti pelayanan rawat jalan, UGD, VK ( kamar bersalin ), dan kamar operasi.
Identifikasi pasien dilakukan pada saat :
5
d) Gelang identifikasi warna pink untuk bayi perempuan dan warna biru untuk
laki laki.
2. Prosedur identifikasi pasien anak
a) Gelang identifikasi anak berisi nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir
dan nama orang tua atau wali pasien.
b) Gelang identifikasi untuk bayi perempuan pink dan biru untuk laki – laki.
6
PROSEDUR IDENTIFIKASI PASIEN
DENGAN MENGGUNAKAN NAMA
No. Dokumen No. Revisi Halaman
01/SKP/RSHJ/V/2016 0 6
RUMAH SAKIT
HARAPAN
JAYAKARTA
Ditetapkan,
Rumah Sakit Harapan Jayakarta
Tanggal terbit
PROSEDUR TETAP
27 Mei 2016
Dr.Suhermi Yenti
Direktur
1. Rekam medis.
2. Kartu berobat.
3. Kartu identitas.
PERLENGKAPAN
4. Gelang pasien.
5. Papan nama.
6. Label kotak obat.
7
tertera : nama, usia, tanggal resepan, riwayat alergi, tanda tangan
dokter ).
3. Di bagian farmasi :
a) Petugas farmasi mnerima resep.
b) Sebelum obat diserahkan petugas menanyakan dan memastikan
bahwa nama, dan obat telah sesuai dengan kondisi pasien.
4. Di bagian laboratorium / radiologi / fisioterapi :
a) Menanyakan nama minimal 2 kata, alamat, golongan darah (
khusus laboratorium )
b) sebelum pemeriksaan / pengambilan sample dilakukan.
5. Dibagian rawat inap :
a) Perawat memeriksa kesesuaian identitas, kondisi pasien
dengan data identitas di rekam medis.
b) Pemasangan gelang identitas pada pasien, isi data pada gelang
adalah nama, umur, alamat.
c) Pemberian gelang tambahan untuk pasien riwayat alergi.
d) Pemberian gelang tambahan untuk pasien resiko jatuh.
e) Papan identitas ditulis dan diletakkan di bed atau ruang bilik
pasien.
f) Di nurse station, perawat memisahkan obat antar pasien
dengan memberikan nama label kotak obat.
g) Seluruh petugas medis dan paramedis harus mengkonfirmasi
identitas pasien dengan melihat gelang identitas sebelum
melakukan tindakan atau pemberian obat.
h) Sebelum pasien pulang dilakukan pengecekan gelang
identitas dan dilakukan pencopotan
1. Bagian pendaftaran.
2. Rawat jalan.
3. Gawat darurat.
UNIT TERKAIT
4. Rawat inap.
5. Farmasi.
8
PROSEDUR IDENTIFIKASI PASIEN
DENGAN MENGGUNAKAN GELANG IDENTIFIKASI
Ditetapkan,
Rumah Sakit Harapan Jayakarta
Tanggal terbit
PROSEDUR TETAP
27 Mei 2016
Dr.Suhermi Yenti
Direktur
Proses kegiatan identifikasi pasien di RS Harapan Jayakarta dengan
PENGERTIAN menggunakan gelang identitas pasien pada pergelangan tangan yang
tercantum nama, tanggal lahir atau umur, dan nomor rekam medis
Memastikan identifikasi pasien dengan benar selama pasien dirawat di RS
TUJUAN
Harapan Jayakarta
Setiap pasien yang dirawat di RS Harapan Jayakarta dipasang gelang
KEBIJAKAN
identifikasi pasien
PROSEDUR A. Persiapan
1. Penampilan petugas Rumah Sakit
- Periksa kerapihan pakaian seragam.
- Periksa kelengkapan atribut.
2. Alat
- alat
- Gelang identifikasi pasien.
- Berkas rekam medis.
- Alat tulis.
B. Pelaksanaan
1. Siapkan gelang identitas.
2. Isi label gelang dengan identitas pasien sesuai berkas rekam
medis pasien.
3. Ucapkan salam, “ Selamat pagi / siang / malam, Bapak / Ibu “.
4. Sebutkan nama dan dari unit kerja mana, “ saya ( .... nama )
dari unit ( .... sebutkan ) “.
5. Jelaskan maksud dan tujuan pemasangan gelang identitas.
6. Memasang gelang identitas pasien.
7. Merapikan alat - alat.
8. Ucapkan terimakasih semoga lekas sembuh.
1. UGD
2. Rawat Inap
UNIT TERKAIT
3. OK
9
9
PROSEDUR
IDENTIFIKASI PASIEN SEBELUM PEMBERIAN DARAH/
PRODUK DARAH
01/SKP/RSHJ/V/2016 0 8
RUMAH SAKIT
HARAPAN
JAYAKARTA
Ditetapkan Oleh :
Tanggal terbit Direktur Rumah Sakit Harapan Jayakarta
SPO
27 Mei 2016
Dr.Suhermi Yenti
Merupakan proses verifikasi identitas pasien sebelum memberikan darah
PENGERTIAN atau produk darah yang lain
10
PROSEDUR IDENTIFIKASI PASIEN
SEBELUM PEMBERIAN OBAT
RUMAH SAKIT
HARAPAN JAYAKARTA
Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit Harapan Jayakarta
STANDAR Tanggal terbit
PROSEDUR 27 Mei 2016
OPERASIONAL Dr.Suhermi Yenti
PENGERTIAN Suatu sistem identifikasi kepada pasien untuk membedakan antara pasien
yang satu dengan yang lain sehingga mempelancar atau mempermudah
pemberian pelayanan kepada pasien.
TUJUAN Untuk memberikan identitas pada pasien, untuk membedakan pasien,
untuk menghindari kesalahan medis (mal praktek)
KEBIJAKAN 1. Undang-Undang Republik Indonesia No.44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 29 tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran.
3. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
1691/menkes/per/VIII/2011 Tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
4. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.HK.07.06/III/4437/09
tentang pemberian ijin penyelenggaraan perpanjangan (I)
kepada yayasan untuk Menyelenggarakan Rumah Sakit
11
10
PANDUAN PEMBERIAN INFORMASI DAN EDUKASI
Di RS HARAPAN JAYAKARTA
A. PENGERTIAN
Informasi adalah suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan, yang berupa data, fakta, gagasan, konsep, kebijakan, aturan, standar, norma,
pedoman atau acuan yang diharapkan dapat diketahui, dipahami, diyakini, dan
diimplementasikan oleh komunikan.
Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui
teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi
nyata, dengan cara member dorongan terhadap pengarahan diri, aktif memberikan
informasi-informasi atau ide baru ( Craven dan Hirnle, 1996 dalam suliha, 2002).
B. TUJUAN
Sebagai pedoman dalam melakukan edukasi kesehatan.
Memahami bagaimana cara dan proses melakukan edukasi kesehatan di rumah sakit.
Sehingga edukasi kesehatan (penkes) dapat berjalan lancar dan sesuai prosedur yang
ada.
Agar pasien & keluarga berpartisipasi dalam keputusan perawatan dan proses
perawatan. Sehingga dapat membantu proses penyembuhan lebih cepat.
Pasien/keluarga memahami penjelasan yang diberikan, memahamipentingnya mengikuti
rejimen pengobatan yang telah ditetapkansehingga dapat meningkatkan motivasi
untuk berperan aktif dalammenjalani terapi obat.
12 11
diagnostik yang paling tepat,sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain dalam
penanganan pasien di rumah sakitmerupakan keputusan yang diambil berdasarkan pengkajian
(assessment).
13
Tujuan pengkajian
1. Untuk mengetahui besar, parah dan bahayanya masalah yang dirasakan.
2. Menentukan langkah tepat untuk mengatasi masalah.
Memahami masalah
1. Mengapa muncul masalah
2. Siapa yang akan memecahkan masalah dan siapa yang perlu dilibatkan
3. Jenis bantuan yang akan diberikan
Prioritas masalah
Disusun berdasarkan hirarki kebutuhan maslow:
Aktualisasi diri
Harga diri
Kasih sayang
Aman / nyaman
Biologis / Fisiologi
Sehingga pemberi edukasi mengetahui apakah pasien dan keluarga bersedia dan maupun
untuk belajar hasil penilaian didokumentasikan dalam rekam medis.
14
pemahaman bagaimana orang-orang berhubungan dengan yang lain, mendengarkan apa
yang dikatakan dan mengambil pelajaran dari hal tersebut
Komunikasi adalah tentang pertukaran informasi, berbgi ide dan pengetahuan. Hal ini
berupa proses dua arah dimana informasi, pemikiran, ide, perasaan atau opini
disampaikan/dibagikan melalui kata-kata, tindakan maupun isyarat untuk mencapai
pemahaman bersama. Komunikasi yang baik berarti bahwa para pihak terlibat secara aktif.
Hal ini akan menolong mereka untuk mengalami cara baru mengerjakan atau memikirkan
sesuatu.
Pengertian komunikasi efektif adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau
informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi”. (Komaruddin, 1994;Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz &
Weihrich, 1988).
1. Teori komunikasi
a. Proses komunikasi:
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan/komunikator, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah
perbuatan oleh penerima pesan/komunikan dan tidak ada hambatan untuk hal itu
(Hardjana, 2003).Gambar berikut memberikan ilustrasi proses komunikasi.
Umpan Balik
b. Isi Pesan, adalah ide atau informasi yang disampaikan kepada komunikan.
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian,penerimanya.
4. Sifat Komunikasi
Komunikasi itu bisa bersifat informasi (asuhan) dan edukasi (Pelyanan promosi).
Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan didalam rumah sakit adalah:
a. Jam pelayanan
b. Pelayanan yang tersedia
c. Cara mendapatkan pelayanan
d. Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan ketika
kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.
Akses informasi dapat di peroleh dengan melalui Customer Service,
Admission,dan Website.
Sedang komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) adalah :
a. Edukasi tentang obat.
b. Edukasi tentang penyakit.
c. Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
d. Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
qualitas hidupnya pasca dari rumah sakit.
17
Akses untuk mendapatkan edukasi ini bisa melalui medical information dan
nantinya akan menjadi sebuah unit PKRS (Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit).
18
f. Dalam berkomunikasi ada kalanya terdapat informasi misalnya nama obat,
nama orang , dll. Untuk menverifikasi dan mengklarifikasi, maka komunikan
sebaiknya mengeja huruf demi huruf menggunakan menggunakan alfabeth
standart internasional yaitu:
Sumber: Wikipedia
19
meraih perhatian, cinta kasih, minat, kepedulian, simpati, tanggapan, maupun
respon positif dari orang lain.Hukum komunikasi efektif yang pertama adalah
a. Respect, pengertiannya:
Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi yang efektif adalah
sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran
pesanyangkita sampaikan.Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan
sikap saling menghargai dan menghormati, maka kita dapat membangun
kerjasama yang menghasilkan sinergi yang akan meningkatkan efektifitas
kinerja kita baik sebagai individu maupun secara keseluruhan sebagai sebuah
tim.
b. Hukum komunikasi efektif yang kedua adalahEmpathy
Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi
atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu prasyarat utama
dalam memiliki sikap empati adalah kemampuan kita untuk mendengarkan
atau mengerti terlebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang
lain.Rasa empati akan menimbulkan respek atau penghargaan, dan rasa
respek akan membangun kepercayaan yang merupakan unsur utama dalam
membangun teamwork. Jadi sebelum kita membangun komunikasi atau
mengirimkan pesan, kita perlu mengerti dan memahami dengan empati calon
penerima pesan kita. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan
tanpa ada halangan psikologis atau penolakan dari penerima
c. Hukum komunikasi efektif yang ketiga adalahAudible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan
baik. Jika empati berarti kita harus mendengar terlebih dahulu ataupun
mampu menerima umpan balik dengan baik, maka audible berarti pesan yang
kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan. Hukum ini mengatakan
bahwa pesan harus disampaikan melalui media atau delivery channel
sedemikian hingga dapat diterima dengan baik oleh penerima pesan. Hukum
ini mengacu pada kemampuan kita untuk menggunakan berbagai media
maupun perlengkapan atau alat bantu audio visual yang akan membantu kita
agar pesan yang kita sampaikan dapat diterima dengan baik.
d. Hukum komunikasi efektif yang keempat, adalah Clarity
Selain bahwa pesan harus dapat dimengerti dengan baik, maka hukum
keempat yang terkait dengan itu adalah kejelasan dari pesan itu sendiri
20
sehingga tidak menimbulkan multi interpretasi atau berbagai penafsiran
yang berlainan. Karena kesalahan penafsiran atau pesan yang dapat
menimbulkan berbagai penafsiran akan menimbulkan dampak yang tidak
sederhana. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan transparansi. Dalam
berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka (tidak ada yang
ditutupi atau disembunyikan), sehingga dapat menimbulkan rasa percaya
(trust) dari penerima pesan atau anggota tim kita. Karena tanpa keterbukaan
akan timbul sikap saling curiga dan pada gilirannya akan menurunkan
semangat dan antusiasme kelompok atau tim kita.
e. Hukum komunikasi efektif yang kelima adalah Humble
Hukum kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap
rendah hati. Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama
untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap
rendah
hati yang kita miliki. Sikap Rendah Hati pernah yang pada intinya antara
lain: sikap yang penuh melayani (dalam bahasa pemasaran Customer First
Attitude), sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritik, tidak
sombong dan memandang rendah orang lain, berani mengakui kesalahan,
rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian diri, serta
mengutamakan kepentingan yang lebih besar.
Jika komunikasi yang kita bangun didasarkan pada lima hukum pokok
komunikasi yang efektif ini, maka kita dapat menjadi seorang komunikator yang
handal dan pada gilirannya dapat membangun jaringan hubungan dengan orang
lain yang penuh dengan penghargaan (respect), karena inilah yang dapat
membangun hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan dan saling
menguatkan
Ruang Lingkup
1. Panduan komunikasi eektif ini diterapkan kepada:
a. Antar pemberi pelayanan saat memberikan perintah lisan atau melalui
telpon
b. Petugas laboratorium saat membacakan hasil laboratoruim secara lisan
atau melalui telepon
21
c. Petugas informasi saat memberikan informasi pelayanan rumah sakit
kepada pelanggan
d. Petugas PKRS saat memberikan edukasi kepada pasien
e. Semua karyawan saat berkomunikasi via telpon dan lisan
Prinsip
1. Untuk mendapatkan komunikasi efektif, dilakukan melaui prinsip terima, catat,
verifikasi dan klarifikasi:
a. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan
b. Penerima pesan menuliskan secara lengkap isi pesan tersebut
c. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan.
d. Pemberi pesan memverifikas isi pesan kepada pemberi penerima pesan.
e. Penerima pesan mengklarifikasi ulang bila ada perbedaan pesan dengan
hasil verifikasi
2. Baca ulang dan verifikasi dikecualikan untuk kondisi darurat di ICU dan UGD
3. Penggunaan code alfabetis internasional digunakan saat melakukan klarifikasi
hal-hal penting, misal nama obat, nama pasien, dosis obat, hasil laboratorium
dengan mengeja huruf2 tersebyt saat membaca ulang (reed back) dan verifikasi
4. Tujuan utama panduan komunikasi efektif ini adalah untukmemperkecil
terjadinya kesalahan penerima pesan yang diberikan secara lisan
22
Kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat pasien/keluarga merasa
nyaman dan bebas, antara lain:
a. Dilakukan dalam ruang yang dapat menjamin privacy.
b. Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien untuk kenyamanan
mereka.
c. Penempatan meja, kursi atau barang – barang lain hendaknya tidak
menghambat komunikasi.
d. Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi
23
Proses komunikasi saat memberikan edukasi kepada pasien & keluarganya
berkaitan dengan kondisi kesehatannya
Tahap asesmen pasien: Sebelum melakukan edukasi, petugas menilai dulu kebutuhan
edukasi pasien & keluarga berdasarkan: (data ini didapatkan dari RM):
1. Keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga.
2. Kemampuan membaca, tingkat pendidikan dan bahasa yang digunakan.
3. Hambatan emosional dan motivasi. (emosional: Depresi, senang dan marah)
4. Keterbatasan fisik dan kognitif.
5. Ketersediaan pasien untuk menerima informasi.
Tahap Cara penyampaian informasi dan edukasi yang efektif.Setelah melalui tahap
asesmen pasien, di temukan :
1. Pasien dalam kondisi baik semua dan emosionalnya senang, maka proses
komunikasinya mudah disampaikan.
2. Jika pada tahap asesmen pasien di temukan hambatan fisik (tuna rungu dan tuna
wicara), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan leaflet kepada pasien
dan keluarga sekandung (istri,anak, ayah, ibu, atau saudara sekandung) dan
menjelaskannya kepada mereka.
3. Jika pada tahap asesmen pasien ditemukan hambatan emosional pasien (pasien
marah atau depresi), maka komunikasi yang efektif adalah memberikan materi
edukasi dan menyarankan pasien membaca leaflet. Apabila pasien tidak mengerti
materi edukasi, pasien bisa menghubungi medical information.
F. FERIVIKASI
Tahap Cara verifikasi bahwa pasien dan keluarga menerima dan memahami edukasi
yang diberikan:
1. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, kondisi pasien
baik dan senang, maka verifikasi yang dilakukan adalah: menanyakan kembali
edukasi yang telah diberikan.
Pertanyaannya adalah: “ Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-kira apa
yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
2. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, pasiennya
mengalami hambatan fisik, maka verifikasinya adalah dengan pihak keluarganya
24
dengan pertanyaan yang sama: “Dari materi edukasi yang telah disampaikan, kira-
kira apa yang bpk/ibu bisa pelajari ?”.
3. Apabila pasien pada tahap cara memberikan edukasi dan informasi, ada hambatan
emosional (marah atau depresi), maka verifikasinya adalah dengan tanyakan
kembali sejauh mana pasiennya mengerti tentang materi edukasi yang diberikan
dan pahami. Proses pertanyaan ini bisa via telepon atau datang langsung ke kamar
pasien setelah pasien tenang.
25
BAB I
PENDAHULUAN
26 26
koordinasi antara berbagai sub bagian dalam organisasi. Organisasi yang berfungsi
baik, ditandai oleh adanya kerjasama secara sinergis dan harmonis dari berbagai
komponen. Suatu organisasi dikonstruksi dan dipelihara dengan komunikasi. Artinya
ketika proses komunikasi antar komponen dapat diselenggarakan secara harmonis,
maka organisasi tersebut semakin kokoh dan kinerja organisasi akan meningkat.
Kinerja seorang tenaga kesehatan sangat dipengaruhi oleh bagaimana
komunikasi internal yang terjadi dalam organisasi, komunikasi dalam organisasi
merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk tercapainya tujuan administrasi
atau manajemen.
Komunikasi yang lancar dapat menciptakan hubungan kerja yang serasi dan
selaras antar pimpinan dan bawahannya serta sesama bawahan. Jika hubungan kerja
yang demikian dapat tercipta maka dapat mendorong kinerja dari setiap orang yang
bekerja dalam organisasi tersebut sehingga apa yang menjadi tujuan dari organisasi
tersebut dapat tercapai.
Menurut Kohler dalam Muhammad (2004) ada dua model komunikasi dalam
rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan organisasi. Komunikasi koordinatif,
yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian- bagian perkantoran.
Komunikasi interaktif yaitu proses pertukaran informasi yang berjalan secara
berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar
penyesuaian di antara sub-sub bagian dalam perkantoran, maupun antara perkantoran
dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang dilakukan juga turut
mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.
28
28
BAB II
TINJAUAN TEORI
29
29
benarnya efektif. Komunikasi efektif merupakan salah satu keahlian terpenting, bahkan
boleh jadi merupakan hal yang paling penting untuk mencapai keberhasilan. Dengan
demikian segala bidang komunikasi, baik itu hubungan masyarakat (public relations),
periklanan, penyiaran, jurnalistik dan lainnya dituntut untuk menciptakan komunikasi
yang efektif agar tercapai tujuan yang diharapkan.
Syarat – syarat komunikasi efektif
Syarat-syarat untuk berkomunikasi secara efektif adalah antara lain :
1. Menciptakan suasana yang menguntungkan.
2. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti.
3. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat di pihak
komunikan.
4. Pesan dapat menggugah kepentingan dipihak komunikan yang dapat
menguntungkannya.
5. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward di pihak komunikan.
1. Respect
Respect adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan
yang akan kita sampaikan. Menghargai ini sangat penting tidak mungkin seseorang
mendengar saja atau dianggap tidak ada dalam suatu proses komunikasi. Ketika
keberadaannya tidak di anggap, orang akan berpikir bahwa dia tidak masuk dalam
kelompok tersebut. Perasaan ini akan membuat orang menjauh.
2. Empathy
3. Audible
Audible adalah pesan yang kita sampaikan dapat diterima oleh penerima pesan
melalui media atau delivery channel. Seorang komunikator harus berbicara dengan
suara jelas, tidak boleh gagap, bindeng, terlalu pelan ataupun terlalu keras. Ritme dan
intonasi suara harus diatur sesuai kebutuhan.
30
30
4. Care
5. Humble
Humble adalah sikap rendah hati untuk membangun rasa saling menghargai.
Standar akreditasi RS 2012 SKP.2 / JCI IPSG.2 mensyaratkan agar rumah sakit
menyusun cara komunikasi yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan dapat
dipahami penerima. Hal itu untuk mengurangi kesalahan dan menghasilkan perbaikan
keselamatan pasien. Bentuk komunikasi yang rawan kesalahan diantaranya adalah
instruksi untuk penatalaksanaan pasien yang diberikan secara lisan atau melalui
telepon. Bentuk lainnya berupa pelaporan hasil tes abnormal, misalnya petugas
laboratorium menelepon ke ruang perawatan untuk melaporkan hasil tes pasien. Rumah
sakit perlu menyusun kebijakan dan atau prosedur untuk mengatur pemberian perintah /
pesan secara lisan dan lewat telepon. Kebijakan dan atau prosedur itu harus memuat :
1. Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dicatat si penerima.
2. Perintah lengkap, lisan dan lewat telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si penerima.
3. Perintah dan hasil tes dikonfirmasikan oleh individu si pemberi perintah atau hasil
tes.
4. Pelaksanaan yang konsisten dari verifikasi tepat-tidaknya komunikasi lisan dan
lewat telepon.
5. Alternatif yang diperbolehkan bila proses membaca-ulang tidak selalu
dimungkinkan, misalnya di ruang operasi dan dalam situasi darurat di bagian gawat
darurat atau unit perawatan intensif.
31
31
Komunikasi adalah penyebab pertama masalah keselamatan pasien (patient
safety). Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan
antar manusia. Komunikasi yang efektif yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
dipahami oleh penerima mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan pasien.
a. Kejelasan
b. Ketepatan
Ketepatan atau akurasi ini menyangkut penggunaan bahasa yang benar dan
kebenaran informasi yang disampaikan.
c. Konteks
Maksudnya bahwa bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan
keadaan dan lingkungan dimana komunikasi itu terjadi.
d. Alur
Bahasa dan informasi yang akan disajikan harus disusun dengan alur atau
sistematika yang jelas, sehingga pihak yang menerima informasi cepat tanggap.
32
32
e. Budaya
Aspek ini tidak saja menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga berkaitan
dengan tata krama dan etika. Artinya dalam berkomunikasi harus menyesuaikan dengan
budaya orang yang diajak berkomunikasi, baik dalam penggunaan bahasa verbal
maupun nonverbal, agar tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
Standar SKP.2
Rumah sakit menyusun pendekatan agar komunikasi di antara para petugas
pemberi perawatan semakin efektif.
33
33
Elemen Penilaian SKP.2
1) Perintah lengkap, lisan dan via telepon, atau hasil tes dicatat si penerima. (Juga
lihat MKI. 19.2,EP 1)
2) Perintah lengkap, lisan dan via telepon, atau hasil tes dibaca-ulang si penerima.
(Juga lihat AP.5.3.1, Maksud dan Tujuan)
3) Perintah dan hasil tes dikonfirmasikan oleh individu si pemberi perintah atau hasil
tes.
4) Kebijakan dan prosedur disusun agar verifikasi tepat-tidaknya komunikasi lisan
dan via telepon dijalankan secara konsisten (Juga lihat AP.5.3.1, Maksud dan
Tujuan)
34
34
2) Background : Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan
situasi?
Adapun contoh komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/ serah terima :
1) Situation (S) :
a. Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 8 Desember 2013 sudah 3 hari
perawatan,
b. DPJP : dr Setyoko, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.
Masalah keperawatan:
35
35
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2) Background (B) :
a. Pasien bedrest total , urine 50 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
b. Mual tetap ada selama dirawat, ureum 300 mg/dl.
c. Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
d. Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
e. Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
f. Diet : rendah protein 1 gram
3) Assessment (A) :
4) Recommendation (R) :
Contoh komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat telepon :
1) Situation (S) :
2) Background (B) :
36
37
e. Hasil laboratorium terbaru : Hb 9 mg/dl, albumin 3, ureum 237 mg/dl
f. Kesadaran composmentis, bunyi nafas rongki.
3) Assessment (A) :
4) Recommendation (R) :
38
37
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi efektif merupakan Komunikasi yang mampu menghasilkan
perubahan sikap (attitude change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Agar
komunikasi menghasilkan komunikasi yang efektif, seseorang harus memahami
prinsip-prinsip dalam berkomunikasi. Ada lima prinsip komunikasi yang efektif yang
harus dipahami. Lima prinsip tersebut disingkat dengan REACH, yaitu Respect,
Empathy, Audible, Care, dan Humble.
Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua
rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan
sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI).
Komunikasi yang paling rentan salah adalah jika perintah perawatan pasien diberikan
secara lisan dan melalui telepon, jika hal ini diperbolehkan hukum dan peraturan
setempat.
3.2 Saran
Penulis menyarankan agar komunikasi yang terjadi antara petugas pelayanan
kesehatan di rumah sakit dapat lebih di tingkatkan lagi sehingga nantinya dapat
memberikan pelayanan yang prima kepada pasien.
38 39
KOMUNIKASI SECARA LISAN ATAU
MELALUI TELEPON
Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit Harapan
STANDAR
Tanggal terbit Jayakarta
PROSEDUR 27 Mei 2016
OPERASIONAL
Dr.Suhermi Yenti
Pengertian Komunikasi efektif yang dilakukan secara lisan dan/atau
melalui telepon, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan
dipahami, sehingga akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien
Tujuan 1. Untuk mengurangi kesalahan akibat komunikasi secara
lisan dan/atau melalui telepon, dan
2. Menghasilkan peningkatan keselamatan pasien
Kebijakan 1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/
PER/ VIII/2011 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.
39
40
pengamatan serta obat-obatan bila ada.
4. Tanyakan tindak lanjut kepada pemberi perintah/dokter.
5. Tulis secara lengkap jam/tanggal, isi perintah, nama
penerima perintah dan tanda tangan, nama
pemberi perintah dan tanda tangan (pada
kesempatan berikutnya) pada form yang telah
disediakan.
6. Konfirmasi ulang isi perintah yang sudah dituliskan
dengan membacakan ulang kepada pemberi
perintah/dokter. Eja ulang satu persatu hurufnya bila
perintah mengandung nama obat gologan LASA
(look alike sound alike) / NORUM (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip) dan obat High Alert, Daftar obat LASA /
NORUM dan High Alert terlampir.
7. Pemberi perintah/dokter harus mengkonfirmasi lisan
sesaat setelah pemberi perintah/dokter mendengar
pembacaan dan memberikan pernyataan
kebenaran pembacaan secara lisan misal “ya
sudah benar”.
8. Cantumkan tanda cawang pada kolom membaca ulang isi
laporan bila sudah dibacakan ulang.
9. Ucapkan terima kasih dan salam.
10. Lakukan konfirmasi tertulis dengan tanda tangan
pemberi perintah/dokter yang harus diminta pada
kesempatan kunjungan/visite berikutnya.
40
41
obat-obatan bila ada.
6. Tanyakan tindak lanjut kepada pemberi perintah/dokter.
7. Tulis secara lengkap jam/tanggal, isi perintah, nama
penerima perintah dan tanda tangan, nama
pemberi perintah dan tanda tangan (pada
kesempatan berikutnya) pada form yang telah
disediakan.
8. Konfirmasi ulang isi perintah yang sudah dituliskan
dengan membacakan ulang kepada pemberi
perintah/dokter. Eja ulang satu persatu hurufnya bila
perintah mengandung nama obat gologan LASA
(look alike sound alike) / NORUM (Nama Obat Rupa
dan Ucapan Mirip) dan obat High Alert, Daftar obat LASA /
NORUM dan High Alert terlampir.
9. Pemberi perintah/dokter harus mengkonfirmasi lisan
sesaat setelah pemberi perintah/dokter mendengar
pembacaan dan memberikan pernyataan
kebenaran pembacaan secara lisan misal “ya
sudah benar”.
10. Cantumkan tanda cawang pada kolom membaca ulang isi
laporan bila sudah dibacakan ulang.
11. Telpon ulang pemberi perintah/dokter bila laporan belum
dibacakan ulang, dan belum konfirmasikan ulang isi
perintah.
12. Ucapkan terima kasih dan salam.
13. Lakukan konfirmasi tertulis dengan tanda tangan
pemberi perintah/dokter yang harus diminta pada
kesempatan kunjungan/visite berikutnya.
Petugas / unit terkait 1. Unit Gawat Darurat (UGD)
2. Ruang Rawat Inap Keperawatan
3. Kamar Operasi
4. Intensive Care Unit (ICU)
5. Unit Rawat Jalan
6. Unit penunjang medic
Dokumen terkait Formulir catatan lengkap perintah lisan/ perintah melalui
telepon/ pelaporan hasil pemeriksaan kritis.
41
42
A. Penggolongan obat LASA
Obat Look Alike Sound Alike (LASA) yang ditetapkan dalam kebijakan
pengelolaan obat Look Alike Sound Alike adalah:
NO KEMASAN MIRIP
1. Bio Atp Tab Pehavral Tab
2. Histapan Tab Heptasan Tab
3. Urdahex Tab Longcef Tab
4. Ubesco Tab Imesco Tab
5. Tomit Tab Trifed Tab
6. Brainact Tab Spirola Tab
7. Tilflam Tab Vaclo Tab
8. Rhinos Syrup Rhinofed Syrup
9. Ikalep Tab Depakote 250 mg
10. Blopres Tab Candesartan 16mg
11. Dst
42
43
PELAYANAN FARMASI TENTANG PEMERIAN OBAT-OBAT
HIGH ALERT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
RUMAH SAKIT 03/SKP/RSHJ/V/2016
HARAPAN
JAYAKARTA
Ditetapkan,
Direktur Rumah Sakit Harapan Jayakarta
STANDAR Tanggal Terbit
PROSEDUR 27 Mei 2016 Dr.Suhermi Yenti
OPERASIONAL
Pengertian Proses memastikan bahwa obat high alert diberikan secara rasional
Tujuan Untuk identifikasi obat-obatan yang memerlukan verifikasi atau
pengecekan ganda oleh petugas kesehatan lainnya (sebagai orang kedua)
sebelum memberikan obat dengan tujuan meningkatkan keselamatan dan
akurasi
Kebijakan Sesuai dengan Keputusan Direktur Nomor 006/KEP/DIR-
RSIAPBH/VIII/2015 tentang Kebijakan Obat yang Perlu Diwaspadai
(High Alert Medications)
Prosedur Untuk dosis inisial atau inisiasi infuse baru
1. Petugas kesehatan mempersiapkan obat dan hal-hal di bawah ini
untuk menjalani pengecekan ganda oleh petugas kedua:
a. Obat-obatan pasien dengan label yang masih intak
b. Rekammedispasien, catatanpemberianmedikasipasien,
atauresep / instruksitertulisdokter
c. Obat yang hendakdiberikanlengkapdenganlabelnya
2. Petugas kedua akan memastikan hal-hal berikut ini:
a. Perawatpasienharusmemverifikasibahwaobat yang
hendakdiberikantelahsesuaidenganinstruksidokter.
b. Obattelahdisiapkandansesuaidenganinstruksi
c. Obatmemenuhi 5 persyaratan.
d. Perawatuntukmemverifikasikelimapersyaratanini:
a) Obattepat
b) Dosisataukecepatannyatepat,
termasukpengecekangandamengenaipenghitungandanverifi
kasipompa infuse
43
44
c) Rutepemberiantepat
d) Frekuensi / interval tepat
e) Diberikankepadapasien yang tepat
44
45
BAB I
DEFINISI
A.DEFINISI
Keselamatan pembedahan, adalah suatu program yang dilakukan Tim Bedah terhadap pasien
yang akan dioperasi, untuk meningkatkan keselamatan pasien selama prosedur pembedahan,
mencegah terjadinya kesalahan lokasi operasi dan prosedur operasi, serta mengurangi
komplikasi kematian akibat pembedahan.
B. LATAR BELAKANG
1. Berdasarkan data WHO tahun 2009, komplikasi terjadi antara 3 - 16% dengan angka
kematian pasca operasi mencapai 0,4 - 0,8%. Artinya setiap tahun diseluruh dunia
akan ditemukan sekitar 7 juta penderita cacat dan 1 juta meninggal akibat
pembedahan.
2. Program WHO, tentang SAVE SURGERY SAVE LIVE yang mempunyai sepuluh
sasaran Keselamatan Bedah, yaitu
a. Benar pasien benar lokasi insisi
b. Cegah bahaya obat-obat anestesi
c. Siap bila terjadi kegagalan napas
d. Siap bila terjadi kehilangan darah yang banyak
e. Cegah terjadi alergi
f. Minimalkan infeksi luka operasi
g. Cegah terjadinya tertinggal instrumen kassa
h. Pelabelan spesimen yang akurat
i. Berkomunikasi efektif mengenai hal-hal kritikal
j. Mengadakan pengawasan yang rutin tentang kapasitas, jumlah, dan hasil
pembedahan.
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan utama program ini adalah menciptakan perilaku tim pembedahan dan
lingkungan pembedahan yamg aman bagi pasien. Sehingga tercipta pembedahan yang
aman, anesthesi yang aman, perawatan yang aman hingga terwujud keselamatan pasien
yang maksimal.
2. Tujuan Khusus
a. Mencegah terjadinya medical error dikamar operasi yang meliputi :
salah prosedur
salah pasien
salah lokasi insisi
salah pemberian obat
mengurangi resiko cedera pasien akibat luka tekan, hipotermi, luka bakar
resiko terjadi infeksi karena luka operasi
45
46
BAB II
RUANG LINGKUP
Pelaksanaan prosedur keselamatan bedah, dilakukan oleh Team Work di Kamar Operasi yang
terdiri dari :
1. Ahli Bedah,
2. Ahli Anesthesi,
3. Perawat Anesthesi,
4. Perawat Instrumentaris,
5. Perawat Assisten,
6. Perawat Sirkuler
46
47
BAB III
PENATALAKSANAAN
PENATALAKSANAAN.
Pemeriksaan pasien di Kamar Operasi menurut Keselamatan Pembedahan ( Surgical Safety)
dilakukan dalam tiga tahap, yaitu :
1. Sign In
Sign In merupakan tahap pertama saat pasien tiba di Ruang terima Kamar Operasi. Sebelum
dilakukan induksi anestesi tim bedah harus hadir, tetapi bila tidak memungkinkan, minimal
ada kehadiran ahli anestesi dan perawat untuk melakukan beberapa pemeriksaan terhadap
kondisi pasien dan sarana pendukung pembedahan. Pada tahap ini yang dilakukan
pengecekkan adalah :
Identitas pasien
Tim bedah meminta kepada pasien dan atau keluarganya menyatakan secara lisan
nama lengkap pasien, tanggal lahir/ alamat, dan menyatakan tindakan apa yang akan
dilakukan pada bagian tubuhnya.
Persetujuan operasi/ Informed consent
Tim bedah menanyakan tentang persetujuan serta apakah informasi yang diberikan
pasien dan keluarga sesuai dengan data yang ada dalam catatan Rekam Medis dan
gelang identitas pasien. Apabila pasien dalam keadaan Gawat darurat, atau
merupakan pasien anak-anak atau pasien yang tidak mampu untuk berkomunikasi
dengan baik, maka pernyataan bisa diwakilkan oleh orang tua, atau wali pasien /
keluarga.
Lokasi Operasi/ Penandaan Daerah Operasi
Pemberian tanda lokasi pembedahan diberikan oleh ahli bedah yang melakukan
operasi. Penandaan dilakukan teritama dalam kasus yang melibatkan perbedaan
kanan atau kiri, struktur atau tingkat, misalnya jari tertentu, kaki, ruas tulang
belakang. Penandaan dilakukan dengan menggunakan tinta permanen yang bisa
dilihat pada saat dilakukan desinfeksi pada area operasi. Penandaan dilakukan
dengan menggunakan inisial nama dokter.
Pemeriksaan Kelengkapan Anestesi
47
48
Pengecekkan kelengkapan anestesi disini meliputi, keamanan obat anestesi yang
akan diberikan pada pasien, tersedianya obat- obat anestesi, peralatan anestesi yang
berfungsi dengan baik, peralatan bantuan pernafasan berfungsi dengan baik ,
tersedia gas –gas anestesi yaitu Oksigen dan N2O, agen inhalasi, suction,
tersedianya alat dan obat emergency. Alat Pulse Oxymetri harus terapasang dan
berfungsi dengan baik, sebelum dilakukan tindakan induksi anestesi. Pembacaan
hasil pulse oxymetri, yaitu denyut nadi dan saturasi oksigen pasien dilakukan di
depan tim bedah.
Riwayat alergi
Ahli anestesi harus memastikan apakah pasien mempunyai riwayat alergi atau tidak,
serta mengetahui resiko apabila pasien mempunyai riwayat alergi.
Gangguan jalan napas/ resiko aspirasi.
Ahli anestesi harus memastikan tentang kondisi pernapasan pasien mengalami
gangguan atau tidak, serta adanya resiko aspirasi. Peralatan dan obat-obatan untuk
antisipasi komplikasi harus dicek funsi dan keberadaanya.
Resiko kehilangan darah > 500ml, anak-anak 7ml/kg BB
Ahli anestesi harus memperkirakan adanya resiko perdarahan atau tidak pada
prosedur pembedahan yang akan dilakukan. Memastikan adanya cairan dan darah
umtuk resusitasi perdarahan. Resiko kehilangan darah harus ditinjau lagi oleh ahli
bedah saat tahap selanjutnya yaitu time out.
Surgeon Review
Adalah perhatian khusus pada pasien, langkah kritikal, dan adanya instrument
khusus atau implant.
Anesthesilogist Review
Perhatian khusus pada pasien dan rencana resusitasi kritikal.
2. Time Out
Time out adalah tahap kedua atau langkah final pada pelaksanaan keselamatan
Pembedahan. Pelaksanaan dilakukan pada saat pasien sudah ada di dalam ruang operasi,
sesudah induksi anestesi dan sebelum ahli bedah melakukan sayatan pada kulit pasien. Jika
sayatan tidak diperlukan, maka hal ini dilakukan sebelum memulai procedure invasive.
Untuk kasus dalam 1 pasien yang akan dilakukan beberapa tindakan, dan dilakukan oleh
beberapa ahli bedah, maka tahap ini dilakukan setiap prosedur pembedahan dan setiap
pergantian ahli bedah. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mencegah terjadinya salah pasien,
48
49
salah lokasi, salah prosedur pembedahan, meningkatkan kerjasama dan meningkatkan
komunikasi diantara tim bedah, serta meningkatkan keselamatan pasien selama
pembedahan. Pada pelaksanaan tahap ini seluruh anggota tim bedah harus sudah hadir di
ruang operasi dan menghentikan kegiatan lain untuk berkonsentrasi untuk melakukan time
out. Pada tahap ini yang dilakukan adalah :
Semua anggota memperkenalkan nama dan peran dalam tim bedah.
Ahli bedah, ahli anestesi, perawat menegaskan nama pasien lokasi pembedahan dan
prosedur pembedahan. Koordinator tim mengajak semua yang hadir di ruang
operasi untuk menghentikan kegiatannya dan dan mengajak melakukan time out
secara lisan dan membacakan identitas pasien, lokasi pembedahan, operasi yang
akan dilakukan, rencana prosedur pembedahan dan menanyakan kepada seluruh
anggota tim pakah setuju dengan apa yang dibacakan tersebut. Bila semua tim
setuju maka langkah selanjutnya bisa dilakukan. Apabila pasien tidak memerlukan
pembiusan, konfirmasi langsung ke pasien.
Antisipasi kejadian beresiko, disini koordinator memimpin diskusi singkat antara
ahli bedah, ahli anestesi dan perawat untuk membicarakan resiko bahaya dalam
pembedahan dan rencana operasiyang akan dilakukan. Apabila operasi sering
dilakukan maka ahli bedah cukup menyatakan bahwa prosedur operasi sudah rutin
dilakukan dan menjelaskan lamanya operasi, dan memberi kesempatan kepada ahli
anestesi dan perawat untuk menjelaskan hal hal penting yang berhubungan dengan
pasien.
Review ahli bedah
Adalah perhatian khusus pada pasien, kemungkinan kesulitan yang akan dialami
dalam pembedahan, langkah kritikal dan langkah tidak terduga yang akan
dilakukan, dan adanya resiko cedera, resiko kehilangan darah dan cara
mengantisipasinya, adanya instrument khusus atau implant atau preparat dan
lamanya operasi yang akan dilakukan.
Review Ahli anestesi
Perhatian khusus pada pasien dan rencana resusitasi kritikal pada pasien yang
beresiko , seperti resiko kehilangan darah, ketidakstabilan hemodinamik, pasien
dengan karakteristik morbiditas, yaitu pasien dengan penyakit jantung, paru,
aritmia, kelainan darah dll. Ahli anestesi meninjau ulang tentang persiapan sarana
resusitasi dan kemungkinan tranfusi darah pada pasien. Apabila tidak ada resiko
50 49
kritis pada prosedur pembedahan, cukup menyatakan saya tidak mempunyai
kekhawatiran khusus terhadap pasien ini.
Review Tim Perawat
Menjelaskan kesterilan alat, apakah ada masalah dengan alat, memastikan kesterilan
alat yang akan dipakai, memeriksa indikator kesterilan alat eksternal dan internal.
Setiap ketidaksesuaian kesterilan alat harus dilaporkan kepada semua anggota tim
bedah, dan ditangani sebelum dilakukan sayatan pada kulit pasien. Perawat
instrumen mendiskusikan tentang kesiapan alat dan material lainnya untuk operasi.
Apabila tidak ada masalah dalam peralatan, perawat instrumen dapat mengatakan
kesterilan alat sudah diperiksa dan tidak ada masalah dalam peralatan.
Memastikan profilaksis antibiotik sudah diberikan 60 menit sebelum pembedahan
atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadi infeksi luka operasi, apabila
diberikan harus sesuai tepat waktu pemberian, yaitu 30 menit intra vena, sebelum
insisi kulit. Diberikan di ruang operasi saat ahli anestesi melakukan induksi. Apabila
profilaksis diperlukan, koordinator tim memastikan kepada tim bedah yang
mengelola pemberian obat apakah profilaksis sudah diberikan 60 menit sebelumnya.
Jika belum maka segera diberikan saat itu juga sebelum dilakukan insisi kulit.
Apabila antibotik sudah diberikan 60 menit sebelum pembedahan, maka ahli bedah
mempertimbangkan kembali apa perlu diberikan ulang antibiotik tersebut sesuai
dosis. Jika tidak perlu pemberian profilaksis antibiotik maka hanya dinyatakan
dengan antibotik tidak diperlukan dalam pembedahan.
50
51
3. Sign Out
Sign out adalah tahap akhir dari prosedur keselamatan pembedahan, yang dilakukan saat
sebelum penutupan luka sayatan operasi atau sesegera mungkin setelah penutupan luka saat
pasien belum dikeluarkan dari Ruang Operasi. Langkah-langkah yang dilakukan adalah:
Perawat secara lisan menyatakan kepada tim bedah tentang prosedur pembedahan
yang telah dilakukan.
Penghitungan jumlah alat, kassa, jarum, yang dilakukan oleh perawat instrumen
dibantu oleh perawat sirkuler. Pastikan jumlah sesuai dan sudah dikeluarkan dari
tubuh pasien sebelum luka ditutup. Ahli bedah melihat lapangan operasi dan
memastikan alat dan benda sudah keluar semua sebelum penutupan luka, dan
memberikan waktu yang cukup untuk perawat instrument melakukan penghitungan.
Apabila hasil tidak sesuai dengan jumlah sebelum operasi, maka perlu penghitungan
ulang dan pencarian ulang kalau diarasa perlu maka diperlukan pemeriksaan
radiologi.
Pemberian etiket pada spesimen. Perawat sirkuler memastikan pemberian etiket
benar pada semua bahan pemeriksaan patologis dengan menyebut nama, tanda yang
diberikan dan nama bahan spesimen.
Perawat mengidentifikasi adanya masalah pada alat agar tetap berfungsi dengan
baik dan mencegah alat di daur ulangkembali keruangan.
Ahli Bedah ahli Anestesi, Perawat mengkaji dan mendiskusikan pemulihan poasca
operasi dan rencana pengelolaan perawatan selanjutnya yang berfokus khusus pada
fase intraoperatif atau masalah anestesi yang mempengaruhi pasien.
51
52
BAB IV
DOKUMENTASI
DOKUMENTASI
Dokumentasi dan pencatatan dilakukan setiap tahap:
1. Menggunakan Surgical Safety Checklist, sesuai standart WHO
2. Melakukan pengkajian sebelum (pre), selama (intra), dan setelah (post) operasi setelah
tindakan pembedahan
Contoh cheklis ada di Lampiran. Dokumentasi ini harus dijalankan oleh Tim Bedah, dicatat
dan disimpan dengan lembar dokumentasi pasien yang lain, masuk dalam catatan Rekam
Medis
52
53
PELAYANAN BEDAH
DI RS HARAPAN JAYAKARTA
Pengertian Suatu tindakan yang dilakukan dalam persiapan pasien sebelum operasi untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien
Tujuan Tidak terjadi kesalahan dalam tindakan pembedahan pada pasien dengan
tindakan operasi
53
54
memastikan kembali tentang lokasi operasi, prosedur dan ketepatan pasien.
10. Perawat kamar operasi mengamati dan melakukan pencatatan kejadian
selama operasi, setelah selesai pembedahan (sebelum menutup luka
pembedahan), kelengkapan alat(instrumen , kasa, jarum) pelabelan jaringan
atau cairan tubuh yang diambil.
11. Perawat ruang operasi melakukan pemantauan pasien di ruang pemulihan(
tanda-tanda vital, posisi pasien, kesadaran, resiko paska operasi)
12. Perawat ruang operasi melakukan serah terima dengan perawat bangsal
tentang pasien( tanda-tanda vital, kesadaran , posisi pasien, jaringan pasien,
terapi paska operasi)
54
55
PENANDAAN LOKASI PRA PEMBEDAHAN DI KAMAR
OPERASI
No. Dokumen No. Revisi Halaman
04/SKP/RSHJ/V/2016 0 55 / 2
RUMAH SAKIT
HARAPAN JAYAKARTA
Ditetapkan
Tanggal Terbit
STANDAR Direktur
PROSEDUR
OPERASIONAL 27 Mei 2016
dr. Suhermi yenti
55
56
pasien dan atau keluarga pasien
5. Berikan tanda lokasi operasi dengan tanda yang tidak
mudah luntur dan mudah dikenali dengan melibatkan
pasien saat dilakukan penandaan lokasi operasi tersebut
6. Lakukan verifikasi pada pasien dan atau keluarga bahwa
mereka telah memahami dan mengetahui lokasi yang akan
dilakukan operasi
7. Ucapkan terimakasih, dan semoga semuanya dapat
berjalan dengan baik.
Unit kerja
1. Perawat OK
Terkait 2. Dokter
56
57
PROSEDUR CUCI TANGAN
No. Dokumen No. Revisi Jumlah Halaman
RUMAH SAKIT
HARAPAN 05/SKP/RSHJ/V/2016 0
JAYAKARTA
STANDAR Ditetapkan,
PROSEDUR Direktur Rumah Sakit Harapan Jayakarta
Tanggal Ditetapkan
OPERASIONAL
27 Mei 2016
Dr.Suhermi Yenti
57
58
3. Kewaspadaan dini dalam mengidentifikasi kejadian luar biasa
(outbreak) dan cara penaggulannya.
4. Mendapatkan informasi epidemiologi sebagai dasar tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi untuk menurunkan
insiden dan risiko.
3. Kebijakan 1. Prosedur pembersihan tangan dengan antiseptikharus dilakukan oleh
semua petugas kesehatan, keluarga, pengunjung yang berhubungan
langsung dengan pasien atau lingkungan pasien.
2. Prosedur pembersihan tangan dengan antiseptik dilakukan sebelum
kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, sesudah
terpajan dengan cairan tubuh pasien yang berisiko, sesudah kontak
dengan pasien dan sesudah kontak dengan area sekitar pasien.
3. Setiap ruangan harus tersedia fasilitas :
a. Wastafel dengan air yang mengalir dengan kran bergagang
panjang
b. Sabun atau cairan antiseptik mengandung chlorhexidine 2% dan
4% untuk pembersihan tangan operasi.
c. Cairan Handrub.
d. Pengering tangan (tissue/paper, towel/handuk satu kali pakai)
e. Gambar Prosedur pembersihan tangan terlihat di semua fasilitas.
58
59
6. Gosok ibu jari kiri dengan gerakan berputar dalam genggaman
tangan kanan dan lakukan sebaliknya.
7. Gosok telapak tangan kiri dengan memutar ujung jari-jari kanan dan
sebaliknya.
8. Sekarang tangan anda sudah aman (Prosedur dilakukan 20-30 detik)
59
60
LIMA SAAT CUCI TANGAN
Nomor Dokumen : Nomor Revisi : Halaman :
05/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/3
RUMAH SAKIT
HARAPAN
JAYAKARTA
Kebijakan
Prosedur Saat Sebelum Kontak dengan Pasien
1. Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung sebelum kontak
dengan pasien harus melakukan Hand rub lebih dahulu.
Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung melakukan SPO Pelaksanaan
Hand Hygiene bagian Hand Rub dengan antiseptik cair beralkohol
dengan durasi 20 – 30 detik
2. Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung masuk ke ruang
rawatan dengan memperkenalkan nama, profesi, dan unit
60
63
61
62
61
64
61
kerja.
3. Petugas /Keluarga pasien/Pengunjung melakukan kontak
dengan pasien.
4. Petugas/Keluarga pasien/Pengunjung mengucapkan salam
sambil keluar dari ruang rawat pasien.
62
63
KESELAMATAN PASIEN DI RS HARAPAN JAYAKARTA
1. LATAR BELAKANG
Program Keselamatan Pasien Rumah Sakit atau yang lebih terkenal dengan istilah
Patient Safety adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien menjadi
lebih aman. Komponen-komponen yang termasuk di dalamnya adalah pengkajian risiko,
identifikasi dan pengelolan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisa
insiden, kemampuan belajar dari insiden, dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang
disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya yang aman melalui suatu system yang dapat mencegah terjadinya
kejadian yang tidak diharapkan atau KTD.
Kesadaran akan hal tersebutlah yang mendasari pelaksanaan program patient safety.
Dalam upaya mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan pada pasien yang dirawat
perlu ditumbuh kembangkan kepemimpinan dan budaya rumah sakit yang mencakup
keselamatan pasien dan peningkatan mutu pelayanan. Dalam sarana pelayanan kesehatan
rumah sakit dalam hal ini, terdapat berbagai pasien dengan berbagai keadaan dan berbagai
macam kasus penyakit. Tiap-tiap pasien adalah suatu pribadi yang unik dengan berbagai
kelainan dan kekhasan masing-masing.
Dalam hal kasus penyakit terdapat juga berbagai macam kondisi pasien yang akan
berpengaruh terhadap cara pemberian pelayanan dan perawatan yang diberikan karena
kondisi pasien yang sarat risiko. Salah satu risiko yang mungkin timbul adalah pasien jatuh
(fall). Untuk mengantisipasi dan mencegah terjadinya pasien jatuh dengan atau tanpa cidera,
perlu dilakukan pengkajian di awal maupun kemudian pengkajian ulang secara berkala
mengenai risiko pasien jatuh, termasuk risiko potensial yang berhubungan dengan jadwal
pemberian obat serta mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah di
identifikasikan tersebut. Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien
mulai mendaftar, yaitu dengan menggunakan skala jatuh. Tim Patient Safety atau Tim
Keselamatan Pasien yang dibentuk oleh RS. Madinah Kasembon telah menetapkan Morse
Fall Scale (MFS) sebagai instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien dewasa
yang berisiko jatuh. Penilaian pasien anak menggunakan Scoring Humty Dumpty dan pada
pasien Geriatric menggunakan Ontario Modified Stratify-Sidney Scoring.
63
64
PANDUAN RESIKO JATUH
II. Pengertian
Jatuh adalah suatu peristiwa di mana seseorang mengalami jatuh dengan atu tanpa
disaksikan oleh orang lain, tidak disengaja/ tidak direncanakan, dengan arah jatuh ke
lantai, dengan atau tanpamencederai dirinya. Penyebab jatuh dapat meliputi faktor
fisiologis (pingsan) atau lingkungan (lantai yang licin).
Risiko jatuh adalah pasien yang berisiko untuk jatuh yang umumnya disebabkan oleh
faktor lingkungan dan faktor fisiologis yang dapat berakibat cidera.
Faktor risiko jatuh dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori:
1. Intrinsik: berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk kondisi psikologis
2. Ekstrinsik: berhubungan dengan lingkungan
Selain itu, faktor risiko juga dapat dikelompokkan menjadi kategori dapat
diperkirakan (anticipated) dan tidak dapat diperkirakan (unanticipated). Faktor risiko
yang dapat diperkirakan merupakan hal-hal yang diperkirakan dapat terjadi sebelum
pasien jatuh.
2. TUJUAN
Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap.
Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan
fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan
untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat
dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan
yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit.
64
65
Intrinsik (berhubungan dengan kondisi Ekstrinsik (berhubungan dengan
pasien) lingkungan)
Dapat 1. Riwayat jatuh sebelumnya - Lantai basah/silau, ruang berantakan,
diperkirakan 2. Inkontinensia pencahayaan kurang, kabel longgar/lepas
3. Gangguan kognitif/psikologis - Alas kaki tidak pas
4. Gangguan keseimbangan/mobilitas - Dudukan toilet yang rendah
5. Usia > 65 tahun - Kursi atau tempat tidur beroda
6. Osteoporosis - Rawat inap berkepanjangan
7. Status kesehatan yang buruk - Peralatan yang tidak aman
8. Gangguan moskuloskeletal - Peralatan rusak
- Tempat tidur ditinggalkan dalam posisi
tinggi
3. ELEMEN PENILAIAN
Penilaian keselamatan yang dipakai Indonesia saat ini dilakukan dengan
menggunakan instrument Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkanoleh KARS. Departemen
Kesehatan RI telah menerbitkan Panduan Nasional.
Keselamatan Pasien Rumah Sakit (PatientSafety) edisi kedua pada tahun 2008 yang
terdiri dari dari 7 standar, yakni:
1. Hak pasien
2. Mendididik pasien dan keluarga
3. Keselamatan pasien dan kesinambunganpelayanan
4. Penggunaan metoda metoda peningkatankinerja untuk melakukan evaluasi
danprogram peningkatan keselamatan pasien
5. Peran kepemimpinan dalammeningkatkan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatanpasien
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf
Untuk mencapai ke tujuh standar diatas Panduan Nasional tersebut menganjurkan
“Tujuh
Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang terdiri dari”:
1. Bangun kesadaran akan nilaikeselamatan pasien
2. Pimpin dan dukung staf
3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko
65
66
4. Kembangkan sistem pelaporan
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
4. RUANG LINGKUP
A. Ruang Lingkup Lokasi
1. Poli pelayanan rawat jalan
2. Unit Gawat darurat
3. Ruang rawat Inap
4. Kamar Operasi
5. Instansi Radiologi
B. Ruang Lingkup Usia
1. Anak-anak dari usia 0-13 tahun
2. Dewasa dari rentang usia >13-65 tahun
3. Geriatri dari usia >65 tahun
5. TATALAKSANA
Prinsip pencegahan injury termasuk pendidikan mengenai hal-hal yang
membahayakan keamanan dan strategi pencegahan, pengontrolan lingkungan dan mesin-
mesin (keamanan aktif atau pasif dikemudian hari yang mungkin mencegah injury dari
produk atau alat yang digunakan), dan penguatan pada pengaturan diantara peralatan,
pengaman, tenaga kerja dan sebagainya.
Keamanan aktif termasuk pemberian pengaturan pada tingkah laku seseorang yang
dapat menguntungkannya. Keamanan pasif atau automatik termasuk pengaturan yang
menggunakan mesin dan peralatan dan tidak membutuhkan tingkah laku seseorang yang
spesifik untuk menjadi aktif. Kantung udara, pengaman tempat tidur adalah contoh dari
keamanan pasif. Keamanan pasif adalah lebih menguntungkan dari pada keamanan aktif
dalam pengerjaannya,
karena tidak membutuhkan penjelasan atau pendidikan kepada klien atau individu
tersebut.Salah
satu risiko keamanan pasien selama berada dalam pelayanan di rumah sakit adalah
kemungkinan pasien jatuh (fall).
66
67
Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar,
yaitu dengan menggunakan skala jatuh. Tim Patient Safety atau Tim Keselamatan Pasien
yang dibentuk oleh RS. Harapan Jayakarta telah menetapkan Morse Fall Scale (MFS) sebagai
instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien dewasa yang berisiko jatuh,
penilaian pasien anak menggunakan Scoring Humty jatuh.Dengan menghitungskor MFS pada
pasien dapat ditentukanrisiko jatuh dari pasien tersebut, sehinggadengan demikian dapat
diupayakanpencegahan Dumpty dan pada pasien Geriatric menggunakan Ontario Modified
Stratify-Sidney Scoring.
67
68
Cara berjalan Normal
dapat berjalan
Lemah
Terganggu
Status mental Menyadari
kelemahannya
Tidak menyadari
Kelemahannya
68
69
Diagnosa Diagnosis Neurologi 4
Perubahan Oksigenasi (diagnosis
respiratorik, dehidrasi, anemia,
3
anoreksia, synkope, pusing dsb)
Gangguan perilaku/ psikiatri 2
Diagnose lainnya 1
69
70
Respon terhadap:
2. Penggunaan
Penggunaan multipel: sedative,
medikamentosa 3
hynosis, barbiturate, 2
phenothyasin, anti depresan,
1
pencahar, diuretic, Narkose
Penggunaan salahsatu obat diatas
Penggunaan medikasi lainnya/ tidak
ada medikasi
70
Status mental Apakah delirium? (tidak dapat Ya/ tidak Salah satu
membuat keputusan, pola pikir tidak jawaban ya =
terorganisir, gangguan daya ingat) 14
71
71
Transfer (dari Mandiri (boleh menggunakan alat 0 Jumlahkan nilai
tempat tidur ke bantu jalan) transfer dan
kursi dan mobilitas
kembali ke
tempat tidur) Jika nilai total
Imobilisasi 3
Total skor
Keterangan skor :
0-5 = Resiko Rendah
6-16 = Resiko Sedang
17-30 = Resiko Tinggi
72
72
TINGKATAN RESIKO JATUH
Tingkatan risiko jatuh terbagi menjadi risiko tinggi, sedang dan rendah. Untuk pasien
dengan risiko jatuh yang tinggi pada tempat tidur pasien dipasang kode atau lambang berupa
gambar orang yang akan jatuh dengan latar warna merah, sedangkan risiko sedang berlatar
warna kuning. Kode jatuh ini harus menempel pada tempat tidur pasien dan mudah terlihat
oleh petugas. Kode berupa gambar orang yang akan jatuh tersebut dipasang menempel pada
tempat tidur dengan maksud agar bila pasien pindah maka kode akan terbawa bersama
pasien. Apabila pasien jatuh maka petugas harus dapat segera melakukan penanganan pasien
jatuh sesuai dengan SPO yang ada. Buat pelaporan mengenai pasien jatuh ke Tim Patient
Safety. Dari laporan insiden ini nantinya akan digunakan sebagai bahan pembelajaran untuk
memperbaiki sistem sehingga dapat mengurangi atau menekan angka KTD karena jatuh.
73
73
RESIKO JATUH TINGGI
Pengkajian tersebut dilakukan oleh perawat dan kemudian dapat dijadikan dasar
pemberian rekomendasi kepada dokter untuk tatalaksana lebih lanjut.
Perawat memasang gelang resiko berwarna kuning di pergelangan tangan pasien dan
mengedukasi pasien dan atau keluarga tentang maksud pemasangan gelang tersebut.
Hal- hal umum yang perlu diperhatikan oleh perawat dalam ruang lingkup pelayanan di
rumah sakit pada pasien dengan resiko jatuh :
1. Faktor lingkungan
Perawat senantiasa memperhatikan risiko pasien jatuh diantaranya: lantai yang licin,
penerangan yang kurang, tidak ada pegangan atau tumpuan, adanya tangga disetiap
perbatasan ruangan, adanya furniture diruangan yang memungkinkan ruang gerak
pasien terbatas, alas kaki klien yang licin, tempat tidur yang disertai dengan
pengaman ( hek atau side rail ). Antisipasi faktor-faktor lingkungan dilakukan dengan
mengadakan ronde lingkungan di tiap-tiap bagian. Dengan ronde lingkungan akan
ditemukan hal-hal yang mungkin akan menjadi risiko untuk terjadinya jatuh. Bila
ditemukan maka perlu dilakukan penanganan segera atau diberitanda (merah/kuning)
agar dapat terlihat oleh pasien, keluarga maupun petugas sehingga akan lebih hati-
hati. Tindakan keperawatan yang perawat ruangan lakukan di RS Harapan Jayakarta
dalam melaksanakan ronde lingkungan adalah :
74
74
Selalu meninggalkan tempat tidur dengan posisi horizontal terendah (untuk
tempat tidur dengan ketinggian yang bisa diubah-ubah) ketika perawat sudah
selesai memberikan asuhan.
Memasang penghalang tempat tidurdan memeriksa keamanannya.
Memeriksa dan menyesuaikan obyek – obyek yang menonjol seperti roda
tempat tidur.
Membersihkan dan memindahkan alat-alat yang tidak dibutuhkan lagi.
Menganjurkan untuk menggunakan pegangan sepanjang dinding koridor pada
saat berjalan.
Mengobservasi pasien ambulasi dengan baik akan adanya tanda-tanda
kelemahan atau gaya berjalan yang tidak stabil.
Memastikan bahwa ada cukup cahaya,terutama di waktu senja dan malam hari.
2. Faktor pasien
Faktor pasien yang menjadi perhatian perawat ruangan di RS Harapan Jayakarta antara
lain: obat yang digunakan pasien (multi pharmacy), penglihatan, perubahan status mental
atau perilaku pasien, kekurangan cairan dan elektrolit, kelemahan fisikatau anggota gerak,
riwayat atau penyakit yang sedang diderita dan lainnya. Untuk mengantisipasi dan
mencegah terjadinya pasien jatuh “dengan atau tanpa cidera” perlu dilakukan pengkajian
di awal maupun kemudian pengkajian ulang secara berkala mengenai risiko pasien jatuh,
termasuk risiko potensial yang berhubungan dengan jadwal pemberian obat serta
mengambil tindakan untuk mengurangi semua risiko yang telah diidentifikasikan tersebut.
Pengkajian risiko jatuh ini telah dapat dilaksanakan sejak pasien mulai mendaftar, yaitu
dengan menggunakan skala jatuh. Resiko jatuh dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya :
Salah memperkirakan jarak daritempat tidur ke lantai.
Merasa lemah atau pusing pada saatmencoba untuk bangun.
Merubah posisi terlalu cepat dankehilangan keseimbangan ketikamencoba untuk
bangun dari kursi. Hal ini umum terjadi khususnya pada pasien lanjut usia.
Tidak mengenal lingkungan sekelilingnya.
Meminum obat yang membuat kesadaran mereka terhadap lingkungan berkurang.
Berada di tempat gelap.
Gangguan status mental (misalnya:Bingung atau disorientasi)
Gangguan mobilitas (misalnya: gangguan berjalan, kelemahan fisik, menurunnya
mobilitas tungkai bawah,gangguan keseimbangan)
75
75
Riwayat jatuh sebelumnya
Obat-obatan (sedatif dan penenang,obat-obatan yang berlebihan)
Berkebutuhan khusus dalam haltoileting (memerlukan bantuan untukbuang air,
mengalami inkontinensia,diare dan tidak dapat menahan keinginan buang air)
Usia lanjut.
77
77
Tujuan Pencegahan Jatuh
Sebagai suatu proses untuk mencegah kejadian jatuh pada pasien, dengan cara:
1. Mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi jatuh dengan menggunakan
“Asesmen Risiko Jatuh”.
2. Melakukan asesmen ulang pada semua pasien(setiap hari)
3. Melakukan asesmen yang berkesinambungan terhadap pasien yang berisiko jatuh
dengan menggunakan “Asesmen Risiko Jatuh Harian”
4. Menetapkan standar pencegahan dan penanganan risiko jatuh secara komprehensif
Ruang Lingkup
Risiko pasien jatuh terutama dapat terjadi pada pasien yang dirawat di ruangan:
- IRNA
- ICU
- dll
Semua petugas yang bekerja di rumah sakit harus memahami bahwa semua pasien
yang dirawat inap memiliki risiko untuk jatuh, dan semua petugas tersebut memiliki
peran untuk mencegah pasien jatuh
Tatalaksana
a. Petugas penanggung jawab:
- Perawat Primer
b. Perangkat kerja
- Status Rekam Medis Pasien
- Tanda risiko pasien jatuh (gelang kuning)
- Formulir pengkajian risiko pasien jatuh
- Formulir dokumentasi informasi risiko pasien jatuh
- Formulir catatan kegiatan perawat tentang asesmen dan intervensi risiko jatuh
c. Tatalaksana
78 78
2. Asesmen ulang
a. Setiap pasien akan dilakukan asesmen ulang risiko jatuh setiap: saat transfer
ke unit lain, adanya perubahan kondisi pasien, adanya kejadian jatuh pada
pasien.
b. Penilaian menggunakan Asesmen Risiko Jatuh Morse Fall Scaledan
Rencana Keperawatan Interdisiplin akan diperbaharui/dimodifikasi sesuai
dengan hasil asesmen.
3. Perawat Primeryang bertugas akan mengidentifikasi dan menerapkan
“Prosedur Pencegahan Jatuh”, berdasarkan pada:
a. Kategori risiko jatuh (rendah, sedang, tinggi)
b.Kebutuhan dan keterbatasan per-pasien
c. Riwayat jatuh sebelumnya dan penggunaan alat pengaman (safety
devices)
d.Asesmen Klinis Harian
4. “Prosedur Pencegahan Jatuh” pada pasien yang berisiko rendah, sedang, atau
tinggi harus diimplementasikan dan penggunaan peralatan yang sesuai harus
optimal.
5. Intervensi pencegahan jatuh
a. Tindakan pencegahan umum (untuk semua kategori):
1) Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
2) Posisikan tempat tidur serendah mungkin, roda terkunci, kedua sisi
pegangan tempat tidur tepasang dengan baik
3) Ruangan rapi
4) Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan (telepon genggam,
tombol panggilan, air minum, kacamata)
5) Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien)
6) Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat, alat penopang)
7) Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar (pastikan
bersih dan berfungsi)
8) Pantau efek obat-obatan
9) Anjuran ke kamar mandi secara rutin
10) Sediakan dukungan emosional dan psikologis
11) Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga
79
79
b. Kategori risiko tinggi: lakukan tindakan pencegahan umum dan hal-hal
berikut ini.
1) Beri penanda berupa gelang berwarna kuning yang dipakaikan di
pergelangan tangan pasien
2) Sandal anti-licin
3) Tawarkan bantuan ke kamar mandi
4) Nilai kebutuhan akan:
i. Fisioterapi dan terapi okupasi
ii. Alarm tempat tidur
iii. Tempat tidur rendah (khusus)
iv. Usahakan lokasi kamar tidur berdekatan dengan pos perawat
(nurse station)
80
80
6) Sediakan dukungan emosional dan psikologis
e. Edukasi pasien/keluarga
1) Pasien dan keluarga harus diinformasikan mengenai faktor risiko jatuh
dan setuju untuk mengikuti strategi pencegahan jatuh yang telah
ditetapkan. Pasien dan keluarga harus diberikan edukasi mengenai
faktor risiko jatuh di lingkungan rumah sakit dan melanjutkan
keikutsertaannya sepanjang keperawatan pasien.
i. Informasikan pasien dan keluarga dalam semua aktivitas sebelum
memulai penggunaan alat bantu
ii. Ajari pasien untuk menggunakan pegangan dinding
81
81
7. Dokumentasikan semua kegiatan pencegahan risiko jatuh pada catatan
keperawatan
Bukti Dokumen
1. Dokumenassesmen risiko pasien jatuh
2. Dokumen pemberian informasi risiko pasien jatuh
3. Dokumen catatan keperawatan
82
PENGKAJIAN RISIKO JATUH
Nama Pasien: ................................... No. Rekam Medis: ...........................
Tanggal lahir : ...................... Kelas/ Kamar: ..................................
Diagnosis: ........................................ Tanggal/ Jam: ...................................
Ya
Ya 15
Kursi/ Perabot 30
Lemah 10
Terganggu 20
83
Lupa akan keterbatasan/ 15
Pelupa
83
Skor Total
Kategori:
Keterangan:
Tulis jumlah skor yang sesuai pada kolom skor pasien
Kategori:
- Risiko rendah : 0 – 24
- Risiko sedang : 25 - 44
- Risiko Tinggi : > 45
Riwayat jatuh:
Jika pasien mengalami kejadian jatuh saat masuk rumah sakit atau terdapat riwayat
kejadian jatuh fisiologis dalam 12 bulan terakhir ini, seperti pingsan atau gangguan
gaya berjalan, berikan skor 25. Jika pasien tidak mengalami jatuh, berikan skor 0.
Diagnosis sekunder:
Jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosis medis, berikan skor 15; jika tidak,
berikan skor 0.
Alat bantu:
Jika pasien berpegangan pada perabot untuk berjalan, berikan skor 30.Jika pasien
menggunakan tongkat / alat penopang, berikan skor 15. Jik pasien dapat berjalan
tanpa alat bantu, berikan skor 0.
Terapi intravena (terpasang infus):
Jika pasien terpasang infus, berikan skor 20; jika tidak, berikan skor 0.
Gaya berjalan:
Jika pasien mengalami gangguan gaya berjalan; mengalami kesulitan untuk bangun
dari kursi, menggunakan bantalan tangan kursi untuk mendorong tubuhnya, kepala
menunduk, pandangan mata terfokus pada lantai, memerlukan bantuan sedang – total
untuk menjaga keseimbangan dengan berpegangan pada perabot, orang, atau alat
bantu berjalan, dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 20.
Jika pasien memiliki gaya berjalan yang lemah; pasien membungkuk; tidak dapat
mengangkat kepala tanpa kehilangan keseimbangan, atau memerlukan bantuan ringan
untuk berjalan; dan langkah-langkahnya pendek; berikan skor 10.
84
84
Jika pasien memiliki gaya berjalan normal, berikan skor 0
Status mental:
Identifikasi asesmen pasien terhadap dirinya sendiri mengenai kemampuannya untuk
berjalan.Jika pasien mempunyai over-estimasi terhadap kemampuan fisiknya, berikan skor
15.Jika asesmen pasien sesuai dengan kemampuan sebenarnya, berikan skor 0.
KEBIJAKAN
1. Ucapkan salam
2. Pastikan identitas pasien
3. Ciptakan suasana yang nyaman
4. Kaji riwayat jatuh,alat bantu yang digunakan,terpasang infus atau
tidak,gaya berjalan,status mental,diagnosa sekunder lebih dari dua
diagnosa medis
5. Memonitor dengan ketat pada pasien yang mempunyai resiko
tinggi dengan memberikan stiker resiko jatuh (stiker berwarna
kuning) skor resiko tinggi / berat
PROSEDUR 6. Libatkan pasien / keluarga dalam upaya pencegahan resiko jatuh
SKALA MORSE
85 85
Ya
Tidak
3. Alat Bantu Jalan
- Peralatan khusus Ya
- Tongkat / Walker Ya
- Tidak menggunakan alat
Ya
bantu
4. Dengan Infus Ya
- Tidak
86
86
FALL SCALE
Resiko rendah 0 – 24 Tidak ada
Resiko sedang 25 – 44 Lakukan intervensi
pencegahan resiko
rendah jatuh
Resiko tinggi >45 Lakukan intervensi
pencegahan resiko
tinggi jatuh
87
87
RS. HARAPAN ASSESMEN AWAL RESIKO PASIEN JATUH
JAYAKARTA PADA PASIEN DI RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
01/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1
88
88
RS. HARAPAN ASSESMEN AWAL RESIKO PASIEN JATUH
JAYAKARTA PADA PASIEN DI RAWAT INAP
89
89
RS. HARAPAN LANGKAH PENCEGAHAN RESIKO PASIEN
JAYAKARTA JATUH DI RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
02/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1
KEBIJAKAN
90
90
RS. HARAPAN
JAYAKARTA PENGKAJIAN PASIEN JATUH
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
03/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1
91
91
RUMAH SAKIT HARAPAN JAYAKARTA
No. RM :
…………………………………………………
PENGKAJIAN RESIKO …
JATUH DEWASA & Nama :
LANSIA …………………………………………………
(Skala Morse) …
Tgl. Lahir / Umur : ……………………………………. (
Lk/Pr )
Ruangan : ……………………… Lembar ke : …………….
Tgl
N
ITEM PENILAIAN Jam
O
Skor 1A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 RIWAYAT JATUH
a. Ya 25
b. Tidak 0
2 DIAGNOSA SEKUNDER
a. Ya 15
b. Tidak 0
5 CARA BERJALAN
a. Terganggu 20
b. Lemah 10
c. Normal 0
6 KONDISI MENTAL
a. Keterbatasan Daya Ingat 15
b. Normal 0
TOTAL SKOR
KETERANGAN :
Risiko Rendah 0 - 24
Risiko Sedang 25 - 44
Risiko Tinggi ≥ 45
Nama / Paraf
92
92
CATATAN :
1. Pengkajian Awal Risiko Jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit, dituliskan pada
kolom IA (Initial Assessment).
2. Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom keterangan dengan kode :
a. Setelah pasien jatuh (Post Falls ) dengan kode : PF
b. Perubahan kondisi (Change of Condition ) dengan kata kode : CC
c. Menerima pasien pindahan dari ruangan lain ( On Ward Transfer ) dengan kode : WT
d. Setiap minggu (Weekly ) dengan kode : WK
e. Saat pasien pulang (Discharge ) dengan kode : DC
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan
93
93
RUMAH SAKIT HARAPAN JAYAKARTA
No. RM :
…………………………………………………
PENGKAJIAN RESIKO …
JATUH ANAK-ANAK Nama :
…………………………………………………
(Skala Humpty Dumpty) …
Tgl. Lahir / Umur : ……………………………………. ( Lk/Pr
)
Ruangan : ………………… Lembar ke : …………….
Tgl
N
ITEM PENILAIAN Jam
O
Skor 1A 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 USIA
a. Dibawah 3 tahun 4
b. 3 – 7 tahun 3
c. 7 – 13 tahun 2
d. > 13 tahun 1
2 JENIS KELAMIN
a. Laki-laki 2
b. Perempuan 1
3 DIAGNOSA
a. Kelainan Neurologi 4
b. Perubahan dalam 3
oksigenasi (Masalah
saluran nafas, Dehidrasi,
Anemia, Anoreksia,
Sinkop / pusing, dll)
c. Gangguan Psikis/Perilaku
d. Diagnosis lain 2
1
4 GANGGUAN KOGNITIF
a. Tidak menyadari 3
keterbatasan
b. Lupa keterbatasan 2
c. Mengetahui kemampuan 1
diri
94
5 FAKTOR LINGKUNGAN
a. Riwayat jatuh atau bayi - 4
balita ditempatkan di
tempat tidur
b. Pasien menggunakan alat 3
bantu / bayi-balita
ditempatkan di box bayi
c. Pasien berada di tempat 2
tidur
d. Area rawat jalan. 1
6 RESPON TERHADAP
OPERASI / OBAT
PENENANG / EFEK
ANESTESI
a. Dalam 24 jam
3
b. Dalam 48 jam
2
c. > 48 jam/ tidak sama
1
sekali
7 PENGGUNAAN OBAT
a. Penggunaan 2 atau lebih 3
obat di bawah sbb : obat
sedatif (kecuali pasien ICU
yang menggunakan sedasi
dan paralisis), Hipnotik,
Barbiturat, Fenotiazin,
Antidepresan, Laxatives/
Diuretika, Narkotik
b. Salah satu dari pengobatan
diatas 2
c. Pengobatan lain/ tidak
1
TOTAL SKOR
KETERANGAN :
Risiko Rendah 7 - 11
Risiko Tinggi ≥ 12
Nama / Paraf
CATATAN :
1. Form pengkajian ini digunakan pada pasien berumur lebih dari 28 hari.
2. Pengkajian Awal Risiko Jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit,
dituliskan pada kolom IA (Initial Assessment).
3. Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom keterangan dengan
kode :
a. Setelah pasien jatuh (Post Falls ) dengan kode : PF
b. Perubahan kondisi (Change of Condition ) dengan kata kode : CC
95
94
c. Menerima pasien pindahan dari ruangan lain ( On Ward Transfer ) dengan kode :
WT
d. Setiap pergantian jaga (Every Shift ) dengan kode : ES
e. Saat pasien pulang (Discharge ) dengan kode : DC
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan.
4. Implementasi Resiko Jatuh
96
95
mengalami kejadian ini tidak dapat diidentifikasi sebelum mengalami
jatuh dan umumnya tidak dikategorikan dalam risiko jatuh. Kejadian
jatuh jenis ini dapat dicegah dengan menyediakan lingkungan yang
aman.
Kejadian jatuh yang tidak diantisipasi: kejadian jatuh yang terjadi
ketika penyebab fisik tidak dapat diidentifikasi.
Kejadian jatuh yang dapat diantisipasi (diperkirakan): kejadian jatuh
yang terjadi pada pasien yang memang berisiko mengalami jatuh
(berdasarkan skor asesmen risiko jatuh)
PENGERTIAN atau tanpa disaksikan oleh orang lain, tak disengaja / tak direncanakan,
dengan arah jatuh ke lantai, dengan atau tanpa mencederai dirinya.
97
96
Penyebab jatuh dapat meliputi faktor fisiologis (pingsan) atau
lingkungan (lantai yang licin).
Kejadian jatuh tak disengaja: kejadian jatuh yang terjadi secara tidak
sengaja (misalnya terpeleset, tersandung). Pasien yang berisiko
mengalami kejadian ini tidak dapat diidentifikasi sebelum mengalami
jatuh dan umumnya tidak dikategorikan dalam risiko jatuh. Kejadian
jatuh jenis ini dapat dicegah dengan menyediakan lingkungan yang
aman.
Kejadian jatuh yang tidak diantisipasi: kejadian jatuh yang terjadi
ketika penyebab fisik tidak dapat diidentifikasi.
Kejadian jatuh yang dapat diantisipasi (diperkirakan): kejadian jatuh
yang terjadi pada pasien yang memang berisiko mengalami jatuh
(berdasarkan skor asesmen risiko jatuh)
98
97
RS. HARAPAN PELAPORAN KEJADIAN CEDERA AKIBAT
JAYAKARTA JATUH
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
04/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/1
TUJUAN jatuh
3. Terpeliharanya mutu pelayanan
4. Menjaga keselamatan pasien .
KEBIJAKAN
PROSEDUR 1. Persiapan Alat
99
98
a. Status Rekam Medis Pasien
b. Tanda resiko pasien jatuh (gelang kuning )
c. Form pengkajian resiko jatuh (skala jatuh morse )
d. Form pengkajian Humpty Dumpty untuk anak-anak
e. Form dokumentasi informasi pasien jatuh
2. Pelaksanaan Tindakan
3. Tindakan pencegahan umum (untuk semua pasien rawat inap )
a. Ucapkan salam
b. Sebutkan nama dan peran anda
c. Informasikan pada pasien /keluarga pasien tentang kegiatan
pengkajian resiko jatuh yang akan dilakukan beserta tujuannya.
d. Kaji tingkat resiko pasien jatuh sesuai format pengkajian resiko
jatuh .
e. Tentukan tingkat resiko pasien jatuh ringan, sedang, tinggi
f. Informasikan pada pasien /keluarga pasien tentang tindakan
yang dilakukan untuk mencegah resiko jatuh sesuai format
dokumentasi pemberian informasi resiko pasien jatuh
100
99
RS. HARAPAN PENGELOLAAN PASIEN DENGAN RESIKO JATUH DI
JAYAKARTA BANGSAL RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
05/SKP/RSHJ/V/2016 0 2/4
101
100
RS. HARAPAN PENGELOLAAN PASIEN DENGAN RESIKO JATUH DI
JAYAKARTA BANGSAL RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
05/SKP/RSHJ/V/2016 0 3/4
102
101
l. Resiko jatuh pasien akan dinilai ulang dengan menggunakan “
Assesmen Risiko Jatuh Harian “ kemudian ditentukan
intervensi dan pemilihan alat pengaman yang sesuai.
103
102
A. Persiapan
1. Gelang Identitas Risiko Jatuh (Gelang Kuning)
2. Alat Tulis
B. Pelaksanaan
1. Siapkan gelang identitas risiko jatuh (gelang berwarna kuning)
2. Isi label gelang dengan identitas pasien dan tingkat risiko jatuh
(nama, nomor rekam medis dan tingkat risiko jatuh) sesuai
berkas rekam medis pasien
3. Ucapkan salam
“ Selamat pagi / siang/ malam, Bapak/ Ibu”
PROSEDUR 4. Sebut nama dan peran anda
“Saya ………………(nama), saya sebagai perawat penanggung
jawab terhadap perawatan ibu saat ini”
5. Jelaskan maksud dan tujuan
Bapak/Ibu, sesuai prosedur keselamatan pasien, saya akan
memasang gelang identifikasi risiko jatuh ini pada
pergelangan tangan Bapak/Ibu. Tujuannya adalah untuk
memastikan identitas Bapak/Ibu beresiko untuk jatuh dan kami
sebagai petugas dapat lebih waspada dalam meberikan
pelayanan yang sesuai dengan keterbatasan mobilisasi
Bapak/Ibu terjatuh selama dirawat dirumah sakit ini”.
6. Pasangkan gelang identitas pada pergelangan tangan kiri pasien
104
103
RS. HARAPAN PENGGUNAAN GELANG IDENTIFIKASI
JAYAKARTA RISIKO JATUH PADA PASIEN RAWAT INAP
No. Dokumen: No. Revisi: Halaman:
06/SKP/RSHJ/V/2016 0 1/4
105
104