Você está na página 1de 4

Analytic Skill

SEORANG PENDERITA ACUTE ON CHRONIC GOUTY ARTHRITIS

Putu Oka Yudaswara Pande, Tjokorda Raka Putra


Divisi Rematologi, Departemen/KSM Penyakit Dalam
FK UNUD, RSUP Sanglah

Pendahuluan
Gout merupakan penyakit progresif akibat deposisi kristal monosodium urat (MSU) di
sendi, ginjal, dan jaringan ikat lainnya sebagai akibat dari hiperurisemia yang berlangsung
kronik.1 Tanpa penanganan yang efektif kondisi ini dapat berkembang menjadi gout kronis,
terbentuknya tofus, dan bahkan dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal berat, serta
penurunan kualitas hidup.2
Gout mengenai 1−2% populasi dewasa, dan merupakan kasus artritis inflamasi
terbanyak pada pria. Prevalensi penyakit gout diperkirakan antara 13.6 per 1000 pria dan 6.4
per 1000 wanita. Prevalensi gout meningkat sesuai umur dengan rerata 7% pada pria umur
>75 tahun dan 3% pada wanita umur >85 tahun.1 Di negara-negara Barat, angka kejadian
berkisar 3-6% pada laki-laki dan 1-2 % pada wanita. Angka kejadian meningkat seiring usia
dimana pada laki-laki 10% sedangkan wanita 6% di kelompok usia diatas 80 tahun.3
Artritis gout terjadi akibat peningkatan kadar asam urat serum atau hiperurisemia
yang berlangsung kronik sehingga terjadi deposisi kristal MSU di persendian.1 Perjalanan
alamiah gout terdiri dari tiga fase, yaitu: a) hiperurisemia tanpa gejala klinis, b) artritis gout
akut diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal), dan c) artritis gout kronis.1
Anamnesis arthritis, perjalanan penyakit ditujukan untuk mencari adanya riwayat
keluarga, penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia, riwayat minum minuman
beralkohol dan obat-obatan tertentu.4
Dalam praktik sehari-hari masih ditemukan overdiagnosis dan tata laksana gout yang
tidak adekuat yang mengakibatkan terjadinya berbagai penyulit gout. Prinsip umum
penatalaksanaan penyakit gout terutama meliputi pemberian informasi dan edukasi kepada
penderita tentang penyakit gout dan komplikasinya serta penanganan non farmakologis
sebagai pilar terpenting pengelolaan penyakit seperti modifikasi gaya hidup, program
penurunan berat badan hingga latihan fisik teratur. Pemberian terapi farnakologis tetap
memperhatikan faktor komorbid dan penyakit penyerta lainnya yang sering ditemui pada
penderita gout.

1
Kasus
Seorang laki-laki 69 tahun, suku Bali, pekerjaan buruh bangunan datang dengan
keluhan utama nyeri pada jari tangan kiri sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit terutama
pada sendi interphalang digiti I-V, bersifat tajam, terus menerus, memberat saat disentuh atau
digerakkan dan berkurang dengan obat penghilang rasa sakit yang rutin diminum sejak 2
tahun lalu. Keluhan diawali nyeri di kedua pergelangan kaki dan nyeri metatarsophalangeal I
kanan dan kiri yang hilang timbul, membaik dengan pemberian obat penghilang nyeri.
Selain keluhan nyeri sendi, pasien juga mengeluh muntah darah dan BAB hitam sejak
1 jam sebelum masuk rumah sakit. Riwayat rutin konsumsi obat penghilang nyeri diakui.
Riwayat penyakit sistemik kronis tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik, pasien tampak anemis, tidak ditemukan tofus pada telinga
atau pada persendian lainnya. Pada pemeriksaan status lokalis ditemukan nyeri tekan di sendi
interphalang digiti I-V Manus Sinistra. Dari pemeriksaan penunjang ditemukan anemia
sedang normokrom normositer dan peningkatan fungsi ginjal yaitu serum kreatinin 2,0 mg/dL
serta peningkatan asam urat 9,1 mg/dL.
Diagnosa pasien ini adalah
 Acute on Chronic Gouty Arthritis Interphalang Digiti I-II Manus Sinistra
 Hematemesis Melena et causa suspect ulkus pepticum
 Anemia Sedang Normokrom Normositer et causa perdarahan aktif
 CKD Stage III et cause suspect Uric Nefropathy
Pasien mendapat terapi sesuai protocol perdarahan saluran cerna bagian atas untuk
kondisi akutnya dan tambahan terapi parasetamol 750 mg tiap 6 jam intraoral serta transfusi
PRC. Rencana diagnostik selanjutnya adalah pemeriksaan endogastroduodenoskopi serta
pemeriksaan asam urin urin.

Diskusi
Pada kasus ini, penegakkan diagnosa penyakit gout menggunakan kriteria menurut
American College of Rheumatology (ACR)/European League against Rheumatism (EULAR).
Pada pasien ini didahului gejala nyeri pergelangan kaki disertai nyeri di metatarsophalangeal
I kanan dan kiri yang hilang timbul membaik dengan pengobatan, terdapat karaktersitik
episode simptomatik berupa gejala tidak dapat menahan nyeri akibat sentuhan atau
penekanan pada sendi yang terlibat dan kesulitan berjalan atau tidak dapat mempergunakan

2
sendi yang terlibat, serta terdapat ≥ 2 tanda episode simptomatik tipikal dengan atau tanpa
terapi berupa nyeri < 24 jam. Perjalanan penyakit pasien ini dapat disimpulkan artritis gout
akut diselingi interval tanpa gejala klinis (fase interkritikal).
Yang menjadi faktor risiko pasien ini adalah riwayat merokok dan minum minuman
beralkohol. dan faktor komorbidnya adalah hematemesis melena yang diduga akibat
konsumsi obat penghilang nyeri yang rutin diminum dan gangguan fungsi ginjal.
Penatalaksanaan pasien ini mendahulukan penanganan kondisi akut yaitu perdarahan
saluran cerna yang mengakibatkan anemia sedang berupa pemberian PPI dan transfusi PRC
serta rencana pemeriksaan EGD sebagai alat diagnostik perdarahan saluran cerna. Sementara
karena pasien ini mempunyai faktor komorbid hematemesis dan gagal ginjal kronis
menyebabkan pemberian terapi penyakit gout masih berupa penanganan simptomatis berupa
pemberian parasetamol. Sedangkan bila kondisi perdarahan saluran cerna sudah membaik,
dapat dimulai pemberian OAINS atau kortikosteroid dengan perlindungan PPI injeksi.
Pemberian kolkhisin tetap memperhitungkan bersihan kreatinin pasien (CCT 33
ml/min/1.73m2), pada pasien ini mendapat terapi kolkisin 0,5 mg/hari. Pemberian kolkisin
diteruskan hingga 6 bulan sebagai profilaksis terjadinya serangan akut gout. Pemberian obat
penurun asam urat diberikan bila gejala akutnya mereda. Dalam hal ini, Alopurinol menjadi
pilihan utama dengan dosis 100 mg/hari dengan target penurunan < 6mg/dL. Monitoring
dilakukan dalam waktu 4 minggu, apabila target belum tercapai, dosis allopurinol dapat
ditingkatkan namun tetap memperhatikan fungsi ginjal.

Kesimpulan
Dilaporkan seorang pasien laki-laki 69 tahun dengan diagnosa Acute on Chronic
Gouty Arthristis dengan penyulit CKD Stage III dan Hematemesis Melena yang memerlukan
penanganan kondisi akut untuk perdarahan saluran cerna serta penyesuaian dosis obat
kolkhisin oleh karena gangguan fungsi ginjal.

3
Daftar Pustaka
1. Doherty M. New insights into the epidemiology of gout. Rheumatology.2009; 48: ii2–ii8.
2. Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout.
Rekomendasi. 2018: 2.
3. Gafar R, Elshahaly M, Bardin T. Gout: An old disease in new perspective – A review. J
Adv Res. 2017 Sep; 8(5): 495–511.
4. Tjokorda RP. Hiperurisemia. Dalam: Sudoyo AW et al editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II, Edisi IV, 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI: 1213-7.

Você também pode gostar