Você está na página 1de 8

ANALISIS KASUS HUKUM PERIKANAN

HENDY ADITAMA
11010116130314
HUKUM PERIKANAN KELAS A

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
A. PENDAHULUAN

Menurut Sharif C. Sutardjo, masuknya kapal – kapal penangkap ikan asing secara

illegal sangat merugikan Indonesia. Bahkan praktek pencurian ikan bisa mengancam

keberlanjutan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia. Illegal

fishing dan destructive fishing harus dipandang sebagai extraordinary crime karena

secara nyata telah menyebabkan kerusakan sumber daya kelautan dan perikanan.

"Praktek IUU Fishing tersebut menyebabkan kerugian sangat besar di bidang sosial dan

ekonomi masyarakat, terutama nelayan" tegasnya.

Selain illegal fishing, tegas Sharif, perbuatan yang merusak sumber daya kelautan

dan perikanan seperti menangkap ikan dengan bom atau racun potassium dan cianida juga

sangat merugikan kesejahteraan nelayan. Karena setelah kondisi ekosistem perairannya

mengalami kerusakan maka sumber daya ikan yang ada menjadi tidak dapat hidup dan

tumbuh di tempat tersebut. Akibatnya nelayan menjadi kehilangan sumber penghidupan.

Hal ini merupakan bentuk pemanfaatan sumber daya yang mengabaikan prinsip – prinsip

pengelolaan berkelanjutan. "Untuk itu kami mengajak seluruh komponen bangsa baik

pemerintah daerah maupun masyarakat untuk meningkatkan kepedulian terhadap

kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan" katanya.

Seperti yang terjadi pada tahun 2017, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)

kembali berhasil menangkap dua kapal perikanan asing (KIA) ilegal. Penangkapan itu

dilakukan oleh kapal pengawas (KP) Perikanan ORCA 02, Direktorat Jenderal

Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP. Sekretaris Direktorat
Jenderal PSDKP, Waluyo Sejati Abutohir mengatakan bahwa dalam penangkapan

tersebut, kedua kapal mengibarkan bendera Malaysia.

B. LITERATUR TERKAIT

Sejak dibentuk Presiden Jokowi pada Oktober 2015, Satuan Tugas Pemberantasan

Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Illegal Fishing) –lazim disebut juga Satgas 115-- telah

menenggelamkan tidak kurang dari 317 kapal ikan ilegal. Penenggelaman kapal itu

sebagian tanpa melalui putusan pengadilan. Itu sebabnya muncul pertanyakan apakah

kebijakan penenggelaman kapal itu sah, baik menurut hukum nasional maupun hukum

internasional.

penanganan illegal fishing dengan menenggelamkan kapal yang dipakai pelaku

sah berdasarkan hukum nasional dan hukum internasional. Ia merujuk UU No. 32 Tahun

2014tentang Kelautan (UU Kelautan), UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah

dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan (UU Perikanan), dan UNCLOS

(United Nations Convention on the Law of the Sea) yang telah diratifikasi dengan UU

No. 17 Tahun 1985.

Pasal 69 ayat (4) dan Pasal 76A UU Perikanan menyebutkan penyidik dan/atau

pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau

penenggelaman kapal perikanan berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang

cukup. Benda atau alat yang digunakan dalam dan/atau dihasilkan dari tindak pidana
perikanan dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan

ketua pengadilan negeri.

C. PEMBAHASAN

Saat ini Illegal Fishing di Indonesia masih belum bisa 100% diberantas. Karena

meskipun sudah ada Undang – Undang yang mengatur tentang perikanan dan segala

tindak pidananya bagi yang melanggar, para pelaku illegal fishing masih terus

melanjukan aksinya. Jika ditinjau kembali, ada banyak faktor yang menyebabkan hal itu

tejadi.

Salah satu diantaranya adalah kurang jelas dan tegasnya isi dari UU nomor 31

Tahun 2004 yang mengatur tentang Perikanan. Dapat dilihat pada Pasal 8 dan 9 dimana

pelanggaran alat tangkap dan fishing ground hanya dimasukkan dalam kategori

pelanggaran dengan denda hanya Rp 250 juta. Hal semacam itu, seharusnya masuk

kategori pidana dengan sanksi lebih berat. Seharusnya alat tangkapnya juga disita dan

pengawasan pada fishing ground yang dilindungi tersebut lebih ditingkatkan.

Beberapa pasal yang dianggap “abu – abu” menyangkut pidana dan pelanggaran

pada penggunaan alat tangkap dari UU Perikanan seperti pasal 85 dan 100. Pasal 29 dan

30 tentang Perikanan kurang memperhatikan nasib nelayan dan kepentingan nasional

terhadap pengelolaan sumber daya laut. Dalam Pasal 29 ayat (1) UU Perikanan tersebut

disebutkan bahwa usaha perikanan di wilayah pengelolaan perikanan RI hanya boleh

dilakukan oleh warga negara RI atau badan hukum Indonesia. Sementara dalam ayat (2)

disebutkan pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diberikan kepada orang atau badan hukum asing yang melakukan usaha penangkapan

ikan di ZEEI, sepanjang hal tersebut menyangkut kewajiban negara RI berdasarkan

persetujuan internasional atau ketentuan hukum internasional yang berlaku. Pasal 29 UU

Perikanan tersebut dapat menimbulkan persaingan internal (perang) antar para nelayan

Indonesia sendiri, karena semakin sedikitnya wilayah mereka untuk mencari ikan.

Sehingga ke depannya perlu ada undang – undang yang jelas untuk mengatur wilayah

tangkapan nelayan lokal.

Rambu hukum yang telah ada di Indonesia ternyata tidak menyurutkan langkah

para pelaku illegal fishing untuk berusaha menghindari jeratan hukum. Pemerintah

diharapkan segera menerbitkan perturan yang dapat menjadi pedoman dalam

menyelesaikan masalah yang bersinggungan dengan illegal fishing. Oleh karena itu perlu

bagi pemerintah untuk merubah isi undang – undang perikanan yang telah ada dan mulai

menerapkan hukuman yang tegas terhadap pelaku illegal fishing agar para nelayan

Indonesia tidak menderita.

D. SIMPULAN DAN SARAN

Maraknya kegiatan perikanan ilegal yang terjadi di perairan Indonesia tidak hanya

memiliki dampak terhadap stok ikan nasional, tetapi juga global. Hal ini akan

menyebabkan keterpurukan ekonomi nasional dan meningkatnya permasalahan sosial di

masyarakat perikanan Indonesia.

Perikanan ilegal di perairan Indonesia akan mengancam kelestarian stok ikan

nasional bahkan dunia. Praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau laporannya salah
(misreported), atau laporannya di bawah standar (under reported), dan praktek perikanan

yang tidak diatur (unregulated) akan menimbulkan masalah akurasi data tentang stok ikan

yang tersedia. Jika data stok ikan tidak akurat, hampir dipastikan pengelolaan perikanan

tidak akan tepat dan akan mengancam kelestarian stok ikan nasional dan global.
JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali berhasil

menangkap dua kapal perikanan asing (KIA) ilegal. Penangkapan itu dilakukan oleh kapal

pengawas (KP) Perikanan ORCA 02, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya

Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP. Sekretaris Direktorat Jenderal PSDKP, Waluyo

Sejati Abutohir mengatakan bahwa dalam penangkapan tersebut, kedua kapal mengibarkan

bendera Malaysia. "Namun berdasarkan pengamatan di lapangan diduga kuat kedua kapal

tersebut merupakan kapal yang berasal dari Vietnam," kata Waluyo dalam keterangan

tertulisnya, Jumat (22/9/2017). Penangkapan dua kapal itutelah dilakukan pada (17/9/2017)

di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEEI) Laut Natuna, Kepulauan Riau. "Saat ditangkap

kapal ditemukan tidak mengantongi izin yang sah dari Indonesia," ucap Waluyo. (Baca:

Kisah Nelayan Indonesia yang Tewas Disiksa di Kapal Ikan Taiwan) Kedua kapal yang

ditangkap itu yakni, KM BD 95599 TS, dan KM BD 96623 TS, dengan jumlah Anak Buah

Kapal (ABK) sebanyak 29 orang berkewarganegaraan Vietnam. "Kedua kapal dan seluruh

ABK dikawal dan telah tiba di Pangkalan PSDKP Batam pada tanggal (20/9/2017)," kata

Waluyo. Selanjutnya untuk proses hukum akan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS) Perikanan Pangkalan PSDKP Batam. Kapal-kapal tersebut diduga melakukan

pelanggaran dengan sangkaan tindak pidana perikanan sebagaimana diatur dalam Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 dengan ancaman pidana penjara paling lama 6

(enam) tahun dan denda paling banyak Rp 20 miliar. Penangkapan kedua kapal tersebut

menambah jumlah kapal perikanan ilegal yang berhasil ditangkap oleh armada Kapal

Pengawas Perikanan KKP selama tahun 2017. Sepanjang Januari-September 2017, telah

ditangkap sebanyak 107 kapal perikanan ilegal yang terdiri dari 68 KIA berbendera Vietnam,

4 KIA berbendera Philipina, dan 9 berbendera Malaysia. Sedangkan 26 kapal lainnya

berbendera Indonesia.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Kembali Tangkap Dua Kapal
Ikan Asing Ilegal di Laut Natuna

", https://nasional.kompas.com/read/2017/09/23/05245851/indonesia-kembali-tangkap-dua-

kapal-ikan-asing-ilegal-di-laut-natuna.

Penulis : Moh. Nadlir

Você também pode gostar