Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KEPERAWATAN PERIOPERATIF
1.KONSEP DASAR
Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa kompleks yang
menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi rumah sakit, meskipun beberapa
prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit
bedah ambulatori. Individu dengan masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup
pula pemberian anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum.
Sejalan dengan perkembangan teknologi yang kian maju. Prosedur tindakan pembedahan pun mengalami
kemajuan yang sagat pesat. Dimana perkembangan teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada
penggunaan prosedur bedah yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery
techniques) atau penggunaan laser, peralatan by Pass yang lebih canggih dan peralatan monitoring yang kebih
sensitif. Kemajuan yang sama juga ditunjukkan dalam bidang farmasi terkait dengan penggunaan obat-obatan
anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan berjalan lebih cepat. Kemajuan dalam bidang teknik
pembedahan dan teknik anastesi tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan masing-masing personel
(terkait dengan teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga outcome yang diharapkan dari pasien bisa
tercapai.
Perubahan tidak hanya terkait dengan hal-hal tersebut diatas. Namun juga diikuti oleh perubahan pada
pelayanan. Untuk pasien-pasien dengan kasus-kasus tertentu, misalnya : hernia. Pasien dapat mempersiapkan
diri dengan menjalani pemeriksaan dignostik dan persiapan praoperatif lain sebelum masuk rumah sakit.
Kemudian jika waktu pembedahannya telah tiba, maka pasien bisa langsung mendatangi rumah sakit untuk
dilakukan prosedur pembedahan. Sehingga akan mempersingkat waktu perawatan pasien di rumah sakit.
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu istilah
gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu preoperative phase, intraoperative phase
dan post operative phase. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan berakhir pada waktu tertentu
pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang
perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh perawat dengan menggunakan proses
keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan
dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat
tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan prima.
2.GAMBARAN UMUM TAHAP DALAM KEPERAWATAN PERIOPERATIF
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika pasien
dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan menyiapkan pasien untuk
anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat pasien
dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup pemasangan IV cath,
pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan dukungan psikologis selama induksi
anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur posisi pasien d atas meja operasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawaan mecakup renatang
aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anstesi dan memantau
fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian berfokus pada peningkatan
penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk
penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
Unit Bedah :
1)Melengkapi pengkajian praoperatif
2)Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3)Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi.
4)Membuat rencana asuhan keperawatan
Ruang operasi :
1)Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2)Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
3)Mengidentifikasi pasien
4)Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan :
1)Menentukan rencana asuhan
2)Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi).
Dukungan Psikologis :
1)Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2)Menentukan status psikologis
3)Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri.
4)Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain yang berkaitan.
2)Urgen
Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24-30 jam. Contoh : infeksi
kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.
3)Diperlukan
Pasien harus menjalani pembedahan. Pembedahan dapat direncanakan dalam bebeapa minggu atau bulan.
Contoh : Hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung kemih. Gangguan tyroid, katarak.
4)Elektif
Pasien harus dioperasi ketika diperlukan. Indikasi pembedahan, bila tidak dilakukan pembedahan maka idak
terlalu membahayakan. Contoh : perbaikan Scar, hernia sederhana, perbaikan vaginal.
5)Pilihan
Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien. Indikasi pembedahan
merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan estetika. Contoh : bedah kosmetik.
2)Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan
atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi
harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi
gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan
pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca
operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang
lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
b)PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya
hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus
dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan radiologi,
laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai
pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita
pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan untuk
menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter anastesi juga memerlukan berbagai
macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa
pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan
radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
Dibawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi
(tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi
yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
1)Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG
(Ultra Sono Grafi), CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnrtic Resonance Imagine), BNO-IVP,
Renogram, Cystoscopy, Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio Grafi), ECHO, EEG
(Electro Enchephalo Grafi), dll.
2)Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah : hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap
darah), jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT,
ureum kretinin, BUN, dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsun tulang jika penyakit terkaut dengan
kelainan darah.
3)Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit
pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas/jinak atau hanya
berupa infeksi kronis saja.
4)Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD).
5)Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal atau
tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi)
dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (ppst prandial).
ASA grade II
Status fisik : Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit yang akan
dibedah. Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus
ringan yang akan mengalami appendiktomi
Mortality (%) : 0,4.
ASA grade IV
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki
dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 25.
ASA grade V
Status fisik : Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki
dengan pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
Mortality (%) : 50.
d)INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting
terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien
maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh
karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan
dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-
satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi
yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam keadaan sehat
tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan
berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan,
kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau
orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan
operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan, keluarga mengetahui
manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum
menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam
prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan
secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal
ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah
tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
e)PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental
pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long).
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan antara lain :
Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan pasien sulit
tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari biasanya,
sehingga operasi terpaksa harus ditunda.
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga akan
memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu dialami
setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan
pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
Takut nyeri setelah pembedahan
Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)
Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai penyakit yang sama.
Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-perubahan
fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang tidak terkontrol,
telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur, sering
berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi
stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat, tingkat perkembangan
pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi / mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan
persiapan operasi, antara lain :
Pengalaman operasi sebelumnya
Persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan/alasan tindakan operasi
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setalah
operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan keluarganya.
Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang
tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa sudah siap dan hal ini
berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu
persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat
pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga
sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum operasi,
memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan
keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan
informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi,
menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap menghadapi
operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal
yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat
perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa, perawat akan
menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien
perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll. Diharapkan dengan pemberian
informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan dan mempersiapkan mental
pasien dengan baik
Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada.
Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke
kamar operasi.
Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah
akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet
sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya
terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ akan
memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada
pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas kamar operasi dan
diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.
C.MANAJEMEN KEPERAWATAN
a)PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 :
10).
Pengkajian pasien Pre operatif (Marilynn E. Doenges, 1999) meliputi :
Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular perifer, atau stasis vascular
(peningkatan risiko pembentukan trombus.
Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya
hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi simpatis.
Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas)
; membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko
infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga
tentang hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-obatan dan
dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia,
bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang
dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal, yang
mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
b)DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan
data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien Pre Operatif (Wilkinson, M. Judith, 2006) meliputi :
1.Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap perubahan status
kesehatan, ancaman terhadap pola interaksi dengan orang yang berarti, krisis situasi atau krisis maturasi.
2.Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembedahan, efek samping penanganan, factor budaya atau
spiritual yang berpengaruh pada perubahan penampilan.
3.Koping individu, ketidakefektifan berhubungan dengan perubahan penampilan, keluhan terhadap reaksi orang
lain, kehilangan fungsi, diagnosis kanker.
4.Proses keluarga, perubahan berhubungan dengan terapi yang kompleks, hospitalisasi/perubahan lingkungan,
reaksi orang lain terhadap perubahan penampilan.
5.Ketakutan berhubungan dengan proses penyakit/prognosis (misalnya kanker), ketidakberdayaan.
6.Mobilitas fisik, hambatan berhubungan dengan penurunan rentang gerak, kerusakan saraf/otot, dan nyeri.
1.Ansietas adalah suatu keresahan, perasaan ketidaknyamanan yang tidak mudah atau dread yang disertai
dengan respons autonomis ; sumbernya seringkali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu ; perasaan
khawatir yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya.ini merupakan tanda bahya yang memperingatkan
bahaya yang akan terjadi dan memampukan individu untuk membuat pengukuran untuk mengatasi ancaman.
Tujuan : ansietas berkurang/terkontrol.
Kriteria hasil :
– klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress.
– klien mampu mempertahankan penampilan peran.
– klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
– klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
– tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien.
R : memudahkan intervensi.
Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien untuk mengatasi ansietas di masa lalu.
R : mempertahankan mekanisme koping adaftif, meningkatkan kemampuan mengontrol ansietas.
Lakukan pendekatan dan berikan motivasi kepada pasien untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan.
R : pendekatan dan motivasi membantu pasien untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan.
Motivasi pasien untuk memfokuskan diri pada realita yang ada saat ini, harapa-harapan yang positif terhadap
terapy yang di jalani.
R : alat untuk mengidentifikasi mekanisme koping yang dibutuhkan untuk mengurangi kecemasan.
Berikan penguatan yang positif untuk meneruskan aktivitas sehari-hari meskipun dalam keadaan cemas.
R : menciptakan rasa percaya dalam diri pasien bahwa dirinya mampu mengatasi masalahnya dan memberi
keyakinan pada diri sendri yang dibuktikan dengan pengakuan orang lain atas kemampuannya.
Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi.
R : menciptakan perasaan yang tenang dan nyaman.
Sediakan informasi factual (nyata dan benar) kepada pasien dan keluarga menyangkut diagnosis, perawatan dan
prognosis.
R : meningkatkan pengetahuan, mengurangi kecemasan.
Kolaborasi pemberian obat anti ansietas.
R : mengurangi ansietas sesuai kebutuhan.
2.Gangguan citra tubuh adalah konfusi pada gaambaran mental dari fisik seseorang.
Tujuan : pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
Kriteria hasil :
– pasien melaporkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
– memiliki keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan.
– menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh.
3.Koping individu, ketidakefektifan adalah ketidakmampuan membuat penilaian yang tepat terhadap stressor,
pilihan respons untuk bertindak secara tidak adekuat, dan atau ketidakmampuan untuk menggunakan sumber
yang tersedia.
Tujuan : pasien menunjukkan koping yang efektif.
Kriteria hasil :
– pasien akan menunjukkan minat terhadap aktivitas untuk mengisi waktu luang.
– mengidentifikasikan kekuatan personal yang dapat mengembangkan koping yang efektif.
– menimbang serta memilih diantara alternative dan konsekuensinya.
– berpartisipasi dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
4.Proses keluarga, perubahan adalah suatu perubahan dalam hubungan dan/atau fungsi keluarga.
Tujuan : pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
Kriteria hasil :
– pasien/keluarga mampu mengidentifikasi koping.
– paien/keluarga berpartisipasi dalam proses membuat keputusan berhubungan dengan perawatan setelah
rawat inap.
5.Ketakutan adalah ansietas yang disebabkan oleh sesuatu yang dikenali secara sadar dan bahaya nyata dan
dipersepsikan sebagai bahaya yang nyata.
Tujuan : pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
Kriteria hasil :
– mencari informasi untuk menurunkan ketakutan.
– menggunakan teknik relaksasi untuk menurnkan ketakutan.
– mempertahankan penampilan peran dan hubungan social.
6.Mobilitas fisik, hambatan adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat
dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
– penampilan yang seimbang..
– melakukan pergerakkan dan perpindahan.
– mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 =membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 =ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
d)EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker,
Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan Pre Operasi Tumor adalah :
1)Ansietas berkurang/terkontrol.
2)Pasien memiliki persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
3)Pasien menunjukkan koping yang efektif.
4)Pasien dan keluarga memahami perubahan perubahan dalam peran keluarga.
5)Pasien akan memperlihatkan pengendalian ketakutan.
6)Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
DAFTAR PUSTAKA
1.Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.
2.Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
3.Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Sahabat Setia :
Yogyakarta.
4.Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing, Tidak
dipublikasikan : Yogyakarta.
5.Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta.
6.Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
7.Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak dipublikasikan
: Yogyakarta.
8.Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta.
9.Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth,
Vol. 1. EGC : Jakarta.
10.Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University Press : Surabaya.
11.Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
Perawatan Perioperatif
1. Pengertian
Perawatan pre operasi merupakan suatu proses perawatan sebelum operasi, yang dimulai saat pasien dan
keluarga mengambil keputusan untuk dilakukan operasi dan berakhir ketika pasien berpindah atau berada di
ruang operasi.
1) Diagnostik, yaitu jenis operasi yang dilakukan untuk memperoleh infomasi dalam menegakkan diagnosis
pasti dari suatu penyakit.
2) Paliatif, yaitu tindakan operasi yang dilakukan untuk menurunkan atau mengurangi nyeri atau gejala
penyakit dan tidak menyembuhkan.
3) Ablatif, yaitu tindakan pembedahan yang dilakukan dengan cara pengangkatan bagian tubuh yang
berpenyakit untuk proses penyembuhan, contoh amputasi.
4) Konstruktif, yaitu tindakan pembedahan yang dilakukan untuk memperbaiki fungsi atau penampilan yang
telah hilang atau menurun, contoh implantasi payudara, dagu, hidung, dll.
5) Transplantasi, yaitu tindakan pembedahan yang mengganti struktur tubuh yang tidak berfungsi, contoh
transplantasi ginjal.
1. 3. Faktor Resiko
Faktor resiko dan dapat menjadi faktor penyebab ditundanya suatu tindakan operasi adalah malnutrisi, stres,
hipertensi, oebsitas, gangguan fungsi jantung, diabetes melitus, gangguan pada pembekuan darah, dan penyakit
lain yang menjadi kontraindikasi tindakan operasi.
1. 5. Pesiapan Psikologis
1. 6. Persiapan Fisik
1. Sarapan ringan (mis. Teh dan roti) diperbolehkan 6 jam sebelum prosedur.
2. Makan malam yang lebih berat 8 jam sebelum pembedahan.
3. Untuk mengatasi rasa haus selama periode puasa, basuh mulut dengan kain atau kasa basa.
2) Pengosongan Usus dan Kandung Kemih
Pengosongan isi perut dan kandung kemih dilakukan untuk mencegah cidera yang tidak perlu pada kandung
kemih dan mencegah penyebaranr infeksi dari isi usus selama pembedahan.
1. Pengosongan usus dengan enema dilakukan pada pasien yang akan menjalani pembedahan usus.
2. Pemasangan kateter dilakukan untuk memastikan bahwa kandung kemih pasien telah kosong.
3) Kebersihan diri
Kebersihan diri sebelum tindakan operasi harus dilakukan untuk menurunkan resiko infeksi luka.
1) Mobilisasi dini
Mobilisasi dini atau menggerakkan tubuh dilakukan 2 atau 3 setelah pasien sadar dan berada diruangan
perawatan.
Mobilisasi dini dilakukan dengan cara :
2) Napas dalam
Napas dalam dilakukan saat pasien mengalami rasa tidak nyaman seperti sesak atau sulit bernapas, merasa tidak
puas saat bernpas, atau merasa nyeri pada luka pasca operasi.
Napas dalam dilakukan dengan cara :
3) Batuk efektif
Batuk efektif dilakukan jika pasien mengalami ketidaknyaman pada tenggorokkan. Batuk yang tidak efektif dapat
menimbulkan nyeri pada luka pembedahan terutama luka operasi pada area dada dan perut.
Batuk efektif dilakukan dengan cara :