Você está na página 1de 4

STR SATU KEHARUSAN DAN TANTANGANNYA

Perawat adalah seorang yang telah lulus dari pendidikan tinggi Keperawatan yang terakreditasi
baik di dalam maupun di luar Negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan Peraturan
Perundangan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan (UUK). Pemberian asuhan keperawatan merupakan tugas praktik keperawatan
yang merupakan rangkaian interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai
tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya. Dalam
menjalankan tugas profesinya, perawat memberikan pelayanan asuhan keperawatan sesuai
dengan ruang lingkup kewenangan, peran, dan fungsi perawat berdasarkan standar kompetensi
dan jenis penugasan yang dilakukan berdasarkan tindakkan mandiri dan atau tindakkan
kolaborasi dari profesi kesehatan lainnya yang tentunya hal ini harus memenuhi standar
operasional prosedur (SOP) dan standar kompetensi perawat. Untuk menjamin pelayanan yang
bermutu dan sesuai dengan standar pelayanan keperawatan, maka merupakan satu keharusan
bagi perawat untuk memiliki sertifikat lulus uji kompetensi dan selanjutnya terdaftar atau
teregistrasi sebagai perawat profesional oleh lembaga berwenang dengan memiliki Surat Tanda
Registrasi (STR) Perawat, dimana ini merupakan syarat mutlak bagi perawat untuk dapat
bekerja ditatanan pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun di pelayanan kesehatan
masyarakat

Namun demikian, memiliki STR bagi seorang perawat butuh proses panjang karena harus
menyelesaikan syarat ketentuan administrative dari lembaga terkait sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku, diantaranya: UU Keperawatan Nomor 38 tahun 2014, Permenkes
RI terkait, Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) dan organisasi profesi perawat yang
diakui oleh peraturan perundangan yakni Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). STR
merupakan bukti tertulis yang diberikan oleh Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI)
kepada perawat yang telah lulus uji kompetensi (telah memiliki sertifikat kompetensi). Uji
Kompetensi (UKOM) diselenggarakn oleh Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI Kemenristek
dikti). Perawat, dengan memiliki STR menandakan perawat tersebut kompeten dan bisa bekerja
dipelayanan keperawatan baik difasilitas kesehatan ataupun mandiri.
Uji kompetensi Ners adalah salah satu perjalanan bagi mahasiswa keperawatan sejak pertama
kali dilaksanakan pada tahun 2013 hingga pelaksanan yang ke 6 (enam). Masih ada sekitar 10%
perawat yang tidak lulus UKOM meski telah mengikuti UKOM sebanyak 6 kali. Pelaksanaan
UKOM 2 kali dalam setahun, 6 kali ujian berarti menghabiskan 3 tahun. Uji kompetensi ini
merupakan tantangan bagi mahasiswa keperawatan karena harus berjuang untuk lulus agar
dapat melanjutkan kehidupan profesinya. Hal ini beralasan karena bisa saja seseorang yang
tadinya mahasiswa sudah dinyatakan lulus dari institusi pendidikan tapi belum diakui
kompetensi kalau belum lulus UKOM. Setelah lulus UKOM, perawat berhak menerima STR
yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi. Hal ini menjadi langkah awal tenaga kesehatan
untuk bisa melakukan pengurusan STR dan SIPP (Surat Izin Praktik Perawat) yang merupakan
bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada tenaga kesehatan
sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.

Fenomena saat ini yang terjadi di Indonesia (khususnya tenaga kesehatan) adalah pentingnya
Surat Tanda Registrasi (STR) yang dikeluarkan oleh pemerintah melalui Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia (MTKI) dibawah Kementerian Kesehatan (kecuali profesi dokter,
dikeluarkan oleh konsil kedokteran, dan apoteker dikeluarkan oleh komite farmasi nasional).
Masih banyak kendala yang dihadapi dalam proses memiliki STR, selain pentingnya kelulusan
Uji Kompetensi Perawat maka aspek lain dalam pengurusan administrasi tidaklah semudah
yang dipikirkan perawat, bahwa bila lulus UKOM tidak serta-merta memperoleh STR karena
masih ada proses panjang administrasi yang harus dilalui dari institusi Pendidikan, PPNI,
MTKP di provinsi dan MTKI ditingkat pusat. Merupakan masalah umum perawat karena tanpa
STR seorang perawat tidak bisa bekerja, maka hal ini menjadi dilematis bagi semua pihak.
Baru-baru ini hangat diperbincangkan dikalangan perawat sehubungan dengan adanya
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada perawat (HR) yang dilakukan oleh salah satu rumah
sakit swasta di Pekanbaru, di Medan, dll dengan alasan perawat tersebut tidak memiliki STR.
Kasus ini menjadi contoh betapa STR dinilai lebih tinggi daripada sebuah Ijazah dalam konteks
kepentingan praktik profesional, STR menjadi syarat mutlak bagi tenaga kesehatan termasuk
perawat untuk dapat bekerja pada pelayanan kesehatan. STR akan menjadi menjadi salah satu
aspek penghambat tenaga kesehatan / keperawatan untuk bisa bekerja sesuai profesinya.
Gambaran fenomena tersebut menunjukkan bahwa UU Keperawatan yang telah disahkan
merupakan bentuk dari pertanggung jawaban secara hukum dari profesi keperawatan terhadap
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, hendaknya menjadi
kesepakatan bersama agar UU Keperawatan ini segera untuk di implementasikan dalam bentuk
regulasi pemerintah dimana ada turunan peraturannya yang dapat memberikan solusi kendala-
kendala yang dihadapi dalam menuntaskan masalah uji kompetensi sebagai syarat STR.
Kelompok perawat yang bekerja tetapi tidak memiliki STR tentu akan menerima sanksi hukum
karena hukum terkait dengan praktik profesi yang dilakukan sudah ada. Bila perawat
melakukan pekerjaan ditatanan pelayanan kesehatan tanpa kompetensi yang mumpuni dan
perlindungan yang memadai maka akan mudah terjerat pada aspek tindakkan profesi
malpraktik. Oleh sebab itu harus menjadi pemikiran semua pihak terkait bahwa masih banyak
ditemukannya dilema pada tenaga perawat dalam pelayanan kesehatan yang harus dituntaskan.
Jika melihat realita yang ada sekarang, dunia keperawatan di Indinesia telah mengalami
perubahan yang pesat dan telah dikeluarkannya Undang-Undang Kesehatan dan Permenkes
terkait berdampak terhadap profesi perawat yang membutuhkan perhatian dari pemerintah
sebagai pemegang kebijakkan. Kondisi ini lapangan pekerjaan profesi perawat yang tugasnya
berada di samping klien selama 24 jam sering mengalami dilema etik untuk melakukan
tindakan medis yang bukan merupakan kewenangan mereka demi keselamatan klien.

Fenomena alih fungsi peran dan tugas profesi yang tidak dilindungi oleh peraturan hukum yang
berlaku menyebabkan pelayanan kesehatan dan keperawatan menjadi kurang maksimal, hal ini
berdampak dan mengakibatkan maraknya tuntutan hukum terhadap keperawatan kedepannya.
Karena adanya peraturan tentang praktik keperawatan, ruang lingkup hak, tanggung jawab dan
kewenangan perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan / keperawatan harus jelas dan
tegas agar tidak menjadi dilema pada area abu-abu. Pada akhirnya, menjadi tantangan bagi
profesi keperawatan untuk melakukan perubahan, para perawat harus berbenah serta
meningkatkan kompetensinya untuk mengambil peran dalam perubahan untuk meningkatkan
kualitas profesi dan pelayanan keperawatan untuk mendapatkan pengakuan profesi lain dan
masyarakat. Nah, jika telah melakukan usaha untuk saling mengingatkan dan menyadarkan
sehingga terbentuk suatu pola pikir (mindset) visi perubahan kedepanya, Insha Allah
perjuangan yang panjang ini kian terasa hasilnya, dan perubahan akan datang dengan
menghampiri para pengemban profesi ini. Tulisan ini sebagi reminder sharing antar sesama,
sebab Profesi Keperawatan sejak 20 tahun terakhir menuju perubahan yang lebih baik.
Pendidikan keperawatan harus dikembangkan membentuk suatu body of knowledge yang
mumpuni sesuai dengan level kompetensi yang dimiliki sesuai dengan peran, fungsi, dan
kewenangannya. Menurut De Laune dan Ladner (2002) “Keperawatan adalah seni dari ilmu
pengetahuan dengan yang orang dibantu dalam belajar merawat dirawat oleh orang lain”,
inilah jalan perjuangan untuk melahirkan calon-calon perawat yang akan lahir lebih
berkompeten menuju profesionalitas dimasa yang akan datang, sehingga perawat dapat
mengambil peran besar dalam pelayanan kesehatan untuk indonesia sehat dan mandiri.
Daftar Referensi

Adhiwijaya, Ardian, 2016, “Lika Liku Hidup Mahasiswa Keperawatan”, Ardianadw.com,


Makassar
Asmadi, 2008, Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta, Buku Kedokteran EGC.
Gusti, 2016, “Pentingnya NIRA, STR & SIP Bagi Seorang Perawat”, Gustinez.com, Gorontalo
Sue C. Deaune, Patricia K. Ladner, 2002, Skills Checklist to Accompany Fundamentals of
Nursing Standards & Practices, USA, Thomson Learning.
Riyadi, Machli, 2015, “Hukum Kesehatan Kontemporer”, Banjarmasin
http://www.inna-ppni.or.id
https://medianers.blogspot.co.id/
http://inursecare.com/
http://www.theglobejournal.com/

Você também pode gostar