Você está na página 1de 35

PEMERIKSAAN FISIK ANTENATAL CARE

KEPERAWATAN MATERNITAS
Kelompok 2 :

 Triyono 17107110
 Clara Septi Amanda 1710711066
 Umi Nurahmah 1710711111
 Nurhidayah P 1710711113
 Tri Andhika Dessy Wahyuni 1710711138
 Tiyas Putri Widjayanti 1710711144
 Mugiya Sayida 17107111

A. Pemeriksaan Fisik Umum

 Pengertian
Pemeriksaan fisik merupakam peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada system
tubuh yang memberikan informasi objektif tentang kelien dan memungkinkan perawat untuk
membuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang
diterima kelien dan penentuan respon terhadap terapi tersebut.

Pemeriksan fisik adalah pemerikaan tubuh kelien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematik dan komprehensip,
memestikan/mebuktikan anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan
yang tepat bagi kelien.

Pemeriksaan fisik adalah komponen pengkajian kesehatan yang bersifat objektif yang
dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada tubuh pasien dengan melihat keadaan pasien
(inspeksi), meraba suatu sistem atau organ yang hendak diperiksa (perkusi), mengetuk suatu sistem
atau organ yang hendak diperiksa (palpasi), dan mendegarkan menggunakan stetoskop (auskultasi).

Diagnose di mulai dari:

1. Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan tahap awal yang dilakukan dengan wawancara dan dapat
membantu menegakkan diagnosa hingga 80%, anamnesis ini bersifat subjektif. Tujuannya untuk
menegakkan gambaran kesehatan pasien secara umum, dan mengetahui riwayat penyakit pasien.
Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien (autoanamnesis) atau terhadap keluarga atau
kerabat terdekat pasien (hetero/alloanamnesis).

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum, tanda vital, menilai status mental dan
cara berfikir, juga menilai langsung sistem atau organ yang berkaitan dengan keluhan pasien dengan:

 Inspeksi
 Palpasi
 Perkusi
 Auskultasi
3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu diagnosa ketika anamnesis dan pemeriksaan fisiknya
belum mendapatkan hasil. Dan juga dapat dilakukan untuk memastikan diagnosa meskipun anamnesi
dan pemeriksaan fisiknya sudah mencapai titik terang.

 Tujuan Pemeriksaan Fisik


Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai
status kesehatan pasien. Tujuan definitifnya adalah untuk mengindentifikasi status “normal”
dan kemudian mengetahui adanya kelainan dari keadaan normal tersebut dengan memvalidasi
keadaan dan keluhan dari gejala pasien. Informasi ini penting untuk menjadi catatan/rekam
medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuan klinis, bahkan selalui
diperbarui dan ditambahkan sepanjang waktu untuk mengetahui riwayat penyakit dari pasien.

 Metode Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian keadaan umum pasien, yang meliputi:
 Ekspresi wajah
Apakah pasien menahan sakit, sesak, atau diam dan tenang-tenang saja
 Gaya berjalan
Nilai apakah ada kelainan, seperti jalan terseok-seok, kecepatan yang menurun, langkah
terlalu kecil, dll.
 Tanda spesifik lain
Nilai apakah tampak adanya luka ataupun memar, nilai kelainan lain yang langsung tampak
 Keadaan gizi
Dilakukan pengukuran BB (berat badan) dan TB (tinggi badan).
IMT (indeks massa tubuh) = BB(kg) / TB2 (m)
Klasifikasi IMT :
 BB kurang <18,5
 BB normal 18,5-22,9
 BB lebih >23
 Dgn resiko 23-24,9
 Obes I 25-29,9
 Obes II >30
 Status mental
Nilai tingkah laku, perasaannya, dan juga cara berfikir. Lakukan interaksi sederhana bisa
dengan menanyakan orientasi tempat, waktu. Dan juga aktifitas sehari-hari. Nilai apakah
terdapat penurunan fungsi berfikir atau tidak.
 Bentuk badan
Nilai kelainan bentuk tulang belakang seperti kifosis, lordosis, skoliosis. Nilai bentuk
dadanya secara keseluruhan, nilai juga kelainan bentuk (malformasi) yang terdapat sejak lahir
(kongenital)
 Cara bergerak (mobilitas)
Aktif dan dapat memiringkan badannya tanpa kesulitan. Dapat memberi petunjuk pada
beberapa penyakit seperti tulang sendi atau saraf. Juga dapat mengetahui kelainan jantung
juga paru-paru yang mana pasien lebih nyaman dalam keadaan bersandar.
 Pemeriksaan tanda vital
Terdiri atas:
1. Kesadaran
nilai dengan menggunakan GCS (glasgow coma scale), yang mana keadaan pasien
sadar penuh (compos mentis) dengan nilai GCS nya 15. Dibawah itu maka pasien
mengalami penurunan kesadaran.
2. Suhu
dengan menggunakan termometer, letakkan pada ketiak selama satu menit. Normal
suhu adalah 36,6 -36,2 derjat celsius.
3. Tekanan darah
dengan menggunakan sphygmomanometer atau yang biasa disebut dengan
tensimeter. Yang mana nilai normal nya adalah 120/80 mmHg
4. Nadi
dengan cara meraba pada arteri radialis, yang terletak pada pergelangan tangan
dibawah ibu jari. Denyut nadi ini sama dengan denyut jantung, yang mana nilai
normalnya adalah 60-100 x permenit.
5. Napas
dengan cara melihat, atau meletakkan tangan pada dada pasien, dan menghitung
berapa kali pasien bernafas selama satu menit. Normalnya yaitu 16-20 x permenit

B. Pemeriksaan Fisik Head To Toe

1. PEMERIKSAAN KEPALA (INSPEKSI dan PALPASI)


Pada saat melakukan pemeriksaan pada kepala, posisi pemeriksa duduk di depan,
samping atau belakang pasien.
1. Pemeriksaan Kepala
Pertama kali yang dilihat adalah bentuk dan ukuran kepala. Apakah terdapat
hydrocephalus, microcephalus atau mesocephalus? Apakah terdapat tonjolan tulang?
Apakah bentuknya simetris atau asimetris pada kepala dan wajah?
2. Pemeriksaan Rambut
a. Inspeksi
Pemeriksa memperhatikan warna, jumlah dan distribusi rambut. Warna rambut bisa
hitam, putih atau adakah rambut jagung (malnutrisi). Jumlahnya bisa tebal atau tipis.
Distribusi rambut bisa merata atau rambut rontok. Adanya alopecia areata ditandai
dengan kerontokan rambut yang mendadak, berbentuk oval atau bulat, tanpa disertai
tanda-tanda inflamasi.
b. Palpasi
Penilaian palpasi rambut meliputi tekstur rambut dan apakah mudah dicabut atau tidak.
Pada pasien malnutrisi, tekstur rambut kasar, kering dan mudah dicabut.

Gambar 1.Alopecia areata

3. Pemeriksaan wajah
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat apakah pucat, sianosis atau ikterik. Pucat
kemungkinan adanya insufisiensi aorta atau anemia, sianosis mungkin terjadi pada pasien
dengan cacat jantung bawaan dan ikterik mungkin dapat disebabkan oleh hepatitis atau
tumor pankreas. Warna kemerahan pada wajah seperti kupu-kupu terdapat pada pasien
lupus/Systemic Lupus Erythematosus.
Penampilan wajah sering merupakan tanda patognomonis suatu penyakit tertentu,
misalnya facies leonina yang terjadi pada pasien kusta/lepra (Morbus Hansen). Wajah
mongoloid terdapat pada pasien Down Syndrome. Penyakit Parkinson sangat khas
ditandai adanya wajah tanpa ekspresi/ wajah topeng. Adanya asimetri wajah
menunjukkan kemungkinan adanya kelumpuhan pada syaraf kranialnervus fasialis (N.
VII) pada pasien stroke atau Bells palsy (wajah tertarik pada sisi sehat). Asimetri pada
wajah dapat mengarahkan adanya kelainan pada kelenjar parotis akibat parotitis ataupun
tumor pada parotis.

Gambar 2.Kiri : facies mongoloid pada Down Syndrome, kanan : paralisis nervus facialis
pada Bells Palsy

Gambar 3.Kiri : parotitis, kanan : facies leonina pada Morbus Hansen

Gambar 4.Malar rash pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

b. Palpasi
Palpasi wajah menilai adakah tonjolan tulang? Adakah massa/tumor? Adakah nyeri
tekan? Adakah krepitasi?
c. Perkusi (CHVOSTEK’ SIGN)
Pemeriksaan ini patognomonis untuk tetani, yaitu dengan melakukan ketokan ringan pada
cabang nervus fasialis, tepat atau sedikit di bawah arkus zigomatikus (di depan liang
telinga luar), yang akan menimbulkan kontraksi atau spasme otot-otot fasialis (sudut
mulut, ala nasi sampai seluruh muka) pada sisi yang sama. Ini disebabkan kepekaan
berlebihan dari nervus fasialis.

Gambar 5.Chvostek’s sign

4. Pemeriksaan mata
a. Inspeksi
Pemeriksaan mata meliputi :
-Pemeriksaan posisi dan kesejajaran mata dengan cara pasien diminta melihat pada suatu
obyek kemudian mata pasien diminta mengikuti pergerakan obyek.
-Pemeriksaan konjungtiva dengan cara membuka palpebra inferior.
-Pemeriksaan sklera dengan cara membuka palpebra superior.
- Pemeriksaan pupil dilakukan dengan memberikan cahaya pada pupil mata dari samping
ke tengah, pupil normal akan mengalami miosis (menyempit) bila terkena cahaya.
- Pemeriksaan lensa dengan cara memberikan cahaya lewat pupil, dinilai media refrakta
di belakang pupil.

Gambar 6. Abnormalitas yang terlihat pada inspeksi mata


A. Kalazion E. Conjunctival injection pada konjungtivitis
B. Strabismus F. Subconjungtival bleeding
C. Ektropion G. Keratitis
D. Ptosis H. Katarak
b. Palpasi

Pemeriksaan palpasi meliputi pemeriksaan palpebra dan tekanan bola mata.

5. Pemeriksaan Kelenjar Limfonodi


a. Inspeksi
Inspeksi dilakukan untuk melihat adanya pembesaran, peradangan Pemeriksaan mulut
1) Bibir
Perhatikan warna(adakah sianosis atau pucat), kelembaban, oedema, ulserasi atau
pecah-pecah.
2) Mukosa oral
Mintalah pasien untuk membuka mulut. Dengan pencahayaan yang baik dan bantuan
tongue spatel, dilakukan inspeksi mukosa oral. Menilai warna mukosa, pigmentasi,
ulserasi dan nodul. Bercak-bercak pigmentasi pada ras kulit hitam masih dalam batas
normal.
3) Gusi dan gigi
Menilai adakah inflamasi, oedema, perdarahan, retraksi atau perubahan warna gusi, gigi
tanggal atau hilang.
4) Langit-langit mulut atau palatum
Menilai warna dan bentuk langit-langit mulut, adakah torus palatinus.
5) Lidah
Menilai lidah dan dasar mulut, termasuk warna dan papilla, adakah glositis, paralisis
syaraf kranial ke-12.
6) Faring
Mintalah pasien untuk membuka mulut, dengan bantuan tongue spatel lidah kita
tekan pada bagian tengah, mintalah pasien mengucapkan ”aaa”. Perhatikan warna atau
eksudat, simetri dari langit-langit lunak. Adakah faringitis, paralisis syaraf kranial ke-10.

2. PEMERIKSAAN LEHER
Melakukan pemeriksaan leher, meliputi: regio colli, trachea, kelenjar tiroid, dan kelenjar
limfonodi.
1. Regio Colli
a. Inspeksi
Inspeksi pada leher untuk melihat adanya asimetri, denyutan abnormal, tumor,
keterbatasan gerakan dalam range of motion (ROM) maupun pembesaran kelenjar limfe
dan tiroid.
b. Palpasi
Pemeriksaan palpasi leher dilakukan pada tulang hioid, tulang rawan tiroid, kelenjar
tiroid, muskulus sternokleidomastoideus, pembuluh karotis dan kelenjar limfe.
Pemeriksaan dilakukan pada kedua sisi (bilateral) bersamaan.

3. Pemeriksaan trachea
a. Inspeksi
Inspeksi trachea untuk melihat adanya deviasi trachea, simetris, asimetris.
b. Palpasi
Palpasi trachea dilakukan dengan cara ujung jari telunjuk dan jari manis menekan pada
daerah m. sternocleidomastoideus kanan dan kiri dengan trachea dan pasien diminta
menelan ludah. Bandingkan pada kedua sisi. Bila kedua jari tangan bisa masuk maka
posisi trachea normal, tetapi bila salah satu jari ada yang terhalang masuk, artinya ada
devisi ke arah sisi ini.

Gambar 7 palpasi trakea

Massa di leher atau mediastinum akan mendorongtrachea ke salah satu sisi. Deviasi trachea
dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan dirongga dada, seperti atelektasis, masa tumor
paru atau pneumothorak yang luas.

pada limfonodi seperti penyakit tuberculosis, limfoma maligna, metastase, HIV/ AIDs.

Gambar 8.Kiri : pocket lymphadenopathy cervicalis porterior pada TBC,

Kanan : metastase karsinoma nasofaring ke kelenjar limfe leher.

b. Palpasi
Pada keganasan kelenjar getah bening, terutama limfoma, dinilai kelenjar mana saja yang
membesar, multipel atau tunggal, permukaannya, mobile atau terfiksasi, konsistensi, nyeri
tekan atau tidak, adakah luka pada kelenjar tersebut.

Gambar 9. Limfonodi leher

Limfadenopati yang hanya berukuran kecil, discrete dan mobile dapat bersifat
fisiologis.Adanya nyeri tekan menunjukkan inflamasi.Limfadenopati yang keras pada palpasi
dan terfiksasi mengindikasikan keganasan.

Gambar 10. Palpasi limfonodi, kiri : lnn. preaurikuler, tengah : lnn. cervicalis anterior
danposterior, kanan : lnn. supraklavikularis

4. Pemeriksaan kelenjar tiroid

a. Inspeksi

Inspeksi kelenjar tiroid dilakukan dari posisi depan untuk menilai apakah terdapat
pembesaran kelenjar tiroid, derajat pembesaran tiroid, dan tanda inflamasi.

Gambar 11. Inspeksi kelenjar tiroid, kiri : saat istirahat, kanan : pada gerakan menelan

b. Palpasi

Pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid dimulai dari depan, kemudian juga dari belakang pasien.
Pemeriksaan dari depan, tiroid dipalpasi adakah pembesaran atau tidak. Kemudian pasien
diminta menelan ludah untuk menilai apakah kelenjar tiroid teraba atau tidak, bergerak atau
tidak. Bila terjadi pembesaran tiroid, dinilai ukurannya, konsistensi, permukaan
(noduler/difus), nyeri tekan, mobilitasnya.

Pemeriksaan kelenjar tiroid dari belakang, pasien diminta duduk, pemeriksa berada di
belakang kemudian diraba dengan jari-jari kedua tangan. Penilaian kelenjar tiroid sama
seperti pemeriksaan dari depan. Dalam kondisi normal: tidak terlihat atau teraba.
Gambar 12. Palpasi kelenjar tiroid

Gambar 13. Struma/ goiter

c. Auskultasi

Auskultasi pada kelenjar tiroid dapat mendeteksi bising sistolik yang mengarahkan adanya
penyakit Graves.

A. PEMERIKSAAN TANGAN
Tujuan :

 Memperoleh data dasar tetang otot, tulang dan persendian


 Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian-bagian tertentu.
 Posisi klien: Berdiri. duduk
 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, Integritas ROM, kekuatan dan
tonus otot.
 Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh.
 Palapasi: denyutan a.brachialis dan a. radialis .
Normal: teraba jelas
Tes reflex :tendon trisep, bisep, dan brachioradialis.
Normal: reflek bisep dan trisep positif

Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.

B. PEMERIKSAAN KAKI

 Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak,
ROM, kekuatan dan tonus otot
 Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
 Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
 Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.

C. Pemeriksaan Fisik Payudara

A. Pengertian Pemeriksaan Fisik Payudara


Pemeriksaan klinis payudara merupakan komponen yang penting pada perawatan
kesehatan wanita; pemeriksaan ini akan meningkatkan deteksi payudara yang dapat
terlewatkan pada pemeriksaan mammografi dan memberikan kesempatan untuk
memperagakan teknik pemeriksaan sendiri kepada pasien. Walaupun begitu, pemeriksaan
klinis memperlihatkan bahwa keragaman pada pengalaman pemeriksa dan teknik yang
diterapkannya akan memengaruhi nilai pemeriksaan klinis payudara. Dianjurkan agar klinisi
dapat mengadopsi pendekatan khususnya palpasi,menggunakan pola pencarian secara
sistemik serta saksama dengan memvariasikan tekanan palpasi dan gerakan sirkuler dengan
permukaan ventral jari-jari tangan.

Ketika memulai pemeriksaan payudara, kita harus menyadari adanya kekhawatiran


yang mungkin dirasakan oleh wanita dan remaja putri. Bertindaklah dengan sikap yang
menenteramkan perasaan dan mengadopsikan cara pendekatan yang sopan serta lemah
lembut. Sebelum memulai pemeriksaan,beritahukan dahulu bahwa Anda akan memeriksa
payudaranya.Saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menanyakan apakah pasien
sendiri sudah mengetahui adanya benjolan atau permasalahan lain dan apakah ia telah
melakukan pemeriksaan sendiri payudara setiap bulan. Jika belum melakukannya, ajarkan
teknik pemeriksaan tersebut dan amati ketika pasien mengulangi langkah-langkah
pemeriksaan dengan mengikuti teknik yang Anda peragakan itu; koreksi yang membantu
dapat Anda lakukan jika diperlukan.Inspeksi yang memadai memerlukan dada yang terbuka
seluruhnya kendati belakangan Anda mungkin menemukan bahwa dalam pemeriksaan,
sebaiknya salah satu payudara ditutup ketika Anda memeriksa payudara lainnya.Karena
payudara cenderung membengkak dan menjadi lebih nodular dalam masa prahaid sebagai
akibat dari peningkatan stimulasi estrogen, saat terbaik untuk melakukan pemeriksaan adalah
5-7 hari sesudah permulaan haid. Nodulus yang muncul selama fase prahaid harus dievaluasi
kembali setelah dimulainya haid tersebut.

B. Tujuan Pemeriksaan Payudara


Tujuan pemeriksaan payudara adalah untuk mengetahui lebih dini adanya kelainan ,
sehingga diharapkan dapat di periksa sebelum persalinan . Pemeriksaan payudara
dilaksanakan pada kunjungan pertama, dimulai dengan inspeksi dan palpasi.

C. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pemeriksaan payudara :


a. Dalam pemeriksaan payudara wanita, harus dipertimbangkan aspek psikososial dan aspek
fisik saja
b. Payudara merupakan organ yang sensitif, maka kesopanan tetap dijaga selama
pemeriksaan sehingga paien tidak merasa malu.
c. Perawat perlu melakukan penyuluhan tentang perawatan payudara dan deteksi kanker
payudara.
d. Pada wanita hamil, payudara juga mengalami peubahan. Payudara menjadi lebih besar
akibat floriferasi dan hipertrofi sel-sel acini dan kelenjar susu(duktus laktiferus).
Perubahan ini terjadi sebagai respon terhadap hormon dari kropus luteum dan plasenta

 INSPEKSI
Lakukan inspeksi payudara ketika pasien berada dalam posisi duduk dan
setelah pakaiannya diturunkan hingga batas pinggang. Pemeriksaan payudara
yang saksama meliputi inspeksi yang cermat terhadap perubahan kulit,
kesimetrisan, kontur, dan retraksi dalam empat pandangan-kedua lengan
pada sisi tubutu kedua lengan di atas kepala, berkacak pinggang, dan mencodongkan
tubuh ke depan.

- Penampakan kulit yang meliputi:


Warna kulit
Penebalan kulit dan pori-pori yang tampak mencolok secara abnormal,
mungkin menyertai obstruksi saluran limfatik
- Ukuran dan kesimetrisan payudara.
Beberapa perbedaan pada ukuran payudara
yang meliputi ukuran areola merupakan keadaan yang sering ditemukan
dan biasanya normal sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini.
- Kontur payudara.
Cari perubahan seperti massa, cekungan (dimpling), atau
pendataran. Bandingkan payudara yang satu dengan lainnya.

- Karakteristik puting yang meliputi ukuran dan bentuknya, arah puting itu
menunjuk, setiap ruam atau ulserasi, ataupun setiap pengeluaran sekret. Terkadang
bentuk puting terlihat membalik ke dalam (inversi) atau tertekan (depresi) di bawah
permukaan areola mamma. Puting dapat dibungkus oleh lipatan kulit areola seperti
yang dilukiskan disini. Inversi puting yang berlangsung lama biasanya merupakan
varian normal tanpa konsekuensi klinis kecuali kemungkinan adanya kesulitan pada
saat menyusui bayi.

1. Bantu pasien mengatur posisi duduk menghadap kedepan, telanjang dada dengan
kedua tangan rileks di sisi tubuh.
2. Mulai inspeksi mengenai ukuran, bentuk dan kesimentrisan payudara. Payudara
normalnya melingkar dan agak simetris dan dapat didiskripsikan kecil, sedang, dan
besar.
3. Inspeksi warna areola. Pada wanita hamil pada umumnya berwarna lebih gelap.
4. Inspeksi payudara dan putting susu mengenai setiap adanya penonjolan/retraksi akibat
adanya skar/lesi.
5. Inspeksi puting susu mengenal setiap adanya keluaran, ulkus,
pergerakan/pembengkakan amati juga posisi kedua putting susu yang normalnya
mempunyai arah yang sama.
6. Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui. Adanya pembengkakan/tanda
kemerah-merahan.

Gambar : Bentuk Payudara Ketika Hamil


 PALPASI
Palpasi sebaiknya dilakukan ketika jaringan payudara diratakan.
Pasien harus berbaring telentang. Rencanakan untuk rnelikukan palpasi
pada suatu daerah persegi yang membentang dari klavikula hingga plika
inframammilaris atau garis BH dan dari linea midsternalis hingga linea
aksilaris posterior serta di dalam rongga aksila untuk menemukan bagian
kauda payudara.

Pemeriksaan yang saksama memerlukan waktu 3 menit untuk setiap payudara.


Gunakan permukaan ventral jari tangan ke-2, ke-3, dan ke-4 dengan
mempertahankan agar ketiga jari tangan tersebut berada dalam posisi sedikit
menekuk. Pemeriksaan ini harus dilakukan secara sistematik. walaupun pada
pemeriksaan dapat digunakan gerakan dengan pola sirkuler atau pasak, kini
pola garis-garis vertikal menjadi teknik yang paling sahih untuk mendeteksi
massa dalam payudara. Lakukan palpasi dengan gerakan melingkar kecil-kecil
yang konsentris pada setiap titik yang diperiksa; jika mungkin, palpasi dilakukan
dengan tekanan yang ringan, sedang dan dalam. Anda akan perlu
menekan lebih dalam untuk menjangkau jaringan yang lebih dalam lagi pada
payudara yang berukuran besar. Pemeriksaan harus meliputi keseluruhan
payudara, termasuk bagian perifer, kauda, dan aksila.
- Untuk memeriksa bagian lateral payudara, minta pasien memutar tubuhnya
pada sendi paha yang berlawanan dan meletakkan tangannya pada dahi,
namun kedua bahu tetap menempel pada tempat tidur atau meja periksa.
Posisi ini akan membuat rata jaringan payudara bagian lateral. Mulai
palpasi dari daerah aksila dengan melakukan gerakan mengikuti garis lurus
ke bawah menuju garis BH, dan kemudian gerakkan jari-jaii tangan ke arah
medial serta lakukan palpasi mengikuti pola garis-garis vertikal ke arah atas
pada dada hingga daerah klavikula. Lanjutkan palpasi dengan pola
gerakan garis - garis vertikal yang saling tumpang tindih iampai mencapal
daerah puting susu. Kemudian atur posisi tubuh pasien kembali untuk
membuat rata bagian medial payudara.

- Untuk memeriksa bagian medial payudara, minta pasien berbaring dengan


kedua belah bahunya rata pada tempat tidur atau meja periksa sementara
tangannya diletakkan pada leher dan sikunya diangkat hingga segaris
dengan bahunya. Lakukan palpasi dengan gerakan mengikuti garis lirrus
ke bawah mulai dari puting susu hingga garis BH, dan kemudiin kembali
ke daerah klavikula dengan melanjutkan pola garis-garis vertikal ke arah
midsternum.

Periksa payudara dengan cermat untuk mengetahui:


- Konsistensi jaringan. Konsistensi yang normal bervariasi secara luas dan sebagian
bergantung pada proporsi relatif jaringan payudara yang lebih
kenyal serta jaringan lemak yang lunak. Nodularitas fisiologik dapat
ditemukan dan meningkat dalam masa prahaid. Mungkin terdapat garis-garis
tonjolan transversal yang kenyal dari jaringan yang terkompresi di
sepanjang margo inferior payudara, khususnya pada payudara yang berukuran
besar. Garis-garis tonjolan ini bukan tumor, melainkan tonjolan
inframammilaris yang normal.
- Nyeri tekan sepeti perasaan penuh saat prahaid
- Nodulus. Lakukan palpasi dengan cermat untuk menemukan setiap benjolan
atau massa yang secara kualitatif berbeda dengan jaringan payudara yang
lain atau lebih besar daripada jaringan payudara tersebut. Keadaan ini
kadang-kadang disebut massa dominan dan dapat mencerminkan suatu
perubahan patologik yang memerlukan evaluasi melalui pemeriksaan
mammografi, aspirasi atau biopsi. Nilai dan uraikan karakteristik setiap
nodulus:
 Lokasi-dengan menyebutkan kuadran atau pukul berapa dan dalam
 ukuran sentimeter dari puting susu
 Ukuran - dalam sentimeter
 Bentuk-memiliki kontur yang bundar atau kistik, menyerupai piringan,
 atau ireguler
 Konsistensi-lunak, kenyal, atau keras
 Delimitasi -batasnya tegas atau tidak
 Nyeri tekan
 Mobilitas-dalam hubungannya dengan kulit, fasia pektoralis, dan dinding
 dada. Dengan hati-hati, gerakkan payudara mendekati massa dan perhatikan
apakah terjadi cekungan (dimpling).

Selanjutnya, coba untuk menggerakkan massa pasien melemaskan kedua belah lengannya dan
kemudian dalam posisi berkacak pinggang.

- Puting susu. Lakukan palpasi setiap puting dengan memperhatikan elastisitasnya.


1. Lakukan palpasi di sekeliling puting susu untuk mengetahui adanya keluaran.
Bila ditemukan keluaran maka identifikasikan keluaran tersebut mengenai
sumber, jumlah, warna, konsistensi dan kaji terhadap adanya nyeri tekanan.
2. Palpasi daerah klavikula dan aksilla . Pada area limfe node
3. Lakukan palpasi setiap payudara dengan teknis bimanual untuk payudara yang
berukuran besar dengan cara : tekankan telapak tangan/tiga jari tengah ke
permukaan payudara pada kuadran samping atas. Lakukan palpasi dengan
gerakan memutar terhdap dinding dada dari tepi menuju areola dan memutar
searah jarum jam.
4. Lakukan palpasi payudara sebelahnya.
5. Bila diperlukan lakukan pula pengkajian dengan posisi pasien supinasi dan
diganjal bantal/selimut dibawah bahunya.

D. PEMERIKSAAN LEOPOLD

1. Manufer Leopold
Teknik pemeriksaan pada perut ibu bayi untuk menentukan posisi dan letak janin dengan
melakukan palpasi abdomen.

a. Leopold I
Tujuan: untuk menentukan TFU (Tinggi Fundus Uteri) dan bagian
janin dalam fundus.

Menurut Leopold:

 Pemeriksa menghadap ke arah muka ibu hamil


 Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin dalam
fundus
 Konsistensi uterus
Variasi menurut Knebel:

 Menentukan letak kepala atau bokong dengan satu


tangan di fundus dan tangan lain di simfisis.

b. Leopold II
Tujuan: untuk menentukan batas samping Rahim kanan/kiri, letak
punggung janin.

Menurut Leopold:

 Menentukan batas samping Rahim kanan-kiri.


 Menentukan letak punggung janin.
 Pada letak lintang, tentukan dimana kepala janin.
Variasi menurut Budin:

 Menentukan letak punggung dengan satu tangan menekan


di fundus.

c. Leopold III
Tujuan: untuk menentukan bagian terbawah janin apakah sudah
masuk PAP.

Menurut Leopold:

 Menentukan bagian terbawah janin.


 Apakah bagian terbawah tersebut sudah masuk atau masih goyang.
Variasi menurut Ahlfeld:

 Menentukan letak punggung dengan pinggir tangan kiri di letakkan tegak di tengah perut.

d. Leopold IV
Tujuan: untuk menentukan bagian terbawah janin seberapa jauh
sudah masuk PAP.

Menurut Leopold:

 Pemeriksa menghadap ke arah ibu hamil


 Bisa juga menentukan bagian terbawah janin apa dan
berapa jauh sudah masuk pintu atas panggul.

2. Tinggi Fundus
Biasanya sambal melakukan palpasi, sekaligus
diperhatikan tentang konsistensi uterus, gerakan janin,
kontraksi uterus (his), dan apakah ada lingkaran van
Bandl.

Fundus adalah istilah medis dari bahasa latin


yang berarti bagian yang terjauh dari daerah pintu
masuk sebuah organ. Fundus pada anatomi organ berada
di beberapa bagian organ seperti mata, lambung, otak,
kandung empedu, rahim dan kandung kemih.

Secara awam umumnya fundus sering


diasosiasikan dengan tinggi fundus uteri (rahim) untuk
mengukur usia kehamilan. Disini dimaksudkan bahwa
untuk mengukur usia kehamilan seorang pemeriksa
(dokter atau bidan) dapat mengukur tinggi fundus uteri
(tinggi rahim) untuk menentukan usia tersebut. Tinggi fundus uteri bisa diukur dengan meraba perut
secara langsung untuk menentukan bagian tertinggi dari rahim yang teraba dari kulit luar.

Umumnya tinggi fundus uteri diukur dengan menggunakan meteran (diukur dari arah pubis
vagina) atau diukur dengan menggunakan batasan seperti contoh setinggi pusar, 3 jari atas pusar dll.
Tentunya ini hanya bisa dipraktekan oleh ahli (dokter / bidan) yang sudah mempelajari secara teori
mengenai fungsi pengukuran ini. Sementara istilah fundus untuk organ lain diberikan untuk
menentukan lokasi atau bagian dari organ tersebut.
3. Perut
Auskultasi perut memerlukan stetoskop monoral (stetoskop obsetrik) untuk mendengarkan denyut
jantung janin (djj). Yang dapat kita dengarkan adalah:

a. Dari janin:
 Djj pada bulan ke 4-5
 Bising tali pusat
 Gerakan dan tendangan janin
b. Dari ibu:
 Bising Rahim (uterine souffle)
 Bising aorta
 Peristaltik usus
Metode AUVARD: tempat denyut jantung menurut letak janin dalam Rahim.

E. Pemeriksaan genetalia eksternal dan internal

Untuk pemeriksaan ini, posisi pasien perlu terlentang dengan kaki mengangkang dan
ditempatkan di penyanggah. Persiapan dan peralatan harus telah dipersiapkan dan minimalkan waktu
pasien dalam posisi ini untuk mencegah pusing dan hipotensi dari kompresi uterus pada pembuluh
darah besar abdomen.

Genitalia Eksterna Ibu Hamil


1. Inspeksi
a. Relaksasi introitus vagina
b. pembesaran labia juga klitoris merupakan perubahan yang normal selama kehamilan.
c. bekas luka dari laserasi perineum atau sayatan episiotomi mungkin akan tampak.
d. Inspeksi pada labial untuk mengidentifikasi adanya varises, cystoceles, dan rectoceles.
2. Palpasi
a. kelenjar Bartholin
b. kelenjar skene

Genitalia Interna Ibu Hamil

Pemeriksaan speculum
Speculum vagina atau cocor bebek merupakan alat bantu untuk membuka vulva atau vagina, karena
bentuknya mirip cocor bebek maka sering disebut juga dengan cocor bebek

a. Inspeksi serviks untuk mengidentifikasi warna, bentuk, dan penutupan.


b. Lakukan Pap smear jika diindikasikan, dan mengumpulkan spesimen vagina lainnya.
c. Inspeksi dinding vagina saat menarik spekulum. Identifikasi warna, relaksasi, rugae, dan
cairan discharge. Pada masa kehamilan warna kebiruan, rugae yang dalam, dan leukorrhea
adalah normal.

Pemeriksaan bimanual

- dua jari dimasukan ke vagina dan tangan lainnya diletakkan pada perut bagian bawah di
atas simfisis
- dengan perasaan kedua tangan ini kita usahakan untuk mendapat kesan mengenai ukuran,
letak dan kemungkinan pergerakan dari genitalia interna (pada nulipara lebih baik
dipergunakan satu jari)
- porsio di raba, bagaimana bentuk dan konsistensinya
- dari dalam forniks posterior mengangkat uterus sedangkan tangan yang di luar menekan
dinding perut ke dalam dan diusahakan supaya meraba korpus uteri diantara kedua tangan
dan ditentukan besar, bentuk, letak dan kemungkinan pergerakannya
- ukuran dan bentuk uterus : ukuran tergantung pada paritas dan umur pasien, tetapi biasanya
berbentuk seperti telur bebek
- bentuk uterus normal seperti bola lampu gepeng dalam arah muka belakang, sedang
permukaannya licin
- konsistensi rahim yang tidak hamil adalah kenyal padat. pada kehamilan konsistensinya
menjadi lunak
- letak rahim : letak uterus yang dianggap normall ialah dalam antefleksi. dengan kesua jari
dalam forniks posterior uterus dalam antefleksi jelas teraba, sebaliknya uterus dalam
rektifleksi hanya teraba porsionya saja
- penilaian adneksa dan parametrium
- tuba pada umumnya dapat teraba dengan pemeriksaan bimanual tapi ovarium kadang-
kadang
- adneksa diperiksa dengan menggerakkan jari yang berada di dalam keforniks lateral dan
tangan luar pindah ke samping uterus
- bila ovarium tertekan akan terasa nyeri

Pemeriksaan pinggul
Dilakukan pada usia kehamilan 36 minggu, dilakukan dengan indikasi
a. adanya dugaan dispropsi ( ketidak sesuaian besar bayi dan ukuran pinggul ibu)
b. trauma yang merusak pinggul
c. ibu memiliki riwayat penyakit perusak pinggul seperti TBC tulang
F. Pemeriksaan Laboratorium
Masa kehamilan adalah salah satu masa yang paling rentan dan perlu dijaga dengan baik demi
kesehatan calon ibu dan janin. Kesehatan para calon ibu dan janin dapat dijaga dengan banyak cara.
Salah satunya adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium untuk
mencegah hal-hal buruk yang bisa mengancam janin. Hal ini bertujuan untuk skrining/mendeteksi jika
terdapat kelainan yang perlu dilakukan pengobatan atau tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan
laboratorium saat hamil memiliki banyak manfaat. Berikut di antaranya:
1. Untuk mempersiapkan masa kehamilan, persalinan, dan menyusui yang sehat dan aman bagi
ibu hamil dan janin. Mengetahui risiko genetis yang akan diturunkan kepada janin sehingga
bisa melakukan pencegahan yang tepat, mengetahui kesehatan ibu hamil dan janin secara
keseluruhan.
2. Mencegah risiko terjadinya pre-eklampsia, gangguan obesitas, riwayat hipertensi, dan
gangguan kehamilan lainnya yang sekiranya bisa menghambat masa kehamilan.
3. Memperkecil potensi janin gugur, penyebab janin cacat sejak dalam kandungan, atau
meninggal di dalam kandungan, dan masih banyak lagi.
4. Pada umumnya, pemeriksaan laboratorium dilakukan sebanyak tiga kali pada masa kehamilan
yaitu pada trimester pertama, kedua dan ketiga.

Trimester pertama (Usia kehamilan 1-12 minggu)


Pada awal kehamilan, Ibu disarankan untuk melakukan basic pregnancy test. Pemeriksaan ini
bermanfaat sebagai pemeriksaan awal calon ibu untuk mendeteksi berbagai resiko yang dapat
mengganggu kehamilan.
Skrining trimester pertama itu adalah kombinasi tes ultrasound fetus dan tes darah
maternal di saat kehamilan pada trimester pertama. Proses skrining ini dapat mendeteksi jika ada
risiko janin memiliki cacat lahir. Tes skrining yang dilakukan bisa berupa kombinasi atau hanya
salah satu dari kedua tes.
Ada 3 bagian dari skrining trimester pertama:
 Tes ultrasound nuchal translucency (NT): skrining NT merupakan tes ultrasound untuk
memeriksa bagian di belakang leher janin jika ada kenaikan atau penebalan cairan.
 Tes maternal serum: Tes darah untuk mengukur zat-zat di dalam darah wanita hamil. Zat-zat
tersebut adalah protein plasma kehamilan yang merupakan protein yang diproduksi oleh plasenta
di awal kehamilan. Zat lainnya adalah hCG, hormon yang diproduksi oleh plasenta di awal
kehamilan. Kadar abnormal dari kedua zat tersebut seringkali dikaitkan dengan peningkatan
risiko abnormalitas kromosom. Jika kedua tes trimester pertama tersebut dilakukan, maka akan
semakin ampuh dalam mendeteksi adanya risiko cacat saat bayi lahir, seperti down syndrome
atau trisomy.
 Basic pregnancy test mencakup melakukan pemeriksaan seperti pemeriksaan urin, Hb, Leukosit,
Trombosit, Hemakokrit,LED, Eritrosit,MCV, Mch, Lekosit Diff Count, Ferritin, HBsAg, ABO dan
RH Grouping, Anti Toxoplasma IgM, Anti Rubella IgM, Anti CMV IgM, Anti HSV2 IgM, Anti HIV,
Urea, Creatin, VDRL, TPHA.

Pada saat usia kehamilan memasuki 11 hingga 14 minggu, Ibu dianjurkan kembali lagi untuk
melakukan pemeriksaan Sindrom freeB-HCG dan PaPP-A test, dan NIPT (Non Invasive Prenatal
Test) terutama bagi Ibu wanita hamil yang telah berusai 35 tahun. Hal ini penting dilakukan, karena
risiko memiliki bayi dengan kelainan kromosom cenderung lebih rentan.

Trimester kedua (Usia kehamilan 13-24 minggu)


Pemeriksaan laboratorium pada trimester kedua ini bermanfaat untuk mendeteksi adanya
risiko Diabetes Gestasional, yang berarti tingkat glukosa meningkat dan gejala diabetes lainnya akan
muncul selama kehamilan calon ibu bila sebelumnya belum pernah diiagnosis diabetes. Sebelum
melakukan pemeriksaan ini, Ibu harus berpuasa terlebih dahulu pada malam sebelumnya selama 10
hingga 22 jam atau sekitar pukul 22.00 sampai 08.00 WIB.
Skrining prenatal ini digunakan untuk mengetahui semua informasi seputar kehamilan
trimester kedua termasuk melalui beberapa tes darah, yang biasa disebut pemeriksaan marker.
Pemeriksaan marker ini berfungsi memberikan informasi tentang risiko Ibu memiliki anak dengan
kondisi genetik atau cacat lahir tertentu. Pemeriksaan laboratorium pada trimester dua mencakup
pemeriksaan urin dan Triple Test. Skrining ini biasanya dilakukan dengan mengambil sample
darah Ibu di antara usia kehamilan 15 – 20 minggu.
Pemeriksaan marker yang dimaksud adalah:
 Skrining alpha-fetoprotein (AFP): Tes darah ini mengukur kadar AFP di dalam darah Ibu. AFP
adalah protein yang diproduksi oleh liver janin dan juga ada di dalam cairan di sekitar janin
(cairan amniotik). AFP juga masuk ke darah ibu. Kalau terdapat kadar AFP yang abnormal, maka
kemungkinan: Open neutral tube defects (ONTD) seperti spina bifida, yaitu cacat yang ditibui
dengan terbentuknya celah pada tulang belakang bayi, down syndrome, kelainan kromosom
lainnya, atau bayi kembar karena lebih dari satu bayi yang menghasilkan AFP.
 hCG: pemeriksaan hormon hCG
 Estriol: pemeriksaan hormon estriol
 Inhibin: pemeriksaan hormon inhibin
Jika ada hasil abnormal dari tes AFP maupun pemeriksaan lainnya, maka biasanya akan
dilakukan pemeriksaan tambahan. Biasanya, pemeriksaan ultrasound akan dilakukan untuk
melihat tulang belakang janin dan bagian tubuh lainnya jika ada cacat. Pemeriksaan
amniocentesis kemungkinan akan dibutuhkan untuk diagnosis yang akurat.
 Hematology Rtoproteinutin : Hal ini dilakukan untuk memeriksa keadaan darah yang meliputi
komponen – komponennya. Yang bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya kelainan atau
infeksi pada gangguan hati dan ginjal. Atau adanya dugaan anemia dan apakah terdapat gangguan
pembekuan darah pada ibu hamil.
 OGTT: tes toleransi glukosa oral adalah tes yang berfungsi untuk mengukur kemampuan zat gula
(glukosa) yang berfungsi sebagai sumber energi utama bagi tubuh.
 Ureum, Creatinin, tes fungsi ginjal. Ureum adalah sisa metabolisme protein yang dikeluarkan melalui
ginjal, kadarnya naik bila ada kerusakan atau gangguan fungsi ginjal, sedangkan Kreatitnin berasal
dari pemecahan keratin fosfat di otot, menggambarkan fungsi ginjal lebih tepat karena tidak
dipengaruhi oleh diet protein, hanya dipengaruhi masa otot.
 HBA1C, test hemoglobin yang berikatan dengan glukosa (gula).

- Tes atau Pemeriksaan Lebih Dalam


Deretan pemeriksaan ini biasanya dilakukan jika terdapat ketidaknormalan di dalam hasil tes -tes
yang telah disebutkan di atas. Bersama dengan pemeriksaan-pemeriksaan ini dokter biasanya
akan menentukan diagnosisnya:
1. Amniocentesis
Amniocentesis adalah prosedur yang digunakan untuk memperoleh sample cairan amniotik
yang mengelilingi janin untuk mendiagnosis gangguan kromosom dan ONTD. Amniocentesis
pada umumnya dilakukan pada usia kehamilan memasuki 15 – 20 minggu. Pemeriksaan ini
dilakukan bagi Ibu yang memiliki risiko tinggi mengalami kromosom abnormal seperti kalau Ibu
sudah berusia lebih dari 35 tahun atau memiliki hasil tes skrining maternal serum yang abnormal.
Prosedur tes amniocentesis adalah dengan memasukkan jarum panjang dan tipis ke dalam
abdomen Ibu ke dalam kantung amnion untuk mengambil sedikit sample cairan amnotik agar bisa
diperiksa. Hasil pemeriksaannya biasanya baru bisa dilihat 10 – 14 hari setelah tes, tergantung
dengan laboratoriumnya.
2. Chorionic Villus Sampling (CVS)
Chorionic villus sampling (CVS) adalah tes prenatal yang dilakukan dengan mengambil
sample jaringan plasenta. Jaringan ini mengandung genetik yang sama dengan ja nin dan bisa
diperiksa lebih jauh untuk mendeteksi ketidaknormalan kromosom dan masalah genetik lainnya.
Dibandingkan dengan amniocentesis, CVS tidak memberikan informasi tentang cacat neutral tube
seperti spina bifida. Jika Ibu memilih pemeriksaan ini, maka biasanya juga harus menindaklanjuti
tesnya dengan tes darah saat usia kehamilan 16 – 18 minggu untuk mendeteksi cacat neutral tube.
CVS biasanya akan direkomendasikan jika Ibu terjadi peningkatan risiko ketidaknormalan
kromosom atau memiliki riwayat keluarga memiliki kondisi cacat genetik dan bisa didetekesi
lewat lewat jaringan plasenta. Pemeriksaan ini pada umumnya dilakukan saat usia kehamilan
sudah mencapai 10 - 12 minggu.
Prosedur CVS adalah dengan memasukkan kateter lewat vagina ke dalam serviks. Metode
lainnya adalah dengan memasukkan jarum lewat abdomen ke dalam rahim untuk mengambil
sample sel plasenta. Hasilnya juga baru bisa dilihat sekitar 10 – 14 hati setelah tes, tergantung
laboratoriumnya.
Trimester ketiga (Usia kehamilan 25-40 Minggu)
Pemeriksaan pada trimester III bermanfaat untuk mengetahui kondisi tubuh calon ibu
memasuki persiapan persalinan, seperti fungsi ginjal, kadar hemoglobin, gula darah dan mendeteksi
adanya infeksi saluran kemih. Untuk itu Ibu dianjurkan melakukan pemeriksaan ini 19 hingga 20 hari
atau sekitar 2-3 minggu sebelum memasuki proses persalinan. Pemeriksaan laboratorium pada
trimester III, meliputi Hematology rutin, gambaran darah tepi (PBS), glukosa sewaktu, ureum,
creatinin, urin rutin, urin culture.
Di setiap trimester selalu dilakukan pemeriksaan urine karena infeksi saluran kemih pada
wanita hamil dapat menyebabkan infeksi ginjal yang akhirnya dapat berakibat keguguran atau
kelahiran prematur. Selain itu, infeksi saluran kemih akut juga sering mempengaruhi infeksi pada
dinding rongga amnion atau air ketuban, sehingga bisa menyebabkan ketuban pecah dini dan
berpotensi meningkatkan resiko infeksi pada janin.

Test laboratorium secara menyeluruh

1. Hematologi Lengkap
Pemeriksaan hematologi lengkap merupakan tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya
kelainan pada darah dan komponennya yang dapat menggambarkan kondisi tubuh secara umum.
Hematologi lengkap dapat dilakukan selama kehamilan pada trimester pertama, trimester kedua dan
saat persalinan. Tes ini diperlukan untuk mengetahui apakah hemoglobin dalam sel darah merah Ibu
normal atau terlalu sedikit yang artinya pertanda anemia. Selain itu, jumlah darah putih dan platelet
juga dihitung apakah jumlahnya normal atau mengalami peningkatan yang artinya ada indikasi bahwa
Ibu mengalami infeksi. Kelainan yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium selama
kehamilan antara lain anemia (hemoglobin rendah) yang umum terjadi pada ibu hamil, kekurangan zat
besi, kekurangan asam folat dan bahkan thalassemia yang merupakan kelainan produksi hemoglobin
yang bersifat genetik.

Tujuannya yaitu :
 Hemoglobin (Hb) bertujuan untuk mendeteksi anemia - Hb kurang dari 11 g/dl.
 Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) dapat menggambarkan ukuran dan warna sel darah merah
sehingga dapat diketahui penyebab anemia apakah karena defisiensi besi atau defisiensi asam
folat.
 Leukosit dapat mendeteksi adanya infeksi dan penyebabnya yang disebabkan oleh bakteri atau
virus, dan dapat melihat kekebalan tubuh serta potensi alergi. Kadar abnormal leukosit jika lebih
dari 15.000/ul.
 Retikulosit dapat memberi informasi lebih dini sebagai prediksi anemia dan respons sumsum
tulang terhadap suplementasi besi.
 Golongan darah A-B-O diperlukan untuk dibandingkan dengan golongan darah bayi saat lahir
apakah ada kemungkinan inkompatibilitas gol darah A-B-O yang memerlukan tindakan pada bayi.
Golongan darah juga perlu diketahui bila diperlukan transfusi pada ibu. Dilakukan pada trimester
pertama kehamilan.
 Faktor rhesus (positif atau negatif ). Perlu perhatian khusus bila rhesus istri negatif sedangkan
rhesus suami positif. Terdapat kemungkinan rhesus janin positif, sehingga dapat terjadi sensitisasi
pada darah ibu yang akan menimbulkan antibodi terhadap rhesus positif. Hal ini dapat
membahayakan janin pada kehamilan berikutnya. Untuk itu ibu hamil dengan rhesus negatif harus
diberi suntikan pada kehamilan 28 minggu untuk mengikat antibodi terhadap rhesus positif, serta
dalam 72 jam setelah melahirkan apabila bayinya rhesus positif.
 Tes penunjang hematologi lengkap lainnya adalah ferritin yang dapat menggambarkan cadangan
zat besi sebagai salah satu penyebab anemia. Ferritin dilakukan pada trimester pertama.
2. Glukosa
Pemeriksaan laboratoium selama kehamilan ini untuk mengetahui kadar glukosa (gula) dalam
darah:
 Glukosa puasa (glukosa dalam keadaan puasa 10-12 jam).
 Tes Toleransi Glukosa Oral (glukosa 2 jam setelah minum glukosa 75 gram). HbA1c
(Glycosylated hemoglobin) untuk mengetahui kadar glukosa darah rata-rata selama 3 bulan
terakhir.
Tujuannya untuk mengetahui apakah terjadi DMG (diabetes mellitus gestasional)/kencing manis
dalam kehamilan. Glukosa puasa dan tes toleransi glukosa oral dilakukan bila terdapat risiko DMG
pada trimester pertama atau saat pertama terdiagnosis hamil, atau pada usia 24-28 minggu bila tidak
ada risiko DMG.

3. Virus Hepatitis
Virus hepatitis sangat potensial untuk ditularkan kepada janin di dalam kandungan,
maka pemeriksaan laboratorium penting dilakukan selama kehamilan
 HBsAg (antigen hepatitis B), untuk mendeteksi adanya virus Hepatitis B.
 Anti HBs (antibodi hepatitis B), untuk mendeteksi apakah sudah memiliki antibodi terhadap
hepatitis B.
 Anti HCV Total (antigen hepatitis C), untuk mendeteksi adanya virus Hepatitis C.\
Virus Hepatitis B dan C dapat menyebabkan penyakit hati atau liver yang serius. Hepatitis B dapat
menular dari Ibu kepada janin selama kehamilan. Akibatnya, bayi memiliki risiko yang tinggi terhadap
timbulnya infeksi jangka panjang dan penyakit liver nantinya. Bila diketahui bahwa Ibu terinfeksi
hepatitis B atau C, Ibu akan dirujuk kepada dokter spesialis. Selain itu ketika lahir, bayi akan diperiksa
apakah telah tertular atau tidak dan mungkin akan membutuhkan imunisasi.

4. Serologi

Pemeriksaan laboratorium pada ibu hamil lainnya adalah serologi. Pada pemeriksaan marker
infeksi VDRL dan TPHA ini, ibu hamil akan dites untuk mengetahui apakah ada potensi sifilis atau
tidak. Jika ada, maka janin akan memiliki potensi untuk cacat sejak dalam kandungan. Jika ibu hamil
terdiaonosa memiliki sifilis, maka perlu dilakukan penanganan khusus lanjutan atau segera dilakukan
terapi. Sifilis yang tidak ditangani dapat menyebabkan ketidaknormalan pada bayi, bahkan pada kasus
yang lebih fatal, bayi bisa lahir dalam keadaan mati. Bila Ibu didiagnosis memiliki sifilis, Ibu akan
diberikan penisilin. Umumnya, penisilin cukup bisa melindungi janin dari tertular sifilis, namun ada
juga kasus yang mana bayi membutuhkan antibiotik setelah dia lahir. Selain itu, terapi yang
dilakukan, diantaranya :

 VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) yaitu skrining untuk penyakit sifilis.
 TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay), pemeriksaan lanjutan untuk konfirmasi
penyakit sifilis.
5. Anti HIV
Anti HIV (Antigen Human Immunodeficiency Virus) bertujuan mendeteksi adanya infeksi
virus HIVyang berpotensi menular pada janin. Jika ibu hamil terinfeksi HIV harus segera diterapi
dengan antivirus dan persalinannya dilakukan secara bedah sesar untuk mencegah bayi tertular virus
HIV. Infeksi HIV pada Ibu hamil bisa menembus ke janin selama kehamilan, saat melahirkan, atau
selama menyusui. Virus HIV merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS. Semua ibu hamil pada
‘daerah epidemi meluas’ (misalnya Papua dan Papua Barat) dianjurkan untuk tes HIV. Di luar daerah
tersebut, tes HIV wajib ditawarkan petugas kesehatan bagi ibu hamil dengan perilaku berisiko atau
mempunyai keluhan infeksi menular seksual. Ibu tidak perlu merasa khawatir atau sungkan, pihak
laboratorium atau rumah sakit biasanya menjamin kerahasiaan Anda. Bila ternyata Ibu positif HIV,
penanganan medis akan dilakukan untuk mengurangi risiko penularan HIV kepada bayi. Tes HBsAg,
Anti HCV, TORCH, VDRL, TPHA, anti HIV dilakukan pada trimester pertama kehamilan.
6. Urine (Urinalisa)
Tujuan dari pemeriksaan laboratorium ini yaitu untuk mendeteksi infeksi saluran kemih dan
kelainan lain di saluran kemih serta kelainan sistemik yang bermanifestasi di urine/air seni. Jika
infeksi di saluran kemih tidak diobati, dapat menyebabkan kontraksi dan kelahiran prematur atau
ketuban pecah dini. Tes ini dilakukan pada trimester pertama atau kedua kehamilan.
7. Hormon Kehamilan
Pemeriksaan laboratorium pada ibu hamil lainnya adalah dengan memeriksa hormon ibu
hamil. Tes ini dilakukan pada trimester pertama, yang terdiri dari pemeriksaan laboratorium :
 Hormon bHCG darah, yaitu hormon kehamilan dalam darah untuk mendeteksi kehamilan di
trimester awal yang meragukan karena belum tampak pada USG.
 Hormon Progesteron: Hormon yang mensupport kehamilan, untuk mendeteksi apakah hormon ini
cukup kadarnya atau perlu suplemen progesteron dari luar.
 Hormon Estradiol: hormon yang mensupport kehamilan, untuk mendeteksi apakah kadarnya
normal atau tidak atau untuk mendukung kehamilan itu sendiri.
Jika hormon ibu hamil tidak normal, maka dokter akan bisa memberikan rekomendasi atau cara-cara
untuk bisa menormalkan hormon tersebut
8. Virus TORCH
Pemeriksaan laboratorium yang penting selama kehamilan lainnya yaitu pemeriksaan TORCH.
TORCH adalah penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kelainan bawaan/cacat pada janin bila
ibu hamil mengidap penyakit tersebut. Pemeriksaan TORCH terdiri dari toksoplasma, rubella, CMV
dan herpes. Infeksi TORCH dapat terdeteksi dari adanya antibodi yang muncul sebagai reaksi
terhadap infeksi. terdiri dari:
- Toxoplasma IgG dan IgM: antibodi terhadap parasit toxoplasma gondii yaitu untuk
mendeteksi apakah terdapat infeksi Toxoplasma. Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit
yang disebut Toxoplasma gondi. Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai
gejala yang spesipik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala
ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau
pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil terinfeksi
Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%),
lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan,
gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan atelinga, retardasi mental,
kejang-kejang dn ensefalitis. Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena
gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh
karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang
tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta
Aviditas Anti-Toxoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang
diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif
pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter), serta
bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.

- Rubella IgG dan IgM: antibodi terhadap virus campak Jerman, untuk mendeteksi apakah
terinfeksi virus tersebut atau tidak. Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada
kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat
menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita
hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada
bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi
tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of
Obstatrician and Gynecologists, 1981). Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat
bervariasi untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila
ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan Laboratorium yang
dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata
belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan
IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan
risiko infeksi rubella bawaan.

- Cytomegalovirus (CMV) IgG dan IgM: antibodi terhadap virus Citomegalo, untuk
mendeteksi apakah terinfeksi virus CMV atau tidak. Infeksi CMV disebabkan oleh virus
Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga
herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah
satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila
infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung
mempunyai risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning,
ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Pemeriksaan laboratorium sangat
bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut
mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti
CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.

- Herpes Simplex Virus 1 IgG dan IgM: antibodi terhadap virus herpes simplex 1, untuk
mendeteksi apakah terinfeksi HSV1.

- Herpes Simplex Virus 2 IgG dan IgM: antibodi terhadap virus herpes simplex 2, untuk
mendeteksi apakah terinfeksi HSV2. Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan
oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi
yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli,
tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi
yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus) Pemeriksaan laboratorium,
yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi
bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.

Risiko yang terjadi jika tidak melakukan tes lab :

Hal yang akan terjadi apabila tidak melakukan pemeriksaan saat sedang hamil muda, yaitu tidak
terindetifikasinya virus yang sebenarnya terdapat di dalam tubuh. Dan dapat pula beresiko menderita
penyakit Preeklampsia (Hipertensi pada masa kehamilan) dan Diabetes. Berikut adalah penjelasan
uraiannya :

1. Preeklampsia
Preeklampsia adalah sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi
(hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ, misalnya kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh
tingginya kadar protein pada urine (proteinuria).

2. Diabetes
Jika seorang Ibu hamil sedang mengalami diabetes atau sebelumnya memiliki riwayat diabetes, maka
Ibu hamil tersebut membutuhkan perawatan dan penanganan khusus dari tim dokter ahli kandungan
dan diabetes. Dan apabila Ibu hamil mengalami diabetes gestasional, maka diperlukan penyesuaian
diet yang meningkatkan karbohidrat namun harus mengurangi kadar lemak dan gula yang
dikonsumsi. Dan dapat pula untuk dilakukan penyuntikan insulin yang bertujuan untuk membantu
mengontrol gula darah.

 HB Fisiologis
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu hamil tetap saja
masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan
dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007). Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi
dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan.
Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat
dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada
ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008) (Depkes, 2008). Menurut
WHO (1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL
(Basu,2010). Sedangkan menurut CDC (1998), anemia terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika
kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL sedangkan pada ibu hamil trimester 2 jika kadar Hb kurang
dari 10,5 mg/dL (Lee,2004). \

Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat di bagi menjadi 4
kategori yaitu ; Hb > 11 gr%Tidak anemia (normal), Hb 9-10 gr% Anemia ringan, Hb 7-8 gr%
Anemia sedang dan Hb <7 gr% Anemia berat. kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan
volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%.
Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat
bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah pertengahan kehamilan dan
meningkat kembali pada akhir kehamilan.(Hoffbrand, 2005) Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu
hamil sering terjadi dengan peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel darah 18%-30%
dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis hemodilusi untuk membantu meringankan kerja jantung.
Hemodulusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32-36
minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi
akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 gr%. Saat hamil
diperlukan hingga 600 mg besi untuk meningkatkan massa eritrosit dan 300 mg lagi untuk janin.
Walaupun absorpsi meningkat hanya sedikit wanita yang terhindar dari kekurangan cadangan besi
yang parah pada akhir kehamilan.(Hoffbrand, 2005)

Anemia hamil fisiologis ini adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut penurunan
konsentrasi hemoglobin (Hb) yang terjadi selama kehamilan normal. Seperti yang diketahui fisiologis
artinya sesuai dengan fungsi tubuh, sedangkan patologis artinya kelainan fungsi. Maka dari itu,
anemia fisiologis keadaan anemia yang sesuai tubuh. Volume plasma darah meningkat sekitar 1250
ml (atau 45%) di atas normal pada akhir gestasio dan walaupun massa etirosit sendiri meningkat
sekitar 25%, ini tetap mengarah pada penurunan konsentrasi Hb. Kadar Hb di bawah 10g/dl mungkin
abnormal dan memerlukan pemeriksaan. Mengapa hal ini bisa terjadi?

1. Penurunan produksi sel darah merah


Sebagaian besar hemoglobin pada bayi adalah golongan hemoglobin F dan sedikit
hemogloblin A dan A2. Pada saat lahir, hemoglobin F ini akan berkurang dan diganti dengan
hemoglobin A dan A2 yang merupakan hemoglobin yang sesuai untuk anak dan dewasa.
Proses peralihan ini terjadi mencapai titik terendsh saat usia 6-8 minggu.
2. Waktu hidup yang pendek
Hemoglobin F memiliki waktu hidup yang relatif pendek
3. Hemoilusi (Pengenceran) karenan peningkatan berat badan
Peningkatan berat badan/ pertumbuhan meningkatkan volume darah dalam tubuh. Keadaan
ini teradi pada usia 8-12 minggu setelah kelahiran.
Pada bayi prematur maka nilai Hb bisa lebih rendah untuk dikatakan fisiologis. Nilai Hb yang
termasuk kategori fisiologis adalah

1. Bayi cukup bulan (lahir pada 37 minggu- <42 minggu usia kehamilan) Hb 9-11 g/dl
2. Baru prematur (lahir pada <37 minggu usia kehamilan) 7-9 g/dl

G. Ultrasonografi

Ultrasonografi merupakan salah satu teknologi kesehatan yang bermanfaat untuk


meningkatkan pelayanan kesehatan. Ultrasonografi atau disingkat USG adalah suatu kaidah
pemeriksaan tubuh menggunakan gelombang bunyi pada frekuensi tinggi. Teknologi USG tidak asing
bagi kaum ibu karena mereka biasanya menggunakannya pada masa kehamilan untuk memonitor
keadaan janin dalam kandungan. USG ini adalah salah satu aplikasi teknologi radar dan telah ada
sejak puluhan tahun lalu. Lebih jauh kea rah medis, USG medis (sonografi) dapat diartikan sebagai
sebuah teknik diagnostik pencitraan menggunakan suara ultra yang digunakan untuk mencitrakan
organ internal dan otot, struktur, dan luka patologi, sehingga teknik ini berguna untuk memeriksa
organ. Namun biasanya sonografi obstetrik digunakan ketika masa kehamilan.

Pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara dengan frekuensi 1-10 MHz. Pilihan frekuensi
menentukan resolusi gambar dan penembusan ke dalam tubuh pasien. Gelombang suara frekuensi
tinggi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang terdapat dalam suatu alat yang disebut
transducer/probe. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal akan menimbulkan tegangan
listrik dimana fenomena ini disebut efek Piezo electric. Bentuk kristal juga akan berubah bila
dipengaruhi oleh medan listrik. Kristal akan mengembang dan mengkerut sesuai dengan pola medan
listrik yang melaluinya sehingga dihasilkan gelombang suara frekuensi tinggi.

Salah satu contoh ultrasonografi adalah Sonografi obstetric yang digunakan oleh dokter spesialis
kebidanan untuk memperkirakan usia kandungan, memperkirakan hari persalinan dan juga dapat
membantu melihat adanya kelainan pada kandungan/janin.

A. Peralatan Yang Digunakan

1. Transduser

Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti
dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transduser terdapat
kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transduser.
Gelombang yang diterima masih dalam bentuk gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga
fungsi kristal disini adalah untuk mengubah gelombang tersebut menjadi gelombang elektronik yang
dapat dibaca oleh komputer sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.

2.Monitor yang digunakan dalam USG

3. Mesin USG

Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data yang diterima dalam
bentuk gelombang. Mesin USG adalah CPUnya USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-
komponen yang sama seperti pada CPU pada PC cara USG merubah gelombang menjadi gambar

B. Metode Pemeriksaan

Dalam pemeriksaan kandungan dengan USG, ada dua metode yang lazim ditempuh. Pertama, metode
transabdominal. Metode ini paling dikenal karena ditemukan lebih dahulu. Dokter akan mengoleskan
semacam jelly di perut lalu menggerakan Transducer untuk memperoleh gambaran yang dikehendaki.
Secara sederhana, jelly berfungsi mempertinggi kemampuan mesin USG untuk mengantarkan
gelombang suara. Metode kedua adalah transvaginal. Pada metode ini, Transducer dimasukkan ke
vagina. Dengan cara ini, gambar yang di hasilkan lebih jelas karena resolusi yang lebih tinggi.
Maklum, obyek yang diperiksa berada lebih dekat dengan Transducer ketimbang pada metode
transabdominal. Sebagai catatan, metode transvaginal dijamin tidak berefek negatif apa pun utnuk
wanita hamil dan janin yang dikandungnya. Prosedur pemeriksaan dengan meyode ini memakan
waktu sekitar 15 menit. Selama pemeriksaan, pasien dapat menyaksikan gambar-gambar bayinya
melalui monitor.

Pemeriksaan USG tidak ada kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan
memperburuk penyakit penderita. USG juga tidak berbahaya bagi janin karena USG tidak
mengeluarkan radiasi gelombang suara yang bisa berpengaruh buruk pada otak si jabang bayi. Hal ini
berbeda dengan penggunaan sinar rontgen. USG baru berakibat negatif jika telah dilakukan sebanyak
400 kali. Dampak yang timbul dari penggunaan USG hanya efek panas yang tak berbahaya bagi ibu
maupun bayinya. Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya,
sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh.
Jadi, jelas bahwa dalam penggunaan USG untuk menegakkan diagnosa medis tidak memiliki kontra
indikasi atau efek samping terhadap pasien.

Berikut ini adalah pemaparan dari dr. Ivan R. Sini, MD,FRANZCOG, GDRM, SpOG dari
Rumah Sakit Bunda di Jakarta.

Ultrasonografi (USG) adalah suatu alat yang digunakan untuk memotret atau merekam gambar hidup
janin untuk mendiagnosa kondisi atau kelainan penyakit pada janin. Secara harfiah USG berarti
pengambilan gambar dengan gelombang suara ultra, yaitu gelombang suara dengan frekuensi 20.000
Hertz yang dipancarkan secara menyebar. USG berperan sangat penting dalam perkembangan medis.
Seiring kemajuan zaman, perkembangan USG juga makin canggih. Dulu pergerakan janin yang
terlihat di monitor masih dalam bentuk gerakan patah-patah. Tapi sekarang dengan resolusi yang lebih
detail akan tampak gerakan janin yang lebih halus (smooth), fluently, dan setiap slice (lapis) bisa
dilihat lebih jelas sehingga fungsi medisnya juga lebih baik. Bagi dokter, kemajuan teknologi USG
dapat menajamkan akurasi pemeriksaan.

C. Tujuan USG (Ultrasonografi)

Ultrasonografi (USG) mempunyai tujuan yaitu untuk mendeteksi kelainan pada janin dan
masalah yang mungkin muncul sejak proses kehamilan sampai akhir kehamilan. Pada trimester
satu merupakan tahap awal untuk melihat janin sudah terbentuk atau belum, jantung sudah ada atau
belum dan panjang janin.

Ada beberapa opsi yang bisa dipantau yaitu:

- Usia kandungan 12 minggu untuk mengetahui apakah ada kelainan atau tidak seperti down
syndrome yang dapat dideteksi dengan mengukur tebal tengkuk janin dan bisa dikombinasikan
dengan pemeriksaan darah (triple test).

- Usia 5 bulan untuk mengetahui kelainan yang sifatnya anatomis seperti kelainan bibir sumbing,
otak, jantung dan lain-lain.

- Usia 7 bulan untuk mengetahui apakah ada masalah dengan pertumbuhan.


Trimester dua sudah dapat melihat janin secara utuh, semua organ janin sudah terbentuk, jumlah jari
ada berapa, klep jantung ada berapa, apakah ada kelainan otak, dan sebagainya. Dan trimester tiga
sudah lengkap, biasanya untuk melihat pertumbuhan secara keseluruhan sesuai Indikasi. Saat dokter
melakukan USG untuk memantau kehamilan, ibu hamil harus mengerti bahwa USG dilakukan sesuai
indikasinya.

Ada fase tertentu seperti fase 12 minggu, 20 minggu, 28 minggu yang memerlukan pemeriksaan
khusus seperti dengan alat USG 4D. Keistimewaan 4D selain dapat melihat janin dengan baik, juga
memiliki daya tangkap terhadap kelainan janin yang lebih jelas. Misalnya, bisa melihat gambar muka
dengan jelas.
Selain USG, dapat juga digunakan alat yang namanya Efek Doppler untuk mendeteksi denyut jantung
janin. Tapi alat sederhana yang familiar dan sejak dulu dipakai, bahkan sampai sekarang adalah
tangan dokter atau bidan yang ahli tentunya. Misalnya, dengan meraba tinggi rahim menggunakan
tangan untuk mengetahui perkembangan janin.

D. Manfaat USG (Ultrasonografi)

Pemeriksaan USG (ultrasonografi) adalah salah satu metode skrining untukmemeriksa kehamilan
yang dianggap aman, non-invasif, akurat dan efektif.

USG kehamilan antara lain bermanfaat sebagai berikut:

1. Diagnosis dan konfirmasi awal kehamilan.

Dengan pemindaian USG, embrio dapat diamati dan diukur pada usia lima setengah minggu. Bila
terjadi perdarahan pada trimester pertama, USG sangat diperlukan untuk diagnosis awal kehamilan
ektopik (kehamilan di luar rahim) dan kehamilan molar/anggur (kehamilan yang disertai tumor).

2. Melihat posisi dan kondisi plasenta.

Plasenta yang menghalangi jalan lahir (plasenta previa) dapat menyulitkan proses kelahiran bayi.
Plasenta yang memiliki kelainan dalam kondisi seperti diabetes dan hidrops janin (cairan berlebihan
di dua atau lebih bagian tubuh seperti toraks, abdomen atau kulit yang biasanya terkait dengan
penebalan plasenta) juga bisa dilihat melalui USG.

3. Memeriksa denyut jantung janin.

Denyut jantung janin bisa dilihat dan dideteksi pada umur kehamilan 6 minggu dan menjadi jelas pada
7 minggu. Jika denyut jantung teramati, kemungkinan kehamilan berlanjut adalah lebih dari 95
persen. Denyut jantung janin cenderung bervariasi mengikuti usia kehamilan. Denyut jantung pada 6
minggu adalah sekitar 90-110 denyut per menit (dpm) dan pada 9 minggu menjadi 140-170 dpm.
Pada usia 5-8 minggu, bradikardia (denyut kurang dari 90 dpm) seringkali berkaitan dengan risiko
tinggi keguguran.

4. Mengetahui bila Anda memiliki lebih dari satu bayi (kembar).

Kehamilan kembar meningkatkan risiko hambatan pertumbuhan janin, persalinan prematur, plasenta
lepas (abruptio placenta), kelainan bawaan, morbiditas dan kematian perinatal. Kehamilan kembar
terdeteksi selama ultrasonografi rutin di minggu 18 sampai 20.

5. Menghitung usia kehamilan dan berat janin.

Ukuran tubuh janin mencerminkan usia kehamilan. Dengan mengetahui usia kehamilan, hari
perkiraan lahir juga dapat dihitung lebih akurat. Hubungan yang erat antara ukuran janin dan usia
kehamilan terutama berlaku pada awal kehamilan. Untuk itu, pengukuran-pengukuran berikut dapat
dilakukan dengan USG:

Crown-rump Length (CRL). CRL adalah istilah untuk panjang antara bokong dan ujung kepala janin.
Pengukuran CRL dilakukan pada janin berusia 7-12 minggu dan memberikan perkiraan yang sangat
akurat mengenai usia kehamilan. Setelah usia kehamilan 12 minggu, CRL tidak lagi akurat mengukur
usia janin, sehingga pengukuran lain diperlukan.

Biparietal Diameter (BPD). Diameter antara 2 sisi kepala, yang diukur setelah bayi berusia di atas 12
minggu. Diameter kepala bayi meningkat dari sekitar 2,4 cm di usia 13 minggu menjadi sekitar 9,5
cm pada saat kelahiran. Dua bayi dengan berat yang sama dapat memiliki ukuran kepala berbeda
sehingga BPD di tahap akhir kehamilan umumnya dianggap tidak dapat diandalkan.
Femur Length (FL). Mengukur panjang tulang paha yang mencerminkan pertumbuhan memanjang
janin. FL meningkat dari sekitar 1,5 cm di 14 minggu menjadi sekitar 7,8 cm pada akhir
kehamilan. Kegunaan FL mirip dengan BPD.

Abdominal Circumverence (AC). Mengukur lingkar perut ibu. Ini adalah pengukuran yang paling
penting pada akhir kehamilan, namun lebih mencerminkan ukuran dan berat janin daripada usianya.

AC, BPD dan FL digabungkan dalam rumus untuk memperkirakan berat badan janin. Mesin USG
langsung menghitung secara otomatis perkiraan berat janin, yang formulanya antara lain adalah : 1,4
BPD X FL X AC (semua dalam cm) – 200 = berat janin.

6. Mendiagnosis kelainan janin.

Banyak kelainan struktural janin seperti malformasi janin (anensefali, spina bifida, dll), kelainan
jantung, dan hidrosefalus dapat didignosis dengan USG yang biasanya dilakukan sebelum 20
minggu. Sejumlah kecil masalah dapat diobati sebelum bayi Anda lahir. USG dapat menunjukkan
beberapa masalah perkembangan bayi, tetapi tidak semua. Beberapa masalah bayi mungkin baru
berkembang setelah 20 minggu dan beberapa mungkin tidak terlihat melalui USG. Inilah sebabnya,
pada sejumlah kecil kasus, bayi lahir dengan masalah meskipun tidak ada masalah yang terlihat
selama pemindaian. Mengetahui masalah sebelum kelahiran dapat membantu Anda mempersiapkan
diri dan menyusun rencana perawatan setelah bayi lahir. Bayi Anda mungkin perlu dilahirkan di
rumah sakit berbeda yang menyediakan staf dan fasilitas khusus yang diperlukan bayi Anda.

7. Memeriksa jumlah cairan ketuban.

Jumlah cairan ketuban terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat dengan jelas digambarkan oleh
USG. Kedua kondisi ini dapat berdampak merugikan pada janin:

Polihidramnion (kelebihan cairan ketuban) dapat mengakibatkan sesak nafas berat pada ibu dan
persalinan prematur. Faktor risiko termasuk diabetes ibu yang tidak terkontrol, kehamilan kembar,
isoimunisasi, dan malformasi janin.

Oligihidramnion (kekurangan cairan ketuban) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini sering
terkait dengan kelainan bawaan pada saluran kemih, hambatan pertumbuhan janin dan berat janin
kurang.

8. Mengetahui jenis kelamin bayi.

Jenis kelamin bayi tidak memiliki signifikansi medis. Namun, banyak calon orangtua yang sangat
ingin tahu jenis kelamin bayinya sebelum lahir. Beberapa faktor seperti tahap kehamilan dan posisi
janin dapat mempengaruhi keakuratan prediksi gender. Anda dapat mengetahui usia janin melalui
USG dengan akurasi 95% lebih pada minggu 18 sampai 20. Dalam sebuah penelitian, USG hanya
mengidentifikasi jenis kelamin dengan benar pada 46 persen janin berusia 12 minggu dan 80 persen
pada janin berusia 13 minggu. Di usia 13 minggu, bayi Anda masih dapat meringkuk dan melakukan
akrobatik sehingga mendapatkan sudut yang tepat bisa sangat sulit.

E. Persiapan dan pelaksanaan

Sebelum melakukan pemeriksaan USG ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh pasien
yaitu :

Penderita obstipasi sebaiknya diberikan laksatif di malam sebelumnya.

Untuk pemeriksaan organ-organ di rongga perut bagian atas, sebaiknya dilakukan dalam keadaan
puasa dan pada pagi hari dilarang makan dan minum yang dapat menimbulkan gas dalam perut karena
akan mengaburkan gambar organ yang diperiksa.
Untuk pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa sekurang-kurangnya 6 jam sebelum
pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal.

Untuk pemeriksaan kebidanan dan daerah pelvis, buli-buli harus dalam keadaan penuh.

Setelah dilakukan persiapan seperti diatas, maka pelaksanaannya pun di mulai. Caranya adalah
sebagai berikut :

1. Lakukan informed consent.

2. Anjurkan untuk puasa makan dan minum 8-12 jam sebelum pemeriksaan USG aorta abdomen,
kandung empedu, hepar, limpa, dan pankreas.

3. Oleskan jelly konduktif pada permukaan kulit yang akan dilakukan USG.

4. Transduser dipegang dengan tangan dan gerakkan ke depan dan ke belakang di atas permukaan
kulit.

5. Lakukan antara 10-30 menit.

6. Premedikasi jarang dilakukan, hanya bila pasien dalam keadaan gelisah.

7. Pasien tidak boleh merokok sebelum pemeriksaan untuk mencegah masuknya udara.

8. Pada pemeriksaan obstetrik (trimester pertama dan kedua), pelvis, dan ginjal, pasien dianjurkan
untuk minum empat gelas air dan tidak boleh berkemih. Sementara untuk trimester ketiga,
pemeriksaan pada pasien dilakukan pada saat kandung kemih kosong.

F. Cara Membaca Hasil USG

Foto USG terdiri dari beberapa tabel atau angka-angka yang diukur dari pengukuran dokter terhadap
tungkai lengan, kaki, dan diameter kepala. Semua itu bisa menghasilkan rumus yang menunjukkan
berapa berat janin di dalam kandungan. Beberapa istilah yang umum ada di hasil foto USG antara
lain:
1. GA = Gestational Age. Ini menunjukkan perkiraan umur kehamilan Anda, berdasarkan panjang
tungkai lengan, tungkai kaki ataupun diameter kepala. Jika salah satu dari GA di foto USG Anda
menunjukkan besaran yang tidak normal, dokter langsung bisa mendeteksinya sebagai kelainan.
Terutama GA di bagian kepala.
2. GS: Gestational Sac. Yaitu ukuran kantung kehamilan, berupa bulatan hitam. Ini biasanya muncul
pada hasil foto USG trisemester awal.
3. CRL: Crown Rump Length. Yaitu ukuran jarak dari puncak kepala ke ‘ekor’ bayi. Ini juga biasa
digunakan dokter untuk mengukur janin di usia kehamilan trisemester awal.
4. BPD: Biparietal diameter. Ini adalah ukuran tulang pelipis kiri dan kanan. Biasa digunakan untuk
mengukur janin di trisemester 2 atau tiga
5. FL: Femur Length. Merupakan ukuran panjang tulang paha bayi.
6. HC: Head Circumferencial atau lingkaran kepala.
7. AC: Abdominal Circumferencial. Ukuran lingkaran perut bayi. Jika dikombinasikan dengan BPD
akan menghasilkan perkiraan berat bayi.
8. FW: Fetal weight atau berat janin.
9. F-HR: Fetal Heart Rate atau frekuensi jantung bayi
H. HEMATOLOHI PADA MASA KEHAMILAN

I. DEFINISI HEMATOLOGI

Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan
penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah.

Hematologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang darah dan aspeknya pada keadaan
sehat atau sakit dalam keadaan normal volume darah manusia ± 7-8 % dari berat badan. (Lauralee
Sherwood : 2001).

a. Definisi Darah dan Komponennya :

o Darah adalah kendaraan atau medium untuk transportasi massal jarak jauh berbagai bahan antara
sel-sel itu sendiri (Lauralee Sherwood : 2001).

o Plasma adalah suatu caiaran kompleks yang berfungsi sebagai medium transportasi untuk zat-zat
yang diangkut dalam darah. (Lauralee Sherwood : 2001).

o Leukosit adalah unit pertahanan tubuh. (Lauralee Sherwood : 2001).

o Trombosit adalah jenis unsure sel ke-tiga yang terdapat didalam darah. (Lauralee Sherwood :
2001).

b. Fungsi Darah :

a) Sebagai alat pengangkut yaitu :

 Mengambil O2 di paru_paru untuk diedarkan keseluruh jaringan


 Mengangkat CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru
 Mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan keseluruh jaringan atau alat tubuh
 Mengangkat dan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh melalui kulit dan ginjal.

b) Sebagai pertahanan tubuh

c) Menyebarkan panas keseluruh tubuh.

II. PERUBAHAN-PERUBAHAN PADA WANITA HAMIL

Selama hamil, terjadi perubahan pada sistem tubuh wanita, diantaranya terjadi perubahan pada sistem
reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem musculoskeletal, sistem endokrin, sistem
kardiovaskuler, sistem hematologi, dan perubahan pada tanda-tanda vital. Pada masa postpartum
perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi seperti saat sebelum hamil. Adapun
perubahannya adalah sebagai berikut :

1. Perubahan Hematologi

Terjadi peningkatan eritrosit sebesar 18% dan terjadi peningkatan volume plasma sebesar 45%.
Dengan demikian maka terjadi penurunan hitung eritrosit per mililiter dari 4.5 juta menjadi 3.8 juta.
Dengan semakin bertambahnya usia kehamilan, volume plasma semakin menurun dan hitung eritrosit
menjadi sedikit meningkat sehingga kadar hematokrit selama kehamilan menurun namun sedikit
meningkat menjelang aterm.

PACKED CELL VOLUME PERSENTASE


Non – pregnant 40 – 42

Minggu ke 20 39

Minggu ke 30 38

Minggu ke 40 40

Mean Cell Haemoglobin Concentration pada keadaan non pregnant adalah 34% yang berarti bahwa
setiap 100 ml eritrosit mengandung 34 g haemoglobin. Nilai ini selama kehamilan tidak berubah
dengan demikian maka nilai volume eritrosit total dan haemoglobin total meningkat selama
kehamilan. Peningkatan volume plasma menyebabkan penurunan kadar haemoglobin.

Selama masa kehamilan kadar haemoglobin turun sampai minggu ke 36. Penurunan ini mulai terlihat
pada minggu ke 12 dan nilai minimum terlihat pada minggu ke 32. Terlihat dari data diatas bahwa
tidak ada satu nilai normal yang dapat ditemukan selama kehamilan. Fakta ini penting dalam
menegakkan diagnosa anemia dalam kehamilan. Pada minggu ke 30, kadar haemoglobin sebesar
10.5g/l adalah normal, namun nilai tersebut pada minggu ke 20 meunjukkan adanya anemia.

Zat Besi

Dengan peningkatan jumlah eritrosit, kebutuhan akan zat besi dalam proses produksi hemoglobin
meningkat. Bila suplemen zat besi tidak diberikan, kemungkinan akan terjadi anemia defisiensi zat
besi. Kebutuhan zat besi pada paruh kedua kehamilan kira-kira 6–7 mg/hari. Bila suplemen zat besi
tidak tersedia, janin akan menggunakan cadangan zat besi maternal. Sehingga anemia pada neonatus
jarang terjadi ; akan tetapi defisiensi zat besi berat pada ibu dapat menyebabkan persalinan preterm,
abortus, dan janin mati.

Leukosit

Terjadi kenaikan kadar leukosit selama kehamilan dari 7.109 / l dalam keadaan tidak hamil menjadi
10.5.109 / l. Peningkatan ini hampir semuanya disebabkan oleh peningkatan sel PMN –
polimorfonuclear. Pada saat inpartu, jumlah sel darah putih ini akan menjadi semakin meningkat lagi.

Trombosit

Pada kehamilan terjadi thromobositopoeisis akibat kebutuhan yang meningkat. Kadar prostacyclin
(PGI2) sebuah “platelet aggregation inhibitor” dan Thromboxane (A2) sebuah perangsang aggregasi
platelet dan vasokonstriktor meningkat selama kehamilan.
Nilai rata – rata selama awal kehamilan adalah 275.000 / mm3 sampai 260.000 / mm3 pada minggu
ke 35. Mean Platelet Size sedikit meningkat dan life span trombosit lebih singkat.

2. Perubahan Volume Darah

Dalam keadaan tidak hamil maka 70% dari berat badan adalah air, yaitu :

 5% diantaranya adalah cairan intravascular


 70% adalah cairan intraseluler
 Sisanya adalah cairan interstisial

Dalam kehamilan, cairan intraseluler tidak berubah namun terjadi peningkatan volume darah dan
cairan interstitsiil. Peningkatan volume plasma lebih besar dibandingkan peningkatan sel darah merah
sehingga terjadi anemia dan peningkatan kadar protein sehingga kekentalan (viskositas) darah
menurun.

3. Perubahan Vaskular Lokal

Perubahan lokal terlihat jelas pada tungkai bawah dan akibat tekanan yang ditimbulkan oleh uterus
terhadap vena pelvik. Oleh karena 1/3 darah dalam sirkulasi berada dalam tungkai bawah maka
peningkatan tekanan terhadap vena akan menyebabkan varises dan edema vulva dan tungkai. Keadaan
ini lebih sering terjadi pada siang hari akibat sering berdiri. Keadaan ini cenderung untuk reversibel
saat malam dimana pasien berada dalam keadaan berbaring : edema akan direabsorbsi – venous return
meningkat dan output ginjal meningkat sehingga terjadi nocturnal diuresis. Bila pasien dalam keadaan
telentang, tekanan uterus terhadap vena akan juga meningkat sehingga aliran balik ke jantung
menurun dan terjadi penurunan cardiac output.

Suatu contoh ekstrim terjadi saat uterus menekan vena cava dan menurunkan CO sehingga pasien
terengah-engah dan dapat menjadi tidak sadarkan diri. Dapat terjadi sensasi nause dan gejala muntah.

4. Sistem Pembekuan Darah

Kehamilan disebut sebagai hipercoagulable state. Terjadi peningkatan kadar fibrinogen dan faktor VII
sampai X secara progresif. Kadar fibrinogen dari 1.5 – 4.5 g/L (tidak hamil) meningkat dan sampai
akhir kehamilan mencapai 4 – 6.5 g/L. Sintesa fibrinogen terus meningkat akibat meningkatnya
penggunaan dalam sirkulasi uteroplasenta atau sebagai akibat tingginya kadar estrogen. Faktor II, V
dan XI sampai XIII tidak berubah atau justru malah semakin menurun.

III. GANGGUAN HEMATOLOGI PADA KEHAMILAN

Kehamilan memberi stress berat pada system hematologi dan pemahaman mengenai perubahan
fisiologi yang diakibatkannya.Gangguan-gangguan hematologi yang muncul pada kehamilan, yaitu :
anemia herediter ,trombositopenia imonologis bahkan keganasan seperti leukemia dan
linfama. Pada kasus-kasus lain kelainan timbul selama kehamilan akibat perubahan
kebutuhan,misalnya anemia defisiensi besi dan anemia megalo blastik.

A. Anemia

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah dalam sirkulasi darah atau massa
hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh
jaringan (Tarwoto, dkk, 2007 : 30).

Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada
trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia yang terkait
dengan kehamilan hampir 95% adalah anemia defisiensi besi (Varney, 2002).

 Patofisiologi

Sirkulasi ke Penambahan
Perubahan Massa eritrosit
plasenta dan zat-zat yang
hematologi < plasma darah
payudara dibutuhkan

Frekuensi
Penurunan Penurunan
anemia 10-
hemogoblin hematokrit
20%
 Kadar Hemoglobin Menurut WHO

Adapun kadar Hb menurut WHO pada perempuan dewasa dan ibu hamil adalah sebagai berikut:

Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa dan Ibu Hamil Menurut WHO

Jenis Kelamin Hb Normal Hb Anemia Kurang Dari


(gr/dl)

Lahir (aterm) 13.5-18.5 13.5

Perempuan dewasa tidak hamil 12.0-15.0 12.0

Perempuan dewasa hamil:

Trimester Pertama : 0-12 11.0-14.0 11.0


minggu

Trimester Kedua : 13-28 minggu 10.5-14.5 10.5

Trimester ketiga : 29 aterm 11.0-14.0 11.0

(Tarwoto, 2007:64)

Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar & Soebroto (2009), adalah sebagai berikut:

1) Anemia Defisiensi Besi (62 %)

Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.

Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil
anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual
muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III.

Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai berikut:

a) Hb 11 gr% : Tidak anemia

b) Hb 9-10 gr% : Anemia ringan

c) Hb 7 – 8 gr% : Anemia sedang

d) Hb < 7 gr% : Anemia berat

Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari,
sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan
massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.

Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan
3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan
dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga
kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
2) Anemia Megaloblastik (29,0 %)

Anemia yang disebabkan karena defesiensi vitamin B12 dan asam folat. Kebutuhan folat meningkat
sekitar 2x lipat pada kehamilan dan kadar folat serum turun sampai sekitar separuh kisaran normal
dengan penurunan yang kurang dramatis dalam folat eritrosit. Mengingat efek protektif folat terhadap
defek tabung saraf, asam folat 400µgr tiap hari harus dimakan sekitar saat konsepsi dan sepanjang
kehamilan. Defisiensi vit B12 jarang terjadi selama kehamilan walaupun kadar vit1 B12 serum turun
dibawah normal pada 20-30% kehamilan dan kadar yang rendah kadang-kadang merupakan penyebab
kebingungan dalam penengakan diagnosis.

-Gejala-gejalanya :

a. Malnutrisi

b. Glositis berat (lidah meradang, nyeri)

c. Diare

d. Kehilangan nafsu makan

3) Anemia Hipoplastik (8,0 %)

Anemia yang disebabkan oleh sum-sum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Anemia
ini terjadi pada sekitar 8% kehamilan. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan belum diketahui
dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar rontgen, racun dan obat - obatan. Terapi
dengan obat-obat penambah darah tidak memberi hasil, maka satu - satunya cara untuk memperbaiki
keadaan penderita yaitu dengan transfusi darah, yang perlu sering diulang beberapa kali
(Wiknjosastro, 2005).

4) Anemia Hemolitik (0,7 %)

Anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari
pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan,
kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital. Anemia ini terjadi
pada sekitar 0,7% kehamilan. Pengobatan tergantung pada jenis anemia himolitik serta penyebabnya.
Bila disebabkan oleh infeksi, maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah.
Namun pada jenis obat-obatan, hal ini tidak memberihasil.

Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, Apabila dia hamil maka anemianya bisa
menjadi lebih berat. Kehamilan dapat juga krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak
mengalami anemia (Winkjosastro, 2005).

 Dampak Anemia pada Kehamilan dan Janin

Pengaruh Anemia pada Kehamilan

1. Bahaya Selama Kehamilan

 Dapat terjadi abortus


 Persalinan prematuritas
 Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim
 Ketuban pecah dini (KPD)
 Mudah terjadi infeksi dan sepsispuer peralis
 Lemah dan anoreksia
 Pendarahan
 Pre eklamsi dan eklamsi

2. Bahaya Saat Persalinan

 Gangguan HIS- kekuatan mengejang


 Kala pertama dapat berlangsung lama, dan terjadi partus terlantar
 Kala kedua berlangsung lama hingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan
operasi kebidanan
 Kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonea uteri
 Kala empat dapat terjadi perdarahan postpartum sekunder dan atonia uteri

3. Pengaruh Anemia Tehadap Janin

Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan adanya
anemia maka akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim.

Akibat adanya anemia pada ibu, maka dapat terjadi gangguan pada janin dalam bentuk:

 Abortus
 Terjadi kematian intrauterine
 Persalinan prematuritas tinggi
 Berat badan lahir rendah
 Kelahiran dengan anemia
 Dapat terjadi cacat bawaan
 Bayi mudah terserang infeksi sampai kematian perinatal
 Intelegensi rendah (cacat otak)
 Kematian neonatal
 Asfiksia intra partum

 Pencegahan Anemia Kehamilan

Nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya anemia jika sedang hamil. Makan
makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaunan hijau, daging merah dan kacang
tanah) dapat membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk
berfungsi dengan baik. Pemberian vitamin untuk memastikan bahwa tubuh memiliki cukup zat besi
dan folat. Pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat setiap hari. Jika mengalami anemia
selama kehamilan, biasanya dapat diobati dengan mengambil suplemen zat besi. Pastikan bahwa
wanita hamil diperiksa pada kunjungan pertama kehamilan untuk pemeriksaan anemia (Proverawati,
Atikah, 2011 : 137).

B. Trombositopenia

Kehamilan normal dapat disertai dengan penurunan konsentrasi trombosit fisiologis.biasanya nyata
pada trimester III. Trombositopenia merupakan keadaan dimana jumlah trombosit mengalami
penurunan. Hitung trombosit yang rendah pada kehamilan mungkin secara klinis dapat bersifas
idiopatik atau lebih sering disebabkan oleh suatu penyakit akut seperti anemia, pre eklamsi dan
eklamsi, perdarahan, koagulopati konsumtif dll. Menurut George sejumlah besar obat dan makanan
dapat meningkatkan kejadian disfungsi trombosit. Pemakaian kokain meningkatkan insiden
trombositopenia pada wanita hamil sebesar 6%.
Pengobatannya adalah dengan steroid, immunoglobin G intravena, dan splenektomi.

C. Hemostasis dan Trombositosis Selama Kehamilan

Kehamilan menyebabkan suatu keadaan hiperkoagulabel yang disertai dengan peningkatan resiko
tromboembolisme dan koagulasi intra vascular diseminata. Terdapat peningkatan factor-faktor VII, X,
serta fibrinogen plasma, dan fibrinolisis mengalami penekanan. Perubahan-perubahan ini berlangsung
sampai dengan 2 bulan masa nifas dan insidensi thrombosis selama periode ini meningkat.

Sumber :

Asuhan Kebidahan Kehamilan, Ai Yeyeh Rukiah S.Si.T, MKM

Buku hematologi perpus

Buku Keperawatan Maternitas …

Você também pode gostar