Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
KEPERAWATAN MATERNITAS
Kelompok 2 :
Triyono 17107110
Clara Septi Amanda 1710711066
Umi Nurahmah 1710711111
Nurhidayah P 1710711113
Tri Andhika Dessy Wahyuni 1710711138
Tiyas Putri Widjayanti 1710711144
Mugiya Sayida 17107111
Pengertian
Pemeriksaan fisik merupakam peninjauan dari ujung rambut sampai ujung kaki pada system
tubuh yang memberikan informasi objektif tentang kelien dan memungkinkan perawat untuk
membuat penilaian klinis. Keakuratan pemeriksaan fisik mempengaruhi pemilihan terapi yang
diterima kelien dan penentuan respon terhadap terapi tersebut.
Pemeriksan fisik adalah pemerikaan tubuh kelien secara keseluruhan atau hanya bagian
tertentu yang dianggap perlu, untuk memperoleh data yang sistematik dan komprehensip,
memestikan/mebuktikan anamnesa, menentukan masalah dan merencanakan tindakan keperawatan
yang tepat bagi kelien.
Pemeriksaan fisik adalah komponen pengkajian kesehatan yang bersifat objektif yang
dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada tubuh pasien dengan melihat keadaan pasien
(inspeksi), meraba suatu sistem atau organ yang hendak diperiksa (perkusi), mengetuk suatu sistem
atau organ yang hendak diperiksa (palpasi), dan mendegarkan menggunakan stetoskop (auskultasi).
1. Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan tahap awal yang dilakukan dengan wawancara dan dapat
membantu menegakkan diagnosa hingga 80%, anamnesis ini bersifat subjektif. Tujuannya untuk
menegakkan gambaran kesehatan pasien secara umum, dan mengetahui riwayat penyakit pasien.
Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien (autoanamnesis) atau terhadap keluarga atau
kerabat terdekat pasien (hetero/alloanamnesis).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum, tanda vital, menilai status mental dan
cara berfikir, juga menilai langsung sistem atau organ yang berkaitan dengan keluhan pasien dengan:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu diagnosa ketika anamnesis dan pemeriksaan fisiknya
belum mendapatkan hasil. Dan juga dapat dilakukan untuk memastikan diagnosa meskipun anamnesi
dan pemeriksaan fisiknya sudah mencapai titik terang.
3. Pemeriksaan wajah
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat apakah pucat, sianosis atau ikterik. Pucat
kemungkinan adanya insufisiensi aorta atau anemia, sianosis mungkin terjadi pada pasien
dengan cacat jantung bawaan dan ikterik mungkin dapat disebabkan oleh hepatitis atau
tumor pankreas. Warna kemerahan pada wajah seperti kupu-kupu terdapat pada pasien
lupus/Systemic Lupus Erythematosus.
Penampilan wajah sering merupakan tanda patognomonis suatu penyakit tertentu,
misalnya facies leonina yang terjadi pada pasien kusta/lepra (Morbus Hansen). Wajah
mongoloid terdapat pada pasien Down Syndrome. Penyakit Parkinson sangat khas
ditandai adanya wajah tanpa ekspresi/ wajah topeng. Adanya asimetri wajah
menunjukkan kemungkinan adanya kelumpuhan pada syaraf kranialnervus fasialis (N.
VII) pada pasien stroke atau Bells palsy (wajah tertarik pada sisi sehat). Asimetri pada
wajah dapat mengarahkan adanya kelainan pada kelenjar parotis akibat parotitis ataupun
tumor pada parotis.
Gambar 2.Kiri : facies mongoloid pada Down Syndrome, kanan : paralisis nervus facialis
pada Bells Palsy
b. Palpasi
Palpasi wajah menilai adakah tonjolan tulang? Adakah massa/tumor? Adakah nyeri
tekan? Adakah krepitasi?
c. Perkusi (CHVOSTEK’ SIGN)
Pemeriksaan ini patognomonis untuk tetani, yaitu dengan melakukan ketokan ringan pada
cabang nervus fasialis, tepat atau sedikit di bawah arkus zigomatikus (di depan liang
telinga luar), yang akan menimbulkan kontraksi atau spasme otot-otot fasialis (sudut
mulut, ala nasi sampai seluruh muka) pada sisi yang sama. Ini disebabkan kepekaan
berlebihan dari nervus fasialis.
4. Pemeriksaan mata
a. Inspeksi
Pemeriksaan mata meliputi :
-Pemeriksaan posisi dan kesejajaran mata dengan cara pasien diminta melihat pada suatu
obyek kemudian mata pasien diminta mengikuti pergerakan obyek.
-Pemeriksaan konjungtiva dengan cara membuka palpebra inferior.
-Pemeriksaan sklera dengan cara membuka palpebra superior.
- Pemeriksaan pupil dilakukan dengan memberikan cahaya pada pupil mata dari samping
ke tengah, pupil normal akan mengalami miosis (menyempit) bila terkena cahaya.
- Pemeriksaan lensa dengan cara memberikan cahaya lewat pupil, dinilai media refrakta
di belakang pupil.
2. PEMERIKSAAN LEHER
Melakukan pemeriksaan leher, meliputi: regio colli, trachea, kelenjar tiroid, dan kelenjar
limfonodi.
1. Regio Colli
a. Inspeksi
Inspeksi pada leher untuk melihat adanya asimetri, denyutan abnormal, tumor,
keterbatasan gerakan dalam range of motion (ROM) maupun pembesaran kelenjar limfe
dan tiroid.
b. Palpasi
Pemeriksaan palpasi leher dilakukan pada tulang hioid, tulang rawan tiroid, kelenjar
tiroid, muskulus sternokleidomastoideus, pembuluh karotis dan kelenjar limfe.
Pemeriksaan dilakukan pada kedua sisi (bilateral) bersamaan.
3. Pemeriksaan trachea
a. Inspeksi
Inspeksi trachea untuk melihat adanya deviasi trachea, simetris, asimetris.
b. Palpasi
Palpasi trachea dilakukan dengan cara ujung jari telunjuk dan jari manis menekan pada
daerah m. sternocleidomastoideus kanan dan kiri dengan trachea dan pasien diminta
menelan ludah. Bandingkan pada kedua sisi. Bila kedua jari tangan bisa masuk maka
posisi trachea normal, tetapi bila salah satu jari ada yang terhalang masuk, artinya ada
devisi ke arah sisi ini.
Massa di leher atau mediastinum akan mendorongtrachea ke salah satu sisi. Deviasi trachea
dapat juga disebabkan oleh adanya kelainan dirongga dada, seperti atelektasis, masa tumor
paru atau pneumothorak yang luas.
pada limfonodi seperti penyakit tuberculosis, limfoma maligna, metastase, HIV/ AIDs.
b. Palpasi
Pada keganasan kelenjar getah bening, terutama limfoma, dinilai kelenjar mana saja yang
membesar, multipel atau tunggal, permukaannya, mobile atau terfiksasi, konsistensi, nyeri
tekan atau tidak, adakah luka pada kelenjar tersebut.
Limfadenopati yang hanya berukuran kecil, discrete dan mobile dapat bersifat
fisiologis.Adanya nyeri tekan menunjukkan inflamasi.Limfadenopati yang keras pada palpasi
dan terfiksasi mengindikasikan keganasan.
Gambar 10. Palpasi limfonodi, kiri : lnn. preaurikuler, tengah : lnn. cervicalis anterior
danposterior, kanan : lnn. supraklavikularis
a. Inspeksi
Inspeksi kelenjar tiroid dilakukan dari posisi depan untuk menilai apakah terdapat
pembesaran kelenjar tiroid, derajat pembesaran tiroid, dan tanda inflamasi.
Gambar 11. Inspeksi kelenjar tiroid, kiri : saat istirahat, kanan : pada gerakan menelan
b. Palpasi
Pemeriksaan palpasi kelenjar tiroid dimulai dari depan, kemudian juga dari belakang pasien.
Pemeriksaan dari depan, tiroid dipalpasi adakah pembesaran atau tidak. Kemudian pasien
diminta menelan ludah untuk menilai apakah kelenjar tiroid teraba atau tidak, bergerak atau
tidak. Bila terjadi pembesaran tiroid, dinilai ukurannya, konsistensi, permukaan
(noduler/difus), nyeri tekan, mobilitasnya.
Pemeriksaan kelenjar tiroid dari belakang, pasien diminta duduk, pemeriksa berada di
belakang kemudian diraba dengan jari-jari kedua tangan. Penilaian kelenjar tiroid sama
seperti pemeriksaan dari depan. Dalam kondisi normal: tidak terlihat atau teraba.
Gambar 12. Palpasi kelenjar tiroid
c. Auskultasi
Auskultasi pada kelenjar tiroid dapat mendeteksi bising sistolik yang mengarahkan adanya
penyakit Graves.
A. PEMERIKSAAN TANGAN
Tujuan :
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas atas evaluasi hasil yang di dapat dengan membandikan
dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang didapat tersebut.
B. PEMERIKSAAN KAKI
Inspeksi struktur muskuloskletal : simetris dan pergerakan, integritas kulit, posisi dan letak,
ROM, kekuatan dan tonus otot
Normal: simetris kika, integritas kulit baik, ROM aktif, kekuatan otot penuh
Palpasi : a. femoralis, a. poplitea, a. dorsalis pedis: denyutan
Normal: teraba jelas
Tes reflex :tendon patella dan archilles.
Normal: reflex patella dan archiles positif
Setelah diadakan pemeriksaan ekstermitas bawah evaluasi hasil yang di dapat dengan
membandingkan dengan keadaan normal, dan dokumentasikan hasil pemeriksaan yang
didapat tersebut.
INSPEKSI
Lakukan inspeksi payudara ketika pasien berada dalam posisi duduk dan
setelah pakaiannya diturunkan hingga batas pinggang. Pemeriksaan payudara
yang saksama meliputi inspeksi yang cermat terhadap perubahan kulit,
kesimetrisan, kontur, dan retraksi dalam empat pandangan-kedua lengan
pada sisi tubutu kedua lengan di atas kepala, berkacak pinggang, dan mencodongkan
tubuh ke depan.
- Karakteristik puting yang meliputi ukuran dan bentuknya, arah puting itu
menunjuk, setiap ruam atau ulserasi, ataupun setiap pengeluaran sekret. Terkadang
bentuk puting terlihat membalik ke dalam (inversi) atau tertekan (depresi) di bawah
permukaan areola mamma. Puting dapat dibungkus oleh lipatan kulit areola seperti
yang dilukiskan disini. Inversi puting yang berlangsung lama biasanya merupakan
varian normal tanpa konsekuensi klinis kecuali kemungkinan adanya kesulitan pada
saat menyusui bayi.
1. Bantu pasien mengatur posisi duduk menghadap kedepan, telanjang dada dengan
kedua tangan rileks di sisi tubuh.
2. Mulai inspeksi mengenai ukuran, bentuk dan kesimentrisan payudara. Payudara
normalnya melingkar dan agak simetris dan dapat didiskripsikan kecil, sedang, dan
besar.
3. Inspeksi warna areola. Pada wanita hamil pada umumnya berwarna lebih gelap.
4. Inspeksi payudara dan putting susu mengenai setiap adanya penonjolan/retraksi akibat
adanya skar/lesi.
5. Inspeksi puting susu mengenal setiap adanya keluaran, ulkus,
pergerakan/pembengkakan amati juga posisi kedua putting susu yang normalnya
mempunyai arah yang sama.
6. Inspeksi ketiak dan klavikula untuk mengetahui. Adanya pembengkakan/tanda
kemerah-merahan.
Selanjutnya, coba untuk menggerakkan massa pasien melemaskan kedua belah lengannya dan
kemudian dalam posisi berkacak pinggang.
D. PEMERIKSAAN LEOPOLD
1. Manufer Leopold
Teknik pemeriksaan pada perut ibu bayi untuk menentukan posisi dan letak janin dengan
melakukan palpasi abdomen.
a. Leopold I
Tujuan: untuk menentukan TFU (Tinggi Fundus Uteri) dan bagian
janin dalam fundus.
Menurut Leopold:
b. Leopold II
Tujuan: untuk menentukan batas samping Rahim kanan/kiri, letak
punggung janin.
Menurut Leopold:
c. Leopold III
Tujuan: untuk menentukan bagian terbawah janin apakah sudah
masuk PAP.
Menurut Leopold:
Menentukan letak punggung dengan pinggir tangan kiri di letakkan tegak di tengah perut.
d. Leopold IV
Tujuan: untuk menentukan bagian terbawah janin seberapa jauh
sudah masuk PAP.
Menurut Leopold:
2. Tinggi Fundus
Biasanya sambal melakukan palpasi, sekaligus
diperhatikan tentang konsistensi uterus, gerakan janin,
kontraksi uterus (his), dan apakah ada lingkaran van
Bandl.
Umumnya tinggi fundus uteri diukur dengan menggunakan meteran (diukur dari arah pubis
vagina) atau diukur dengan menggunakan batasan seperti contoh setinggi pusar, 3 jari atas pusar dll.
Tentunya ini hanya bisa dipraktekan oleh ahli (dokter / bidan) yang sudah mempelajari secara teori
mengenai fungsi pengukuran ini. Sementara istilah fundus untuk organ lain diberikan untuk
menentukan lokasi atau bagian dari organ tersebut.
3. Perut
Auskultasi perut memerlukan stetoskop monoral (stetoskop obsetrik) untuk mendengarkan denyut
jantung janin (djj). Yang dapat kita dengarkan adalah:
a. Dari janin:
Djj pada bulan ke 4-5
Bising tali pusat
Gerakan dan tendangan janin
b. Dari ibu:
Bising Rahim (uterine souffle)
Bising aorta
Peristaltik usus
Metode AUVARD: tempat denyut jantung menurut letak janin dalam Rahim.
Untuk pemeriksaan ini, posisi pasien perlu terlentang dengan kaki mengangkang dan
ditempatkan di penyanggah. Persiapan dan peralatan harus telah dipersiapkan dan minimalkan waktu
pasien dalam posisi ini untuk mencegah pusing dan hipotensi dari kompresi uterus pada pembuluh
darah besar abdomen.
Pemeriksaan speculum
Speculum vagina atau cocor bebek merupakan alat bantu untuk membuka vulva atau vagina, karena
bentuknya mirip cocor bebek maka sering disebut juga dengan cocor bebek
Pemeriksaan bimanual
- dua jari dimasukan ke vagina dan tangan lainnya diletakkan pada perut bagian bawah di
atas simfisis
- dengan perasaan kedua tangan ini kita usahakan untuk mendapat kesan mengenai ukuran,
letak dan kemungkinan pergerakan dari genitalia interna (pada nulipara lebih baik
dipergunakan satu jari)
- porsio di raba, bagaimana bentuk dan konsistensinya
- dari dalam forniks posterior mengangkat uterus sedangkan tangan yang di luar menekan
dinding perut ke dalam dan diusahakan supaya meraba korpus uteri diantara kedua tangan
dan ditentukan besar, bentuk, letak dan kemungkinan pergerakannya
- ukuran dan bentuk uterus : ukuran tergantung pada paritas dan umur pasien, tetapi biasanya
berbentuk seperti telur bebek
- bentuk uterus normal seperti bola lampu gepeng dalam arah muka belakang, sedang
permukaannya licin
- konsistensi rahim yang tidak hamil adalah kenyal padat. pada kehamilan konsistensinya
menjadi lunak
- letak rahim : letak uterus yang dianggap normall ialah dalam antefleksi. dengan kesua jari
dalam forniks posterior uterus dalam antefleksi jelas teraba, sebaliknya uterus dalam
rektifleksi hanya teraba porsionya saja
- penilaian adneksa dan parametrium
- tuba pada umumnya dapat teraba dengan pemeriksaan bimanual tapi ovarium kadang-
kadang
- adneksa diperiksa dengan menggerakkan jari yang berada di dalam keforniks lateral dan
tangan luar pindah ke samping uterus
- bila ovarium tertekan akan terasa nyeri
Pemeriksaan pinggul
Dilakukan pada usia kehamilan 36 minggu, dilakukan dengan indikasi
a. adanya dugaan dispropsi ( ketidak sesuaian besar bayi dan ukuran pinggul ibu)
b. trauma yang merusak pinggul
c. ibu memiliki riwayat penyakit perusak pinggul seperti TBC tulang
F. Pemeriksaan Laboratorium
Masa kehamilan adalah salah satu masa yang paling rentan dan perlu dijaga dengan baik demi
kesehatan calon ibu dan janin. Kesehatan para calon ibu dan janin dapat dijaga dengan banyak cara.
Salah satunya adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium untuk
mencegah hal-hal buruk yang bisa mengancam janin. Hal ini bertujuan untuk skrining/mendeteksi jika
terdapat kelainan yang perlu dilakukan pengobatan atau tindakan lebih lanjut. Pemeriksaan
laboratorium saat hamil memiliki banyak manfaat. Berikut di antaranya:
1. Untuk mempersiapkan masa kehamilan, persalinan, dan menyusui yang sehat dan aman bagi
ibu hamil dan janin. Mengetahui risiko genetis yang akan diturunkan kepada janin sehingga
bisa melakukan pencegahan yang tepat, mengetahui kesehatan ibu hamil dan janin secara
keseluruhan.
2. Mencegah risiko terjadinya pre-eklampsia, gangguan obesitas, riwayat hipertensi, dan
gangguan kehamilan lainnya yang sekiranya bisa menghambat masa kehamilan.
3. Memperkecil potensi janin gugur, penyebab janin cacat sejak dalam kandungan, atau
meninggal di dalam kandungan, dan masih banyak lagi.
4. Pada umumnya, pemeriksaan laboratorium dilakukan sebanyak tiga kali pada masa kehamilan
yaitu pada trimester pertama, kedua dan ketiga.
Pada saat usia kehamilan memasuki 11 hingga 14 minggu, Ibu dianjurkan kembali lagi untuk
melakukan pemeriksaan Sindrom freeB-HCG dan PaPP-A test, dan NIPT (Non Invasive Prenatal
Test) terutama bagi Ibu wanita hamil yang telah berusai 35 tahun. Hal ini penting dilakukan, karena
risiko memiliki bayi dengan kelainan kromosom cenderung lebih rentan.
1. Hematologi Lengkap
Pemeriksaan hematologi lengkap merupakan tes yang digunakan untuk mendeteksi adanya
kelainan pada darah dan komponennya yang dapat menggambarkan kondisi tubuh secara umum.
Hematologi lengkap dapat dilakukan selama kehamilan pada trimester pertama, trimester kedua dan
saat persalinan. Tes ini diperlukan untuk mengetahui apakah hemoglobin dalam sel darah merah Ibu
normal atau terlalu sedikit yang artinya pertanda anemia. Selain itu, jumlah darah putih dan platelet
juga dihitung apakah jumlahnya normal atau mengalami peningkatan yang artinya ada indikasi bahwa
Ibu mengalami infeksi. Kelainan yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium selama
kehamilan antara lain anemia (hemoglobin rendah) yang umum terjadi pada ibu hamil, kekurangan zat
besi, kekurangan asam folat dan bahkan thalassemia yang merupakan kelainan produksi hemoglobin
yang bersifat genetik.
Tujuannya yaitu :
Hemoglobin (Hb) bertujuan untuk mendeteksi anemia - Hb kurang dari 11 g/dl.
Indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) dapat menggambarkan ukuran dan warna sel darah merah
sehingga dapat diketahui penyebab anemia apakah karena defisiensi besi atau defisiensi asam
folat.
Leukosit dapat mendeteksi adanya infeksi dan penyebabnya yang disebabkan oleh bakteri atau
virus, dan dapat melihat kekebalan tubuh serta potensi alergi. Kadar abnormal leukosit jika lebih
dari 15.000/ul.
Retikulosit dapat memberi informasi lebih dini sebagai prediksi anemia dan respons sumsum
tulang terhadap suplementasi besi.
Golongan darah A-B-O diperlukan untuk dibandingkan dengan golongan darah bayi saat lahir
apakah ada kemungkinan inkompatibilitas gol darah A-B-O yang memerlukan tindakan pada bayi.
Golongan darah juga perlu diketahui bila diperlukan transfusi pada ibu. Dilakukan pada trimester
pertama kehamilan.
Faktor rhesus (positif atau negatif ). Perlu perhatian khusus bila rhesus istri negatif sedangkan
rhesus suami positif. Terdapat kemungkinan rhesus janin positif, sehingga dapat terjadi sensitisasi
pada darah ibu yang akan menimbulkan antibodi terhadap rhesus positif. Hal ini dapat
membahayakan janin pada kehamilan berikutnya. Untuk itu ibu hamil dengan rhesus negatif harus
diberi suntikan pada kehamilan 28 minggu untuk mengikat antibodi terhadap rhesus positif, serta
dalam 72 jam setelah melahirkan apabila bayinya rhesus positif.
Tes penunjang hematologi lengkap lainnya adalah ferritin yang dapat menggambarkan cadangan
zat besi sebagai salah satu penyebab anemia. Ferritin dilakukan pada trimester pertama.
2. Glukosa
Pemeriksaan laboratoium selama kehamilan ini untuk mengetahui kadar glukosa (gula) dalam
darah:
Glukosa puasa (glukosa dalam keadaan puasa 10-12 jam).
Tes Toleransi Glukosa Oral (glukosa 2 jam setelah minum glukosa 75 gram). HbA1c
(Glycosylated hemoglobin) untuk mengetahui kadar glukosa darah rata-rata selama 3 bulan
terakhir.
Tujuannya untuk mengetahui apakah terjadi DMG (diabetes mellitus gestasional)/kencing manis
dalam kehamilan. Glukosa puasa dan tes toleransi glukosa oral dilakukan bila terdapat risiko DMG
pada trimester pertama atau saat pertama terdiagnosis hamil, atau pada usia 24-28 minggu bila tidak
ada risiko DMG.
3. Virus Hepatitis
Virus hepatitis sangat potensial untuk ditularkan kepada janin di dalam kandungan,
maka pemeriksaan laboratorium penting dilakukan selama kehamilan
HBsAg (antigen hepatitis B), untuk mendeteksi adanya virus Hepatitis B.
Anti HBs (antibodi hepatitis B), untuk mendeteksi apakah sudah memiliki antibodi terhadap
hepatitis B.
Anti HCV Total (antigen hepatitis C), untuk mendeteksi adanya virus Hepatitis C.\
Virus Hepatitis B dan C dapat menyebabkan penyakit hati atau liver yang serius. Hepatitis B dapat
menular dari Ibu kepada janin selama kehamilan. Akibatnya, bayi memiliki risiko yang tinggi terhadap
timbulnya infeksi jangka panjang dan penyakit liver nantinya. Bila diketahui bahwa Ibu terinfeksi
hepatitis B atau C, Ibu akan dirujuk kepada dokter spesialis. Selain itu ketika lahir, bayi akan diperiksa
apakah telah tertular atau tidak dan mungkin akan membutuhkan imunisasi.
4. Serologi
Pemeriksaan laboratorium pada ibu hamil lainnya adalah serologi. Pada pemeriksaan marker
infeksi VDRL dan TPHA ini, ibu hamil akan dites untuk mengetahui apakah ada potensi sifilis atau
tidak. Jika ada, maka janin akan memiliki potensi untuk cacat sejak dalam kandungan. Jika ibu hamil
terdiaonosa memiliki sifilis, maka perlu dilakukan penanganan khusus lanjutan atau segera dilakukan
terapi. Sifilis yang tidak ditangani dapat menyebabkan ketidaknormalan pada bayi, bahkan pada kasus
yang lebih fatal, bayi bisa lahir dalam keadaan mati. Bila Ibu didiagnosis memiliki sifilis, Ibu akan
diberikan penisilin. Umumnya, penisilin cukup bisa melindungi janin dari tertular sifilis, namun ada
juga kasus yang mana bayi membutuhkan antibiotik setelah dia lahir. Selain itu, terapi yang
dilakukan, diantaranya :
VDRL (Venereal Disease Research Laboratory) yaitu skrining untuk penyakit sifilis.
TPHA (Treponema Pallidum Hemagglutination Assay), pemeriksaan lanjutan untuk konfirmasi
penyakit sifilis.
5. Anti HIV
Anti HIV (Antigen Human Immunodeficiency Virus) bertujuan mendeteksi adanya infeksi
virus HIVyang berpotensi menular pada janin. Jika ibu hamil terinfeksi HIV harus segera diterapi
dengan antivirus dan persalinannya dilakukan secara bedah sesar untuk mencegah bayi tertular virus
HIV. Infeksi HIV pada Ibu hamil bisa menembus ke janin selama kehamilan, saat melahirkan, atau
selama menyusui. Virus HIV merupakan virus yang dapat menyebabkan AIDS. Semua ibu hamil pada
‘daerah epidemi meluas’ (misalnya Papua dan Papua Barat) dianjurkan untuk tes HIV. Di luar daerah
tersebut, tes HIV wajib ditawarkan petugas kesehatan bagi ibu hamil dengan perilaku berisiko atau
mempunyai keluhan infeksi menular seksual. Ibu tidak perlu merasa khawatir atau sungkan, pihak
laboratorium atau rumah sakit biasanya menjamin kerahasiaan Anda. Bila ternyata Ibu positif HIV,
penanganan medis akan dilakukan untuk mengurangi risiko penularan HIV kepada bayi. Tes HBsAg,
Anti HCV, TORCH, VDRL, TPHA, anti HIV dilakukan pada trimester pertama kehamilan.
6. Urine (Urinalisa)
Tujuan dari pemeriksaan laboratorium ini yaitu untuk mendeteksi infeksi saluran kemih dan
kelainan lain di saluran kemih serta kelainan sistemik yang bermanifestasi di urine/air seni. Jika
infeksi di saluran kemih tidak diobati, dapat menyebabkan kontraksi dan kelahiran prematur atau
ketuban pecah dini. Tes ini dilakukan pada trimester pertama atau kedua kehamilan.
7. Hormon Kehamilan
Pemeriksaan laboratorium pada ibu hamil lainnya adalah dengan memeriksa hormon ibu
hamil. Tes ini dilakukan pada trimester pertama, yang terdiri dari pemeriksaan laboratorium :
Hormon bHCG darah, yaitu hormon kehamilan dalam darah untuk mendeteksi kehamilan di
trimester awal yang meragukan karena belum tampak pada USG.
Hormon Progesteron: Hormon yang mensupport kehamilan, untuk mendeteksi apakah hormon ini
cukup kadarnya atau perlu suplemen progesteron dari luar.
Hormon Estradiol: hormon yang mensupport kehamilan, untuk mendeteksi apakah kadarnya
normal atau tidak atau untuk mendukung kehamilan itu sendiri.
Jika hormon ibu hamil tidak normal, maka dokter akan bisa memberikan rekomendasi atau cara-cara
untuk bisa menormalkan hormon tersebut
8. Virus TORCH
Pemeriksaan laboratorium yang penting selama kehamilan lainnya yaitu pemeriksaan TORCH.
TORCH adalah penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan kelainan bawaan/cacat pada janin bila
ibu hamil mengidap penyakit tersebut. Pemeriksaan TORCH terdiri dari toksoplasma, rubella, CMV
dan herpes. Infeksi TORCH dapat terdeteksi dari adanya antibodi yang muncul sebagai reaksi
terhadap infeksi. terdiri dari:
- Toxoplasma IgG dan IgM: antibodi terhadap parasit toxoplasma gondii yaitu untuk
mendeteksi apakah terdapat infeksi Toxoplasma. Infeksi Toxoplasma disebabkan oleh parasit
yang disebut Toxoplasma gondi. Pada umumnya, infeksi Toxoplasma terjadi tanpa disertai
gejala yang spesipik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala
ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak
menimbulkan masalah. Infeksi Toxoplasma berbahaya bila terjadi saat ibu sedang hamil atau
pada orang dengan sistem kekebalan tubuh terganggu (misalnya penderita AIDS, pasien
transpalasi organ yang mendapatkan obat penekan respon imun). Jika wanita hamil terinfeksi
Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%),
lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan,
gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelinan mata dan atelinga, retardasi mental,
kejang-kejang dn ensefalitis. Diagnosis Toxoplasmosis secara klinis sukar ditentukan karena
gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). Oleh
karena itu, pemeriksaan laboratorium mutlak diperlukan untuk mendapatkan diagnosis yang
tepat. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta
Aviditas Anti-Toxoplasma IgG. Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang
diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif
pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertma, selanjutnya tiap trimeter), serta
bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.
- Rubella IgG dan IgM: antibodi terhadap virus campak Jerman, untuk mendeteksi apakah
terinfeksi virus tersebut atau tidak. Infeksi Rubella ditandai dengan demam akut, ruam pada
kulit dan pembesaran kelenjar getah bening. Infeksi ini disebabkan oleh virus Rubella, dapat
menyerang anak-anak dan dewasa muda. Infeksi Rubella berbahaya bila tejadi pada wanita
hamil muda, karena dapat menyebabkan kelainan pada bayinya. Jika infeksi terjadi pada
bulan pertama kehamilan maka risiko terjadinya kelainan adalah 50%, sedangkan jika infeksi
tejadi trimester pertama maka risikonya menjadi 25% (menurut America College of
Obstatrician and Gynecologists, 1981). Tanda tanda dan gejala infeksi Rubella sangat
bervariasi untuk tiap individu, bahkan pada beberapa pasien tidak dikenali, terutama apabila
ruam merah tidak tampak. Oleh Karena itu, diagnosis infeksi Rubella yang tepat perlu
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan Laboratorium yang
dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata
belum memiliki kekebalan, dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan
IgM terutama sangat berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan
risiko infeksi rubella bawaan.
- Cytomegalovirus (CMV) IgG dan IgM: antibodi terhadap virus Citomegalo, untuk
mendeteksi apakah terinfeksi virus CMV atau tidak. Infeksi CMV disebabkan oleh virus
Cytomegalo, dan virus ini temasuk golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga
herpes lainnya, virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan salah
satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang berbahaya bagi janin bila
infeksi terjadi saat ibu sedang hamil. Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung
mempunyai risiko tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning,
ekapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain. Pemeriksaan laboratorium sangat
bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut
mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti
CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.
- Herpes Simplex Virus 1 IgG dan IgM: antibodi terhadap virus herpes simplex 1, untuk
mendeteksi apakah terinfeksi HSV1.
- Herpes Simplex Virus 2 IgG dan IgM: antibodi terhadap virus herpes simplex 2, untuk
mendeteksi apakah terinfeksi HSV2. Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan
oleh Virus Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam bentuk laten,
menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam diganglion sistem syaraf otonom. Bayi
yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya memperlihatkan lepuh pada kuli,
tetapi hal ini tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi
yang baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus) Pemeriksaan laboratorium,
yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap
kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut pada bayi
bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.
Hal yang akan terjadi apabila tidak melakukan pemeriksaan saat sedang hamil muda, yaitu tidak
terindetifikasinya virus yang sebenarnya terdapat di dalam tubuh. Dan dapat pula beresiko menderita
penyakit Preeklampsia (Hipertensi pada masa kehamilan) dan Diabetes. Berikut adalah penjelasan
uraiannya :
1. Preeklampsia
Preeklampsia adalah sebuah komplikasi pada kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah tinggi
(hipertensi) dan tanda-tanda kerusakan organ, misalnya kerusakan ginjal yang ditunjukkan oleh
tingginya kadar protein pada urine (proteinuria).
2. Diabetes
Jika seorang Ibu hamil sedang mengalami diabetes atau sebelumnya memiliki riwayat diabetes, maka
Ibu hamil tersebut membutuhkan perawatan dan penanganan khusus dari tim dokter ahli kandungan
dan diabetes. Dan apabila Ibu hamil mengalami diabetes gestasional, maka diperlukan penyesuaian
diet yang meningkatkan karbohidrat namun harus mengurangi kadar lemak dan gula yang
dikonsumsi. Dan dapat pula untuk dilakukan penyuntikan insulin yang bertujuan untuk membantu
mengontrol gula darah.
HB Fisiologis
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok penderita anemia. Angka anemia ibu hamil tetap saja
masih tinggi meskipun sudah dilakukan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan data SKRT tahun 1995 dan 2001, anemia pada ibu hamil sempat mengalami penurunan
dari 50,9% menjadi 40,1% (Amiruddin, 2007). Angka kejadian anemia di Indonesia semakin tinggi
dikarenakan penanganan anemia dilakukan ketika ibu hamil bukan dimulai sebelum kehamilan.
Berdasarkan profil kesehatan tahun 2010 didapatkan data bahwa cakupan pelayanan K4 meningkat
dari 80,26% (tahun 2007) menjadi 86,04% (tahun 2008), namun cakupan pemberian tablet Fe kepada
ibu hamil menurun dari 66,03% (tahun 2007) menjadi 48,14% (tahun 2008) (Depkes, 2008). Menurut
WHO (1972), anemia pada kehamilan terjadi jika kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL
(Basu,2010). Sedangkan menurut CDC (1998), anemia terjadi pada ibu hamil trimester 1 dan 3 jika
kadar hemoglobin kurang dari 11 mg/dL sedangkan pada ibu hamil trimester 2 jika kadar Hb kurang
dari 10,5 mg/dL (Lee,2004). \
Berdasarkan klasifikasi dari WHO kadar hemoglobin pada ibu hamil dapat di bagi menjadi 4
kategori yaitu ; Hb > 11 gr%Tidak anemia (normal), Hb 9-10 gr% Anemia ringan, Hb 7-8 gr%
Anemia sedang dan Hb <7 gr% Anemia berat. kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan
volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%.
Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat
bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah pertengahan kehamilan dan
meningkat kembali pada akhir kehamilan.(Hoffbrand, 2005) Pengenceran darah (hemodilusi) pada ibu
hamil sering terjadi dengan peningkatan volume plasma 30%-40%, peningkatan sel darah 18%-30%
dan hemoglobin 19%. Secara fisiologis hemodilusi untuk membantu meringankan kerja jantung.
Hemodulusi terjadi sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya pada kehamilan 32-36
minggu. Bila hemoglobin ibu sebelum hamil berkisar 11 gr% maka dengan terjadinya hemodilusi
akan mengakibatkan anemia hamil fisiologis dan Hb ibu akan menjadi 9,5-10 gr%. Saat hamil
diperlukan hingga 600 mg besi untuk meningkatkan massa eritrosit dan 300 mg lagi untuk janin.
Walaupun absorpsi meningkat hanya sedikit wanita yang terhindar dari kekurangan cadangan besi
yang parah pada akhir kehamilan.(Hoffbrand, 2005)
Anemia hamil fisiologis ini adalah istilah yang sering digunakan untuk menyebut penurunan
konsentrasi hemoglobin (Hb) yang terjadi selama kehamilan normal. Seperti yang diketahui fisiologis
artinya sesuai dengan fungsi tubuh, sedangkan patologis artinya kelainan fungsi. Maka dari itu,
anemia fisiologis keadaan anemia yang sesuai tubuh. Volume plasma darah meningkat sekitar 1250
ml (atau 45%) di atas normal pada akhir gestasio dan walaupun massa etirosit sendiri meningkat
sekitar 25%, ini tetap mengarah pada penurunan konsentrasi Hb. Kadar Hb di bawah 10g/dl mungkin
abnormal dan memerlukan pemeriksaan. Mengapa hal ini bisa terjadi?
1. Bayi cukup bulan (lahir pada 37 minggu- <42 minggu usia kehamilan) Hb 9-11 g/dl
2. Baru prematur (lahir pada <37 minggu usia kehamilan) 7-9 g/dl
G. Ultrasonografi
Pemeriksaan USG menggunakan gelombang suara dengan frekuensi 1-10 MHz. Pilihan frekuensi
menentukan resolusi gambar dan penembusan ke dalam tubuh pasien. Gelombang suara frekuensi
tinggi tersebut dihasilkan dari kristal-kristal yang terdapat dalam suatu alat yang disebut
transducer/probe. Perubahan bentuk akibat gaya mekanis pada kristal akan menimbulkan tegangan
listrik dimana fenomena ini disebut efek Piezo electric. Bentuk kristal juga akan berubah bila
dipengaruhi oleh medan listrik. Kristal akan mengembang dan mengkerut sesuai dengan pola medan
listrik yang melaluinya sehingga dihasilkan gelombang suara frekuensi tinggi.
Salah satu contoh ultrasonografi adalah Sonografi obstetric yang digunakan oleh dokter spesialis
kebidanan untuk memperkirakan usia kandungan, memperkirakan hari persalinan dan juga dapat
membantu melihat adanya kelainan pada kandungan/janin.
1. Transduser
Transduser adalah komponen USG yang ditempelkan pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti
dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transduser terdapat
kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transduser.
Gelombang yang diterima masih dalam bentuk gelombang akusitik (gelombang pantulan) sehingga
fungsi kristal disini adalah untuk mengubah gelombang tersebut menjadi gelombang elektronik yang
dapat dibaca oleh komputer sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk gambar.
3. Mesin USG
Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data yang diterima dalam
bentuk gelombang. Mesin USG adalah CPUnya USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-
komponen yang sama seperti pada CPU pada PC cara USG merubah gelombang menjadi gambar
B. Metode Pemeriksaan
Dalam pemeriksaan kandungan dengan USG, ada dua metode yang lazim ditempuh. Pertama, metode
transabdominal. Metode ini paling dikenal karena ditemukan lebih dahulu. Dokter akan mengoleskan
semacam jelly di perut lalu menggerakan Transducer untuk memperoleh gambaran yang dikehendaki.
Secara sederhana, jelly berfungsi mempertinggi kemampuan mesin USG untuk mengantarkan
gelombang suara. Metode kedua adalah transvaginal. Pada metode ini, Transducer dimasukkan ke
vagina. Dengan cara ini, gambar yang di hasilkan lebih jelas karena resolusi yang lebih tinggi.
Maklum, obyek yang diperiksa berada lebih dekat dengan Transducer ketimbang pada metode
transabdominal. Sebagai catatan, metode transvaginal dijamin tidak berefek negatif apa pun utnuk
wanita hamil dan janin yang dikandungnya. Prosedur pemeriksaan dengan meyode ini memakan
waktu sekitar 15 menit. Selama pemeriksaan, pasien dapat menyaksikan gambar-gambar bayinya
melalui monitor.
Pemeriksaan USG tidak ada kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan
memperburuk penyakit penderita. USG juga tidak berbahaya bagi janin karena USG tidak
mengeluarkan radiasi gelombang suara yang bisa berpengaruh buruk pada otak si jabang bayi. Hal ini
berbeda dengan penggunaan sinar rontgen. USG baru berakibat negatif jika telah dilakukan sebanyak
400 kali. Dampak yang timbul dari penggunaan USG hanya efek panas yang tak berbahaya bagi ibu
maupun bayinya. Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya,
sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh.
Jadi, jelas bahwa dalam penggunaan USG untuk menegakkan diagnosa medis tidak memiliki kontra
indikasi atau efek samping terhadap pasien.
Berikut ini adalah pemaparan dari dr. Ivan R. Sini, MD,FRANZCOG, GDRM, SpOG dari
Rumah Sakit Bunda di Jakarta.
Ultrasonografi (USG) adalah suatu alat yang digunakan untuk memotret atau merekam gambar hidup
janin untuk mendiagnosa kondisi atau kelainan penyakit pada janin. Secara harfiah USG berarti
pengambilan gambar dengan gelombang suara ultra, yaitu gelombang suara dengan frekuensi 20.000
Hertz yang dipancarkan secara menyebar. USG berperan sangat penting dalam perkembangan medis.
Seiring kemajuan zaman, perkembangan USG juga makin canggih. Dulu pergerakan janin yang
terlihat di monitor masih dalam bentuk gerakan patah-patah. Tapi sekarang dengan resolusi yang lebih
detail akan tampak gerakan janin yang lebih halus (smooth), fluently, dan setiap slice (lapis) bisa
dilihat lebih jelas sehingga fungsi medisnya juga lebih baik. Bagi dokter, kemajuan teknologi USG
dapat menajamkan akurasi pemeriksaan.
Ultrasonografi (USG) mempunyai tujuan yaitu untuk mendeteksi kelainan pada janin dan
masalah yang mungkin muncul sejak proses kehamilan sampai akhir kehamilan. Pada trimester
satu merupakan tahap awal untuk melihat janin sudah terbentuk atau belum, jantung sudah ada atau
belum dan panjang janin.
- Usia kandungan 12 minggu untuk mengetahui apakah ada kelainan atau tidak seperti down
syndrome yang dapat dideteksi dengan mengukur tebal tengkuk janin dan bisa dikombinasikan
dengan pemeriksaan darah (triple test).
- Usia 5 bulan untuk mengetahui kelainan yang sifatnya anatomis seperti kelainan bibir sumbing,
otak, jantung dan lain-lain.
Ada fase tertentu seperti fase 12 minggu, 20 minggu, 28 minggu yang memerlukan pemeriksaan
khusus seperti dengan alat USG 4D. Keistimewaan 4D selain dapat melihat janin dengan baik, juga
memiliki daya tangkap terhadap kelainan janin yang lebih jelas. Misalnya, bisa melihat gambar muka
dengan jelas.
Selain USG, dapat juga digunakan alat yang namanya Efek Doppler untuk mendeteksi denyut jantung
janin. Tapi alat sederhana yang familiar dan sejak dulu dipakai, bahkan sampai sekarang adalah
tangan dokter atau bidan yang ahli tentunya. Misalnya, dengan meraba tinggi rahim menggunakan
tangan untuk mengetahui perkembangan janin.
Pemeriksaan USG (ultrasonografi) adalah salah satu metode skrining untukmemeriksa kehamilan
yang dianggap aman, non-invasif, akurat dan efektif.
Dengan pemindaian USG, embrio dapat diamati dan diukur pada usia lima setengah minggu. Bila
terjadi perdarahan pada trimester pertama, USG sangat diperlukan untuk diagnosis awal kehamilan
ektopik (kehamilan di luar rahim) dan kehamilan molar/anggur (kehamilan yang disertai tumor).
Plasenta yang menghalangi jalan lahir (plasenta previa) dapat menyulitkan proses kelahiran bayi.
Plasenta yang memiliki kelainan dalam kondisi seperti diabetes dan hidrops janin (cairan berlebihan
di dua atau lebih bagian tubuh seperti toraks, abdomen atau kulit yang biasanya terkait dengan
penebalan plasenta) juga bisa dilihat melalui USG.
Denyut jantung janin bisa dilihat dan dideteksi pada umur kehamilan 6 minggu dan menjadi jelas pada
7 minggu. Jika denyut jantung teramati, kemungkinan kehamilan berlanjut adalah lebih dari 95
persen. Denyut jantung janin cenderung bervariasi mengikuti usia kehamilan. Denyut jantung pada 6
minggu adalah sekitar 90-110 denyut per menit (dpm) dan pada 9 minggu menjadi 140-170 dpm.
Pada usia 5-8 minggu, bradikardia (denyut kurang dari 90 dpm) seringkali berkaitan dengan risiko
tinggi keguguran.
Kehamilan kembar meningkatkan risiko hambatan pertumbuhan janin, persalinan prematur, plasenta
lepas (abruptio placenta), kelainan bawaan, morbiditas dan kematian perinatal. Kehamilan kembar
terdeteksi selama ultrasonografi rutin di minggu 18 sampai 20.
Ukuran tubuh janin mencerminkan usia kehamilan. Dengan mengetahui usia kehamilan, hari
perkiraan lahir juga dapat dihitung lebih akurat. Hubungan yang erat antara ukuran janin dan usia
kehamilan terutama berlaku pada awal kehamilan. Untuk itu, pengukuran-pengukuran berikut dapat
dilakukan dengan USG:
Crown-rump Length (CRL). CRL adalah istilah untuk panjang antara bokong dan ujung kepala janin.
Pengukuran CRL dilakukan pada janin berusia 7-12 minggu dan memberikan perkiraan yang sangat
akurat mengenai usia kehamilan. Setelah usia kehamilan 12 minggu, CRL tidak lagi akurat mengukur
usia janin, sehingga pengukuran lain diperlukan.
Biparietal Diameter (BPD). Diameter antara 2 sisi kepala, yang diukur setelah bayi berusia di atas 12
minggu. Diameter kepala bayi meningkat dari sekitar 2,4 cm di usia 13 minggu menjadi sekitar 9,5
cm pada saat kelahiran. Dua bayi dengan berat yang sama dapat memiliki ukuran kepala berbeda
sehingga BPD di tahap akhir kehamilan umumnya dianggap tidak dapat diandalkan.
Femur Length (FL). Mengukur panjang tulang paha yang mencerminkan pertumbuhan memanjang
janin. FL meningkat dari sekitar 1,5 cm di 14 minggu menjadi sekitar 7,8 cm pada akhir
kehamilan. Kegunaan FL mirip dengan BPD.
Abdominal Circumverence (AC). Mengukur lingkar perut ibu. Ini adalah pengukuran yang paling
penting pada akhir kehamilan, namun lebih mencerminkan ukuran dan berat janin daripada usianya.
AC, BPD dan FL digabungkan dalam rumus untuk memperkirakan berat badan janin. Mesin USG
langsung menghitung secara otomatis perkiraan berat janin, yang formulanya antara lain adalah : 1,4
BPD X FL X AC (semua dalam cm) – 200 = berat janin.
Banyak kelainan struktural janin seperti malformasi janin (anensefali, spina bifida, dll), kelainan
jantung, dan hidrosefalus dapat didignosis dengan USG yang biasanya dilakukan sebelum 20
minggu. Sejumlah kecil masalah dapat diobati sebelum bayi Anda lahir. USG dapat menunjukkan
beberapa masalah perkembangan bayi, tetapi tidak semua. Beberapa masalah bayi mungkin baru
berkembang setelah 20 minggu dan beberapa mungkin tidak terlihat melalui USG. Inilah sebabnya,
pada sejumlah kecil kasus, bayi lahir dengan masalah meskipun tidak ada masalah yang terlihat
selama pemindaian. Mengetahui masalah sebelum kelahiran dapat membantu Anda mempersiapkan
diri dan menyusun rencana perawatan setelah bayi lahir. Bayi Anda mungkin perlu dilahirkan di
rumah sakit berbeda yang menyediakan staf dan fasilitas khusus yang diperlukan bayi Anda.
Jumlah cairan ketuban terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat dengan jelas digambarkan oleh
USG. Kedua kondisi ini dapat berdampak merugikan pada janin:
Polihidramnion (kelebihan cairan ketuban) dapat mengakibatkan sesak nafas berat pada ibu dan
persalinan prematur. Faktor risiko termasuk diabetes ibu yang tidak terkontrol, kehamilan kembar,
isoimunisasi, dan malformasi janin.
Oligihidramnion (kekurangan cairan ketuban) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini sering
terkait dengan kelainan bawaan pada saluran kemih, hambatan pertumbuhan janin dan berat janin
kurang.
Jenis kelamin bayi tidak memiliki signifikansi medis. Namun, banyak calon orangtua yang sangat
ingin tahu jenis kelamin bayinya sebelum lahir. Beberapa faktor seperti tahap kehamilan dan posisi
janin dapat mempengaruhi keakuratan prediksi gender. Anda dapat mengetahui usia janin melalui
USG dengan akurasi 95% lebih pada minggu 18 sampai 20. Dalam sebuah penelitian, USG hanya
mengidentifikasi jenis kelamin dengan benar pada 46 persen janin berusia 12 minggu dan 80 persen
pada janin berusia 13 minggu. Di usia 13 minggu, bayi Anda masih dapat meringkuk dan melakukan
akrobatik sehingga mendapatkan sudut yang tepat bisa sangat sulit.
Sebelum melakukan pemeriksaan USG ada beberapa persiapan yang harus dilakukan oleh pasien
yaitu :
Untuk pemeriksaan organ-organ di rongga perut bagian atas, sebaiknya dilakukan dalam keadaan
puasa dan pada pagi hari dilarang makan dan minum yang dapat menimbulkan gas dalam perut karena
akan mengaburkan gambar organ yang diperiksa.
Untuk pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa sekurang-kurangnya 6 jam sebelum
pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal.
Untuk pemeriksaan kebidanan dan daerah pelvis, buli-buli harus dalam keadaan penuh.
Setelah dilakukan persiapan seperti diatas, maka pelaksanaannya pun di mulai. Caranya adalah
sebagai berikut :
2. Anjurkan untuk puasa makan dan minum 8-12 jam sebelum pemeriksaan USG aorta abdomen,
kandung empedu, hepar, limpa, dan pankreas.
3. Oleskan jelly konduktif pada permukaan kulit yang akan dilakukan USG.
4. Transduser dipegang dengan tangan dan gerakkan ke depan dan ke belakang di atas permukaan
kulit.
7. Pasien tidak boleh merokok sebelum pemeriksaan untuk mencegah masuknya udara.
8. Pada pemeriksaan obstetrik (trimester pertama dan kedua), pelvis, dan ginjal, pasien dianjurkan
untuk minum empat gelas air dan tidak boleh berkemih. Sementara untuk trimester ketiga,
pemeriksaan pada pasien dilakukan pada saat kandung kemih kosong.
Foto USG terdiri dari beberapa tabel atau angka-angka yang diukur dari pengukuran dokter terhadap
tungkai lengan, kaki, dan diameter kepala. Semua itu bisa menghasilkan rumus yang menunjukkan
berapa berat janin di dalam kandungan. Beberapa istilah yang umum ada di hasil foto USG antara
lain:
1. GA = Gestational Age. Ini menunjukkan perkiraan umur kehamilan Anda, berdasarkan panjang
tungkai lengan, tungkai kaki ataupun diameter kepala. Jika salah satu dari GA di foto USG Anda
menunjukkan besaran yang tidak normal, dokter langsung bisa mendeteksinya sebagai kelainan.
Terutama GA di bagian kepala.
2. GS: Gestational Sac. Yaitu ukuran kantung kehamilan, berupa bulatan hitam. Ini biasanya muncul
pada hasil foto USG trisemester awal.
3. CRL: Crown Rump Length. Yaitu ukuran jarak dari puncak kepala ke ‘ekor’ bayi. Ini juga biasa
digunakan dokter untuk mengukur janin di usia kehamilan trisemester awal.
4. BPD: Biparietal diameter. Ini adalah ukuran tulang pelipis kiri dan kanan. Biasa digunakan untuk
mengukur janin di trisemester 2 atau tiga
5. FL: Femur Length. Merupakan ukuran panjang tulang paha bayi.
6. HC: Head Circumferencial atau lingkaran kepala.
7. AC: Abdominal Circumferencial. Ukuran lingkaran perut bayi. Jika dikombinasikan dengan BPD
akan menghasilkan perkiraan berat bayi.
8. FW: Fetal weight atau berat janin.
9. F-HR: Fetal Heart Rate atau frekuensi jantung bayi
H. HEMATOLOHI PADA MASA KEHAMILAN
I. DEFINISI HEMATOLOGI
Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari darah, organ pembentuk darah dan
penyakitnya. Asal katanya dari bahasa Yunani haima artinya darah.
Hematologi adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang darah dan aspeknya pada keadaan
sehat atau sakit dalam keadaan normal volume darah manusia ± 7-8 % dari berat badan. (Lauralee
Sherwood : 2001).
o Darah adalah kendaraan atau medium untuk transportasi massal jarak jauh berbagai bahan antara
sel-sel itu sendiri (Lauralee Sherwood : 2001).
o Plasma adalah suatu caiaran kompleks yang berfungsi sebagai medium transportasi untuk zat-zat
yang diangkut dalam darah. (Lauralee Sherwood : 2001).
o Trombosit adalah jenis unsure sel ke-tiga yang terdapat didalam darah. (Lauralee Sherwood :
2001).
b. Fungsi Darah :
Selama hamil, terjadi perubahan pada sistem tubuh wanita, diantaranya terjadi perubahan pada sistem
reproduksi, sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem musculoskeletal, sistem endokrin, sistem
kardiovaskuler, sistem hematologi, dan perubahan pada tanda-tanda vital. Pada masa postpartum
perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi seperti saat sebelum hamil. Adapun
perubahannya adalah sebagai berikut :
1. Perubahan Hematologi
Terjadi peningkatan eritrosit sebesar 18% dan terjadi peningkatan volume plasma sebesar 45%.
Dengan demikian maka terjadi penurunan hitung eritrosit per mililiter dari 4.5 juta menjadi 3.8 juta.
Dengan semakin bertambahnya usia kehamilan, volume plasma semakin menurun dan hitung eritrosit
menjadi sedikit meningkat sehingga kadar hematokrit selama kehamilan menurun namun sedikit
meningkat menjelang aterm.
Minggu ke 20 39
Minggu ke 30 38
Minggu ke 40 40
Mean Cell Haemoglobin Concentration pada keadaan non pregnant adalah 34% yang berarti bahwa
setiap 100 ml eritrosit mengandung 34 g haemoglobin. Nilai ini selama kehamilan tidak berubah
dengan demikian maka nilai volume eritrosit total dan haemoglobin total meningkat selama
kehamilan. Peningkatan volume plasma menyebabkan penurunan kadar haemoglobin.
Selama masa kehamilan kadar haemoglobin turun sampai minggu ke 36. Penurunan ini mulai terlihat
pada minggu ke 12 dan nilai minimum terlihat pada minggu ke 32. Terlihat dari data diatas bahwa
tidak ada satu nilai normal yang dapat ditemukan selama kehamilan. Fakta ini penting dalam
menegakkan diagnosa anemia dalam kehamilan. Pada minggu ke 30, kadar haemoglobin sebesar
10.5g/l adalah normal, namun nilai tersebut pada minggu ke 20 meunjukkan adanya anemia.
Zat Besi
Dengan peningkatan jumlah eritrosit, kebutuhan akan zat besi dalam proses produksi hemoglobin
meningkat. Bila suplemen zat besi tidak diberikan, kemungkinan akan terjadi anemia defisiensi zat
besi. Kebutuhan zat besi pada paruh kedua kehamilan kira-kira 6–7 mg/hari. Bila suplemen zat besi
tidak tersedia, janin akan menggunakan cadangan zat besi maternal. Sehingga anemia pada neonatus
jarang terjadi ; akan tetapi defisiensi zat besi berat pada ibu dapat menyebabkan persalinan preterm,
abortus, dan janin mati.
Leukosit
Terjadi kenaikan kadar leukosit selama kehamilan dari 7.109 / l dalam keadaan tidak hamil menjadi
10.5.109 / l. Peningkatan ini hampir semuanya disebabkan oleh peningkatan sel PMN –
polimorfonuclear. Pada saat inpartu, jumlah sel darah putih ini akan menjadi semakin meningkat lagi.
Trombosit
Pada kehamilan terjadi thromobositopoeisis akibat kebutuhan yang meningkat. Kadar prostacyclin
(PGI2) sebuah “platelet aggregation inhibitor” dan Thromboxane (A2) sebuah perangsang aggregasi
platelet dan vasokonstriktor meningkat selama kehamilan.
Nilai rata – rata selama awal kehamilan adalah 275.000 / mm3 sampai 260.000 / mm3 pada minggu
ke 35. Mean Platelet Size sedikit meningkat dan life span trombosit lebih singkat.
Dalam keadaan tidak hamil maka 70% dari berat badan adalah air, yaitu :
Dalam kehamilan, cairan intraseluler tidak berubah namun terjadi peningkatan volume darah dan
cairan interstitsiil. Peningkatan volume plasma lebih besar dibandingkan peningkatan sel darah merah
sehingga terjadi anemia dan peningkatan kadar protein sehingga kekentalan (viskositas) darah
menurun.
Perubahan lokal terlihat jelas pada tungkai bawah dan akibat tekanan yang ditimbulkan oleh uterus
terhadap vena pelvik. Oleh karena 1/3 darah dalam sirkulasi berada dalam tungkai bawah maka
peningkatan tekanan terhadap vena akan menyebabkan varises dan edema vulva dan tungkai. Keadaan
ini lebih sering terjadi pada siang hari akibat sering berdiri. Keadaan ini cenderung untuk reversibel
saat malam dimana pasien berada dalam keadaan berbaring : edema akan direabsorbsi – venous return
meningkat dan output ginjal meningkat sehingga terjadi nocturnal diuresis. Bila pasien dalam keadaan
telentang, tekanan uterus terhadap vena akan juga meningkat sehingga aliran balik ke jantung
menurun dan terjadi penurunan cardiac output.
Suatu contoh ekstrim terjadi saat uterus menekan vena cava dan menurunkan CO sehingga pasien
terengah-engah dan dapat menjadi tidak sadarkan diri. Dapat terjadi sensasi nause dan gejala muntah.
Kehamilan disebut sebagai hipercoagulable state. Terjadi peningkatan kadar fibrinogen dan faktor VII
sampai X secara progresif. Kadar fibrinogen dari 1.5 – 4.5 g/L (tidak hamil) meningkat dan sampai
akhir kehamilan mencapai 4 – 6.5 g/L. Sintesa fibrinogen terus meningkat akibat meningkatnya
penggunaan dalam sirkulasi uteroplasenta atau sebagai akibat tingginya kadar estrogen. Faktor II, V
dan XI sampai XIII tidak berubah atau justru malah semakin menurun.
Kehamilan memberi stress berat pada system hematologi dan pemahaman mengenai perubahan
fisiologi yang diakibatkannya.Gangguan-gangguan hematologi yang muncul pada kehamilan, yaitu :
anemia herediter ,trombositopenia imonologis bahkan keganasan seperti leukemia dan
linfama. Pada kasus-kasus lain kelainan timbul selama kehamilan akibat perubahan
kebutuhan,misalnya anemia defisiensi besi dan anemia megalo blastik.
A. Anemia
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah dalam sirkulasi darah atau massa
hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen keseluruh
jaringan (Tarwoto, dkk, 2007 : 30).
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada
trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia yang terkait
dengan kehamilan hampir 95% adalah anemia defisiensi besi (Varney, 2002).
Patofisiologi
Sirkulasi ke Penambahan
Perubahan Massa eritrosit
plasenta dan zat-zat yang
hematologi < plasma darah
payudara dibutuhkan
Frekuensi
Penurunan Penurunan
anemia 10-
hemogoblin hematokrit
20%
Kadar Hemoglobin Menurut WHO
Adapun kadar Hb menurut WHO pada perempuan dewasa dan ibu hamil adalah sebagai berikut:
Kadar Hemoglobin Pada Perempuan Dewasa dan Ibu Hamil Menurut WHO
(Tarwoto, 2007:64)
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar & Soebroto (2009), adalah sebagai berikut:
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnesa. Hasil
anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual
muntah pada hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III.
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800 mg. Kebutuhan ini terdiri dari,
sekitar 300 mg diperlukan untuk janin dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan
massa haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.
Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan
3 kali dengan 2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama kehamilan
dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat besi sebanyak 100 mg sehingga
kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk wanita hamil (Manuaba, 2001).
2) Anemia Megaloblastik (29,0 %)
Anemia yang disebabkan karena defesiensi vitamin B12 dan asam folat. Kebutuhan folat meningkat
sekitar 2x lipat pada kehamilan dan kadar folat serum turun sampai sekitar separuh kisaran normal
dengan penurunan yang kurang dramatis dalam folat eritrosit. Mengingat efek protektif folat terhadap
defek tabung saraf, asam folat 400µgr tiap hari harus dimakan sekitar saat konsepsi dan sepanjang
kehamilan. Defisiensi vit B12 jarang terjadi selama kehamilan walaupun kadar vit1 B12 serum turun
dibawah normal pada 20-30% kehamilan dan kadar yang rendah kadang-kadang merupakan penyebab
kebingungan dalam penengakan diagnosis.
-Gejala-gejalanya :
a. Malnutrisi
c. Diare
Anemia yang disebabkan oleh sum-sum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Anemia
ini terjadi pada sekitar 8% kehamilan. Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan belum diketahui
dengan pasti, kecuali yang disebabkan oleh sepsis, sinar rontgen, racun dan obat - obatan. Terapi
dengan obat-obat penambah darah tidak memberi hasil, maka satu - satunya cara untuk memperbaiki
keadaan penderita yaitu dengan transfusi darah, yang perlu sering diulang beberapa kali
(Wiknjosastro, 2005).
Anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari
pembuatannya. Gejala utama adalah anemia dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan,
kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital. Anemia ini terjadi
pada sekitar 0,7% kehamilan. Pengobatan tergantung pada jenis anemia himolitik serta penyebabnya.
Bila disebabkan oleh infeksi, maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah.
Namun pada jenis obat-obatan, hal ini tidak memberihasil.
Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, Apabila dia hamil maka anemianya bisa
menjadi lebih berat. Kehamilan dapat juga krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnya tidak
mengalami anemia (Winkjosastro, 2005).
Sekalipun tampaknya janin mampu menyerap berbagai kebutuhan dari ibunya, tetapi dengan adanya
anemia maka akan mengurangi kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim.
Akibat adanya anemia pada ibu, maka dapat terjadi gangguan pada janin dalam bentuk:
Abortus
Terjadi kematian intrauterine
Persalinan prematuritas tinggi
Berat badan lahir rendah
Kelahiran dengan anemia
Dapat terjadi cacat bawaan
Bayi mudah terserang infeksi sampai kematian perinatal
Intelegensi rendah (cacat otak)
Kematian neonatal
Asfiksia intra partum
Nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya anemia jika sedang hamil. Makan
makanan yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaunan hijau, daging merah dan kacang
tanah) dapat membantu memastikan bahwa tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk
berfungsi dengan baik. Pemberian vitamin untuk memastikan bahwa tubuh memiliki cukup zat besi
dan folat. Pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat setiap hari. Jika mengalami anemia
selama kehamilan, biasanya dapat diobati dengan mengambil suplemen zat besi. Pastikan bahwa
wanita hamil diperiksa pada kunjungan pertama kehamilan untuk pemeriksaan anemia (Proverawati,
Atikah, 2011 : 137).
B. Trombositopenia
Kehamilan normal dapat disertai dengan penurunan konsentrasi trombosit fisiologis.biasanya nyata
pada trimester III. Trombositopenia merupakan keadaan dimana jumlah trombosit mengalami
penurunan. Hitung trombosit yang rendah pada kehamilan mungkin secara klinis dapat bersifas
idiopatik atau lebih sering disebabkan oleh suatu penyakit akut seperti anemia, pre eklamsi dan
eklamsi, perdarahan, koagulopati konsumtif dll. Menurut George sejumlah besar obat dan makanan
dapat meningkatkan kejadian disfungsi trombosit. Pemakaian kokain meningkatkan insiden
trombositopenia pada wanita hamil sebesar 6%.
Pengobatannya adalah dengan steroid, immunoglobin G intravena, dan splenektomi.
Kehamilan menyebabkan suatu keadaan hiperkoagulabel yang disertai dengan peningkatan resiko
tromboembolisme dan koagulasi intra vascular diseminata. Terdapat peningkatan factor-faktor VII, X,
serta fibrinogen plasma, dan fibrinolisis mengalami penekanan. Perubahan-perubahan ini berlangsung
sampai dengan 2 bulan masa nifas dan insidensi thrombosis selama periode ini meningkat.
Sumber :