Você está na página 1de 12

PENDAHULUAN

Makanan yang aman merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Penyakit melalui makanan (food borne disease) dapat berasal dari
berbagai sumber. Jaringan internal tumbuhan (buah-buahan dan sayuran) dan hewan (daging)
yang sehat pada dasarnya adalah steril. Namun makanan mentah dan olahan (kecuali steril)
mengandung berbeda jenis jamur, ragi, bakteri, dan virus. Mikroorganisme masuk ke dalam
makanan bersumber pada:

1. INTERNAL (alami) :

a. Tumbuhan: permukaan buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian, dan pori-pori di


beberapa umbi (lobak dan bawang, dll.

b. Hewan: kulit, rambut, bulu, saluran pencernaan, saluran genital urino, saluran
pernapasan, dan saluran susu (saluran dot) pada hewan mamalia.

2. EKSTERNAL
Udara, tanah, air limbah, air, makanan, manusia, bahan makanan, peralatan, dan
serangga.

SUMBER
Sumber Predominan Mikroorganisme dalam makanan diantaranya :
A. Tanaman (Buah dan Sayuran)
Jaringan pada bagian dalam makanan dari sumber nabati pada dasarnya steril,
kecuali beberapa sayuran berpori (mis. lobak dan bawang) dan sayuran berdaun (mis. kol
dan Brussel kecambah). Beberapa tanaman mampu menghasilkan metabolit antimikroba
alami yang bisa membatasi keberadaan mikroorganisme. Mikroorganisme di tumbuhan
dapat berupa Jamur, ragi, bakteri asam laktat, dan bakteri dari genus Pseudomonas,
Alcaligenes, Micrococcus, Erwinia, Bacillus, Clostridium, dan Enterobacter.
Beberapa faktor dapat meningkatkan jumlah mikroorganisme dalam tumbuhan
diantaranya seperti :
 Terjadinya penyakit tanaman
Penyakit pada tanaman dapat disebabkan oleh jamur, bakteri dan virus.
Tanaman yang terserang penyakit tidak mampu berkembang dan tumbuh
dengan baik. Penyakit tanaman dapat menyerang daun tumbuhan, buah
tumbuhan, batang maupun kuncup tumbuhan
 Kerusakan permukaan tumbuhan yang terjadi sebelum, selama, dan setelah
panen
Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan pada saat tumbuhan masih
ditanan, kemudian kerusakan permukaan tumbuhan saat proses pemanenan,
serta kerusakan permukaan tumbuhan saat proses pasca panen. Kerusakan
permukaan ini menyebabkan permukaan bahan pangan terluka (terobek, koyak,
dll) sehingga mengganggu proses pemasakan tumbuhan atau berakhibat
menurunkan mutu produk pangan. Permukaan bahan pangan tumbuhan yang
terbuka juga mempu memudahkan Mikroorganisme untuk tumbuh dan masuk
melalui celah permukaan tumbuhan yang terluka tersebut.
 Penanganan pasca panen yang tidak tepat
 Kondisi penyimpanan
Penyimpanan bahan pangan tumbuhan tidaklah sama, prosedur
penyimpanannya ditentukan oleh jenis tumbuhan. Kondisi penyimpanan yang
tepat akan meningkatkan masa simpan produk pangan tumbuhan, sebaliknya
kondisi dan atau metode penyimpanan yang tidak sesuai akan mempercepat
umur simpan dan berakhir kebusukan
 Distribusi setelah panen dan sebelum pemrosesan.
Bahan pangan tumbuhan akan melewati proses distribusi (transportasi dan
pemindahan) sebelum sampai ke tangan konsumen. Selama didiistribusikan,
bahan pangan dapat rentan terkontaminansi oleh mikroorganisme.
Dapat dilakukan metode pencegahan diantaranya pada saat penanaman (seperti
penggunaan air yang terhindar dari limbah, pemilihan jenis pupuk), pada saat
pemanenan dilakukan dengan hati-hati sehingga kerusakan permukaan dapat dicegah,
pencucian tidak terlalu jauh dari waktu panen dengan air bersih untuk menghilangkan
tanah dan kotoran, dan apabila perlu penyimpanan dilakukan pada suhu rendah sebelum
dan setelah pemrosesan guna mengurangi beban mikroba dalam makanan yang berasal
dari tumbuhan serta memperlambat kebusukan.

B. Hewan : Ikan, burung dan Kerang


Umumnya binatang-binatang termasuk hewan ternak, burung, ikan, maupun
kerang membawa mikroorganisme normal di dalam tubuhnya. Baik pada saluran
pencernaan, pernafasan, sistem urinogenital, saluran puting susu di ambing, kulit, kuku,
rambut, serta bulu. Jumlah mikroorganisme normal yang terdapat dalam setiap tubuh
individu berbeda-beda, paling tinggi dapat mencapai lebih dari 1010 bakteri/gram.
Keberadaan mikroflora pada hewan ternak dan burung ini dapat dipengaruhi oleh
adanya kontaminasi mikroorganisme patogen pada pasokan air dan pakan maupun
kondisi peternakannya yang buruk. Pada hewan ternak dan burung dapat mengandung
mikroorganisme patogen antara lain Salmonella, Escherichia coli, Camylobacter jejuni,
Yersinia enterocolitica¸ dan Listeria monocytogenes. Keberadaan mikroorganisme
patogen tersebut umumnya tidak menunjukkan gejala. Mikroorganisme patogen tersebut
dapat mengkontaminasi bagian-bagian tubuh hewan yang akan dijadikan sebagai bahan
pangan. Pada burung peterlur dapat dicurigai membawa Salmonella enteritidis pada
bagian ovariumnya serta mengkontaminasi kuning telurnya selama proses ovulasi.
Adapun salah satu contoh penyakit pada hewan ternak yaitu mastitis. Mastitis
merupakan peradangan ambing bagian dalam yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen pada kelenjar susu. Mastitis sendiri dapat terjadi pada sapi maupun kambing.
Mikroorganisme patogen penyebab penyakit mastitis ini adalah Staphylococcus aureus
dan Streptococcus agalactiae. Mastitis dapat dibagi menjadi dua yaitu mastitis klinis
dan mastitis subklinis atau mastitis yang tanda-tanda kemunculannya tidak terlalu jelas.
Dan yang paling sering terjadi di lapangan adalah mastitis subklinis sehingga
menyulitkan peternak dalam mengidentifikasi sejak dini. Penyakit mastitis juga dapat
memberikan kerugian karena dapat menurunkan produksi air susu yang dihasilkan dari
sapi/kambing. Bahkan dengan adanya penyakit mastitis ini dapat menurunkan kualitas
air susu.
Ikan serta kerang membawa mikroflora normal pada bagian sisik, kulit,
dan saluran pencernaan. Jenis dan tingkatan dari mikroba normalnya ini dapat
dipengaruhi oleh kualitas air, kebiasaan makan, serta penyakit. Adapun mikroorganisme
patogen yang dapat menyerang ikan dan kerang seperti Vibrio parahaemolyticus,
Vibrio vulnificus, dan Vibrio cholerae. Bakteri-bakteri patogen ini dapat
mengontaminasi makanan-makanan yang berasal dari hewani seperti telur, susu, daging,
serta produk perikanan selama proses produksi. Ikan-ikan di perairan juga bisa terkena
berbgai penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen. Salah satunya
adalah vibriosis pada ikan salmon dan ikan cod. Vibriosis pada ikan ini disebabkan oleh
bakteri patogen Vibrio salmonicida Kontaminasi mikroorganisme patogen ini dapat
terjadi karena rendahnya kualitas pakan dan air, misalnya kadar pH terlalu tinggi,
rendahnya kandungan oksigen, pencemaran limbah dan lain-lain.
Pencegahan kontaminasi bahan pangan dari sumber-sumber hewani ini
memerlukan tindakan yang serius. Langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain:
1. Penggunaan peternakan dan sanitasi yang baik
Lingkungan peternakan harus rutin dibersihkan setiap harinya terutama
pembersihan tinja-tinja dari hewan-hewan tersebut. Saluran pembuangan dibuat
khusus dan tetutup.
2. Pengecekan kualitas air dan pakan
Air dan pakan yang diberikan kepada hewan ternak, burung, ikan dan sebagainya
harus dalam keadaan bersih dan jangan sampai terdapat jamur
3. Telur-telur sesegera mungkin dikumpulkan, dibersihkan dan diletakkan pada
wadah yang bersih
4. Usahakan memanen ikan pada lingkungan perairan yang bersih, tidak tercemar,
dan sehat. Ikan-ikan yang sudah dipanen kemudian di simpan pada wadah yang
steril dengan es batu yang dibuat dari air yang steril atau bahkan air minum
5. Menjaga kebersihan proses produksi, pengemasan, dan penyimpanan yang
dilakukan sesuai dengan standar kebersihan dan steril
6. Memasak makanan dengan benar dan lebih baik hingga matang agar
mikroorganisme yang ada dapat terbunuh.
C. Udara
Udara tidak mempunyai flora alami, karena organisme tidak dapat hidup dan
tumbuh terapung begitu saja di udara. Flora mikroorganisme udara terdiri atas
organisme-organisme yang terdapat sementara mengapung di udara atau terbawa serta
pada partikel debu. Setiap kegiatan manusia agaknya menimbulkan bakteri di udara,
batuk, dan bersin menimbulkan aerosol biologi (yaitu kumpulan partikel di udara).
Kebanyakan partikel dalam aerosol biologi terlalu besar untuk mencapai paru-paru,
karena partikel-partikel ini tersaring pada daerah pernapasan atas. Sebaliknya, partikel-
partikel yang sangat kecil mungkin mencapai tapak-tapak infektif yang berpotensi. Jadi,
walaupun udara tidak mendukung kehidupan mikroorganisme, kehadirannya hampir
selalu dapat ditunjukkan dalam udara. Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu
volume udara akan bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang
yang ada. Daerah yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme
atmosfer yang tinggi. Sebaliknya, hujan, salju atau hujan es akan cenderung mengurangi
jumlah organisme di udara dengan membasuh partikel-partikel yang lebih berat dan
mengendapkan debu.Bakteri, termasuk patogen dan virus (termasuk bakteriofag), dapat
ditularkanmelalui udara.

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi mikroba udara adalah suhu


atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain. Temperatur dan kelembaban
relatif adalah dua faktor penting yang menentukan viabilitas dari mikroorganisme dalam
aerosol. Studi dengan Serratia marcesens dan E. coli menunjukkan bahwa kelangsungan
hidup udara terkait erat dengan suhu. Kontaminasi mikroba makanan dari udara dapat
dikurangi dengan mengurangi potensial, mengendalikan partikel debu di udara
(menggunakan udara yang disaring), menggunakan tekanan udara positif, mengurangi
tingkat kelembaban, dan memasang sinar UV.

Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Pada


udara yang tenang, partikel cenderung turun oleh gravitasi. Tapi sedikit aliran udara
dapat menjaga mereka dalam suspensi untuk waktu yang relatif lama. Angin penting
dalam penyebaran mikroorganisme karena membawa mereka lebih jauh. Arus juga
memproduksi turbulensi udara yang menyebabkan distribusi vertikal mikroba udara.
Pola cuaca global juga mempengaruhi penyebaran vertikal. Ketinggian membatasi
distribusi mikroba di udara. Semakin tinggi dari permukaan bumi, udara semakin kering,
radiasi ultraviolet semakin tinggi, dan suhu semakin rendah sampai bagian puncak
troposfer. Hanya spora yang dapat bertahan dalam kondisi ini, dengan demikian,
mikroba yang masih mampu bertahan pada ketinggian adalah mikroba dalam fase spora
dan bentuk-bentuk resisten lainnya. .

Macam- macam penyakit yang ditularkan melalui udara

a. Tuberkulosis atau TBC

Tuberkulosis atau TBC adalah penyakit yang sangat mudah sekali dalam
penularannya. Penderita TBC biasanya mengalami batuk yang berkepanjangan
sebagai gejala utama selama beberapa minggu yang diikuti dengan demam tinggi.
Biasanya demam menyerang pada malam hari, namun ketika siang demam akan
berkurang bahkan cenderung turun dan akan datang lagi bila mulai menjelang
malam. Orang yang terkena TBC, daya tahan tubuhnya akan menurun secara drastis,
nafsu makan berkurang, dan berat badan juga menurun dengan sangat cepat, rasa
lelah dan batuk-batuk. Ini terjadi jika infeksi awal telah berkembang menjadi
progressive tuberculosis yang menjangkiti organ paru dan organ tubuh lainnya.

b. Meningitis

Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane


atau selaput yang melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan
berbagai organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk
kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.

c. Flu Burung

Avian Influenza atau flu burung adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus influenza H5N1. Virus yang membawa penyakit ini terdapat
pada unggas dan dapat menyerang manusia. Flu burung terkadang sulit terdeteksi
pada stadium awal, karena gejala klinis penyakit ini sangat mirip dengan gejala flu
biasa,antara lain demam, sakit tenggorokan, batuk, pilek, nyeri otot, sakit kepala,
dan lemas. Namun, dalam waktu singkat penyakit ini dapat menyerang paru-paru
dan menyebabkan peradangan (pneumonia). Jika tidak dilakukan penanganan
segera, pada banyak kasus penderita akan meninggal dunia.

d. Pneumonia

Pneumonia atau yang dikenal dengan nama penyakit radang paru-paru


ditandai dengan gejala yang mirip dengan penderita selesma atau radang
tenggorokan biasa, antara lain batuk, panas, napas cepat, napas berbunyi hingga
sesak napas, dan badan terasa lemas.

D. Tanah
Faktor yang Mempengaruhi Mikroorganisme dalam Tanah
Setiap spesies mikroorganisme mempunyai persyaratan tertentu untuk
pertumbuhannya dan jika lingkungannya tidak sesuai, pertumbuhan atau aktivitasnya
akan menurun sehingga mempengaruhi total populasinya.
a. Temperatur
Berdasar temperatur mikroorganisme terbagi atas golongan psikrofil (<50C
optimum serupa mesofil), mesofil (optimum antara 250C dan 370C) dan termofil
(optimum antara 550C dan 650C) .
b. Tekanan Osmotik
Pada umumnya mikroorganisme mempunyai daya adaptasi yang cukup terhadap
tekanan osmotik dari lingkungan hidupnya. Protoplasma mikroorganisme yang normal
mempunyai kadar solute yang lebih tinggi dari tekanan osmotik lingkungan hidupnya.
Kedaan ini menyebabkan kecenderungan air masuk ke sel, sehingga turgor sel dapat
dipertahankan.
c. Tegangan Permukaan
Hal ini berkaitan dengan kelembaban dimana distribusi mikroorganisme dalam
tanah tidak merata dan terutama terdapat pada bagian organik dari partikel tanah yang
mengandung cukup air. Dalam hal ini bahan organik sebagai sumber nutrien dan air
berfungsi dalam metabolisme mikroorganisme (transpor nutrien dari luar sel ke dalam
sel dan untuk proses metabolisme). Di dalam tanah, mikroorganisme umumnya aktif
pada kelembaban > 15 bar (kapasitas lapang 1/3 bar, titik layu 15 bar). Beberapa
mikroorganisme yang termasuk fungi dan khamir dapat tumbuh pada tekanan 70 bar.
d. Fenomena Adsorpsi
Partikel liat sering berukuran sama dengan ukuran bakteri, bahkan liat bisa lebih
kecil. Bakteri dan liat mempunyai muatan sehingga keduanya dapat berinteraksi, sebab
muatan pada sel dan liat terpolarisasi atau diperantarai oleh ion metal.
e. Air
Air mempengaruhi aktivitas mikroorganisme sebab air merupakan komponen
utama dari protoplasma. Air yang berlebih akan membatasi pertukaran gas sehingga
menurunkan suplay O2, lingkungan akan menjadi anaerob.
f. pH
pH mempengaruhi tidak saja aktivitas mikroorganisme tetapi juga keragaman
spesiesnya. Streptomyces (Actinomycetes) tidak akan tumbuh pada pH < 7,5. Pada
umumnya kebanyakan mikroorganisme tumbuh optimum pada kisaran pH 6 – 8.
Meskipun demikian mikroorganisme juga masih dapat tumbuh dengan baik diluar
kisaran pH tersebut. Fungi umumnya lebih tahan terhadap pH masam, bakteri belerang
dapat tumbuh pada pH 0 – 1, sebaliknya Actinomycetes sangat peka terhadap pH < 5.

g. Nutrien (hara)
Terjadinya perubahan nutrien dapat menyebabkan perubahan komponen sel
(RNA), protein dan kecepatan tumbuh (medium kaya, medium miskin).
Disamping sifat fisik dan kimia tanah, faktor biologi juga mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme, seperti interaksi antara mikroorganisme dan pengaruh tumbuhan
tingkat tinggi.
Interaksi Antara Mikroorganisme meliputi : Netralisme, Kompetisi, Mutualisme,
Komensalisme, Amensalisme (antagonisme), Sinergisme, Parasitisme, Predatorisme.
Sedangkan pengaruh tumbuhan tingkat tinggi meliputi lingkungan hidup di daerah
sistem akar yang disebut rhizosfer.

Kontaminasi mikroba makanan dari udara dapat dikurangi dengan mengurangi sumber
potensial, mengendalikan partikel debu di udara (menggunakan udara yang disaring),
menggunakan tekanan udara positif, mengurangi tingkat kelembaban, dan memasang
sinar UV.

Populasi mikroba di dalam tanah terbagi menjadi 3 golongan, yaitu :

1) Golongan autotonus, yaitu golongan mikroba yang selalu tetap didapatkan di dalam
tanah dan tidak tergantung kepada pengaruh lingkungan luar seperti iklim, temperatur,
kelembaban

2) Golongan zimogenik, yaitu golongan mikroba yang kehadirannya di dalam tanah


diakibatkan oleh adanya pengaruh luar yang baru, misalnya penambahan senyawa
organik;

3) Golongan transien, yaitu golongan mikroba yang kehadirannya bersamaan dengan


adanya penambahan mikroba secara sengaja, misalnya dalam bentuk
inokulum Rhizobium atau Azotobacter ke dalam tanah.

E. Limbah
Limbah, terutama bila digunakan sebagai pupuk pada tanaman, dapat mencemari
makanan mikroorganisme terutama bakteri dan virus enteropatogenik yang berbeda.
Makanan organik seperti buah-buahan impor dan sayuran impor bisa saja terdapat
mikroorganisme yang tidak baik untuk tubuh. Kotoran ternak yang tidak diolah mungkin
digunakan sebagai pupuk. Parasit patogen juga bisa didapat dalam makanan dari air
limbah.

Sayuran yang telah terkontaminasi oleh air limbah juga menyebakan atau memberi
andil resiko terhadap penyakit yang berpindah melalui makanan biasanya cukup tinggi di
negara-negara yang menggunakan irigasi dengan air limbah yang tidak diolah secara
memadai. Kerang-kerangan misalnya tiram, kerang, remis, kepiting dll. merupakan
vektor penyakit terhadap manusia yang banyak berperan, agen infeksi yang dibawanya
adalah bakteria, virus, protozoa, dan cacing (helmiths). Binatang- binatang tersebut
merupakan alat perpindahan penyakit yang perlu diperhatikan karena hidup di lingkungan
muara yang mana sering terkontaminasi oleh air limbah domestik. Misalnya saja bakteri
yang dihasilkan dari air limbah ialah Salmonella typhi penyebab tipus, Shigella penyebab
Dysentri basiler, Mycobacterium tuberculosis penyebab Tuberculosis. Sedangkan grup
virus yang dihasilkan dari air limbah diantaranya: Rotavirus penyebab Gastroenteristis,
Adenovirus penyebab Penyakit pernafasan, conjunctivitis akut, calicivirus penyebab
Gastroenteristis (Said dan Ruliasih, 2005).

 Limbah organik

Makanan organik seperti buah-buahan impor dan sayuran impor bisa saja
terdapat mikroorganisme yang tidak baik untuk tubuh. Kotoran ternak yang tidak
diolah mungkin digunakan sebagai pupuk. Contohnya adalah Bakteri Listeria
monocytogenes (L. monocytogenes) yang ditemukan di pakan ternak yang dibuat dari
daun-daunan hijau yang diawetkan dengan fermentasi dan sumber-sumber alami lainnya
seperti feses ternak sebagai pupuk tanaman. Makanan yang bisa tercemar Listeria antara
lain daging yang dimasak kurang matang, sayuran mentah, keju, serta susu yang tidak
dipasteurisasi. Bakteri Listeria dapat menyebabkan penyakit yang disebut Listeriosis.
Gejala jangka pendek yang muncul seperti demam tinggi, sakit kepala parah, pegal, mual,
sakit perut dan diare.

 Air Limbah

Air limbah yang tercemar dapat mengkontaminasi pangan akibat adanya mikroba.
Parasit patogen juga bisa didapat dalam makanan dari air limbah seperti Cacing Parasit
(Helminth Parasites). Kerang-kerangan sebagai vektor infeksi dari perairan limbah kotor
yang menyebabkan penyakit tipus (Salmonella typh); Salmonella paratyphi
menyebabkan Demam
Paratyphoid (paratiphus) berasal dari tinja manusia. Infeksi hepatitis disebabkan
oleh virus Hepatitis A (HAV). Entamoeba Histolytica yang merupakan parasit protozoa
menyebabkan amebiasis atau disentri amoebic(penyakit pada usus besar).

Penanggulangan
Untuk mengurangi kejadian kontaminasi mikroba pada makanan dari limbah, lebih
baik tidak menggunakan limbah sebagai pupuk. Jika digunakan, itu harus dirawat secara
efisien untuk membunuh patogen. Juga, mencuci makanan secara efektif setelah panen
adalah penting. Adanya penanaman algae yang merupakan salah satu material alam yang
memiliki potensi sebagai penyerap logam berat. Algae juga merupakan bio indikator yang
baik untuk meneliti tingkat pencemaran air laut. Selain itu, dengan merubah sistem
pembuangan air limbah yang lama, yakni dengan cara seluruh air limbah rumah tangga
baik air limbah toilet maupun air limbah non toilet diolah dengan unit pengolahan air
limbah di tempat (on site treatment), selanjutnya air olahannya dibuang ke saluran umum.

KESIMPULAN

Pemahaman tentang sumber-sumber mikroorganisme dalam makanan penting untuk


dilakukan mengembangkan metode untuk mengontrol akses beberapa mikroorganisme dalam
makanan, mengembangkan metode untuk membunuh mikroorganisme dalam makanan, dan
menentukan kualitas mikrobiologis makanan, serta menetapkan standar mikrobiologis dan
spesifikasi makanan dan bahan makanan.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Titin. 2014. Kontaminasi Logam Berat Pada Makanan dan Dampaknya Pada
Kesehatan. TEKNOBUNGA. Volume 1 (1): 53-65.

Ray, Bibek. 2005. Fundamental Food Microbiology Third Edition. CRC Press. Florida.

Said, Nusa Idaman dan Ruliasih Marsidi. 2005. Mikroorganisme Patogen dan Parasit di Dalam
Air Limbah Domestik Serta Alternatif Teknologi Pengolahan. JAI. Volume 1 (1): 65-81.

Você também pode gostar