Você está na página 1de 27

PENDEKATAN TEORI MODEL KEPERAWATAN PADA ANAK

DISUSUN OLEH:

ISUSKA
KISMANTO
NUR EKO WIJAYANTI
NUR’AINI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERINTIS

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
karya makalah ini dapat tersusun hingga selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi kami dan para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami. Kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran
dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Dharmasraya ,18 April 2019

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Komunikasi pada anak merupakan bagian penting dalam membangun
kepercayaan diri kita dengan anak. Melalui komunikasi akan terjalin rasa percaya, rasa
kasih sayang, dan selanjutnya anak akan merasa memiliki suatu pengharapan pada
dirinya. Banyak ahli komunikasi memberikan pengerian tentang komunikasi seperti
komunikasi merupakan pengiriman atau tukar menukar informasi , ide atau informasi
yang disampaikan. Melalui pengertian tersebut terdapat istilah pertukaran informasi
yang berarti dalam komunikasi melibatkan lebih dari satu orang dalam menyampaikan
informasi, atau ide yang ada. Kemudian dalam praktik keperawatn istilah komunikasi
sering digunakan pada aspek pemberian terapi pada klien, sehingga istilah komunikasi
banyak dikaitkan dengan istilah terapeutik atau dikenal dengannama komunikasi
terapeutik yang menurut Stuart dan Sundeen tahun 1987 merupakan suatu cara untuk
membina hubungan yang terapeutik yang diperlukan untuk pertukaran informasi dan
perasaan, yang dapat mempengaruhi perilaku orang lain, mengingat keberhasilan
tindakan keperawatan tergantung pada proses komunikasi.
Sedangkan secara umum komunikasi anak merupakan proses pertukaran
informasi yang disampaikan oleh anak kepada oarang lain dengan harapan orang yang
diajak dalam pertukaran informasi tersebut mampu memenuhi kebutuhannya. Dalam
tinjauan tersebut mampu memenuhi kebutuhannya. Dalam tinjauan ilmu keperawatan
anak, anak merupakan seseorang yang membutuhkan khusus anak yang dapat dipenuhi
dengan cara komunikasi baik secara verbal maupun nonverbal yang dapat
menumbuhkan kepercayaan pada anak sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Komponen dalam Komunikasi
1.2.2 Sikap dalam Komunikasi

1.3 TUJUAN
1.3.1 Menjelaskan Komponen dalam Komunikasi
1.3.2 Menjelaskan Sikap dalam Komunikasi
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Komponen dalam Komunikasi

Komunikasi dapat terjadi bila prosesnya dapat berjalan dengan baik. Proses
komunikasi yang dimaksud di sini adalah pengiriman pesan (informasi), penerus pesan,
pesan itu sendiri, media, dan umpan balik. Proses tersebut merupakan suatu komponen
dalam komunikasi yang satu dengan lainnya saling berhubungan, di antara komponen
dalam komunikasi adalah sebagai berikut :

a. Pengirim pesan
Pengirim pesan disini adalah dapat individu dalam hal ini adalah anak,
keluarga atau kelompok yang melaksanakan komunikasi baik dengan individu
(anak) ataupun kelompok lain. Pengirim pesan disini adalah seseorang atau sumber
pesan yang dikomunikasikan. Pengiriman pesan di sini adalah seseorang atau
sumber pesan yang memberikan informasi atau ide yang disampaikaan. Pada
praktik keperawatan pengiriman pesan komunikasi dapat terjadi antara anak
dengan perawat, dokter atau petugas kesehatan lainnya serta orang tua.
b. Penerima pesan
Penerima pesan merupakan orang yang menerima berita atau lambang dapa
berupa klien (anak), keluarga atau masyarakat. Penerima pesan dalam praktik
keperawatn anak adalah anak itu sendiri dan juga bisa orang tua, mengingat dalam
keperawatan anak orang tua itu termasuk salah satu komponen dalam pemberian
asuhan keperawatan dan terlibat secara langsung.
c. Pesan

Pesan merupakan berita yang sampaikan oleh pengirim pesan melalui


lambang pembicara, gerakan ataupun sikap. Pesan ini dapat berupa berbagai
informasi tentang masalah kesehatan anak atau informasi-informasi yang
membantu kepercayaan diri anak.

d. Media
Merupakan sarana tempat berlakunya lambang saluran yang dapat meliputi
suara dan lambang itu sendiri. Media dalam komunikasi pada anak ini sangat
beragam seperti suara, atau beberapa hal yang dapat memudahkan dalam
penerimaan pesan khususnya pada anak seperti berupa gambar atau permainan
secara konkret dan menarik bagi anak.
e. Umpan balik
Merupakam bagian proses komunikasi yang dpaat digunakan sebagai alat
pencapaian pesan/informasi ynag telah disampaikan. Komponen ini merupakan
evaluasi tercapainnya informasi yang disampaikan pada anak, mengingat dalam
komunikasi dengan anak sering menemukan kesulitan dlam proses umpan balik
karena anak merasa ketakutan atau adanya dampak dari hospitalisasi.

2.2 Sikap dalam Komunikasi

Sikap dalam komunikasi merupakan salah satu unsur penting dalam membangun
efektivitas dari proses komunikasi, dengan sikap yang baik proses komunikasi dapat
berjalan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang ada. Menurut Egan tahun 1995 dikutip
Kozier dan Erb tahun 1983 menyampaikan baik secara verbal yang dapat meliputi:

a. Sikap berhadapan
Berhadapaan merupakan bentuk sikap dimana seseorang langsung bertatap
muka atau berhadapan langsung dengan anak (seseorang yang diajak
komunikasi), sikap ini mempunyai arti bahwa komunikator siap untuk
berkomunikasi.
b. Sikap mempertahankan kontak
Mempertahankan kontak mata merupakan kegiatan yang bertujuan menghargai
klien dan mengatakan adanya keinginan untuk tetap berkomunikasi dengan cara
selalu memperhatikan apa yang diinformasikann atau disampaikan dengan
tidak melakukan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian dengan lainnya.
c. Sikap membungkut kearah pasien
Sikap ini merupakan bentuk sikap dengan memperhatkan posisi yang
menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengar sesuatu dengan
cara membungkuk sedikit kearah klien. Cara ini dilakukan menjaga komunikasi
berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
d. Sikap terbuka
Sikap ini merupakan bentuk sikap dengan memberikan posisi kaki tidak
melibat, tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi yang selama
proses konikasi sehingga proses keterbukaan diri dalam komunikasi dapat
dilaksanakan.
e. Sikap tetap releks
Merupakan sikap yang menunjukkan adanya keseimbangan antara ketegangan
dan relaksasi dalam memberi respons pada klien selam komunikasi. Sikap ini
sangat diperlukan sehingga saling memberikan berbagai informasi yang
diharapkan tanpa adanya sebuah paksaan.
Selain beberapa sikap yang ada masih ada beberapa sikap nonverbal selama
komunikasi yang juga masuk dalam kategori sikap, seperti :1) gerakan mata,
gerakan mata ini digunakan dalam memberikanperhatian. Gerakan mata
merupakan cara interaksi yang tepat, mengingat proses pendidikan dan
sosialisasi anak dapat terwujud pada kontak mata. 2) ekspresi muka, sikap ini
termasuk bahasa nonversal yang banyak dipengaruhi oleh budaya. Percaya atau
tidak dapat interaksi yang mendasar karena dengan sentuhan dapat
memperhatikan perasaan menerima dan mengahargai. Ikatan kasih sayang
ditentukan oleh pendengaran atau suara. Sentuhan merupakn elemen penting
dalam pembentukan ego, perasaan dan kemandirian.
Pada komunikasi dengan anak sentuhan merupakan alat yang sangat
penting karena sebagai alat komunikasi dalam memperlihatkan kehangatan,
kasih sayang, yang ada pada kemudian hari (dewasa) dapat
mengembangkannya.

2.3 SIKAP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Sikap komunikasi terapeutik merupakan cara berperilaku seseorang selama


dalam komunikasi yang dapat memberikan dampak terapi psikologis, sehingga
masalah- masalah psikologis anak dapat teratasi. Dalam praktik keperawatan sikap
komunikasi terapeutik itu terdiri dari :

Sikap Kesejatian

Merupakan sikap dalam pengiriman pesan pada anak menunjukkan tentang


gambaran diri kita sebenarnya, sikap yang dimaksud antara lain menghindari
membuka diri yang terlalu dinisampai dengan klien (anak) menunjukkan kesiapan
untuk berespons positif terhadap keterbukaan, sikap kepercayaan yang digunakan
untuk menum- buhkan rasa percaya kita dengan anak dan harus lebih terbuka, sikap
menghindari membuka diri terlalu dini dalam rangka manipulasi sikap dengan
memberikan nasihat atau mempengaruhi klien (anak) untuk mendapatkan apa yang
menjadi tujuan kita dalam komunikasi.

Sikap Empati

Merupakan bentuk sikap dengan cara menempatkan diri kita pada posisi anak
dan orang tua. Sikap empati ini dapat ditunjukkan dengan mendegarkan apa yang
disampaikan oleh komunikan dengan maksud dimengerti, mengatakan pada diri
komunikan bahwa kita ingin mendengar apa darinya, menyampaikan respons empati
seperti keakuratan, kejelasan, kehangatan, dan menunjukkan empati secara verbal.
Sikap Hormat Merupakan bentuk sikap yang menunjukkan adanya suatu
kepedulian/perhatian. rasa suka dan menghargai klien.

Sikap Hormat

Dalam komunikasi ini dapat ditunjukkan dengan melihat kearah klien saat
berkomunikasi, memberikan perhatian yang tidak terbagi dalam komunikasi,
memelihara kontak mata dalam komunikasi, senyum pada saat yang tepat, bergerak
kearah klien saat komunikasi, menentukan sapaan saat komunikasi, melakukan
jabatan tangan atau sentuhan yang lembut dengan izin komunikan.

Sikap Konkret

Merupakan bentuk sikap dengan menggunakan terminologi yang spesifik dan


bukan abstrak pada saat komunikasi dengan klien. Sikap konkret dapat ditunjukkan
dengan menggunakan sesuatu yang nyata seperti menunjukkan pada hal yangnyata,
melalui orang ketiga dalam hal ini adalah orang tua dan dapat menggunakan alat
bantu seperti gambar, mainan, dan lain-lain.

2.4 KOMUNIKASI DENGAN ANAK BERDASARKAN USIA TUMBUH


KEMBANG

Usia Bayi (0-1 tahun)

Komunikasi pada bayi yang umumnya dapat dilakukan adalah dengan melalui
gerakan-gerakan bayi,gerakan tersebut sebagai alat komunikasi yang efektif, di
samping itu komunikasi pada bayidapat dilakukan secara
nonverbal.Perkembangankomunikasi pada bayi dapat dimulai dengan kemampuan
bayi untuk melihat sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakan maka bayi akan
berespons untuk membuat suara-suara yang dikeluarkan oleh bayi. Perkembangan
komunikasi pada bayi tersebut dapat dimulai pada usia minggu ke delapan di mana
bayi sudah mampu untuk melihat objek atau cahaya, kemudian pada minggu kedua
belas bayi sudah mulai melakukan tersenyum. Pada usia ke enam belas bayi sudah
mulai menolehkan kepala pada suara yang asing bagi dirinya. Pada pertengahan
tahun pertama bayisudah mulai mengucapkan kata kata awal seperti ba-ba, da da,
dan lain-lain dan pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap panggilan
terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat dalam buku, pada
akhir tahun pertama sudah mampu melakukan kata kata yang spesifik antara dua atau
tiga kata.

Selain melakukan komunikasi seperti diatas terdapat cara komunikasi yang


efektif pada bayi yakni dengan cara menggunakan komunikasi nonverbal dengan
teknik sentuhan seperti mengusap, mengendong, memangku, dan lain-lain.

Usia Todler dan Prasekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan


perkembangan bahasa anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami
kurang lebih sepuluh kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih
terdengar kata-kata ulangan.

Pada anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai
sembilan ratus kata dan banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa apa,
kapan, dan sebagainya. Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat
egosentris,rasa ingin tahunya sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasa
mulai mening mudah merasa kecewa dan rasa bersalah karena tuntutan tinggi, setiap
komunikasi harus berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu
diingat bahwa pada usia ini anak masih belum fasih dalam berbicara.
(Behrman,1996).

Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan
memberi tahu apa yang teriadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka
untukmenyentuh alat pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara,
bicara lambat, jika tidak dijawab harus diulang lebihjelas dengan pengarahan
yangsederhana, hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata jawab
dong mengalihkan aktivitas saat komunikasi, memberikan mainan saat komunikasi
dengan maksud anak mudah diajak komunikasi, mengatur jarak interaksi di mana
kita dalam berkomunikasi dengan anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran
diri di mana kita harus menghindari konfrontasi langsung duduk yang terlalu dekat
dan berhadapan. Secara nonverbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan
persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, salaman
dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar,
menulis atau bercerita, dalam menggali perasaan dan fikiran anak disaat melakukan
komunikasi.

Usia Sekolah (5-11 tahun)

Perkembangan komunikasi pada anak usia ini dapat dimulai dengan


kemampuan anak mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar
dan apa yang dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan
anak membaca di sini sudah dapat mulai, pada usia kedelapan anak sudah mampu
membaca dan sudah mulai berpikir terhadap kehidupan.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia sekolah ini adalah tetap masih
memperhatikan tingkat kemampuan bahasa anak yaitu gunakan kata sederhana yang
spesifik, jelaskan sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang
tidak diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural
dari objek tertentu sangat tinggi maka jelaskan arti fungsi dan prosedurnya, maksud
dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakan secara jelas dan jangan menyakiti atau
mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara
efektif.

Usia Remaja (11-18 tahun)

Perkembangan komunikasi pada usia remaja ini ditunjukkan dengan


kemampuan berdiskusi atau berdebat dan sudah mulai berpikir secara konseptual,
sudah mulai menunjukkan perasaan malu, pada anak usia ini sering kali merenung
kehidupan tentang masa depan yang direfleksikan dalam komunikasi. Pada usia ini
pola pikir sudah mulai menunjukan kearah yang lebih positif terjadi konseptualisasi
mengingat masa ini adalah masa peralihan anak menjadi dewasa.

Komunikasi yang dapat dilakukan pada usia ini adalah berdiskusi atau curah
pendapat pada teman sebaya, hindari beberapa pertanyaan yang dapat menimbulkan
rasa malu dan jaga kerahasiaan dalam komunikasi mengingat awal terwujudnya
kepercayaan anak dan merupakan masa transisi dalam bersikap dewasa.

2.5 Teknik Komunikasi Kreatif pada Anak

Komunikasi dengan anak merupakan sesuatu yang penting dalam menjaga


hubungan dengan anak, melalui komunikasi ini pula perawat dapat memudahkan
mengambil berbagai data yang terdapat pada diri anak yang selanjutnya digunakan
dalam penentuan masalah keperawatan atau tindakan keperawatan. Beberapa cara
yang dapat digunakan dalam berkomunikasi dengan anak. Menurut Whaley dan
Wong’s (1995), teknik komunikasi kreatif pada anak, yaitu:

a. Teknik Verbal

(1)Pesan “Saya”;

Nyatakan perasaan tentang perilaku dalam istilah “Saya”. Hindari penggunaan “Anda”
(kamu). Pesan “Anda” adalah perlawanan yang menghakimi dan menghasut.
Contoh:
Pesan “Anda” : “Anda sangat tidak kooperatif dalam menjalankan pengobatan Anda”.
Pesan “Saya” : “Saya sangat memperhatikan jalannya pengobatan karena saya ingin
melihat Anda menjadi lebih baik”.

(2) Teknik Orang-Ketiga;

Cara berkomunikasi ini pertama dilakukan oleh anak dalam menumbuhkan


kepercayaan diri anak, dengan menghindari secara langsung dapat berkomunikasi
dengan melibatkan orang tua secara langsung yang sedang berada di samping. Selain
itu dapat digunakan dengana mengomentari tentang mainan, baju yang sedang
dipakainya serta lainnya, dengan catatan tidak langsung pada pokok pembicaraan.
Teknik ini biasanya digunakan pada pasien infan dan toodler yaitu dengan
menggunakan orang terdekat pasien. Teknik ini kurang mengancam dibandingkan
dengan menanyakan pada anak secara langsung bagaimana perasaannya, karena hal
ini member kesempatan pada mereka untuk setuju atau tidak setuju tanpa merasa
dibantah.
Contoh:
o “Terkadang bila seseorang menderita sakit parah, ia merasa marah dan sedih
karena tidak dapat melakukan yang orang lain lakukan”.
o Tunggu dengan diam untuk mendapatkan respon atau mendorong pengulangan
dengan pernyataan seperti: “Apakah anda pernah merasa demikian?”
o Berikan anak tiga pilihan:
o Untuk setuju dan, dengan berharap, mengekspresikan apa yang mereka
rasakan., untuk tidak setuju, untuk tetap diam, dimana mungkin mereka
mengalami perasaan yang tidak dapat diekspresikannya pada saat itu.

(3) Facilitative Responding (Respon Fasilitatif);

Menfasilitasi anak adalah bagian cara berkomunikasi, melalui ini ekspresi anak
atau respon anak terhadap pesan dapat diterima. Dalam menfasilitasi kita harus
mampu mengekspresikan perasaan dan tidak boleh dominan, tetapi anak harus diberi
respon terhadap pesan yang disampaikan melalui mendengarkan dengan penuh
perhatian dan jangan merefleksikan ungkapan negative yang menunjukkan kesan yang
jelek pada anak.
Libatkan teknik mendengar dengan perhatian dan cerminkan kembali pada pasien
perasaan dan isi pernyataan yang mereka ungkapkan. Respon yang dilakukan oleh
perawat tidak menghakimi dan empati.
Contoh:
Bila anak berkata, “Saya benci datang ke rumah sakit dan disuntik” respon
fasilitatifnya adalah: “Kamu merasa tidak senang ya dengan semua yang dilakukan
padamu”.

(4) Storytelling (bercerita)

Melalui cara ini pesan yang akan disampaikan kepada anak dapat mudah diterima,
mengingat anak sangat suka sekalin dengan cerita, tetapi cerita yang disampaikan
hendaknya sesuai dengan pesan yang akan disampaikan, yang dapat diekspresikan
melalui tulisan maupun gambar.
Gunakan bahasa anak untuk masuk ke dalam area berpikir mereka sementara
menembus batasan kesadaran atau rasa takut anak. Teknik paling sederhana adalah
meminta anak untuk menyebutkan cerita tentang kejadian yang berhubungan, seperti
“berasa di rumah sakit”. Pendekatan lainnya:
Tunjukkan pada anak sebuah gambar tentang kejadian tertentu, seperti seorang
anak di rumah sakit dengan orang lain di suatu ruangan, dan minta mereka untuk
menggambarkan situasinya; “atau” potong cerita komik, buang kata-katanya, dan
minta anak menambahkan pernyataan untuk ilustrasi tersebut.

(5) Saling Bercerita;

Tunjukkan pikiran anak dan upayakan untuk mengubah persepsi anak atau rasa
takutnya dengan menceritakan kembali suatu cerita yang berbeda (pendekatan yang
lebih terapeutik dibandingkan bercerita). Mulailah dengan meminta anak
menceritakan sebuah cerita tentang sesuatu, ikuti dengan cerita lain yang diceritakan
perawat yang hamper sama dengan cerita anak tetapi dengan perbedaan yang
membantu anak dalam area masalah.
Contoh:
Cerita si anak adalah tentang pergi ke rumah sakit dan tidak pernah melihat orang
tua mereka lagi. Cerita si perawat juga tentang anak (dengan menggunakan nama yang
berbeda tetapi situasinya serupa) di rumah sakit yang orang tuanya berkunjung setiap
hari (pada sore hari setelah bekerja), sampai anak tersebut merasa lebih baik dan
akhirnya pulang ke rumah bersama mereka.

(6) Biblioterapi;

Melalui pemberian buku atau majalah dapat digunkan untuk mengekspresikan


perasaa, dengan menceritakan isi buku atau majalah yang sesuai dengan pesan yang
akan disampaikan kepada anak.
Digunakan dalam proses terapeutik dan suportif. Beri kesempatan pada anak
untuk mengeksplorasi kejadian yang serupa dengan mereka sendiri tetapi cukup
berbeda, untuk memungkinkan mereka member jarak diri darinya dan tetap berada
dalam kendali. Pedoman umum untuk menggunakan biblioterapi adalah sebagai
berikut:
o Kaji perkembangan emosi dan kognitif anak untuk memahami kesiapan
memahami pesan dari buku.
o Kenali isi buku (pesan yang disampaikan dan tujuannya) dan usia yang sesuai
untuk buku itu.
o Bacakan buku tersebut bila si anak tidak dapat membaca.
o Gali makna buku itu bersama si anak dengan memintanya untuk melakukan
hal-hal berikut:
o Menceritakan kembali cerita buku itu
o Membaca bagian khusus dengan perawat atau orangtua.
o Melukiskan gambar yang berhubungan dengan cerita dan mendiskusikan
gambar tersebut.
o Membicarakan tentang karakter.
o Meringkat moral atau arti dari cerita.

(7) Dreams (mimpi)

Tunjukkan dengan sering pikiran-pikiran dan perasaan yang tidak disadari dan
ditekan. Minta anak untuk menceritakan tentang mimpi atau mimpi buruk. Gali
bersamanya tentang kemungkinan arti mimpi.

(8) “What if” Questions (Pertanyaan “Bagaimana jika”);

Dorong anak untuk menggali situasi potensial dan untuk mempertimbangkan


pilihan pemecahan masalah yang berbeda.
Contoh:
“Bagaiman jika kamu sakit dan harus pergi ke rumah sakit?” Respons anak
menunjukkan apa yang sudah mereka ketahui dan apa yang ingin mereka ketahui,
pertanyaan ini juga member kesempatan untuk membantu anak mempelajari
keterampilan koping, terutama pada situasi yang berpotensi bahaya.

(9) Three Wishes (Tiga Harapan)

Ungkapan ini penting dalam berkomunikasi dengan anak, dengan meminta anak
untuk menyebutkan keinginan dapat diketahui berbagai keluhan yang didapatkan, dan
keinginan tersebut dapat menunjukkan perasaan dan pikiran saat itu.
Libatkan pertanyaan “Bila kamu memiliki tiga hal di dunia ini, hal apa sajakah
itu?” Bila anak menjawab, “Semua harapan saya menjadi kenyataan”, Tanya
kepadanya harapan khusus tersebut.
(10) Permainan Peringkat;

Gunakan beberapa tipe skala peringkat (angka, wajah sedih, sampai senang) untuk
rentang kejadian atau perasaan.
Contoh:
Pengganti pertanyaan bagaimana perasaan seorang remaja, tanyakan bagaimana hai-
hari mereka (pada skala 1 sampai 10, dengan 10 adalah hari yang paling baik.

(11) Permainan asosiasi Kata;

Libatkan pernyataan kata-kata kunci dan minta anak untuk mengatakan pada kata
pertama yang mereka pikirkan pada saat mereka mendengar kata-kata kunci tersebut.
Mulailah dengan kata-kata netral dan kemudian perkenalkan kata-kata yang lebih
menimbulkankecemasan, seperti penyakit, jarum suntik, rumah sakit dan operasi. Pilih
kata-kata kunci yang berhubungan dengan suatu kejadian yang relevan dengan
kehidupan anak.

(12) Melengkapi Kalimat;

Libatkan pernyataan sebagian dan minta anak untuk melengkapinya. Beberapa contoh
pernyataan tersebut sebagai berikut:
“Yang paling saya sukai tentang sekolah adalah…..”
“Sesuatu yang paling saya sukai tentang orang tua saya adalah…..”
“Sesuatu yang paling lucu yang pernah saya lakukan adalah…..”
“Salah satu yang akan saya ubah tentang keluarga saya adalah…..”
“Bila saya dapat menjadi sesuatu yang saya inginkan, saya ingin menjadi…..”
“Yang paling saya sukai tentang diri saya sendiri adalah…..”

(13) Pros dan Cons (Pro dan Kontra/ Baik Buruknya

Penggunaan teknik komunikasi ini sangat penting dalam menentukan atau


mengetahui perasaan dan pikiran anak, dengan mengajukan pada situasi yang
menunjukkan pilihan yang positif dan negative sesuai dengan pendapat anak.
Libatkan pemilihan topic, “Berada di rumah sakit”, dan minta anak menyebutkan
“lima hal yang baik dan lima hal yang buruk “tentang hal tersebut. Merupakan teknik
yang dapat diterima bila diterapkan pada persahabatan, seperti sesuatu yang disukai
anggota keluarga dan yang tidak disukai satu sama lain.
b. Teknik Non Verbal

(1) Writing (Menulis);

Merupakan pendekatan komunikasi alternative untuk anak yang lebih besar dan
orang dewasa. Saran khusus mencakup teknik menulis:
o Menyimpan jurnal atau buku harian
o Menuliskan perasaan atau pikiran yang sulit untuk diekspresikan.
o Menulis “surat” yang tidak pernah dikirimkan (suatu variasi membuat “sahabat
pena” untuk disurati.
o Menyimpan sejumlah kemajuan anak dari titik pandang fisik dan emosional.

(2) Menggambar

Merupakan salah satu bentuk komunikasi paling dapat diterima baik non verbal
(dari melihat gambar) maupun verbal (dari cerita anak tentang gambar). Gambar anak
menceritakan semua tentang mereka, karena gambar ini adalah proyeksi diri mereka
dari dalam. Menggambar spontan mencakup member anak bahan seni yang bervariasi
dan memberikan kesempatan untuk menggambar. Menggambar dengan arahan
mencakup arahan yang lebih spesifik, seperti “menggambar orang” atau pendekatan
“tiga tema” (menyatakan tiga hal tentang anak untuk memilih salah satu dan melukis
gambar).
Pendoman mengevaluasi gambar:
o Gunakan gambar spontan dan evaluasi lebih dari satu gambar bila mungkin.
o Interpretasi dalam pandangan informasi lain yang tersedia tentang anak dan
keluarga.
o Interpretasi gambar sebagai keseluruhan, bukan memfokuskan pada detil
khusus dari gambar.
o Pertimbangkan elemen individual dari gambar yang mungkin bermakna:
o Jenis kelamin yang digamabr pertama biasanya berhubungan dengan
persepsi anak tentang peran seksnya sendiri.
o Ukuran figus individu mengekspresikan kepentingan, kekuatan, atau
kekuasaan.
o Pesan diman figure digambarkan mengekspresikan prioritas dalam hal
kepentingan.
o Posisi anak dalam hubunganbta dengan anggota keluarga mengekspresikan
perasaan tentang status atau kelompok.
o Mengesampingkan seorang anggota dapat menunjukkan perasaan tidak
dimiliki atau keinginan untuk menyingkirkan.
o Bagian-bagian yang menonjol biasanya mengekspresikan perhatian pada
area-area dengan kepentingan khusus (missal: tangan yang besar menjadi
tangan agresi).
o Tidak ada atau adanya lengan dan tangan yang belum sempurna
menunjukkan rasa takut, kepasifan, atau imaturitas intelektual, gambar kaki
yang kecil sekali, tidak stabil dapat merupakan ekspresi rasa tidak aman,
dan tangan yang tersembunyi dapat berarti perasaan bersalah.
o Penempatan gambar pada halaman dan tipe coretan berkelanjutan
mengekspresikan rasa tidak aman, sedangkan gambar yang terbatas pada
area kecil dan gambar seperti garis patah-patah atau garis bergelombang
dapat menjadi rasa tidak aman.
o Penghapusan, bayangan, atau garis silang mengekspresikan keraguan,
perhatian, atau kecemasan terhadap area tertentu.

(3) Sulap

Gunakan trik magis sederhana untuk membantu membuat hubungan dengan anak,
dorong kepatuhan dengan intervensi kesehatan dan berikan distraksi efektif selama
prosedur yang menyakitkan. Meskipun “tukang sulap” berbicara, tidak adanya respon
verbal dari anak adalah yang diinginkan.

(4) Play (Bermain)

Merupakan bahasa umum dan “pekerjaan” anak. Ceritakan banyak hal tentang
anak-anak, karena mereka menunjukkan jati diri mereka sendiri melalui aktivitas.
Bermain spontan mencakup memberi anak berbagai materi permainan dan member
kesempatan untuk bermain.
Bermain dengan arahan mencakup arahan yang lebih spesifik, seperti member
peralatan medis atau boneka untuk memfokuskan alas an, seperti menggali rasa takut
anak terhadap injeksi atau menggali hubungan keluarga.
2.6 Pengkajian dengan Menggunakan Media Gambar

Williams ( 1987 ) menggambarkan bermacam – macam perangkat yang dapat digunakan


untuk membantu dalam pengkajian nyeri pada anak.

1. Anak dapat menunjukkan pada sebuah warna yang menunjukkan nyeri dalam skala
warna, misal hitam atau merah
2. Skala linear bisa juga digunakan ( pengukur nyeri atau termometer ). Anak – anak
harus dapat mengerti skala linear dan dapat menyatakan rasa nyerinya.

3. Gambarkan tubuh manusia, anak – anak diminta untuk menghitamkan daerah


nyeri. Ini berguna bila si anak tidak dapat menjelaskan rasa nyerinya.

Perangkat pengkajian lain adalah :

1. Skala linear yang digambarkan dengan kata – kata. Remaja dapat menggambarkan
nyeri dan karenanya menggambarkan dengan kata – kata misalnya : parah atau
menyiksa dengan nyeri yang paling berat yang pernah dialami
2. Anak – anak dapat menunjukkan serangkaian wajah dalam rentang sedih atau tidak
tenang sampai tersenyum

3. Pencatat kecepatat nyeri ( speedometer ) nyeri dapat dipergunakan, serupa dengan


penggaris, tapi mengggunakan alat wajah jam atau diagram speedometer. Anak
bisa menunjukkan atau menyatakan apakah tangan menganyam atau digelitik
dengan perlahan.
4. Anak – anak dapat menyatakan rasa nyeri pada boneka atau mainan. Mereka dapat
berpakaian dan berperan keskitan, ini terjadi sebelum tindakan.

2.6 Pendekatan Teori Model pada Anak

Berikut beberapa Teori Keperawatan yang dapat di gunakan sebagai acuan dalam
melaksanakan Asuhan Keperawatan pada anak :
1. Kathryn E.Barnard ( Hubungan interaktif antara orang tua dan anak secara
langsung yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan harian)

2. Florence Nightingale (lingkungan Keperawatan (ventilasi, kehangatan ,cahaya,


diet, kebersihann dan ketenangan )

3. Lydia E.Hall (Lingkaran Keperawatan Care , Cure, Core)

4. Hildegard E.Peplau (Fase hubungan perawat-pasien orientasi, kerja, terminasi)

5. Margaret Jean Herman Watson ( Ten Caractive Faktor )

6. Madeleine Leininger (Culturu Care Deversity and University)

7. Afaf Ibrahim Meleis ( Teori Transisi)

8. Kristen M.Swanson (Caring)

9. Katharine Kolcaba (Teori of Comfort)

10. Eakes, Burke dan Hansworth (theory of Chronic Sorrow)

2.7 Teori Kathryn E. Barnard

2.7.1 Biografi Kathryn E. Barnard

Kathryn E Barnard lahir Omaha, Nebraska pada tanggal 16 April 1938. Beliau
memperoleh pendidikan di Universitas Nebraska. Menurut Baker et al.(1994), setelah
Barnard lulus dari University of Nebraska, ia bekerja sebagai asisten instruktur di
keperawatan anak. Ketika dia selesai gelar Master-nya di Boston University, ia
dipekerjakan sebagai instruktur untuk University of Washington di keperawatan ibu-
anak.Di sini, ia meraih gelar doktor dalam ekologi perkembangan anak usia dini dan
menjadi profesor keperawatan orangtua-anak di University of Washington.Dr Barnard
berpartisipasi dalam proyek-proyek pelatihan banyak di bidang pengembangan masa
kanak-kanak. Dia juga mengarahkan studi penelitian yang mengarah pada pembentukan
Nursing Child Assessment Project (NCAP), yang merupakan dasar dari Model PCI.

2.7.2 Teori Kathryn E. Barnard

Dr. Barnard PCI (Parent Child Interaction) Model mendalilkan bahwa hubungan
interaktif antara orangtua dan anak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kognitif.Selain itu, kualitas interaksi ini dapat diukur untuk keberhasilan
mereka dan informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi berisiko keluarga (PCI,
2007).Menurut model ini, orang tua dan anak terus tanggung jawab untuk menetapkan
"komunikasi isyarat," atau akurat mengirim dan menerima isyarat dalam lingkungan
mereka (The Barnard Model, 2007).Interpretasi yang sesuai dan tepat waktu respon oleh
kedua belah pihak merupakan komponen penting dari dialog(Huber, 1991).

Barnard juga mengidentifikasifaktor-faktor tertentu di lingkungan yang memiliki


dampak yang signifikan terhadap pembentukan hubungan yang diinginkan (Illman, 1996).
Untuk mendukung teori dan mengidentifikasi beresiko keluarga, Dr. Barnard dirancang
skala penilaian yang dikenal sebagai Nursing Child Assessment Feeding Scale(NCAFS)
dan Nursing Child Assessment Teaching Scale(NCATS), untuk mengukur perilaku antara
orangtua dan anak akurat (Huber, 1991).Skala ini telah diuji dan ditemukan diandalkan
untuk digunakan baik sebagai langkah penilaian dan hasil untuk kelompok berisiko
termasuk rendah bayi sosial-ekonomi, prematur, dan bayi dari ibu remaja (Huber, 1991).

Menurut Baker et al.(1994), Model Barnard juga dapat diterapkan di banyak


disiplin ilmu lain yang mengamati hubungan orangtua anak. Selain adaptasi mereka,
kekuatan tambahan skala penilaian Barnard adalah waktu singkat administrasi, kemudahan
penggunaan, dan kemampuan mereka untuk dilakukan di sekitar aktivitas normal anak
makan dan atau bermain tanpa memerlukan gangguan pola harian nya (Huber, 1991).
Keumuman Model Dr Barnard, awalnya dirancang untuk mengatasi tahun pertama
kehidupan seorang anak, sejak burgeoned untuk menyertakan penilaian anak-anak sampai
usia tiga tahun (Masters, 2012).

2.7.3 Aplikasi Teori Kathryn E. Barnard

Teori keperawatan Barnard berfokus pada interaksi antara ibu-bayi dan


lingkungannya. Menurut teori ini, karakteristik individu dipengaruhi oleh sistem ibu-bayi
yang terjadi dan perilaku adaptifnya memodifikasi karakteristik tersebut untuk menemukan
kebutuhan-kebutuhan sistem yang ada. Teori Barnard dikembangkan dari psikologi dan
perkembangan manusia. Teori ini didasarkan skala perkembangan untuk mengukur efek
pemberian makan, pendidikan kesehatan dan lingkungannya ( Tomey & Alligood, 2006).

Model keperawatan Barnard pada awalnya dikembangkan untuk bayi/infant, dan


selanjutnya berkembang menjadi teori interaksi pengkajian pada anak. Model ini
difokuskan pada pengembangan perangkat atau suatu format pengkajian untuk
mengevaluasi kesehatan anak, perkembangan dan pertumbuhannya dengan melihat
hubungan orangtua- anak sebagai suatu interaksi. Karakteristik orang tua dan anak
dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan sistem. Barnard menekankan
modifikasi sebagai perilaku adaptif (Tomey & Alligood, 19980).

Perilaku adaptif tersebut meliputi :

a. Infant clarity of cues (kejelasan isyarat bayi)


Untuk berpartisipasi dalam suatu hubungan yang seimbang, bayi harus
memberikan isyarat kepada caregiver. Isyarat yang diberikan dapat mempermudah
atau mempersulit orang tua untuk memahami isyarat tersebut dan membuat
modifikasi yang tepat sesuai perilaku tersebut. Bayi memberikan beberapa isyarat
seperti rewel, tidur, cari perhatian, rasa lapar dan rasa kenyang dan perubahan
aktivitas tubuh.
b. Infant responiviness to caregiver (respon bayi terhadap pengasuh)
Bukan hanya bayi harus memberikan isyarat sehingga bayi dapat memodifikasi
kembali perilakunya. Secara jelas, jika bayi tidak berespon terhadap isyarat dari
caregiver, adaptasi tidak mungkin terjadi
c. Parent sensitivity to the child’s cues (rasa sensitif orang tua terhadap isyarat bayi)
Orang tua, seperti halnya bayi, harus mampu memahami isyarat yang diberikan
bayi sehingga mereka memodifikasi perilakunya dengan tepat. Orang tua yang
memiliki masalah dalam aspek kehidupannya seperti : masalah pekerjaan dan
keuangan, masalah emosional atau stress dalam pernikahan, dapat menjadi tidak
sensitive terhadap isyarat bayi. Jika stress dapat diatasi oleh orang tua, orang tua
dapat memahami isyarat bayinya.
d. Parent’s ability to alleviate the infant’s distress (kemampuan orang tua mengurangi
distress pada bayi)
Beberapa isyarat yang diberikan bayi membantu orang tua. Efektifitas orang tua
dalam mengurangi distress bayi bergantung pada beberapa hal, yaitu :
1. Orang tua harus mengenali bahwa distress sedang terjadi,
2. Harus mengetahui tindakan yang tepat untuk mengurangi distress.
3. Dan akhirnya orang tua harus mampu melaksanakan tindakan sesuai
pengetahuannya.
e. Parent’s social and emotional growth fostering activities (orang tua membantu
pertumbuhan social dan emosional)
Kemampuan untuk membantu aktivitas pertumbuhan social emosional bergantung
kamampuan orang tua untuk beradaptasi secara luas. Orang tua harus mampu
bermain dengan mesra dengan anak, menggunakan interaksi social saat memberi
makan, member pujian atas perilaku anak. Orang tua harus menyadari tingkat
perkembangan anak dan mampu mengatur perilaku yang sesuai. Hal ini tergantung
pada kemampuan orang tua dalam menerapkan pengetahuan dan keahliannya.

f. Parent’s cognitive growth fostering activities (orang tua membantu perkembangan


kognitif)
Pertumbuhan kognitif difasilitasi dengan pemberian stimulasi sesuai tingkat
pemahaman anak. Untuk melaksanakannya orang tua harus memiliki pemahaman
tentang kemampuan anaknya dan orang tua harus memiliki energy untuk
menerapkan keahliannya.

Model Barnard tersebut selanjutnya berkembang menjadi dasar teori interaksi


pengkajian kesehatan anak (Child Health Assesment Interaction Theory). Konsep
utama/asumsi dari teori ini adalah: anak (child), ibu atau pengasuh (mother/caregiver), dan
lingkungan (environment) ( Tomey & Alligood, 1998) :
1. Anak (Child)
Barnard menggambarkan anak dengan karakteristik berikut : perilaku bayi baru
lahir, pola makan dan tidur, tampilan fisik, temperamen dan kemampuan anak
beradaptasi terhadap lingkungan dan petugas kesehatan.
2. Ibu/ pengasuh (Mother/ care giver)
Karakteristik ibu yang digambarkan Barnard meliputi: aspek psikososial, perhatian
terhadap anak, kesehatan ibu sendiri, pengalaman ibu yang mengubah
kehidupannya, harapan ibu terhadap anaknya, dan yang paling penting adalah pola
hubungan orang tua- anak dan kemampuan adaptasinya.
3. Lingkungan (Environment)
Karakteristik lingkungan aspek lingkungan fisik dan keluarga, keterlibatan ayah,
dan derajat hubungan orang tua untuk menghormati anaknya.

2.7.4 Peran Praktik Keperawatan menurut Kathryn E. Barnard

Peran praktik keperawatan sebagai manajer yang sesuai dengan teori Kathryn E.
Barnard:

Sebagai manajer, perawat mengkoordinasikan dan mendelegasikan tanggung jawab


asuhan dan mengawasi tenaga kesehatan lainnya ketika memberikan perawatan pada anak.
Misalnya pada saat bayi hospitalisasi, perawat mengkoordinasi aktivitas anggota tim
kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi anak dan ahli terapi fisik saat mengatur kelompok
yang memberikan perawatan pada klien.

Peran praktik keperawatan dalam berkolaborasi yang sesuai dengan teori Kathryn E.
Barnard:

Selain berkolaborasi atau bekerja sama dengan tim medis lainnya untuk memberikan
perawatan, perawat harus berkolaborasi dengan ibu dari anak tersebut, agar tumbuh
kembang anak berjalan dengan baik. Salah satu caranya adalah, dengan memberikan
dukungan untuk meningkatkan sensitivitas ibu dan respon terhadap isyarat bayinya agar
interaksi orangtua-anak berjalan lancar dengan melakukan kolaborasi antar perawat
dengan sang ibu.
Sehat sakit:

a. Bayi dikatakan sehat jika semua kebutuhannya dapat terpenuhi, baik kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Ibu sebagai orang terdekat bagi bayi,
maka ibu memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Tugas
perawat adalah memberikan informasi, memberikan dukungan, dan juga
membantu ibu dalam memberikan kebutuhan bayi karena perawat juga
mempunyai tugas untuk memberikan asuhan keperawatan secara holistic atau
menyeluruh.
b. Bayi dikatakan sakit jika kebutuhannya tidak terpenuhi dan menyebabkan rentang
sehatnya bergeser menuju rentang sakit. Untuk dapat memulihkannya lagi, maka
kebutuhan bayi harus terpenuhi, disinilah sensitivitas ibu harus ditingkatkan agar
dapat mengenali dan meringankan penderitaan bayi. Bukan hanya ibu, namun
perawat juga harus selalu membantu untuk memulihkan kesehatan bayi dengan
memberikan perawatan agar bayi kembali sehat.

2.7.5 Paradigma Keperawatan menurut Kathryn E. Barnard

Paradigma keperawatan menurut Konsep Model Parent Child Interaction (Tomey &
Alligood, 2002), yaitu :

Manusia

Barnard menjelaskan manusia atau human being dihubungkan pada kemampuan dalam
adaptasi melalui pendengaran, penglihatan dan stimulasi taktil dari lingkungan.

Lingkungan

Barnard menjelaskan bahwa dalam tahun pertama kehidupan, lingkungan termasuk


seluruh pengalaman yang dihadapi oleh anak sangat mempengaruhi kehidupan anak, baik
berupa objek, tempat, suara, visual, sensasi taktil bahkan orang- orang sekitar, yang
disebut hidup dan mati.

Sehat

Barnard menggambarkan keluarga sebagai unit dasar perawatan. Dalam nursing child
assessment satellite training study ia menyatakan bahwa perawatan kesehatan bertujuan
untuk pencegahan primer.
Keperawatan

Barnard mendefinisikan keperawatan sebagai " diagnosis dan pengobatan


tanggapan manusia terhadap masalah kesehatan" (Fine, 2002).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Komunikasi dapat terjadi bila prosesnya dapat berjalan dengan baik. Proses
komunikasi yang dimaksud di sini adalah pengiriman pesan (informasi), penerus pesan,
pesan itu sendiri, media, dan umpan balik. Sikap dalam Komunikasi meliputi :Sikap
berhadapan , sikap mempertahankan kontak, sikap membungkut kearah pasien, sikap
terbuka,sikap tetap releks. Dalam praktik keperawatan sikap komunikasi terapeutik itu
terdiri dari :sikap kesejatian, sikap empati, sikap hormat, sikap konkret .

Komunikasi pada anak berdasarkan tumbuh kembang di bagi antara lain : Usia Bayi
(0-1 tahun) , Usia Todler dan Prasekolah (1-2,5 tahun, 2,5-5 tahun) , Usia Sekolah (5-11
tahun), Usia Remaja (11-18 tahun) . Beberapa cara yang dapat digunakan dalam
berkomunikasi dengan anak. Menurut Whaley dan Wong’s (1995), teknik komunikasi
kreatif pada anak, yaitu:, Teknik Verbal, Teknik Orang-Ketiga, Facilitative Responding
(Respon Fasilitatif), Storytelling (bercerita), Saling Bercerita, Biblioterapi, Dreams
(mimpi), “What if” Questions (Pertanyaan “Bagaimana jika”),Three Wishes (Tiga
Harapan),Permainan Peringkat;,Permainan asosiasi Kata,Melengkapi Kalimat,Pros dan
Cons (Pro dan Kontra/ Baik Buruknya. Teknik Non Verbal :Writing (Menulis) ,
Menggambar,Sulap,Play (Bermain). dapat Pengkajian bergambar Wong Bakker digunakan
untuk membantu dalam pengkajian nyeri pada anak. Berikut beberapa

Teori Keperawatan yang dapat di gunakan sebagai acuan dalam melaksanakan


Asuhan Keperawatan pada anak : Kathryn E.Barnard , Florence Nightingale , Lydia E.Hall
, Hildegard E.Peplau , Margaret Jean Herman Watson , Madeleine Leininger , Afaf
Ibrahim Meleis , Kristen M.Swanson , Katharine Kolcaba ,Eakes, Burke dan Hansworth.
Dr. Barnard PCI (Parent Child Interaction) Model mendalilkan bahwa hubungan interaktif
antara orangtua dan anak secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
kognitif.
3.2 Saran

Sebagai mahasiswa keperawatan dan calon perawat yang professional ada baiknya
kita benar-benar mendalami konsep komunikasi terutama pada pasien anak karena pada
dasarnya melakukan tindakan keperawatan tanpa dibekali dengan teori yang telah dikuasai
akan sangat sulit untuk tercapainya tujuan perawat dalam melakukan pengkajian dan juga
akan menjadi berbelit dan tidak nyaman bagi klien/pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Lewer, Helen.Belajar Merawat di Bangsal Anak.1996.Jakarta:EGC

Você também pode gostar