Você está na página 1de 220

ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL

DAN KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA


KARYAWAN
(Studi Kasus pada Karyawan Lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta)

Syifa Fauziah

Jamal Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis


pengaruh kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja
karyawan. Penelitian ini menggunakan data primer dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden, yaitu karyawan dari lembaga ESQ
Leadership Center Jakarta yang berjumlah 63 karyawan. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan metode Non-Probability
Sampling dan teknik penentuan sampel dengan menggunakan Purposive
Sampling. Analisis pada penelitian ini menggunakan uji regresi linier
berganda. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual secara parsial maupun simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan, dengan angka
koefisien determinasi (Adjusted �2) sebesar 0,776, hasil tersebut
memberikan pengertian bahwa variabel dependen yaitu kinerja karyawan
dapat dijelaskan oleh variabel kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual dengan nilai sebesar 77,6%.

Kata kunci: Kecerdasan Emosional, Kecerdasan Spiritual, dan Kinerja


Karyawan
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Besar yang Maha Agung
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawt serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada baginda Rasulullah SAW yang
merupakan suri tauladan terbaik umat manusia hingga akhir zaman nanti.

Alhamdulillah dan rasa syukur yang tak terhingga penulis


panjatkan karena berkat rahmat dan izin-Nya akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini degan judul “Analisis Pengaruh Kecerdasan
Emosional dan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan” yang
disusun guna memenuhi tugas sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana (S1) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini penlis


tidaklah mampu bekerja sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Salah satu faktor yang keberadaannya perlu diperhatikan oleh


sebuah organisasi dalam upaya mengikuti perkembangan dan
perubahan yang terjadi adalah faktor sumber daya manusia. SDM saat
ini dipandang sebagai aset strategis yang memegang peranan penting
di dalam organisasi menjadikan perusahaan menyadari bahwa
perlunya me-manage dan melakukan maintenance terhadap SDM yang
mereka miliki secara tepat dan bijak. Hal ini membuat semakin banyak
organisasi memfokuskan perhatian mereka secara khusus dalam hal
pengupayaan peningkatan kualitas SDM melalui investasi yang
dilakukan pada kegiatan pelatihan dan pengembangan kemampuan
karyawan. Dengan sumber daya manusia yang terlatih dan berkualitas
diharap kedepannya dapat memudahkan jalan organisasi dalam
mencapaian tujuan organisasi secara efektif dan efisien.

Salah satu organisasi di sektor perusahaan Indonesia yang telah


mencoba melakukan inovasi terhadap upaya pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusianya, yaitu PT. Elnusa. Elnusa
melakukan penerapan implementasi Spiritual Company model ESQ ke
dalam perusahaan. Hasilnya Spiritual Company yang diterapkan
seperti itu berdampak pada peningkatan pertumbuhan bisnis
perusahaan sebesar 10-15% per tahun yang diperoleh oleh PT. Elnusa
(majalah Human Capital, Maret 2005).

Terobosan tersebut telah memberikan inspirasi bagi banyak


kalangan dan mendapatkan respon positif. Elnusa berupaya menjadi
sebuah organisasi sukses berkesinambungan mencoba mewujudkannya
dengan menyeimbangkan antara spirit dan strategi. Ini yang kemudian
dikenal sebagai tren Emotional Spiritual Quotient yang masuk
dikalangan perusahaan. Dari perspektif ini sumber daya manusia
dilihat sebagai aset strategis yang memegang peranan penting dalam
organisasi serta merupakan investasi bernilai yang dapat menghasilkan
banyak manfaat jika dilatih dan dikembangkan secara tepat.

Pada sebagian besar masyarakat umum saat ini masih ada saja
yang sangat mengagungkan kemampuan otak dan daya nalar (IQ) dan
sangat memprioritaskan pengembangannya. Kemampuan berpikir
dianggap sebagai yang paling penting dan memegang peran dalam
kehidupan seseorang. Dengan pola pikir dan cara pandang yang
demikian melahirkan manusia terdidik yang cerdas namun sikap,
perilaku, dan pola hidupnya kontras dengan kemamupan
intelektualnya. Banyak orang cerdas secara akademis saat ini namun
gagal dalam pekerjaan dan kehidupan sosial mereka. Mereka memiliki
keperibadian terbelah (split personality) sehingga tidak terjadi
integrasi antara otak dan hati.

Sebenarnya pada tahun 1990-an masalah seperti itu sudah


pernah diprediksi dan ditemukan solusinya. Pada tahun 1990-an
muncul teori kecerdasan emosional (EQ) yang dipopulerkan oleh
Daniel Goleman untuk menjawab dan mengatasi isu-isu tersebut.
Goleman (2015:42) melalui teorinya berpendapat bahwa kecerdasan
intelektual (IQ) hanya menyumbang sekitar

20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor


kekuatan- kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan emosional
(EQ). Pada saat itu dengan adanya penemuan teori ini membuka
pengetahuan baru, tidak hanya dikalangan masyarakat namun juga
merambah kedunia bisnis akan pentingnya EQ di dalam mengelolah
bisnis, khususnya dibidang jasa. Orang mulai menyadari bawa
kesuksesan dapat dicapai bila ada keseimbangan antara IQ dan EQ.
Sehingga hal ini menjadikan EQ sebagai tren yang diperhatikan dan
ditinjau manfaatnya.

Beberapa organisasi bahkan merujuk beberapa hasil penelitian


serta praktik perusahaan dunia yang berhasil dalam menerapkan
konsep EQ. Penelitian Boyatzis pada tahun 1999 (Martin, 2000:26)
menemukan bahwa beberapa konsultan dan agen penjualan yang
memiliki skor kompetensi EQ yang tinggi ternyata menghasilkan
kinerja dan hasil pendapatan yang lebih baik.

Perkembangan dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan


manusia menjadi tren yang terus bergulir dan diteliti oleh pakar
ilmuan. Pasangan suami istri Danah Zohar dan Ian Marshall yang
meneliti ini kemudian menamakan kecerdasan baru sebagai pelengkap,
yaitu kecerdasan spiritual (SQ) sebagai landasan untuk memfungsikan
IQ dan EQ secara baik dan merupakan kecerdasan yang mampu
mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain.

Pencarian terhadap aspek spirtualitas terus tumbuh subur di


tengah masyarakat. Dalam perbincangan mengenai peningkatan
kualitas karyawan pada seminar dan eksibisi tanggal 6 - 7 Mei 2015 di
Ritz Carlton Hotel – Mega

Kuningan, Jakarta, yang bertajuk Indonesia Spiritual Capital


Development: “Enrich The Transforming Human Capital, Accelerate
Corporate Performance”, menginformasikan bahwa saat ini dunia
Human Capital telah masuk ke dalam ranah yang jauh lebih dalam
lagi, yaitu spiritual. Transformasi Human Capital berbasis spiritual
menjadi sebuah kebutuhan perusahaan. Jika dulu seorang karyawan
diberikan ragam pelatihan hardskill dan softskill. Saat ini perusahaan
memfasilitasi karyawannya dengan pelatihan yang mengarah ke
spiritual skill (http://portalhr.com).

Di Indonesia, hal ini menjadi sebuah tantangan juga


merupakan suatu kesempatan. Transformasi pengembangan sumber
daya manusia dengan pendekatan emosional dan spiritual merupakan
suatu hal yang patut dicoba sebagai solusi inovatif yang cepat dan
tepat untuk melakukan pengelolaan dalam peningkatan kompetensi
dan kinerja karyawan.

Fenomena ini menjadi satu hal yang menarik dalam


pengembangan SDM di tanah air melalui peningkatan EQ dan SQ
yang menjadikan Emotional Spiritual Quotient sebagai tren dikalangan
masyarakat dan pembisnis saat ini. Sejauh mana ESQ dapat
mempengaruhi proses bisnis di perusahaan, bagaimana perusahaan
maupun individu dapat secara efektif mendapatkan manfaat dari
pengembangan emosional-spiritual mereka, bagaimana bentuk
implementasi pengembangan ESQ bagi perusahaan merupakan rahasia
yang masih terus dicoba untuk digali saat ini.

Dari uraian di atas terlihat bahwa isu kecerdasan emosional dan

kecerdasan spiritual memiliki tren dan daya tarik yang cukup tinggi
dalam menarik perhatian dikalangan perusahaan. Berdasarkan hal
tersebut, saya sebagai penulis tertarik untuk meneliti kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual sebagai variabel yang diteliti.

Menurut Yuniningsih (2002:18), kesuksesan dan kinerja


perusahaan bisa dilihat dari kinerja yang telah dicapai oleh
karyawannya, oleh sebab itu perusahaan menuntut agar para karyawan
mampu menampilkan kinerja yang optimal karena baik buruknya
kinerja yang dicapai oleh karyawan akan berpengaruh pada kinerja dan
keberhasilan perusahaan secara keseluruhan. Kinerja karyawan tidak
hanya dilihat dari kemampuan kerja yang sempurna (IQ), tetapi juga
kemampuan menguasai dan mengelolah diri sendiri (EQ) serta
kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain (SQ)
(Martin, 2000:22).

Dengan kata lain sebuah perusahaan yang tangguh mempunyai


pondasi yang kuat. Individu-individu “hebat” di dalamnya merupakan
salah satu faktor kunci keberhasilan. Penggunaan kemajuan teknologi
informasi tidak serta- merta menjadikan sebuah perusahaan unggul di
dalam dunia bisnis. Kompetisi yang ketat, tuntutan yang semakin
tinggi dan beragam, membuat bisnis memerlukan solusi inovatif yang
cepat dan tepat untuk melakukan pengelolaan di segala bidang,
termasuk dalam peningkatan kompetensi dan kinerja karyawan. Hal ini
menjadi salah satu penyebab mengapa perusahaan selalu berupaya
untuk melakukan peningkatan dan senantiasa menjaga stabilitas

kinerja karyawan di dalam perusahaan. Sehingga isu-isu dan problem


terkait ketenagakerjaan yang dapat berdampak pada kinerja merupakan
permasalahan yang akan mendapatkan perhatian dan penanganan
secara khusus dan yang akan selalu dihadapi oleh pihak manajemen
perusahaan, oleh karena itu manajemen perlu mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi kinerja karyawan.

Berdasarkan hal di atas, penulis tertarik untuk melakukan


penelitian di ranah perusahaan, khususnya mengenai kinerja karyawan
yang merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan bagi perusahaan.
Di dalam sebuah negara perusahaan mempunyai banyak peran
andil dalam upaya peningkatan pembangunan ekonomi negara,
diantaranya: memberikan pelayanan bagi masyarakat baik berupa
penyedian jasa maupun produk, mengurangi pengangguran,
meningkatkan pendapatan perkapital masyarakat, melancarkan
kegiatan ekonomi serta menarik investor asing maupun lokal untuk
dapat menanam modal di Indonesia. Maka dari itu dibuatlah peraturan
Good Corporate Governance oleh pemerintah untuk mengatur jalanya
kegiatan di sektor perusahaan.

Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola


perusahaan yang baik saat ini sudah menjadi satu hal penting yang
harus diperhatikan perusahaan-perusahaan, baik itu BUMN maupun
swasta. Pelaksanaan prinsip GCG didasarkan pada Peraturan Menteri
BUMN No. Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang
Penerapan Praktik GCG pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang menyebutkan ketentuan serta pedoman

pelaksanaan GCG di Perusahaan. Dengan peraturan yang sudah ada dan


tepat seperti GCG, hal ini masih belum mampu membuat praktek yang
dilakukan perusahaan dan pekerja di lapangan mengikuti penerapan
pengelolaan GCG sepenuhnya. Kenyataanya di lapangan masih jauh
berbeda dari tujuan yang diharapkan. Di media masa kasus-kasus
mengenai tindak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan maupun
pekerjanya masih ramai memenuhi topik berita bahkan tidak jarang
menjadi headline dimedia, diantaranya terangkum dalam tabel 1.1.
berikut ini:
Tabel 1.1.
Laporan Kasus Pekerja dan Perusahaan

Tahun Keterangan Angka Sumber


Kasus
2016 Perusahaan tidak 2.000 Perusahaan Direktorat Jendral Pajak
bayar pajak tidak membayar Kementrian keuangan
pajak (www.metrotvnews.com)
2015 Penipuan nasabah Penipuan nasabah Direktur Tindak Pidana
oleh karyawan hingga Rp. 29 Ekonomi dan Khusus
Bank Permata miliar Bereskrim Polri
(www.okezone.com)
2014 Perusahaan PMA 4.000 Perusahaan Mentri Keuangan
tidak pernah bayar PMA (www.tempo.co)
pajak
2010 - Pengelolaan 49 Perusahaan Kementrian Lingkungan
2011 lingkungan yang berperingkat hitam Hidup
tidak sesuai dan ditindaklanjuti (www.menlh.go.id)

Sumber: diolah dari berbagai sumber yang tercantum di atas

Dari data di atas menggambarkan bahwa penerapan


implementasi GCG masih baru masuk pada tahap tataran sistem saja
belum menyetuh ketitik pusat dan menjadi prinsip yang mendarah
daging dilingkungan perusahaan. Menurut pendapat penulis hal ini
menandakan ada sesuatu yang menjadi masalah sebenarnya dalam
sektor perusahaan, yang menjadikan GCG ini belum mampu
diimplementasikan sesuai tujuan dan ini menjadi tanda tanya besar
bagi kita

untuk memecahkannya. Hal ini yang kemudian mendorong penulis


berpikir, apakah karena rendahnya kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual seseorang di dalam sektor perusahaan yang
menjadi salah satu faktor penyebab GCG belum mampu untuk
diimplementasikan sesuai dengan tujuan peraturan pemerintah yang
telah dibuat di atas.

Pendapat penulis ini sejalan dengan statement Samiyanto


(2011) yang mengatakan bahwa munculnya berbagai persoalan
spiritualitas yang dihadapi organisasi, masyarakat negara digambarkan
melekat dengan sejumlah gejala seperti krisis ekonomi, runtuhnya
perusahaan-perusahaan besar, praktek pengelolaan perusahaan yang
tidak sehat, penyalahgunaan wewenang, merebaknya praktek korupsi,
kolusi dan nepotisme. Selama ini, ketiga potensi tersebut terpisah dan
tidak didayagunakan secara optimum untuk membangun sumber daya
manusia. Akibatnya, terjadi krisis moral dan split personality yang
berdampak pada turunnya kinerja. Lebih buruk lagi, mereka menjadi
manusia yang kehilangan makna hidup serta jati dirinya. Maka dari
latar belakang penelitian yang telah dipaparkan di atas, dalam skripsi
ini penulis mengambil pembahasan, yaitu pengaruh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan, dengan
case study pada lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.

Dalam studi kasus penelitian skripsi ini, kegiatan perusahaan


yang dikelola oleh ESQ Leadrship Center dalam upaya internalisasi
misi, visi, dan nilainya mampu menjadikan ketiga potensi (IQ, EQ dan
SQ) menjadi sebuah
keyakinan pribadi (personal beliefs). Dampak bagi karyawannya
adalah menemukan makna bekerja dan termotivasi oleh sebuah alasan
spiritual sedangkan manfaat bagi perusahaan adalah meningkatkan
produktivitas dan loyalitas karyawan. Selain itu ESQ merupakan salah
satu lembaga pelatihan sumber daya manusia berbasis spiritual
terbesar di Indonesia dan terpercaya.

Dalam upaya meningkatkan kualitas SDM dengan


memperhatikan pengembangan potensi IQ, EQ dan SQ karyawan,
lembaga ESQ melakukan pentrainingan rutin terhadap karyawannya
sebanyak tiga kali dalam setahun secara serentak untuk keseluruhan
karyawan dan melakukan pentrainingan khusus secara terpisah
perdepartemen atau unit bagian perusahaan. Perusahaan juga
memfasilitasi waktu khusus setiap pekan hari selasa untuk melakukan
knowledge sharing yang diisi langsung oleh pimpinan perusahaan, Ary
Ginanjar Agustian untuk berdiskusi mengenai keilmuan,
perkembangan tantangan global dan sebagai ajang untuk mem-follow
up hasil-hasil dari pentrainingan sebelumnya.

Berdasarkan hasil observasi pra penelitian dan wawancara


kepada beberapa karyawan lembaga ESQ, menunjukan bahwa
program training dan knowledge sharing yang dilakukan oleh
perusahaan tersebut tidak memiliki presentase yang pasti mengenai
substansi materi berapa besar presenan untuk pengembangan EQ
dalam usaha meningkatkan kecerdasan emosional khusus untuk
karyawan dan berapa besar substansi presenan materi untuk
pengembangan SQ dalam usaha meningkatkan kecerdasan spiritual
karyawannya. Pada prakteknya, pihak manajemen dan pimpinan
perusahaan hanya melihat kondisi pada situasi saat itu, apa yang dikira
diperlukan oleh karyawannya dan apa yang paling penting diangkat
dalam pembahasannya pada training-training dan pekanan knowledge
sharing tersebut.

Fokus dan orientasi lembaga ESQ Leadership Center sangat


berkaitan dengan pembentukan kualitas SDM yang tidak hanya
mengutamakan kecerdasan intelektual saja, namun juga
memperhatikan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam
rangka peningkatan kompetensi dan kinerja karyawan. Hal inilah yang
menjadikan ketertarikan penulis untuk mengangkat dan menganalisa
sejauh mana kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
mempengaruhi kinerja karyawan lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta. Dengan demikian tema penelitian ini, “Analisis Pengaruh
Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual terhadap
Kinerja Karyawan dengan Studi Kasus pada Karyawan Lembaga
ESQ Leadership Center Jakarta”.

B. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka


penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional (EQ) terhadap
kinerja karyawan?
2. Bagaimana pengaruh kecerdasan spiritual (SQ) terhadap kinerja
karyawan?

3. Bagaimana pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan


spiritual (SQ) secara simultan terhadap kinerja karyawan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di


atas, maka dapat ditetapkan bahwa tujuan penelitian ini adalah
untuk:

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh dari kecerdasan


emosional dan kecerdasan spiritual dengan kinerja karyawan
pada karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta baik
secara parsial maupun secara simultan.
b. Untuk memenuhi salah satu tugas akhir perkuliahan dalam
rangka memperoleh gelar Strata 1.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini,


antara lain:

a. Bagi Perusahaan

Sebagai bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan


kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja karyawan
di perusahaan.

b. Bagi Akademisi

Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya terkait dengan


Manjemen Sumber Manusia khususnya di bidang kinerja
karyawan.
c. Bagi Penulis

Sebagai bahan pembekalan dan pengetahuan di masa depan


dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kinerja
karyawan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)


adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik yang
dimiliki oleh suatu individu, artinya kemampuan setiap manusia
sangat ditentukan oleh daya fisik dan daya fikirnya
(wikipedia.com).

Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) manajemen


sumber daya manusia (MSDM) diartikan sebagai suatu proses
untuk menangani berbagai macam masalah pada ruang lingkup
pegawai, karyawan, buruh, manajer serta tenaga kerja yang lainnya
guna menunjang aktivitas organisasi maupun perusahaan demi
mencapai sebuah tujuan yang sudah ditentukan. Pada hakikaktnya,
SDM adalah manusia yang dipekerjakan di suatu organisasi yang
nantinya akan menjadi penggerak untuk bisa mencapai tujuan
organisasi itu sendiri. Manajemen sumber daya manusia (MSDM)
adalah suatu ilmu atau cara bagaimana mengatur hubungan dan
peranan sumber daya (tenaga kerja) yang dimiliki oleh individu
secara efisien dan efektif serta dapat digunakan secara maksimal
sehingga tercapai tujuan (goal) bersama perusahaan, karyawan dan
masyarakat menjadi maksimal. MSDM didasari pada suatu konsep
bahwa setiap karyawan
adalah manusia bukan mesin dan bukan semata menjadi sumber
daya bisnis.

2. Teori Manajemen Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah


rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk
memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien
guna mencapai tujuan organisasi (Mathis dan Jackson, 2006:3).
Hasibuan (2006:10) mendefinisikan manajemen sumber daya
manusia yakni ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan
tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Sedangkan Rivai (2005:1)
mendefinisikan manajemen sumber daya manusia sebagai salah
satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksana dan pengendalian.
Dengan menguraikan pendapat para ahli di atas dapat
disimpulkan bahwa manajemen sumber daya manusia merupakan
bagian dari manajemen keorganisasian yang menekankan pada
unsur sumber daya manusia dan sudah menjadi tugas manajemen
sumber daya manusia untuk mengelola unsur manusia secara baik
dalam upaya memperoleh tenaga kerja yang tepat sesuai pekerjaan,
sehingga mampu bekerja optimal demi tercapainya tujuan
perusahaan atau organisasi.

13
B. Kinerja Karyawan

1. Pengertian Kinerja Karyawan

Istilah kinerja berasal dari kata “Job Performance” atau


“Actual Performance” yang berarti prestasi kerja atau prestasi
sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang (Mangkunegara, 2010).

Secara etimologi dalam kamus besar bahasa Indonesia


(KBBI) kata kinerja berarti suatu yang hendak dicapai, prestasi
yang diperlihatkan, kemampuan kerja. Dalam Dictionary
Contemporary English Indonesia, istilah kinerja digunakan bila
seseorang menjalankan suatu proses dengan terampil sesuai
dengan prosedur dan ketentuan yang ada. Kinerja adalah sebuah
kata dalam bahasa indonesia dari kata dasar "kerja" yang
menerjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti
hasil kerja. Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja merupaka
prestasi yang dicapai oleh seseorang.

2. Teori Kinerja Karyawan

Kinerja cendrung dilihat sebagai hasil dari suatu proses


pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu
tertentu (Bernardin dan Russel, 2007). Menurut pandangan
Wibowo (2007), kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan
hanya hasil kerja tetapi termaksud bagaimana proses pekerjaan
berlangsung.

14
Menurut pendekatan perilaku dalam manajemen, kinerja
adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa
yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan
(Luthans, 2005). Sedangkan jika menurut pendapat Sedarmayanti
(2011:260), kinerja merupakan terjemahan dari performance yang
berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau
suatu organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja tersebut
harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur
(dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan).

Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang


secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan
tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar
hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan
terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai, 2011:14).

Menurut Wirawan (2009), kinerja merupakan keluaran


yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu
pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu. Secara
sederhananya menurut Dassler (2006) kinerja pegawai merupakan
prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja yang dilihat
secara nyata dengan standar kerja yang telah ditetapkan oleh
organisasi. Dan menurut pandangan Mathis dan Jackson (2006:65),
mereka menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang
dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja
adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan
kinerja

15
perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing
individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut.

Dengan menguraikan pendapat para ahli di atas dapat


disimpulkan bahwa kinerja adalah suatu hasil kerja baik secara
kuantitas maupun kualitas yang dicapai oleh seorang pekerja
sesuai dengan tanggung jawab tugas yang diberikan, yang
kemudian dibandingkan dengan standar dan kriteria yang telah
ditetapkan dalam kurun waktu tertentu oleh organisasi.

3. Penilaian Kinerja Karyawan

Penilaian kinerja digunakan perusahaan untuk menilai


kinerja karyawannya atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan.
Penilaian kinerja diartikan pula sebagai sebuah mekanisme yang
baik untuk mengendalikan karyawan. Penilaian kinerja juga
disebut pemeringkatan karyawan, evaluasi karyawan, tinjauan
kerja, evaluasi kinerja, dan penilaian hasil. Menurut Sedarmayanti
(2011:261), penilaian kinerja adalah sistem formal untuk
memeriksa atau mengkaji dan mengevaluasi secara berkala kinerja
seseorang.

Menurut Bernardin dan Russel (2007), mengemukakan


bahwa penilaian kinerja adalah cara mengukur kontribusi individu
(karyawan) pada organisasi tempat mereka bekerja. Mathis dan
Jackson (2006:382) menyatakan bahwa penilaian kinerja
(performance appraisal) adalah sebagai suatu proses mengevaluasi
seberapa baik karyawan melakukan

16
pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar
yang telah ditentukan, dan kemudian mengkomunikasikan
informasi tersebut kepada karyawan. Sasaran yang menjadi objek
dalam penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan karyawan
dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dievaluasi
dengan menggunakan tolak ukur tertentu secara objektif dan
dilakukan secar berkala. Penilaian kinerja yang baik tidak hanya
dilihat dari hasil yang dikerjakannya, namun juga dilihat dari
proses karyawan tersebut dalam menyelesaikan pekerjaannya.

Menurut Michael Adryanto dalam bukunya “Tips and


Tricks for Driving Productivity: Strategi dan Teknik Mengelola
Kinerja untuk Meningkatkan Produktivitas”, penilaian kinerja
hanya akan efektif bila dilakukan secara fair dan objektif. Fair
adalah berdasarkan standar yang telah disepakati, sedangkan
objektif adalah nilai-nilai yang diberikan sesuai dengan tingkat
pencapaian.

4. Manfaat Penilaian Kinerja

Manfaat penilaian kinerja bagi semua pihak adalah agar


bagi mereka mengetahui manfaat yang dapat mereka harapkan.
(Rivai dan Basri, 2004:55) Pihak-pihak yang berkepentingan
dalam penilaian adalah orang yang dinilai (karyawan), penilai
(atasan, supervisor, pimpinan, manager, konsultan), dan
perusahaan.

17
Manfaat keuntungan pelaksanaan penilaian kinerja bagi
karyawan yang dinilai (Rivai dan Basri, 2004:58) yaitu:
a. Meningkatkan motivasi

b. Meningkatkan kepuasan hidup

c. Adanya kejelasan standard hasil yang diterapkan mereka

d. Umpan balik dari kinerja lalu yang kurang akurat dan konstruktif

e. Membangun kekuatan dan mengurangi kelemahan karyawan

f. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi

g. Kesempatan untuk mendiskusikan permasalahan


pekerjaan dan bagaimana mereka mengatasinya

Manfaat pelaksanaan penilaian kinerja bagi


penilai supervisor/manager/penyelia (Rivai dan
Basri, 2004:60) yaitu:
a. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan
kecenderungan kinerja karyawan untuk perbaikan manajeman
selanjutnya
b. Kesempatan untuk mengembangkan suatu pandangan umum
tentang pekerjaan individu dan departemen yang lengkap
c. Memberikan peluang untuk mengembangkan sistem
pengawasan baik untuk pekerjaan manajer sendiri maupun
pekerjaan dari bawahannya
d. Mengidentifikasi gagasan untuk peningkatan tentang nilai
pribadi

18
e. Pemahaman yang lebih baik terhadap karyawan, tentang rasa
takut, rasa grogi, harapan, dan aspirasi mereka
f. Menigkatkan kepuasan kerja baik terhadap karyawan dari para
manajer maupun dari para karyawan

19
Manfaat penilaian kinerja bagi perusahaan (Rivai dan Basri,
2004:62) yaitu:
a. Meperbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam
perusahaan karena komunikasi menjadi lebih efektif mengenai
tujuan perusahaan dan nilai budaya perusahaan
b. Meningkatan rasa kebersamaan dan loyalitas

c. Meningkatan kemampuan dan kemauan manajer untuk


menggunakan keterampilan dan keahlian memimpinnya untuk
memotivasi karyawan dan mengembangkan kemauan dan
keterampilan karyawan
d. Meningkatkan keharmonisan hubungan dalam pencapaian
tujuan perusahaan
e. Mengenali lebih jelas pelatihan dan pengembangan yang
dibutuhkan

5. Dimensi Kinerja Karyawan

Menurut Wirawan (2014), kinerja organisasi dapat


dikelompokan menjadi berbagai jenis kinerja menurut kriteria
tertentu untuk keperluan penelitian, seperti dilukiskan pada gambar
2.1. berikut ini:

20
Gambar 2.1.
Pengelompokan Kinerja

Kinerja Individu Pegawai


Kinerja Sumber Daya
Manusia Kinerja kelompok

21
Kinerja
Kinerja Produksi

Kinerja Non Kinerja Pemasaran


Sumber
Daya Manusia Kinerja Peralatan

Kinerja Keuangan
pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan (sifat pribadi
yang diperlukan oleh pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya).
Sumber: Wirawan (2014)
Dalam evaluasi kinerja, domain kinerja pegawai terdiri dari
komposisi presentasi ketiga dimensi kerja tersebut, seperti terlihat
Pada kinerja pegawai, Wirawan (2014:733) mengelompokan
pada gambar 2.2. berikut ini:
menjadi tiga jenis dimensi, yaitu: hasil kerja (kuantitas dan kualitas hasil

kerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya), prilaku kerja (ketika

berada di tempat kerja dan melaksanakan pekerjaannya, pegawai

melakukan
dua jenis prilaku yaitu prilaku kerja dan prilaku pribadinya), dan sifat

22
Gambar 2.2.
Domain Kinerja Pegawai

Domain Prilaku
Hasil
Kerja Kinerja Kerja

Sifat
Pribadi

Sumber: Wirawan (2014)

Mathis dan Jackson lebih lanjut memberikan standar


kinerja seseorang yang dilihat dari kuantitas output, kualitas
output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja dan sikap
kooperatif (2002:78). Standar kinerja tersebut ditetapkan
berdasarkan kriteria pekerjaan yaitu menjelaskan apa-apa saja yang
sudah diberikan organisasi untuk dikerjakan oleh karyawannya,
oleh karena itu kinerja individual dalam kriteria pekerjaan haruslah
diukur, dibandingkan dengan standar yang ada dan hasilnya harus
dikomunikasiksn kepada seluruh karyawan.

Lebih lengkapnya, Bernardin (2007) menjelaskan bahwa


kinerja seseorang dapat diukur berdasarkan 6 kriteria yang
dihasilkan dari pekerjaan yang bersangkutan. Keenam kriteria
tersebut yaitu sebagai berikut:
1. Kualitas, tingkatan dimana hasil akhir yang dicapai mendekati
sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh
perusahaan. Pada dimensi ini dapat dilihat beberapa unsur
indikatornya, yaitu diantaranya kerja sesuai dengan standar
perusahaan, kemampuan

23
dalam ketelitian, dan disiplin.

2. Kuantitas, jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam


istilah sejumlah unit kerja ataupun merupakan jumlah siklus
aktivitas yang dihasilkan. Pada dimensi ini dapat dilihat
beberapa unsur indikatornya, yaitu diantarannya memiliki
target dalam bekerja, mencapai suatu target, dan
menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan dengan tepat dan efisien.
3. Ketepatan Waktu, tingkat aktivitas di selesaikannya pekerjaan
tersebut pada waktu awal yang diinginkan. Waktu adalah hal
yang penting dalam mendukung kinerja karyawan oleh karena
itu dapat dilihat beberapa indikatornya, yaitu diantaranya
menyelesaikan pekerjaan sesuai jangka waktu yang ditentukan,
tidak menunda-nunda waktu dalam bekerja serta memiliki
kecepatan dalam memanfaatkan waktu
4. Efektivitas, merupakan suatu tingkatan yang paling maksimal
dari penggunaan sumber daya (manusia, keuangan, teknologi)
yang dimiliki perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang
maksimal atau mengurangi kerugian dari masing-masing unit
atau sebagai pengganti dari penggunaan sumber daya.
Efektivitas atau tidaknya suatu pekerjaan dapat dilihat dari
beberapa indikator diantaranya yaitu mampu memperoleh
keuntungan yang lebih, hadir tepat waktu serta mampu
berinovasi dalam melakukan pekerjaan.
5. Kemandiriam, karyawan dapat melakukan fungsi kerjanya
tanpa meminta bantuan dari orang lain. Adapun indikator dari
dimensi

24
kemandirian yaitu suka terhadap tantangan, mengandalkan diri
sendiri dalam bertindak, dan berupaya untuk menjadi pekerja
yang bisa diandalkan.
6. Komitmen, berarti karyawan mempunyai tanggung jawab
penuh terhadap pekerjaannya. Hal ini mencakup beberapa
indikator diantarannya yaitu kemampuan karyawan dalam
bertanggungjawab, loyalitas terhadap perusahaan, dan bekerja
sepenuh hati.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


indikator kinerja karyawan adalah kerja sesuai dengan standar
perusahaan, kemampuan dalam ketelitian, disiplin, memiliki target
dalam bekerja, mencapai suatu target, menyelesaikan tugas-tugas
pekerjaan dengan tepat dan efisien, menyelesaikan pekerjaan
sesuai jangka waktu yang ditentukan, tidak menunda-nunda waktu
dalam bekerja, memiliki kecepatan dalam memanfaatkan waktu,
mampu memperoleh keuntungan yang lebih, hadir tepat waktu,
mampu berinovasi dalam melakukan pekerjaan, suka terhadap
tantangan, mengandalkan diri sendiri dalam bertindak, berupaya
untuk menjadi pekerja yang bisa diandalkan, kemampuan
karyawan dalam bertanggungjawab, loyalitas terhadap perusahaan,
dan bekerja sepenuh hati.

25
C. Kecerdasan Emosional (EQ)

1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Akar kata emosi adalah movere, kata kerja Bahasa Latin


yang berarti “menggerakkan, bergerak”, ditambah awalan “e”
untuk memberi arti “bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa
kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi
(Goleman, 2007:7).

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga,


kecerdasan emosional adalah kecerdasan yang berkenaan dengan
hati dan kepedulian antar sesama manusia, makhluk lain dan alam
sekitar (Pusat Bahasa Depdiknas, 2007:209)

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan


pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard
University dan John Mayer dari University of New Hampshire
untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya
penting bagi keberhasilan. Daniel Goleman (2007:411)
menganggap emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-
pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan
serangkaian kecendrungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya
adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan
reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu.
Sebagai contoh emosi gembira mendorong perubahan hati
seseorang, seingga secara fisiologi terlihat tertawa, emosi sedih
mendorong untuk menangis.

26
2. Teori Kecerdasan Emosional

Model pelopor teori tentang kercerdasan emosional


pertama kali muncul dalam disertasi doktor Reuven Bar-On,
seorang psikolog Israel yang berjudul, “The Development of a
Concept and Test of Psychological Well-being” pada tahun 1980-
an. Modelnya menjabarkan mengenai kecerdasan emosi sebagai
serangkaian kemampuan pribadi, emosi, dan sosial yang
mempengaruhi kemampauan seseorang untuk berhasil dalam
mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Di dalam disertasinya
kelima belas kemampuan pokok itu dibagi kedalam lima gugus
umum, yaitu: keterampilan intrapribadi (kemampuan menyadari
diri, memahami emosi, dan mengungkapkan perasaan serta
gagasan), keterampilan antarpribadi (kemampuan menyadari dan
memahami perasaan orang lain, peduli kepada orang lain secara
umum, dan menjalin hubungan akrab), adaptabilitas (kemampuan
menguji perasaan diri, kemampuan mengukur situasi sesaat dengan
teliti, luwes mengubah perasan dan pikiran diri, lalu
menggunakannya untuk memecahkan masalah), strategi
pengelolaan stres (kemampuan mengatasi stres dan luapan emosi),
dan faktor-faktor yang terkait motivasi dan suasana hati (bersikap
optimis,menikmati diri sendiri, menikmati kebersamaan,
merasakan serta mengekspresikan kebahagiaan) (Goleman,
2005:513).

Di antara pakar-pakar teori tentang kecerdasan emosional


paling berpengaruh yang menunjukkan perbedaan nyata antara
kemampuan

27
intelektual dan emosi adalah Howard Gardner pada tahun 1983,
seorang psikolog Harvard. Gardner dalam bukunya yang berjudul
“Frame of Mind” mengatakan bahwa bukan hanya satu jenis
kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses
dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar
dengan tujuh varietas utama yaitu linguistik, matematika/logika,
spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan
pribadi yang oleh Daniel Goleman disebut sebagai kecerdasan
emosional. Kecerdasan lain itu disebut dengan emotional
intelegence atau kecerdasan emosi (Goleman, 2015).

Sebuah teori yang komprehensif tentang kecerdasan


emosional diajukan pada tahun 1990 oleh dua orang psikolog,
Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari
University of New Hampshire untuk menerangkan kualitas-
kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan.
Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan
orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk
memandu pikiran dan tindakan (Goelman, 2005). Salovey juga
memberikan definisi dasar tentang kecerdasan emosi dalam lima
wilayah utama, yaitu: kemampuan mengenali emosi diri,
mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang
lain, dan kemampuan membina hubungan dengan orang lain
(Goleman, 2015:55). Yang kemudian oleh Daniel Goleman, model
Salovey-Mayer ini diadaptasi ke dalam versinya yang

28
dirasa paling bermanfaat untuk memahami cara kerja bakat-bakat
tersebuat dalam kehidupan kerja (Goleman, 2005).

Daniel Goleman merupakan salah seorang yang paling


mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap
sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi prestasi
seseorang pada tahun 1996 dan melalui bukunnya yang berjudul
“Emotional Intelligence” yang dipublikasikan secara luas hingga
ke luar negeri. Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi
atau emotional intelligence merujuk kepada kemampuan
mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola
emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan
orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan
yang berbeda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan
akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan-kemampuan
kognitif murni yang diukur dengan IQ (Goleman, 2005).

Menurut Goleman (2005), garis pembagi utama kecakapan-


kecakapan yang kita miliki terletak antara pikiran dan hati, atau
secara lebih teknis, antara kognisi dan emosi. Sebagian kecakapan
bersifat murni kognitif, misalnya panalaran analitis atau keahlian
teknis. Sedangkan kecakapan lainnnya merupakan perpaduan
pikiran dan perasaan, inilah yang disebut Goleman “kecerdasan
emosi”. Kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk
mempelajari keterampilan-keterampilan praktis.

29
Sedangkan Agustian (2007:9) menerjemahkan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasa. Kunci
kecerdasan emosi adalah pada kejujuran suara hati. Suara hati
itulah yang harusnya dijadikan pusat prinsip yang mampu memberi
rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan.

Dengan menguraikan pendapat para ahli di atas dapat


disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang untuk memahami emosi diri sendiri dan orang lain,
memotivasi diri sendiri, serta berusaha menjalin hubungan baik
dengan orang lain.

3. Dimensi Kecerdasan Emosional

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau


keterampilan kognitif, namun keduanya berinteraksi secara
dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia nyata.
Tingkat kecerdasan emosi seseorang tidak terikat dengan faktor
genetis, tidak juga hanya dapat dapat berkembang selama kanak
-kanak. Tidak seperti IQ, yang berubah hanya sedikit sesudah
melewati usia remaja, kecerdasan emosi lebih banyak diperoleh
lewat belajar, dan terus berkembang sepanjang hidup sambil
belajar dari pengalaman sendiri (Goleman, 2005).

Secara konseptual, kerangka kerja kecerdasan emosional


dapat diukur dari beberapa aspek-aspek yang ada. Goleman (2005)
mengemukakan lima kecakapan dasar individu dalam kecerdasan
emosi,

30
yaitu:

1. Kesadaran Diri (Self Awarness). Kemampuan untuk


mengetahui apa yang dirasakan dalam dirinya dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri
sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri
sendiri dan kepercayaan diri yang kuat.
2. Pengaturan Diri (Self Management). Kemampuan seseorang
dalam mengendalikan dan menangani emosinya sendiri
sedemikian rupa sehingga berdampak positif pada pelaksanaan
tugas, memiliki kepekaan pada kata hati, serta sanggup
menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran dan
mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
3. Motivasi Diri (Self Motivation). Hasrat yang paling dalam
untuk menggerakkan dan menuntun diri menuju sasaran,
membantu pengambilan inisiatif serta bertindak sangat efektif,
dan mampu untuk bertahan dan bangkit dari kegagalan dan
frustasi.
4. Empati (Emphaty). Kemampuan merasakan apa yang
dirasakakan orang lain, mampu memahami perspektif orang
lain dan menumbuhkan hubungan saling percaya, serta mampu
menyelaraskan diri dengan berbagai tipe hubungan.
5. Keterampilan Sosial (Relationship Management). Kemampuan
untuk menangani emosi dengan baik ketika berhubungan sosial
dengan orang lain, mampu membaca situasi dan jaringan sosial
secara cermat, berinteraksi dengan lancar, menggunakan
keterampilan ini untuk mempengaruhi, memimpin,
bermusyawarah, menyelesaikan

31
perselisihan, serta bekerja sama dalam tim.

Lebih lanjut dijelaskan oleh Daniel Goleman dalam bentuk


tabel sebagai berikut (2005:42):
Tabel 2.1.
Kerangka Kerja Kecakapan Emosi

Kecakapan Pribadi Kecakapan Sosial


Kecakapan ini menentukan Kecakapan ini menentukan
bagaimana kita mengelila bagaimana kita menangani suatu
diri hubungan
sendiri

Kesadaran Diri Empati


Mengetahui kondisi diri sendiri, Kesadaran terhadap perasaan,
kesukaan, sumber daya, dan kebutuhan, dan kepentingan orang
intuisi lain

 Kesadaran emosi: mengenali emosi  Memahami orang lain:


diri sendiri dan efeknya. mengindrakan perasaan dan
 Penilaian diri secra teliti: perspektif orang lain, dan
mengetahui kekuatan dan batasan- menunjukan minat aktif terhadap
batasan diri sendiri. kepentingan mereka.
 Percaya diri: keyakinan tentang  Orientasi pelayanan:
harga diri dan kemampuan sendiri. mengantisipasi, mengendalikan, dan

32
berusaha memenuhi kebutuhan
Pengaturan Diri pelanggan.
Mengelola kondisi, implus,  Mengembangkan orang lain:
dan sumber daya diri sendiri merasakan kebutuhan
perkembangan orang lain dan
 Kendali diri: mengelola emosi- berusaa menumbuhkan kemampuan
emosi dan desakan-desakan hati mereka.
yang merusak.  Mengatasi keragaman:
 Sifat dapat dipercaya: memelihara menumbukan peluang melalui
norma kejujuran dan integritas. pergaulan dengan macam-macam
 Kewaspadaan: bertanggungjawab orang.
atas kinerja pribadi.  Kesadaran politis: mampu
 Adaptibilitas: keluesan dalam membaca arus-arus emosi sebuah
menghadapai perubahan. kelompok dan hubunganya dengan
 Inovasi: mudah menerima dan kekuasaan.
terbuka terhadap gagasan,
pendekatan, dan informasi-
informasi baru.

33
Motivasi Diri
Kecendrungan emosi yang
mengantar atau
memudahkan peraihan
sasaran

 Dorongan prestasi: dorongaan


untuk menjadi lebih baik. diri
 Komitmen:
dengan sasaran menyesuaikan
kelompok atau
perusahaan.
 Inisiatif: kesiapan ntuk
memanfaatkan kesempatan.
 Optimisme: kegigihan dalam
memperjuangkan sasaran kendati
ada halangan atau gagal.
Keterampilan Sosial
Keterampilan dalam menggugah
anggapan yang dikehendaki
pada orang lain

 Pengaruh: melakukan taktik-taktik


untuk melakukan persuasi.
 Komunikasi: mengirimkan pesan
yang jelas dan meyakinkan.
 Kepemimpinan: membangkitkan
inspirasi dan memandu kelompok
dan orang lain.
 Katalisator perubahan: memulai
dan mengelola perubahan.
 Manajemen konflik: negosiasi dan
pemecahan silang pendapat.
 Pengikat jaringan: menumbhkan
hubngan sebagai alat.
 Kolaborasi dan kooprerasi: kerja
sama dengan orang lain demi tujuan
bersama.
 Kemampuan tim: menciptakan
sinergi kelompok dalam
memperjuangkan tujuan bersama.

Sumber: Goleman (2005)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


indikator kecerdasan emosional adalah dengan mengenali emosi
diri sendiri dan efeknya, mengetahui kekuatan dan batasan-batasan
diri, keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri,

34
mengelola emosi dan desakan hati yang merusak, memelihara
norma kejujuran dan integritas, bertanggungjawab atas kinerja
pribadi, keluesan menghadapai perubahan, mudah menerima dan
terbuka (terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi baru),
memiliki dorongaan menjadi lebih baik, menyesuaikan diri dengan
sasaran kelompok, kesiapan memanfaatkan kesempatan, kegigihan
memperjuangkan sasaran, mengindrakan perasaan dan perspektif
orang lain

35
serta menunjukan minat aktif terhadap kepentingan mereka,
memenuhi kebutuhan pelanggan, merasakan kebutuhan
perkembangan orang lain dan menumbuhkan kemampuan mereka,
menumbukan peluang melalui pergaulan, mampu membaca arus-
arus emosi kelompok dan hubunganya dengan kekuasaan,
melakukan taktik-taktik melakukan persuasi, mengirimkan pesan
yang jelas dan meyakinkan, membangkitkan inspirasi dan
memandu kelompok dan orang lain, memulai dan mengelola
perubahan, mampu bernegosiasi dan pemecahan silang pendapat,
menumbuhkan hubungan sebagai alat, dapat kerja sama dengan
orang lain, dan menciptakan sinergi kelompok.

4. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Peningkatan Kinerja


Organisasai

Manusia memiliki 3 modal dalam bekerja yaitu modal


materil atau fisik (keterampilan atau pengetahuan), modal sosial
(rasa kebersamaan serta keterikatan emosi), dan modal spiritual
(kemampuan mengenal diri dan memaknai lebih). Untuk
mengelola ketiga modal tadi, diperlukan tiga jenis kecerdasan.
Fungsi IQ adalah “What I think” (apa yang saya pikirkan) untuk
mengelola kekayaan fisik atau materi; fungsi EQ adalah “What I
feel” (apa yang saya rasakan) untuk mengelola kekayaan sosial;
dan fungsi SQ adalah “Who am I” (siapa saya) untuk mengelola
kekayaan spiritual. Agar dapat melahirkan manusia yang memiliki
motivasi total, maka tidak cukup hanya dengan mengasah potensi
kecerdasan intelektual (IQ), namun perlu

36
dipertajam potensi emosi (EQ) dan juga dilandasi potensi spiritual
(SQ). Ketika setiap elemen masyarakat di dalam perusahaan telah
mengaktifkan EQ dan SQ mereka dengan baik dalam dunia kerja.
Maka dampak bagi individu adalah menemukan makna bekerja
dan termotivasi oleh sebuah alasan spiritual sedangkan bagi
insitusi tempatnya bekerja adalah meningkatkan produktivitas dan
loyalitas pekerja (www.esqway165.com).

Beberapa organisasi bahkan merujuk beberapa hasil


penelitian serta praktik perusahaan dunia yang berhasil dalam
menerapkan konsep kecerdasan emosi. Penelitian Boyatzis pada
tahun 1999 (dalam Martin, 2000) menemukan bahwa beberapa
konsultan dan agen penjualan yang memiliki skor kompetensi EQ
yang tinggi ternyata menghasilkan kinerja dan hasil pendapatan
yang lebih baik. Laporan tambahan dari Hay/Mcber Research,
menghasilkan riset yang menunjukan bahwa kecerdasan emosi
ternyata mampu meningkatkan rata-rata kinerja tenaga penjualan
(Sala, 2004:1).

D. Kecerdasan Spiritual (SQ)

1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Pengertian kecerdasan spiritual dalam buku, “Spiritual


Capital”, Danah Zohar dan Ian Marshall menerangakan bahwa
spiritual berasal dari bahasa Latin Spiritus yang berarti prinsip
yang memfasilitasi suatu organisme, bisa juga dari bahasa Latin
sapientia (sophia dalam bahasa Yunani) yang berarti
kearifan−kecerdasan kearifan (wisdom intelligence).

37
Sedangkan, menurut Buzan (2003:6) spiritual berasal dari kata spirit
yang berasal dari bahasa Latin Spritus yang berarti napas.

Dalam istilah modern mengacu kepada energi batin yang


non- jasmani meliputi emosi dan karakter. Dalam kamus psikologi,
spirit adalah suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat
ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri
karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas energi
disposisi, moral atau motivasi.

2. Teori Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan temuan terkini secara


ilmiah, yang pertama kali digagas oleh sepasang suami istri Danah
Zohar dan Ian Marshall, yang masing-masing dari Harvard
University dan Oxford University melalui riset yang sangat
komperhensif. Beberapa pembuktian ilmiah tentang kecerdasan
spiritual dipaparkan Dahan Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya
“Spiritual Quotient, The Ultimate Intelligence”.

Eksistensi mengenai kecerdasan baru (SQ) ini diperkuat


lagi dengan kajian Michael Persinger serta temuan dari V.S.
Ramachandran mengenai adanya “Titik Tuhan” (God Spot) dalam
otak manusia−built in sebagai pusat spiritual (spiritual center)
yang terletak dibagian depan otak. Pada penemuan ini adanya
“Titik Tuhan” (God Spot) tidak membuktikan adanya Tuhan, tetapi
menunjukan bahwa otak telah berkembang untuk menanyakan
“pertanyaan-pertanyaan pokok”, untuk memiliki dan
menggunakan

38
kepekaan terhadap makna dan nilai yang lebih luas (Zohar dan
Marshall, 2001:10).

Danah Zohar dan Ian Marshall (2002:4) mendefinisikan


kecerdasan spiritual (SQ) sebagai kecerdasan untuk menghadapi
persoalan makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan
prilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup
seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lainnya. SQ
merupakan persyaratan bagi berfungsinya IQ dan EQ secara efektif
(Zohar dan Marshall, 2005:4). Zohar dan Marshall (2005)
mengungkapkan bahwa SQ mengintegrasikan semua kecerdasan
kita (IQ, EQ, dan SQ) dan menjadikan kita makhluk yang benar-
benar utuh intelektual, emosional, dan spiritual. Hal tersebut
seperti juga ditullis oleh Mudali (2002:3) bahwa menjadi pintar
tidak hanya dinyatakan dengan memiliki IQ yang tinggi, tetapi
untuk menjadi sungguh-sungguh pintar sesorang haruslah memiliki
kecerdasan spiritual (SQ).

Dalam teorinya, Zohar dan Marshall (2005) menjelaskan


bahwa spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan
seseorang dengan aspek ketuhanan (agama), sebab seorang
humanis atau atheis pun dapat memiliki spiritualitas tinggi.
Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan pencerahan jiwa
(kecerdasan jiwa).

Akan tetapi, beberapa penelitian menunjukan bahwa


seseorang yang memiliki kepercayaan atau mejalankan agam,
umunya memiliki tingkat

39
kecerdasan spiritual yang lebih tinggi dibangingkan dengan
mereka yang tidak memiliki kepercayaan atau tidak menjalankan
agama. Seperti misalnya penelitian yan dilakukan Harold G.
Koening dan kawan-kawan yang telah dipublikasikan Oxford
University Pers dalam bentuk buku yang berjudul “Handbook of
Religion and Health. Penelitian yang mereka lakukan menemukan
bahwa disetiap tingkatan pendidikan dan usia, orang yang pergi
ketempat ibadah (mesjid, gereja, vihara atau lainnya), berdoa dan
membaca kitab suci secara rutin, ternyata hidup lebih lama sekitar
tujuh sampai empat belas tahun dan memiliki kesehatan fisik yang
lebih baik dibandingkan dengan orang yang tidak menjalankan
ritual keagamaan (Wahab dan Umiarso, 2011:17).

Dalam pandangan Wahab dan Umiarso (2011), kecerdasan


spiritual (SQ) adalah kecerdasan yang sudah ada dalam setiap
manusia sejak lahir yang membuat manusia menjalani hidup ini
dengan penuh makna, selalu mendengarkan suara hati nuraninya,
tak pernah sia-sia, semua yang dijalaninya selalu bernilai. Jadi SQ
dapat membantu sesorang untuk membangun dirinya secara utuh.
Semua yang dijalaninya tidak hanya berdasarkan proses berpikir
rasio saja, tetapi juga menggunakan hati nurani karena hati nurani
adalah pusat kecerdasan spiritual. Secara singkat SQ merupakan
kemampuan menghidupkan kebenaran yang paling dalam.

Marsha Sinetar, yang terkenal luas sebagai pendidik,


penasehat, pengusaha, dan penulis buku-buku best seller,
menafsirkan kecerdasan

40
spiritual (SQ) sebagai pemikiran yang terilhami, yang maksudnya
adalah kecerdasan yang diilhami oleh dorongan dan efektivitas,
keberadaan atau hidup keilahian yang mempersatukan kita sebagai
bagian-bagian. Dalam pandangan Imam Supriyanto
mendefinisikan SQ sebagai kesadaran tentang gambaran besar atau
gambaran menyeluruh tentang diri sseorang dan jagat raya
(Supriyanto, 2006:75).

Agustian (2007) mendefinisikan kecerdasan spiritual (SQ)


sebagai kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap
perilaku dan kegiatan melalui langkah-langkah dan pemikiran yang
bersifat fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola
pemikiran integralistik, serta berprinsip hanya karena Allah.
Menurutnya kecerdasan spiritual (SQ) adalah landasan yang
diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif dan
merupakan kecerdasan tertinggi kita. Kecerdasan spiritual mampu
mengoptimalkan kerja kecerdasan yang lain. Individu yang
mempunyai kebermaknaan (SQ) yang tinggi, mampu
menyandarkan jiwa sepenuhnya berdasarkan makna yang ia
peroleh, dari sana ketenangan hati akan muncul. Jika hati telah
tenang (EQ) akan memberi sinyal untuk menurunkan kerja
simpatis menjadi para simpatis. Bila ia telah tenang karena aliran
darah telah teratur maka individu akan dapat berfikir secara
optimal (IQ), sehingga ia lebih tepat dalam mengambil keputusan.
Manajemen diri untuk mengolah hati dan potensi kemanusiaan
tidak cukup hanya dengan IQ dan EQ, kecerdasan spiritual adalah
kecerdasan yang sangat berperan dalam diri manusia sebagai
pembimbing kecerdasan lain.

41
Tikollah dkk (2006) menyatakan bahwa kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual tak
terpisahkan dalam kehidupan seseorang, oleh karena itu dalam
upaya pembentukan dan pengembangan sikap maka ketiga
kecerdasan tersebut saling melengkapi. Kecerdasan tidak dapat
dipisahkan dari ilmu karena orang yang cerdas biasanya adalah
orang yang berilmu, demikian juga orang yang berilmu akan
menjadi orang yang cerdas. Orang yang mempunyai kecerdasan,
baik itu kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional akan
kurang sempurna bila tidak mempunyai kecedasan spiritual.

Sedangkan menurut pendapat Khavari (2006:28)


menyatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kecerdasan pada
jiwa manusia. Kecerdasan spiritual memberikan kemampuan untuk
melihat nilai positif dalam setiap masalah dan kearifan untuk
menangani masalah terhadap perilaku atau jalan kehidupan
seseorang.

Dengan menguraikan pendapat para ahli di atas dapat


disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk
menelaah dan melihat suatu keadaan secara menyeluruh sehingga
dapat menemukan pemahaman makna yang mendalam yang
akhirnya memunculkan ketenangan hati dari keadaan yang
dihadapi.

42
3. Dimensi Kecerdasan Spiritual

Zohar dan Marshall (2005) dalam buku terbarunya


“Spiritual Capital”, mengemukakan perbedaan antara bisnis
konvensional dengan bisnis berbasis spiritual (bisnis bermodal
spiritual), yang terdapat manajemen spiritual di dalam lingkup
perusahaan, sebagai berikut pada tabel 2.2.:
Tabel 2.2.
Perbedaan Bisnis Konvensional dengan Bisnis Berbasis
Spiritual

Bisnis Konvensional Bisnis Berbasis Spiritual

 Memerosotkan sumber daya  Memelihara dan


 Mengabaikan generasi mendatang memperbaharui sumber daya
 Menyebarkan departasi personal  Memelihara generasi
 Melahirkan kepemimpinan mendatang sebagai stakeholder
egoistic  Mengilhami
 Memicu stress  Menyikapi kepemimpinan
 Menonjolkan kepentingan diri sebagai panggilan jiwa
Menyultkan kerusuhan  Mendatangkan kepuasan
 Menimbulkan ketakutan  Menaggulangi kesenjangan dan
kemarahan
 Melahirkan harapan
Sumber: Zohar dan Marshall (2005)

Tanda-tanda dari kecerdasan spiritual yang telah


berkembang dengan baik antara lain mencakup fleksibilitas,
tingkat kesadaran diri yang tinggi, mampu menghadapi dan

43
memanfaatkan penderitaan dan rasa sakit, kualitas hidup yang
diilhami oleh visi dan nilai-nilai, keengganan untuk menyebabkan
kerugian, melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan
holistik), dan kecenderungan mencari jawaban-jawaban mendasar
(Zohar dan Marshall, 2005).

44
Sukidi (2002) menjelaskan tentang nilai-nilai kecerdasan
spiritual berdasarkan kajian kecerdasan spiritual Zohar dan
Marshall yang banyak dibutuhkan dalam dunia bisnis, yaitu
sebagai berikut:
1. Mutlak Jujur. Kata kunci pertama untuk sukses di dunia bisnis
adalah mutlak jujur, yaitu berkata benar dan konsisten akan
kebenaran. Ini merupakan hukum spiritual dalam dunia usaha.
Pada dimensi ini indikatornya berupa keyakinan untuk jujur,
enggan melakukan kecurangan, dan bekerja dengan benar.
2. Keterbukaan. Keterbukaan merupakan sebuah hukum alam di
dunia bisnis, maka logikanya apabila seseorang bersikap fair
atau terbuka maka ia telah berpartisipasi di jalan menuju dunia
yang baik. Pada dimensi ini indikatornya berupa keterbukaan
dalam bekerja, dapat menerima kritikan, dan mampu memberi
saran atau masukan untuk perusahaan.
3. Pengetahuan Diri. Pengetahuan diri menjadi elemen utama dan
sangat dibutuhkan dalam kesuksesan sebuah usaha karena
dunia usaha sangat memperhatikan dalam lingkungan belajar
yang baik. Pada dimensi ini indikatornya berupa paham akan
tugas diri serta kemampuan berinovasi dan mengembangkan
diri sendiri.
4. Fokus pada Kontribusi. Dalam dunia usaha terdapat hukum
yang lebih mengutamakan memberi daripada menerima, hal ini
penting berhadapan dengan kecenderungan manusia untuk
menuntut hak ketimbang memenuhi kewajiban. Untuk itulah
orang harus pandai membangun

45
kesadaran diri untuk lebih terfokuas pada kontribusi. Untuk
dimensi fokus pada kontribusi indikatornya adalah
bersungguh-sungguh dalam bekerja dan fokus dalam
menangani tugas.
5. Spiritual Non Dogmatis. Komponen ini merupakan nilai
kecerdasan spiritual dimana di dalamnya terdapat kemampuan
untuk bersikap fleksibel, memiliki tingkat kesadaran yang
tinggi, serta kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan
penderitaan serta memiliki kualitas hidup yang didasari oleh
visi dan nilai-nilai.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa


indikator kecerdasan spiritual adalah keyakinan untuk jujur,
enggan melakukan kecurangan, bekerja dengan benar, keterbukaan
dalam bekerja, dapat menerima keritikan, mampu memberi saran
atau masukan untuk perusahaan, paham akan tugas diri,
kemampuan berinovasi dan mengembangkan diri sendiri,
bersungguh-sungguh dalam bekerja, fokus dalam menangani tugas,
kemampuan untuk bersikap fleksibel, memiliki tingkat kesadaran
yang tinggi, serta kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan, memiliki kualitas hidup yang didasari
oleh visi dan nilai.

4. Peran Manajer dalam Meningkatkan Kecerdasan Spiritual


Karyawan

Manajer di dalam suatu organisasi memiliki peran sebagai


pemimpin yang dapat mempengaruhi organisasi dalam pencapaian
keseluruhan tujuan organisasi. Sehingga dalam pengembangan

46
individu dan

47
penguatan organisasi memerlukan pemimpin yang dapat
diandalkan sebagai penunjuk jalan yang mampu membangkitkan
optimis dan keyakinan dalam merealisasikan gagasan-gagasan
besar organisasi (Hendrawan, 2009).

Dalam kajian mengenai kecerdasan spiritual, Sisk dan


Torence dalam Hendrawan (2009) mengemukakan bahwa
karakteristik kepemimpinan (manager) yang memiliki kecerdasan
spiritual ditandai dengan mereka yang memiliki presepsi dan nilai-
nilai yang mencerminkan presepsi lebih besar, dan sebagai
dampaknya perkataan dan tindakan mereka dapat mempengaruhi
bawahannya untuk membangun kesadaran karyawan tentang
kebenaran universal dalam pandangan kinerja mereka. Pemimpin
(manajer) dalam peranan ini tergolong sebagai para pencari jalan
spiritual (spiritual pathfinder) bagi bawahanya karena kekuatanya
memperbahrui karyawan, membangun harapan, dan meningkatkan
cita- citanya.

Kualitas spiritual pathfinder inilah yang dimaksudkan


dengan manajer sebagai pemimpin yang berperan dalam penunjuk
atau pengarah jalan. Kualitas semacam itu mampu menumbuhkan
rasa keterpanggilan pada tugas, peran, dan rasa keanggotaan pada
karyawan yang paling dalam serta pemenuhan makna pada
organisasi korporat. Dan kita membutuhkan kualitas spiritual
pathfinder ini mengingat kecendrungan kompleksifikasi organisasi
korporat dewasa ini.

48
Secara ringkas peran manajer dalam meningkatkan
kecerdasan spiritual karyawanya adalah sebagai berikut:
a. Penunjuk jalan yang mampu membangkitkan optimis dan
keyakinan dalam merealisasikan gagasan
b. Mempengaruhi karyawannya untuk membangun kesadaran
karyawan tentang kebenaran universal dalam pandangan
kinerja
c. Memberi kekuatan dalam memperbahrui karyawan,
membangun harapan, dan meningkatkan cita-cita karyawan
d. Menumbuhkan rasa keterpanggilan pada tugas, peran, dan rasa
keanggotaan pada karyawan yang paling dalam
e. Pemenuhan makna bagi karyawan pada organisasi korporat

E. Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja


Karyawan

Dunia kerja mempunyai berbagai masalah dan


tantangan yang harus dihadapi oleh karyawan, misalnya
persaingan ketat, tuntutan tugas, suasana kerja yang tidak
nyaman dan masalah hubungan dengan orang lain. Masalah-
masalah tersebut dalam dunia kerja bukanlah suatu hal yang
hanya membutuhkan kemampuan intelektualnya saja, tetapi
dalam menyelesaikan masalah tersebut kemampuan emosi atau
kecerdasan emosi lebih banyak diperlukan. Bila seseorang
dapat menyelesaikan masalah-masalah di dunia kerja yang

49
berkaitan dengan emosinya maka dia akan menghasilkan kerja
yang lebih baik (Agustian,

50
2006:36). Agustian juga berpendapat bahwa keberadaan
kecerdasan emosional yang baik akan membuat seorang
karyawan menampilkan kinerja dan hasil kerja yang lebih baik,
hal ini berdasarkan pada penelitian dan pengalamannya dalam
memajukan perusahaan (baik miliknya sendiri maupun yang
menjadi mitra bisnisnya).

Menurut Daniel Goleman dalam bukunya “Working


with Emotional Intelligence”, kini aturan bekerja telah
berubah. Kita dinilai berdasarkan tolak ukur baru, tidak hanya
berdasarkan kepandaian atau berdasarkan pelatihan dan
pengalaman tetapi juga berdasarkan seberapa baik kita
mengelola diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain.
Tolak ukur ini memusatkan perhatian pada kualitas pribadi,
seperti: inisiatif dan empati, adaptabilitas, dan kemampuan
persuasi, yang semuanya terangkum ke dalam makna
kecerdasan emosi.

Agustian (2006:41) menyatakan bahwa banyak orang


disekitar kita memiliki kecerdasan otak saja, memiliki gelar
tinggi, belum tentu sukses berkiprah di dunia pekerjaan.
Seringkali justru yang berpendidikan formal lebih rendah,
banyak yang ternyata mampu lebih berhasil. Kebanyakan
program pendidikan hanya berpusat pada kecerdasan akal (IQ),
padahal diperlukan pula bagaimana mengembangkan
kecerdasan emosi seperti ketangguhan, inisiatif, optimisme,
kemampuan beradaptasi. Selain itu juga begitu banyak orang
berpendidikan yang tampak begitu menjanjikan, mengalami

51
kemandekan dalam kariernya, lebih buruk lagi mereka
tersingkir akibat rendahnya kecerdasan emosional.

Claudio Fernandez Araoz, ketika bertugas sebagi


pemburu eksekutif di kawasan Amerika Latin dari kantor
perwakilan Ergon Zehnder Internasional di Buenos Aires,
membandingkan 227 eksekutif yang sangat sukses dengan 23
lainnya yang gagal dalam pekerjaan mereka. Ia menemukan
bahwa para manajer yang gagal hampir selalu mempunyai
keahlian dan IQ yang sangat tinggi dalam bidang mereka.
Kelemahan fatal mereka dalam setiap kasus yang dijumpai
adalah dalam domain kecerdasan emosi−yakni sombong,
terlalu mengandalkan otak, ketidakmampuan menyesuaikan
diri dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang terkadang
berubah dikawasan tersebut, dan meremehkan kolaborasi atau
kerja sama tim (Goleman, 2005:65).

Doug Lennick, seorang Executive Vice President di


Amerika Express Financial Services dalam Goleman (2005:36)
mengatakan, “yang Anda perlukan untuk sukses dimulai
dengan keterampilan intelektual, tetapi orang juga memerlukan
kecakapan emosi untuk memanfaatkan potensi bakat mereka
secara penuh. Penyebab kita tidak mencapai potensi
maksimum adalah karena ketidakterampilan emosi”. Pendek
kata, emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai
menjadi bodoh. Tanpa kecerdasan emosi, orang tidak akan bisa
menggunakan kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai
dengan

52
potensi yang maksimum.

Hal ini diperkuat dengan sebuah studi dari hasil survei


nasional yang dilakukan Goleman terhadap apa yang
diinginkan oleh para pemberi kerja dari pekerjanya, apa yang
dicari oleh perusahaan dari para MBA yang melamar,
menghasilkan sebuah daftar hampir sama, yaitu tiga
kemampuan yang paling diinginkan adalah keterampilan
berkomunikasi, keterampilan antarpribadi, dan inisiatif.

Dalam makalah McClelland tahun 1973 dalam


Goleman (2005:25-27), “Testing for Competence Rather than
Intelligence”, ia berpendapat bahwa kemampuan akademik
bawaan, nilai rapot, dan predikat kelulusan pendidikan tinggi
tidak memprediksi seberapa baik kinerja sesorang sesudah
bekerja atau seberapa tinggi sukses yang dicapainya dalam
hidup. Ia menemukan bahwa inti kemampuan pribadi dan
sosial yang sama yang terbukti menjadi kunci utama
keberhasilan seseorang adalah kecerdasan emosi. Menurutnya
kecerdasan emosilah yang lebih berperan untuk menghasilkan
kinerja yang cemerlang. Pandangan McClelland berakar dari
pengalamanya sendiri dalam menangani perusahaan-
perusahaan yang dipegangnya. Seperangkat kecakapan khusus
seperti: empati, disiplin diri, dan inisiatif akan membedakan
antara mereka yang sukses sebagai bintang kinerja dengan
yang hanya sebatas bertahan di lapangan pekerjaan.

Dari hasil penelitian Goleman menyatakan bahwa


Kecerdasan

53
intelektual (IQ) hanya menyumbang sekitar 20% bagi
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor
kekuatan-kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan
emosional (EQ). Goleman mengatakan bahwa untuk mencapai
kesuksesan dalam dunia kerja, seorang karyawan bukan hanya
membutuhkan kecerdasan kognitif saja, tetapi membutuhkan
kecerdasan emosional. Ia mengemukakan bahwa peran IQ
dalam keberhasilan di dunia kerja hanya menempati posisi
kedua sesudah kecerdasan emosi dalam menentukan peraihan
prestasi puncak dalam pekerjaan, hal ini didasari dari hasil
pengembangan riset Ruth Jacobs dan Wei Chen, para peneliti
Hay/McBer di Boston. Untuk ringkasnya ia menyimpulkan
bahwa kecakapan emosi dua kali lebih penting daripada
kemampuan konigtif murni agar berprestasi tinggi dalam
semua jabatan, di setiap bidang. Dan kecakapan emosi hampir
separuhnya penting berperan dalam menciptakan keunggulan
agar sukses di jenjang tertinggi dalam posisi pemimpin
(Goleman, 2005).

Dalam suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh


Boyatzis dan Chermiss (1998, dalam Febiola, 2005) terhadap
beberapa subjek penelitian dalam beberapa perusahaan maka
hasil yang didapat menunjukan bahwa karyawan yang
memiliki sekor kecerdasan emosi yang tinggi akan
menghasilkan kinerja yang lebih baik yang dapat dilihat dari
bagaimana kualitas dan kuantitas yang diberikan karyawan
tersebut terhadap perusahaan. Chermiss juga mengungkapkan
bahwa walaupun seseorang tersebut memiliki kinerja yang
cukup baik tapi

54
apabila ia memiliki sifat yang tertutup dan tidak berinteraksi
dengan orang lain secara baik maka kinerjanya tidak akan dapat
berkembang.

Seorang praktisi kaliber internasional, Linda Keegan,


Vice President bidang pengembangan eksekutif Citibank
disalah satu negara Eropa, mengatakan bahwa kecerdasan
emosi (EQ) harus menjadi dasar dalam setiap pelatihan
manajemen (Agustian, 2007:8). Atau sebagaimana
diringkaskan oleh Kevin Murray, Direktur Komunikasi di
British Airways, “Perusahaan yang harus menghadapi
perubahan paling besar adalah yang paling memerlukan
kecerdasan emosi”, (Goleman, 2005:66). Hal ini tepat sekali
jika dijadikan masukan untuk menghadapi zaman dengan
teknologi yang sekarang ini, dimana saat ini perkembangan
teknologi yang pesat hampir menyentuh diseluruh aspek
kehidupan, serba canggih dan menjadikan dunia bisnis kian
dinamis dengan perubahan yang berlangsung cepat dalam
waktu yang relatif singkat.

Hal tersebut telah disadari perusahaan-perusahaan


raksasa dunia saat ini. Mereka menyimpulkan bahwa, “inti
kemampuan pribadi dan sosial yang merupakan kunci utama
keberhasilan seseorang sesungguhnya adalah kecerdasan
emosi”. Kecerdasan otak (IQ) berperan sebatas syarat minimal
meraih keberhasilan, namun kecerdasan emosilah yang
sesungguhnya mengantarkan seseorang menuju puncak
prestasi (Agustian, 2007).

55
2. Hubungan Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja
Karyawan

Victor E. Frankl mengatakan, “People have enough to


live, but nothing to live for, They have the means, but no
meaning”. Bahwanya manusia ataupun korporasi dewasa ini
membutuhkan “meaning and value” dalam setiap langkah
hidup: Kebutuhan akan makna ini ternyata tidak bisa hanya
kita penuhi dengan EQ saja. Karena jika mempunyai EQ yang
tinggi tanpa dilengkapi dengan SQ, yang terjadi selama ini EQ
bisa dimanfaatkan untuk orientasi materi semata, hanya
mengejar kebendaan, berarti hanya mencakup satu tujuan saja,
dan menggapai keberhasilan di dunia namun mengalami
kekosongan pada jiwa (Agustian, 2007:10).

Manusia yang merasakan kekosongan jiwa atau


mengalami krisis makna akan menjalani hidup seperti
dibayang-bayangi rasa gelisah atau kegelisahan. Hal ini dapat
menganggun aktivitas individu tersebut dan menjadikan hidup
kurang tenang. Seperti merasakan ada sesuatu yang hampa
menggelayuti ruang hati namun tidak tau apa dan kenapa
seperti itu. Penyakit seperti ini, saat ini banyak menerpa tidak
hanya pada kalangan orang biasa namun juga pada orang-orang
sukses. Banyak orang sukses saat ini dengan karir yang
cemerlang namun masih tidak menemukan kebahagiaan yang
sebenarnya menurut yang ia rasakan, yang akhirnya kondisi ini
menjadikannya tidak bahagia dan selalu merasa ada yang
kurang walaupun ia sudah berada di puncak

56
kesuksesan dunia. Hal ini dikarenakan ketidakhadiran SQ
sebagai pelengkap yang memberikan makna pada pencapaian
individu tersebut.

Agustian mengemukakan dalam bukunya “Emotional


Spiritual Quotient”, bahwa ketika sesorang dengan
kemampuan EQ dan IQ-nya berhasil mendaki kesuksesan,
acapkali ia disergap oleh perasaan “kosong” dan hampa dalam
celah batinnya. Setelah prestasi puncak telah dipijak, ketika
semua pemuasan kebendaan telah diraih, setelah uang hasil
jerih usaha berada dalam genggaman, ia tak lagi tahu ke mana
harus melagkah, untuk apa semua prestasi itu diraihnya, hingga
tidak tahu dan mengerti untuk apa ia hidup dan dimana ia harus
berpijak. Disinilah peran SQ dapat menjawab permasalahan
tersebut. Jawaban dari kekosongan batin sang jiwa (Agustian,
2007).

Penelitian Oxford University menunjukan bahwa


spiritualitas berkembang karena manusia krisis makna, jadi
kehadiran organisasi seharusnya juga memberi makna apa yang
menjadi tujuan organisasinya. Makna yang muncul dalam suatu
organisasi akan membuat setiap orang yang bekerja di
dalamnya lebih dapat mengembangkan diri mereka. Hasilnya
mereka juga dapat bekerja lebih baik (Fabiola, 2005).

Sedangkan Zohar dan Marshall dalam bukunya


“Spiritual Quotient, The Ultimate Intelligence”, menyebutkan
bahwa budaya modern itu secara spiritual bodoh, tidak hanya
di Barat tetapi juga di

57
negara-negara Asia yang semakin terpengaruh oleh Barat.
Maksud “secara spiritual bodoh” adalah kita telah kehilangan
pemahaman terhadap nilai-nilai mendasar. Menurutnya awal
abad ke-21 ini dicirikan di dunia Barat dengan keegoisan,
materialisme, tak adanya moral, nilai- nilai, rasa kekeluargaan,
dan akhirnya tak adanya makna. Dengan ketiadaan makna ini
begitu merajalela. Tanpa SQ, baik IQ dan EQ tak dapat
berfungsi dengan benar. Menurutnya ini lah yang kini terjadi,
SQ kini terabaikan sehingga menggerogoti individu dan
masyarakat.

Kebutuhan akan makna sangatlah mendasar bagi umat


manusia dan budaya populer Barat gagal memenuhinya, kata
Zohar. “SQ dalam sebuah budaya yang sehat mengikuti visi
spiritual budaya tersebut”.

Kecerdasan spiritual merupakan perasaan terhubung


dengan diri sendiri, orang lain dan alam semesta secara utuh.
Pada saat orang bekerja, maka ia dituntut untuk mengarahkan
intelektualnya, tetapi banyak hal yang membuat sesorang
senang dengan pekerjaannya. Seorang pekerja dapat
menunjukan kinerja yang prima apabila ia sendiri mendapatkan
kesempatan untuk mengekspresikan seluruh potensi diri
sebagai manusia. Hal tersebut dapat muncul bila sesorang
dapat memaknai setiap pekerjaannya dan dapat menyelaraskan
emosi, perasaan dan otak. Kecerdasan spiritual mengajarkan
orang untuk mengekspresikan dan memberi makna pada setiap
tindakannya, sehingga bila ingin menampilkan kinerja yang
baik maka dibutuhkan

58
kecerdasan spiritual (Munir, 2000:32).

Penelitian yang dilakukan Wiersma (2002:500)


memberikan bukti tentang pengaruh kecerdasan spiritual dalam
dunia kerja. Ia meneliti tentang bagaimana pengaruh
spiritualitas dalam perilaku pengembangan karir. Penelitian ini
dilakukan selama tiga tahun dengan melakukan studi kualitatif
terhadap 16 responden. Hasil penelitian yang dilakukan
ternyata menunjukan bahwa kecerdasan spiritual
mempengaruhi tujuan sesorang dalam mencapai karirnya di
dunia kerja. Seseorang yang membawa makna spiritualitas
dalam kerjanya akan merasakan hidup dan pekerjaannya lebih
berarti. Hal ini mendorong dan memotivasi dirinya untuk lebih
meningkatkan kinerja yang dimilikinya, sehingga dalam karir
ia dapat berkembang lebih maju.

Menurut pendapat Hoffman (2002:133), mereka yang


dapat memberikan makna pada hidup mereka dan membawa
spiritualitas ke dalam lingkungan kerja mereka akan membuat
mereka menjadi orang yang lebih baik, sehingga kinerja yang
dihasilkan juga lebih baik dibandingkan mereka yang bekerja
tanpa memiliki kecerdasan spiritual.

Kecerdasan spiritual yang dimiliki setiap orang tidaklah


sama. Hal tersebut tergantung dari masing-masing pribadi
orang tersebut dalam memberikan makna pada hidupnya.
Kecerdasan spiritual lebih bersifat luas dan tidak terbatas pada
agama saja. Perbedaan yang dimiliki masing-massing
individu akan membuat hasil kerjanyapun

59
berbeda (Idrus, 2002).

3. Hubungan Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan


Spiritual terhadap Kinerja Karyawan

Menurut Agustian (2006:47) walaupun kecerdasan


emosional dan kecerdasan spiritual berbeda, tetapi EQ dan SQ
ini memiliki muatan yang sama pentingnya untuk dapat
bersinergi antara satu sama lain dalam pengaruhnya terhadap
kinerja seseorang, fungsinya memberikan sinergi yang baik
untuk perilaku dan kegiatan yang dilakukan agar baik dan
terarah.

Manusia memiliki 3 modal dalam bekerja yaitu modal


materil atau fisik (keterampilan atau pengetahuan), modal
sosial (rasa kebersamaan serta keterikatan emosi), dan modal
spiritual (kemampuan mengenal diri dan memaknai lebih).
Untuk mengelola ketiga modal tadi, diperlukan tiga jenis
kecerdasan. Fungsi IQ adalah “What I think” (apa yang saya
pikirkan) untuk mengelola kekayaan fisik atau materi; fungsi
EQ adalah “What I feel” (apa yang saya rasakan) untuk
mengelola kekayaan sosial; dan fungsi SQ adalah “Who am I”
(siapa saya) untuk mengelola kekayaan spiritual. Agar dapat
melahirkan manusia yang memiliki motivasi total, maka tidak
cukup hanya dengan mengasah potensi kecerdasan intelektual
(IQ), namun perlu dipertajam potensi emosi (EQ) dan juga
dilandasi potensi spiritual (SQ). Ketika setiap elemen
masyarakat di dalam perusahaan telah mengaktifkan EQ dan
SQ

60
mereka dengan baik dalam dunia kerja. Maka dampak bagi
individu adalah menemukan makna bekerja dan termotivasi
oleh sebuah alasan spiritual sedangkan bagi insitusi tempatnya
bekerja adalah meningkatkan produktivitas dan loyalitas
pekerja (www.esqway165.com).

Mantan perdana mentri Singapura Goh Chok Tong


(Patton, 1998) menyebutkan bahwa, “Karakter menentukan
apakah seseorang dapat berhasil dalam hidup atau tidak, IQ
yang tinggi saja tidaklah cukup, kepemimpinan bukanlah yang
utama selain sebagai seni membujuk orang untuk bekerja
mencapai suatu tujuan bersama ini semua membutuhkan
keterampilan antarpribadi (interpersonal) dan kecerdasan sosial
yang tinggi”.

F. Peneliti Terdahulu

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting


untuk diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi dan
bahan acuan yang sangat berguna bagi penulis. Penelitian terdahulu
yang terkait kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kinerja
karyawan dapat dilihat pada tabel
2.3. berikut ini:

61
Tabel 2.3.
Peneliti Terdahulu

No. Peneliti Judul Hasil Penelitian Metodologi Penelitian


Perbedaan Persamaan
(Tahun)
1. Beheshtifar Effect of Hasil penelitian menunjukan Dalam penelitian ini Penulisan jurnal
ct. All Spirituality in spiritualitas terbukti dapat tidak membahas lebih dan penulisa skripsi
(2010) Workplace on Job meningkatkan kesejahteraan karyawan dalam mengenai sama-sama meneliti
Performance dan kualitas hidup. Pada penelitian ini kesejahteraan dan mengenai
filosofis persepektif menerangkan kualitas hidup hubungan
bahwa spiritualitas memberikan karyawan, hanya kecerdasan spiritual
karyawan rasa tujuan dan makna di menyinggung kualitas terhadap kinerja
tempat kerja sedangkan interpersonal hidup karyawan karyawan.
perspektif memperikan karyawan rasa secara psikologi
ketertarikan dalam bermasyarakat. karyawan saja.

55
2. Tilkollah Pengarh Hasil penelitian menunjukan bahwa Dalam penelitian ini Penulisan jurnal
ct. All Kecerdasan kecerdasan intelektual, kecerdasan tidak membahas lebih dan penulisa skripsi
(2006) Intelektual, emosional, dan kecerdasan spiritual dalam mengenai sama-sama meneliti
Kecerdasan secara stimulasi berpengaruh kecerdasan mengenai
Emosional, dan signifikan terhadap sikap etis intelektual terhadap kecerdasan
Kecerdasan mahasiwa akuntansi. sikap etis mahasiswa, emosional dan
Spiritual terhadap hanya menyinggung kecerdasan
Sikap Etis kecerdasan spiritual.
Mahasiswa intelektual sedikit
Akuntansi saja.
3. Fabio Sala Do Program Hasil penelitian menemukan bahwa Dalam penelitian ini Penulisan jurnal
(2004) Designed to ada hubungan positif yang signifikan tidak menggunakan dan penulisa skripsi
Increase Emotional antara bakat dan kemampuan untuk tes eksperimen sama-sama meneliti

56
Intelligence at memperbaiki kualitas kecerdasan dengan pembuatan mengenai
Work emosi seseorang. kelompok-kelompok kecerdasan
tertentu untuk emosional.
menganalisis
pengaruh kecerdasan
emosional.
4. Wiersma The Influence of Hasil dari pisiko-biografi studi Dalam penelitian ini Penulisan jurnal
(2002) Spiritual “meanin- partisipatif yang meneliti efek tidak membahas lebih dan penulisa skripsi
making” on Career spiritualitas pada perilaku karir dalam mengenai sama-sama meneliti
Behavior ditemukan bahwa spiritualitas sebagai pengaruh kecerdasan mengenai
makna pembuatan konstruk spiritual terhadap kecerdasan
mempengaruhi empat tujuan karir, prilaku karir. spiritual.
rasa keputusan, dan koherensi yang
pada gilirannya mempengaruhi
perilaku karir.
Sumber: Diolah dari berbagai sumber

57
F. Kerangka Pemikiran Teoritis

Dari hasil uraian di atas, maka kerangka pemikiran teoritis


yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar
2.3. sebagai berikut:

Gambar 2.3.
Kerangka Pemikiran
Teoritis
Variabel Independen Variabel Independen
Kecerdasan Emosional (X1) Kecerdasan Spiritual (X2)

1. Kesadaran diri 1. Mutlak Jujur


2. Pengaturan diri 2. Keterbukaan
3. Motivasi diri Ha3 3. Pengetahuan diri
4. Empati 4. Fokus pada kontribusi
5. Ketrampilan Sosial 5. Spiritual non

Ha1 Ha2

Variabel
Dependen
Kinerja
Karyawan (Y)

1. Kualitas
Hasil/Implikasi
2. Kuantitas
3. Ketepatan waktu

57
4. Efektivitas
5. Kemandirian
6. Komitmen

Metodologi Penelitian
Uji Kualitas Data
Uji Asumsi Klasik
Uji Regresi Berganda

Kesimpulan dan Saran

58
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh yang
terjadi antara variabel independen yaitu kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual terhadap variabel dependen yaitu kinerja
karyawan. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data
primer yang diperoleh dari hasil penggunaan kuesioner yang diberikan
kepada karyawan yang ada di lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode


regresi berganda. Dengan langkah awal yang digunakan adalah dengan
melakukan uiji kualitas data, yaitu uji validitas dan uji reliabilitas, lalu
proses selanjutnya dengan melakukan uji asumsi klasik yang terdiri
dari uji normalitas, uji heteroskerastisitas, dan uji multikolinieritas.
Setelah proses uji semuanya tadi telah terlewati dan data dinyatakan
lolos uji, maka kemudian baru dilanjutkan dengan langkah menguji
hipotesis, yaitu dengan melakukan uji koefisien determinasi, uji t
statistik, dan uji F statistik. Setelah serangkaian pengujian dilakukan
dan telah dinyatakan selesai, maka proses terakhir yang dilakukan
yaitu membuat atau menarik kesimpulan dari hasil-hasil pengujian
yang telah dilakukan terkait untuk menjawab rumusan hipotesis dalam
penelitian ini apakah sesuai atau tidak.

59
G. Hipotesis

Berdasarkan uraian dalam telaah pustaka yang telah dijelaskan


sebelumnya di atas dan hasil penelitian terdahulu serta kerangka
pemikiran teoritis maka muncul tiga hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini, yaitu:
Ha1: Kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.
Ha2: Kecerdasan spiritual berpengaruh positif terhadap kinerja
karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.
Ha3: Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan lembaga ESQ
Leadership Center Jakarta.

60
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

1. Lokasi, Fokus, dan Waktu Penelitian

a) Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di lembaga ESQ Leadership Center


Jakarta yang beralamat di Jalan TB Simatupang Kav 1,
Cilandak, Jakarta Selatan. Telp. (021) 788 48 165, 2940 6969,
781 4229. Email
esq.info@esq165.co.id.

b) Fokus

Penelitian yang dilakukan berfokus pada pengaruh kecerdasan


emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan.
c) Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan


Desember 2015 sampai dengan bulan Maret 2016 di ESQ
Leadership Center Jakarta.

B. Metode Penentuan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian. Populasi


adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari yang kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini yang menjadi objek peneliti
adalah karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta, dengan
kriteria responden merupakan karyawan tetap dan minimal

60
telah bekerja selama dua tahun di perusahaan tersebut. Hal ini
didasarkan alasan agar kinerja yang diteliti menggambarkan kualitas
kinerja yang sebenarnya, jika yang menjadi respondennya kurang dari
dua tahun bekerja dianggap masih belum memperlihatkan kinerja yang
maksimal, masih pada fase penyesuaian- penyesuaian di dalam lingkup
perusahaan yang baru dimasukinya. Adapun karakteristik populasi
secara kuantitatif berjumlah 116 karyawan yang tersebar di berbagai
divisi dalam perusahaan ESQ Leadership Center Jakarta.

Selanjutnya untuk menentukan sampel penelitian, peneliti


menggunakan teknik pengambilan sampel dengan menggunakan
teknik Non- Probability Sampling, yang berarti peneliti tidak
memberikan peluang atau kesempatan yang sama pada tiap anggota
sampel untuk menjadi responden dalam penelitian. Sedangkan teknik
yang digunakan dalam menentukan sampel adalah Purposive
Sampling, yaitu teknik yang dilakukan berdasarkan kriteria tertentu
yang disesuaikan dengan tujuan atau pertimbangan peneliti (Thoifah,
2015).

Sebenarnya tidak ada ketentuan yang eksak tentang besar


sampel minimum yang dapat dipakai sebagai pedoman. Pada
prinsipnya, makin besar sampel makin baik. Semakin besar jumlah
sampel pada umumnya semakin respresentatif dan hasil penelitian
lebih dapat disamaratakan (Thoifah, 2015). Adapun penentuan jumlah
sampel yang dikembangkan oleh Rosco dalam Sugiyono (2010) adalah
antara sampel 30 sampai dengan 500, sebagai ukuran sampel yang
layak dalam sebuah penelitian.

61
Jumlah total karyawan ESQ Leadership Center Jakarta tahun
2016 adalah sebanyak 116 karyawan. Berdasarkan jumlah total
karyawan ESQ Leadership Canter Jakarta, maka jumlah sampel yang
peneliti tetapkan untuk dapat mengisi kuesioner penelitian ini adalah
sebanyak 63 responden. Jumlah tersebut diperoleh dari hasil jumlah
populasi setelah ditetapkan kriteria-kriteria tertentu oleh peneliti yang
sebelumnya telah didiskusikan secara langsung dengan pihak admin
departemen Human Capital ESQ Leadership Center Jakarta.

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini didapat sejumlah data yang relevan


dengan masalah penelitian. Jenis dan sumber data dalam penelitian ini
dibagi dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
sumber aslinya, yang secara khusus dikumpulkan oleh peneliti
untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan seputar ruang lingkup
penelitian ini berupa data dari hasil observasi, wawancara dan
kuesioner. Dan data primer ini merupakan data pokok dalam
penyusunan penelitian ini.
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung
atau melalui media perantara, dalam penelitian ini berupa data dari
dokumentasi perusahaan dan kajian kepustakaan. Data sekunder
yang diperoleh dari dokumentasi perusahaan berasal dari arsip
dokumentasi yang ada pada lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta. Dan data yang diperoleh dari

62
kajian kepustakaan berasal dari peneliti terdahulu, literature, jurnal
dan majalah pendidikan yang berhubungan dengan permasalahan
penelitian ini.

Sedangkan metode pengumpulan data pada penelitian ini


menggunakan metode survei atau penelitian lapangan (Field
Research). Peneliti melakukan penelitian dengan datang langsung ke
kantor ESQ Leadership Center Jakarta untuk memperoleh data-data
yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, dengan cara:
1. Observasi, dalam hal ini peneliti melakukan peninjauan lansung ke
lokasi dan mengadakan pengamatan pada kantor ESQ Leadership
Center Jakarta guna memperoleh data sebagai bahan penyusunan
skripsi.
2. Wawancara, merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
menggunakan pertanyaan lisan kepada responden. Hal tersebut
dilakukan untuk mendapatkan informasi dan gambaran
permasalahan yang biasanya terjadi, namun kerena keterbatasan
yang ada tidak dapat dijelaskan dengan kuesioner.
3. Kuesioner, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
menyebarkan sejumlah daftar pertanyaan yang sudah tersedia
alternatif jawaban yang berhubungan dengan penelitian dengan
menggunakan skala likert (1 s.d 5).
4. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan cara mengunakan
laporan maupun data statistik yang ada pada kantor lembaga ESQ
Leadership Center Jakarta.

63
D. Metode Analisis Data

Metode analisis data penelitian pada dasarnya merupakan cara


ilmiah untuk mendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan
tertentu. Cara ilmiah ialah kegiatan penelitian ini didasari pada ciri-ciri
keilmuan, yaitu: rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti
kegiatan penelitian dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal,
sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara
yang dilakukan dalam penelitian dapat diamati oleh indra manusia,
sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang
digunakan. Sistematis berarti proses yang digunakan dalam penelitian
menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis (Sugiyono,
2010).

Dalam penelitian ini metode penelitian yang peneliti pilih


adalah dengan cara analisis kuantitatif, yaitu analisis data yang
berbentuk angka. Analisis data dilakukan dengan analisis
menggunakan bantuan program komputer yaitu SPSS (Software
Statistics Product for the Social Science). Ada beberapa tekhnik
analisis data yang digunakan dalam penelitian, yaitu:

1. Statistik Deskriptif

Dalam analisis deskriptif, statistik yang digunakan untuk


menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau
menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya
tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum
atau generalisasi (Sugiyono, 2010).

64
Sehingga statistik deskriptif merupakan proses transformasi data
penelitian dalam bentuk tabulasi sehingga mudah dipahami dan
mudah diinterpretasikan. Statistik deskriptif umumnya digunakan
oleh peneliti untuk memberikan informasi mengenai karakteristik
variabel penelitian yang utama. Ukuran yang digunakan dalam
statistik deskriptif antara lain frekuensi, tendensi sentral (rata-rata,
median, modus), disperse (deviasi standar dan varian) dan
koefisien korelasi antar variabel penelitian ini (Indriantoro dan
Supomo, 1999).

2. Uji Kualitas Data

Keabsahan suatu hasil penelitian sangat ditentukan oleh


alat pengukuran yang digunakan untuk mengukur variabel yang
akan diteliti. Mengingat peneliti menggunakan kuesioner dalam
pengumpulan data, maka kuesioner tersebut harus mengukur apa
yang ingin diukurnya. Apabila alat yang dipakai dalam proses
pengumpulan data tidak valid dan tidak dapat dipercaya maka hasil
penelitian yang diperoleh tidak akan menggambarkan keadaan
sebenarnya. Oleh sebab itu, suatu alat pengukur perlu di uji dengan
menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas. Menurut Ghozali
(2012) Uji kualitas data dilakukan untuk menguji kecukupan dan
kelayakan data yang digunakan dalam penelitian. Kualitas data
bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen
sebab berpengaruh pada kualitas data.

65
a. Uji Validitas Data

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid


tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan
suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji signifikan
dilakukan dengan cara membandingkan nilai r hitung dengan r
tabel untuk degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini n adalah
jumlah sampel. Untuk menguji masing-masing indikator valid
atau tidak, dapat dilihat dari tampilan output Cronbach Alpha
(α) pada kolom Correlated Item-Total Correlation. Jika r
hitung (koefisien korelasi) lebih besar dari r tabel (nilai kritis)
pada taraf signifikansi 5% atau 0,05 dan bernilai positif maka
butir dari pernyataan atau indikator tersebut dinyatakan valid
(Ghozali, 2012).

b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu


kuesioner yang merupakan indikator dari variabel atau
konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2012). Uji reliabilitas ini
menggunakan reliabilitas konsistensi internal yaitu tekhnik
Cronbach Alpha (α). Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan
program SPSS, hasil analisis tersebut akan diperoleh melalui
Cronbach Alpha (α). Apabila hasil pengujian Cronbach Alpha
(α) >

66
0,60 maka dapat dikatakan bahwa konstruk atau variabel ini
adalah

reliabel (Nunnally, 1967: Ghozali, 2012).

3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah


model regresi yang dibuat dapat digunakan sebagai alat prediksi
yang baik tanpa adanya bias di dalam penganalisisan data
penelitian (Ghozali, 2012). Uji asumsi klasik yang dilakukan
dalam penelitian ini, yaitu: Uji Normalitas, Uji Heteroskedastisitas,
dan Uji Multikolinearitas.

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah


dalam model regresi, variabel independen dengan variabel
dependen keduanya mempunyai hubungan distribusi normal
atau tidak dengan menggunakan uji P-Plot Normality (Ghozali,
2012). Normal probability plot adalah membandingkan
distribusi kumulatif data yang sesungguhnya dengan distribusi
kumulatif dari distribusi normal (hypothetical distribution).
Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat
penyebaran dua titik pada sumbu diagonal dari grafik atau
dengan melihat histrogram dari residualnya. Dasar
pengambilan keputusan uji normalitas adalah (Ghozali, 2012):

67
1) Jika data menyebar di sekitar diagonal dan mengikuti arah
garis diagonal atau grafik histrogramnya menunjukan pola
distribusi

68
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.

2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak


mengikuti arah garis diagonal atau grafik histrogramnya
tidak menunjukan pola distribusi normal, maka model
regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Data dikatakan terdistribusi normal secara statistik


dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Asumsi
normalitas dapat diketahui dengan melihat nilai signifikansi
pada table kolmogorov- smirnov. Jika menunjukan nilai sig > α
(taraf signifikansi = 0,05 − derajat kepercayaan yang
digunakan), maka dapat disimpulkan bahwa data sampel
berdistribusi normal.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah


dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain
tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Dalam
penelitian ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik scatter plot
antara standardized residual (*SRESID) terhadap standardized
predicted value (*ZPRED). Dalam model regresi tidak terjadi
heterokedastisitas

69
jika titik-titik menyebar secara acak di atas angka 0 pada
sumbu Y. Pada grafik plot jika ada pola tertetu, seperti titik-
titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas dan jika tidak
ada pola yang jelas serta titik-titik meyebar di atas dan dibawah
angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2012).

Untuk memperkuat bahwa data bebas dari


heteroskedastisitas, sebaiknya data diuji kembali dengan
menggunakan uji glejser. Uji glejser digunakan untuk
memberikan angka-angka yang lebih detail untuk menguatkan
apakah data yang diolah mengalami heteroskedastisitas dapat
dilihat dari nilai signifikansi variabel bebas terhadap variabel
terikat. Apabila hasil dari uji glejser kurang dari atau sama
dengan 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data mengalami
heteroskedastisitas dan sebaliknya (Ghozali, 2012).

c. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas menunjukkan suatu keadaan dimana


satu atau lebih variable dinyatakan sebagai kombinasi linier
dari variabel independen lainnya. Uji multikolinearitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara
variabel independen. Jika terdapat korelasi yang tinggi diantara

70
variabel-variabel bebasnya, maka hubungan antara variabel
bebas (independen variabel) tehadap variabel terikatnya
(dependen variabel) menjadi terganggu. Selain itu deteksi
terhadap multikolinearitas juga bertujuan untuk menghindari
kebiasan dalam proses pengambilan kesimpulan mengenai
pengaruh pada uji t-parsial masing-masing variabel independen
terhadap variabel depeneden. Untuk mendeteksi adanya
multikolinearitas adalah dengan melihat besaran tolerance
(TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance
mengukur variabilitas variabel independen yang dipilih yang
tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai
tolerance yang rendah sama denan nilai VIF tinggi, karena VIF
= 1/Tolerance. Semakin tinggi nilai VIF, maka semakin besar
peluang terjadinya multikolinearitas antar variabel, dengan
ketentuan (Ghozali, 2012):
1) Jika nilai VIF (Variance Inflation Factor) > 10, maka ada
kasus multikolinearitas.
2) Jika nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10, maka tidak
ada kasus multikolinearitas.

Jika hasil SPSS VIF menunjukan angka 1, maka dapat


dikatakan tidak terjadi multikolinearitas, sebaliknya jika lebih
dari 10 maka dalam data tersebut terjadi multikolinearitas.

71
4. Analisis Regresi Linier Berganda

Selanjutnya untuk menguji hipotesis data yang valid dan


reliabel, pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu analisis regresi linier berganda. Metode analisis regresi linier
berganda dipilih dengan alasan untuk memprediksi hubungan antar
variabel dependen dengan dua variabel independen. Dalam
penelitian ini variabel independen terdiri dari Kecerdasan
Emosional (X1) dan Kecerdasan Spritual (X2), sedangkan variabel
dependen adalah Kinerja Karyawan (Y). Sehingga analisis regresi
linier berganda pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh Kecerdasan Emosional (X1) dan Kecerdasan Spiritual
(X2) terhadap Kinerja Karyawan (Y). Persamaan rumus yang
dikembangkan untuk regresi linier berganda adalah sebagai
berikut:

Y= a + b1X1 + b2X2 + e

Dimana:

Y = Kinerja
Karyawan a
= Konstanta
b1 = Koefisien regresi untuk
variabel X1 b2 = Koefisien regresi
untuk variabel X2 X1 =
Kecerdasan Emosional
X2 = Kecerdasan Spiritual

e = Standard error (tingkat kesalahan)

72
Adapun kesatuan penerimaan dan penolakan hipotesis
dengan kesatuan apabila angka signifikan dibawah 0,05 maka
hipoesis nol (Ho) di

73
tolak. Sebaliknya, apabila angka signifikan di atas 0,05 maka
hipoesis nol (Ho) di terima.

5. Pengujian Hipotesis

Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh variabel bebas


terdapat variabel terikat, maka dilakukan pengujian terhadap
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini. Tujuan uji hipotesis
adalah untuk menguji apakah data yang ada sudah cukup kuat
untuk menggambarkan populasinya (Santoso, 2010). Metode
pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan: Uji
Koefisien Determinasi (�2), Uji Statistik t (uji parsial/signifikan
parameter individu/goodness of fit), dan Uji Statistik F (uji
simultan/ANOVA).

a. Uji Koefisien Determinasi (��)

Uji Koefisien Determinasi (�2) digunakan untuk


mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variable dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah antara nol dan satu. Jika nilai �2 yang
diperoleh hasilnya semakin besar atau mendekati satu (1) maka
sumbangan variabel independen terhadap variabel dependen
semakin besar, hal ini berarti variabel-variabel independen
memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen. Sebaliknya, jika
diperoleh hasil semakin kecil atau mendekati nol (0), maka
sumbangan variabel independen terhadap

74
variabel dependen semakin kecil, hal ini berarti kemampuan
variabel- variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas (Ghozali, 2012).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien


determinasi adalah bias terhadap jumlah variable independen
yang dimasukkan kedalam model. Setiap tambahan satu
variable independen, maka �2 pasti meningkat tidak peduli
apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel dependen. Oleh karena itu banyak peneliti
menganjurkan untuk menggunakan nilai Adjusted �2 pada saat
mengevaluasi mana model regresi terbaik. Tidak seperti �2,
nilai Adjusted �2 dapat naik atau turun apabila satu variabel
independen ditambahkan ke dalam mode (Ghozali, 2012).

b. Uji Statistik t (Uji Parsial/ Parameter Individu)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah


semua variabel independen secara individu (parsial)
berpengaruh terhadap variabel dependen. Pada dasarnya uji t
menunjukan seberapa jauh variabel penjelas (variabel
independen) secara individual dalam menerangkan variabel
dependen (Ghozali, 2012).

Dengan demikian secara umum hipotesis dalam


penelitian ini dituliskan sebagai berikut:

75
1) Ha: adanya pengaruh positif variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Y) secara parsial.
2) Ho: tidak adanya pengaruh positif variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Y) secara parsial.

Uji t dilakukan dengan cara membandingkan perbedaan


antara nilai dua rata-rata dengan standar error dari perbedaan
rata-rata dua sampel. Adapun ketentuan penerimaan atau
penolakan pengujian ini yaitu apabila angka signifikan kurang
dari 0,05 maka hipotesis alternatif diterima dan hipotesis nol
ditolak (Ghozali, 2012). Pengujian hipotesis juga dapat
dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara t hitung
dengan t tabel dengan ketentuan:
1) Berdasarkan dari t hitung dan t tabel, kriterianya adalah:

- Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak (ada pengaruh


yang signifikan).
- Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima (tidak ada
pengaruh yang signifikan).
2) Berdasarkan dasar signifikansi, kriterianya adalah:

- Jika signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima,


artinya ada pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikat secara parsial.
- Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima dan Ha
ditolak, artinya artinya tidak ada pengaruh antara variabel
bebas terhadap variable terikat secara parsial.

76
Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat pada hasil
coefficients pada uji t dan membandingkan nilai t hitung
dengan t tabel, jika t hitung lebih besar dari t tabel (dihitung
dari level of significant yang ditentukan dan df = n-k , k
merupakan jumlah variabel yang diteliti) berarti signifikan.

c. Uji Statistik F (Uji Simultan/ANOVA)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah


semua variabel independen yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2012). Dalam penelitian ini
pengujian ipotesis secara simultan dimaksudkan untuk
mengukur besarnya pengaruh kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual secara bersama-sama terhadap variabel
terikat yaitu kinerja karyawan.

Dengan demikian secara umum hipotesis dalam


penelitian ini dituliskan sebagai berikut:
1) Ha: adanya pengaruh signifikan variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Y) secara simultan.
2) Ho: tidak adanya pengaruh signifikan variabel independen
(X) terhadap variabel dependen (Y) secara simultan.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan


significance level

0,05 (α = 5%). Uji F digunakan untuk uji ketepatan model,


apakah nilai

77
prediksi mampu menggambarkan kondisi sesungguhnya:

1) Berdasarkan dari F hitung dan F tabel, kriterianya adalah:

- Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak (ada


pengaruh yang signifikan).
- Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima (tidak ada
pengaruh yang signifikan).
2) Berdasarkan dasar signifikansi, kriterianya adalah:

- Jika signifikansi < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha


diterima, artinya ada pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat secara simultan.
- Jika signifikansi > 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas
terhadap variable terikat secara simultan.

Hasil uji F pada output SPSS dapat dilihat pada tabel


ANOVA. Hasil F-tes menunjukan variabel independen secara
simultan berpengaruh terhadap variabel dependen jika P-value
lebih kecil dari level of significant yang ditentukan, atau F
hitung lebih besar dari F tabel.

78
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

1. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau


nilai dari orang, objek, atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini
terdapat 2 jenis operasionalisasi variabel yang digunakan yaitu
variabel independen (X) dan variabel dependen (Y).
Berdasarkan landasan teori dan perumusan hipotesis yang ada
maka yang menjadi variabel independen (X) dan variabel
dependen
(Y) dalam penelitian ini adalah:

a. Variabel Independen (X). Variabel ini juga sering disebut


dengan istilah variable bebas, yaitu variabel yang
mempengaruhi atau menjadi sebab adanya perubahan pada
variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian
ini adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual,
dengan skala pengukuran yang digunakan dalam kuesioner
penelitian yaitu skala likert yang mempunyai nilai 1 s.d 5.
b. Variabel Dependen (Y). Variabel ini juga sering disebut
dengan istilah variable terikat, yaitu variabel yang
dipengaruhi atau menjadi akibat dari adanya variabel
independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
kinerja karyawan, dengan skala pengukuran yang
digunakan dalam kuesioner penelitian yaitu

79
skala likert yang mempunyai nilai 1 s.d.5.

Penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu dua variabel


independen dan satu variabel dependen. Dengan variabel
independen dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional
dan kecerdasan spiritual sedangkan variabel dependennya
adalah kinerja karyawan yang akan diukur dengan skala likert
yang terdiri dari lima point, yaitu: “sangat setuju” bernilai 5,
“setuju” bernilai 4, “netral” bernilai 3, “tidak setuju” bernilai 2,
dan “sangat tidak setuju” bernilai 1.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel ialah segala sesuatu yang


berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010).

Pengembangan instrumen ditempuh melalui beberapa


langkah, yaitu: mendefinisikan operasional variabel penelitian,
menentukan dimensi yang diambil beserta sub dimensinya,
menentukan indikator- indikator variabel penelitian, dan
menyusun instrumen (kuesioner penelitian), yang secara ringkas
dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut ini:

80
Tabel 3.1.
Definisi Operasional Variabel
Penelitian

No. Variabel Dimensi Sub Dimensi Indikator Pengukuran

79
1. Kecerdasan Emosional (X1) Kecakapan 1. Kesadaran a) Kesadaran emosi dengan mengenali Skala Likert
Pribadi Diri emosi diri sendiri dan efeknya. 1 s.d 5
Daniel Goleman (2005): b) Penilaian diri secra teliti dengan
mendefinisikan kecerdasan mengetahui kekuatan dan batasan-
emosi adalah kemampuan batasan diri sendiri
mengenali perasaan kita c) Percaya diri dengan keyakinan tentang
sendiri dan perasaan orang harga diri dan kemampuan sendiri.
lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri, 2. Pengaturan a) Kendali diri dengan mengelola emosi-
dan kemampuan mengelola Diri emosi dan desakan-desakan hati yang
emosi dengan baik pada merusak.
diri sendiri dan dalam b) Sifat dapat dipercaya dengan
hubungan dengan orang memelihara norma kejujuran dan
lain. integritas.
c) Kewaspadaan dengan
bertanggungjawab atas kinerja pribadi.
d) Adaptibilitas dengan keluesan dalam
menghadapai perubahan.
e) Inovasi dengan mudah menerima dan
terbuka terhadap gagasan, pendekatan,

80
dan informasi-informasi baru.

81
82
3. Motivasi Diri a) Dorongan prestasi dengan dorongaan
untuk menjadi lebih baik.
b) Komitmen dengan menyesuaikan diri
dengan sasaran kelompok atau
perusahaan.
c) Inisiatif dengan kesiapan untuk
memanfaatkan kesempatan.
d) Optimisme dengan kegigihan dalam
memperjuangkan sasaran kendati ada
halangan atau gagal.

Kecakapan 1. Empati a) Memahami orang lain dengan


Sosial mengindrakan perasaan dan perspektif
orang lain, dan menunjukan minat
aktif terhadap kepentingan mereka.
b) Orientasi pelayanan dengan
mengantisipasi, mengendalikan, dan
berusaha memenuhi kebutuhan
pelanggan.
c) Mengembangkan orang lain dengan

83
merasakan kebutuhan perkembangan
orang lain dan berusaha
menumbuhkan kemampuan mereka.
d) Mengatasi keragaman dengan
menumbukan peluang melalui
pergaulan dengan macam-macam
orang.

84
e) Kesadaran politis dengan mampu
membaca arus-arus emosi sebuah
kelompok dan hubunganya dengan
kekuasaan.

2. Keterampilan a) Pengaruh dengan melakukan taktik-


Sosial taktik untuk melakukan persuasi.
b) Komunikasi dengan mengirimkan
pesan yang jelas dan meyakinkan.
c) Kepemimpinan dengan
membangkitkan inspirasi dan
memandu kelompok dan orang lain.
d) Katalisator perubahan dengan
memulai dan mengelola perubahan.
e) Manajemen konflik dengan negosiasi
dan pemecahan silang pendapat.

85
f) Pengikat jaringan dengan
menumbuhkan hubungan sebagai alat.
g) Kolaborasi dan kooprerasi dengan
kerja sama dengan orang lain demi
tujuan bersama.
h) Kemampuan tim dengan menciptakan
sinergi kelompok dalam
memperjuangkan tujuan bersama.

2. Kecerdasan Spiritual (X2) Spiritual 1. Mutlak Jujur a) Keyakinan untuk jujur. Skala Likert
dalam b) Keengganan melakukan kecurangan.
Danah Zohar dan Ian Dunia c) Bekerja dengan benar. 1 s.d 5
Marshall (2002): Bisnis

86
mendefinisikan kecerdasan 2. Keterbukaan a) Keterbukaan dalam bekerja.
spiritual sebagai b) Menerima keritikan.
kecerdasan untuk c) Mampu memberi saran atau masukan
menghadapi persoalan untuk perusahaan.
makna atau value, yaitu
kecerdasan untuk 3. Pengetahuan a) Paham akan tugas diri.
menempatkan prilaku dan Diri b) Kemampuan berinovasi dan
hidup kita dalam konteks mengembangkan diri sendiri.
makna yang lebih luas dan
kaya, kecerdasan untuk 4. Fokus pada a) Bersungguh-sungguh dalam bekerja.
menilai bahwa tindakan Kontribusi b) Fokus dalam menangani tugas.
atau jalan hidup seseorang
lebih bermakna 5. Spiritual Non a) Kemampuan untuk bersikap fleksibel.
dibandingkan dengan yang Dogmatis b) Memiliki tingkat kesadaran diri yang
lainnya. tinggi.
c) Kemampuan untuk menghadapi dan

87
memanfaatkan penderitaan.
d) Memiliki kualitas hidup yang didasari
oleh visi dan nilai-nilai.

3. Kinerja Karyawan (Y) Hasil Kerja 1. Kualitas a) Kerja sesuai standar perusahaan. Skala Likert
Individu b) Kemampuan dalam ketelitian bekerja. 1 s.d 5
Bernandin (2007): c) Disiplin dalam bekerja.
mendefinisikan kinerja
cendrung dilihat sebagai 2. Kuantitas a) Memiliki target dalam bekerja.
hasil dari suatu proses b) Mencapai suatu target kerja.
pekerjaan yang c) Menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan

88
pengukurannya dilakukan dengan tepat dan efisienn

89
90
dalam kurun waktu
tertentu. 3. Ketepatan a) Menyelesaikan pekerjaan sesuai
Waktu jangka waktu yang ditentukan.
b) Tidak menunda-nunda waktu dalam
bekerja.
c) Memiliki kecepatan dalam
memanfaatkan waktu.

4. Efektivitas a) Mampu memperoleh keuntungan


yang lebih.
b) Hadir tepat waktu.
c) Berinovasi dalam melakukan
pekerjaan.

5. Kemandirian
a) Suka terhadap tantangan.
b) Mengandalkan diri sendiri dalam
bertindak.
c) Berupaya untuk menjadi pekerja yang
bisa diandalkan.

6. Komitmen

91
a) Kemampuan karyawan dalam
bertanggungjawab.
b) Loyalitas terhadap perusahaan.
c) Bekerja sepenuh hati.

Sumber: Teori para ahli yang tercantum pada bab 2

92
BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Sejarah Singkat dan Perkembangan ESQ Leadership Center

Sesuatu yang besar tentu bermula dari satu titik saja.


Begitu pula dengan keberadaan ESQ di Indonesia. Bermula dari
sebuah buku yang diterbitkan dan dipasarkan sendiri oleh
penulisnya Ary Ginanjar, ESQ kemudian bertransformasi menjadi
sebuah pelatihan sumber daya manusia. Menyadari bahwa proses
sama pentingnya dengan hasil akhir, ESQ terus bergerak berbenah
dalam wadah ESQ Leadership Center, dan sebuah gerakan
pencerahan pun dimulai oleh ESQ Leadership Center.

ESQ LC adalah lembaga training sumber daya manusia


yang bertujuan membentuk karakter melalui penggabungan 3
potensi manusia yaitu kecerdasan intelektual, emosional, dan
spiritual. Selama ini, ketiga potensi tersebut terpisah dan tidak
didayagunakan secara optimum untuk membangun sumber daya
manusia. Akibatnya, terjadi krisis moral dan split personality yang
berdampak pada turunnya kinerja. Lebih buruk lagi, mereka
menjadi manusia yang kehilangan makna hidup serta jati dirinya.

Training ESQ adalah solusi untuk menjawab permasalahan


tersebut dengan menggunakan metode spiritual engineering yang
komprehensif serta berkelanjutan. Melalui training ESQ, ketiga
potensi manusia

84
digabungkan dan dibangkitkan sehingga terbentuk karakter yang
tangguh, komprtensi secara total dan peningkatan produktivitas
sekaligus melahirkan kehidupan yang bahagia dan penuh makna.

Setelah 16 tahun berdiri, sejak 16 Mei 2000, ESQ LC telah


menjadi salah satu lembaga pelatihan sumber daya manusia
terbesar di Indonesia. Setiap bulan terselenggara rata-rata 100
event training di dalam maupun luar negeri, dan menghasilkan
alumni per bulan rata-rata 10.000-15.000 orang. Sampai dengan
saat ini, telah terselenggara 9.375 kelas angkatan training (data per
Juli 2015) dengan total alumni 1.374.942 orang (data per Juli
2015). Untuk melaksanakan itu semua, ESQ LC saat ini didukung
lebih dari 500 orang karyawan.

Sejak tahun 2006, mulai diselenggarakan training di luar


negeri seperti Malaysia, Brunei, Singapura, Belanda, Amerika
Serikat, dan Australia. Tahun 2009, beberapa negara lainnya
seperti Jepang, Dubai, Mesir pun menunggu untuk
terselenggaranya training ESQ. Khusus di Malaysia, sejak bulan
April 2007 secara resmi dibuka cabang ESQ di Malaysia.
Terhitung pada tahun 2016 jumah jaringan wilayah yang
dijangkau oleh ESQ LC meliputi wilayah, baik di dalam maupun
luar negeri, diantaranya: Aceh, Balikpapan, Bandung,
Banjarmasin, Denpasar, Medan, Makasar, Padang, Palembang,
Pekanbaru, Semarang, Surabaya, DI. Yogyakarta, Batam, Kepri,
dan Malaysia, dengan jumlah total perusahaan yang menjadi klien
ESQ LC sebanyak 4.213 perusahaan (data per Juli

85
2015), diantaranya: Adira, Astra Internasional, Bank Mandiri.
Bank Indonesia, Bukit Asam, Chevron, Indonesia Power, JNE,
Karangkraf, KPK, Mondelez, Patria, Proton, Pertamina, PUSRI,
PZ Coussons, SAJ, Telkom Indonesia, Telkomsel, Toyota, Ultra,
United Tractors, TRAC, KPP, Padang Cement Indonesia, dan lain-
lain.

Pada Maret 2007, Ary Ginanjar juga telah berhasil


memperkenalkan ESQ di Oxford, Inggris. Dalam sebuah
pertemuan yang diselenggarakan oleh The Oxford Academy of
Total Intelligence tersebut Ary Ginanjar telah memukau sejumlah
pakar Spiritual Quotient (SQ) dari berbagai negara seperti
Amerika Serikat, Australia, Denmark, Belanda, Nepal dan India.
Dan pada Desember 2007, konsep The ESQ Way 165 sebagai
metode pembangunan karakter juga telah diakui secara akademis
melalui penganugerahan gelar Doctor Honoris Causa oleh
Universitas Negeri Yogyakarta kepada Ary Ginanjar. Ary Ginanjar
juga mendapat kepercayaan untuk mengajar mata kuliah “Strategi
Pendidikan Karakter” diprogram pascasarjana Universitas Negeri
Yogyakarta. Penghargaan serta pengakuan atas konsep The ESQ
Way 165 sebagai metode pembangunan karakter terus mengalir.

86
2. Visi, Misi, dan Tujuan ESQ Leadership Center

Visi, misi, dan tujuan dari lembaga ESQ Leadership


Center adalah sebagai berikut:
Visi ESQ Leadership Center

 Terwujud Peradaban Emas dan kehidupan yang penuh arti


bagi berjuta manusia

Misi ESQ Leadership Center

 Melakukan transformasi karakter dan budaya bangsa

Tujuan ESQ Leadership Center

 Membangun landmark dengan berlandaskan cita-cita Alumni


ESQ yang mempunyai kebanggaan bahwa akan lahir suatu Era
Kebangkitan Bangsa.
 Meningkatkan akhlak dan moral bangsa agar tercipta individu
yang bersih dan suci.
 Terus membangun dan menciptakan kreatifitas secara mandiri.

 Meningkatkan nilai perusahaan untuk keuntungan para


pemegang saham.

3. Kedudukan, Tugas, dan Fungsi ESQ Leadership Center

87
Training ESQ dengan menggunakan konsep The ESQ Way
165 adalah sebuah metode training yang mampu menggabungkan
tiga potensi dasar manusia, yaitu kecerdasan intelektual (IQ),
kecerdasan emosional

88
(EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ) sehingga memberikan
motivasi intelektual, emosional, dan spiritual dalam upaya meraih
kebahagiaan hakiki. Dalam kaitannya dengan upaya internalisasi
misi, visi, dan nilai, ESQ Training mampu menjadikan ketiga hal
itu menjadi sebuah keyakinan pribadi (personal beliefs). Dampak
bagi individu adalah menemukan makna bekerja dan termotivasi
oleh sebuah alasan spiritual sedangkan bagi insitusi tempatnya
bekerja adalah meningkatkan produktivitas dan loyalitas pekerja.

Training ESQ memiliki metode training yang khusus


dengan beberapa kekhususan yang menjadi ciri khas tersendiri
diantarannya yaitu:

Penyampaian materi di dalam program ESQ Training


menggunakan pendekatan nilai-nilai spiritual yang berlaku umum
pada semua keyakinan. Pendekatan ini sangat efektif dan telah
diakui oleh sebagian besar alumni, yang sampai dengan saat ini
berjumlah sudah melebihi 1 juta orang, baik dari dalam negeri
maupun luar negara.

Seluruh modul training menggunakan 100% modul


berlisensi dan bukan merupakan hasil duplikat platihan lain dalam
rangka menjamin orisinalitas dan mutu pelatihan. Melakukan
pengimplementasian metode Quantum Learning, dimana peserta
menggunakan seluruh indera dalam menyimak materi training,
baik penglihatan, pendengaran maupun kinestetik. Teknik training
yang diterapkan dalam ESQ sangat beragam mulai dari role play,
games, group discussion, case study, project serta lecturing.

89
Dalam penyelenggaraan in house training, ESQ akan
melakukan penyesuaian materi (customization) agar materi
training menjawab permasalahan yang sedang terjadi dan sesuai
dengan kebutuhan.

Sebagai sebuah metode pembangunan karakter yang


komperhensif dan integratif, training ESQ disampaikan secara
berkelanjutan melalui beberapa tingkatan. Setiap tingkat
mempunyai fokus dan objektif masing- masing sehingga seluruh
materi akan tuntas apabila peserta mengikutinya hingga tingkat
ke-empat yaitu ESQ Total Action Training. Berikut merupakan 4
Steps of Character Building dari program ESQ Training:

1) Character Building 1 (Personal Transformation)

Berupa pelatihan pengembangan SDM dan


pembangunan karakter yang mampu menggabungkan tiga
potensi intelektual, emosi, dan spiritual dalam tiga kecerdasan
yaitu IQ, EQ, dan SQ, yang selama ini terpisah. Penggabungan
tersebut akan menghasilkan sebuah totalitas kompetensi yang
didorong oleh tiga motivasi, dimana hidup dan bekerja bukan
hanya dilandasi oleh motivasi materi maupun emosi, namun
juga motivasi spiritual.

2) Character Building 2 (Mission & Character Building)

Training 2 akan mengintegrasikan misi kehidupan


yang seringkali terpisah: antara pribadi dengan institusi tempat
bekerja, antara dunia dengan akhirat, antara pribadi dengan
pasangan dan keluarga.

90
3) Character Building 3 (Self Control & Collaboration)

Mengelola kekuatan agar potensi yang dimiliki dapat


dikeluarkan serta membangun kolaborasi antar individu
maupun antar bagian. Dan membantu untuk mendeteksi
kekuatan setiap individu atau bagian yang dapat
mempengaruhi kinerja serta menyinergikannya.
4) Character Building 4 (Total Action)

Visi telah ditetapkan, misi telah ditentukan, nilai telah


terinternalisasi kokoh ke dalam karakter yang komit untuk
menghadapi segala ujian dan tantangan. Training 4 akan
menanamkan sebuah kesadaran bahwa waktu yang dimiliki
untuk mewujudkan visi, sangat terbatas dan kesempatan tidak
datang untuk kedua kali.

Selain dari ke-empat Steps of Character Building di atas


ESQ Leadership Center juga menyedikan beberapa program lainnya
yaitu:
1) ESQ Outbound

Pelatihan pembentukan karakter pribadi yang tangguh


dan berkualitas dengan semangat Experience the Nature of
Spiritual Journey melalui Fun, Inspiring, and Spiritual Games
(FIS), Challenge Games, dan Adventure Games.
2) ESQ Parenting

Pelatihan yang mengajarkan dan menanamkan nilai-


nilai spiritual dan kecerdasan emosional kepada keluarga.
Dengan ESQ Parenting, orangtua mampu menmbuhkan dan

91
mengelola potensi anak.

92
Training ini diikuti agar orangtua dapat memahami kebutuhan
emosi anak dan membantu mereka memenuhi tujuan spiritual
kehidupannya.

4) ESQ for Kids

Pelatihan pengembangan dan pembangunan karakter


yang disediakan khusus untuk anak-anak.
5) ESQ for Teens
Pelatihan pengembangan dan pembangunan karakter yang

disediakan khusus untuk remaja.

4. Struktur ESQ Leadership Center

Gambar 4.1.
Struktur ESQ Leadership Center

93
Sumber: ESQ Leadership Center Jakarta

94
B. Analisis Deskriptifi Responden

Responden dalam penelitian ini adalah karyawan Lembaga


ESQ Leadership Center Jakarta yang berjumlah 63 karyawan. Jumlah
tersebut diperoleh dari hasil jumlah populasi setelah ditetapkan
kriteria-kriteria tertentu oleh peneliti yang sebelumnya telah
didiskusikan secara langsung dengan pihak admin departemen Human
Capital ESQ Leadership Center Jakarta.

Proses penyebaran kuesioner dan penerimaan kuesioner


dilakukan dengan cara meminta partisipasi langsung kepada
responden yang sebelumnya telah mendapatkan persetujuan perizinan
penyebaran kuesioner oleh pimpinan lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta. Secara lebih rinci dapat dilihat pada table 4.1. sebagai
berikut:
Tabel 4.1.
Proses Penyebaran dan Penerimaan Kuesioner

Responden Jumlah Pesentase


Kuesioner yang disebar 63 eksemplar 100%
Kuesioner yang tidak dikembalikan 0 eksemplar 0%
Kuesioner yang tidak dapat diolah 0 eksemplar 0%
Kuesioner yang dikembalikan 63 eksemplar 100%
Kuesioner yang dapat diolah 63 eksemplar 100%
Sumber: Data primer yang diolah

Gambar 4.2.
Presentase Pengembalian Kuesioner

Tingkat Pengembalian
0%
63 eks Kembali
100%
0 eks Tidak
Kembali
95
Sumber: Data primer yang diolah

96
Berdasarkan table dan gambar di atas menerangkan bahwa
kuesioner yang telah disebar kepada responden sebanyak 63
eksemplar memiliki tingkat pengembalian sebesar 100%, hal ini
berarti terdapat 63 kuesioner yang siap diolah oleh peneliti.
Gambaran umum responden bisa dilihat melalui demografi
responden. Demografi responden dalam penelitian ini berdasarkan
karakteristik menurut jenis kelamin, usia, pendidikan formal terakhir,
masa kerja dan jabatan. Faktor- faktor demogerafi tersebut dipandang
berpengaruh terhadap kinerja karyawan yang menjadi variabel
dependen dalam penelitian ini. Untuk lebih rincin mengenai
karakteristik dari demografi responden dapat dilihat sebagai berikut
ini, yang disajikan dalam bentuk diagram pie yang menunjukan
besaran dalam jumlah berikut presentasenya.

1. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden perlu ditampilkan agar dapat


mengetahui komposisi karyawan di ESQ Leadership Center
Jakarta. Komposisi jenis kelamin akan dapat menggambarkan
lebih dominan manakah perusahaan diisi atau memilih
karyawannya, perempuan atau laki-laki, atau malah seimbang
antara keduanya di dalam perusahaan.

Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui


penyebaran kuesioner, diperoleh profil responden menurut jenis
kelamin sebagaimana terlihat pada gambar 4.3. berikut ini:

97
Gambar 4.3.
Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin

46%

54%

98
34 karyawan laki-laki

29 karyawan perempuan

Sumber: Data primer yang diolah

Berdasarkan pada keterangan gambar di atas dapat


diketahui bahwa responden dalam penelitian ini yaitu karyawan
ESQ Leadership Center Jakarta, terdapat 34 karyawan laki-laki
dan 29 karyawan perempuan. Hal ini menujukan bahwa komposisi
antara karyawan laki-laki dan perempuan tidak memiliki
perbedaan yang besar walaupun responden di dalam penelitian ini
menunjukan bahwa perusahaan lebih didominasi oleh karyawan
laki-laki. Hal ini dikarenakan pihak manajemen perusahaan
merekrut para trainernya banyak didominasi oleh laki-laki, selain
lebih fleksibel untuk mobile menjadi trainer, kemampuan
kapasitas pensyaratan menjadi trainer juga lebih cocok banyak
dimiliki oleh laki-laki, mungkin karena kaum laki-laki lebih baik
dalam menggunakan akal dan pikirannya dalam bekerja
dibandingkan perempuan berdasarkan riset ilmiah.
2. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia

Terdapat suatu keyakinan yang meluas bahwa kinerja


sesorang merosot dengan semakin tuanya orang tersebut.
Keterampilan seseorang individu terutama kecepatan, kecekatan
dan kekuatan mengalami penurunan dengan bertambahnya usia.
Kebosanan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan
intelektual semuanya menyumbat pada berkurangnya kinerja
(Robbins 1996: Febiola 2005).

Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui


penyebaran kuesioner, diperoleh profil responden menurut usia
sebagaimana terlihat pada gambar 4.4. berikut ini:

Gambar 4.4.
Deskripsi Responden Berdasarkan Usia

2%
6%

2% Usia
30%

60%
1 karyawan (< 20 thn)

38 karyawan (21-30 thn)

19 karyawan (31-40 thn)

4 karyawan (40-50 thn)

1 karyawan (> 50 thn)


Sumber: Data primer yang diolah

Berdasarkan pada keterangan gambar di atas dapat


diketahui bahwa responden dalam penelitian ini yaitu karyawan
ESQ Leadership Center Jakarta, terdapat 1 orang karyawan yang
berusia dibawah 20 tahun, 38 orang karyawan yang berusia antara
21 sampai 30 tahun, 19 orang karyawan yang
berusia antara 31 sampai 40 tahun, 4 orang karyawan yang
berusia antara 41 sampai 50 tahun, dan 1 orang karyawan yang
berusia di atas 50 tahun.

Hal ini menunjukan bahwa responden di dalam penelitian


ini lebih banyak didominasi oleh mereka yang berusia antara 21
sampai 30 tahun, yaitu sebanyak 38 karyawan (60%). Dan dari hal
ini juga dapat dilihat bahwa pihak manajemen ESQ Leadership
Center Jakarta lebih dominan memilih dan memberikan
kesempatan karir kepada karyawan-karyawan yang masih muda,
usia antara 21 sampai 40 tahun (sebanyak 90%) dan tentunnya
paling banyak didominasi oleh usia 21 sampai 30 tahun
(menyumbang 60% dari jumlah 90%). Hal ini dikarenakan pada
masa-masa usia tersebutlah yang dianggap paling produktif bagi
pihak manajemen perusahaan untuk seseorang dipekerjakan. Di
usia 21 sampai 40 tahun seseorang cendrung di anggap paling
produktif untuk menghasilkan dan menampilkan kinerja yang
prima, dimana orang-orang pada usia ini memiliki gairah
semangat kerja yang tinggi, rasa ingin tahu yang besar, semangat
mempelajari dan mencoba hal-hal baru. Dan pada usia 31 sampai
dengan 40 tahun umumnya seseorang telah banyak memiliki
pengalaman- pengalaman dalam dunia kerja, cendrung lebih
mapan dalam berfikir dan bertindak, memiliki banyak ide-ide
cemerlang dari kayanya wawasan pengetahuan dan belajar yang
dimilikinya, sudah dapat beradaptasi dan terbiasa memecahkan
berbagai persoalan-persoalan di lingkungan kerja, sehingga
mereka cendrung lebih efektif dalam pengambilan keputusan.
Pada usia-usia 31 sampai 40 tahun inilah seseorang karyawan
umumnya
sudah dipercayakan untuk memegang dan menduduki jabatan
yang lebih atas pada jejeran jabatan di dalam sebuah struktur
organisasi.

3. Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan adalah suatu unsur penting untuk menentukan


kemampuan kerja dan kinerja. Tingkat pendidikan responden
dapat membantu kemampuan responden selaku karyawan dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Melalui pendidikan maka dapat
diketahui bagaimana orang yang berbeda-beda tingkatan
pendidikan dapat melakukan pekerjaannya dengan baik (Robbins,
1996: Febiola, 2005).

Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui


penyebaran kuesioner, diperoleh profil responden menurut usia
sebagaimana terlihat pada gambar 4.5. berikut ini:
Gambar 4.5.
Deskripsi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan
3% 5%
10%

3 karyawan SMA
6 karyawan Diplomat
82% 52 karyawan Sarjana
2 karyawan Lainnya
Sumber: Data primer yang diolah

Berdasarkan pada keterangan gambar di atas dapat diketahui


bahwa responden dalam penelitian ini yaitu karyawan ESQ
Leadership Center
Jakarta, terdapat 3 karyawan yang berpendidikan formal terakhir
SMA, 6 karyawan yang berpendidikan formal terakhir Diplomat,
52 karyawan yang berpendidikan formal terakhir Sarjana, dan 2
karyawan yang berpendidikan formal terakhir diluar dari 3 kriteria
sebelumnya di atas. Hal ini menunjukan bahwa responden di
dalam penelitian ini tingkat pendidikannya lebih banyak
didominasi oleh mereka yang berpendidikan dari lulusann sarjana,
yaitu 52 karyawan (sebanyak 82%). Dari sini terlihat bahwa
tingkat pendidikan karyawan di ESQ Leadership Center Jakarta
sudah cukup baik dan hal ini juga menunjukan bukti bahwa pihak
manajemen ESQ sangat memperhatikan benar dalam memilih
tingkat pendidikan untuk seseorang dapat direkrut menjadi
karyawannya, namun tetap faktor pengalaman dalam bekerja lebih
diutamakan dibandingkan dengan pendidikan akhir yang dimiliki
seorang karyawan bagi pihak manajemen ESQ, mereka yang
berpengalaman diharapkan kinerjanya akan jauh lebih baik dari
pada yang belum berpengalaman.

4. Deskripsi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Masa kerja dipandang sebagai lamanya seseorang bekerja


dalam perusahaan dan pengalaman yang ia peroleh selama masa
kerja tersebut. Masa kerja tidak hanya menunjukan waktu tetapi
juga soal perolehan tambahan pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan. Pentingnya masa kerja ini akan adalah karena masa
kerja sering merupakan variabel yang ampuh untuk menjelaskan
turnover pegawai dan peramalan masa lalu
dianggap sebagai peramalan terbaik untuk masa depan (Robbins,
1996: Febiola, 2005).

Berdasarkan data primer yang dikumpulkan melalui


penyebaran kuesioner, diperoleh profil responden menurut usia
sebagaimana terlihat pada gambar 4.6. berikut ini:

16 karyawan yang telah bekerja selama 6 sampai 10 tahun, 3

Gambar 4.6.
Deskripsi Responden Berdasarkan Masa
Kerja

Masa
5% 3% Kerja
42 karyawan (2-5
25% thn)
16 karyawan (6-10
67% 3 karyawan (11-15
thn)
thn)
2 karyawan (>15 thn)

Sumber: Data primer yang diolah

Berdasarkan pada keterangan gambar di atas dapat diketahui bahwa

responden dalam penelitian ini yaitu karyawan ESQ Leadership Center


Jakarta, terdapat 42 karyawan yang telah bekerja selama 2 sampai 5 tahun,

karyawan yang telah bekerja selama 11 sampai 15 tahun, dan 2


karyawan yang telah bekerja selama lebih dari 15 tahun. Hal ini
menunjukan bahwan responden di dalam penelitian ini lebih
banyak didominasi oleh mereka yang telah bekerja selama 2
sampai 5 tahun, yaitu sebanyak 42 karyawan (67%). Masa kerja
adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan kerja
dan
pengetahuan karyawan mengenai lingkungan kerja dan pekerjaan.
Karyawan yang memiliki masa kerja yang lebih lama cendrung
lebih mapan dalam berpikir dan bertindak serta lebih mudah untuk
beradaptasi saat pengambilan keputusan dan memecahkan
berbagai persoalan-persoalan di dalam dunia kerja, dikarenakan
telah memahami struktur dan lingkungan tempat kerjannya
dengan baik.

5. Deskripsi Responden Berdasarkan Jabatan

Dalam kegiatan bisnis yang dijalankan oleh perusahaan


ESQ Leadership Center Jakarta pada prakteknya perusahaan
menggunakan struktur metrik yang memungkinkan seorang
karyawan untuk menduduki lebih dari satu posisi jabatan di dalam
perusahaan sesuai dengan kualifikasi yang mereka miliki.
Penggunaan struktur metrik ini oleh pihak manajemen perusahaan
dianggap lebih efektif dalam menumbuhkan kreatifitas dan
pengembangan inovasi para karyawannya untuk menghasilkan
produk terbaik di dalam kegiatan perusahaan, sehingga penulis
memutus untuk tidak memasukan deskripsi responden
berdasarkan jabatan untuk diteliti lebih lanjut guna menghindari
adanya bias dalam pendeskripsian kriteria tersebut.

6. Distribusi Jawaban Responden

Sebelum dilakukan pengujian data secara statistik, peneliti


terlebih dahulu melakukan pendeskripsian terhadap jawaban
responden yang ada

100
pada tiap variabel penelitian yang diteliti. Pendistribusian jawaban
responden ini dimaksud agar dapat memberikan gambaran
mengenai masing-masing variabel yang diteliti melalui presentase
jawaban yang telah diberikan oleh responden, yaitu berjumlah 63
karyawan terhadap tiga variabel yang masig-masingnya
berjumlah: 25 pertanyaan untuk variabel kecerdasan emosional,
14 pertanyaan untuk variabel kecerdasan spiritual, dan 18
pertanyaan untuk variabel kinerja karyawan. Secara rinci
presentase jawaban responden dalam penelitian ini disajikan
dalam bentuk tabel yang menunjukan besaran presentase yang
dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4.2.
Presentase Jawaban Responden Variabel Kecerdasan Emosional (X1)

No. Pernyataan Presentase


STS TS N S SS
1. Saya mengetahui kadar emosi diri 0% 0% 14,3% 60,3% 25,4%
saya
2. Saya mengetahui betul 0% 0% 1,6% 60,3% 38,1%
kemampuan kerja saya
3. Saya memiliki kepercayaan diri 0% 0% 15,9% 60,3% 23,8%
yang kuat
4. Saya cendrung dapat mengontrol 0% 3,2% 28,6% 61,9% 6,3%
emosi ketika marah
5. Saya adalah tipe orang yang dapat 0% 0% 3,2% 81% 15,9%
dipercaya
6. Saya bertanggungjawab atas 0% 0% 7,9% 66,7% 25,4%
pekerjaan saya
7. Saya dapat beradaptasi dengan 0% 0% 7,9% 71,4% 20,6%
lingkungan baru
8. Saya terbuka akan adanya 0% 0% 1,6% 54% 44,4%
informasi-informasi baru
9. Saya sering memotivasi diri untuk 0% 0% 3,2% 54% 42,9%

101
menjadi lebih baik

10. Saya memiliki komitmen pada 0% 0% 12,7% 76,2% 11,1%


perusahaan
11. Saya cendrung memanfaatkan 0% 0% 3,2% 82,5% 14,3%
kesempatan yang ada
12. Saya tidak langsung menyerah 0% 0% 4,8% 76,2% 19%
ketika gagal

102
13. Saya cendrung mampu 0% 0% 4,8% 85,7% 9,5%
memahami perasaan orang lain
14. Pelayanan terhadap pelanggan 0% 0% 6,3% 65,1% 28,6%
merupakan prioritas
15. Saya suka membantu orang lain 0% 0% 1,6% 52,4% 46%
untuk dapat lebih baik
16. Saya dapat mengambil manfaat 0% 0% 15,9% 74,6% 9,5%
dari pergaulan dengan bermacam-
macam orang
17. Saya dapat melihat garis-garis 0% 0% 1,6% 27% 71,4%
wewenang di lingkungan kantor
18. Saya dapat mempengaruhi orang 0% 0% 9,5% 82,5% 7,9%
lain
19. Saya dapat berkomunikasi dengan 0% 0% 3,2% 65,1% 31,7%
baik kepada orang lain
20. Saya memiliki jiwa 0% 0% 11,1% 79,4% 9,5%
kepemimpinan
21. Saya dapat menginspirasi orang 0% 0% 34,9% 60,3% 4,8%
lain untuk membuat perubahan
22. Saya dapat menjadi penengah 0% 0% 1,6% 82,5% 15,9%
ketika terjadi perselisihan
23. Saya memiliki teman yang dapat 0% 0% 3,2% 81% 15,9%
dijadikan koneksi
24. Saya dapat bekerja sama dengan 0% 0% 1,6% 84,1% 14,3%
orang lain
25. Saya dapat membangun sinergi 0% 1,6% 15,9% 77,8% 4,8%
dalam kelompok
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.2. di atas


terlihat bahwa dari 63 karyawan ESQ Leadership Center Jakarta
yang menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas memilih
jawaban “setuju” dan “sangat setuju” pada lembar kuesioner yang
berisi seluruh pernyataan yang berkaitan dengan variabel
kecerdasan emosional yang diteliti. Dengan 24 butir pernyataan

103
yang menjadikan “setuju” sebagai pilihan jawaban yang terbanyak
dan diikuti dengan sisannya 1 butir pernyataan dengan jawaban
“sangat setuju” sebagai pilihan jawaban terbanyak. Hal ini
menunjukan bahwa mayoritas karyawan ESQ Leadership Center
Jakarta memiliki

104
tingkat kecerdasan emosional yang tinggi sesuai dengan
pandangan teori Daniel Goleman (2005) dan hal ini juga
mengindikasikan bahwa persepsi karyawan terhadap kecerdasan
emosional yang dimiliki mereka juga sangat baik, walaupun
terdapat beberapa jawaban “netral” dan “tidak setuju” yang
menandakan adanya keraguan dan penolakan pada diri responden
terhadap pernyataan tersebut, hal ini dapat disebabkan karena
berbeda-bedanya intensitas kehadiran karyawan dalam mengikuti
program training dan knowledge sharing yang diadakan oleh
perusahaan serta perbedaan pemahaman mengenai maksud dari
pernyataan yang terdapat pada lembar kuesioner.
Tabel 4.3.
Presentase Jawaban Responden Variabel Kecerdasan Spiritual (X2)

No. Pernyataan Presentase


STS TS N S SS
1. Kejujuran merupakan prinsip 0% 0% 0% 57,1% 42,9%
hidup saya
2. Saya tidak suka melakukan 0% 0% 0% 52.4% 47,6%
kecurangan
3. Saya bekerja dengan benar 0% 0% 0% 54% 46%
4. Jika ada kesulitan pada 0% 0% 1,6% 63,5% 34,9%
pekerjaan saya mendiskusikan
dengan rekan yang saya anggap
mampu
5. Saya dapat menerima kritikan 0% 0% 12,7% 68,3% 19%
dari orang lain
6. Saya dapat memberikan saran 0% 0% 12,7% 71,4% 15,9%
untuk perusahaan
7. Saya paham akan tugas saya 0% 0% 1,6% 34,9% 63,5%
8. Saya dapat berinovasi untuk 0% 0% 15,9% 66,7% 17,5%
mengembangkan diri
9. Saya bersungguh-sungguh dalam 0% 0% 3,2% 73% 23,8%
bekerja

105
10. Saya cendrung fokus dalam 0% 0% 4,8% 61,9% 33,3%
menyelesaikan tugas
11. Saya dapat secara spontan 0% 0% 12,7% 71,4% 15,9%
beradaptasi dengan suasana baru

106
12. Saya memiliki kesadaran diri 0% 0% 20,6% 60,3% 19%
yang tinggi
13. Masalah merupakan tantangan 0% 0% 6,3% 66,7% 27%
yang dapat membuat saya
berkembang
14. Saya memiliki visi dengan nilai- 0% 0% 15,9% 55,6% 28,6%
nilai yang saya pegang
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.3. di atas


terlihat bahwa dari 63 karyawan ESQ Leadership Center Jakarta
yang menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas memilih
jawaban “setuju” dan “sangat setuju” pada lembar kuesioner yang
berisi seluruh pernyataan yang berkaitan dengan variabel
kecerdasan spiritual yang diteliti. Dengan 13 butir pernyataan
yang menjadikan “setuju” sebagai pilihan jawaban yang terbanyak
dan diikuti dengan sisannya 1 butir pernyataan dengan jawaban
“sangat setuju” sebagai pilihan jawaban terbanyak. Hal ini
menunjukan bahwa mayoritas karyawan ESQ Leadership Center
Jakarta memiliki tingkat kecerdasan spiritual yang tinggi sesuai
dengan pandangan teori Dahan Zohar dan Ian Marshall (2005) dan
hal ini juga mengindikasikan bahwa persepsi karyawan terhadap
kecerdasan spiritual yang dimiliki mereka juga sangat baik,
walaupun terdapat beberapa jawaban “netral” yang menandakan
adanya keraguan pada diri responden terhadap pernyataan
tersebut, hal ini dapat disebabkan karena berbeda-bedanya
intensitas kehadiran karyawan dalam mengikuti program training
dan knowledge sharing yang diadakan oleh perusahaan.

107
Tabel 4.4.
Presentase Jawaban Responden Variabel Kinerja Karyawan (Y)

No. Pernyataan Presentase


STS TS N S SS
1. Saya bekerja mengikuti standar 0% 0% 1,6% 34,9% 63,5%
perusahaan
2. Saya cendrung teliti dalam 0% 0% 6,3% 66,7% 27%
melaksanakan tugas
3. Saya disiplin dalam bekerja 0% 0% 17,5% 77,8% 4,8%
4. Saya memiliki target dalam bekerja 0% 0% 3,2% 68,3% 28,6%
5. Saya berusaha mencapai target 0% 0% 1,6% 22,2% 76,2%
6. Saya menyelesaikan pekerjaan 0% 0% 11,1% 63,5% 25,4%
dengan efisien
7. Saya tepat waktu dalam 0% 0% 23,8% 68,3% 7,9%
menyelesaikan pekerjaan saya
8. Saya cendrung tidak menunda- 0% 0% 27% 66,7% 6,3%
nunda waktu dalam bekerja
9. Saya dapat menyelesaikan beberapa 0% 0% 3,2% 71,4% 25,4%
pekerjaan dalam sehari
10. Saya mengerjakan pekerjaan 0% 0% 1,6% 63,5% 34,9%
dengan maksimal agar memperoleh
hasil terbaik
11. Saya cenderung hadir tepat waktu 0% 0% 1,6% 58,7% 39,7%
12. Saya suka berinovasi dalam 0% 0% 6,3% 79,4% 14,3%
melakukan pekerjaan
13. Saya menyukai tantangan 0% 0% 4,8% 81% 14,3%
14. Saya sering mengandalkan diri 0% 6,3% 27% 54% 12,7%
sendiri dalam bertindak
15. Saya berusaha menjadi pekerja 0% 0% 1,6% 55,6% 42,9%
yang dapat diandalkan
16. Saya bertanggungjawab atas tugas 0% 0% 7,9% 68,3% 23,8%
yang dibebankan kepada saya
17. Saya memiliki loyalitas terhadap 0% 0% 7,9% 79,4% 12,7%
perusahaan
18. Saya bekerja sepenuh hati dalam 0% 0% 22,2% 60,3% 17,5%
menyelesaikan tugas
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

108
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.4. di atas
terlihat bahwa dari 63 karyawan ESQ Leadership Center Jakarta
yang menjadi responden dalam penelitian ini mayoritas memilih
jawaban “setuju” dan “sangat setuju” pada lembar kuesioner yang
berisi seluruh pernyataan yang berkaitan dengan variabel kinerja
karyawan yang diteliti. Dengan 16 butir

109
pernyataan yang menjadikan “setuju” sebagai pilihan jawaban
yang terbanyak dan diikuti dengan sisannya 2 butir pernyataan
dengan jawaban “sangat setuju” sebagai pilihan jawaban
terbanyak. Hal ini menunjukan bahwa mayoritas karyawan ESQ
Leadership Center Jakarta memiliki tingkat kinerja yang tinggi
sesuai dengan pandangan teori Bernardin dan Russel (2007) dan
hal ini juga mengindikasikan bahwa persepsi karyawan terhadap
kinerja yang dimiliki mereka juga sangat baik, walaupun terdapat
beberapa jawaban “netral” dan “tidak setuju” yang menandakan
adanya keraguan dan penolakan pada diri responden terhadap
pernyataan tersebut, hal ini dapat disebabkan karena berbeda-
bedanya intensitas kehadiran karyawan dan perbedaan
pemahaman mengenai maksud dari pernyataan yang terdapat pada
lembar kuesioner.

C. Analisis Data dan Pembahasan

1. Uji Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis


data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang
telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat
kesimpulan secara umum. Sehingga statistik deskriptif merupakan
proses transformasi data penelitian dalam bentuk tabulasi
sehingga mudah dipahami dan mudah diinterpretasikan
(Sugiyono, 2010). Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi
kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kinerja karyawan

110
ketika diuji secara statistik deskriptif maka akan terlihat seperti pada
table

4.5. sebagai berikut:

Tabel 4.5.
Hasil Uji Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics
Std.
N Min Max Sum Mean Deviation
Std.
Statistic Error Statistic
Total EQ 63 72 125 6508 103.30 1.050 8.331
Total SQ 63 45 70 3734 59.27 .677 5.377
Total KK 63 53 90 4718 74.89 .797 6.327
Valid N
63
(listwise)
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.5. di atas


menunjukan bahwa jumlah karyawan ESQ Leadership Center
Jakarta yang menjadi responden dalam penelitian ini berjumlah 63
karyawan dengan skor nilai variabel kecerdasan emosional
terendah adalah 72 dan nilai tertingginya adalah 125, sedangkan
nilai rata-rata variabel kecerdasan emosionalnya adalah 103,30
dengan standar deviasi sebesar 8,331.

Untuk variabel kecerdasan spiritual skor nilai terendahnya


adalah 45 dan nilai tertinggi adalah 70, sedangkan nilai rata-rata
variabel kecerdasan spiritualnya adalah 59,27 dengan standar

111
deviasi sebesar 5,377.

Dan untuk variabel kinerja karyawan skor nilai terendahnya


adalah

53 dan nilai tertinggi adalah 90, sedangkan nilai rata-rata


variabel

112
kecerdasan emosionalnya adalah 74,89 dengan standar deviasi
sebesar 6,327.

2. Uji Kualitas Data

Uji kualitas data dilakukan untuk menguji kecukupan dan


kelayakan data yang digunakan dalam penelitian. Kualitas data
bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen.

a. Uji Validitas Data

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid


tidaknya suatu kuesioner. Pengukuran ini dilakukan dengan
cara membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk
degree of freedom (df) = n-2, dalam hal ini n adalah jumlah
sampel. Sehingga nilai r tabel dalam penelitian ini adalah
0,209 (df = 63-2 = 61) pada taraf signifikansi 5% atau 0,05.
Untuk menguji masing-masing indikator valid atau tidak,
dapat dilihat dari tampilan output Cronbach Alpha (α) pada
kolom Correlated Item- Total Correlation. Jika r hitung
(koefisien korelasi) lebih besar dari r tabel (nilai kritis) pada
taraf signifikansi 5% atau 0,05 dan bernilai positif maka butir
dari pernyataan atau indikator tersebut dinyatakan valid
(Ghozali, 2012). Untuk hasil lengkap dari uji validitas dapat
dilihat pada table 4.6. berikut ini:

113
Tabel 4.6.
Hasil Uji Validitas Variabel Independen Kecerdasan
Emosional

Pernyataan Corrected Item-Total R Tabel Keterangan


Correlation
EQ 1 0,617 0,209 Valid
EQ 2 0,616 0,209 Valid
EQ 3 0,586 0,209 Valid
EQ 4 0,579 0,209 Valid
EQ 5 0,749 0,209 Valid
EQ 6 0,535 0,209 Valid
EQ 7 0,643 0,209 Valid
EQ 8 0,508 0,209 Valid
EQ 9 0,629 0,209 Valid
EQ 10 0,670 0,209 Valid
EQ 11 0,695 0,209 Valid
EQ 12 0,472 0,209 Valid
EQ 13 0,564 0,209 Valid
EQ 14 0,680 0,209 Valid
EQ 15 0,634 0,209 Valid
EQ 16 0,555 0,209 Valid
EQ 17 0,547 0,209 Valid
EQ 18 0,713 0,209 Valid
EQ 19 0,678 0,209 Valid
EQ 20 0,651 0,209 Valid
EQ 21 0,603 0,209 Valid
EQ 22 0,759 0,209 Valid
Sumber: Data primer
EQ 23yang diolah dengan0,695
SPSS versi 23 0,209 Valid
EQ 24 0,768 0,209 Valid
EQ 25 0,691 0,209 Valid
Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.6.

di
atas dapat diketahui bahwa Corrected Item-Total Correlation
dari setiap butir pernyataan variabel independen kecerdasan
emosional yang diberikan kepada responden lebih besar dari
nilai r tabelnya, yaitu 0,209 yang berarti semua butir
pernyataan dari variabel independen kecerdasan emosional ini

114
telah memenuhi syarat untuk sebuah butir pernyataan atau
indikator dapat dinyatakan valid dan dapat dilanjutkan ke
proses pengujian selanjutnya.

115
Tabel 4.7.
Hasil Uji Validitas Variabel Independen Kecerdasan
Spiritual

Pernyataan Corrected Item- R Tabel Keterangan


Total Correlation
SQ 1 0,698 0,209 Valid
SQ 2 0,657 0,209 Valid
SQ 3 0,708 0,209 Valid
SQ 4 0,599 0,209 Valid
SQ 5 0,660 0,209 Valid
SQ 6 0,727 0,209 Valid
SQ 7 0,572 0,209 Valid
SQ 8 0,638 0,209 Valid
SQ 9 0,624 0,209 Valid
SQ 10 0,582 0,209 Valid
SQ 11 0,467 0,209 Valid
SQ 12 0,610 0,209 Valid
SQ 13 0,698 0,209 Valid
SQ 14 0,815 0,209 Valid
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.7. di


atas dapat diketahui bahwa Corrected Item-Total Correlation
dari setiap butir pernyataan variabel independen kecerdasan
spiritual yang diberikan kepada responden lebih besar dari
nilai r tabelnya, yaitu 0,209 yang berarti semua butir
pernyataan dari variabel independen kecerdasan spiritual ini
telah memenuhi syarat untuk sebuah butir pernyataan atau
indikator dapat dinyatakan valid dan dapat dilanjutkan ke
proses pengujian selanjutnya.

110
Tabel 4.8.
Hasil Uji Validitas Variabel Dependen Kinerja
Karyawan

Pernyataan Corrected Item- R Tabel Keterangan


Total Correlation
KK 1 0,688 0,248 Valid
KK 2 0,765 0,248 Valid
KK 3 0,669 0,248 Valid
KK 4 0,597 0,248 Valid
KK 5 0,576 0,248 Valid
KK 6 0,567 0,248 Valid
KK 7 0,606 0,248 Valid
KK 8 0,533 0,248 Valid
KK 9 0,537 0,248 Valid
KK 10 0,683 0,248 Valid
KK 11 0,548 0,248 Valid
KK 12 0,672 0,248 Valid
KK 13 0,548 0,248 Valid
KK 14 0,411 0,248 Valid
KK 15 0,653 0,248 Valid
KK 16 0,639 0,248 Valid
KK 17 0,668 0,248 Valid
KK 18 0,731 0,248 Valid
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.8. di


atas dapat diketahui bahwa Corrected Item-Total Correlation
dari setiap butir pernyataan variabel dependen kinerja
karyawan yang diberikan kepada responden lebih besar dari
nilai r tabelnya, yaitu 0,209 yang berarti semua butir
pernyataan dari variabel dependen kinerja karyawan ini telah
memenuhi syarat untuk sebuah butir pernyataan atau
indikator dapat dinyatakan valid dan dapat dilanjutkan ke
proses pengujian selanjutnya.

111
b. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur suatu


kuesioner yang merupakan indikator dari variabel apakah
kuesioner tersebut dapat dikatakan reliabel atau handal jika
jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu (Ghozali,

2012). Pengukuran ini dilakukan dengan cara menggunakan

reliabilitas konsistensi internal yaitu tekhnik Cronbach Alpha (α).

Apabila hasil pengujian Cronbach Alpha (α) > 0,60 maka dapat

dikatakan bahwa konstruk atau variabel ini adalah reliabel (Nunnally,

1967: Ghozali, 2012). Untuk hasil lengkap dari uji reliabilitas dapat

dilihat pada table


4.9. berikut ini:

Tabel 4.9.
Variabel Keterangan
Hasil UjiCronbach Alpha (α)
Reliabilitas
(>0,60)
Kecerdasan Emosional 0,945 Reliabel
Kecerdasan Spiritual 0,921 Reliabel
Kinerja Karyawan 0,923 Reliabel

Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.9. di

112
atas dapat diketahui bahwa nilai Cronbach’s Alpha untuk
kecerdasan emosional sebesar 0,945, kecerdasan spiritual
sebesar 0,921, dan kinerja karyawan sebesar 0,923, sehingga
keseluruhannya memiliki nilai lebih besar dari 0,60 yang
berarti seluruh butir pernyataan yang berkaitan dengan
variabel independen (kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual) dan variabeel dependen (kinerja karyawan)
dalam lembar

113
kuesioner penelitian ini dapat dinyatakan reliabel. Dengan
kata lain bahwa seluruh instrument pengukuran pada
penelitian ini memiliki tingkat kehandalan yang baik dan
dapat digunakan dalam analisis pada penelitian ini.

3. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah


model regresi yang dibuat dapat digunakan sebagai alat prediksi
yang baik tanpa adanya bias di dalam penganalisisan data
penelitian. Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini,
yaitu: uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji
multikolinieritas.

a. Uji Normalitas

Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah


dalam model regresi, variabel independen dengan variabel
dependen keduanya mempunyai hubungan distribusi normal
atau tidak (Ghozali, 2012). Pengukuran ini dilakukan dengan
cara melihat grafik dan tabel dari hasil output SPSS. Jika data
menyebar di sekitar diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal atau grafik histrogramnya menunjukan pola distribusi
normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
Sedangkan pada uji kolmogrov-smirnov jika nilai sig > α,
maka data berdistribusi normal. Untuk hasil lengkap dari uji
normalitas dapat dilihat pada gambar dan tabel berikut ini:

114
Gambar 4.7.
Hasil Uji Normalitas dengan Grafik Histogram

Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada gambar 4.7. di


atas dapat diketahui bahwa bentuk histogram menggambarkan
data yan berdistribusi normal atau mendekati normal
dikarenakan membentuk seperti lonceng (bell shaped) dan
tidak terjadi kemiringan, sehingga asumsi normalitas dalam
penelitian ini dapat terpenuhi. Selain menggunakan grafik
histogram, uji normalitas data dapat dilakukan dengan
menggunakan P-Plot Normality, sebagai berikut:
Gambar 4.8.
Hasil Uji Normalitas dengan P-Plot Normality

115
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

116
Berdasarkan keterangan yang ada pada gambar 4.8. di
atas dapat diketahui bahwa grafik normal probability plot
terlihat titik-titik menyebar disekitar garis diagonal dan
penyebarannya mengikuti arah garis diagonal, sehingga
asumsi normalitas dalam penelitian ini dapat terpenuhi. Dan
selain menggunakan grafik histogram dan P-Plot Normality,
uji normalitas data dapat dilakukan secara statistik, yaitu

dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov, sebagai berikut:

Tabel 4.10.
Hasil Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual
N 63
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 2.94798379
Most Extreme Differences Absolute .106
Positive .106
Test distribution is Normal. Negative -.064
Test Statistic
Calculated from data. .106
Asymp.
Lilliefors Sig. (2-tailed)
Significance Correction. .077c
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.10. di


atas dapat diketahui bahwa nilai kolmogorov-smirnov adalah
sebesar 0,106 dengan signifikansi 0,77, hal ini berarti nilai
signifikansi kolmogorov- smirnov berada di atas cut off value

117
yang telah ditetapkan, yaitu 0,05, maka dapat disimpulkan
bahwa data dalam penelitian ini terdistribusi secara normal.
Secara keseluruhan dengan menggunakan metode grafik

118
dan statistik dapat dinyatakan bahwa asumsi normalitas telah
terpenuhi dalam penelitian ini.

b. Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji


apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varience
dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya.
Pengukuran ini dilakukan dengan cara mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas, yaitu dengan melihat grafik
scatterplot antara standardized residual (*SRESID) terhadap
standardized predicted value (*ZPRED) (Ghozali, 2012).
Dalam model regresi tidak terjadi heterokedastisitas jika titik-
titik menyebar secara acak di atas angka 0 pada sumbu Y.
Untuk hasil lengkap dari uji heteroskedastisitas dapat dilihat
pada gambar berikut ini:
Gambar 4.9.
Hasil Uji Heteroskedastisitas

119
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

120
Berdasarkan keterangan yang ada pada gambar 4.9. di
atas dapat diketahui bahwa distribusi data pada grafik
scatterplot tidak teratur dan tidak pula membentuk suatu pola
tertentu, serta tersebar di atas dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model
regresi di dalam penelitian ini tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas.

Untuk memperkuat bahwa data bebas dari


heteroskedastisitas, maka data akan diuji kembali dengan
menggunakan uji glejser. Apabila hasil dari uji glejser kurang
dari atau sama dengan 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
data mengalami heteroskedastisitas dan sebaliknya (Ghozali,
2012). Untuk hasil lengkap dari uji glejser dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.11.
Hasil Uji Glejser

a
Coefficients

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
B Std.
Error Beta
Model t Sig.
(Constant) 4.529 3.076 1.472 .146
EQ -.095 .062 -.406 -1.541 .129
SQ .126 .096 .348 1.321 .192
a. Dependent Variable: RES2
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.11. di


atas dapat diketahui bahwa tidak terdapat heteroskedastisitas

121
pada persamaan regresi di dalam penelitian ini. Dikarenakan
tidak adanya variabel

122
independen atau bebas yang memiliki nilai signifikansi di
bawah 0,05. Variabel kecerdasan emosional memiliki nilai
signifikansi sebesar 0,129 sedangkan variabel kecerdasan
spiritual memiliki nilai signifikansi sebesar 0,192. Dengan
demikian secara keseluruhan dengan menggunakan metode
grafik dan statistik dapat disimpulkan bahwa model regresi
yang digunakan dalam penelitian ini layak digunakan untuk
mendeteksi kinerja karyawan ESQ Leadership Center Jakarta
berdasarkan variabel yang mempengaruhinya.

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah


model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen) dalam suatu model regresi linear berganda dan
juga untuk menghindari kebiasan dalam proses pengambilan
kesimpulan mengenai pengaruh pada uji t-parsial masing-
masing variabel independen terhadap variabel depeneden.
Pengukuran ini dapat dilakukan dengan cara melihat besaran
tolerance (TOL) dan Variance Inflation Factor (VIF)
(Ghozali, 2012). Jika hasil SPSS VIF menunjukan angka 1,
maka dapat dikatakan tidak terjadi multikolinearitas,
sebaliknya jika lebih dari 10 maka dalam data tersebut terjadi
multikolinearitas. Untuk hasil lengkap dari uji
multikolinearitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

123
Tabel 4.12.
Hasil Uji Multikolinearitas

a
Coefficients

Unstandardized Standardized Collinearity


Coefficients Coefficients Statistics
Std.
B Error Beta Tolerance VIF
Model t Sig.
1 (Constant) 4.529 3.076 1.472 .146
EQ 4.32
-.095 .062 -.406 -1.541 .129 .231
2
SQ 4.32
.126 .096 .348 1.321 .192 .231
2
a. Dependent Variable: RES2
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.12. di


atas pada hasil coefficients dapat diketahui bahwa asumsi
multikolinearitas dalam penelitian ini telah terpenuhi oleh
seluruh variabel independen yang ada, yaitu variabel
kecerdasan emosional dan variabel kecerdasan sepiritual.
Dikarenkan nilai tolerance kedua variabel independen ini lebih
besar dari 0.10 dan nilai VIF yang tidak lebih dari 10. Nilai
tolerance untuk variabel kecerdasan emosional dan variabel
kecerdasan spiritual adalah sebesar 0,231 dengan nilai VIF
sebesar 4,322.

4. Analisis Regresi Linier Berganda

Setelah model regresi linear berganda dalam penelitian ini

124
terbukti telah terbebas dari penyimpangan asumsi klasik,
selanjutnya dilakukan analisis terhadap persamaan regresi yang
dihasilkan oleh model regresi tersebut. Metode analisis regresi
linier berganda dipilih dengan alasan untuk memprediksi sejauh
mana hubungan antar variabel dependen dengan dua

125
variabel independen. Dalam penelitian ini variabel independen
terdiri dari Kecerdasan Emosional (X1) dan Kecerdasan Spritual
(X2), sedangkan variabel dependen adalah Kinerja Karyawan (Y).

Tabel 4.13.
Hasil Analisis Regresi dengan SPSS versi 23

Variabel Independen Variabel Dependen


Kinerja Karyawan (Y)
Koefisien Regresi t hitung
Kecerdasan Emosional (X1) 0,216 1,898 (p= 0,062)
Kecerdasan Spiritual (X2) 0,735 2,277 (p= 0,26)
4,994 (p= 0,000)
�2 0,783
0,776
Adjusted �2
2,997
Standard Error of Estimate (p= 0,000)
108,204
F hitung
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada tabel 4.13. di atas


dapat diketahui bahwa variabel independen kecerdasan spiritual
merupakan variabel yang berpengaruh paling besar terhadap
kinerja karyawan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan nilai
koefisien regresinya 0,735 dan lebih besar dari pada nilai
koefisien variabel kecerdasan emosional, yaitu 0,216.

Analisis regresi linier berganda pada penelitian ini


digunakan untuk mengetahui pengaruh Kecerdasan Emosional
(X1) dan Kecerdasan Spiritual (X2) terhadap Kinerja Karyawan
(Y). Adapun persamaan rumus yang dikembangkan untuk regresi
linier berganda pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

120
Y= a + b1X1 + b2X2

atau

Y= 8,989 + 0,095X1 + 0,147X2

Dimana:
Y = Kinerja
Karyawan a
=
Konstanta
b1 = Koefisien regresi untuk
variabel X1 b2 = Koefisien
regresi untuk variabel X2 X1 =
Kecerdasan Emosional
X2 = Kecerdasan Spiritual

Pada nilai kostanta sebesar 8,989 hal ini menunjukan


bahwa jika tidak ada variabel independen yaitu kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual maka nilai variabel dependen
kinerja karyawan adalah sebesar 8,989, yang berarti bahwa
variabel independen kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual sangat berpengaruh terhadap variabel dependen kinerja
karyawan.

Pada nilai koefisien X1, yaitu sebesar 0,095 hal ini


menunjukan bahwa setiap adanya peningkatan kecerdasan
emosional sebesar 1% maka akan berdampak pada peningkatan
kinerja karyawan sebesar 0,095 atau 9,5%.

121
Sedangkan pada nilai koefisien X2, yaitu sebesar 0,147 hal
ini menunjukan bahwa setiap adanya peningkatan kecerdasan
spiritual sebesar 1% maka akan berdampak pada peningkatan
kinerja karyawan sebesar 0,147 atau 14,7%.

122
5. Pengujian Hipotesis

Tujuan uji hipotesis adalah untuk menguji apakah data


yang ada sudah cukup kuat untuk menggambarkan populasinya
atau tidak (Santoso, 2010). Pengujian terhadap hipotesis yang
dirumuskan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
analisis regresi berganda baik secara parsial maupun simultan.
Metode pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan
dengan: uji koefisien determinasi (�2), uji statistik t (uji
parsial/signifikan parameter individu/goodness of fit), dan uji
Statistik F (uji simultan/ANOVA).

a. Uji Koefisien Determinasi (��)

Uji Koefisien Determinasi (�2) digunakan untuk


mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variable dependen. Pengukuran ini
dilakukan dengan cara melihat nilai Adjusted
� 2, jika nilai Adjusted �2 yang diperoleh hasilnya semakin
besar atau mendekati satu (1) maka sumbangan variabel
independen terhadap variabel dependen semakin besar, hal ini
berarti variabel-variabel independen memberikan hampir
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen (Ghozali, 2012). Adjusted R Square
berkisar pada angka 1-0, dengan asumsi bahwa semakin besar
angka Adjusted R Square maka akan semakin kuat hubungan
dari ketiga variabel dalam model regresi. Untuk hasil lengkap
dari uji koefisien determinasi (� 2) dapat dilihat pada tabel

123
berikut ini:

124
Tabel 4.14.
Hasil Uji Koefisien Determinasi (��)

b
Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .885 .783 .776 2.997
a. Predictors: (Constant), SQ, EQ
b. Dependent Variable: KK
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada table 4.14. di


atas pada bagian hasil model summary dapat disimpulkan
bahwa koefisien determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted
R Square) adalah sebesar 0,776 atau 77,6%, hal ini
menunjukan bahwa variasi variabel kinerja karyawan dapat
dijelaskan oleh kedua variabel independen, yaitu kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual dalam penelitian ini adalah
sebesar 77,6% dan selebihnya 22,4% dijelaskan oleh faktor-
faktor dari variabel lain di luar model regresi linier berganda.

b. Uji Statistik t (Uji Parsial/ Parameter Individu)

Uji statistik t digunakan untuk mengetahui apakah


semua variabel independen secara individu (parsial)
berpengaruh terhadap variabel dependen. Pada dasarnya uji t
menunjukan tingkat signifikansi pengaruh atau seberapa jauh
variabel penjelas (variabel independen) secara individual
dalam menerangkan variabel dependen (Ghozali, 2012).
Pengambilan keputusan dalam penelitian ini akan

125
menggunakan perbandingan antara t hitung dengan t tabel
dengan ketentuan, jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak
(adanya pengaruh) dan sebaliknya.

126
Atau jika dilihat berdasarkan nilai signifikansinya ketentuan
penerimaan atau penolakan pengujian ini yaitu apabila angka
signifikan kurang dari 0,05 maka hipotesis alternatif diterima
dan hipotesis nol ditolak (Ghozali, 2012).

Hasil uji ini pada output SPSS dilihat dari hasil


coefficients pada uji t dan membandingkan nilai t hitung
dengan t tabel, jika t hitung lebih besar dari t tabel (t tabel =
0,678, dihitung dari level of significant yang ditentukan dalam
uji satu arah dan df = n-k (63-3 = 60), k merupakan jumlah
variabel yang diteliti) berarti signifikan. Untuk hasil lengkap
dari uji statistik t dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.15.
Hasil Uji Statistik t

a
Coefficients

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
B Std. Error Beta
Model T Sig.
1 (Constant) 8.989 4.736 1.898 .062
EQ .216 .095 .285 2.277 .026
SQ .735 .147 .625 4.994 .000
a. Dependent Variable: KK
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada tabel 4.15. di


atas pada bagian hasil coefficients dapat diketahui
pembahasan uji parsial antara kecerdasan emosional dan
kecerdasan spiritual terhadap kinerja karyawan pada ESQ
Leadership Center Jakarta dan menjawab rumusan hipotesis 1
dan hipotesis 2 dalam penelitian ini, sebagai berikut:

127
Uji Hipotesis 1: Pengaruh Kecerdasan Emosional
terhadap Kinerja Karyawan
Ha1: Kecerdasan emosional berpengaruh positif secara parsial
terhadap kinerja karyawan lembaga ESQ Leadership
Center Jakarta.
Ho1: Kecerdasan emosional tidak berpengaruh positif secara
parsial terhadap kinerja karyawan lembaga ESQ
Leadership Center Jakarta.

Hasil uji t untuk variabel kecerdasan emosional


terhadap variabel kinerja karyawan menunjukan nilai sig
sebesar 0,026 dan nilai t hitung sebesar 2,277. Hal ini berarti
nilai sig yang diperoleh lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05
(0,026 < 0,05) dan nilai t hitung yang diperoleh lebih besar
dari t tabel (2,277 > 0,678), maka penelitian ini memenuhi
asumsi untuk menyatakan Ho1 ditolak dan Ha1 diterima.
Sehingga dari hasil pengelolaan data dengan analisis regresi
memberikan bukti empiris bahwa adanya pengaruh positif dan
signifikan secara individu atau parsial antara kecerdasan
emosional terhadap kinerja karyawan pada ESQ Leadership
Center Jakarta dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini mendukung asumsi Agustian


(2006) yang menyatakan bahwa keberadaan kecerdasan
emosional yang baik akan membuat karyawan menampilkan
kinerja dan hasil kerja yang lebih baik, hal ini berdasarkan
pada penelitian dan pengalamannya dalam

128
memajukan perusahaan (baik miliknya sendiri maupun yang
menjadi mitra bisnisnya). Penelitian ini juga sejalan dengan
hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Boyatzis (1999,
dalam Fabiola 2005) yang menemukan bahwa beberapa
konsultan dan agen penjualan yang memiliki skor kompetensi
EQ yang tinggi ternyata menghasilkan kinerja dan hasil
pendapatan yang lebih baik, serta laporan tambahan dari
Hay/Mcber Research yang menunjukan hasil riset bahwa
kecerdasan emosi ternyata mampu meningkatkan rata-rata
kinerja tenaga penjualan (Sala, 2004:1).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin


baik kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seorang
karyawan maka akan berdampak pada peningkatan atau
semakin baiknya kinerja karyawan yang bersangkutan, dengan
asumsi bahwa variabel-variabel independen lainnya konstan.

Uji Hipotesis 2: Pengaruh Kecerdasan Spiritual terhadap


Kinerja Karyawan
Ha2: Kecerdasan spiritual berpengaruh positif secara parsial
terhadap kinerja karyawan lembaga ESQ Leadership
Center Jakarta.
Ho2: Kecerdasan spiritual tidak berpengaruh positif secara
parsial terhadap kinerja karyawan lembaga ESQ
Leadership Center Jakarta.

129
Hasil uji t untuk variabel kecerdasan spiritual terhadap
variabel kinerja karyawan menunjukan nilai sig sebesar 0,000
dan nilai t hitung sebesar 4,994. Hal ini berarti nilai sig yang
diperoleh lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 (0,000 < 0,05)
dan nilai t hitung yang diperoleh lebih besar dari t tabel
(4,9947 > 0,678), maka penelitian ini memenuhi asumsi untuk
menyatakan Ho2 ditolak dan Ha2 diterima. Sehingga dari hasil
pengelolaan data dengan analisis regresi berganda
memberikan bukti empiris bahwa adanya pengaruh positif dan
signifikan secara individu atau parsial antara kecerdasan
spiritual terhadap kinerja karyawan pada ESQ Leadership
Center Jakarta dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini mendukung asumsi penelitian dari


Oxford University yang menyatakan bahwa spiritualitas
berkembang karena manusia krisis makna, jadi kehadiran
organisasi seharusnya juga memberi makna apa yang menjadi
tujuan organisasinya. Makna yang muncul dalam suatu
organisasi akan membuat setiap orang yang bekerja di
dalamnya lebih dapat mengembangkan diri mereka. Hasilnya
mereka juga dapat bekerja lebih baik (Fabiola, 2005).
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang
dilakukan Wiersma (2002:500) yang menunjukan bukti
tentang pengaruh kecerdasan spiritual dalam dunia kerja yang
menunjukan bahwa kecerdasan spiritual mempengaruhi tujuan
sesorang dalam mencapai karirnya di dunia kerja. Seseorang
yang membawa makna spiritualitas dalam kerjanya akan
merasakan hidup dan pekerjaannya lebih berarti. Hal ini
mendorong dan

130
memotivasi dirinya untuk lebih meningkatkan kinerja yang
dimilikinya, sehingga dalam karir ia dapat berkembang lebih
maju.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin


baik kecerdasan spiritual yang dimiliki oleh seorang karyawan
maka akan berdampak pada peningkatan atau semakin baiknya
kinerja karyawan yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa
variabel-variabel independen lainnya konstan.

c. Uji Statistik F (Uji Simultan/ANOVA)

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah


semua variabel independen yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama (simultan)
terhadap variabel dependen (Ghozali, 2012). Dalam
penelitian ini pengujian hipotesis secara simultan
dimaksudkan untuk mengukur besarnya pengaruh kecerdasan
emosional dan kecerdasan spiritual secara bersama-sama
terhadap variabel terikat yaitu kinerja karyawan. Pengambilan
keputusan dalam penelitian ini akan menggunakan hasil uji F
pada output SPSS pada tabel ANOVA, jika P-value lebih kecil
dari level of significant yang ditentukan, atau F hitung lebih
besar dari F tabel (dengan melihat df1 (df1 = k-1, 3-1 = 2)
dan df2 (df2 = n-k, 63-3 = 60) berarti hal ini menunjukan
bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh
terhadap variabel dependen.

131
Tabel 4.16.
Hasil Uji Statistik F

a
ANOVA

Sum of Mean
Model Squares Df Square F Sig.
1 Regression 1943.404 2 971.702 108.204 .000b
Residual 538.818 60 8.980
Total 2482.222 62
a. Dependent Variable: KK
b. Predictors: (Constant), SQ, EQ
Sumber: Data primer yang diolah dengan SPSS versi 23

Berdasarkan keterangan yang ada pada tabel 4.16. di


atas pada bagian ANOVA dapat diketahui pembahasan uji
simultan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual terhadap kinerja karyawan pada ESQ Leadership
Center Jakarta dan menjawab rumusan hipotesis 3 dalam
penelitian ini, sebagai berikut:

Uji Hipotesis 3: Pengaruh Kecerdasan Emosional dan


Kecerdasan Spiritual terhadap Kinerja Karyawan
Ha3: Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap kinerja
karyawan lembaga ESQ Leadership Center Jakarta.
Ho3: Kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual tidak
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap
peningkatan kinerja karyawan lembaga ESQ Leadership
Center Jakarta.

Hasil uji F variabel kecerdasan emosional dan

132
kecerdasan spiritual terhadap variabel kinerja karyawan
menunjukan nilai sig sebesar 0,000 dan nilai F hitung sebesar
108,204. Hal ini berarti nilai sig

133
yang diperoleh lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05 (0,000 <
0,05) dan nilai F hitung yang diperoleh lebih besar dari F tabel
(108,204 > 3,15), maka penelitian ini memenuhi asumsi untuk
menyatakan Ho3 ditolak dan Ha3 diterima. Sehingga dari hasil
pengelolaan data dengan analisis regresi berganda
memberikan bukti empiris bahwa adanya pengaruh signifikan
secara simultan antara kecerdasan emosional dan kecerdasan
spiritual terhadap kinerja karyawan karyawan pada ESQ
Leadership Center Jakarta dalam penelitian ini.

Hasil penelitian ini mendukung asumsi Agustian yang


menyatakan bahwa bila setiap elemen masyarakat di dalam
perusahaan telah mengaktifkan EQ dan SQ mereka dengan
baik dalam dunia kerja. Maka dampak bagi individu adalah
menemukan makna bekerja dan termotivasi oleh sebuah alasan
spiritual sedangkan bagi insitusi tempatnya bekerja adalah
meningkatkan produktivitas dan loyalitas pekerja, hal ini
berdasarkan pada penelitian dan pengalamannya dalam
memajukan perusahaan (baik miliknya sendiri maupun yang
menjadi mitra bisnisnya). Martin (2000:22) juga menyatakan
bahwa kinerja karyawan tidak hanya dilihat dari kemampuan
kerja yang sempurna (IQ), tetapi juga kemampuan menguasai
(EQ) dan mengelolah diri sendiri serta kemampuan dalam
membina hubungan dengan orang lain. Penelitian ini juga
sejalan dan mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh
Daniel Goleman (2005) yang menunjukan bahwa kecerdasan
intelektual (IQ) hanya menyumbang sekitar 20% bagi

130
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor
kekuatan- kekuatan lain, salah satunya yaitu kecerdasan
emosional (EQ).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin


baik kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual secara
bersamaan yang dimiliki oleh seorang karyawan maka akan
berdampak pada peningkatan atau semakin baiknya kinerja
karyawan yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa variabel-
variabel independen lainnya konstan.

131
BAB V
KESIMPULAN DAN
SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh


kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual terhadap kinerja
karyawan. Responden dalam penelitian ini adalah karyawan pada
lembaga ESQ Leadership Center Jakarta yang berjumlah 63
karyawan. Berdasarkan data yang diperoleh serta serangkaian
pengujian yang telah dilakukan dengan menggunakan model analisis
regresi berganda, maka penarikan kesimpulan yang diambil oleh
peneliti adalah sebagai berikut:
1. Kecerdasan emosional secara parsial mempunyai pengaruh positif
dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan hasil uji t
sebesar 0,216. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin
baik kecerdasan emosional yang dimiliki oleh seorang karyawan
maka akan berdampak pada peningkatan atau semakin baiknya
kinerja karyawan yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa
variabel-variabel independen lainnya konstan.
2. Kecerdasan spiritual mempunyai pengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan. Dengan hasil uji t sebesar 0,735. Dari
hasil tersebut dapat diketahui bahwa semakin baik kecerdasan
spiritual yang dimiliki oleh seorang karyawan maka akan
berdampak pada peningkatan atau semakin baiknya kinerja
karyawan yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa variabel-
variabel independen lainnya konstan.
132
3. Secara simultan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Dengan hasil
uji F sebesar 108,204. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
semakin baik kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual
secara bersamaan yang dimiliki oleh seorang karyawan maka akan
berdampak pada peningkatan atau semakin baiknya kinerja
karyawan yang bersangkutan, dengan asumsi bahwa variabel-
variabel independen lainnya konstan.

B. Saran

Adapun saran yang dapat penulis berikan kepada pihak lain


terkait hasil penelitian ini yaitu:
1. Bagi perusahaan dan organisasi lain.

Hasil penelitianm ini menginformasikan kepada pihak menejemen


pengelola atau perusahan akan adanya pengaruh yang signifikan
antara kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual baik secara
parsial maupun simultan terhadap peningkatan kinerja karyawan.
Untuk itu disarankan kepada para manajer dalam merumuskan
kebijakan meningkatkan kinerja karyawan hendaknya
memperhatikan kedua aspek tersebut (EQ dan SQ).
2. Bagi para akademisi

Hasil penelitian ini disarankan dapat dijadikan bahan referensi


bagi penelitian selanjutnya. Terutama penelitian yang berkaitan
denan manajemen sumber daya manusia, khususnya dalam aspek
kinerja, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
133
DAFTAR PUSTAKA.

Agustian, Ary Ginanjar. “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan


Emosional dan Spiritual (ESQ) Secara Harmoni”, Nuansa,
Bandung, 2001.

……………………... “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi


dan Spiritua”, Arga Wijaya Persada, Jakarta, 2006.

……………………... “Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi


dan Spiritual, ESQ: Emotional Spiritual Quotient berdasarkan 6
Rukun Iman dan 5 Rukun Islam”, Arga Wijaya Persada, Jakarta,
2007.

A. Prabu Mangkunegoro. “Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia”, PT.


Rifeka Aditama, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

Beheshtifar, Malikeh: Zare, Elham. “Effect of Spirital Business


Organization and Employee Statisfication”, Easten academy of
Management, 2010.

Bernardin, J. “The Function of the Executive”, Cambridge, Ma. Research


of Harvard University, 1993.

Bernardin dan Russel. “Pinter Manajer, Aneka Pandangan Kontemporer”,


Alih Bahasa Agus Maulana, Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta,
2007.

Boyatzis, R, E, Ron, S. “Unleashing the Power of Self Directed


Learning”, Case Wastern Reserve University, Cleveland, Ohio,

134
USA, 2001.

Buzan, Toni. “Kekuatan ESQ: 10 Langkah Meningkatkan Kecerdasan


Emotional Spiritual”, Terjemah: ana Budi Kuswandani. PT.
Pustaka Delapratosa, 2003.

Dassler, Garry. “Manajemen Sumber Daya Manusia”, PT. Indeks,


Jakarta, 2006. Gardner, H. ”Pendidikan Emosional Usia Dini”, C.V
Tirta, Bandung, 1983.
Goleman, Daniel. “Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi”,
Cetakan Keenam, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005.

………………... “Emotinal Intelligence: Kecerdasan Emosional.


Mengapa EQ lebih Penting daripada IQ”, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2015.

Ghozali, Imam. “Aplikasi analisis Multivariate dengan Program IBM


SPSS 19”, Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semaramg,
2012.

Hoffman, E. “Psychological Testing At Work”, Mc Graw Hill, New York,


2002.

135
Idrus, Muhammad. “Kecerdasan Spiritual Mahasiswa Yogyakarta”,
Psikologi Phronesis, Jurnal Ilmiah dan Terapan, Vol.4 No.8,
Desember 2002.

Indriantoro, Nur, dan Bambang Supomo. “Metodologi penelitian Bisnis


Untuk Akuntansi dan Manajemen”, Edisi Pertama, BPFE-
Yogyakarta, Yogyakarta, 1999.

Ivancevich, J, M. “Human Resource Management”, Edition 8th, McGraw


Hill. New York, 2001.

Khavari. Khalil, A. “The Art of Happiness: Menciptakan Kebahagiaan


dalam Setiap Keadaa”, PT Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, 2006.

Thoifah, I’anatut. “Statistika Pendidikan dan Metode Penelitian


Kuantitatif”,
Madani, Malang, 2015.

Luthans, F. “Organizational Behavior”, McGraw-Hill, New York, 2005.

Mathis, R, I, dan Jackson. “Human Resource Management: Manajemen


Sumber Daya Manusia”, Terjemahan Dian Angelia, Salemba
Empat, Jakarta, 2006.

Ningky Munir. “Spiritual dan Kinerja”, Majalah Manajemen, Vol. 124, Juli
2000.

Rivai, Vethzal dan Ella Jauvania Sagala. “PeforManajemen Sumbar Daya


Manusia untuk Perusahan”, PT. Raja Jakarta, 2011.

136
Patton, P. ”Kecerdasan Emosional di Tempat Kerja”, Alih Bahasa : Zaini
Dahlan, Pustaka Delaprata, Jakarta, 1998.

Peraturan Menteri BUMN. “Penerapan Praktik Good Corporate


Governance (GCG)”, No. Per-01/MBU/2011, tanggal 1 Agustus
2011.

Robbins, S, P. “Perilaku Organisasi”, PT. Prehallindo, Jakarta, 1996.

Sala, F. “Do Programs Designed to Increase Emotional Intelligence at


Work”, Emotional Inteligence Consortium Research Journal. Boston,
2004.

Samiyanto. “Konstrak Spiritualitas dan Pengaruhnya terhadap


Psychological capita, Servant Leadership dan Kinerja Manajer”,
Ringkasan Disertasi Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 2011.

Santoso, Singgih. “Buku Latihan SPSS”, PT. Elex Media Komputindo,


Jakarta, 2010.

Sedarmayanti. “Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi


dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil”, PT. Refika Aditama,
Bandung, 2011.

137
Sugiyono, ”Metode Penilaian Pendidikan”, Alfabeta, Bandung, 2010.

Sukidi. “Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual: Mengapa


SQ Lebih Penting Daripada IQ dan EQ”, PT Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2002.

Supriyanto, Imam. “FSQ: Memahami, Mengukur, dam Melejitkan


Financial Spiritual Quetient ntuk Kenggulan Diri, Perusahaan,
dan Masyarakat”, Lutfansh, Surabaya, 2006.

Tikollah, M. Ridwan, Iwan Triyuwono, dan H. Unti Ludigdo. “Pengaruh


Kecerdasan Intelektual, Kecerdasan Emosional, dan Kecerdasan
Spiritual Terhadap Sikap Etis Mahasiswa Akuntansi (Studi pada
Perguruan Tinggi Negeri di Kota Makassar Provinsi Sulawesi
Selatan)”, Simposium Nasional Akuntansi 9, halaman 1-25, 23-26
Agustus 2006.

Trihandini, R.A. Fabiola Meirnayati. “Analisis Pengaruh Kecerdasan


Intelektual, Kecerdasan Emosi, dan Kecerdasan Spiritual
Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus Pada Hotel Horison
Semarang)”, Tesis Program Pascasarjana Universitas Diponegoro,
2005.

Wahab, Abd dan Umiarso. “Kepemimpinan Pendidikan dan Kecerdasan


Spiritual”, Ar Ruzz Media, Jogjakarta, 2011.

Wiersma, M, L. “The Influence of Spiritual “Meaning-Making” On


Career Behaviour”, Journal of Management Development,
Vool.21 No.7. pp. 497- 520, 2002.

138
Wirawan. “Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia”, Salemba Empat,
Jakarta, 2009.

Yuninigsih. “Membangun Komitmen dan Menciptakan Kinerja Sumber


Daya Manusia Untuk Memperoleh Keberhasilan Perusahaan”,
Fokus Ekonomi Vol.1, April 2002.

Zohar, D, Marshal, I. “The Ultimate Intelligence”, Mizam Media Utama,


Bandung, 2001.

………………………. “SQ: Memanfaatkan SQ dalam Berpikir Holistik


untuk Memaknai Kehidupan”, Cetakan Kelima. Mizan, Bandung.
Diterjemahkan oleh Rahmani Astuti, Ahmad Nadjib Burhani &
Ahmad Baiquni dari SQ: Spiritual Intelligence–The Ultimate
Intelligence, 2000®, 2002.

………………………. “Spiritual Capital: Memberdayakan SQ di Dunia


Bisnis”, Mizan, Bandung, 2005.

139
Sumber Website:

Hartawan, Tony. “4 Ribu Perusahaan PMA Tidak Pernah Bayar Pajak”,


artikel diakses pada tanggal 28
Desember2015, dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/01/15/090634961/4-ribu-
perusahaan- pma-tidak-pernah-bayar-pajak.

Kementrian Lingkungan Hidup RI. “Hasil Penilaian Program Peringkat


Kinerja Perusahaan (PROPER) Dalam perlindngan dan
Pengelolaan Lingkungan Priode 2011-2012”, artikel diakses pada
tanggal 28 Desember 2015, dari http://www.menlh.go.id/hasil-
penilaian-program-peringkat-kinerja- perusahaan-proper-dalam-
perlindungan-dan-pengelolaan-lingkungan- periode-2011-2012/.

Mudali. “Qoute: How High Is Yous Spiritual Inteligence?”, diakses pada


tanggal 15 Juni 2005, dari
http://www.eng.usf.eddu/gopalakr/artcles/spiritual.html.

Octavianus, Fanny. “ICW: Jumlah Pejabat Pemda Koruptor Meningkat”,


artikel diaskses pada tanggal 28 Desember 2015, dari
https://m.tempo.co/read/news/2014/08/04/063596981/icw-jumlah-
pejabat- pemda-koruptor-meningkat.

Sedya, Suci Utami. “Ini Penyebab 2.000 Perusahaan tidak membayar


pajak”, artikel diakses pada tanggal 29
Maret 2016, dari
http://m.metrotvnews.com/read/2016/03/28/504737/ini-penyebab-
2-000- perusahaan-tidak-bayar-pajak.

Septianto, Bayu. “Bank Permata Tak Tahu Karyawan Tipu Nasabah

140
hingga Rp29 M”, artikel diakses pada tanggal 28
Desember 2015, dari
http://m.okezone.com/read/2015/06/30/337/1173842/bank-
permata-tak- tahu-karyawan-tipu-nasabah-hingga-rp29-m.

141
ANALISIS PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN
KECERDASAN SPIRITUAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN
(Studi Empiris Pada Karyawan Lembaga ESQ Leadership Center
Jakarta)

A. Data Diri Responden


Nama :
Jabatan Pekerjaan :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan
Usia : ( ) ≤ 20 th ( ) 41 - 50 th
( ) 21 - 30 th ( ) > 50 th
( ) 31 - 40 th
Pendidikan Formal Terakhir : ( ) SMA/Sederajat ( ) Sarjana
( ) Diploma ( ) Lainnya
Masa Kerja : ( ) 1 - 5 th ( ) 11 - 15th
( ) 6 - 10 th ( ) > 15th

B. Pertanyaan Inti

Petunjuk: Berikan tanda ceklist (√) pada jawaban yang menurut anda sesuai
dengan kondisi anda pada pilihan lembar jawaban yang telah disediakan.

Keterangan: STS (1) = Sangat Tidak Setuju


TS (2) = Tidak Setuju

N (3) = Netral
S (4) = Setuju
SS (5) = Sangat Setuju

139
Pertanyaan yang berhubungan dengan Kecerdasan Emosional (EQ) (X1)

NO. Pernyataan STS TS N S SS


(1) (2) (3) (4) (5)
Pengenalan Diri
1. Saya mengetahui kadar emosi diri saya
2. Saya mengetahui betul kemampuan kerja
saya
3. Saya memiliki kepercayaan diri yang kuat
Pengaturan Diri
4. Saya cendrung dapat mengontrol emosi
ketika marah
5. Saya adalah tipe orang yang dapat
dipercaya
6. Saya bertanggungjawab atas pekerjaan
saya
7. Saya dapat beradaptasi dengan lingkungan
baru
8. Saya terbuka akan adanya informasi-
informasi baru
Motivasi Diri
9. Saya sering memotivasi diri untuk menjadi
lebih baik
10. Saya memiliki komitmen pada perusahaan
11. Saya cendrung memanfaatkan kesempatan
yang ada
12. Saya tidak langsung menyerah ketika
gagal
Empati
13. Saya cendrung mampu memahami
perasaan orang lain
14. Pelayanan terhadap pelanggan merupakan
prioritas
15. Saya suka membantu orang lain untuk
dapat lebih baik
16. Saya dapat mengambil manfaat dari
pergaulan dengan bermacam-macam
orang
17. Saya dapat melihat garis-garis wewenang
di lingkungan kantor
Keterampilan Sosial
18. Saya dapat mempengaruhi orang lain
19. Saya dapat berkomunikasi dengan baik
kepada orang lain
20. Saya memiliki jiwa kepemimpinan
21. Saya dapat menginspirasi orang lain untuk
membuat perubahan
22. Saya dapat menjadi penengah ketika
terjadi perselisihan
23. Saya memiliki teman yang dapat dijadikan
koneksi

140
24. Saya dapat bekerja sama dengan orang
lain
25. Saya dapat membangun sinergi dalam
kelompok

Pertanyaan yang berhubungan dengan Kecerdasan Spiritual (SQ) (X2)

NO. Pernyataan STS TS N S SS


(1) (2) (3) (4) (5)
Kejujuran
1. Kejujuran merupakan prinsip hidup saya
2. Saya tidak suka melakukan kecurangan
3. Saya bekerja dengan benar
Keterbukaan
4. Jika ada kesulitan pada pekerjaan saya
mendiskusikan dengan rekan yang saya
anggap mampu
5. Saya dapat menerima kritikan dari orang
lain
6. Saya dapat memberikan saran untuk
perusahaan
Pengetahuan Diri
7. Saya paham akan tugas saya
8. Saya dapat berinovasi untuk
mengembangkan diri
Fokus pada Kontribusi
9. Saya bersungguh-sungguh dalam bekerja
10. Saya cendrung focus dalam menyelesaikan
tugas
Spiritual Non Dogmatis
11. Saya dapat secara spontan beradaptasi
dengan suasana baru
12. Saya memiliki kesadaran diri yang tinggi
13. Masalah merupakan tantangan yadapat
membuuat saya berkembang
14. Saya memiliki visi dengan nilai-nilai yang
saya pegang

Pertanyaan yang berhubungan dengan Kinerja Karyawan (Y)

NO. Pernyataan STS TS N S SS


(1) (2) (3) (4) (5)
Kualitas
1. Saya bekerja mengikuti standar
perusahaan
2. Saya cendrung teliti dalam melaksanakan
tugas
3. Saya disiplin dalam bekerja

141
Kuantitas
4. Saya memiliki target dalam bekerja
5. Saya berusaha mencapai target
6. Saya menyelesaikan pekerjaan dengan
efisien
Ketepatan Waktu
7. Saya tepat waktu dalam menyelesaikan
pekerjaan saya
8. Saya cendrung tidak menunda-nunda
waktu dalam bekerja
9. Saya dapat menyelesaikan beberapa
pekerjaan dalam sehari
Efektivitas
10. Saya mengerjakan pekerjaan dengan
maksimal agar memperoleh hasil terbaik
11. Saya cenderung hadir tepat waktu
12. Saya suka berinovasi dalam melakukan
pekerjaan
Kemandirian
13. Saya menyukai tantangan
14. Saya sering mengandalkan diri sendiri
dalam bertindak
15. Saya berusaha menjadi pekerja yang dapat
diandalkan
Komitmen
16. Saya bertanggungjawab atas tugas yang
dibebankan kepada saya
17. Saya memiliki loyalitas terhadap
perusahaan
18. Saya bekerja sepenuh hati dalam
menyelesaikan tugas

142
Lampiran 2: Data Mentah Jawaban Kuesioner
Tabulasi Jawaban Kuesioner Variabel Kecerdasan Emosional (EQ) (X1)

No. EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ
Responden EQ 1 EQ 2 EQ 3 EQ 4 EQ 5 EQ 6 EQ 7 EQ 8 EQ 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Responden 1 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5
Responden 2 4 4 3 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 3 5 5 3 4 4 4 5 5 5 4 4 5 4 5 4 4 5
Responden 4 5 5 4 4 5 5 4 5 5 4 4 5 4 5 5 4 5
Responden 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 6 5 5 3 5 4 4 3 4 5 4 4 4 5 3 5 3 5
Responden 7 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 8 5 5 5 4 5 5 4 4 5 4 5 4 4 5 5 4 5
Responden 9 5 5 4 5 4 4 5 5 5 4 5 4 5 4 5 4 5
Responden 10 3 3 5 3 4 4 4 5 4 3 5 4 4 4 4 4 5
Responden 11 5 5 4 4 5 4 3 4 4 4 4 3 4 5 5 3 5
Responden 12 3 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4
Responden 13 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4
Responden 14 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4
Responden 15 4 4 3 3 4 5 4 4 4 4 3 4 3 4 4 3 5
Responden 16 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4
Responden 17 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
Responden 18 5 5 5 4 5 4 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5
Responden 19 5 5 5 4 4 5 4 5 5 4 5 4 4 5 5 4 5

143
No. EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ
Responden 18 19 20 21 22 23 24 25 Total EQ
Responden 1 5 5 5 5 5 5 5 5 123
Responden 2 4 4 4 3 4 4 4 4 102
Responden 3 4 4 4 3 4 4 4 4 106
Responden 4 4 5 4 4 5 4 4 4 111
Responden 5 4 4 4 4 4 4 4 4 101
Responden 6 3 4 3 3 4 4 4 4 99
Responden 7 4 5 4 3 4 4 4 3 105
Responden 8 4 5 5 4 4 5 5 4 114
Responden 9 4 5 4 4 5 5 5 4 113
Responden 10 3 4 4 3 4 4 4 3 98
Responden 11 4 5 3 3 4 4 4 4 102
Responden 12 3 4 3 3 4 4 4 3 87
Responden 13 4 4 4 3 4 4 4 3 94
Responden 14 4 4 4 4 4 4 4 4 96
Responden 15 3 4 4 3 4 4 4 4 95
Responden 16 4 5 4 4 4 4 4 4 104
Responden 17 5 5 5 5 5 5 5 5 125
Responden 18 5 5 4 4 5 5 5 4 117
Responden 19 4 5 4 4 4 4 4 4 110

144
No. EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ
Responden EQ 1 EQ 2 EQ 3 EQ 4 EQ 5 EQ 6 EQ 7 EQ 8 EQ 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Responden 20 4 5 5 4 4 5 4 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5
Responden 21 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 22 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 23 5 4 5 5 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 5 4 5
Responden 24 5 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 25 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 3 5
Responden 26 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 27 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 28 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 29 4 4 4 4 4 4 5 5 4 3 4 4 4 4 4 5 5
Responden 30 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 31 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 32 3 4 4 3 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4
Responden 33 4 4 3 3 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 34 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 35 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Responden 36 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 4 4 5 4 4 5
Responden 37 4 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5
Responden 38 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 39 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 40 4 5 4 4 4 5 5 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5
Responden 41 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

145
No. EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ
Responden 18 19 20 21 22 23 24 25 Total EQ
Responden 20 4 4 4 4 4 4 4 4 110
Responden 21 4 4 4 4 4 4 4 4 103
Responden 22 4 4 4 4 4 4 4 4 102
Responden 23 4 5 5 4 4 4 4 4 111
Responden 24 4 4 4 4 5 4 4 4 106
Responden 25 4 4 4 4 4 4 4 3 100
Responden 26 4 4 4 4 4 4 4 4 104
Responden 27 4 4 4 3 4 4 4 4 99
Responden 28 4 4 4 4 4 4 4 4 100
Responden 29 4 5 4 4 4 5 4 4 105
Responden 30 4 4 4 4 4 4 4 4 99
Responden 31 4 4 4 3 4 4 4 4 100
Responden 32 4 4 4 3 4 4 4 3 96
Responden 33 4 4 4 3 4 4 4 4 98
Responden 34 4 4 4 4 4 4 4 4 98
Responden 35 3 3 3 3 3 3 3 2 72
Responden 36 4 5 4 4 4 4 4 4 108
Responden 37 5 5 5 5 5 5 5 4 119
Responden 38 4 4 4 4 4 4 4 4 102
Responden 39 4 4 3 3 4 4 4 3 95
Responden 40 4 5 4 4 5 4 4 4 110
Responden 41 4 4 4 4 4 4 4 4 100

146
No. EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ
Responden EQ 1 EQ 2 EQ 3 EQ 4 EQ 5 EQ 6 EQ 7 EQ 8 EQ 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Responden 42 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 43 4 4 3 3 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 44 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 3 5
Responden 45 4 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 5
Responden 46 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5
Responden 47 5 5 5 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5
Responden 48 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 49 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 5 4 5
Responden 50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 51 4 5 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 52 4 5 5 3 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 5 4 5
Responden 53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 54 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 5
Responden 55 5 5 5 4 5 5 5 5 4 5 4 4 5 5 5 4 5
Responden 56 4 5 4 3 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 5 4 4
Responden 57 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5
Responden 58 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 5 4 5
Responden 59 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
Responden 60 3 5 5 2 4 4 5 5 4 3 4 4 4 5 4 4 5
Responden 61 5 5 4 4 5 4 3 4 4 4 4 3 4 5 5 3 5
Responden 62 4 4 4 3 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 3 5
Responden 63 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

147
No. EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ EQ
Responden 18 19 20 21 22 23 24 25 Total EQ
Responden 42 4 4 4 4 4 4 4 4 102
Responden 43 4 4 3 3 4 4 4 3 98
Responden 44 4 4 4 4 4 3 4 4 103
Responden 45 4 4 5 4 4 4 4 4 106
Responden 46 4 4 4 4 4 4 4 4 102
Responden 47 5 5 5 4 5 5 5 5 122
Responden 48 4 4 4 4 4 4 4 4 98
Responden 49 4 5 4 4 4 4 4 4 106
Responden 50 4 4 4 4 4 4 4 4 100
Responden 51 4 3 3 3 4 4 4 4 98
Responden 52 4 5 4 4 4 4 4 4 107
Responden 53 4 4 4 4 4 4 4 4 100
Responden 54 4 4 4 4 4 4 4 4 103
Responden 55 4 4 4 4 5 5 5 4 115
Responden 56 4 5 4 4 4 4 4 4 104
Responden 57 4 4 4 3 4 4 4 4 99
Responden 58 4 4 4 4 4 4 4 4 105
Responden59 4 4 4 4 4 4 4 4 100
Responden 60 4 4 4 3 4 4 4 4 101
Responden 61 4 5 4 3 4 5 5 4 105
Responden 62 3 4 4 3 4 4 4 3 98
Responden 63 4 4 4 3 4 4 4 3 97

148
Tabulasi Jawaban Kuesioner Variabel Kecerdasan Spiritual (SQ) (X2)

No. SQ SQ SQ SQ SQ
Responden SQ 1 SQ 2 SQ 3 SQ 4 SQ 5 SQ 6 SQ 7 SQ 8 SQ 9 10 11 12 13 14 Total SQ
Responden 1 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 70
Responden 2 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 3 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 59
Responden 4 5 5 5 5 4 5 5 4 5 4 4 5 4 5 65
Responden 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 6 5 5 5 4 4 4 5 3 5 5 3 5 4 4 61
Responden 7 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 61
Responden 8 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 5 5 5 65
Responden 9 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 5 5 5 5 66
Responden 10 4 4 4 4 3 3 5 3 4 3 4 4 3 3 51
Responden 11 4 5 4 5 4 4 4 5 4 5 3 4 5 4 60
Responden 12 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 49
Responden 13 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 52
Responden 14 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 53
Responden 15 4 4 4 4 4 4 5 3 5 4 3 3 4 4 55
Responden 16 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 5 63
Responden 17 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 70
Responden 18 5 5 4 5 4 4 5 4 5 5 4 4 5 5 64
Responden 19 4 4 5 4 5 4 5 4 5 5 4 5 4 4 62

149
No. SQ SQ SQ SQ SQ
Responden SQ 1 SQ 2 SQ 3 SQ 4 SQ 5 SQ 6 SQ 7 SQ 8 SQ 9 10 11 12 13 14 Total SQ
Responden 20 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 5 65
Responden 21 4 4 4 4 5 4 5 4 4 4 4 5 4 4 59
Responden 22 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 23 5 5 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 4 4 65
Responden 24 5 5 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 62
Responden 25 5 5 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 60
Responden 26 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 27 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 52
Responden 28 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 29 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 59
Responden 30 5 5 5 4 3 4 5 4 4 5 4 4 5 4 61
Responden 31 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 59
Responden 32 5 5 5 5 3 3 5 4 4 5 4 3 4 4 59
Responden 33 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 58
Responden 34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 55
Responden 35 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 44
Responden 36 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 62
Responden 37 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 67
Responden 38 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 39 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 54
Responden 40 5 5 5 5 5 5 5 4 5 4 5 4 4 5 66

150
No. SQ SQ SQ SQ SQ
Responden SQ 1 SQ 2 SQ 3 SQ 4 SQ 5 SQ 6 SQ 7 SQ 8 SQ 9 10 11 12 13 14 Total SQ
Responden 41 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 42 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 58
Responden 43 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 3 51
Responden 44 4 4 5 5 4 4 5 5 5 5 4 4 5 5 64
Responden 45 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 4 4 5 5 64
Responden 46 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 58
Responden 47 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 68
Responden 48 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 54
Responden 49 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 68
Responden 50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 51 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 53
Responden 52 4 4 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 60
Responden 53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 54 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 57
Responden 55 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 70
Responden 56 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 63
Responden 57 4 4 4 5 4 4 5 4 4 5 4 3 4 3 57
Responden 58 5 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 59
Responden 59 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 56
Responden 60 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 3 3 4 4 56
Responden 61 5 5 5 5 4 5 4 5 4 5 4 4 5 4 64

151
No. SQ SQ SQ SQ SQ
Responden SQ 1 SQ 2 SQ 3 SQ 4 SQ 5 SQ 6 SQ 7 SQ 8 SQ 9 10 11 12 13 14 Total SQ
Responden 62 4 4 4 5 4 3 4 4 4 5 3 3 4 3 54
Responden 63 5 5 5 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 58

152
Tabulasi Jawaban Kuesioner Variabel Kinerja Karyawan (KK) (Y)
No. KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK Total
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 KK
Responden 1 5 5 5 5 5 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 87
Responden 2 5 4 4 4 4 5 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 76
Responden 3 5 4 4 4 5 5 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 72
Responden 4 5 4 4 4 5 4 3 4 3 5 4 4 4 5 5 4 4 4 75
Responden 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 6 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 4 5 78
Responden 7 4 4 4 5 5 4 4 3 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 76
Responden 8 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 4 4 76
Responden 9 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 5 4 4 3 4 4 4 4 76
Responden 10 4 4 3 4 5 3 3 3 4 4 4 4 4 5 5 4 3 3 69
Responden 11 5 5 4 5 5 5 4 3 4 5 4 5 4 4 5 4 4 4 79
Responden 12 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 64
Responden 13 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 62
Responden 14 4 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 67
Responden 15 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 76
Responden 16 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 77
Responden 17 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 90
Responden 18 5 5 4 4 5 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 4 5 5 81
Responden 19 5 5 4 5 5 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 5 83

153
No. KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK Total
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 KK
Responden 20 5 5 4 5 5 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 4 4 81
Responden 21 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 74
Responden 22 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 76
Responden 23 5 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 82
Responden 24 5 4 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 3 5 4 4 4 76
Responden 25 4 4 4 4 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 75
Responden 26 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 71
Responden 27 4 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 69
Responden 28 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 4 70
Responden 29 5 4 4 4 5 5 4 4 5 4 4 4 4 2 4 4 4 4 74
Responden 30 5 5 4 4 5 5 5 5 5 5 5 4 5 3 5 4 4 4 82
Responden 31 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 3 4 3 70
Responden 32 5 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 3 5 4 3 3 76
Responden 33 5 4 3 5 5 4 3 3 4 4 5 4 4 3 4 4 4 3 71
Responden 34 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 71
Responden 35 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 53
Responden 36 5 4 3 5 5 4 3 3 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 75
Responden 37 5 5 4 5 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 5 4 5 5 82
Responden 38 5 4 4 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 73
Responden 39 4 3 4 4 5 4 4 3 4 5 5 4 3 3 4 4 4 4 71
Responden 40 5 4 4 5 5 4 4 4 5 5 4 4 4 4 5 5 4 4 79

154
No. KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK Total
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 KK
Responden 41 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 42 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 3 4 4 4 4 74
Responden 43 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 75
Responden 44 5 5 4 4 5 4 4 4 4 5 5 4 4 4 5 5 5 5 81
Responden 45 5 5 4 5 5 4 4 4 5 5 5 4 4 5 5 5 4 5 83
Responden 46 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 75
Responden 47 5 5 5 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 87
Responden 48 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 69
Responden 49 5 5 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 81
Responden 50 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 51 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 67
Responden 52 5 4 4 4 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 4 4 4 75
Responden 53 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 54 5 4 4 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 4 76
Responden 55 5 5 4 5 5 5 4 4 5 5 5 5 5 4 5 5 5 5 86
Responden 56 5 4 4 5 5 4 4 3 4 5 4 5 5 4 4 4 4 4 77
Responden 57 4 4 3 4 5 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 68
Responden 58 5 4 4 4 5 4 4 4 5 4 5 4 4 2 5 4 4 4 75
Responden 59 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 72
Responden 60 4 3 3 4 5 4 4 3 4 4 5 4 4 5 5 4 4 3 72
Responden 61 5 5 4 5 5 5 4 5 4 5 5 5 4 5 5 4 4 4 83

155
No. KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK KK Total
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 KK
Responden 62 4 4 4 4 5 5 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 71
Responden 63 5 4 3 5 5 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 68

156
Lampiran 3: Hasil Uji Statistik Deskriptif

Case Processing Summary


N %

Cases Valid 63 100.0


a
Excluded 0 .0
Total 63 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in


the procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

.930 3

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Sum Mean Std. Deviation


Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic

Total_EQ 63 72 125 6508 103.30 1.050 8.331


Total_SQ 63 45 70 3734 59.27 .677 5.377
Total_KK 63 53 90 4718 74.89 .797 6.327
Valid N
63
(listwise)

157
Lampiran 4: Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Emosional (EQ) (X1)

Item-Total Statistics
Corrected Item- Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
EQ1 99.19 62.899 .617 .943
EQ2 98.95 63.465 .616 .943
EQ3 99.22 63.143 .586 .944
EQ4 99.59 63.182 .579 .944
EQ5 99.17 64.179 .749 .942
EQ6 99.13 64.338 .535 .944
EQ7 99.17 63.759 .643 .943
EQ8 98.87 64.790 .508 .945
EQ9 98.90 63.539 .629 .943
EQ10 99.32 63.898 .670 .943
EQ11 99.19 64.705 .695 .943
EQ12 99.16 65.587 .472 .945
EQ13 99.25 65.805 .564 .944
EQ14 99.08 63.139 .680 .942
EQ15 98.86 63.737 .634 .943
EQ16 99.37 64.655 .555 .944
EQ17 98.60 64.792 .547 .944
EQ18 99.32 64.414 .713 .942
EQ19 99.02 63.500 .678 .942
EQ20 99.32 64.414 .651 .943
EQ21 99.60 63.727 .603 .943
EQ22 99.16 64.426 .759 .942
EQ23 99.17 64.534 .695 .942
EQ24 99.17 64.566 .768 .942
EQ25 99.44 63.606 .691 .942

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Emosional (EQ) (X1)

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

.945 25

158
Hasil Uji Validitas Variabel Kecerdasan Spiritual (SQ) (X2)

Item-Total Statistics
Corrected Item- Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
SQ1 54.84 25.168 .698 .914
SQ2 54.79 25.328 .657 .915
SQ3 54.81 25.092 .708 .913
SQ4 54.94 25.577 .599 .917
SQ5 55.21 24.876 .660 .915
SQ6 55.24 24.733 .727 .913
SQ7 54.65 25.618 .572 .918
SQ8 55.25 24.870 .638 .916
SQ9 55.06 25.641 .624 .916
SQ10 54.98 25.371 .582 .917
SQ11 55.24 26.055 .467 .921
SQ12 55.29 24.659 .610 .917
SQ13 55.06 24.835 .698 .913
SQ14 55.14 23.286 .815 .909

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kecerdasan Spiritual (SQ) (X2)

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

.921 14

159
Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Karyawan (KK) (Y)

Item-Total Statistics
Corrected Item- Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance Total Alpha if Item
Item Deleted if Item Deleted Correlation Deleted
KK1 70.27 35.491 .688 .917
KK2 70.68 34.833 .765 .915
KK3 71.02 36.145 .669 .918
KK4 70.63 36.139 .597 .919
KK5 70.14 36.512 .576 .920
KK6 70.75 35.676 .567 .920
KK7 71.05 35.788 .606 .919
KK8 71.10 36.249 .533 .921
KKK9 70.67 36.613 .537 .921
KK10 70.56 35.638 .683 .917
KK11 70.51 36.318 .548 .920
KK12 70.81 36.189 .672 .918
KK13 70.79 36.812 .584 .920
KK14 71.16 35.684 .411 .927
KK15 70.48 35.641 .653 .918
KK16 70.73 35.587 .639 .918
KK17 70.84 36.168 .668 .918
KK18 70.94 34.222 .731 .916

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kinerja Karyawan (Y)

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

.923 18

160
Lampiran 5: Hasil Uji Asumsi Klasik

Hasil Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 63
Normal Parametersa,b Mean .0000000
Std. Deviation 2.94798379
Most Extreme Differences Absolute .106
Positive .106
Negative -.064
Test Statistic .106
Asymp. Sig. (2-tailed) .077c

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.

161
Hasil Uji Heteroskredastisitas

Uji Heteroskredastisitas dengan Uji Glejser

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 4.529 3.076 1.472 .146


EQ -.095 .062 -.406 -1.541 .129
SQ .126 .096 .348 1.321 .192

a. Dependent Variable: RES2

Hasil Uji Multikolinearitas

a
Coefficients

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 4.529 3.076 1.472 .146


EQ -.095 .062 -.406 -1.541 .129 .231 4.322
SQ .126 .096 .348 1.321 .192 .231 4.322

a. Dependent Variable: RES2

162
Lampiran 6: Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Hasil Uji Koefisien Determinasi

b
Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .885 .783 .776 2.997

a. Predictors: (Constant), SQ, EQ


b. Dependent Variable: KK

Hasil Uji Statistik t

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 8.989 4.736 1.898 .062


EQ .216 .095 .285 2.277 .026
SQ .735 .147 .625 4.994 .000

a. Dependent Variable: KK

Hasil Uji Statistik F

a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 1943.404 2 971.702 108.204 .000b


Residual 538.818 60 8.980
Total 2482.222 62

a. Dependent Variable: KK
b. Predictors: (Constant), SQ, EQ

163

Você também pode gostar