Você está na página 1de 6

RANGKUMAN MATA KULIAH

AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN 1


BAB XI TEORI KONSOLIDASI, AKUNTANSI PUSH-DOWN,
DAN JOINT VENTURE

Disusun oleh :
Inez Novindriastuti
F1318034 – Kelas A
S1 Akuntansi Transfer

UNIVERSITAS SEBELAS MARET


SURAKARTA
2018
BAB XI
TEORI KONSOLIDASI, AKUNTANSI PUSH-DOWN, DAN JOINT VENTURE

Teori induk entitas didasarkan pada asumsi bahwa laporan keuangan konsolidasian
adalah perluasan dari laporan induk entitas dan harus dibuat dari sudut pandang pemegang
saham induk entitas. Dalam teori induk entitas, laporan keuangan konsolidasian dibuat
untuk kepentingan pemegang saham entitas induk, dan pemegang saham hak non
pengendalian tidak diharapkan mengambil manfaat untuk dari laporan tersebut. Laba bersih
konsolidasian dalam teori induk entitas merupakan ukuran laba bagi pemegang saham
induk entitas.
Teori entitas menggambarkan pandangan lain dari konsolidasi. Teori ini
dikemukakan oleh Prof. Maurice Moonitz dan dipublikasikan oleh Asosiasi Akuntansi di
Amerika (American Accounting Association) pada tahun 1944 dengan judul “ The Entity
Theory of Consolidated Statements”. Hal utama dari teori entitas adalah bahwa laporan
konsolidasian mencerminkan sudut pandang keseluruhan entitas usaha, yang menilai secara
konsisten sumber daya yang dikendalikan entitas.

I. PERBANDINGAN TEORI KONSOLIDASI


Perbedaan mendasar antara teori induk entitas, teori entitas dan teori
kontemporer, yaitu teori induk perusahaan mengambil sudut pandang pemegang saham
induk entitas dan teori entitas memfokuskan pada keseluruhan entitas konsolidasi.
Sebaliknya, teori kontemporer memandang pemegang saham dan kreditor induk entitas
sebagai pemakai utama laporan keuangan konsolidasi, namun mengasumsikan tujuan
pelaporan posisi keuangan dan hasil operasi adalah bagi entitas usaha tunggal.
a. Pelaporan Laba
Laba bersih konsolidasian adalah ukuran laba bagi pemegang saham induk
entitas dalam teori induk perusahaan dan teori entitas. Teori entitas memerlukan
perhitungan laba bagi seluruh pemegang saham, yang disebut sebagai “teori laba
bersih konsolidasian”. Total laba bersih konsolidasian kemudian dialokasikan
kepada pemegang saham hak non pengendalian dan mayoritas, dengan
pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan. Laba bersih konsolidasi
dalam praktik yang ada menggambarkan teori induk entitas. Tetapi praktik
akuntansi yang lebih disukai, yaitu teori kontemporer, menunjukan pendapatan hak
non pengendalian sebagai pengurang dalam menentukan laba bersih konsolidasian,
dan melaporkan ekuitas pemegang saham kosolidasi.
b. Penilaian Aset
Dalam Teori induk entitas, asset anak entitas dikonsolidasikan pada nilai
bukunya, ditambah dengan bagian induk entitas dari kelebihan nilai wajar asset atas
nilai bukunya. Dengan kata lain, aset anak entitas dinilai kembali hanya sebatas
pengambilan asset bersih (termasuk goodwill) oleh induk entitas. Kepemilikan hak
non pengendalian dalam asset bersih anak entitas dikonsolidasikan pada nilai
bukunya.
Dalam teori entitas, asset dan liabilitas anak entitas dikonsolidasikan pada
nilai wajarnya dan kepemilikan hak non pengendalian dan mayoritas atas asset
bersih itu diperlakukan secara konsisten. Tetapi perlakuan yang konsisten ini
diperoleh melalui praktik yang masih dipertanyakan dalam penilaian anak entitas
dengan dasar harga yang dibayar induk entitas untuk memperoleh kepemilikan
mayoritas.
Masalah lain sehubungan dengan penilaian anak entitas dalam teori entitas
muncul setelah induk entitas mendapatkan kepemilikannya ketika induk entitas
secara penuh mengontrol anak entitas, saham yang dimiliki oleh pemegang saham
hak non pengendalian tidak lagi mencerminkan kepemilikan ekuitas dalam
pengertian umum.
c. Keuntungan dan Kerugian yang Belum Direalisasi
Dalam teori induk entitas, keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi
dari penjualan arus-atas dieliminasi sejumlah presentase kepemilikan entitas induk
dalam anak entitas. Bagian dari keuntungan dan kerugian yang tidak dieliminasi
berkaitan dengan kepemilikan hak non pengendalian, dan sudut pandang induk
entitas, direalisasi oleh pemegang saham hak non pengendalian.
Seluruh keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi dieliminasi dalam
menentukan laba bersih konsolidasian menurut teori entitas. Dalam hal penjualan
arus-ke atas, jumlah yang dieliminasi dialokasikan antara laba untuk pemegang
saham hak non pengendalian dan pemegang saham mayoritas berdasarkan
presentase kepemilikan mereka.
Pengeliminasian keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi dalam teori
kontemporer mengikuti pola dan konsistensi teori entitas.
d. Keuntungan dan Kerugian Konstruktif
Pola akuntansi untuk keuntungan dan kerugian konstruktif dari akuisisi hutang
antar entitas menurut ketiga teori tersebut sama dengan pola akuntansi untuk
keuntungan dan kerugian yang belum direalisasi. Keuntungan dan kerugian dari
penarikan konstruktif hutang dalam teori kontemporer diperlakukan sama dengan
teori entitas.
e. Konsep Kesatuan Ekonomi – Pembelian Goodwill
Dengan metode ini, proses konsolidasi untuk asset dan liabilitas yang dapat
diidentifikasi dinilai secara konsisten pada nilai wajar pada saat penggabungan
usaha dilakukan. Pendukung pendekatan ini mengakui bahwa induk entitas akan
mau membayar sejumlah premi untuk memperoleh kendali atas entitas lain, dan
premi tersebut tidak berhubungan dengan nilai wajar anak entitas.
Oleh sebab itu tidak ada perhitungan nilai tersembunyi goodwill yang harus
dilakukan, dan hanya goodwill yang benar-benar dibayar yang dilaporkan pada
laporan konsolidasian. Jika standar FASB berdasarkan teori entitas atau konsep
kesatuan ekonomi–akan diterbitkan metode pembelian goodwill, yang akan menjadi
bagian dari teori kontemporer. Teori kontemporer akan terus berevolusi bersama
dengan perubahan standar akuntansi.

II. AKUNTANSI PUSH-DOWN


Ketika akuntansi push down tidak digunakan dalam akuisisi, alokasi harga
pembelian pada aset bersih berwujud dan goodwill diselesaikan dalam kertas kerja
konsolidasi. Laporan keuangan konsolidasian menggambarkan alokasi pembelian.
Apabila anak entitas mencatat alokasi dalam laoran keuangannya dengan akuntasi
push-down, maka dengan demikian proses konsolidasi telah disederhanakan.

III. JOINT VENTURE


Joint venture adalah bentuk persekutuan yang dimulai oleh ekspedisi
perdagangan maritim Yunani dan romawi. Tujuannya adalah menggabungkan
partisipasi manajemen dengan pemilik modal untuk suatu proyek perdagangan spesifik
dan terbatas.
Tipe umum joint venture temporer adalah bentuk sindikat yang terdiri dari bankir
investasi untuk membeli sekuritas dari perusahaan yang mengeluarkannya dan
kemudian memasukkannya kepada masyarakat umum. Joint venture memungkinkan
beberapa pesertannya berbagi resiko dan hasil atas tindakan yang jika dilakukan oleh
seseorang peserta sangat beresiko.
a. Pengertian Joint Venture
Joint venture adalah sebuah entitas usaha yang dimiliki, dioperasikan, dan
dikendalikan secara bersama-sama oleh sekelompok kecil investor (venturer), untuk
menjalankan suatu bidang usaha tertentu yang saling menguntungkan tiap venturer.
b. Struktur Organisasi Joint Venture
 Entitas Patungan usaha : entitas yang dimiliki dan dioperasikan oleh sekelompok
kecil venturer untuk mencapai hasil yang sangat menguntungkan.
 Persekutuan Umum : asosiasi dimana tiap sekutu memiliki tanggung jawab tidak
terbatas.
 Persekutuan Terbatas : asosiasi dimana terdapat satu sekutu atau lebih memiliki
tanggung jawab tidak terbatas dan satu sekutu atau lebih memiliki tanggung
jawab terbatas.
 Kepentingan yang tidak terbagi : pengaturan kepemilikan dimana terdapat dua
pihak atau lebih secara bersama-sama memiliki kekayaan dan hak miliknya
masih ada pada masing-masing individu sampai sebatas kepentingan masing-
masing pihak.
c. Akuntansi untuk Entitas Joint Venture
Pendekatan untuk menentukan pengaruh signifikan pada joint venture entitas
cukup berbeda dengan investasi pada saham biasa karena tiap venturer biasanya
harus memberikan persetujuan pada setiap keputusan yang signifikan, sehingga
memberikan kemampuan untuk menerapkan pengaruh yang signifikan tanpa
mempertimbangkan kepemilikan kepentingan.
Investasi pada saham biasa entitas patungan usaha yang melebihi 50% dari
saham beredar joint venture adalah investasi anak entitas (subsidiary investments),
dimana diterapkan akuntansi dan pelaporan induk-anak. Entitas patungan usaha
yang 50% dimiliki oleh salah satu pihak tidak dianggap sebagai joint venture,
meskipun tetap dilaporkan sebagai joint venture pada laporan keuangan.

Você também pode gostar