Você está na página 1de 11

Analisa persamaan kode etik Internasional dan kode etik nasional

1. hubungan dengan perempuan sebagai klien


·
Bagian 1 poin a. “Bidan menghormati hak pilih perempuan berdasarkan informasi
dan meningkatkan penerimaan tanggung jawab perempuan atas hasil dari
pilihannya.”

Ada persamaan pada kode etik nasional bagian 1 poin d “setiap bidan dalam
menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan
menghormati nilai-nilai yang yang berlaku di masyarakat”.

Pada dasarnya hak asasi perempuan adalah hak asasi manusia. Esensi dari hak
asasi manusia adalah menghormati orang lain siapapun dia tanpa membedakan ras
kulit, kelas, suku, agama dam jenis kelamin. Hak asasi manusia juga di pahami
sebagai menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan di manapun ia
berada, dan siapapun dia. Hak asasi manusia karenanya tidak bertentangna dengan
moral agama.

· Bagian 1 poin d Kode etik internasional:


“bidan bidan dalam profesinya mendukung dan saling membantu dengan yang lain,
secara aktif menjaga diri dan martabat mereka sendiri”

Berhubungan dengan kode etik nasional bagian 3 poin b


”setiap bidan dalam melaksanankan tugasnya harus saling menghormati baik
terhadap sejawatnya maupun dengan tenaga kesehatan lainnya.”
Manusia merupakan makhluk social yang tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan
oranglain, bidan disini berusaha sebagai makhluk social yang baik menjaga
kesejawatan dengan saling membantu dan saling mnghormati satu sama lain
sehingga terciptanya dukungna profesi sejawat.

Berkaitan dengan aktif menjaga diri dan martabat mereka sendiri, bagian 1 poin b
“setiap bidan dalam menjalani profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat
kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan”. kita juga harus memelihara
citra bidan, dengan menjaga diri, menjaga tingkah laku kita agar kepercayaan
masyarakat terhadap bidan tidak luntur. Jelas sepakat para bidan luar negri dan
bidan di Indonesia perlunya menjadikan citra baik dan menjaga etika di masyarakat
agar kelak masyarakat semakin percaya terhadap bidan dan mau melaksanakan
program pemerintaha yang di usung oleh bidan.

· Bagian 1 Point e Kode etik internasional :


“bidan bekerjasama dengan profesi kesehatan lain, berkonsultasi dan melakukan
rujukan bila perempuan memerlukan asuhan diluar kompetensi bidan” .
Berkaitan dengan konsultasi ini sama dengan pernyataan kode etik nasional
bagian 2 poin b “setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai
kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk mengadakan
konsultasi dan atau rujukan”
dalam tugas bidan salah satunya terdapat tugas kolaborasi dimana setiap bidan di
perkenannkan untuk melakukan kolaborasi mendukung terciptanya asuhan yang
baik dan tepat. dalam praktiknya , kolaborasi dilakukan dengan mendiskusikan
diagnosis pasien serta bekerjasama dalam dalam penatalaksanaan dan pemberian
asuhan. Masing-masing tenaga kesehatan dapat saling berkonsultasi dengan tatap
muka langsung atau melalui pernyataan melalui tulisan dan tidak perlu hadir ketika
tindakan dilakukan.
Di Indonesia pola kolaborasi menggunakan komunikasi dua arah dan menempatkan
dokter sebagai posisi utama.(konkeb : hal 130)
Dan kaitannya dengan kerjasama bagian 3 poin a “setiap bidan harus menjalin
hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi”
Itulah mengapa pentingnya menjaga hubungan dengan sejawat agar dalam proses
kolaborasi berjalan lancer.
Hal ini juga termasuk komponen paradigma kebidanan yang mencakup perilaku
professional bidan : yaitu menggunakan konsultasi dan rujukan yang tepat selama
memberi asuhan kebidanan. Yang juga bagian dari pelayanan kebidan, layanan
rujukan yang dilakukan dengan menyerahkan tanggung jawab kepada ahli/tenaga
kesehatan professional lainnnya untuk mengatasi masalah kesehatan klien diluar
kewenangan bidan dalam rangka menjamin kesejahteraan ibu dan anaknya.
(konkeb hal : 30) dank arena hal ini juga termasuk hak dan kewajiban bidan yang
sudah di atur oleh IBI “ bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter
yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
“bidan wajib bekerjasama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal
balik dalam memberikan asuhan kebidanan (50th IBI : hal 84)
Mengenai rujukan berkaitan juga dengan kode etik internasional Bagian 1 poin f
“bidan mengenali adanya saling ketergantungan dalam memeberikan pelayanan”
hal ini memang tidak tercantum dalam kode etik nasional, tetapi masuk pada peran
dan fungsi bidan yaitu peran sebagai pelaksanan, bidan memiliki tiga kategori tugas
yaitu tugas mandiri, kolaborasi, dan tugas ketergantungan dimana tugas
ketergantungan disini adalah perihal rujukan , bahwa bidan memiliki ketergantungan
terhadap institusi atau pun tenaga kesehatan lain untuk memecahkan kasus
kegawat daruratan diluar kemampuan dan kewenangan bidan, atau sekedar
konsultasi atau kolaborasi untuk memecahkan masalah atau konflik yang ada. Juga
tercantum dalam hak dan kewajiban bidan bahwa bidan wajib bekerjasama dengan
profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal balik dalam memberikan asuhan
kebidanan.
sesuai dengan permenkes 1464/MENKES/PER/X/2010 pasal 18 ayat 1 bagian c
“merujuk kasus yang bukan kewenangannya atau tidak dapat ditangani dengan
tepat waktu”
· Bagian 1 poin g “Bidan berkewajiban atas diri mereka sebagai manusia bermoral ,
termasuk tugas untuk menghormati diri sendiri.”
Berkaitan dengan kode etik nasional
bagian 1 poin b “setiap bidan yang menjalankan profesi nya menjunjung tunggi
harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.”
Juga sama halnya dengan bagian 4 poin a “setiap bidan harus menjaga nama baik
dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi
dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat”
Bidan sepakat bahwa profesi mereka adalah profesi yang selalu berinteraksi dengan
masyarakat dan hidup di tengah masyarakat memimpin masyarakat menuju
pencapaian kesehatan ibu dan anak yang terintegrasi sehingga dalam
kesehariaanya bidan menjadi sorotan masyarakat dan citra seorang bidan adalah
hal yang penting agar masyarakat terutama ibu bersedia menerima asuhan-asuhan
yang akan di berikan bidan guna tercapaianya visi bidan. Bidan juga harus menjaga
perilaku dan etikanya dimasyarakat sebagai bentuk terealisasinya kode etik bidan.
Kode etik internasional bagian 2 (Praktek kebidanan)
· Bagian 2 poin e “bidan secara aktif mengembangkan intelektual dan profesi
sepanjang karir kebidanan, memadukan pengembangan ini kedalam praktek
mereka.”
Sama halnya dengan kode etik nasional bagian 4 poin b “setiap bidan harus
senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai
dengan perkembangna ilmu pengetahuan dan teknologi.”
Seiring berkembang pesatnya teknologi dan ilmu baru dalam bidang kesehatan dan
semakin terintegrasinya pelayanan di bidang kesehatan yang merupakan aspek
penting dalam suatu Negara para bidan luar dan dalam negri sadar bahwa bidan
harus senantiasa mengembangkan pengetahuannya agar menciptakan pelayanan
yang bermutu dan aman yang nanti akan di praktikan oleh masyarakat. Tercermin
dalam persyaratan registrasi SIKB bahwa setiap Setahun sekali bidan harus
mengumpulkan SKP dan melakukan pelatihan-pelatihan dengan target skp tertentu
agar ilmu kebidan atau asuhan yang dimiliki adalah asuhan terbaru.
Karena bidan merupakan jabatan professional maka pekerja professional harus
dituntut kecakapan atau keahliannya bukan hanya sekedar hasil dari pembiasaan
rutin tetapi perlu didasari oleh wawasan keilmuan yang mantap. Jabatan
professional menuntut pendidikan, wawasan social yang luas, sepajang karier
mereka.
Sesuai dengna UU kesehatan no 36 th 2009 tentang tenaga kesehatan.
Pasal 27 ayat 2 .
“tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan
dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Kode etik internasional bagian 3 (kewajiban profesi bidan)
· Bagian 3 point a
“Bidan menjamin kerahasiaan informasi klien dan bertindak bijaksana dalam
menyebarkan informasi tersebut.”
Sama halnya dengan kode etik nasional bagian 2 poin c
“setiap bidan harus menjaga kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau
dipercayakan kepadanya, kecuali bila dimininta oleh pengadilan atau diperlukan
sehubungan kepentingan klien”
Hal ini sudah jelas terdapat persamaan bahwa setiap bidan baik di Indonesia atau di
internasional sepakat bahwa rahasia klien merupakan hal yang sensitive dsn harus
dijaga kerahasiannya agar tidak terjadi ketidaknyamanan dan ketidakpercayaan
klien terhadap bidan, dan juga ada kebijaksanaan dan batasan dalam penyebaran
informasi tersebut dimana saat ada kasus pengadilan yang membutuhkan
penjelasan atas kerahasiaan tersebut bidan juga harus memberikan keterangan
agar kasus menjadi jelas hal ini sesuai dengan permenkes
1464/MENKES/PER/X/2010 Pasal 18 ayat 1.e
“Menyimpan rahasia pasien sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.”
Ini merupakan bagian dari Hak-hak pasien yang harus di penuhi bidan bahwa pasien
berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita, termasuk data-
data medisnya.
· Bagian 3 point.5
“Bidan berpartisipasi dalam pengembangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan

yang mempromosikan kesehatan perempuan dan keluarga yang mengasuh anak.”

Sama halnya dengan Kode erik nasional bagian 6 poin b

“ setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi menyumbangkan pemikirannya

kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan

terutama pelayanan KIA-KB”

Dalam hal ini kode etik bidan internasional sama-sama berpartisipasi dalam

menentukan kebijakan - kebijakan kesehatan yang di atur oleh pemerintah, usaha

mempromosikan kesehatan kepada masyarakat. Upaya promotif dilakukan untuk

meningkatkan kesehatan individu,keluarga, kelompok dan masyarakat. Sehingga

upaya promotif merupakan upaya yang berorientasi “Health Program for human

development”. Untuk meningkatkan mutu pelayanan serta pemerataan pelayanan

kesehatan yang ada di masyarakat perlu dilakukan berbagai upaya, salah satunya

adalah dengan meletakkan dasar pelayanan kesehatan pada sektor pelayanan

dasar. Semua bentuk pelayanan kesehatan perlu didorong dan digerakkan untuk

menciptakan pelayanan yang prima. Untuk perlu dilakukan peningkatan manajemen

pelayanan kesehatan melalui pendayagunaan tenaga kesehatan profesional yang


mampu secara langsung mengatasi masalah yang khususnya berkaitan dengan

peningkatan pelayanan kebidanan.Upaya promotif dilakukan bidan untuk

meningkatkan kesehatan individu,keluarga, kelompok dan masyarakat. Juga

sebagai sarana bidan memberikan pendidikan kepada masyarakat melalui promosi

kesehatan, ini semua juga dilakukan oleh bidan nasional dan bidan internasional.

Kode etik internasional bagian 4 (peningkatan pengetahuan dan praktek

kebidanan)

Bagian 4 point b

“ bidan mengembangkan dan berbagai pengetahuan melalui beberapa proses ,

seperti peer review dan penelitian”

Terdapan persamaan dengan kode etik nasional bagian 4 poin c “ setiap bidan

senantiasa berperan serta, dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang

dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.”

Penelitian dan kegiatan sejenisnya termasuk peer review juga dilakukan oleh bidan

Indonesia untuk mengembangkan pengetahuannya sehingga dapat meningkatkan

mutu dan citra profesinya. Karena pada dasarnya penelitian memajukan ilmu

pengetahuan dalam kaitan untuk meningkatkan pelayanan dan untuk kemajuan

dalam bidan peneliti itu sendiri.

3.2 Analisa perbedaan kode etik Internasional dan kode etik nasional

Kode etik internasional bagian 1 (hubungan dengan perempuan sebagai klien)


· Poin 1. a. “Bidan menghormati hak pilih perempuan berdasarkan informasi dan

meningkatkan penerimaan tanggung jawab perempuan atas hasil dari pilihannya.”


Ada perbedaan pada kode etik nasional bagian 1 poin d “setiap bidan dalam

menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan

menghormati nilai-nilai yang yang berlaku di masyarakat”.

Disini kode etik bidan internasional menekankan pada perempuan sebagai

pemegang peran penting dalam focus pelayanan kebidanan sedangkan Indonesia

lebih mengglobal yaitu klien, disini juga kode etik nasional tidak membahas tentang

inform choice kepada klien hanya menghormati hak klien dan menghormati nilai

yang ada di masyarakat.

hal ini juga merupakan cakupan paradigma kebidanan dari perilaku professional
bidan yaitu menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan kaum
wanita /ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan
tentang semua aspek asuhan , meminta persetujuan secara tertulis supaya
bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri, dan melakukan advokasi terhadap
pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.(konkeb).
Berebeda dengan luar negri kode etik Indonesia tidak mengatur tentang perjuangan

hak-hak perempuan seluas-luasnya hanya berbatas pada asuhannya pada

perempuan dan keluarganya saja.

Dalam menghadapi dunia yang cepat berubah di era reformasi dan kesejagatan,

banyak tantangan yang dihadapi oleh petugas kesehatan, termasuk bidan.

Masyarakat makin terpelajar dan adanya kebebasan bergerak bagi warga dunia

yang dinamik. Salah satu bentuk tuntutan zaman modern ini adalah hak otonomi

pasien untuk turut serta dalam menentukan pilihan bentuk asuhan yang akan di

alaminya dan ikut bertanggung jawab atas hasil pilihannya. Tapi pada kenyataannya

Petugas kesehatan terkadang sukar dan sungkan membagikan informasi maupun

membuat keputusan bersama dengan klien ini memang bertangan dengan aspek

hukum dan untuk sikap profesionalisme yang wajib dan bersusah payah untuk
menjelaskan kepada klien semua kemungkinan pilihan tindakan dan hasil yang

diharapkan dari setiap pilihan.

Dinegara manapun termasuk Indonesia ada hambatan dalam memeberdayakan

wanita mengenai pelaksanaan informed choice ini, misalnya sangat kurang informasi

yang di peroleh ketika wanita mulai hamil dan ada prasangka bahwa wanita sendiri

enggan mengambil tanggung jawab atas keputusan yang nanti akan ia buat. (50 th

ibi : hal 94)

berkaitan dengan bagian 1 poin b “bidan bekerja dengan perempuan, mendukung

hak mereka untuk berpartisipasi aktif dalam memutuskan pelayanan bagi diri mereka

dan kesehatan perempuan serta keluarga di masyarakat”

hal ini juga merupakan cakupan paradigma kebidanan dari perilaku professional

bidan yaitu menggunakan model kemitraan dalam bekerja sama dengan kaum

wanita /ibu agar mereka dapat menentukan pilihan yang telah diinformasikan

tentang semua aspek asuhan , meminta persetujuan secara tertulis supaya

bertanggung jawab atas kesehatannya sendiri, dan melakukan advokasi terhadap

pilihan ibu dalam tatanan pelayanan.(konkeb).

Sayangnya di Indonesia lebih menekankan pada asuhan dan lebih luas cakupannya

yaitu klien(umum) dan tidak menitik beratkan kepada perempuan sebagai subyek

utama.

· Poin 1 bagian f “Bidan mengenali adanya saling ketergantungan dalam memberikan


pelayanan dan secara aktif memecahkan konflik yang ada”
Perihal ini memang tidak di cantumkan dalam kode etik nasional padahal ini juga
termasuk sebagai peran bidan sebagai tugas bidan ketergantungan dalam arti tugas
bidan untuk merujuk dan berkonsultasi untuk menyelesaikan keperluan intervensi
yang lebih lanjut. Akan tetapi dalam kode etik nasional tidak dicantumkan.
· Bagian 1 poin c “Bidan bekerja sama dengan perempuan, pemerintah dan lembaga
donor untuk menilai kebutuhan perempuan terhadap pelayanan kesehatan serta
menjamin pengalokasian sumber daya secara adil dengan mempertimbangkan
prioritas dan ketersediaan.”

Ada perbedaan dalam hal ini, alam kode etik bidan nasional bidan tidak bekerja
sama dengan lembaga donor untuk menilai kebutuhan perempuan, dalam hal ini
konteks yang dinilai adalah mengenai kebutuhan perempuan, sedangkan dalam
kode etik bidan nasional menilai kebutuhan tidak hanya kepada perempuan tetapi
juga kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat. Bahkan wewenang bidan praktik
dalam memberikan pelayanan terhadap wanita hanya meliputi pelayanan pada
masa pranikatermasuk remaja putri, pra hamil, kehamilan,persalinan ,nifas,
menyusui dan masa antara kehamilan. Bermitra (bekerjasama) dengan perempuan
memang salahsatu paradigm bidan untuk mentukan apa yang di pilih ibu. Akan
tetapi hal tersebut tidak tercantum dalam kode etik nasional. Tetapi pemerintah
dalam hal ini memang sudah mencananggkan apa-apa yang dibutuhkan oleh ibu
yang tercantum dalam permenkes sebagai kewajiban bidan dalam memberikan
asuhan karena setiap pelayanan bidan terdapat batasan yang sudah di atur dalam
peraturan mentri (NO.1464/MENES/PER/X/2010. Pasal 10 tentang pelayanan
kesehatan ibu dan pasal 12 tentang reproduksi perempuan)

Kode etik internasional bagian 2 (Praktek kebidanan)

· Bagian 2 poin 1 “ bidan memberikan asuhan bagi perempuan dan keluarga yang
mengasuh anak, dengan rasa hormat atas keberagaman budaya dan berupaya
untuk menghilangkan praktek berbahaya (misal praktek sunat perempuan)”
Pada dasarnya praktik sunat perempuan di Indonesia bersinggungan dengan nilai
agama, MUI menegaskan tidak bisa dihapusnya praktik sunat perempuan karena,
merupakan nilai agama hanya saja sunat disini tidak sampai memotong klitoris,
hanya menggores sedikit sebagai syarat bahwa sudah disunat.

Dalam kode etik nasional memang tidak di jabarkan tentang menghormati atas
keberagaman budaya akan tetapi menghormati nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat
sudah tercantum dalam kode etik nasional . para bidan Indonesia yang memang
berasal dari berbagai suku dan memiliki banyak kebudayaan sudah paham dan akan
rasa hormat atas kebergaman budaya, karena dalam paradigma bidan wanita,
lingkungan perilaku, pelayanan kebidanan, keturunan dan asuhan kebidanan adalah
komponen – komponen paradigma kebidanan, para bidan indonesia sadar bahwa
manusia / wanita adalah makhluk bio psikososial kultural dan spiritual yang unik, dan
lingkungan termasuk lingkungan kebudayaan mengikut sertakan ibu yang berada
dalam keluarga dan masyarakat berinteraksi dalam kebudayaan masyarakatnya.
melalui penyuluhan dan pelajaran dari setiap kasus yang terdapat di masyarakan
bidan memberikan pendidikan tidak langsung atas setiap praktek kebudayaan yang
membahayakan sehingga merubah paradigma masyarakat akan praktek
kebudayaan yang membahayakan misalnya memberikan penyuluhan tentang
pemotongan talipusat dengan menggunak bamboo sudah di hilangkan, Padahal
termasuk perilaku professional bidan menghargai dan memanfaatkan budaya
setempat sehubungan dengan praktik kesehatan , kehamilan , kelahiran, periode
pasca persalinan , bayi baru lahir dan anak. Akan tetapi dalam kode etik nasional
tidak di cantumkan.
Kode etik internasional Bagian 3 kewajiban profesi bidan

· Bagian 3 poin b “Bidan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakan mereka,
terpercaya atas hasil asuhan bagi perempuan.”

Dalam kode etik nasional memang tidak di cantumkan tentang accountability bidan
terahdap pasien, namun sesungguhnya dalam accountability bidan bertanggung
jawab atas tindakan yang diambil untuk pasien, dan bidan senantiasa
mengupayakan asuhan yang aman dan terpercaya bagi ibu karena merupakan hak
dan kewajiban bidan dalam memberikan asuhan sesuai dengan profesi dengan hak-
hak pasien. Dan merupakan kewajiban bidan untuk meminta ijin tertulis atas
tindakan yang dilakukan kepada klien sebagai bentuk pertanggung jawaban mereka.

Kode etik internasional bagian 4 peningkatan pengetahuan dan praktek


kebidanan.
· Bagian 4 poin 3
“Bidan berpartisipasi dalam pendidikan formal siswi kebidanan dan bidan.”
Fungsi bidan sebagai pendidik kurang mendapat di Indonesia perihal
penereapannya di lapangan padahal jelas bahwa fungsi bidan sebagai pendidik
diantaranya adalahmemberi bimbingan kepada peserta didik bidan dalam kegiatan
praktik klinik dan di masyarakat, juga mendidik peserta bidan atau tenaga kesehatan
lainnya sesuai dengan bidan keahliannya. Peran bidan sebagai pendidik diantaranya
adalam membimbing siswa bidan dan keperawatan serta membina dukun diwilayah
atau tempat kerjanya. Dengan mengkaji kebutuhan latihan dan bimbingan siswa
bidan bahkan menyusun rencana latihan dan bimbingan sesuai hasil pengkajian,
menyiapkan alat dan keperluan latihan bimbingan peserta latih sesuai dengan
rencana yang telah disusun. Dalam membimbing siswa bidan dalam lingkup
kerjanya perean sebagai pendidik harus menilai hasil dan bimbingna yang telah di
berikan, ini seharunnya juga berlaku pada saat praktik di lapangan walaupun bidan
tersebut bukan dosen akan tetapi bukan kah setiap bidan bertanggung jawab
terhadap penerus mereka.
Perbedaannya dengan yang di Indonesia adalah para bidan Indonesia kebanyakan
acuh terhadap mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan (mis. Praktik di
rumahsakit)
Kebanyakan tidak sadar bahwa mahasiswa adalah penerus citra profesi mereka,
bukankah praktik kebidanan sebagian besar adalah praktik lapangan yang
membutuhkan bimbingan dan pembiasaan terhadap lingkup kebidanan di
masyarakat.

Você também pode gostar