Você está na página 1de 17

TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER

AKUNTANSI PEMERINTAHAN
“AKUNTANSI AKRUAL; ALASAN DAN KRITIK”

Mutiara Madelia
P2C315018

DOSEN PENGAJAR
Dr. Sri Rahayu, SE., Ak., MA

MAGISTER ILMU AKUNTANSI


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
2016
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 2
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................... 4
2.1 Latar Belakang Munculnya Akuntansi Akrual........................................... 4

2.2 Perbandingan Penerapan Akuntansi Akrual di Sektor Publik ................ 5

2.3 Perdebatan Pendukung dan Penentang Akuntansi Akrual..................... 6

2.4 Isu – Isu Penerapan Akuntansi Akrual....................................................... 10

2.4.1 Aset Bersejarah (Heritage aset)............................................................... 10

2.4.2 Aset Militer................................................................................................. 11

2.4.3 Aset Infrastruktur...................................................................................... 12

2.4.4 Program Asuransi Sosial.......................................................................... 12

2.4.5 Penilaian Aset............................................................................................ 13

BAB III SIMPULAN......................................................................................................... 14

REFERENSI.................................................................................................................... 15

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada era tahun 1980-an, muncul gelombang radikal organisasional, manajerial, dan
reformasi akuntansi di berbagai negara yang disebut dengan New Public Management
(NPM). Dalam hal ini, NPM telah memainkan peran dominan dalam reformasi, khususnya
dalam lingkup organisasi sektor publik. Salah satu tujuan NPM adalah untuk mengubah
administrasi publik, khususnya di bidang pengelolaan keuangan negara menjadi lebih
informatif. Hal ini ditandai dengan adanya pengenalan akuntansi berbasis akrual dalam
entitas pemerintah yang seringkali disebut sebagai ‘inovasi’ dalam berbagai wacana NPM
(Sari, 2012). Basis akrual diterapkan sebagai dasar pencatatan laporan keuangan, yang
diharapkan dapat memberikan manfaat lebih bagi penggunanya, baik pemerintah,
masyarakat, maupun semua pihak-pihak lain yang berkepentingan atas laporan keuangan
tersebut.
Perdebatan mengenai pengadopsian akuntansi dan teknik pelaporan keuangan
berdasarkan akrual oleh sektor publik telah meluas. Pertanyaan seperti apakah teknik akrual
harus diadopsi oleh entitas sektor publik menjadi perdebatan antar lapisan di dalam tubuh
sektor publik (Tyrone, 2003). Pengungkapan informasi akrual dalam pelaporan keuangan
dewasa ini dianggap sebagai praktik terbaik dalam penyajian informasi keuangan untuk
menilai kinerja organisasi atau entitas, tak terkecuali organisasi pemerintah (Ismawati,
2014).
Beberapa negara yang telah menerapkan akuntansi pemerintahan berbasis akrual
secara penuh antara lain: Australia, Finlandia, New Zealand, Swedia dan USA (OECD
Journal on Bugeting Volume 3, No.1 Tahun 2003). Australia merupakan negara yang bisa
dikatakan berhasil mengadopsi sistem ini di dalam pemerintahannya dan mampu
memperbaiki tata kelola sektor publiknya.
Sementara itu, kelemahan penerapan basis akrual dikaitkan dengan kompleksitas
teori akrual dan besarnya biaya yang diperlukan dalam upaya penerapannya. Teori basis
akrual dapat dikatakan kompleks karena pada awalnya basis ini diaplikasikan untuk sektor
privat, dan didesain untuk mengukur profit. Berbeda dengan sektor publik khususnya
pemerintahan yang tujuan utamanya dalah menyediakan layanan publik dan meredistribusi
kekayaan untuk berbagai tujuan yang bersifat sosial. Selain itu, terdapat karakteristik dari
sektor pemerintah yang tidak dimiliki sektor privat, yakni berbagai jenis aset seperti aset
infrastruktur, aset militer, dan aset bersejarah sehingga terdapat perlakuan khusus untuk
masing-masing aset tersebut. Adanya penjelasan mengenai kelebihan dan kelemahan

2
diharapkan dapat menjadi pemicu sekaligus membantu dalam menetapkan strategi
penerapan akuntansi basis akrual pada entitas pemerintah Indonesia (Sari, 2012).
Akuntansi sektor publik tidak dihasilkan sebagai sekedar praktik teknis; namun
dipandang sebagai fanomena sosial yang berkembang dalam berbagai konteks sosial,
institusional, dan organisasional. Perubahan teknologi akuntansi mendasari transformasi
akuntansi sektor publik, sedang akuntansi sektor publik kontemporer saat ini telah
ditingkatkan bagi tujuan proyek akuntansi komersial, khususnya pada transformasi
akuntabilitas gabungan APS (Parker & Guthrie, 1993). Sekian waktu cash basis telah
digunakan, perubahan menjadi accrual basis tentu bukanlah perkara mudah untuk
diterapkan begitu saja di sektor publik. Pertanyaan banyak bermunculan mengenai
mengapa akuntansi dan pelaporan keuangan berbasis akrual diperlukan? dan bagaimana
implementasinya di sektor publik?

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Munculnya Akuntansi Akrual


Watkins dan Edward (2007) menjelaskan salah satu konsep yang turun dari New
Public Management adalah adopsi gaya manajemen sektor privat ke sektor public.
Kebutuhan transparansi, akuntablitas dan penilaian kinerja dalam sistem New Public
Management mendorong penggunaan Akuntansi Akrual. Sektor privat sudah sangat familiar
menggunakan akuntansi akrual, sedangkan sektor publik baru mengenal penggunaan
akuntansi akrual pada tahun 1992 ketika New Zealand menjadi Negara pertama yang
mengadopsi akuntansi akrual sebagai basis pelaporan keuangan. Dalam pemilihan basis
akuntansi, akuntansi kas masih mendominasi di seluruh dunia. Akan tetapi tren yang terjadi
adalah perubahan secara bertahap dari akuntansi kas menuju akuntansi akrual.
International Federation of Accountants (2010) merekomendasikan akuntansi akrual akan
mendorong transparansi dan akuntabilitas pada pengelolaan keuangan sektor publik
(Ibrahim, 2013).
Serangkaian reformasi di sektor publik mulai dilakukan, salah satu bentuk reformasi
adalah reformasi penyediaan barang publik dengan memungkinkan sektor swasta untuk
berpartisipasi. Masuknya sektor swasta meningkatkan permintaan informasi akuntansi yang
lebih transparan dan akurat dari pemerintah, kemudian hal ini mendorong pemerintah untuk
menyajikan informasi yang cukup memudahkan perhitungan dan perbandingan biaya.
Konversi ke basis akrual dalam akuntansi sektor publik membantu pengukuran biaya yang
lebih akurat. Reformasi lain terfokus pada orientasi anggaran berbasis kinerja, output dan
outcome dengan pendekatan manajemen pengeluaran publik. Akuntansi akrual diyakini
menjadi instrumen penting dan bermanfaat untuk pemeriksaan efisiensi dan efektivitas biaya
pemerintahan (Ibrahim, 2013).
Penggunaan akuntansi akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manajemen
keuangan modern (sektor publik) yang bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih
transparan mengenai biaya (cost) pemerintah dan meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan di dalam pemerintah dengan menggunakan informasi yang diperluas, tidak
sekedar basis kas. Secara umum, akuntansi akrual telah diterapkan di negara-negara yang
lebih dahulu melakukan reformasi manajemen publik. Tujuan kuncinya adalah untuk
meminta pertanggungjawaban para manajer dari sisi keluaran (output), hasil (outcome) dan
pada saat yang sama melonggarkan kontrol atas masukan (input). Para manajer di sektor
publik diminta agar bertanggung jawab untuk seluruh biaya yang berhubungan dengan
output/outcome yang dihasilkannya, tidak sekedar dari sisi pengeluaran kas. Dengan

4
demikian akuntansi akrual dapat mendukung pengambilan keputusan oleh para manajer
secara efisien dan efektif (Organisation for Economic Co-operation and Development, 2002)
Salah satu faktor yang mendorong adopsi akuntansi akrual adalah ketidakpuasan
dan banyaknya kekurangan yang dimiliki oleh basis kas. Meskipun memiliki banyak
keterbatasan, akuntansi berbasis kas memiliki beberapa kelebihan sehingga masih banyak
digunakan oleh sektor publik di beberapa Negara. Kelebihan itu adalah sederhana, lebih
murah dan mudah untuk dipahami oleh non-akuntan (Buhr, 2010). Akan tetapi trend dan
tuntutan akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi mendorong akuntansi akrual untuk diadopsi
oleh sektor publik. Akuntansi akrual menjadi sangat popular dengan dukungan berbagai
organisasi internasional seperti Bank Dunia, Organization of Economic and Development,
International Monetery Fund dan Lembaga Pemeringkat Kredit (Ellwood, 2007).
Negara - negara yang mengadopsi akuntansi akrual membutuhkan waktu yang
sangat lama. Mengapa dibutuhkan waktu begitu lama untuk berubah? Jones dalam Buhr
(2012) menjelaskan tentang kurangnya kebutuhan komparatif laporan keuangan antar
sektor publik untuk menilai kinerja. Hal ini dikarenakan masing – masing Pemerintah
memiliki kemampuan untuk menetapkan kebijakan keuangan dan akuntansi sesuai
keinginannya. Selain itu dulu akuntansi pada sektor publik hanya dilihat sebagai alat
pertanggungjawaban bukan sebagai alat pengambilan keputusan sehingga keunggulan
akuntansi kas yang sangat sederhana menyebabkan pemerintah enggan untuk pindah ke
akuntansi akrual.

2.2 Perbandingan Penerapan Akuntansi Akrual di Sektor Publik


Ada tiga negara yang termasuk pioner pengadopsian sistem akrual, yakni Iggris,
Swedia, dan Selandia Baru. Rata-rata mereka sebelumnya menghadapi masalah mengenai
perlakuan akuntansi dalam pelaporan keuangannya (Marti 2006). Bagaimanapun,
dimungkinkan terjadinya gap dalam memahami dampak pengambilan keputusan dalam
transformasi akuntansi, pelaporan, dan proses manajemen keuangan dari perubahan sistem
diatas. Sehingga perlu perhatian lebih dalam proses implementasi ini, misalnya dalam
capital charging, adopsi model pemerintah purchaser-provider, dan penerapan
penganggaran berbasis accrual output (Carlin 2005).
Implementasi basis akrual pada beberapa negara di dunia berbeda-beda. Terdapat
negara yang menerapkan akrual penuh baik untuk laporan keuangan dan
anggaran, namun ada juga negara yang masih mempertahankan basis kas dalam
penganggarannya dengan laporan keuangan berbasis akrual. Negara yang secara sukses
menerapkan akrual adalah New Zealand, Australia, dan Swedia (Sari, 2012).

5
Keberhasilan New Zealand dalam implementasi basis akrual karena peran aktif dari
Treasury dan badan akuntansi professional yang memberikan dukungan berupa
penyelenggaraan pelatihan, serta pelayanan konsultasi kepada entitas pemerintah.
Sementara itu, Australia dinyatakan berhasil mengimplementasikan basis akrual berkat
keterlibatan dari berbagai tingkat pemerintahan dalam mensosialisasikan visi akrual, serta
pelaksanaan tahapan reformasi menuju akuntansi akrual yang berhasil dicanangkan. Lain
halnya dengan Swedia, pelaksanaan implementasi akuntansi basis akrual tidak
menimbulkan masalah karena tiga alasan. Pertama, struktur pemerintah Swedia cocok
dalam pelaksanaan implementasi basis akrual. Kedua, basis akrual awalnya hanya
diimplementasikan untuk akuntansi lembaga (agency) dan untuk keseluruhan pelaporan
pemerintah, tidak untuk tujuan penganggaran. Ketiga, suatu studi empiris menunjukkan
bahwa akuntansi akrual dianggap relatif mudah untuk ditangani oleh lembaga (agency).
Sedangkan Portugis dan Italia dinyatakan sebagai negara dengan implementasi
akrual yang masih lemah. Penyebab lemahnya implementasi sistem akuntansi akrual, yaitu
kuatnya tradisi dalam budaya entitas pemerintah sehingga menghambat pengenalan basis
akrual, serta kurangnya partisipasi aktif dari para personel pemerintah dalam proses
reformasi (Sari, 2012).
Selain itu Contoh kegagalan penerapan akuntansi akrual dapat dilihat di Nepal.
Nepal merupakan salah satu Negara yang kurang mampu secara ekonomi. Keadaan ini
menyebabkan Nepal sering menerima bantuan dana dari lembaga internasional. Lembaga
internasional berharap dana ini dapat dipertanggungjawabkan dengan baik sehingga
“memaksa” Nepal untuk mengadopsi akuntansi akrual. Adhikari P dan Mellemfik F (2011)
menjelaskan kegagalan penerapan akuntansi akrual di Nepal diakibatkan oleh
ketidakmampuan lembaga internasional dalam melihat rendahnya kemampuan sumber daya
manusia dan kurangnya motivasi dari pemerintah. Kurangnya motivasi pemerintah karena
adopsi akuntansi akrual bukan berdasarkan keinginan sendiri melainkan pemaksaan dari
organisasi internasional (Ibrahim, 2013). Sementara itu tiga negara lainnya, yakni China,
Malaysia, dan Indonesia sedang dalam tahap menuju akrual (Sari, 2012).

2.3 Perdebatan Pendukung dan Penentang Akuntansi Akrual


Literatur-literatur yang mendukung adopsi akuntansi dan pelaporan keuangan akrual
di sektor publik umumnya ditandai dengan simbol keberhasilan sistem akrual di sektor
privat, sementara kurangnya bukti empiris yang mendukung keberhasilan tersebut pada
organisasi sektor publik (Potter, 1999). Beberapa isu muncul seiring dengan berjalannya
pekerjaan adopsi ini. Pada tingkat yang paling sederhana, beberapa literatur membenarkan
penerapan akuntansi akrual atas dasar tingkat kepercayaan atas informasi yang diberikan

6
(OECD, 1993). Penulis lain membenarkan pernyataan tersebut dengan berpendapat bahwa
organisasi sektor publik seharusnya mengadopsi akuntansi dan pelaporan akrual dengan
mengacu pada pernyataan bahwa sistem pelaporan berbasis akrual memiliki keunggulan
dibandingkan dengan alternatif sistem lainnya (Mellor, 1996).
Klaim yang menyatakan bahwa akuntansi akrual menawarkan transparansi yang
lebih luas, karena sistem akrual memberikan kepercayaan dan objektivitas dari angka yang
dihasilkan dalam laporan keuangan. Isu yang berkembang pada beberapa literatur, dalam
konteks sektor privat, mengemukakan adanya kerentanan akuntansi (seperti creative
accounting) dan pelaporan keuangan berbasis akrual yang dapat membingungkan pemakai
sehingga berdampak pada berkurangnya transparansi. Di samping itu, belum ada literatur
yang menjelaskan bahwa akuntansi akrual bermakna pada organisasi sektor publik, dan hal
ini merupakan tantangan paling mendasar bagi kelompok yang peduli dengan fenomena ini.
Pengamatan yang dilakukan oleh Walker et al. (1999) yang merupakan kontribusi
terbaru dengan mengkritisi penggunaan akuntansi biaya saat ini (current cost) pada GTEs.
Kritik mereka menunjukkan adanya penurunan kemampuan penyediaan informasi yang
dihasilkan dalam rangka pengambilan keputusan. Sekali lagi, kritik utama bukan pada
akuntansi dan pelaporan berbasis akrual pada organisasi pemerintahan umumnya,
melainkan, tentang aspek teknis tertentu atas implementasinya. Jadi, ungkapan yang
menyatakan bahwa basis akrual di sektor publik hanya sebuah retorika belaka telah
diabaikan selama hampir satu dekade.
Hal yang sama juga terjadi pada argumen “transparansi” yang dikaitkan dengan
perbaikan kinerja organisasi, di mana sangat sedikit dukungan empiris. Sementara terdapat
sejumlah literatur yang signifikan membicarakan isu berkaitan dengan sistem dan tehnik
pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik. Di sisi lain, literatur yang secara kritis dan
empiris membahas dugaan hubungan antara penerapan akuntansi dan pelaporan berbasis
akrual dengan peningkatan kinerja di sektor publik, pada umumnya belum tampak. Sangat
terbatasnya penelitian atau pengamatan yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan ini
(Carlin dan Guthrie, 2001). Namun demikian, terdapat sejumlah kecil tulisan publikasi yang
menunjukkan bahwa biaya pelaksanaan akuntansi dan pelaporan berbasis akrual melebihi
manfaat yang diterima (Jones dan Puglisi, 1997), sedangkan Mellet (2002) memberikan
wawasan yang lebih mendalam atas beberapa hal meragukan yang telah dihasilkan dari
penerapan teknik-teknik baru tersebut seperti akuntansi akrual. Namun secara keseluruhan,
respon-respon kritis dapat diredam.
Hal ini semata-mata disebabkan karena sulitnya mengumpulkan bukti empiris
keterkaitan antara reformasi yang terjadi dengan perubahan kinerja dalam lingkungan yang
kompleks (yaitu sektor publik). Penelitian lebih banyak didominasi oleh “ruang reformasi”
(sebagai hasil dari implementasi berkelanjutan dari tehnik New Public Management) (Carlin,

7
2002). Kondisi ini semakin parah ketika struktur New Public Financial Management (NPFM)
dan pelaporan yang dikombinasikan dengan struktur administratif baru diperkenalkan.
Akibatnya, sulit untuk mengembangkan benchmarks yang memberikan informasi
data tren atau membuat perbandingan cross sectional yang valid antara reformasi akuntansi
akrual dan peningkatan kinerja karena terlalu banyak reformasi yang terjadi di sektor
pemerintahan (Pallot, 2001). Pada akhirnya, sebagian besar "bukti" yang disebutkan di atas
diabaikan dan hubungan antara akuntansi akrual di sektor publik dengan perbaikan kinerja,
lebih didasarkan pada penekanan opini yang objektif dibandingkan dengan data
(Richardson, 1994).
Secara efektif tanggapan kritis yang lebih dapat terukur (dibuktikan) adalah
keterkaitan antara implementasi akuntansi akrual dengan perbaikan informasi dalam
pengukuran biaya, yang mengarah kepada keputusan alokasi sumber daya dan kinerja yang
lebih baik secara keseluruhan. Robinson (1998) berpendapat bahwa saran untuk
mengadopsi sistem akrual dapat meningkatkan konseptualisasi biaya atas pelayanan yang
diberikan oleh sektor publik, dan hal tersebut adalah sesuatu yang masuk akal. Argumen ini
dimungkinkan karena akuntansi akrual dapat menggambarkan ukuran biaya dengan
menggunakan pertimbangan “full accrual cost”. Konsep ini mencakup semua biaya modal
dan biaya-biaya yang terkait dan sifatnya berulang, termasuk biaya penyusutan dan
beberapa pengukuran biaya modal yang digunakan untuk memproduksi barang atau jasa
tertentu (Robinson,1998). Hal ini berarti bahwa biaya akrual penuh digunakan dalam sistem
akuntansi dan pelaporan berbasis akrual, termasuk penilaian aset (yang memasukkan
perhitungan penyusutan dan biaya modal), serta biaya modal.
Sementara itu Study No 14 yang diterbitkan oleh International of Federation
Accountants-Public Sector Committe (2003) merangkum manfaat penggunaan basis akrual
dapat diuraikan berikut ini :
1) menilai akuntabilitas pengelolaan seluruh sumber daya oleh suatu entitas;
2) menilai kinerja posisi keuangan dan arus kas dari suatu entitas
3) pengambilan keputusan mengenai penyediaan sumber daya kepada, atau
melakukan bisnis dengan suatu entitas.
Pada level yang lebih detil, pelaporan dengan basis akrual:
1) menunjukkan bagaimana pemerintah membiayai aktivitas-aktivitasnya dan
memenuhi kebutuhan dananya;
2) memungkinkan pengguna laporan untuk mengevaluasi kemampuan pemerintah saat
ini untuk membiayai kewajiban-kewajian dan komitmen-komitmennya;
3) menunjukkan posisi keuangan pemerintah dan perubahan posisi keuangannya.
4) memberikan kesempatan pada pemerintah untuk menunjukkan keberhasilan
pengelolaan sumber daya yang dikelolanya; dan

8
5) bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam hal efisiensi dan
efektifivitas penggunaan sumber daya.
Argumen pendukung menjelaskan bahwa akuntansi akrual akan menghadirkan
akuntabiltas melalui berbagai laporan keuangan. Penulis mendukung penuh pengungkapan
akuntansi akrual pada laporan posisi keuangan dan laporan arus kas tetapi meragukan
laporan kinerja keuangan karena cenderung menyamakan karakteristik unit – unit sektor
publik yang berbeda. Argumen akuntabilitas dibantah oleh argumen penentang masih
mempertanyakan akuntabilitas yang dihasilkan dan menjelaskan laporan keuangan akan
menghadirkan kompleksitas dan akuntansi kreatif (Ibrahim, 2013).
Untuk menciptakan akuntabilitas suatu laporan maka kita harus mengetahui kepada
siapa laporan ini diberikan. Sektor privat membuat laporan keuangan ditujukan kepada
investor sedangkan sektor publik ditujukan kepada masyarakat luas. Tingkat pengetahuan
dari pembaca laporan keuangan tentu akan mempengaruhi akuntabilitas laporan keuangan.
Pengkritik akuntansi akrual berargumen bahwa hadirnya laporan keuangan yang disusun
seperti sektor publik justru mengaburkan akuntabilitas yang diharapkan. Hal ini dikarenakan
kompleksitas laporan keungan dibandingkan dengan pengetahuan masyarakat yang
terbatas selaku pengguna laporan keuangan sektor publik (Wynee A, 2011).
Dapat disimpulkan bahwa mayoritas penentang akuntansi akrual menyoroti
pengaruh akuntansi akrual pada laporan kinerja keuangan karena laporan ini sangat mirip
dengan laporan laba rugi pada sektor swasta sedangkan tujuan kedua laporan ini sangat
berbeda. Selain itu yang menjadi point penting adalah karakteristik unit – unit
pertanggungjawaban pada sektor publik yang bersifat murni cost center seperti departemen
pertahanan, hal ini sangat berbeda dengan sektor privat karena cost center nanti akan
dipadukan dengan revenue center dalam pelaporan. Perbedaan inilah yang membuat
laporan kinerja keuangan mendapatkan kritik yang keras. Penulis juga beranggapan laporan
ini harus disesuaikan dengan karakteristik unit – unit pertanggungjawaban yang ada pada
sektor publik.
Kelemahan lain adalah cost yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi ini
sangat tinggi dan kesulitan sebagian Negara untuk mengimplementasikan akuntansi akrual.
Public Sector Commite – IFAC (1996) telah meringkas biaya implementasi akuntansi akrual
dalam kategori berikut:
1) mengidentifikasi dan menilai aset di awal penerapan
2) mengembangkan kebijakan Akuntansi
3) menetapkan sistem akuntansi dengan membeli software baru
4) pengembangkan keterampilan yang diperlukan dan memberikan pelatihan bagi
penyusun dan pengguna informasi keuangan.

9
Perbedaan akuntansi akrual dan basis kas memang hanya pada pengakuan
transaksi akan tetapi untuk merubahnya diperlukan usaha yang sangat besar. Pemerintah
harus menyiapkan beberapa aspek yang cukup rumit. Aspek – aspek ini menelan dana yang
besar. Hal ini membutuhkan banyak kerjasama dari pelaku utama, perubahan signifikan dari
substansi dengan prosedur organisasi, dan tanggung jawab manajer sektor publik. Sebuah
keputusan dini untuk bermigrasi dari kas ke akuntansi akrual juga berisiko meningkatkan
skala waktu untuk adopsi dan akhirnya bisa membawa kegagalan. Fakta Informasi
tambahan yang disediakan akuntansi akrual jarang digunakan untuk mengelola entitas
sektor publik dengan efisien sehingga klaim manfaat untuk itu tidak dicapai dalam praktik.

2.4 Isu – Isu Penerapan Akuntansi Akrual


Sejumlah isu pengakuan khusus muncul ketika akrual diterapkan untuk sektor publik.
Hal ini karena beberapa jenis aset dan kewajiban sama sekali tidak ada di sektor swasta. Ini
termasuk Heritage aset, militer aset, aset infrastruktur dan program asuransi sosial. Selain
itu terdapat masalah juga dalam penilaian aset (Ibrahim, 2013).

2.4.1 Aset Bersejarah (Heritage aset)


Heritage aset termasuk bangunan bersejarah, monumen dan situs arkeologi,
museum, galeri dan koleksi arsip. Awalnya pengakuan terkait aset ini tidak terlalu signifikan.
Isu ini menjadi perdebatan setelah adopsi akuntansi akrual yang mengharuskan menilai
suatu aset sedangkan Heritage aset cenderung sangat sulit untuk diukur. Heritage aset sulit
diukur karena sifatnya yang bernilai historis dan seni.
Marti C (2006) menjelaskan masalah akuntansi Heritage aset berasal terutama dari
praktis kesulitan yang melekat dalam mengenali dan andal mengukur mereka. Hal ini
dipertanyakan apakah nilai moneter dapat diberikan untuk sesuatu yang penting secara
inheren budaya, sejarah, atau lingkungan. Sebagian ahli menganggap bahwa Heritage aset
tidak memiliki pengaruh fiskal yang signifikan sehingga tidak perlu dicantumkan dalam
pelaporan keuangan. Sedangkan ahli lain berpendapat bahwa Heritage aset perlu dicatat
karena akuntansi akrual harus mencerminkan semua aset yang digunakan dalam kegiatan
pemerintah. Pendapat ini didukung dengan adanya usaha pemerintah untuk menggunakan
Heritage aset sebagai objek pariwisata. New Zealand, Inggris dan Swedia adalah contoh
beberapa Negara yang mengakui Heritage aset dalam neracanya.
Dari sudut pandang yang lebih teknis Heritage aset yang sangat berbeda dari jenis
aset biasanya. Heritage aset memiliki siklus hidup yang sangat panjang umumnya sampai
ratusan tahun. Nilai Heritage aset tidak berkurang seiring waktu karena penyusutan
(walaupun tetap ada biaya yang keluar untuk pemeliharaan) bahkan Heritage aset mungkin
saja meningkat nilai dari waktu ke waktu. Hal ini diakibatkan oleh sifat Heritage aset yang

10
bernilai historis dan seni. Biaya akuisisi Heritage aset umumnya tidak diketahui. Karena
akuisisi aset mungkin telah terjadi melalui cara yang kurang umum seperti perampasan
selama perang. Heritage aset tidak memiliki nilai pasar karena penjualan Heritage aset
umumnya dilarang oleh hukum. Secara alami Heritage aset tidak memiliki nilai penggantian
(Blondal J, 2003).
Mendefinisikan Heritage aset seringkali cukup sulit. Sebuah komplikasi terjadi jika
Heritage aset memiliki kegunaan ganda. Misalnya, kantor-kantor pemerintah yang terletak di
istana sejarah. Harus tersebut diperlakukan sebagai aset normal atau sebagai Heritage
aset?. Isi museum dan galeri lain juga menarik untuk diperhatikan. Beberapa negara
mengambil pendekatan yang sangat komprehensif. Misalnya, Selandia Baru menilai Arsip
Nasional dengan menggunakan sebuah rumah lelang internasional. Isi dari museum dalam
cenderung masih dapat dinilai karena memiliki pasar walaupun praktiknya sangat bervariasi
(OECD, 2002).

2.4.2 Aset Militer


Aset militer adalah isu unik lain di sektor publik. Masalah akuntansi untuk aset militer
terutama disebabkan oleh kontroversi antara memperlakukan mereka sebagai aset atau
sebagai pengeluaran. Kebanyakan Negara mendukung pengakuan mereka sebagai aset.
Pengakuan aset militer memiliki banyak kemungkinan. Perlakuan terhadap aset militer
dalam praktiknya dibagi menjadi dua macam perlakuan yaitu sebagai aset atau langsung
diakui sebagai beban. Perlakuan ini didasarkan pada tujuan aset militer. Sebagai contoh,
aset pendukung yang tidak teribat dalam pertempuran (pangkalan) dapat dikapitalisasi dan
disusutkan sedangkan aset yang terlibat langsung pada pertempuran (senjata) tidak akan
dikapitalisasi dan disusutkan tetapi akan dibebankan (Blondal J, 2003).
Pendekatan lain dalam pengakuan aset militer adalah situasi damai atau perang.
Dalam kedamaian, semua militer peralatan dan amunisi dapat dianggap sebagai aktiva tetap
dan terdaftar dalam neraca. Dalam perang, amunisi menjadi bahan habis pakai dan
peralatan militer dapat hancur dalam waktu singkat. Negara OECD umumnya bersepakat
bahwa semua aset militer harus dikapitalisasi dan disusutkan. Ia percaya bahwa perubahan
itu benar dan konseptual akan membantu manajemen dan perhitungan biaya penuh dari
produksi output. Ini juga menghindari masalah yang terkait dengan harus mendefinisikan
apa yang sebenarnya merupakan aset militer (Marti C 2006).
Sejumlah isu militer lain secara spesifik telah diidentifikasi. Pertama sulit untuk
mengkapitalisasi penelitian sistem pertahanan. Hal ini disebabkan militer harus mengurangi
informasinya terkait pengembangan sistem persenjataan dalam rangka keamanan nasional.
Kedua, militer sering menahan aset yang nilai perawatannya sudah jauh lebih besar dari
nilai aset itu sendiri. Ketiga, Apakah penggunaan wilayah eksklusif militer seperti wilayah

11
udara merupakan biaya kesempatan? hal ini dikarenakan wilayah udara memiliki nilai
komersial yang besar (OECD, 2002).

2.4.3 Aset Infrastruktur


Aset infrastruktur adalah kategori aset terbesar sektor publik. Hal ini terutama
meliputi jalan raya dan aset jaringan lainnya. Aset ini sering memiliki nilai yang sangat tinggi,
meskipun mereka seringkali menjadi tanggung jawab tingkat pemerintahan yang lebih
rendah (OECD, 2002).
Isu-isu utama yang diidentifikasi dengan aset infrastruktur adalah sebagai berikut.
Pertama, apa dampak dari masa manfaat yang sangat panjang dari aset adalah
menentukan metode penyusutan yang sesuai. Dalam konteks ini, terdapat contoh negara-
negara anggota yang tidak mendepresiasi aset tersebut melainkan menyatakan aset
diperbaiki secara terus menerus sehingga umur ekonomis yang tidak terbatas. Kedua,
pengakuan aset infrastruktur juga menyoroti kebutuhan untuk biaya pemeliharaan,
pengeluaran yang sering diabaikan di negara-negara anggota. Ketiga, seringkali sangat sulit
untuk memperkirakan biaya perolehan asli dari aset tersebut jika menggunakan metode
biaya historis. Hal ini karena usia tua dan kesulitan dalam memisahkan investasi awal dan
biaya pemeliharaan. Keempat, yang pemilihan metode penilaian (Blondal J, 2003).

2.4.4 Program Asuransi Sosial


Perlakuan terhadap program asuransi sosial, seperti program pensiun hari tua,
adalah masalah yang sangat kontroversial di lingkungan akrual. Perlu diketahui asuransi
program sosial bukan kewajiban pensiun karena asuransi program sosial adalah program
asuransi yang dilakukan atau dimandatkan oleh pemerintah untuk memberikan bantuan
ekonomi kepada para penganggur, orang tua, atau cacat. Negara maju seperti Amerika
memiliki program ini (OECD, 2002).
Ada dua pemikiran tentang hal ini: mereka yang percaya sosial program asuransi
harus diperlakukan sebagai kewajiban bagi pemerintah dan mereka yang tidak. Pemikiran
pertama menjelaskan bahwa program ini merupakan kewajiban yang besar untuk
Pemerintah di masa mendatang terutama dalam keadaan penuaan populasi. Program ini
jelas meniscayakan bahwa dimasa jelas memperlihatkan bahwa pemerintah akan
mengeluarkan sumber daya di masa yang akan datang. Skema pensiun memenuhi kriteria
definisi untuk kewajiban: (1) sebuah event telah terjadi, (2) arus keluar di masa depan
kemungkinan, dan (3) jumlah tersebut dapat diestimasi secara andal (Marti C 2006).
Sedangkan pemikiran yang tidak percaya pengakuan sebagai kewajiban karena
dianggap akan sangat menyesatkan ketika menilai kondisi keuangan pemerintah. Mereka
beralasan bahwa program ini memiliki karakteristik tertentu seperti tidak adanya transaksi

12
valuta kontrak, jadi jika pemerintah mengurangi tingkat tunjangan yang dibayarkan di masa
depan, pemerintah tidak bisa dituntut. Hal ini dikarenakan program dibiayai oleh pajak wajib
(Kontribusi) yang kemudian alokasinya tidak secara proporsional berdasarkan jumlah
pembayaran pajak. Walaupun secara umum secara umum pemerintah selalu menepati janji
mereka ini. Selain itu walapun dapat ditentukan besarannya di masa yang akan datang
tetapi terkadang terjadi perubahan syarat penentuan populasi yang menerima program ini
sehingga sulit untuk menilai kewajiban yang sebenarnya. Kompromi antara kedua sekolah
pemikiran umumnya bagi pemerintah untuk mengeluarkan besar jumlah informasi tambahan
jangka panjang keuangan dari program asuransi sosial. Ini dapat dimasukkan sebagai
catatan atas laporan keuangan pemerintah dan dokumentasi anggaran, atau diterbitkan
secara terpisah (Blondal J, 2003).

2.4.5 Penilaian Aset


Dasar tradisional untuk penilaian telah biaya historis. suatu gerakan yang
berkembang untuk mengadopsi pendekatan fair value untuk penilaian aset. Secara
konseptual, fair value umumnya dipandang sebagai penilaian yang lebih superior tapi
kurang praktis dibandingkan pendekatan biaya historis. Pendekatan bersejarah didasarkan
pada aset senilai biaya akuisisi mereka dengan berikutnya penyusutan. Hal ini dapat dilihat
sebagai pendekatan yang lebih objektif karena didasarkan pada jumlah yang harus
dibayarkan untuk aset tersebut. Hal ini juga lebih mudah untuk menangani dari sudut
pandang praktis. Masalah dengan biaya historis ini adalah penilaian beberapa aset yang
cenderung meningkat seperti tanah menjadi tidak relevan. Masalah besar lain adalah
inkonsistensi dalam pengukuran aset individual. Sebagai contoh, dua bangunan yang identik
dapat dinilai sangat berbeda jika mereka dibeli pada waktu yang berbeda (OECD, 2002).
Masalah yang hadir adalah ketidakmampuan pemerintah untuk menentukan biaya
akusisi yang tepat sehingga salah dalam mengalokasikan beban depresiasi. Fair value
dimaksudkan untuk mengatasi masalah ini. Dengan sifatnya, mereka lebih yang relevan
yaitu informasi tidak out-of-date. Akibatnya mereka dipandang sebagai indikator yang lebih
baik dalam menilai dan mengevaluasi aset suatu entitas kinerja suatu entitas.
Penggunaan metodologi fair value membutuhkan banyak pertimbangan profesional
harus dibuat. Kesulitan lebih lanjut dengan fair value adalah bahwa mereka dapat
berfluktuasi secara signifikan dari satu tahun yang lain. Hal ini dapat membuat keuntungan
ketika nilai naik dan kerugian ketika nilai turun. Selain itu seperti yang diungkapkan
sebelumnya bahwa penilaian ini bisa menjadi pintu masuknya akuntansi kreatif (Ibrahim,
2013).

13
BAB III
SIMPULAN

Penggunaan akuntansi akrual merupakan salah satu ciri dari praktik manajemen
keuangan modern (sektor publik) yang bertujuan untuk memberikan informasi yang lebih
transparan mengenai biaya (cost) pemerintah dan meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan di dalam pemerintah dengan menggunakan informasi yang diperluas, tidak
sekedar basis kas. Salah satu faktor yang mendorong adopsi akuntansi akrual adalah
ketidakpuasan dan banyaknya kekurangan yang dimiliki oleh basis kas. Meskipun memiliki
banyak keterbatasan, akuntansi berbasis kas memiliki beberapa kelebihan sehingga masih
banyak digunakan oleh sektor publik di beberapa Negara.
Implementasi basis akrual pada beberapa negara di dunia berbeda-beda. Terdapat
negara yang menerapkan akrual penuh baik untuk laporan keuangan dan
anggaran, namun ada juga negara yang masih mempertahankan basis kas dalam
penganggarannya dengan laporan keuangan berbasis akrual.
Mayoritas penentang akuntansi akrual menyoroti pengaruh akuntansi akrual pada
laporan kinerja keuangan karena laporan ini sangat mirip dengan laporan laba rugi pada
sektor swasta sedangkan tujuan kedua laporan ini sangat berbeda. Selain itu yang menjadi
point penting adalah karakteristik unit – unit pertanggungjawaban pada sektor publik yang
bersifat murni cost center seperti departemen pertahanan, hal ini sangat berbeda dengan
sektor privat karena cost center nanti akan dipadukan dengan revenue center dalam
pelaporan. Perbedaan inilah yang membuat laporan kinerja keuangan mendapatkan kritik
yang keras. Kelemahan lain adalah cost yang dibutuhkan untuk mendapatkan informasi ini
sangat tinggi dan kesulitan sebagian Negara untuk mengimplementasikan akuntansi akrual,
biaya implementasi akuntansi akrual dalam kategori berikut:
1) mengidentifikasi dan menilai aset di awal penerapan
2) mengembangkan kebijakan Akuntansi
3) menetapkan sistem akuntansi dengan membeli software baru
4) pengembangkan keterampilan yang diperlukan dan memberikan pelatihan bagi
penyusun dan pengguna informasi keuangan
Sejumlah isu pengakuan khusus muncul ketika akrual diterapkan untuk sektor publik.
Hal ini karena beberapa jenis aset dan kewajiban sama sekali tidak ada di sektor swasta. Ini
termasuk Heritage aset, militer aset, aset infrastruktur dan program asuransi sosial. Selain
itu terdapat masalah juga dalam penilaian aset.

14
REFERENSI

Adhikari, P and Mellamvik, F. 2011. The Rise and Fall of Nepalese Central Government.
Journal of Accounting in Emerging Economies vol 1. 12: 123-143.

Blondal, J. 2003. Accrual Accounting and Budgeting: Key Issues and Recent
Developments. OECD Journal on Budgeting,3 : 43-131.

Buhr, N. 2010. From Cash to Accrual and Domestic to International Government


Accounting Standard Setting in Last 30 Years. Makalah Disajikan pada Sixth
Accounting History International Conference, Welington. 19 Agustus

Ellwood, S. Newberry, S. 2006. Public Sector accrual Accounting Institutionalising Neo-


Liberals Principles. Accounting, Auditing, Accountability Journal vol 20, 4: 549-
573.

Ibrahim, Pajaruddin. 2013. Akuntansi Akrual dan Penerapannya di Sektor Publik. Skripsi
Universitas Hassanudin

Ismawati, Kun. 2014. Implementasi Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Accrual
Based di Sektor Publik. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan vol.14 no.1

Martí, Caridad. 2006. Accrual Budgeting: Accounting Treatment of Key Public Sector
Items and Implications for Fiscal Policy. Public Budgeting & Finance, Vol. 26,
No. 2, pp. 45-65.

Organisation for economic Co-Operation and Development. 2002. Accrual Accounting and
Budgeting. Makalah disajikan dalam Twenty-third Annual Meeting of OECD Senior
Budget Officials, OECD, Washington DC, 3-4 Juni.

Parker, Lee D. & Guthrie, James. 1993. The Australian Public Sector in the 1990s: New
Accountability Regimes in Motion, Journal of International Accounting
Auditing & Taxa-tion. 59-81

Sari, Dita Puspita dan Hendrawan Santosa Putra. 2012. Menelisik Akuntansi
Pemerintahan Berbasis Akrual. ISSN: 1412-5366

Tyrone M Carlin. 2003. Accrual Accounting & Financial Re-porting in the Public Sector:
Reframing the Debate. MGSM WP 2003-22

15
Watkins, A. Edward, C. 2007. Accounting, New Public Management and American
Politics: Theoretical Insights into the National Performance Review. Critical
Perspectives on Accounting.

Wynee, A. 2011. An Efficient Technical Solution Or an Ideologically Contested


Approach – The balance Sheet for Business style Accrual accounting In the
public sector.

http://ariplie.blogspot.co.id/2015/05/akuntansi-akrual-di-sektor-publik-dan.html

16

Você também pode gostar