Você está na página 1de 58

Pengantar

Abad ke-21 merupakan awal milenium ketiga dalam sejarah umat manusia. Pada milenium ini
dunia melakukan banyak perubahan kebijakan hubungan antar negara. Keputusan tersebut
menunjukkan bahwa setiap kepala negara sudah sangat menyadari bahwa setiap negara tidak
akan sanggup mengatasi kebutuhan dan permintaan warganya, dan setiap negara harus bersama-
sama mengelola dunia untuk warga dunia. Tidak semua negara memiliki semua yang dibutuhkan
warganya. Ada negara yang kuat di sektor pertanian, namun lemah di cadangan mineral. Ada
negara yang kuat dalam cadangan mineral, namun sebaliknya lemah dalam pertanian. Bahkan
ada yang kuat dalam cadangan kekayaan alam, kuat dalam pertanian, tapi lemah dalam
penguasaan teknologi. Kondisi demikain menyebabkan negara-negara berada dalam kondisi
saling membutuhkan satu sama lain, khususnya untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya.
Sehubungan dengan itu semua, Indonesia sendiri sudah ikut dalam berbagai kesepatan, antara
lain kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang ditandatangani sepuluh negara di
Bali tahun 2003. Dan bahkan jauh sebelumnya, Indonesia sudah ikut dalam kesepakatan Asia-
Pacific Economic Cooperation (APEC), yang melibatkan 21 negara, termasuk Amerika Serikat,
Kanada, Australia, Selandia Baru, Rusia, Papua New Guinea, Meksiko, Chili dan Peru.
Selebihnya adalah negara-negara Asia Jepang, Korea selatan, China (RRC), Taiwan (RRC),
Hongkong (RRC). Sementara dari negara-negara ASEAN yang sudah ikut dalam kesepakatan
adalah Indonesia, Singpore, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam dan Vietnam.

           Disepakati dalam pertemuan Bogor 1994, bahwa selambat-lambatnya


tahun 2010 seluruh negara APEC yang sudah dalam kategori sebagai negara maju, terbuka untuk
investasi utuk sektor industri, sehingga bisa mendorong peningkatan dan pemajuan ekonomi
lokal dan regional. Dan selambat-lambatnya pada tahun 2020, seluruh negara APEC akan
terbuka bagi seluruh negara anggota untuk investasi dalam industri semua skala.[1] Keterbukaan
tersebut akan berimplikasi pada dinamika flowing in dan flowing out sumber daya manusia,
karena setiap investasi akan berimplikasi dengan perekrutan tenaga ahli, operator dan bahkan
juga manajer pada semua level. Dengan demikian, semakin tinggi dinamika perekonomian
global tersebut, maka akan semakin besar tagihan pada sektor pendidikan untuk mempersiapkan
para siswa dan mahasiswa untuk bisa memasuki pasar lokal, regional dan bahkan juga memasuki
pasar global. Untuk itu, pendidikan harus dirancang dengan sebuah multiliteracy pedagogical
planning dan mempersiapkan peserta didik untuk memiliki berbagai kompetensi sebagai berikut.

1. Memiliki kompetensi untuk kolaborasi lintas negara, lintas budaya, agama dan bahasa,
dan memilki kompetensi diversity dengan baik, pengetahuan, sikap dan tindakan,
sehingga bisa berkolaborasi dengan siapa saja di dunia.
2. Memiliki kompetensi dalam komunikasi global, bisa menggunakan bahasa yang bisa
difahami oleh masyarakat dunia, baik komunikasi verbal, maupun tulisan, baik dalam
aspek reading, maupun writing, sehingga bisa menjadi bagian penting dalam sebuah
perusahaan industri, jasa atau lainnya.
3. Menguasai teknologi informasi dengan baik, untuk akses informasi, komunikasi,
penyampaian informasi pada publik dan bahkan juga untuk menyimpan data yang
diperlukan untuk dibuka setiap setiap saat, movable, dan bisa diakses kapan saja, di
mana saja, sehingga sangat membantu dalam proses pengambilan keputusan.
4. Memiliki kemampuan critical thinking yang baik, mampu mengubah masalah menjadi
kesempatan untuk maju, berfikir kreatif inovatif dan bahkan memiliki kemampuan
problem solving baik, yang semua ini bisa dikembangkan dengan pelatihan dalam proses
pembelajaran, atau pelatihan khusus di luar jadwal rutin mata pelajaran yang biasanya
berbasis disiplin ilmu pengetahuan.

Tantangan regional ASEAN sudah dimulai dengan pasar tunggal ASEAN. Sebab tidak hanya
barang produk industri atau hasil-hasil pertanian, tapi pasar tunggal ini memungkinkan sektor
jasa, dimulai dari profesi dokter, dokter gigi, teknik arsitektur, teknik sipil, pariwisata dan
bahkan jasa akuntansi, ke depan akan bebas keluar masuk di semua negara ASEAN. Dan, tiga
tahun lagi 21 negara APEC sudah merupakan pasar terbuka untuk investasi dalam industri, apa
saja, pertanian, otomotif, manufaktur, dan tidak menutup kemungkinan juga dalam sektor jasa.
Dengan demikian, Indonesia sebagai salah satu negara dengan penduduk besar, harus serius
mempersiapkan sumber daya manusianya, agar tidak kalah bersaing di dalam negeri, dan bahkan
bisa memasuki pasar regional tersebut, apakah ASEAn atau bahkan mungkin di negara-negara
APEC.

           Baik buruknya, dan berdaya saing atau tidaknya sumberdaya


manusia, termasuk di Indonesia, sangat tergantung pada keseriusan penyelenggaraan pendidikan
mereka, sejak jenjang pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Mereka harus
dipersiapkan untuk hidup dan berkolaborasi dengan mitra-mitra kerja mereka dari lintas negara,
bangsa, etnik, budaya, bahasa dan agama. Mereka harus bisa diterima dan menerima keragaman,
bisa berkomunikasi dalam bahasa yang bisa sling memahami, dengan tetap menjaga komitmen
dan konsistensi dalam agama, beragama, serta tetap menjaga patriotisme sebagai orang
Indonesia. Mereka harus dipersiaapkan untuk menjadi orang-orang yang mampu mendorong
nation dignity, trust dan ekspektasi mitra mereka dari berbagai bangsa dan negara yang berbeda,
sehingga karir atau bisnis mereka bisa terus berkembang, dan bahkan bisa menjadi orang hebat
dalam karir atau bisnis mereka.

Tantangan-Tantangan Pendidikan di Abad ke-21

Arus globalisasi sudah berjalan dan tidak bisa dihindari oleh siapapun di dunia, karena jumlah
penduduk yang kian membesar dan kini sudah mencapai jumlah yang jauh melampaui batas
tertinggi penghuni dunia. Oleh sebab itu, sudah sangat biasa di abad ke-21 ini, bahwa sebuah
negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negaranya, sementara
negara tersebut, pada saat yang sama mengalami over product untuk aspek lainnya.
Ketergantungan sebuah negara pada negara lainnya, tidak terhenti dengan salung membeli dan
menjual, tapi juga akan berkembang memasuki wilayah investasi untuk mengembangkan sebuah
industri. Dan ketika memasuki investasi, ada dua faktor yang akan mereka bawa, yakni modal
keuangan dan modal alat teknologi. Untuk kedua faktor tersebut diperlukan sumber daya
manusia yang handal untuk bisa mengoperasikan teknologitersebut serta yang bisa mengelola
uang dengan baik. Tidak mungkin semua SDM akan dibawa dari negara investor, dan mereka
akan menggunakan sumberdaya manusia yang ada di negara tujuan investasi. Untuk kepentingan
inilah, maka SDM Indonesia harus dipersiapkan, sehingga mereka compatible dengan kekuatan
SDM negara lainnya, terutama negara investor yang membawa modal uang dan teknologi.

           Untuk bisa melahirkan SDM cerdas berdaya saing dan mampu


beradaptasi dengan berbagai kemajuan di abad ke-21, maka pendidikan harus melakukan
berbagai perbaikan dalam berbagai aspek. Setidaknya ada dua aspek yang bisa dilihat untuk
merumuskan model pembelajaran di abad ke-21, yaitu dari aspek pekerjaan yang akan di-hunting
oleh para alumni, dan juga aspek siswanya sendiri yang mengalami banyak perubahan psikologis
dan sosiokultural akibat kemajuan teknologi. Dalam aspek pasar kerja, setidaknya ada tiga
argumentasi kenapa kebijakan pendidikan dan pembelajaran kini harus dievaluasi dan kemudian
diubah.

1. Pada abad ke-20 yang baru lalu, isu pendidikan masih di sekitar akses, mutu dan
relevansi, sehingga kebijakannya adalah penambahan ruang kelas, guru, dan Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) untuk mendukung pembiayaan, agar merata antara negeri
dan swasta. Kemudian, kebijakan mutu dikembangkan untuk bisa memperbaiki outcome
pendidikan sehingga prestasinya meningkat, bisa diapresiasi oleh para pengguna luusan,
dan mereka bisa diterima oleh pasar kerja dengan baik. Sejalan dengan itu, maka
kebijakan ketiga adalah relevansi antara program pendidikan dengan kebutuhan pasar.
Dengan demikian, semakin besar program vokasi maka akan semakin baik bagi sebuah
bangsa. Kini, persaingan pendidikan bukan hanya dalam negeri tapi sudah regional dan
bahkan global. Dan Indonesia masih belum membanggakan dalam konteks ini, kendati
mungkin ada perbaikan. Keikutsertaan Indonesia dalam Programme for International
Student Assessment (PISA) sejak tahun 2000 yang lalu umpamanya, masih belum
memperlihatkan peningkatannkualitas yang membanggakan. Hasil penilaian dalam tes
matematika dan sains untuk anak usia 15 tahun dari 72 negara OECD yang dilakukan
tahun 2015 yang lalu, Indonesia berada pada posisi 62, jauh ditinggalkan oleh Vietnam
yang sudah menembus angka 10 besar bersama dengan Singapore yang berada pada
peringkat pertama[2]. Hasil penelitian Stanford University yang dilaksanakan tahun
2008[3], menyimpulkan bahwa tes PISA ini bisa dijadikan sebagai acuan, karena
peningkatan peringkat dalam tes PISA dengan peningkatan rata-rata skor akhir sebuah
negara, berkorelasi posisitf dengan peningkatan GDP (Gross Domestic Product) negara
tersebut. Sebagai sebuah sistem penilaian, PISA mengembangkan instrumen penilaian
sains dan matematika, untuk sebahagiannya mengukur critical thinking dan Problem
solving. Dengan demikian, dalam soal-soal tersebut ada beberapa indikator yang
mengukur kemampuan dua kompetensi penting tersebut untuk kemajuan sebuah bangsa.
Teori bahwa pendidikan berkorelasi dengan ekonomi semakin memperoleh pembenaran.
Untuk itulah, maka perbaikan sektor pendidikan menjadi semakin signifikan untuk
kemajuan sebuah bangsa.
2. Perubahan fundamental dalam ekonomi, pekrjaan dan aktifitas bisnis telah mengubah
pola kerja dan juga tempat kerja. Dalam beberapa dekade terakhir ekonomi berbasis
manufaktur dengan berbagai upaya modernisasi manajemennya, kini telah berubah lagi
dan diganti dengan ekonomi yang didorong oleh informasi, sains dan teknologi, serta
inovasi dan kreatifitas. Proporsi aktifitas di wilayah pengelolaan, pemasaran, networking
dan juga pemanfaatan teknlogi informasi sebagai pendukung utama bisnis, baik
pemasaran, negosiasis, rapat dan pengambilan keputusan, serta data center dan sistem
kontrol, kini sudah melebihi proporsi pekerjaan manufakturnya sendiri, yang sudah
diubah dengan mekanisasi dan komputerisasi. Dengan demikian, tidak berlebihan kalau
di negara-negara maju, proporsi jasa dalam bisnis sudah mencapai 80 %, dibanding
dengan proses manufakturnya sendiri. Dengan demikian, sektor jasa berkembang sangat
cepat, penghasilannya sangt tinggi, dan juga pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan
skil, ketrampilan dan keahlian di berbagai industri baru, karena hampir seluruh pekerjaan
berdimensi interkoneksi global, baik dalam proses pengadaan maupun penjualan dan
purna jual. Dalam konteks perekonomian interkoneksi global ini, perusahaan sudah
berubah bagaimana mengorganisasikan seluruh sumber daya bisnisnya dan bagaimana
melakukan bisnisnya. Seluruh kegiatan bisnis memerlukan dukungann teknologi, baik
pada aspek manajemen, desentralisasi kewenangan pengambilan keputusan, sharing
informasi dan optimalisasi tim task force, jejarning lintas organisasi, dan inventory serta
penyusunan pekerjaan in time. Oleh sebab itu, seluruh SDM hasil pendidikan menengah
atau tinggi, vokasi atau akademik, harus menguasai teknologi, bersahabat dengan
teknologi dan memiliki budaya teknologi, sehingga bisa beradaptasi dengan pasar
global[4].
3. Perubahan fundamental dalam ekonomi, pekerjaan dan bisnis, kini telah mendorong
berkembangnya berbagai permintaan pasar tenaga kerja dengan keragaman ketrampilan
dan keahlian dari sumber daya manusia yang akan memasuki pasar tenaga kerja. Saat ini,
dan ini benar-benar tidak pernah terjadi sebelumnya, setiap orang harus mampu
menampilkan kemampuan menyelesaikan pekerjaan non rutin, yang memerlukan
kreatifitas, jika dia memiliki keinginan untuk sukses. Sementara ketrampilan, kreatifitas
dan kemampuan melakukan critical thinking untuk kemajuan perusahaan, sebenarnya
tidak semuanya baru. Ketrampilan tersebut juga sudah mulai dikembangkan di akhir abad
ke-20. Akan tetapi, kkompetensi tersebut, kreatifitas, inovasi dan kemamouan melakukan
hal baru di era abad ke-21 ini, bukan sesuatu yang harus berimplikasi hadiah, tetapi itu
harus duah menjadi kriteria dasar yang semua pekerja harus mampu melakukan inovasi-
inovasi tersebut. Seseorang tamatan sekolah menengah umpamanya, apakah akan
langsung memasuki pasar kerja, dia akan menjadi tenaga kerja yang benar-benar menjadi
tenaga operator pelaksanan pekerjaan. Akan tetapi, jika dia memasuki program
vocational, community college atau universitas, maka dia harus melatih diri untuk
kemudian menjadi orang kreatif, inovatif, bisa menyelesaikan masalah, bisa
berkomunikasi dengan pegawai lainnya, bukan saja soal kemampuan berbahasa tapi
penguasaan teknologi yang mereka gunakan dalam bisnis, bisa bekerjasama dan bisa
memperoleh informasi secara cepat, sehingga perkembangan apapun di luar
perusahannya bisa diikuti dengan baik. Inilah tuntutan hari ini, tidak saja untuk kemajuan
perusahaan tapi juga untuk kehidupan sehari-hari.

Sementara dalam aspek siswa, banyak perubahan yang terjadi pada mereka karena perubahan
teknologi yang selalu disuguhkan pada mereka setiap hari, dan bahkan setiap saat. Perubahan-
perubahan tersebut, antara lain adalah sebagai berikut:[5]

1. Mereka menyukai ada kontrol. Para siswa generasi abad ke-21 tidak menyukai terikat
oleh jadwal-jadwal tradisional, dan juga tidak menyukai duduk di dalam kelas untuk
belajar, atau duduk di dalam kantor untuk bekerja. Sebaliknya mereka lebih menyukai
untuk belajar sendiri dengan menggunakan alat komunikasi yang bisa menjangkau dunia
yang tak terbatas. Dengan caranya sendiri, mereka akan memperoleh informasi dari
berbagai sumber di dunia. Dengan demikian, mereka harus dikontrol target pencapaian
pengetahuannya, proses belajarnya dan hasil yang mereka dapatkan.
2. Mereka juga menyukai banyak pilihan. Untuk mata pelajaran project, yakni tugas
melakukan mini riset, mereka akan menggunakan teknologi untuk memperoleh banyak
informasi. Mereka harus diberi kebebasan untuk memilih metode dan teknik-tekniknya,
untuk mereka jalani dan pada akhirnya akan mampu menyiapkan laporan, sebagaimana
para siswa atau mahasiswa yang melakukannya secara tradisional.
3. Mereka adalah orang-orang yang menyukai ikatan kelompok dan ikatan sosial, hanya saja
mereka membangun group melalui media sosial mereka, dan oleh karenanya kelompok
mereka lintas bangsa, negara, budaya dan bahkan agama. Mereka memiliki jejaring
internasional yang dinamis, dan jika mereka manfaatkan untuk menjadikan jejaringnya
sebagai peer group-nya, maka mereka akan memiliki pengelaman keilmuan yang jauh
lebih baik, daripada tutorial atau mentoring dalam satu kelas di sekolah tradisional.
4. Mereka adalah orang-orang terbuka, melalui tradisi jejaringnya mereka terbelajarkan
untuk menjadi terbuka, karena dalam jaringannya semua penganut agama ada dan
terkelompokkan, ada yang Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan juga Kong Hu Chu,
atau bahkan mungkin ada yang atheis, tapi komunikasi mereka tetap berjalan dan tidak
terganggu oleh perbedaan-perbedaan tersebut.
5. Kemudian Ian Jukes menambahkan bahwa anak-anak generasi milenium ke-3 ini juga
memiliki beberapa distingsi dari generasi sebelumnya. Berbagai kekhasan mereka itu
adalah sebagai berikut.[6]

1. Mereka terbiasa dengan teknologi digital. Mereka adalah orang-orang yang sudah sangat
terbiasa dengan teknologi digital. Mereka adalah kelompok sosial yang mampu
memperbesar fungsi-fungsi teknologi digital dengan fungsi yang lebih besar, dari sekedar
komunikasi, sumber informasi, atau publikasi produk dan layanan jasa. dan karena
kebiasaan-kebiasaannya yang selalu lekat dengan alat komunikasi tersebut, mereka akan
memiliki kreatifitas untuk optimalisasi penggunaan teknologi tersebut untuk kebaikan
hidup masyarakat.
2. Mereka berfikir berbeda tentang teknologi. Generasi sebelumnya, memiliki kebiasaan
kalau ada teknologi baru, mereka pelajari, pertimbangkan baru kemudian mereka pakai.
Generasi milenial sekarang tidak mempedulikan itu, ketika ada teknologi baru, mereka
langsung gunakan, dan mereka jadikan mitra hidupnya. Oleh sebab itu, ketika ada google,
mereka tidak pelajari apa itu google atau yahoo, tapi mereka langsung manfaatkan
sebagai sumber informasi, sumber belajar, dan berbagai manfaat lain untuk mereka
belajar atau lainnya.
3. Mereka lebih menyukai eksperimen-eksperimen dalam pemanfaatan teknologi, jika gagal
dalam satu kali penggunaan, mereka akan coba lagi, dan terus mencoba sampai mereka
berhasil. Mereka termasuk generasi pemberani dengan risiko, sehingga menyukai ujicoba
tersebut, sampai mereka berhasil. Kebiasaan tersebut mereka lakukan, karena anak-anak
sekarang melihat hidup dalam ketidak pastian. Orang tua mereka kerja keras untuk
membiayai hidup mereka, karena khawatir dengan hari esok yang belum pasti, dan belum
diketahui apa yang akan terjadi. Oleh sebab itu, kalau mereka punya waktu, mereka akan
habiskan untuk bersenang-senang. Inilah karakter generasi milenial, yang mulai
mengenal kehidupan dunia di abad ke-21 ini.
Bagaimana mendidik mereka, mempersiapkan mereka untuk penerus peradaban dunia, mereka
harus memiliki responsibility terhadap sustainabilitas peradaban dunia, harus mampu
bekerjasama lintas bangsa, negara, budaya dan agama. Pada saat yang sama, mereka juga sudah
sangat dimudahkan dengan teknologi yang rata-rata orang Indonesia menghabiskan waktu 5.5
jam perhari untuk membuka dan membaca smartphone-nya.[7] Akan tetapi, hasil survey
McKinsey, memperlihatkan bahwa masyarakat Indonesia masih di bawah Singapura, Filipina
dan Thailand dalam penggunaan internet, dengan hanya 34% dari total penduduk, sementara
Amerika Serikat sudah mencapai 87%. Akan tetapi pengguna media sosial seperti facebook,
twiter dan istagram, penetrasi masyarakat Indonesia melampaui Amerika Serikat.[8] Kemudian,
mereka juga harus mampu mengembangkan jejaring kerjasama antar bangsa, harus menjadi
orang kreatif dan inovatif, memiliki rasa percaya diri yang baik, mampu berkomunikasi dan
meyakinkan mitra kerjanya dengan baik, serta tetap memiliki patriotisme yang kaut di tengah
arus globalisme yang mempengaruhi cara berfikir masyarakat dunia kini dan esok.

Bagaimana Menjadi Guru di Tengah perubahan yang Sangat Cepat

Sukses menjadi guru di era perubahan ini tidak cukup hanya dengan peningkatan
profesionalisme yang ditandai dengan sertifikasi dan tunjangan profesi, kehadiran dan jumlah
jam mengajar guru di kelas, tapi harus dilakukan reframing rancangan pendidikan dan
pembelajaran yang komprehensif, baik dari aspek lingkungan belajar, yakni ruang kelas yang
mendukung proses pembelajaran, memiliki perpustakaan kelas, kursi dan meja belajar yang
mudah diubah formasinya, perpustakaan utama, laboratorium serta sarana lain yang mendukung
untuk siswa melakukan aktifitas, baik olah raga, bermain, istirahat dan juga tempat untuk para
siswa makan dan minum. Kemudian, sekolah juga harus memiliki konsep yang jelas tentang
pengembangan profesi para guru, baik sistem peningkatan karir, insentif yang sesuai dengan
produktifitas para guru, Sistem penugasan guru sebagai sebua profesi, baik untuk mengajar,
medampingi siswa belajar, mengeevaluasi pencapaian belajar siswa, dan juga perlindungan para
guru dalam melaksakan tugas profesinya sebagai guru. Kurikulum dan pembelajaran, standar dan
penilaian.

           Dalam konteks kurikulum, sekolah harus memfasilitasi para siswanya


belajar sains, ekonomi, sosial, sejarah dan kewarganegaraan, di samping bahasa internasional.
Kemudian sekolah juga harus melakukan perubahan disain kurikulumnya untuk membina para
siswanya agar memiliki kesadaran global, mengetahui dan sadar akan pentingnya manajemen
keuangan, prosedur melakukan bisnis dan juga harus menjadi kelompok sosial yang tidak buta
entrepreneurship, keasadaran tentang perlunya hidup sehat, dan juga kesadaran akan perlunya
menjaga dan memelihara lingkungan, menjaga dan mengkonservasi hutan sebagai sumber mata
air, memproduksi oksigen, memelihara dan menjaga kebersihan udara dari polusi, yang
semuanya itu tidak mungkian akan menjadi tambahan subject matter baru, tapi bisa diinsersi
dalam kegiatan ekstra kurikuler, atau menjadi pokok bahasan dalam mata pelajaran yang relevan,
atau ilustrasi dalam proses belajar mata pelajaran sains, matematika dan sosial. Kesadaran
globalisme menjadi bagian penting dalam redisain kurikulum dan pembelajaran yang harus
dikembangkan untuk generasi milenium ke-3 ini, karena penduduk dunia yang semakin besar,
sumber daya alam yang semakin terbatas untuk memenuhi hajat hidup umat manusia, moblitas
penduduk dunia yang semakin dinamis, dan kompetisi yang semakin ketat.
           Perancangan ulang program pendidikan tersebut dikembangkan
dalam rangka menghasilkan para alumni yang memeiliki krieteria utama untuk bisa sukses dalam
karir dan profesi. Pendidikan harus bisa menghasilkan para alumni yang menguasai core subjects
sains, matematika, sosial, sejarah, dan kewarganegaraan, serta berbagai skil, pola fikir, pola
pandang dan sikap yang sesuai dengan pekermbangan abad ke-21. Kemudian mereka juga harus
memiliki kompetensi untuk bisa akses informasi, dan media, ketrampilan yang bisa mereka
gunakan untuk memasuki pasar kerja, serta memiliki kesadaran untuk menjadi pembelajar
sepanjang hayat, serta menjadi orang kreatif dan inovatif dalam bidang apapun mereka berkarya.
Inilah kompetensi-kompetensi utama yang harus dimiliki setiap pelajar dan mahasiswa yang
akan memasuki pasar kerja di era milenium ketiga, era globalisme, dan kolaborasi internasional,
serta dalam era digital dan pemanfaatan teknologi yang jauh lebih besar dari zaman era milenium
ke-2 yang baru lalu.

           Akan tetapi, tidak semua kompetensi tersebut menjadi bagian


program pembelajaran sebagai core subject dalam kurikulum sekolah, karena di samping harus
slim, kurikulum juga selalu menggunakan pendekatan cabang keilmuan, karena pendidikan
adalah mengubah cara berfikir, bersikap, bertindak serta membina keahlian yang semuanya
hanya bisa dilakukan dengan pendekatan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, banyak kompetensi
yang dimandatkan pada proses pembelajaran, yakni proses pembelajaran, ilustrasi penjelasan
konsep keilmuan, serta proses pemahaman ilmu, pelatihan penguasaan teknologi, bahkan buku
teks yang memerlukan penjelasan ilustratif, bukan sesuatu yang bebas nilai, semuanya harus
menjadi bagian dalam proses mengubah prilaku siswa, yang harus dikontrol oleh guru,
sebagaimana leingkungan dan budaya sekolah, harus didasarkan pada kebutuhan pencapaian
tujuan pendidikan. Dengan demikian, proses pembelajaran memiliki dua sisi mata pisau, yakni
peningkatan kompetensi berbasis ilmu dan teknologi, serta peningkatan kompetensi berbasis
aktifitas belajar. Ketika guru memerintahkan siswa untuk melakukan peer review dengan teman
sekelas, pada hakikatnya dia sedang mendorong para siswanya untuk memahami secara
mendalam bahan ajar yang mereka pelajari, menerimanya sebagai kebenaran baru dan
membiasakannya dalam kehidupan profesi serta sosial mereka, dan pada saat yang sama, dia
juga melatih interpersonal mereka, melatiha berkomunikasi, melatih sikap terbuka dan bahkan
dilatih untuk bisa menerima orang lain.

           Demikian pula, ketika mereka melakukan praktik di laboratorium,


apakah praktik pembuktian atau pelatihan penggunaan sebua alat, maka pada hakikatnya mereka
sedang melatih skil dan ketrampilan dengan alat teknologi tersebut yang dalam taksonomi Bloom
berada pada level 14 dan 15 practicing dan adapting, tapi pada saat yang sama juga dilatih untuk
menjadi orang yang selalu berfikir persisting, listening to other, striving for accuracy, dan
bahkan melatih kecerdasan interpersonal dengan melatih komunikasi yang saling menghargai
dengan para tutor, laboran dan peer groupnya. Dengan demikian, beberapa bagian dalam teori
behaviorisme, bahwa guru harus mengontrol lingkungan sebagai bagian penting dalam proses
yang terjadi dalam black box, tetap harus menjadi bagian penting sehingga tidak ada satu detik
pun yang tidak berguna bagi anak, sejak mereka masuk pintu gerbang sekolah. Persiapan masuk
kelas, di dalam kelas, waktu istirahat dan juga waktu mereka di rumah ibadah, bahkan waktu
mereka sedang berada di kantin sekolah, adalah waktu-waktu produktif untuk mengubah
behaviour mereka, baik cara berfikir, bersikap dan bertindak, atau bahkan meningkatkan skil dan
ketrampilan mereka.
           Sebagaimana sudah dikemukakan dalam bahasan tentang optimalisasi
proses pedagogi dengan pedagogi multiliteracy, dengan mencoba menginsersi empat (4) aspek
dalam proses pembelajaran sains, sosial, dan bahasa, yakni taxonomy of thinking, Taxonomy
Bloom, Multiple Intelligence dan habit of mind. Kendati mungkin masih tumpang tindih antara
satu dengan lain, karena dikembangkan secara parsial, namun setidaknya pendidikan terus
berupaya merespon kemajuan peradaban dunia, dan tidak hanya terpaku dengan satu Taxonomy
Bloom, yang fokus pada perubahan prilaku melalui sains, sosial, teknologi dan juga bahasa yang
dipelajari siswa di sekolah. Multiliteracy pedagogi mencoba menawarkan kompetensi-
kompetensi yang nyta diperlukan untuk pengembangan profesi di abad milenia, yang lebih
flexible, responsif dan juga sesuai dengan keperluan bekerja dalam dunia yang lintas budaya dan
bahasa.

           Begitu banyak kompetensi dan ketrampilan yang diidentifikasi


merupakan kompetensi yang paling urgen di abad milenia ini, baik competence of thinking,
multiple intelligence, maupun habit of mind, selain taxonomy bloom yang selama ini menjadi
acuan dalam pengembangan proses pembelajaran di dalam kelas. Akan tetapi, para pendidik
yang tergabung dalam National Education Assosiation (NEA), yang berpusat di USA, melihat
bahwa Critical Thinking and problem solving, Communication, Collaboration dan Creativity and
innovation, merupkan empat kompetensi yang paling sustainable sebagai variabel yang
dituntut oleh setiap perusahaan dan dibutuhkan oleh setiap profesional. Mereka menyebutnya
sebagai Four C’s , atau empat C. Dalam buku yang diterbitkan NEA berjudulÂ
“Preparing 21st Century Students for a Global Society―, Dennis Van Roekel, presiden
asosiasi menjelaskan bahwa berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di USA dalam
sepuluh tahun terakhir, bahwa kehidupan manusia di dunia sekarang ini sangat kompleks
dibanding dengan 50 tahun lalu, karena mobilitas antara negara yang dilakukan masyarakat
dunia saat ini, interaksi sosial yang semakin mengglobal, komunikasi sosial yang lintas negara,
bangsa, budaya dan agama dengan menggunakan media virtual yang sangat cepat, formasi
pekerjaan yang terbuka sangat lebar dalam berbagai variasi formasi yang sangat dinamis.
Berbagai tantangan dalam dunia kerja yang sudah tidak memerlukan para pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rutinitas adminsitratif, tapi sebaliknya para pekerja
profesional dituntut untuk lebih banyak melakukan innovasi dan kreatifitas dalam
pengembangan bisnis, berkomunikasi dengan berbagai mitra usaha lintas negara, bangsa,
budaya, agama dan bahasa. oleh sebab itulah, para siswa harus dipersiapkan dengan empat
“C― kompetensi, yakni critical thinking, comunication, collaboration, creativity and
innovation[9]. Tanpa mengabaikan berbagai kompetensi lainnya, keempat kompetensi ini
menjadi fokus yang jauh lebih kuat untuk tugas guru di abad ke-21 ini.

Four Cs Competences Memasuki Abad ke-21

Critical Thinking

Critical thinking di Indonesia sering dipadankan berfikir kritis. Akan tetapi, secara pragmatis
berfikir kritis sering juga difahami berbeda oleh para pemakainya. Ada yang dengan sangat
mudah untuk mendefinisikan berfikir kritis adalah berfikir untuk selalu berbeda dengan
kebijakan dari pejabat publik. Kalau seseorang mampu selalu berfikir berbeda dengan keputusan
kebijakan pejabat publik, sering dikatakan bahwa dia itu kritis. Padahal belum tentu
kebijakannya itu melenceng dari visi dan misi institusi, sehingga kritiknya tidak memperoleh
respon publik. Gaya berfikir kritis seperti ini, tidak bisa dijadikan acuan untuk para siswa, karena
tidak produktif. Kemudian, ada juga yang mampu memilihi dari berbagai kebijakan, keadaan,
atau perkembangan yng terlihat keluar dari regulasi, kebijakan, atau arah pegembangan institusi,
sehingga diasumsikan akan menjadi sebuah petaka atau bencana besar atau kecil. Akan tetapi,
dia hanya bertendensi untuk mempertanyakan yang berujung pada menyalahkan para pengambil
kebijakan atau keputusan, sehingga berakhir dengan chaos karena mampu mempengaruhi
kelompok-kelompok lain untuk melakukan strike. Gaya seperti ini, juga kurang produktif karena
tidak memberikan jalan keluar untuk melakukan perbaikan ke depan untuk kemajuan institusi.

           Sejalan dengan itu, maka Emily R. Lai menncoba menawarkan


sebuah pengertian yang dipengaruhi oleh dua cara pandang philosofi dan psikologi. Menurut
cara pertama, berfikir kritis diartikan sebagai “cara berfikir yang bertujuan, berbasis regulasi,
teori, konsep, dan hasil analisis terhadap data, serta menggunakan berbagai kriteria yang jelas
dan terukur―.[10] Inilah pendekatan philosofis untuk mengidentifikasi critical thinking, yang
sedikitpun tidak menyinggung soal comon sense, justru dalam pendekatan filosofis menuntut
tagihan-tagihan teori, konsep dan regulasi, serta prosedur analisis yang metodologis berbasis data
empirik. Pendekatan filosofis melihat pada kebenaraan proses dan prosedur, serta integritas
berfikir yang disandarkan pada teori dan regulasi. Sementara dalam pandangan psikologi, critical
thinking sering dimaknai dengan “penggunaan ketrampilan atau strategi kognitif untuk
meningkatkan probabililitas pencapaian outcome yang diharapkan―.[11] Definisi yang
dikemukakan oleh aliran psikologi tidak mengabaikan urgensinya teori, regulasi, data dan
metodologi, karena diikat dengan kata-kata ketrampilan kognitif, yang mewakili semuanya, tapi
kelebihan psikologi adalah fokus pada desirable outcome, yakni peningkatan hasil yang
diharapkan.

           Dengan demikian, untuk berfikir kritis tidak cukup hanya mampu


berfikir berbeda dengan kebijakan publik, keputusan pimpinan institusi, tapi justru adalah
berfikir konstruktif untuk membawa perubahan terhadaap keadaan yang diasumsikan akan
merugikan institusi karena pelambatan ataau karena jalaannya yang keliru berdasarkan regulasi,
teori atau konsep. Kemudian, critical thinking juga memerlukan metodologi berfikir yang
sainstifik, berbasis data, teori, regulasi dan konsep, serta analisis obyektif dengan teknik dan
metode yang bisa dipetnggung dakwakan. Ketrampialn itulah yang harus dilatihkan pada para
siswa dan mahasiswa, yang untuk ini, tidak ada mata kuliahnya, tidak ada waktu khusus untuk
melatih mereka, tapi menjadi kunnci sukses mereka sebagai profesional, dan kunci sukses dunia
untuk merajut peradaban di masa yang akan datang. Oleh sebab itulah, dalam tulisan ini, critical
thinking dimasukkan dalam salah satu agenda strategis melatih para siswa dan mahasiswa
melalui proses pembeljaran, dan menyatu pada subject matter, matematika, sains, sosial dan
bahasa.

           Sejalan dengan itu, Dennis Van Roekel dalam guideline book untuk
para guru yang berada dalam asosiasinya, menjelaskan, setidaknya ada empat kompetensi dasar
yang harus dimiiki para siswa dan mahasiswa agar memiliki kompetensi critical thinking dengan
baik, yakni, mampu menyampaikan argumentasi logis secara efektif, mampu berfikir sistemik,
mampu merumuskan kesimpulan, dan mampu melakukan problem solving secara efektif[12].

1. Kemampuan memformulasi pemikiran secara rasional baik leogika deduktif ataupun


induktif yang sesuai dengan kebutuhan formulasi penyelesaian masalah ataupun sebuah
usulan. Analisis dimulai dengan teori, atau regulasi, atau idealitas, dan dielaborasikan
secara lebih detail, baru kemudian mengemukakan data, fakta atau kenyataan empirik,
dan kemudian aanalisis kesenjangan antara regulasi dengan implementasi, antara idealitas
dengan realitas dan seterusnya, sehingga bisa diformulasikan masalahnya. Itulah cara
berfikir deduktif. Akan tetapi, jika berfikir induktif, dimulai dengan berbagai
kenyataan, lalu disandingkan dengan regulasi, teori atau harapan, dan kemudian
dianalisis kesenjangannya sehingga bisa diformulasikan permasalahannya.
2. Kemudian, mampu menjaga koherensi fakta antara satu dengan yang lain, dan mampu
mensinergikan fakta-fakta tersebut, sehingga menjadi satu kesatuan, untuk dianalisis
langkah-langkah pernyelesaian masalahnya, atau langkah-langkah pembaharuan yang
akan dikembangkan atau apapun idenya. Dengan demikian, dia mampu menjaga
hubungan dialektika antara satu fakta dengan lainnya, dan antara fakta dengan masmalah,
dan antara masalah dengan solusinya.
3. Kemudian mampu merumuskan kesimpulan yang diawali dengan pengumpulan data
yang sesuai, menganalisis data, lalu merumuskan kesimpulan berbasis data dan didukung
dengan teori, serta menyesuaikan kesimpulan tersebut pada regulasi, teori atau konsep,
dan menjaga konsistensi analisis masalah dengan argumentasi yang melatarblakangi
masalah tersebut.
4. Dan terakhir setiap siswa dan mahasiswa harus dilatih untuk mampu menyelesaikan
masalah, yakni bahwa kesimpulan tersebut mampu menjawab permasalahan yang
sedang dihadapi institusi, dan pemikiran tersebut merupakan salah satu solusi
menyelesaikan permasalahan institusinya, baik dalam aspek SDM, keuangan, infra
struktur, maupun kemajuan perusahaan, institusi atau korporasi agar bisa jauh lebih
perform dari yang sudah berkembang saat itu.

Kompetensi tersebut harus diperoleh oleh setiap siswa dan mahasiswa agar mereka bisa
memasuki pasar kerja global, baik pada tingkat ASEAN, APEC, maupun pada tingkat global
yang akan terus bergerak seiring denganperkembangan cepat dari teknologi informasi, sehingga
dunia menjadi border less, dan mobilitas manusia di dunia bukan antar kota dalam sebuah
negara, tapi antar negara di dunia. Akan tetapi, kompetensi ini tidak ada mata pelajaran atau mata
kukiahnya, tidak ada paket trainingnya, dan kini menjadi mandat guru yang harus dilatihkan
pada para siswa dalam proses pembelajaran sains, matematika, IPS dan bahasa di dalam kelas.
Oleh sebab itu, maka kini dikembangkan multiliteracy pedagogy, agar para guru memiliki
integritas untuk menjadikan mata pelajarannya sebagai wahana berlatih critical thinking.

Communication

Komunikasi adalah kunci sukses dalam posisi apapun. Jika komunikasi seseorang itu baik,
menggunakan bahasa yang difahami oleh semua orang, bisa meyakinkan para penerima,
pesannya singkat, jelas dan sesuai dengan target outcome yang diharapkan, maka semua pesan
akan tersampaikan dan akan mempengaruhi penerima untuk mengikuti atau setidaknya tidak
melakukan penolakan terhadap informasi tersebut. Dalam bisnis apapun, dalam profesi
apapun, komunikasi merupakan salah satu bagian yang sangat vital. Komunikasi adalah proses
penyampaian informsi atau sebuah pemahaman umum dari seseorang terhadap orang lain[13].
Proses komunikasi akan melibatkan pengirim pesan, penerima pesan, konten pesan, dan media
atau channel. media komunikasi bisa berbentuk face to face conversation, telephone call, e mail
or written report. Komunikasi akan terganggu jika bahasa yag digunakan tidak atau kurang
difahami oleh dua fihak yang berkomunikasi, atau suasana bising, atau sikap penerima yang
kurang respek pada pengirim, atau penerima dalam keadaan emosi sehingga pesan-esan tidak
bisa diterima secara utuh.

           Sekolah atau perguruan tinggi harus melatih ketrampilan komunikasi


para siswa dan mahasiswanya, agar mampu berkomunikasi dengan baik, bisa diterima di pasar
kerja, dan mampu mendorong serta meningkatkan bisnis perusahaan atau institusi tempat mereka
berkarir. Akan tetapi, kompetensi komunikasi ini juga tidak ada mata pelajarannya dan juga tidak
ada mata kuliahnya selain pada program studi ilmu komunikasi. Dan ketrampilan ini menjadi
sangat penting bagi semua siswa dan mahasiswa dari program studi apapun, karena semua
mereka akan berkarya dan kompetensi komunikasi akan mereka gunakan dalam karya mereka
sebagai profesional. Oleh sebab itu, pembinaan kompetensi komunikasi juga menjadi mandat
dalam proses pembelajaran pada semua subject matter. Ketrampilan yang harus dilatihkan pada
para siswa dalam proses pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut[14].

1. Mengartikulasikan pemikiran dan gagasan dengan jelas, simpel dan mudah difahami,
baik dalam bahasa lisan, tulisan atau komunikasi nonverbal lainnya, dengan
menggunakan berbagai bentuk saluran yang efektif menyamaikan pesan.
2. Mendengarkan uraian yang disampaikan penyampai pesan, apapun isi pesan tersebut,
apakah pengetahuan baru, nilai-nilai baru, sikap-sikap baru, atau pesan-pesan lain untuk
dikerjakan bersama. Komunikasi di sekolah atau perguruan tinggi masih didominasi oleh
komunikasi guru dengan siswanya, dosen dengan mahasiswanya, tata usaha dengan para
siswa dan/atau mahasiswa, serta antar siswa serta mahasiswa sendiri. Ketrampilan
tersebut, baik sebagai pengirim mauun penerima pesan, akan mereka gunakan kelak
ketika sudah memasuki dunia profesi kekaryaan.
3. Menggunakan komunikasi untk berbagai tujuan, apakah untuk penyampaian kabar,
intruksi, memotivasi, meyakinkan seseorang untuk mengikuti pemikirannya, atau
mempengaruhi seseorang untuk beralih mengikuti cara pandang dan kecenderungannya.
4. Melatih penggunaan berbagai media komunikasi berbasis teknologi sesuai kemajuan
teknologi informasi, dengan memahami berbagai keuntungan dan kerugiannya. Ketika
seorang guru atau dosen menyampaikan pesa pembelajarannya di internet, pada saat yang
sama dia sedang melatih para siswa atau mahasiswanya menggunakan media internet
sebagai channel komunikasinya. Demikian pula ketika para guru atau dosen ketika
meminta para siswa atau mahasiswanya, menyampaikan tugasnya juga melalui channel
dunia maya tersebut.
5. Melatih komunikasi dalam konteks sosial berbeda dengan menggunakan pendekatan
budaya dan bahasa yang berbeda. Para siswa dan mahasiswa harus dilatih untuk
komunikasi dengan channel multilingual, serta pendekatan multi budaya dengan attitude
multikultural.
Sebagaimana melatih kemahiran critical thinking yang diintegrasikan dalam subject mater,
demikian pula pelatihan ketrampilan komunikasi yang harus dikontrol oleh guru dan dosen
dalam proses pembelajaran mata pelajaran atau mata kuliah jurusan atau keahlian. Dengan
demikian sumber belajar utama adalah ruang kelas dalam waktu belajar, dan program pelatihan
ketrampilan komunikasi ada dalam proses pembelajaran tersebut. Akan tetapi, ada potensi lain
untuk pembelajaran dan pelatihan ketrampilan komunikasi di luar kelas, yang bisa dan harus
dikontrol oleh guru atau dosen, yakni penugasan dan pelaporan tugas. Penugasan bisa
menggunakan channel internet dan bisa diakses dengan android, demikian pula dengan
pelaporannya. Dengan demikian, guru dan dosen sudah melatih dua skil sekalian, ketrampilan
komunikasi tulis, dan ketrampilan penggunaan media elektronik untuk sebagai saluran
informasinya. bahkan bisa berkembang menjadi tiga atau empat keuntungan, dengan penggunaan
multilingual jika mitra komunikasinya beraasal dari komunitas multilingual, dan juga
pendekatan multikultural jika mitra komunikasinya berasal dari masyarakat lintas budaya.

Collaboration

Berbagai perusahaan seringkali melakukan kerjasama, apakah dengan membentuk konsorsium


untuk melakukan proyek yang sangat besar, atau hanya mengembangkan kerjasama dengan
saling membantu sama lain dalam menyelesaikan sebuah pekerjaan, atau melakukan kerjasama
untuk mengembangkan sebuah bisnis antara produsen, distributor dan pemasaran. Semuanya itu
sngat dimungkinkan untuk terjadi saat ini, apalagi dalam dunia modern yang sudah sangat
didukung oleh infra struktur komunikasi yang memudahkan proses pembicaraan, negosiasi dan
pembicaraan sharing antara satu dengan lainnya. Kerjasama, tidak hanya di korporasi swasta tapi
juga di intitusi pemerintah, satu kementerian, tidak bisa melaksanakan tugas dan fungsinya
dengan baik tanpa didukung oleh kementrian lainnya. Kementrian Agama yang memiliki tugas
dan fungsi menyelenggarakan ibadah haji, harus bekerjasama dengan kementrian perhubungan,
kementrian kesehatan serta lembaga-lembaga lain, bahkan dengan korporasi swasta untuk
penyediaan berbagai kepentingan teknis dalam pelaksanaan pelayanan ibadah haji bagi
masyarakat. Kolaborasi adalah ketrampilan yang harus dimiliki setiap orang, baik untuk menjadi
pengusaha, entreprenuer, maupun sebagai pegawai negeri sipil.

           Kolaborasi tiada lain adalah kerjasama dengan melakukan pertukaran


informasi, mengembangkan berbagai pilihan kegiatan dan pekerjaan bersama, melakukan
sharing sumber daya, meningkatkan kapasitas dari masing-masing organisasi untuk mencapai
tujuan bersama, dan dikembangkan melalui jejaring kerja, koordinasi dan kooperasi antar
institusi, organisasi dan korporasi dalam melaksanakan sebuah pekerjaan.[15] Tiga komponen
penting dalam kolaborasi adalah jejaring kerja, koordinasi dan kerjasama (cooperation).

           Jejaring kerja adalah mengembangkan jejaring dengan sesama mitra


kerja untuk bertukar informasi, dan untuk melakukan kerjasama yang saling menguntungkan.
Jejaring kerja itu bisa dilakukan antar instansi dalam satu kota yang sama, antar kota, provinsi
dan bahkan antar negara dan bangsa, yang dilakukan untuk bisa saling memahami satu sama lain,
serta dapat melakukan langkah-langkah kongkrit untuk mengembangkan kolaborasi di antara
mereka, dalam rangka melaksanakan sebuah proyek, pekerjaan dan kegiatan bisnis untuk
mencapai tujuan dan keuntungan bersama.
           Bersamaan dengan pengembangan jejaring kerja adalah koordinasi,
yakni melakukan pertukaran informasi, mengembangkan alternatif kegiatan yang akan
dikerjakan bersama, apakah dimulai dari pembicaraan penyamaan persepsi, menentukan langkah
dan tindakan dan baru menentukan tindakan atau aksi-akis bisnis yang dapat membawa
keuntungan bersama antar seluruh pihak yang melakukan kerjasama, dan tetap dalam langkah-
langkah untuk mencapai tujuan bersama. Koordinasi memerlukan keterlibatan organisational
yang lebih dalam dari sekedar jejaring, karena sudah harus melibatkan banyak sumber daya yang
diperlukan dalam bekerja. Oleh sebab itu, dalam koordinasi hubungan organisasi sudah jauh
lebih bersahabat satu sama lain, dan seluruh penghalang komunikasi dieliminasi dan bahkan
dikurangi, sudah banyak waktu dialokasikan dan sudah lebih saling percaya antara satu dengan
lain.

ÂÂÂÂÂÂÂÂÂÂÂ Sementara cooperation adalah pertukaran informasi,


mengembangkan pilihan-pilihan aksi dalam kegiatan bisnis organisasi, melakukan sharing
sumber daya yang saling menguntungkan untuk mencapai tujuan bersama. Keterlibatan masing-
masing organisasi dalam cooperation sudah semakin besar, masing-masing harus share sumber
daya manusia, keuangan, teknologi, staf, property, akses pada sumber daya orang dalam
organisasi, dan bahkan alat-alat dari masing-masing organisasi. pada level ini, sebaiknya
kollaborasi sudah dilengkapi dengan perjanian teknis tertulis sehingga masing-masing memiliki
dasar legal dalam pemanfaatan semua sumber daya organisasi. Dalam cooperation dedikasi
waktu dari masing-masing organisasi sudah semakin besar, kepercayaan harus sudah meningkat
bahkan diikat dengan legal base kerjasama teknis melalui Perjanjian Kerja Sama (PKS), dan
bahkan akses informasi, orang dan property harus dibuka sesuai perjanjian.

           Inilah hakikat kolaborasi yang merupakan model bisnis di abad


milenia, bahkan dalam kolaborasi diharapkan masing-masing organisasi memberikan
dedikasinya yang terbaik, mengalokasikan waktu yang banyak sesuai keperluan proyek, saling
percaya satu sama lain dan mengembangkan bisnis yang saling menguntungkan agar bisa
sustainable. Dalam kolaborasi, masing-masing organisasi iktu bertanggung jawab kemajuan,
kemunduran dan risiko dalam setiap pekerjaan, semua dilakukan bersama untuk mencapai tujuan
bersama, sebagaimana mereka juga share dalam penghasilan, pendapatan dan bahkan bonus
pekerjaan secara fair.

           Berbeda dengan dua kompetensi critical thinking dan komunikasi,


kompetensi kolaborasi memerlukan bantuan kurikulm tertulis dalam pembelajaran, dan bisa
masuk disisipkan pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, dan Bahasa Ingris, dilakukan secara interseksional, yakni semuanya manyatu
dalam kesatuan program, tapi menyebar dalam beberapa mata pelajaran. Dalam IPS sendiri
menyebar pada geografi, ekonomi dan bahkan mungkin sejarah. Sementara dalam Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan dan Bahasa Ingris, lebih pada penekanan kesadaran akan
pentingnya menjaga patriotisme di tengah-tengah dorongan diaspora, sementara bahasa Inggris
lebih pada ketrampilan bagaimana bernegosiasi dan mempengaruhi orang lain. Akan tetapi,
insersi tersebut akan lebih mudah pada ilustrasi bukan coe content of learning, karena aga sukar
menjaga konsistensi keilmuannya. Kendati demikian, kolaborasi juga bisa dilatihkan dalam
proses pembelajaran melalui teknik Problem Based Learning (PBL) dalam IPS, umpamanya
ketika memasuki pokok bahasan yang relevan.
Creativity and Innovation

Ada yang berpendapat bahwa kreativitas adalah bawaan dan diahirkan, dengan demikian hanya
sedikit saja orang kreatif di dunia ini. Akan tetapi para ahli pendidikan tidak mempercayai itu,
sehingga masih dirancang bagaimana mempersiapkan anak-anak bangsa kreatif melalui proses
pendidikan. Kreatif sendiri bermakna kemampuan untuk melahirkan sebuah gagasan, konsep
baru untuk menyelesaikan sebuah masalah, atau kemampuan melahirkan prototype baru untuk
melahirkan sebuah produk baru yang akan dihasilkan.[16] Pengertian di atas, setidaknya
menyiratkan empat kriteria untuk seseorang dikatakan orang kreatif, yakni sebagai berikut.

1. Kemampuan berfikir divergen yang bisa memberikan solusi berbeda dari yang lain
tentang sebuah masalah.
2. Memiliki ilmu yang cukup dan memiliki pengalaman masa lalu yang relevan
3. Memiliki kemampuan untuk komunikasi sehingga bisa bertukar informasi dengan
koleganya.
4. Memiliki kapasitas dalam berfikir kritis dan memiliki kemampuan analis yang baik.

Untuk melahirkan anak kreatif diperlukan lingkungan yang mendukung, pelatih yang memiliki
kompetensi, pelatihan yang cukup, dan individual yang pekerja keras. Dengan demikian, kini
sudah tidak diperdebatkan lagi, bahwa kreatifitas itu dibentuk bukan dilahirkan.

           Kreatifitas selalu berdampingan dengan inovasi, karena keduanya


hampir sama, bahwa kreatifitas menuntut ada pemikiran baru, gagasan baru untuk penyelesaian
masalah. Dan kreatifitas juga terkait dengan prototype baru, dan produk baru sebagai alternatif
untuk memperbaiki produk yang sudah ada. Dengan demikian dalam proses berfikir kreatif ada
fase melahirkan sebuah formula baru, dan ada proses implementasi formula tersebut untuk bisa
dipakai dalam penyelesaian masalah. Dengan demikian orang kratif bukan orang hanya berfikir
imajinatif, tapi yang menggunakan hasil pemikirannya untuk menyelesaikan masalah, bukan
untuk melahirkan masalah. Demikian pula halnya dengan inovasi, sebagaimana diartikan Mark
Rogers bahwa inovasi adalah “sesuatu yang benar-benar baru dan benar-benar ada
pengembangan yang signifikan dikerjakan oleh perusahaan untuk melahirkan nilai tambah baik
bagi perusahaan maupun bagi pengguna dan pemakai produk―.[17] Dalam inovasi selalu
dituntut ada proses kreatif, hanya fokusnya adalah nilai tambah, baik bagi perusahaan atau
institusi maupun bagi para pemakai. Sementara proses kreatifitas biasanya diorientasikan untuk
melahirkan formula baru dalam rangka menyelesaikan masalah. Akan tetapi, Akbar Fadaee and
Haitham Obaid Abd Alzahrh dengan mudah membedakan, bahwa kreatiftas itu adalah proses
melahirkan ide baru, gagasan baru, formula baru dan model baru, sementara inovasi adalah cara
baru dalam mengoperasikan formula baru tersebut. Dengan demikian, inovasi selalu datang
setelah lahir karya-karya kretif. Hanya saja, kreatifitas tidak akan diakui sebagai sebuah karya
kreatif kalau belum ada bukti produk baru dan model baru yang benar-benar distingtif dan
membawa perubahan, sehingga ada juga definisi keratifitas itu adalah “bringing imagination
in to being―. Kesimpulan tersebut sejalan dengan teori yang dikembangkan Dennis Van
Roekel, yang menurutnya hubungan antara kretaifitas dan inovasi terdiri dari tiga tahap, berfikir
kreatif, bekerja kreatif dan melaksanakan pekerjaan dengan inovasi baru. Penjelasan Ketiga
tahap tersebut adalah sebagai berikut:[18]
1. Berfikir kreatif, yakni melatih para siswa dan mahasiswa untuk brainstorming supaya
memperoleh ide dan masukan yang sangat luas. Kemudian merumuskan ide, baik ide
incremental, yakni ide kreatif mengikuti arus, maupun radikal, yakni ide kreatif melawan
arus. an terakhir mengelaborasi, menganalisis dan mengevaluasi ide-ide yang sudah
dirumuskan untuk dikembangkan secara lebih luas dengan upaya yang maksimal.
2. Bekerja kreatif, yakni melatih para siswa dan mahasiwa untuk mengembangkan,
melaksanakan, mengkomunikasikan ide-ide baru pada orang lain. Kemudian terbuka
dengan masukan-masukan, demonstrasikan ide-ide baru dalam pelaksanaan pekerjaan,
dan perhatikan kekurangan-kekurangannya untuk diperbaiki kemudian.
3. Laksanakan inovasi, yakni implementasikan ide-ide baru dengan cara baru dan pastikan
bahwa cara-cara baru tersebut akan membawa kebaikan bagi institusi atau bagi para
pelanggan aau pengguna jasa.

Sebagaimana kompetensi critical thinking dan komunikasi, kompetensi kreatifitas dan inovasi
juga harus dilatihkan pada para siswa dan mahasiswa dalam kelas dan di luar kelas. Pelatihan
kedua kompetensi dasar tersebut dapat dilakukan dengan Problem Based Learning (PBL) pada
subject matter yang relevan apakah dalam IPA, IPS, matematika, Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan atau bahkan mungkin pada mata pelajaran Pendidikan Agama, atau bahkan
olah raga. Pelatihan kedua komptensi dasar tersebut tidak difasilitasi dengan pokok bahasan pada
mata pelajaran tertentu. Maksimal masuk dalam konten pembelajaran lewat cara-cara
pelaksanaan tugas, baik mencari data, menganalisis data, menyimpulkan, dan mmpresentasikan
kesimpulan hasil belajar mereka.

10 Ide Reformasi Pedagogi Memasuki Abad ke-21

Reformasi pedagogi ini dikemukakan oleh tim penulis dari lembaga kajian, riset dan
pengembangan pendidikan bernama Innovation Unit yang berkantor di London UK. Buku ini
ditulis sebagai sebuah gagasan menghadapi era milenia yang karakteristik generasinya berbeda
jauh dengan generasi abad ke-20 yang baru lalu. Proses pendidikan di masa sebelum ini, sangat
terikat oleh kelas, dibatasi oleh empat bidang dinding, diatur waktu masuk, belajar, istirahat dan
pulang, serta diatur jadwal pelajaran, frekwensi belajar pada setiap mata pelajaran. Siswa terikat
dengan buku teks yang dianjurkan dalam kurikulum dan guru, terikat pada perencanaan yang
dikembangkan guru dan sekolah, dan siswa harus belajar apa saja yang disajikan guru walaupun
sudah menguasainya. Kini dikembangkan ide-ide baru yang mungkin bisa relevan dengan
kebutuhan abad ke-21, ketik sumber belajar sudah sangat ragam, mudah diakses, murah dan
memungkinkan sisa mempelajarai bahan-bahan ajar melampaui batas-batas yang direncanakan
oleh kurikulum dan guru. Ide-ide tersebut adalah sebagai berikut:[19]

1. Open up lesson (Pembelajaran yang terbuka). Kebiasaan di banyak kelas di banyak


sekolah, proses pembelajaran siswa diatur dan dikuasai oleh guru. Guru menyampaikan
topik bahasan, materi pelajaran, kadang mereka menjelaskan materinya itu lalu
memberikan tes. Padahal belum tentu sajian tersebut sesuai dengan apa yang dibutuhkan
siswa, sehingga motivasi mereka menurun, siswa mmenjadi tidak bergairah belajar,
waktu terbuang sia-sia, hanya karena guru kurang memahami kebutuhan siswanya
belajar. Sebaiknya biarkan para siswa dan/atau mahasiswa menetapkan sendiri, apa yang
mau mereka pelajari dalam rangka mencapai tujuan yang sudah dirumuskan oleh guru,
dan guru cukup memberikan dukungan serta pendampingan dengan lebih dekat, sehingga
mereka merasa memperoleh perhatian serius dari gurunya. Siswa harus dihargai
kebebasannya untuk mempelajari apa dengan cara bagaimana, tapi dibebani tanggung
jawab pncapaian kompetensi standar (learning objectives) yang sudah ditetapkan dalam
program pembelajaran yang dirancang guru. Sebaliknya guru hanya mendampingi
mereka belajar, dan interaksi antara siswa dengan guru bisa lebih dekat dan lebih
bermakna.
2. Think outside the Classroom box. Kelas tradisional biasanya disusun secara rapi, para
siswa duduk di atas bangku atau kuri dengan meja-meja kecil menghadap pada guru, dan
guru berperan untuk menyampaikan pelajaran pada mereka. Kini paradigmanya sudah
berubah, perkembangan ekonomi, sain dan teknologi dan bahkan peradaban dunia
bergerak sangat cepat. Sementara para siswa dilingkari oleh sumber-sumber informasi
sains dan teknologi yang mudah diakses. Dengan demikian, sangat besar kemungkinan
siswa masuk kelas sudah membawa banyak informasi yang mereka akses di dunia maya,
dan bahkan kelas menjadi arena untuk mengejar informasi sains dan teknologi untuk
mereka pelajari, bukan sebagai arena untuk memaparkan informasi sains dan teknologi.
Dengan demikian, tidak boleh berpretensi dan bahkan mendisain kelas untuk tempat guur
presentasi, tapi biarkan kelas sebagai arena bagi para siswa mencari ilmunya sendiri
sesuai dengan apa yang mereka butuhkan untuk mereka pelajari. Guru hanya
memfasilitasi dengan perpustkaan kelas, modul, buku teks, serta buku-buku pendukung,
dan yang terpenting akses internet, serta menyediakan beberapa PC untuk para siswa
yang tidak membawa laptop atau ipad.
3. Get Personal. Biasanya dalam dunia pendidikan ada klasifikasi siswa berkebutuhan
khusus, dan mereka dilayani secara khusus oleh guru. Kini semua anak berkebutuhan
khusus, dan memerlukan pelayanan yang khusus pula. Tidak bisa semua anak dalam satu
kelas yang sama, dan dalam waktu yang sama, dalam mata pelajaran yang sama belajar
materi yang sama dari satu orang guru, karena bisa saja apa yang dipresentasikan guru
sudah difahami dengan baik oleh sebahagian siswa, dan masih dibutuhkan oleh
sebahagiaan yang lain, sehingga pada hari itu siswa tertentu menjadi orang merugi,
karena tidak memperoleh apa yang mereka butuhkan. Dan tidak akan cukup waktu jika
guru harus mempresentasikan semua yang ingin diketahui oleh para siswa, karena
masing-masing mereka memiliki kebutuhan berbeda. Oleh sebab itu, layanan pada siswa
di dalam kelas harus lebin personal, biarkan mereka pelajari apa yang mereka ingin
pelajari dari program yang dipersiapkan guru, dan guru harus melayaninya dengan
pendampingan serta membantu memvalidasi kesimpulan yang mereka sudah rumuskan.
4. Tap in to Students’ digital expertise. Siswa harus dibiasakan penggunaan internet
sebagai sumber belajar, interaksi siswa dengan guru atau dosen bisa menggunakan
media-media komunikasi digital, guru bisa memberikan tugasnya lewat internet, dan para
siswa/mahasiswa menyampaikan tugas-tugasnya juga lewat media yang sama. Mereka
bisa sharing informasi sesama temannya melalui media sosial, facebook, WA, Twitter,
Istagram atau lainnya. Dan banyak sekolah mengizinkan para siswanya menggunakan
android untuk akses bahan-bahan ajaranya sebagi substitusi terhadap laptop yang
mungkin harganya lebih mahal.
5. Get Real With The Project. Kini para siswa sekolah menengah sudah dibiasakan dengan
tugas-tugas penelitian dalam skema mini research. Kegatan tersebut biasa disebut sebagai
proyek. Proyek dalam tradisi akademik merupakan kebijakan yang sangat baik, karena
para siswa dilatih untuk melakukan kajian dan analisis satu fokus secara komprehensif
multi disiplin dan melampaui batas-batas keilmuan dari masing-masing disiplin. Project
semacam ini, di samping mampu meningkatkan kematangan keilmuan para siswa, juga
mereka terlatih untuk bekerja teamwork, berlatih mengelola waktu untuk bekerja, dan
pada tahap akhir mempresentasikan hasil karyanya dalam forum sekolah dengan ragam
pendengar dan pemerhati. Ketrampilan dan semua kompetensi tersebut akan sangat
diperlukan untuk bisa sukses dalam karir dan profesi kelak setelah mereka meninggalkan
sekolah.
6. Expect students to be Teachers. Memberi kepercayaan pada para siswa agar berperan
sebagai guru terhadap teman-teman sebayanya dalam proses pembelajaran di dalam
kelas. Tugas guru adalah memberikan pendampingan, bimbingan dan bantuan serta
pelatihan pada para siswa mencakup tugas transformasi pengetahuan yang sangat luas,
serta melatih ketrampilan yang sesuai dengan kebutuhan profesi mereka. Akan tetapi,
di antara siswa juga ada sebahagian kecil atau bahkan mungkin sebahagian besar sudah
memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang sangat luas dan variatif dengan usahanya
sendiri akses pada berbagai sumber belajar, training atau lainnya. Dalam konteks seperti
inilah, maka guru dapat memerankan para siswa untuk menjadi guru dalam peer group
nya atau tutor sebaya, khususnya terhadap teman sekelas mereka, dan bahkan mungkin
menjadi guru untuk gurunya sendiri. Cara seperti ini akan sangat memungkinkan para
siswa membentuk dan mengembangkan pendidikannya sendiri, tanpa dibatasi hanya oleh
kurikulum yang disiapkan sekolah.
7. Help Teachers to be Students, yakni membantu atau mengingatkan guru untuk menjadi
siswa, atau untuk menjadi pembelajar dan terus tak henti belajar kendati sudah menjadi
seorang guru. Abad ke-21 menantang anak muda untuk menjadi pembelajar yang baik,
mereka dituntut untuk senantiasa menjadi pembelajar dan bisa belajar dari kesalahan
yang pernah dilakukannya. Mereka harus menjadi pembelajar independent, bukan karena
atas perintah guru, bukan karena tugas sekolah, tapi belajar atas dorongan dirinya sendiri,
dan proses pembelajaran adalah milik mereka, bukan milik sekolah atau guru. Mereka
harus terbiasa dengan proses pembelajaran yang fleksibel, menggunakan strategi yang
berbeda-beda, dan terus mengikuti perubahan dunia yang sangat cepat. JIka para siswa
mampu mencapai perubahan-perubahan secara cepat dan independent, maka guru harus
mampu mengimbangi perubahan tersebut. Hanya satu jalan terbaik bagi guru adalah
menjadi pembelajar terus menerus, dalam istilah yang lebih ekstrim, guru harus siap
sesekali menjadi siswa.
8. Measure What Matters (Pengukuran hasil Belajar, apakah itu). Pengukuran, apa yang
hendak kita ukur pasti adalah bahan-bahan yang sudah diajarkan, dan bagaimana
melakukan penguuran, akan sangat mempengaruhi cara mengajar. Oleh sebab itu, wajar
dipertanyakan apakah pengukuran itu dilakukan untuk memastkan apakah para siswa
sudah menjadi sesuatu yang diinginkan. Padahal, perkembangan di luar sekolah
sedemikian maju dan para siswa secara indivdual dituntut untuk bisa mengikuti kemajuan
di luar sekolah agar bisa masuk dunia prorfesi dengan baik. Dengan demikian untuk apa
penilaian dan pengukuran hasil belajar, karena target mereka adalah profesi di luar
sekolah, dan terus berkembang setiap saat. Dengan demikian, pengukuran dan penilaian
hasil belajar menjadi tidak signifikan, karena perkembangannya dinamis sekali dan
kurikulum belum mampu mengikuti perubahan tersebut. Kendati demikian, tulisan ini
tidak sedang menafikan penilaian, tapi sedang mengilustrasikan bahwa pendidikan itu
sangat dinamis, dan siswa bisa lebih maju dari pada kurikulum dan juga bisa lebih maju
daripada gurunya sendiri. Oleh sebab penilaian dan pengukuran harus dilakukan setiap
saat, terus menerus, dan tidak tergantung pada kurikulum kelas atau sekolah, tapi justru
mereka lakukan sendiri dalam proses pembelajaran.
9. Works with Families not Just Children. Bekerja dengan keluarga tidak hanya dengan
anak-anak. Sudah diakui secara luas, bahwa keterlibatn orang tua dalam pendidikan anak,
berkorelasi positif yang sangat kuat dengan prestasi siswa. Beberapa sekolah melakukan
kerjasama dengan orang melalui berbagai cara agar anak mereka menjadi yang terbaik
sesuai mereka mampu. Dan bahkan beberapa sekolah melakukan kerjasama dengan
keluarga untuk kepentingan yang jauh lebih besar, bukan sekedar pencapaian prestasi
akademik anak-anaknya, tapi justru berdiskusi untuk mendisain kurikulum yang dapat
memenuhi tantangan eksternal sekolah untuk profesi mereka kelak.
10. Power to the Student, yakni sharing kekuatan untuk para siswa, suara siswa, yakni
mereka dapat mengatakan apa saja yang ingin mereka katakan sebagai wujud
pemahamannya terhadap isue atau situasi yang dialami atau dihadapinya. Bahkan, para
siswa boleh diberi kesempatan untuk ikut melakukan kontrol terhadap sekolah, agar terus
melakukan perbaikan dalam peningkatan kontribusinya terhadap para siswa yang belajar
di sekolah tersebut. Tradisi pedagogik tersebut akan ampu menghantarkan para siswa
pada kedewasaan, sehingga tidak gagal penyesuaian diri di masyarakat, dengan bekal
pengetahuan-pengetahuan praktis dalam kehidupan sekolah atau kampus.

Sepuluh pemikiran tersebut benar-benar hasil refleksi para pegiat pendidikan dari Innovation unit
di London, dengan mencoba melihat praktik-praktik yang dilakukan di beberapa sekolah yang
mengusung pendidikan humanis dalam paradigma pendidikan demokratis. Semua ide di atas ini
masih memerlukan kajian formulasi teknologi dan instrumennya, serta pengujian teknologi dan
instrumen tersebut dalam pelaksanaan di sekolah atau perguraun tinggi. Memang, sangat
rational, seperti untuk apa tes, kalau hanya akan mempersempit pengetahuan para siswa, karena
para siswa bisa belajar dari berbagai sumber yang mereka miliki, lap top, ipad, android atau
lainnya yang bisa akses pada internet, yang di dalamnya tersaji sangat banyak informasi ilmu dan
teknologi yang dibutuhkan banyak siswa untuk menjadi profesional.

           Demikian pula siswa yang bisa menjadi guru atau tutor sebaya di
kelasnya, dan sebaliknya guru yang harus menjadi siswa. Model belajar ini memberi peluang
siswa mempelajari bahan ajar jauh dari yang ditargetkan guru, dan bahkan mungkin menjangkau
bahasan-bahasan yang relevan tapi tidak diprogramkan. Dengan demikian, guru bisa mnugaskan
mereka untuk sharing sesama peer groupnya di dalam kelas, atau di luar kelas, atau bahkan
mungkin menjadi guru untuk gurunya sendiri. Hubungan di dalam kelas bukan lagi guru dan
siswa, tapi embelajar senior dengan pembelajar yunior, yang satu sama lain bisa sharing. Semua
formualsi tersebut merupakan ide-ide reformis yang menarik untuk dicoba diinstrumentasi dan
divalidasi secara empirik, sehingga benar-benar bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan mdel
pedagogi baru dan mampu melahirkan para siswa cerdas berdaya saing.
Semua pasti setuju jika guru memegang peran kunci pada keberhasilan siswa dalam
pembelajaran. Bahkan secanggih apapun instructional materials yang ada tak akan bisa
mengalahkan peran seorang guru. Itu sebabnya, di Finlandia kualitas dan kuantitas guru sangat
diperhatikan. Misalnya saja, guru-guru direkrut dari para lulusan terbaik program master, selain
itu sekolah menempatkan tiga guru untuk mengajar satu kelas dalam satu waktu. Begitu pula,
pada pendidikan abad 21, guru diharap bisa mengubah pendekatannya dari pendekatan gaya
lama kepada gaya yang lebih adaptif di zaman ini. Apa saja pendekatan tersebut?

1. Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade terus


pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan pengajar lain atau
bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas dengan pengetahuan yang ada, karena
zaman terus berubah dan guru wajib up to date agar dapat mendampingi siswa
berdasarkan kebutuhan mereka.
2. Kreatif dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan inovatif. Guru
diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk menyusun kegiatan di dalam
kelas.
3. Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad 21
adalah blended learning, gabungan antara metode tatap muka tradisional dan
penggunaan digital dan online media. Pada pembelajaran abad 21, teknologi bukan
sesuatu yang sifatnya additional, bahkan wajib.
4. Reflektif. Guru yang reflektif adalah guru yang mampu menggunakan penilaian hasil
belajar untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru yang reflektif mengetahui kapan
strategi mengajarnya kurang optimal untuk membantu siswa mencapai keberhasilan
belajar. Ada berapa guru yang tak pernah peka bahkan setelah mengajar bertahun-tahun
bahwa pendekatannya tak cocok dengan gaya belajar siswa. Guru yang reflektif mampu
mengoreksi pendekatannya agar cocok dengan kebutuhan siswa, bukan malah terus

menyalahkan kemampuan siswa dalam menyerap pembelajaran


5. Kolaboratif. Ini adalah salah satu keunikan pembelajaran abad 21. Guru dapat
berkolaborasi dengan siswa dalam pembelajaran. Selalu ada mutual respect dan
kehangatan sehingga pembelajaran akan lebih menyenangkan. Selain itu guru juga
membangun kolaborasi dengan orang tua melalui komunikasi aktif dalam memantau
perkembangan anak.
6. Menerapkan student centered. Ini adalah salah satu kunci dalam pembelajaran kelas
kekinian. Dalam hal ini, siswa memiliki peran aktif dalam pembelajaran sehingga guru
hanya bertindak sebagai fasilitator. Karenanya, dalam kelas abad 21 metode ceramah tak
lagi populer untuk diterapkan karena lebih banyak mengandalkan komunikasi satu arah
antara guru dan siswa.
7. Menerapkan pendekatan diferensiasi. Dalam menerapkan pendekatan ini, guru akan
mendesain kelas berdasarkan gaya belajar siswa. pengelompokkan siswa di dalam kelas
juga berdasarkan minat serta kemampuannya. Dalam melakukan penilaian guru
menerapkan formative assessment dengan menilai siswa secara berkala berdasarkan
performanya (tak hanya tes tulis). Tak hanya itu, guru bersama siswa berusaha untuk
mengatur kelas agar menjadi lingkungan yang aman dan suportif untuk pembelajaran.
PENDAHULUAN

Abad ke-21 adalah abad yang sangat berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Perkembangan
ilmu pengetahuan yang luar biasa disegala bidang.pada abad ini, terutama bidang Information
and Communication Technology (ICT) yang serba sophisticated membuat dunia ini semakin
sempit.Karena kecanggihan teknologi ICT ini beragam informasi dari berbagai sudut dunia
mampu diakses dengan instant dan cepat oleh siapapun dan dari manapun. Komunikasi antar
personal dapat dilakukan dengan mudah, murah kapan saja dan di mana saja.

Namun demikian, pada abad ke-21 ini permasalahan yang dihadapi manusia semakin
complicated dan ruwet, misalnya krisis ekonomi global, pemanasan global, terorisme,rasisme,
drug abuse, trafficking, masih rendahnya kesadaran multikultural, kesenjangan mutu pendidikan
antar kawasan dan lain sebagainya. Setiap masalah tersebut membutuhkan pemecahan yang
harus dilakukan masyarakat secara bersama sama (collaboration). Kompleksitas permasalahan
pada abad ini juga terletak pada tidak berdayanya manusia mencari sumber dan penyebab
permasalahannya secara tepat dan cepat. Di samping itu juga kapan timbulnya permasalahan
sering tidak mampu diprediksi (unpredictable) dan tidak terduga sebelumnya. Pada akhirnya
banyak permasalahan masyarakat tidak mampu diselesaikan secara efektif dan efisien.

Era ini juga ditandai semakin ketatnya persaingan diberbagai bidang antar negara, dan antar
bangsa. Terutama yang bisa diamati setiap saat adalah persaingan pemasaran produk – produk
industri .Pasar didesain sedemikian rupa menjadi sebuah sistem perdagangan yang terbuka (free
trade). Perilaku persaingan modern ini benar-benar merupakan praktek perilaku “survival for
the fittest” yang kejam. Siapa kuat dialah yang akan menjadi pemenang, sebaliknya siapa yang
tidak berdaya dialah yang akan kalah dan termarginalkan.

Negara-negara maju (advanced countries) yang telah memiliki sumberdaya manusia yang unggul
akan semakin jauh meninggalkan negara negara berkembang (developing countries) dan negara-
negara terbelakang (under developing countries). Sebuah artikel yang ditulis oleh Parag Kahnna
di New York Times Magazine (21/1/2008) dengan jelas mengatakan bahwa dunia pada abad ke-
21 akan dikuasai oleh BIG THREE, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, dan China. Sedangkan
negara-negara lain yang sering disebut emerging market disebutnya sebagai second world yang
bernasib sebagai tempat persaingan dan pertarungan BIG THREE tersebut.

Mulai dari kemajuan Information and Communication Technology dan beragam dampak positif
negatifnya, semakin kompleksnya permasalahan manusia, dan kita berada pada era kompetitif
yang semakin ketat pada abad ke-21 ini, dibutuhkanlah persiapan yang matang dan mantap baik
konsep maupun aplikasinya untuk membentuk sumber daya manusia (human resources) yang
unggul. Dan yang paling bertanggung jawab dalam menyiapkan sumber daya manusia yang
unggul adalah lembaga-lembaga pendidikan di mana guru sebagai unsur yang berperan paling
dominan dan menentukan .Hal inilah yang membuat guru memikul tanggung jawab yang tidak
ringan dalam upaya peningkatan sumber daya manusia.
Guru merupakan profesi tertua di dunia seumur dengan keberadaan manusia. Apabila melihat
kehidupan masyarakat yang semakin terdiferensial dan ketika semua orang mempunyai banyak
pilihan sebagai ladang kehidupannya, maka citra profesi guru kian merosot didalam kehidupan
sosial. Apalagi masyarakat makin lama makin terarah kepada kehidupan materialistis, sehingga
suatu profesi dinilai sesuai nilai materinya. Oleh sebab itu tidak heran bila profesi guru
termarjinalkan dan menjadi pilihan terakhir.

Fenomena tersingkirnya profesi guru dalam kehidupan masyarakat merupakan suatu gejala
global. Bukan saja di negara-negara maju citra profesi guru semakin menurun namun juga terjadi
di negara miskin dan berkembang. Namun demikian, tak ada golongan masyarakat yang tidak
membutuhkan profesi guru. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat tanpa profesi guru tidak
mungkin tercipta suatu generasi unggul, kreatif dan cerdas. Ironi yang terjadi, begitu besarnya
jasa guru dalam membangun masyarakat bangsa namun penghargaan yang diberikan rendah.
Sehingga tidak mengherankan bila para pakar berpendapat bahwa profesi guru merupakan “Most
thankless profession in the world ”.

Secara konseptual guru sebagai tenaga profesional harus memenuhi berbagai persyaratan
kompetensi untuk menjalankan tugas dan kewenangannya secara profesional, sementara kondisi
riil di lapangan masih sangat memprihatinkan, baik secara kuantitas, kualitas maupun
profesionalitas guru. Persoalan ini masih ditambah adanya berbagai tantangan ke depan yang
masih kompleks di era global ini.

Secara umum, sebagaimana diungkapkan oleh Tilaar (1995), pada masa Pembangunan Jangka
Panjang (PJP) II, masyarakat tidak dapat lagi menerima guru yang tidak profesional. Hal ini
sesuai dengan rekomendasi UNESCO, yang ditekankan pada tiga tuntutan yaitu:

1. Guru harus dianggap sebagai pekerja profesional yang memberi layanan kepada
masyarakat.
2. Guru dipersyaratkan menguasai ilmu dan keterampilan spesialis
3. Ilmu dan keterampilan tersebut diperoleh dari pendidikan yang mendalam dan
berkelanjutan.

Bertitik tolak dari rekomendasi tersebut serta profil guru pada saat ini, seharusnya guru pada
abad 21 benar-benar merupakan guru yang profesional, agar mampu menghadapi tantangan abad
21. Untuk itu, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial, serta
kompetensi pedagogik seorang guru perlu dikembangkan sehingga mampu mendidik siswa yang
mempunyai kemampuan memprediksi dan menanggulangi.

Di sisi lain, tugas-tugas guru yang bersifat profesional harus ditunjang oleh sistem penghargaan
yang sesuai, sehingga guru mampu memfokuskan diri pada peningkatan kualitas layanan yang
diberikan. Hal ini sejalan dengan kriteria pekerjaan profesional yang menyebutkan bahwa guru
berhak mendapat imbalan yang layak, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga dalam
bentuk penghargaan, hormat, dan rasa segan masyarakat terhadap guru
B. TANTANGAN GURU ABAD 21

Guru pada abad 21 dan abad selanjutnya ditantang untuk melakukan akselerasi terhadap
perkembangan informasi dan komunikasi. Pembelajaran di kelas dan pengelolaan kelas, pada
abad ini harus disesuaikan dengan standar kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.

Menurut Susanto (2010), terdapat 7 tantangan guru di abad 21, yaitu :

1. Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki beragam


budaya dengan kompetensi multi bahasa.
2. Teaching for the construction of meaning, mengajar untuk mengkonstruksi makna
(konsep).
3. Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.
4. Teaching and technology, mengajar dan teknologi.
5. Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru mengenai
kemampuan.
6. Teaching and choice, mengajar dan pilihan.
7. Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas.

Lebih lanjut, Yahya (2010) menambahkan tantangan guru di Abad 21 yaitu:

1. Pendidikan yang berfokus pada character building


2. Pendidikan yang peduli perubahan iklim
3. Enterprenual mindset
4. Membangun learning community
5. Kekuatan bersaing bukan lagi kepandaian tetapi kreativitas dan kecerdasan bertindak
(hard skills- soft skills).

Guru yang mampu menghadapi tantangan tersebut adalah guru yang profesional yang memiliki
kualifikasi akademik dan memiliki kompetensi-kompetensi antara lain kompetensi profesional,
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, dan kompetensi sosial yang kualifaid.

a. Kompetensi profesional

Kompetensi profesioanal sekurang-kurangnya meliputi :

1. Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya


2. Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi
3. Menguasai dan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran
4. Mengorganisasikan materi kurikulum bidang studi
5. Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas

b. Kompetensi pedagogik

Kompetensi pedagogik sekurang-kurangnya meliputi:


1. Memahami karakteristik peserta didik dari aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan
intelektual
2. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar
dalam konteks kebhinekaan budaya
3. Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik
4. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik
5. Menguasai teori dan prinsip belajar serta pembelajaranYang mendidik
6. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran
7. Merancang pembelajaran yang mendidik
8. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik
9. Mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran

c. Kompetensi kepribadian

Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya meliputi:

1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa
2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta
didik dan masyarakat
3. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik
4. Mengevaluasi kinerja sendiri
5. Mengembangkan diri secara berkelanjutan

d. Kompetensi sosial

Kompetensi sosial sekurang-kurangnya meliputi:

1. Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan peserta didik, orang tua peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat
2. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan masyarakat
3. Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional, nasional dan
global
4. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk berkomunikasi dan
mengembangkan diri
5. Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara berpakaian dan bertutur bahasa yang baik

Guru yang profesional selain memiliki empat kompetensi tersebut di atas, menurut Prof.Dr.Haris
Supratno memiliki ciri-ciri profesional sebagai berikut.

1. Memiliki wawasan global holistik


2. Memiliki daya ramal ke depan
3. Memiliki kecerdasan, kreatifitas dan Inovasi
4. Memiliki kemampuan bermasyarakat
5. Menguasai IPTEK
6. Memiliki jiwa dan wawasan kewirausahaan
7. Memiliki akhlakul karimah
8. Memiliki keteladanan
9. Bekerja secara efisien dan efektif
10. Menguasai bahasa asing

C. KARAKTERISTIK GURU ABAD 21

Perubahan paradigma pendidikan tidak dapat dilepaskan dari peran guru karena berbagai
informasi terkini senantiasa mengalir kepada siswa atas kerja keras yang dilakukannya. Bahwa di
luar itu ada media lain yang membantu siswa bukan berarti peran guru harus ditiadakan.

Harus diakui dalam maraknya arus informasi pada masa kini, guru bukan lagi satu-satunya
sumber informasi tetapi merupakan salah satu sumber informasi. Meskipun demikian, perannya
di dalam proses pendidikan masih tetap diperlukan, khususnya yang berkenaan dengan sentuhan-
sentuhan psikologis dan edukatif terhadap anak didik. Oleh karena itu, pada hakekatnya guru itu
dibutuhkan oleh setiap orang dan semua orang sangat mengharapkan kehadiran citra guru yang
ideal di dalam dirinya. Untuk itu, guru akan lebih tetap berperan sebagai pendidik sekaligus
berperan sebagai manager atau fasilitator pendidikan, sehingga guru harus sanggup
merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sumber daya pendidikan agar supaya peserta didik
dapat belajar secara produktif.

Abad 21 menuntut peran guru yang semakin tinggi dan optimal. Sebagai konsekuensinya, guru
yang tidak bisa mengikuti perkembangan alam dan zaman akan semakin tertinggal sehingga
tidak bisa lagi memainkan perannya secara optimal dalam mengemban tugas dan menjalankan
profesinya.

Guru di abad 21 memiliki karakteristik yang spesifik dibanding dengan guru pada abad-abad
sebelumnya. Adapun karakteristik yang dimaksud adalah sebagai berikut :

1. Memiliki semangat juang dan etos kerja yang tinggi disertai kualitas keimanan dan
ketakwaan yang mantap.
2. Mampu memanfaatkan iptek sesuai tuntutan lingkungan sosial dan budaya di sekitarnya.
3. Berperilaku profesional tinggi dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi.
4. Memiliki wawasan ke depan yang luas dan tidak picik dalam memandang berbagai
permasalahan.
5. Memiliki keteladanan moral serta rasa estetika yang tinggi.
6. Mengembangkan prinsip kerja bersaing dan bersanding.

Masih terkait dengan harapan-harapan yang digayutkan di pundak setiap guru, H. Muhammad
Surya, Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, mengemukakan ada sembilan karakteristik citra guru
yang diidealkan. Masing- masing adalah guru yang :

 Memiliki semangat juang yang tinggi disertai kualitas keimanan dan ketaqwaan yang
mantap.
 Mampu mewujudkan dirinya dalam keterkaitan dan padanan dengan tuntutan lingkungan
dan perkembangan iptek.
 Mampu belajar dan bekerja sama dengan profesi lain
 Memiliki etos kerja yang kuat
 Memiliki kejelasan dan kepastian pengembangan jenjang karir
 Berjiwa profesionalitas tinggi
 Memiliki kesejahteraan lahir dan batin, material dan nonmaterial
 Memiliki wawasan masa depan
 Mampu melaksanakan fungsi dan peranannya secara terpadu

Untuk dapat berperilaku profesional dalam mengemban tugas dan menjalankan profesi maka
terdapat lima faktor yang harus senantiasa diperhatikan, yaitu :

1. Sikap keinginan untuk mewujudkan kinerja ideal


2. Sikap memelihara citra profesi
3. Sikap selalu ada keinginan untuk mengejar kesempatan-kesempatan profesionalisme.
4. Sikap mental selalu ingin mengejar kualitas cita-cita profesi
5. Sikap mental yang mempunyai kebanggaan profesi

Kelima faktor sikap mental ini memungkinkan profesionalisme guru menjadi


berkembang.Karakter ideal serta perilaku profesional tersebut tidak mungkin dapat dicapai
apabila di dalam menjalankan profesinya sang guru tidak didasarkan pada panggilan jiwa.

D. CIRI-CIRI GURU ABAD 21

Menghadapi tantangan abad 21, diperlukan guru yang benar-benar profesional. Tilaar (1998)
memberikan ciri-ciri agar seorang guru terkelompok ke dalam guru yang profesional. Masing-
masing adalah :

 Memiliki kepribadian yang matang dan berkembang


 Memiliki keterampilan untuk membangkitkan minat peserta didik
 Memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat
 Sikap profesionalnya berkembang secara berkesinambungan
 Menguasai subjek (kandungan kurikulum)
 Mahir dan berketrampilan dalam pedagogi (pengajaran & pembelajaran)
 Memahami perkembangan murid-murid dan menyayangi mereka
 Memahami psikologi pembelajaran (cognitive psychology)
 Memiliki kemahiran konseling

E. KECAKAPAN UTAMA GURU ABAD 21


Sesuai dengan Undang-udang, guru dan dosen harus mempunyai berbagai kompetensi,
diantaranya adalah kompetensi pedagogik, kompetensi akademik, kompetensi sosial, dan
kompetensi kepribadian. Disamping empat kompetensi tersebut, dalam membantu para siswa
beradaptasi terhadap perubahan sosial dan teknologi di abad ke 21 ini guru juga harus
mempunyai kecakapan utama yang yang meliputi:

a. Akuntabilitas dan Kemampuan Beradaptasi

Sebagai seseorang yang dapat ditiru, apapun yang dikerjakan dan diucapkan harus dapat
dipercaya oleh orang lain. Dalam menjalankan tanggung jawab pribadi mempunyai fleksibilitas
secara pribadi, pada tempat kerja, maupun dalam hubungan dengan masyarakat sekitarnya.
Disamping itu guru harus mampu menetapkan dalam mencapai standar dan tujuan yang tinggi
baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, dan yang tidak kalah pentingnya guru juga
harus mampu memaklumi kerancuan yang dilakukan oleh anak didiknya.

b. Kecakapan Berkomunikasi

Kecakapan yang kedua ini sangat penting bagi guru. Betapapun pintarnya seorang guru jika tidak
mempunyai kecakapan ini maka tidak akan mampu mentransfer ilmu kepada anak didiknya.
Kecakapan ini meliputi : memahami, mengelola, dan menciptakan komunikasi yang efektif
dalam berbagai bentuk dan isi baik secara lisan, tulisan, maupun menggunakan multimedia.

c. Kreatifitas dan Keingintahuan Intelektual

Selama ini pembelajaran yang dilakukan guru berlangsung monoton. Salah satu penyebabnya
adalah tidak adanya kreatifitas dan keingintahuan intelektual guru. Dia mengajar hanya
bermodalkan teori keguruan yang ia peroleh sekian puluh tahun yang lalu. Kecakapan kreatifitas
dan keingintahuan intelektual tersebut mencakup : mengembangkan, melaksanakan, dan
menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap
perspektif baru dan berbeda.

d. Berpikir Kritis dan Berpikir dalam Sistem

Kecakapan berpikir kritis merupakan proses berpikir dan bertindak berdasarkan fakta yang telah
ada, apapun yang akan dilakukan dimulai dari identifikasi terhadap kemungkinan-kemungkinan
yang akan timbul dari suatu perbuatan tersebut, berusaha untuk memberikan penalaran yang
masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit serta selalu memahami dan
menjalin interkoneksi antara sistem.

e. Kecakapan Melek Informasi dan Media

Agar proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas menarik dan menantang, maka di era
globalisasi dan tanpa batas seperti sekarang ini guru harus mampu menganalisa, mengakses,
mengelola, mengintegrasi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi dalam berbagai bentuk dan
media.
f. Kecakapan Hubungan AntarPribadi dan Kerjasama

Sebagai makhluk sosial yang hidup di tengah-tengah masyarakat, guru juga dituntut harus
mampu menunjukkan kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, mampu beradaptasi dalam
berbagai peran dan tanggungjawab, mampu bekerja secara produktif dengan yang lain, mampu
menempatkan empati pada tempatnya, serta mampu menghormati perspektif yang berbeda
dengan pendiriannya.

g. Identifikasi Masalah, Penjabaran, dan Solusi

Dalam menghadapi masalah sekecil apapun guru tidak boleh ceroboh dalam menanggapinya.
Oleh sebab itu guru dituntut untuk mempunyai kemampuan dalam menyusun, mengungkapkan,
menganalisa, dan menyelesaikan masalah dengan baik.

h. Pengarahan Pribadi

Sebagai guru tentu setiap harinya menghadapi siswa yang perilakunya bermacam-macam. Oleh
karena itu guru dituntut memiliki kemampuan dalam memonitor pemahaman diri dan
mempelajari kebutuhan yang diperlukan dalam pembelajaran, menemukan sumber-sumber
belajar yang tepat, serta mentransfer pembelajaran dari satu bidang ke bidang lainnya.

i. Tanggung Jawab Sosial

Orang tua/masyarakat menyekolahkan anaknya di suatu sekolah mempunyai harapan agar


anaknya berubah, baik dari segi prilaku maupun kecakapan kompetensinya. Oleh sebab itu
sebagai seorang yang dituntut mempunyai kompetensi sosial, maka tanggung jawab dalam
bertindak guru harus mengutamakan kepentingan masyarakat yang lebih besar, menunjukkan
perilaku etis secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan antarmasyarakat.

F. KETRAMPILAN GURU ABAD 21

Menurut International Society for Technology in Education karakteristik keterampilan guru abad
21 dimana era informasi menjadi ciri utamanya, membagi keterampilan guru abad 21 kedalam
lima kategori, yaitu :

1. Mampu memfasilitasi dan menginspirasi belajar dan kreatifitas siswa, dengan indikator
diantaranya adalah sebagai berikut :

 Mendorong, mendukung dan memodelkan penemuan dan pemikiran kreatif dan inovatif.
 Melibatkan siswa dalam menggali isu dunia nyata (real world) dan memecahkan
permasalahan otentik menggunakan tool dan sumber-sumber digital.
 Mendorong refleksi siswa menggunakan tool kolaboratif untuk menunjukan dan
mengklarifikasi pemahaman, pemikiran, perencanaan konseptual dan proses kreatif
siswa.
 Memodelkan konstruksi pengetahuan kolaboratif dengan cara melibatkan diri belajar
dengan siswa, kolega, dan orang-orang lain baik melalui aktifitas tatap muka maupun
melalui lingkungan virtual.

2. Merancang dan mengembangkan pengalaman belajar dan asessmen era digital, dengan
indikator sebagai berikut :

 Merancang atau mengadaptasi pengalaman belajar yang tepat yang mengintegrasikan


tools dan sumebr digital untuk mendorong belajar dan kreatifitas siswa.
 Mengembangkan lingkungan belajar yang kaya akan teknologi yang memungkinkan
semua siswa merasa ingin tahu dan menjadi partisipan aktif dalam menyusun tujuan
belajarnya, mengelola belajarnya sendiri dan mengukur perkembangan belajarnya sendiri.
 Melakukan kostumisasi dan personalisasi aktifitas belajar yang dapat memenuhi strategi
kerja gaya belajar dan kemampuan menggunakan tools dan sumber-sumber digital yang
beragam.
 Menyediakan alat evaluasi formatif dan sumatif yang bervariasi sesuai dengan standar
teknologi dan konten yang dapat memberikan informasi yang berguna bagi proses belajar
siswa maupun pembelajaran secara umum.

3. Menjadi model cara belajar dan bekerja di era digital, dengan indikator sebagai berikut :

 Menunjukkan kemahiran dalam sistem teknologi dan mentransfer pengetahuan ke


teknologi dan situasi yang baru.
 Berkolaborasi dengan siswa, sejawat, dan komunitas menggunakan tool-tool dan sumber
digital untuk mendorong keberhasilan dan inovasi siswa.
 Mengkomunikasikan ide/gagasan secara efektif kepada siswa, orang tua, dan sejawat
menggunakan aneka ragam format media digital.
 Mencontohkan dan memfasilitasi penggunaan secara efektif daripada tool-tool digital
terkini untuk menganalisis, mengevaluasi dan memanfaatkan sumber informasi tersebut
untuk mendukung penelitian dan belajar.

4. Mendorong dan menjadi model tanggung jawab dan masyarakat digital, dengan indikator
diantaranya sebagai berikut :

 Mendorong, mencontohkan, dan mengajar secara sehat, legal dan etis dalam
menggunakan teknologi informasi digital, termasuk menghagrai hak cipta, hak kekayaan
intelektual dan dokumentasi sumber belajar.
 Memenuhi kebutuhan pembelajar yang beragam dengan menggunakan strategi
pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan memberikan akses yang memadai
terhadap tool-tool digital dan sumber belajar digital lainnya.
 Mendorong dan mencontohkan etika digital tanggung jawab interkasi sosial terkait
dengan penggunaan teknologi informasi.
 Mengembangkan dan mencontohkan pemahaman budaya dan kesadaran global melalui
keterlibatan/partisipasi dengan kolega dan siswa dari budaya lain menggunakan tool
komunikasi dan kolaborasi digital.
5. Berpartisipasi dalam pengembangan dan kepemimpinan profesional, dengan indikator sebagai
berikut :

 Berpartisipasi dalam komunitas lokal dan global untuk menggali penerapan teknologi
kreatif untuk meningkatkan pembelajaran.
 Menunjukkan kepemimpinan dengan mendemonstrasikan visi infusi teknologi,
berpartisipasi dalam pengambilan keputusan bersama dan penggabungan komunitas, dan
mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan teknologi kepada orang lain.
 Mengevaluasi dan merefleksikan penelitian-penelitian dan praktek profesional terkini
terkait dengan penggunaan efektif daripada tool-tool dan sumber digital untuk
mendorong keberhasilan pembelajaran.
 Berkontribusi terhadap efektifitas, vitalitas, dan pembaharuan diri terkait dengan profesi
guru baik di sekolah maupun dalam komunitas.

G. PERANAN GURU ABAD 21

Tuntutan dunia internasional terhadap tugas guru memasuki abad ke-21 tidaklah ringan. Guru
diharapkan mampu dan dapat menyelenggarakan proses pembelajaran yang bertumpu dan
melaksanakan empat pilar belajar yang dianjurkan oleh Komisi Internasional UNESCO untuk
Pendidikan, yaitu :

 learning to know
 learning to do
 learning to be
 learning to live together

Jika dicermati keempat pilar tersebut menuntut seorang guru untuk kreatif, bekerja secara tekun
dan harus mampu dan mau meningkatkan kemampuannya. Berdasarkan tuntutan tersebut
seorang guru akhirnya dituntut untuk berperan lebih aktif dan lebih kreatif.

1. Guru tidak hanya menguasai ilmu pengetahuan sebagai produk, tetapi terutama sebagai
proses. Dia harus memahami disiplin ilmu pengetahuan yang ia tekuni sebagai ways of
knowing. Karena itu lebih dari sarjana pemakai ilmu pengetahuan tetapi harus menguasai
epistimologi dari disiplin ilmu tersebut.
2. Guru harus mengenal peserta didik dalam karakteristiknya sebagai pribadi yang sedang
dalam proses perkembangan, baik cara pemikirannya, perkembangan sosial dan
emosional, maupun perkembangan moralnya.
3. Guru harus memahami pendidikan sebagai proses pembudayaan sehingga mampu
memilih model belajar dan sistem evaluasi yang memungkinkan terjadinya proses
sosialisasi berbagai kemampuan, nilai, sikap, dalam proses memperlajari berbagai
disiplin ilmu.
Lebih jauh, dikemukakan pula tentang peranan guru yang berhubungan dengan aktivitas
pengajaran dan administrasi pendidikan, diri pribadi (self oriented), dan dari sudut pandang
psikologis.

 Dalam hubungannya dengan aktivitas pembelajaran dan administrasi pendidikan, guru


berperan sebagai :

1. Pengambil inisiatif, pengarah, dan penilai pendidikan


2. Wakil masyarakat di sekolah, artinya guru berperan sebagai pembawa suara dan
kepentingan masyarakat dalam pendidikan.
3. Seorang pakar dalam bidangnya, yaitu menguasai bahan yang harus diajarkannya.
4. Penegak disiplin, yaitu guru harus menjaga agar para peserta didik melaksanakan
disiplin.
5. Pelaksana administrasi pendidikan, yaitu guru bertanggung jawab agar pendidikan dapat
berlangsung dengan baik.
6. Pemimpin generasi muda, artinya guru bertanggung jawab untuk mengarahkan
perkembangan peserta didik sebagai generasi muda yang akan menjadi pewaris masa
depan.
7. Penterjemah kepada masyarakat, yaitu guru berperan untuk menyampaikan berbagai
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat.

 Di pandang dari segi diri pribadinya (self oriented), seorang guru berperan sebagai :

1. Pekerja sosial (social worker), yaitu seorang yang harus memberikan pelayanan kepada
masyarakat.
2. Pelajar dan ilmuwan, yaitu seorang yang harus senantiasa belajar secara terus menerus
untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya.
3. Orang tua, artinya guru adalah wakil orang tua peserta didik bagi setiap peserta didik di
sekolah.
4. Model keteladanan, artinya guru adalah model perilaku yang harus dicontoh oleh mpara
peserta didik.
5. Pemberi keselamatan bagi setiap peserta didik. Peserta didik diharapkan akan merasa
aman berada dalam didikan gurunya.

 Dari sudut pandang secara psikologis, guru berperan sebagai :

1. Pakar psikologi pendidikan, artinya guru merupakan seorang yang memahami psikologi
pendidikan dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik.
2. Seniman dalam hubungan antarmanusia (artist in human relations), artinya guru adalah
orang yang memiliki kemampuan menciptakan suasana hubungan antarmanusia,
khususnya dengan para peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan.
3. Pembentuk kelompok (group builder), yaitu mampu membentuk atau menciptakan
kelompok dan aktivitasnya sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan.
4. Catalyc agent atau inovator, yaitu guru merupakan orang yang yang mampu menciptakan
suatu pembaharuan bagi membuat suatu hal yang baik.
5. Petugas kesehatan mental (mental hygiene worker), artinya guru bertanggung jawab bagi
terciptanya kesehatan mental para peserta didik.

Oleh karena itu, sebagai pengajar abad 21, guru dituntut untuk memiliki keterampilan digital
sehingga bisa beradaptasi dengan lingkungan pendidikan yang siswa selalu penuh dengan
perkembangan teknologi sehingga bisa menjadikan pembelajaran akan lebih efektif.

Nah, beberapa waktu lalu saat blogwalking ke sebuah situs tentang pendidikan,
https://anethicalisland.wordpress.com, saya membaca sebuah tulisan menarik tentang
karakteristik guru abad 21 yang dituangkan dalam infografik.

Dan berikut ini karakteristik dari guru abad 21 yang saya coba pahami dari isi tulisan dalam
infografik tersebut.

1. Focus - Berfokuslah pada sudut pandang siswa


2. Re Think - Pikirkanlah kembali bagaimana siswa memahami penjelasan anda
3. Dialogue - Seringlah berdialog dengan siswa
4. Question - Ijinkan siswa mengajukan pertanyaan atas apa yang anda ajarkan
5. Real - Buatlah materi pembelajaran anda relevan dengan kehidupan nyata
6. Contributors - Berikan kesempatan pada siswa untuk berkontribusi pada pembelajaran
anda
7. Facilitate - anda atau guru adalah sebagai fasilitator dalam pembelajaran
8. Photograph - Berikan tugas siswa mengambil gambaryang ada disekelilingnya
9. Make - Berikan tugas pada siswa untuk membuat video pendek
10. Participate - Ikutkanlah kelas anda dalam konferensi atau pertemuan tingkat nasional
atau internasional
11. Use - Ijinkanlah siswa anda menggunakan handphone dalam tujuan yang lebih
bermanfaat.
12. Create - Berikanlah tugas pada siswa anda untuk membuat trailer video tentang
pengenalan pada pembelajaran anda.
13. Be - Jadikanlah diri anda sebagai guru yang mampu menggunakan teknologi seperti
halnya siswa anda
14. Design - Berikan tugas siswa anda untuk membuat blog atau website
15. Involve - Instruksikan siswa anda untuk terlibat dalam komunitas kelas atau semacamnya
16. Discern - Ajarkanlah siswa anda untuk mengetahui manakah informasi yang baik dan
tidak baik.
17. Incorporate - Biasakanlah memandang sesuatu hal dari sudut pandang atau perspektif
yang berbeda
18. Question - Buatlah pertanyaan yang penuh dengan rasa ingin tahu dan menyenangkan
19. Flip - Penuhilah kelas anda dengan sumber pembelajaran yang berguna
20. Document - Kumpulkan semua dokumen dalam pembelajaran untuk refleksi anda dan
refleksi siswa
21. Relate - Pelajarilah cara- cara baru dalam mengajar
22. Integrate - Integrasikan teatrikal dalam kelas anda dan sesuaikan dengan kondisi kelas.
23. Collaborate - Kolaborasikan pengajaran anda dengan guru- guru dari luar lingkaran
anda
24. Design - Buatlah tugas yangmembutuhkan kerja semua otak siswa anda
25. Social media - Gunakanlah media sosial dalam lingkup pembelajaran anda
26. Web 2.0 - Pelajari, eksplorasi, hubungkan dan manfaatkan sumber daya teknologi yang
ada
27. Code - Gunakanlah tablet dalam pembelajaran, buatlah aplikasi, dan manfaatkan tablet
dalam menggali informasi dalam pembelajaran.

Demikian sahabat ahzaa tentang karakteristik guru abad 21. Pada intinya guru adalah sosok yang
sentral dalam dunia pendidikan. Oleh karena itu guru harus bisa menyesuaikan perkembangan
teknologi yang ada sekarang ini dalam mewujudkan pembelajaran yang efektif dan
menyenangkan.
Di era globalisasi yang penuh dengan tantangan dan
persaingan antar individu, setiap orang dituntut untuk memiliki kualitas dan keterampilan yang
mumpuni dalam menjawab setiap tantangan tersebut. Keterampilan yang dimaksud ini antara
lain terampil menggunakan teknologi, terampil mengelola informasi, terampil belajar, terampil
berinovasi, terampil hidup, terampil berkarir, dan terampil meningkatkan diri dalam kesadaran
global. Untuk itu penguasaan keterampilan ini wajib dimiliki oleh setiap siswa-siswa Indonesia
yang menjadi tulang punggung perjuangan dan harapan dari bangsa ini. Namun, bagi siswa
Indonesia seluruh keterampilan itu belumlah cukup. Masih ada keterampilan esensial yang
mendasari semua keterampilan yang wajib siswa kuasai yaitu terampil menjalankan
ketakwaannya kepada Tuhan lewat agamanya masing-masing. Keterampilan utama dan terutama
adalah memilih mana yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Mengendalikan diri
dalam memilih kekuatan pikirannya sebagai sandaran dari tindakannya, dan menyerahkan
sebagian pengaturan hidupnya kepada Yang Maha Kuasa.

Para pakar yang mencoba merumuskan keterampilan yang dibutuhkan siswa pada abad 21
sebagai berikut :

• Memiliki karakter sebagai pemikir. Karakter sebagai pemikir ini ditandai dengan terampil
berpikir inovatif lewat kecepatan beradaptasi dengan lingkungan, mampu memecahkan masalah
yang kompleks, dan dapat mengendalikan diri sendiri dalam menghadapi tantangan yang ada,
cerdas, kreatif, dan berani ambil resiko. Selain itu. karakter yang relevan dengan kerja otak ini
meliputi prilaku berpikir yang selalu ingin tahu, berpikir terbuka, dan bersikap reflektif.

• Memiliki etos kerja yang tinggi sehingga produktif. Hal ini ditandai dengan memiliki
kemampuan untuk menentukan prioritas, mengembangkan perencanaan, memetakan hasil
pencapaian, terampil menggunakan perangkat kerja, dan meningkatkan keterampilan yang
sejalan dengan perkembangan teknologi. Di samping itu, terampil mengembangkan kecakapan
yang relevan dengan kebutuhan hidup, dan selalu menghasilkan mutu produk yang tinggi.
Karakter yang relevan dengan hal ini adalah prilaku hidup yang bersih dan sehat, disiplin,
sportif, tidak kenal menyerah, tangguh, handal, berketetapan hati, kerja keras, dan kompetitif.

• Memiliki keterampilan berkomunikasi. Hal ini ditandai dengan kemampuan bekerja dalam
tim yang bervariasi, berkolaborasi, dan cakap mengembangkan hubungan interpersonal sehingga
selalu dapat menempatkan diri dalam interaksi yang harmonis. Memiliki kecakapan komunikasi
personal, sosial, dan terampil mengejawantahkan tanggung jawab. Yang tidak kalah pentingnya
adalah terampil dalam komunikasi interaktif dengan cerdas dan rendah hati. Karakter yang
relevan dengan keterampilan ini adalah menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong
royong, nasionalis, kosmopolit, mengutamakan kepentingan umum dan bangga terhadap produk
bangsa sendiri.

• Cakap dalam menggunakan teknologi dan informasi. Hal ini ditandai dengan kecakapan
untuk memvisualisasikan informasi dalam mengembangkan keterampilan multikultural, bekerja
sama dan berkomunikasi dalam ruang lintas bangsa, serta terampil mengembangkan kesadaran
global.

• Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia memandang bahwa kecakapan
intelektual, digital, sosial, dan akademik belum cukup. Anak Indonesia wajib memiliki
kecakapan hidup yang yang lebih bernilai yang ditandai dengan keterampilan beriman dan
bertakwa, terampil hidup jujur, terampil menjalankan amanah, terampil berbuat adil, terampil
menjalankan tanggung jawab, terampil berempati, dan patuh menjalankan hidup beragama
sebagai releksi menjalankan perintah Tuhan.
Perkembangan dalam dunia pendidikan abad 21 harus sejalan dengan perkembangan
teknologi, sosial, ekonomi dan politik. Hal ini berpengaruh bagi perubahan kebutuhan warga
negara, pelajar, guru, pemerintah, sumber informasi, pengetahuan, dan sebagainya. Oleh karena
itu, dibutuhkan model desain pembelajaran yang berpusat pada siswa dan pengembangan literasi
baru dalam pendidikan sains. Aspek penting dari model desain pembelajaran ini adalah untuk
membimbing guru dalam: (a) mengubah praktek mengajar mereka ke arah yang berpusat pada
siswa, dan (b) mengintegrasikan penggunaan teknologi pendidikan yang efektif dalam praktek
belajar-mengajar mereka. Kedua aspek penting tersebut terkandung dalam Model Desain
Pembelajaran Rase yang menekankan kepada empat komponen pembelajaran, yakni: Resources
(sumber daya), Activity (kegiatan), Support (dukungan) dan Evaluation (evaluasi).
Selain itu, model ini digunakan untuk menekankan pentingnya konsep pembelajaran dalam
pendidikan sains. Masalah yang sering muncul dalam pendidikan dan sains adalah siswa tidak
didukung oleh pengalaman yang memadai dan sumber daya yang memadai dalam kegiatan
pembelajaran untuk memungkinkan pengembangan pengetahuan konseptual yang diperlukan
untuk memahami dan berpikir dalam ilmu. Guru sering berkonsentrasi pada pengajaran fakta,
mengekspos siswa untuk di formasi yang mereka butuhkan untuk mengingat (sebagai subjek
pemahaman yang mendalam) mempersiapkan pada hasil ujian dan tugas-tugas penilaian lainnya.
Pendidik sains perlu fokus pada mendukung siswa untuk mengembangkan basis yang cukup
pengetahuan konseptual yang diperlukan tidak hanya untuk masalah berpikir dan pemecahan,
tetapi juga untuk menetapkan keputusan, dan merancang, rekayasa dan menerapkan teknologi.
Semakin berkembangnya teknologi dunia, menggiring siswa pada pendekatan saintifik.
Sehingga secara otomatis konten kurikuler akan berkembang terus bersama dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang akan
mempromosikan cara belajar siswa pada tingkat pemahaman konseptual yang lebih dalam dan
dengan waktu yang lebih efisien.
Model Pedagogik Rase
Model Desain Pembelajaran Rase dapat dilihat dari dua perspektif: (1) instruksional dan
(2) pembelajaran. Dari perspektif instruksional, model ini akan membantu guru dalam
mengembangkan pendekatan yang berpusat pada siswa serta berbasis teknologi pendidikan. Dari
perspektif pembelajaran, model ini mendukung siswa untuk belajar konten disiplin dan
mengembangkan keahlian baru. Model ini dibangun berdasarkan dasar teoritis penting dan
menjelaskan konsep-konsep.
Constructivist learning environment atau Lingkungan belajar konstruktivis (Jonassen,
1999). Dalam pandangan ini, pembelajaran harus diatur dalam kegiatan-kegiatan dan terjadi
dalam suatu lingkungan yang mendukung konstruksi pengetahuan, karena bertentangan dengan
transmisi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan adalah proses di mana siswa secara individu
membangun pemahaman mereka tentang isi kurikulum berdasarkan eksplorasi, keterlibatan
sosial, pengujian pemahaman dan pertimbangan berbagai perspektif. Menggarisbawahi
lingkungan belajar konstruktivis adalah Activity Theory, pada awalnya diusulkan oleh Lev
Vygotsky (1978) dan para pengikutnya seperti Leont'ev (1978), dan diartikulasikan dalam
kerangka yang lebih spesifik oleh para ahli lain seperti Engeström (1987). Teori aktivitas ini
menentukan komponen yang spesifik berupa aktivitas dalam sistem yang penting untuk
dipertimbangkan dalam perencanaan, pengelolaan dan memfasilitasi kinerja dalam pembelajaran,
seperti memahami secara spesifik suatu kegiatan, serta media-media yang digunakan.
Problem solving atau penyelesaian masalah (Jonassen, 2000). Untuk Jonassen, belajar
dapat dikatakan efektif ketika terjadi dalam konteks suatu kegiatan yang melibatkan siswa untuk
mampu memecahkan masalah secara terstruktur, masalah otentik, kompleks dan dinamis. Jenis
masalah berbeda-beda secara signifikan dari yang logis, terstruktur dengan baik dan dengan
solusi tunggal. Masalah jenis ini termasuk fenomena, studi kasus, strategi pengambilan
keputusan dan desain, yang semuanya memerlukan peserta didik untuk terlibat dalam pemikiran
yang mendalam, pemeriksaan beberapa kemungkinan, penyebaran berbagai perspektif teoritis,
menggunakan media, penciptaan produk, dan eksplorasi solusi yang memungkinkan. Siswa
belajar dengan memecahkan masalah kompleks daripada menyerap aturan dan prosedur siap
pakai.
Engaged learning atau Pembelajaran yang sedang dipakai ( Dwyer et al., 1985-1998).
Dwyer, Ringstaff dan Sand- Holtz melakukan studi longitudinal untuk menyelidiki pengadopsian
yang paling efektif dari teknologi Apple dalam lingkungan belajar yang berpusat pada siswa
(yaitu, Apple Kelas of Tomorrow). Para ahli ini berpendapat bahwa teknologi harus berfungsi
sebagai media untuk belajar, yang mendukung keterlibatan dalam kegiatan, kolaborasi dan
pembelajaran yang mendalam. Pusat pekerjaan mereka adalah konsep 'pergeseran pembelajaran,
yang penting dalam membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran dan penggunaan teknologi.
Problem-based learning (PBL) atau pembelajaran berbasis masalah ( Savery & Duffy,
1995). Savery dan Duffy mengusulkan PBL sebagai model desain yang optimal untuk belajar
yang berpusat pada siswa. Seiringan dengan hal tersebut, PBL dibangun berdasarkan filosofi
konstruktivis dan pembelajaran cenderung pada suatu proses konstruksi pengetahuan dan sosial.
Salah satu gambaran dari PBL adalah bahwa siswa aktif bekerja pada hubungan aktivitasyang
otentik dengan lingkungan di mana mereka akan secara alami diterapkan, yaitu, siswa
mengkonstruksi pengetahuan dalam konteks yang mengkonstruk kembali di mana mereka akan
menggunakan pengetahuan itu. Kreativitas, berpikir kritis, metakognisi, negosiasi sosial, dan
kolaborasi dari semua dianggap sebagai komponen penting dari proses PBL. Salah satu
karakteristik kunci dari PBL adalah bahwa guru bukan sebagai satu-satunya sumber
pengetahuan, tetapi juga harus berfokus pada perintah metakognitif.
Rich environments for active learning atau Lingkungan pembelajaran aktif/Pembelajaran
aktif berbasis lingkungan ( Grabinger & Dunlap, 1997). ILAR, Savery dan Duffy, Grabinger dan
Dunlap mengusulkan PBL sebagai intervensi pendidikan yang efektif. Namun, dalam pendekatan
mereka perhatian lebih lanjut diberikan kepada konteks lingkungan di mana PBL terjadi,
mengingat aspek lebih lanjut dari komponen dan kompleksitas bahwa kegiatan seperti memang
dibutuhkan. Secara khusus, penekanan ditempatkan pada bagaimana membuat siswa lebih
bertanggung jawab, bersedia untuk memberikan inisiatif, reflektif dan kolaboratif dalam konteks
belajar yang dinamis, otentik dan generatif. Pendekatan ini juga menekankan pentingnya
pengembangan keterampilan belajar sepanjang hayat.
Technology-based learning environments and conceptual change atau Lingkungan
pembelajaran berbasis teknologi dan perubahan konseptual ( Vosniadou et al., 1995). Dalam
pandangan ini, peran sentral teknologi adalah untuk mendukung siswa dalam perubahan
konseptual dan konsep belajar daripada transfer pengetahuan sederhana. Siswa membangun
model mental dan representasi internal lainnya melalui upaya untuk menjelaskan dunia luar.
Siswa sering membawa kesalahpahaman sebelum situasi belajar. Oleh karena itu, instruksi
seharusnya dirancang untuk memperbaiki kesalahpahaman tersebut. Teknologi akan dirancang
tidak hanya presentasi representasi eksternal yang efektif dari pengetahuan konseptual, tetapi
juga eksternalisasi representasi internal sehingga guru dapat memperoleh wawasan pengetahuan
dan pemahaman siswa. Mengambil lebih perspektif konstruktif, teknologi dan representasi akan
menempatkan peran tertentu dalam kegiatan pembelajaran.
Interactive learning environments atau Lingkungan interaktif pembelajaran (Harper &
Hedberg, 1997; Oliver, 1999). Dalam rangka untuk melayani kompleksitas diperlukan untuk
belajar, Oliver mengusulkan bahwa modul pembelajaran harus mengandung sumber daya, tugas
dan dukungan. Agar pembelajaran terarah, harus melibatkan tugas siswa untuk menentukan
tujuan spesifik sumber daya. Peran guru adalah untuk mendukung pembelajaran. Komponen-
komponen yang terintegrasi akan menyebabkan interaktivitas penting agar pembelajaran dapat
terjadi. Harper dan Hedberg sangat menekankan filsafat konstruktivis, dan berpendapat bahwa
teknologi itu sendiri harus menyediakan sebuah lingkungan di mana peserta didik dapat
berkolaborasi dengan media dan satu sama lain. Mirip dengan Jonassen (2000), Hedberg
mendukung pendekatan berbasis masalah sebagai intervensi pendidikan yang paling efektif.
Meskipun perspektif ini dirintis pada tahap awal adopsi multitafsir media, pendidikan dan
pengembangan perangkat lunak.
Collaborative knowledge building atau membangun kolaborasi pengetahuan ( Bereiter &
Scardamalia, di tekan). Konstruksi pengetahuan adalah konstruksi teoritis yang dikembangkan
oleh Bereiter dan Scardamalia untuk memberikan interpretasi dari apa yang dibutuhkan dalam
konteks kegiatan pembelajaran kolaboratif. Pengetahuan pribadi dipandang sebagai fenomena
diamati secara internal dan satu-satunya cara untuk mendukung pembelajaran dan memahami
apa yang sedang terjadi yakni untuk berurusan dengan pengetahuan masyarakat disebut (yang
mewakili apa sebuah komunitas pelajar tahu). pengetahuan masyarakat ini tersedia untuk
memperluas kinerja siswa dan memodifikasinya melalui wacana, negosiasi, dan ide-ide kolektif.
Situated learning atau situasi pembelajaran (Brown et al., 1989). Brown dan koleganya
membangun perspektif Teori Kegiatan untuk menekankan peran sentral suatu kegiatan dalam
belajar. Kegiatan adalah di mana pengetahuan konseptual dikembangkan dan digunakan.
Dikatakan bahwa situasi ini menghasilkan pembelajaran dan kognisi. Dengan demikian,
kegiatan, media-media dan pembelajaran tidak harus dianggap sebagai terpisah. Belajar adalah
suatu proses enkulturasi dimana siswa menjadi akrab dengan penggunaan media-media kognitif
dalam konteks kinerja pada suatu kegiatan yang otentik. Kedua aktivitas dan bagaimana media
ini digunakan khusus untuk budaya praktek. Konsep tidak hanya terletak dalam suatu kegiatan,
tetapi secara progresif dikembangkan melalui hal tersebut, dibentuk oleh makna yang ada,
budaya dan keterlibatan sosial. Dalam istilah Vygotsky, konsep memiliki sejarah, baik pribadi
dan budaya. Konsep hanya dapat dipahami dan dipelajari pada tingkat pribadi melalui
penggunaan mereka dalam sebuah aktivitas. Penggunaan media aktif dan interaksi antara media
dan kegiatan mengarah ke peningkatan dan selalu berubah pemahaman dari kedua kegiatan dan
konteks penggunaan media, dan media itu sendiri. Penggunaan media mungkin berbeda antara
komunitas yang berbeda dari praktek, jadi belajar bagaimana menggunakan media khusus untuk
masyarakat adalah suatu proses enkulturasi. Bagaimana media yang digunakan mencerminkan
bagaimana masyarakat melihat dunia. Konsep ini juga memiliki sejarah mereka sendiri dan
produk dari perkembangan sosial budaya dan pengalaman anggota dari Tengoklah praktek.
Dengan demikian, Brown dan koleganya sangat menyarankan bahwa aktivitas, konsep dan
budaya saling bergantung, bahwa “budaya dan penggunaan media menentukan cara praktisi
melihat dunia, dan cara menghadirkan dunia kepada mereka menentukan pemahaman budaya
tentang dunia dan media. Untuk belajar menggunakan media sebagai praktisi menggunakannya,
mahasiswa, harus memasukkannya kedalam masyarakat dan budaya”. Oleh karena itu, belajar
adalah proses enkulturasi, dimana siswa belajar untuk menggunakan media konseptual domain
dalam suatu aktivitas otentik.
Inquiry-based learning supported by technology (Pembelajaran berbasis inquiry didukung
oleh teknologi). Bekerja di bawah konsep umum ini termasuk berorientasi praktis kerangka kerja
dan pedoman desain untuk membangun modul pembelajaran berbasis teknologi. Ini termasuk
pendekatan seperti Quest Atlantis (Barab et al., 2005), Micro Pelajaran (Divaharan & Wong,
2003), Pelajaran Aktif (Churchill, 2006), dan Web Quest (Dodge, 1995). Mirip dengan karya
teoritis yang dibahas sebelumnya, pendekatan ini mengangkat pentingnya kegiatan belajar
sebagai intervensi pendidikan efektif. Belajar dimulai dengan penyelidikan atau masalah
(didukung dengan presentasi multimedia) yang disajikan kepada siswa dengan cara yang
menarik. Para siswa kemudian ditugaskan untuk tugas (s), disediakan dengan template untuk
membantu mereka dalam penyelesaian tugas (s), diarahkan ke berbasis Web dan sumber daya
lainnya untuk membantu mereka dan media-media kolaborasi seperti platform diskusi. Paling
sering, siswa menggunakan media berbasis teknologi dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka
dan diarahkan untuk menyerahkan hasil melalui sarana elektronik. Sebagai model desain,
pendekatan ini membuat langkah signifikan dalam mengarahkan guru untuk menjauh dari,
penggunaan teknologi tradisional, konten-driven berpusat pada guru. Apa yang dapat diamati
dari ide-ide ini adalah kegiatan yang dan pengetahuan konseptual adalah pusat untuk belajar.
Berdasarkan model-model tual teoritis dan mengkonsep, kami mengembangkan model Desain
Pembelajaran Rase sebagai media penting untuk mendukung kegiatan perencanaan instruksional.
Ide utama di balik Rase adalah konten yang sumber tidak cukup untuk pencapaian penuh
hasil belajar. Selain sumber daya, guru perlu mempertimbangkan hal berikut:
 Kegiatan bagi siswa untuk terlibat dalam penggunaan sumber daya dan kinerja pada tugas-tugas
seperti eksperimen dan memecahkan masalah melalui pengalaman terhadap hasil belajar
masalah.
 Dukungan untuk memastikan bahwa siswa diberikan bantuan, dan jika mungkin dengan media
untuk secara mandiri atau bekerja sama dengan siswa lain, memecahkan kesulitan yang muncul.
 Evaluasi untuk menginformasikan para siswa dan guru tentang kemajuan dan untuk melayani
sebagai media untuk memahami apa lagi yang perlu dilakukan dalam rangka untuk memastikan
hasil belajar yang dicapai.
Gambar 1 adalah representasi visual dan ringkasan dari model pembelajaran Rase. Pembaca
didesak untuk mempertimbangkan semua komponen dan berpikir tentang cara bagaimana ini
dapat diintegrasikan dalam lingkungan belajar holistik dalam praktek mereka sendiri.
Sumber pengetahuan meliputi (a) konten (misalnya, media digital, buku pelajaran, ceramah
oleh guru), (b) bahan (misalnya, bahan kimia untuk percobaan, cat dan kanvas), dan (c) media
yang digunakan siswa saat mengerjakan mereka aktivitas (misalnya, media-media laboratorium,
kuas, kalkulator, penggaris, perangkat lunak analisis statistik, kata proses-software). Ketika
mengintegrasikan sumber daya teknologi dalam mengajar, itu harus dilakukan dengan cara yang
mengarah siswa untuk belajar dengan, bukan hanya belajar dari sumber daya tersebut. Dengan
cara ini, siswa dapat mengembangkan unsur-unsur semua kemahiran baru mereka berlebihan.
Ada berbagai perangkat lunak yang dapat digunakan siswa dalam belajar (misalnya, media Mind
Mapping seperti Pikiran Meister, media gambar / video editing seperti iMovie, media profesional
seperti AutoCAD dan Mathematica, dan model bangunan dan eksperimen media-media seperti
Interaktif Fisika dan Stella).
Jenis sumber daya digital konten mungkin efektif untuk ilmu pengetahuan dan
pembelajaran teknik, khususnya untuk konsep ilmu pembelajaran, dan ment mengembangkan-
kemahiran baru? Kami berpendapat bahwa 'Konseptual Model Pembelajaran Objects' harus
diberikan pertimbangan oleh ilmu pengetahuan dan rekayasa pendidik. Selama dekade terakhir,
kami telah melakukan pekerjaan penelitian yang luas pada desain dan penggunaan tional educa-
learning (lihat Churchill, 2005, 2007, 2008, 2010, 2011a, 2011b, dalam pers; Churchill &
Hedberg, 2008; Jonassen & Churchill, 2004).
Sebuah konsep secara luas dipahami sebagai bentuk spesifik dari struktur kognitif yang
memungkinkan berpengetahuan untuk memahami informasi baru, dan terlibat dalam pemikiran
disiplin tertentu, pemecahan masalah dan pembelajaran lebih lanjut. literatur menggarisbawahi
pentingnya pembelajaran konseptual, dan mengacu pada bukti bahwa pengetahuan konseptual
yang tidak lengkap dan kesalahpahaman menjadi penghambat yang serius dalam belajar (lihat
Mayer, 2002; Smith et al., 1993; Vosniadou, 1994). Model telah dijelaskan dalam literatur
sebagai media yang efektif untuk belajar konseptual. Penggunaan pendidikan mereka telah
berpusat pada model instruksional dan pembelajaran (misalnya, Dawson, 2004; Gibbons, 2008;
Johnson & Lesh, 2003; Lesh & Do-err, 2003; Mayer, 1989; Norman, 1983; Seel, 2003; van
Someren et al., 1998). Sebuah objek model pembelajaran konseptual dirancang untuk mewakili
konsep tertentu (atau serangkaian konsep terkait) dan sifat-sifatnya, parameter dan hubungan.
Seorang pelajar dapat memanipulasi sifat-sifat dan parameter dengan komponen interaktif
(misalnya, slider, tombol, hotspot area, kotak input teks) dan mengamati perubahan yang
ditampilkan dalam berbagai mode (misalnya, numerik, tekstual, pendengaran dan visual).
Sumber daya ini membutuhkan sedikit waktu kontak untuk belajar maksimal dan pengetahuan
konseptual yang akan dibangun.
Gambar 2 menunjukkan contoh dari konseptual objek model pembelajaran. objek belajar
ini merupakan representasi interaktif dan visual dari suatu konsep transfer kekuasaan melalui
sistem katrol. Hal ini memungkinkan siswa untuk memanipulasi sejumlah parameter dan
mengamati dampak dari konfigurasi pada sistem katrol. Dalam rangka mewujudkan potensi
pendidikan penuh obyek pembelajaran ini, guru perlu membuat tugas (kegiatan) di mana dia
akan terlibat dalam penyelidikan dan eksplorasi terutama yang berhubungan dengan penanaman
dalam objek pembelajaran. Seorang siswa bisa memposisikan dua slider untuk mengubah nilai-
nilai beban yang akan diangkat dan usaha yang akan diberikan untuk mengangkat beban ini, atau
sebaliknya. Mengungkap hubungan ini harus mengarah ke pemahaman yang lebih dalam konsep-
konsep kunci yang diwakili oleh objek pembelajaran.
Contoh lain dari objek pembelajaran disajikan pada Gambar 3. objek pembelajaran ini
menggambarkan parameter pemesinan kunci dalam mesin (memutar). Kami menggunakan
teknik untuk menunjukkan relevansi ide untuk domain lainnya. Peserta didik dapat memanipulasi
parameter ini dan menjelajahi kombinasi optimal diperlukan untuk menyelesaikan tugas mesin.
Skenario berikut, telah dijelaskan padapenelitian sebelumnya, yakni menggambarkan
bagaimana konseptual objek model pembelajaran mungkin mendukung pembelajaran sains:
(1) Pengamatan: Sebuah model konseptual dapat mendukung siswa untuk membuat
hubungan antara dunia nyata dan sifat mewakili suatu konsep. Hal ini dapat dirancang agar
peserta didik dapat mengenali sifat dari lingkungan nyata dalam antarmuka dari model
konseptual, serta sebaliknya. representasi ini dari properti tidak hanya salinan dari dunia nyata.
Sebaliknya, realitas diwakili melalui ilustrasi, representasi diagrammatical, analogi, metafora,
tanda-tanda, isyarat, simbol, dan ikon.
(2) Menggunakan analisis: Sebuah model konseptual akan memungkinkan siswa untuk
mengimpor Data dari lingkungan nyata dan percobaan untuk pengolahan analisis (misalnya,
tujuan kalkulator khusus). fitur desain (misalnya, slider, dialer, daerah tempat panas dan kotak
input teks) memungkinkan input parameter. Hasil interaksi dapat ditampilkan dalam berbagai
format seperti nomor, grafik, audio, lisan / pernyataan tertulis, representasi bergambar, dan
animasi.
(3) Percobaan: Sebuah model konseptual akan memungkinkan peserta didik untuk
memanipulasi parameter dan properti, dan mengamati perubahan yang dihasilkan dari
manipulasi tersebut. Juga, mungkin memungkinkan manipulasi hasil analisis penggunaan untuk
memungkinkan siswa untuk memeriksa bagaimana perubahan ini mempengaruhi parameter
terkait. Perubahan dapat disorot untuk memberikan isyarat dan mendorong generalisasi. fitur
desain sebuah model konseptual ini memungkinkan muncul secara umum untuk diuji.
(4) Berpikir: Sebuah model konseptual mungkin termasuk fitur yang memulai dan
mendukung pemikiran ilmiah. Sehubungan dengan konsep-konsep ilmu pengetahuan, hal ini
dapat dicapai dengan mengintegrasikan pemicu (misalnya, sinyal dan isyarat) yang menangkap
perintah dan memulai rasa ingin tahu. Selain itu, model konseptual mungkin mendukung
kegiatan kognitif menghubungkan model mental dari konsep (verbal dan visual) dikembangkan
melalui interaksi dengan isinya.
Model konseptual dapat digunakan kembali dalam lingkungan yang berbeda dan hubungan
aktivitas. Sebagai contoh, penggunaan kembali mungkin termasuk kelas atau presentasi
laboratorium, atau digunakan oleh beberapa peserta didik karena mereka berkolaborasi pada
tugas-tugas ilmu pengetahuan. Akhir-akhir ini, telah ada peningkatan model konseptual dan
benda-benda belajar lainnya tersedia melalui teknologi mobile seperti iPad. Penulis mengacu
pada ini sebagai Belajar Obyek Apps. teknologi mobile memungkinkan sumber daya tersebut
untuk dibawa ke authen- konteks tic, pindah antara ruang kelas, laboratorium dan dunia nyata
dan digunakan oleh siswa secara mandiri di luar sekolah dan kapanpun mereka dibutuhkan.
pembaca diingatkan bahwa sumber daya hanya salah satu komponen dari sebuah unit
pembelajaran. Pertimbangan juga perlu diberikan untuk aktivitas, dukungan dan evaluasi.
AKTIVITAS
Kegiatan adalah komponen penting untuk pencapaian penuh hasil belajar. Suatu kegiatan
memberikan siswa dengan pengalaman di mana belajar terjadi dalam konteks pemahaman yang
muncul, menguji ide, generalisasi dan menerapkan pengetahuan. Sumber daya, seperti
konseptual obyek model pembelajaran, media yang digunakan siswa saat menyelesaikan
aktivitas mereka. Berikut ini adalah dua karakteristik kunci dari suatu kegiatan yang efektif: (1)
Suatu kegiatan harus “Berpusat pada siswa”: yakni berfokus pada apa yang siswa akan lakukan
untuk belajar, bukan pada apa yang siswa akan ingat, Sumber daya adalah media di tangan siswa,
Guru fasilitator yang berpartisipasi dalam proses tersebut, Mahasiswa menghasilkan produk yang
menunjukkan kemajuan belajar mereka, Siswa belajar tentang proses, Siswa mengembangkan
kemahiran baru. (2) Suatu kegiatan harus “otentik”: yakni berisi skenario nyata dan masalah-
terstruktur, Ini pengulangan praktek profesional, Menggunakan media khusus untuk praktek
profesional, Hasilnya produk yang menunjukkan kompetensi profesional, tidak hanya
pengetahuan. Berikut ini adalah contoh dari apa suatu kegiatan mungkin: (1) Sebuah proyek
desain (misalnya, merancang percobaan untuk menguji hipotesis ilmiah), (2) Studi kasus
(misalnya, kasus bagaimana seorang ilmuwan mengidentifikasi fisika baru keteraturan), (3)
pemecahan masalah tugas belajar (misalnya, meminimalkan gesekan di daerah yang bertanda),
(4) Mengembangkan sebuah film dokumenter tentang isu tertentu yang menarik (misalnya, GM
pro makanan dan kontra), (5) Sebuah poster untuk mempromosikan isu kontroversial ilmiah
(misalnya, energi nuklir), (6) hari ilmu Perencanaan di sekolah Anda, (7) Mengembangkan
perangkat lunak untuk mengontrol perpindahan mekanik kekuasaan, (8) Peran-play (misalnya,
membela percobaan sains dengan hewan kecil). Hasil dari suatu kegiatan dapat menjadi produk
konseptual (misalnya, ide atau kecuali bahwa konsep disajikan dalam laporan tertulis), prangkat
keras (misalnya, model sebuah sirkuit listrik), atau prangkat lunak (misalnya, penciptaan berbasis
komputer). Perangkat yang dihasilkan oleh siswa seharusnya berdasarkan pendapat sejawat dan
review ahli dan revisi sebelum penyerahan akhir. Proses ini mungkin juga melibatkan presentasi
mahasiswa dan rekan / umpan balik ahli. Perangkat yang dihasilkan seharusnya dievaluasi
dengan cara agar siswa dapat merenungkan umpan balik dan mengambil tindakan lebih lanjut
terhadap prestasi lebih koheren dari hasil belajar.
Mendukung Tujuan dari dukungan adalah untuk memberikan siswa dengan perancah
penting sementara memungkinkan pengembangan keterampilan belajar dan kemandirian. Bagi
para guru, salah satu tujuannya adalah untuk mengurangi redundansi dan beban kerja. Dukungan
mungkin mengantisipasi kesulitan, seperti memahami suatu kegiatan, dengan menggunakan
media atau bekerja dalam kelompok. Selain itu, guru harus melacak dan merekam kesulitan yang
terus berlangsung dan isu-isu yang perlu ditangani selama belajar, dan berbagi dengan siswa.
Tiga mode dukungan yang mungkin: guru-murid, siswa-siswa, dan siswa-perangkat (sumber
daya tambahan). Dukungan dapat berlangsung di ruang kelas dan di lingkungan online seperti
melalui forum, wiki, Blog dan ruang jejaring sosial. Dukungan juga dapat dilihat sebagai
antisipasi kebutuhan siswa. Tergantung di lapangan, struktur pendukung proaktif seperti
TANYA JAWAB dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam kebutuhan tersebut. Tujuan dari
dukungan antisipatif adalah untuk memastikan siswa memiliki akses ke sumber daya ketika
mereka membutuhkan bantuan, bukannya bergantung pada guru untuk bantuan.
Berikut adalah beberapa strategi spesifik dengan spesialisasi: (1) Membangun sumber daya
dan bahan yang merupakan FAQ Page, (2) Buat “Bagaimana saya?” Atau “Help Me” Forum, (3)
Buat Daftar istilah yang berhubungan dengan kursus, (4) Gunakan daftar periksa dan rubrik
untuk kegiatan, (5) Gunakan platform jaringan sosial lainnya dan media-media sinkron seperti
chat dan Skype. Secara keseluruhan, dukungan harus bertujuan mengarah siswa untuk menjadi
lebih peserta didik independen. Guru harus memberikan sering, awal, umpan balik positif yang
mendukung keyakinan siswa bahwa mereka dapat melakukannya dengan baik. Selain itu, siswa
juga perlu aturan dan parameter untuk pekerjaan mereka. Misalnya, sebelum siswa dapat
meminta guru untuk membantu, mereka harus terlebih dahulu meminta teman sekelas mereka
melalui salah satu Forum dan / atau mencari di Internet untuk solusi untuk masalah mereka (s).
Dengan cara ini, siswa diharapkan untuk mengambil tanggung jawab untuk pembelajaran mereka
dan untuk menunjang pelabuhan siswa lain dalam kelompok mereka.
EVALUASI
Evaluasi belajar siswa selama semester merupakan bagian penting dari pengalaman belajar
yang berpusat pada siswa yang efektif. Evaluasi formatif dalam rangka untuk memungkinkan
siswa untuk terus meningkatkan pembelajaran mereka. Suatu kegiatan harus memerlukan siswa
untuk bekerja pada tugas-tugas, dan mengembangkan dan perangkat Duce pro yang bukti belajar
mereka. Ini bukti belajar siswa memungkinkan guru untuk memantau kemajuan siswa dan
memberikan panduan lebih lanjut formatif untuk membantu meningkatkan prestasi belajar siswa.
Siswa juga perlu mencatat kemajuan mereka dalam menyelesaikan rangkaian tugas, sehingga
mereka juga dapat memantau cara belajar mereka dan perbaikan yang mereka buat. Rubrik dapat
diberikan untuk memungkinkan siswa untuk melakukan evaluasi diri juga. Selain itu, evaluasi
mungkin dilakukan oleh rekan-rekan juga. Berikut adalah beberapa poin mengapa evaluasi
penting untuk belajar siswa: (1) Menawarkan umpan balik pada pekerjaan dan mengidentifikasi
di mana siswa di mereka pembelajaran, (2) Menawarkan kesempatan bagi siswa untuk
meningkatkan pekerjaan mereka, (3) Memungkinkan siswa untuk menjadi pembelajar yang lebih
efektif dan termotivasi, (4) Membantu siswa menjadi lebih mandiri dan peserta didik mandiri.
Berikut perlengkapan rekomendasi mungkin berguna untuk guru untuk mengembangkan
unit pembelajaran mereka didasarkan pada model Desain Pembelajaran Rase. Sebelum memulai
untuk membangun unit pembelajaran, guru perlu: (1) Memastikan bahwa hasil belajar kursus
tertentu selaras dengan berlebihan semua hasil program pembelajaran, (2) Mengidentifikasi unit
yang dibutuhkan untuk mencapai hasil belajar pembelajaran, (3) Menyelaraskan penilaian, unit
pembelajaran dan hasil belajar. Ini harus disajikan dalam dokumen Outline Course keseluruhan
di mana rincian tentu saja, termasuk hasil belajar, jadwal dan topik, dan informasi tentang
evaluasi/tugas secara jelas disajikan dan selaras. Hanya kemudian adalah guru mampu
mengembangkan dan unit pembelajaran hadir sebagai berikut: (1) Jelaskan topik, (2) hasil Hadir
belajar, (3) Jelaskan apa yang diharapkan dan apa yang harus dilakukan jika dukungan
diperlukan, (4) Jelaskan prasyarat dan bagaimana untuk membangun pembelajaran sebelumnya,
(5) Jelaskan suatu kegiatan, (6) Jelaskan tugas dalam kegiatan, (7) Memberikan petunjuk tentang
bagaimana untuk melanjutkan awalnya, (8) Jelaskan kiriman (perangkat yang akan diproduksi),
menyediakan template jika apapun, memberikan contoh kiriman jika ada, (9) standar kehadiran
untuk Evaluasi dan menyediakan rubrik, (10) Menyediakan memeriksa diri dan bentuk evaluasi
rekan jika diperlukan, (11) Jelaskan pilihan dukungan. Selanjutnya, kita perlu menyediakan
Sumber daya seperti: (1) Catatan, artikel dan buku, (2) Presentasi, demonstrasi dan dicatat
kuliah/nyata, (3) materi Interaktif seperti model konseptual dan bentuk lain dari objek belajar, (4)
Video, (5) Perangkat lunak, (6) media Dukungan. Kita juga perlu secara jelas menentukan apa
yang diharapkan dari evaluasi dan bagaimana hal itu akan dilakukan, sehingga siswa memiliki
titik acuan yang jelas untuk pekerjaan mereka.

DESAIN PEMBELAJARAN ILMU PENDIDIKAN PADA ABAD 21

- Oktober 25, 2017

Perkembangan teknologi dan sosial kontemporer menuntut transformasi praktik


pendidikan. Guru dan sekolah bukan lagi air mancur pengetahuan yang mengisi siswa dengan
informasi. Sebaliknya, peran utamanya adalah membekali siswa dengan literasi baru, kompetensi
untuk penggunaan teknologi informasi secara produktif, dan basis pengetahuan konseptual yang
cukup disiplin. Hal ini membutuhkan perubahan terhadap praktik berpusat pada siswa. Dalam
konteks seperti itu, guru adalah perancang pembelajaran; Oleh karena itu, perencanaan pelajaran
diganti dengan konsep 'desain pembelajaran'. Jurnal yang berjudul LEARNING DESIGN FOR
SCIENCE EDUCATIONIN THE 21st CENTURY ini memperkenalkan model desain
pembelajaran RASE (Resources-Activity-Support-Evaluation) yang dikembangkan sebagai
kerangka kerja untuk membantu guru merancang modul pembelajaran. Inti dari RASE adalah
penekanan pada disain aktivitas dimana siswa terlibat dalam penggunaan sumber daya dan dalam
produksi artefak yang mendemonstrasikan pembelajaran. Jurnal ini juga menekankan pentingnya
'model konseptual' sebagai jenis sumber multimedia multimedia khusus, dan perannya dalam
membantu pembelajaran dan penerapan konsep, berlawanan dengan model 'transfer informasi'.
Rase mulai muncul sebagai kerangka kerja yang kuat untuk transformasi guru dan praktik
tradisional mereka ke praktik kontemporer yang berpusat pada siswa. Model ini juga merupakan
kerangka kerja efektif untuk penggunaan teknologi informasi secara produktif di bidang
pendidikan.
ADA APA DENGAN ABAD 21??
Semakin berkembangnya zaman tentunya perkembangan teknologi turut berperan penuh
untuk terus mengimbanginya. Hal yang paling menonjol dari perkembangan teknologi adalah
kemajuan perangkat komputer yang semakin eksis dan berpengaruh di kalangan masyarakat
dunia. Oleh karena itu, banyak aplikasi yang didesain untuk menunjang ke eksisan perangkat
komputer, terutama mengimbangi pendidikan di abad 21.
Semakin lama, komputer sendiri digunakan sebagai pelengkap belajar baik bagi guru
mata pelajaran, sekolah menengah, ataupun universitas. Kemajuan teknologi yang pesat di abad
21 ini juga bisa membantu perkembangan bagi anak-anak disabilitas. Mereka juga dapat
menggunakan peralatan-peralatan teknologi yang bisa membantu kinerja mereka. Teknologi
seperti komputer bisa membantu mereka yang memiliki disbilitas untuk memudahkan mereka
dalam mempelajari sesuatu.
Perkembangan komputer juga didukung perkembangan internet. Internet tidak hanya
digunakan untuk berkomunikasi tetapi bisa digunakan sebagai media pembelajaran yang pada
akhirnya menuntut siswa menjadi lebih aktif saat proses pembelajaran. Dengan perkembangan
internet, membuat siswa bisa belajar kapan pun dan di mana pun sesuai dengan kebutuhan
mereka. Hal tersebut dapat dilakukan karena guru dapat memantau siswanya melalui
perkembangan internet dan komputer yang ada, selain itu informasi yang ada pada internet juga
terbilang sangat luas melebihi materi yang ada pada buku paket setiap mata pelajaran. Guru juga
terbantu dengan keberadaaan internet dalam menghadapi isu-isu perubahan pendidikan umum
menjadi pendidikan khusus.
Sebagai seorang pendidik di abad 21, guru lebih menjadi fasilitator bagi siswanya, guru
bertugas mengarahkan bukan lagi menggurui siswanya. Perkembangan internet pun tidak selalu
baik dalam penyajian informasinya, hal tersebut membuat guru harus mampu menyaring
informasi mana yang sesuai dengan usia siswa. Berbagai perubahan tersebut tentu harus diikuti
dengan perubahan model belajar dari pihak sekolah. Sekolah harus mampu menyesuaikan
perkembanagan zaman dan perubahan sekolah yang nantinya beralih kependidikan khusus
(sekolah inklusi). Maka dari itu perlunya kelengkapan teknologi di sekolah inklusi juga perlu
dipertimbangkan. Selain mereka dapat terbantu dengan adanya teknologi tersebut, mereka juga
bisa beradaptasi dengan perkembanagn teknologi yang semakin maju di sekitarnya

Permasalahan
Apa harapan Anda terhadap guru-guru di Indonesia sehubungan dengan penerapan teknologi
pendidikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan di abad 21? Dan bagaimana persiapan
Anda sebagai guru untuk menyikapi tantangan pendidikan pada abad 21?

Komentar

1.

Rifka Annisa Blog25 Oktober 2017 22.12

harapan saya guru-guru diindonesia bisa menerima dan mejalakan penerapan teknologi
pendidikan itu, agar tujuan dari pendidikan abad 21 ini dapat tercapai.
persiapan yang harus dipersiapkan sebagai seorang uru dalam pendidikan abad 21 ini
adalah yang pertama mengetahui tujuan dalam pendidikan abad 21 ini, kemudian
mempelajari apa yang di inginkan dalam capai tujuan tersebut. dan berusahan
menjalankannya.

Balas

2.
nova silaban26 Oktober 2017 06.42

harapan saya, guru-guru diindonesia dapat mengikuti dan memahami perkembangan


teknologi abad ke-21, dan sebaiknya pemerintah memberikan pelatihan-pelatihan kepada
guru secara merata agar tidak ada lagi guru yang gaptek.
menurut saya di abad ke-21 guru harus mempunyai 5 kecakapan yang yang meliputi :

a. Akuntabilitas dan Kemampuan Beradaptasi

Sebagai seseorang yang dapat ditiru, apapun yang dikerjakan dan diucapkan harus dapat
dipercaya oleh orang lain. Dalam menjalankan tanggung jawab pribadi mempunyai
fleksibilitas secara pribadi, pada tempat kerja, maupun dalam hubungan dengan
masyarakat sekitarnya. Disamping itu guru harus mampu menetapkan dalam mencapai
standar dan tujuan yang tinggi baik untuk dirinya sendiri maupun untuk orang lain, dan
yang tidak kalah pentingnya guru juga harus mampu memaklumi kerancuan yang
dilakukan oleh anak didiknya.

b. Kecakapan Berkomunikasi

Kecakapan yang kedua ini sangat penting bagi guru. Betapapun pintarnya seorang guru
jika tidak mempunyai kecakapan ini maka tidak akan mampu mentransfer ilmu kepada
anak didiknya. Kecakapan ini meliputi : memahami, mengelola, dan menciptakan
komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi baik secara lisan, tulisan, maupun
menggunakan multimedia.

c. Kreatifitas dan Keingintahuan Intelektual

Selama ini pembelajaran yang dilakukan guru berlangsung monoton. Salah satu
penyebabnya adalah tidak adanya kreatifitas dan keingintahuan intelektual guru. Dia
mengajar hanya bermodalkan teori keguruan yang ia peroleh sekian puluh tahun yang
lalu. Kecakapan kreatifitas dan keingintahuan intelektual tersebut mencakup :
mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru kepada yang
lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif baru dan berbeda.

d. Berpikir Kritis dan Berpikir dalam Sistem

Kecakapan berpikir kritis merupakan proses berpikir dan bertindak berdasarkan fakta
yang telah ada, apapun yang akan dilakukan dimulai dari identifikasi terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang akan timbul dari suatu perbuatan tersebut, berusaha
untuk memberikan penalaran yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan
yang rumit serta selalu memahami dan menjalin interkoneksi antara sistem.

e. Kecakapan Melek Informasi dan Media

Agar proses pembelajaran yang dilakukan guru di kelas menarik dan menantang, maka di
era globalisasi dan tanpa batas seperti sekarang ini guru harus mampu menganalisa,
mengakses, mengelola, mengintegrasi, mengevaluasi, dan menciptakan informasi dalam
berbagai bentuk dan media.
dengan memiliki 5 kecakapan tersebut guru dapat menyikapi tantangan di era abad ke-21.

Balas

3.

Saprizal ijal26 Oktober 2017 09.13

Harapan saya bagi guru-guru di Indonesia sehubungan dengan penerapan teknologi


pendidikan sebagai upaya peningkatan kualitas pendidikan di abad 21 adalah berharap
guru dapat menjadi penggerak aktif dalam dunia pendidikan, dengan kata lain guru harus
berusaha meningkatkan kemampuannya/profesionalisme-nya dalam mendidik, harus
peka terhadap perkembangan zaman terutama teknologi. Selalu berusaha menerima dan
memahami hal-hal baru yang berhubungan dengan peningkatan kualitas pendidikan, serta
memiliki semangat (etos kerja) dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti berbagai
pelatihan yang menunjang kualitas profesionalisme guru terutama dibidang teknologi.
Memandang pendidikan tidak hanya sebatas proses transfer ilmu, melainkan suatu proses
yang kompleks, terencana, dan terstruktur dalam menciptakan generasi bangsa yang
berkualitas dan berkarakter.

Dalam menyikapi tantangan abad 21, guru harus 1. meningkatkan kompetensi


profesionalismenya (Menguasai subtansi bidang studi dan metodologi keilmuannya,
Menguasai struktur dan materi kurikulum bidang studi, Menguasai dan memanfaatkan
teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran,Mengorganisasikan materi
kurikulum bidang studi, dan Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penelitian
tindakan kelas);
2. meningkatkan kompetensi pedagogik (Memahami karakteristik peserta didik dari
aspek fisik, sosial, kultural, emosional, dan intelektual; Memahami latar belakang
keluarga dan masyarakat peserta didik dan kebutuhan belajar dalam konteks kebhinekaan
budaya; Memahami gaya belajar dan kesulitan belajar peserta didik; Memfasilitasi
pengembangan potensi peserta didik; Menguasai teori dan prinsip belajar serta
pembelajaranYang mendidik; Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan
peserta didik dalam pembelajaran; Merancang pembelajaran yang mendidik;
Melaksanakan pembelajaran yang mendidik; Mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran);
3. meningkatkan kompetensi kepribadian (Menampilkan diri sebagai pribadi yang
mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa; Menampilkan diri sebagai pribadi yang
berakhlak mulia dan sebagai teladan bagi peserta didik dan masyarakat; Memiliki sikap,
perilaku, etika, tata cara berpakaian, dan bertutur bahasa yang baik; Mengevaluasi kinerja
sendiri; Mengembangkan diri secara berkelanjutan);
4. Meningkatkan kompetensi sosial (Berkomunikasi secara efektif dan empatik dengan
peserta didik, orang tua peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan dan
masyarakat; Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di sekolah dan
masyarakat; Berkontribusi terhadap pengembangan pendidikan di tingkat lokal, regional,
nasional dan global; Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (ICT) untuk
berkomunikasi dan mengembangkan diri; Memiliki sikap, perilaku, etika, tata cara
berpakaian dan bertutur bahasa yang baik)

Balas

4.

Candra apriyanto26 Oktober 2017 09.37

Harapan saya guru-guru di indonesia dapat mengikuti perkembangan zaman dan


memahami perkembangan teknologi abad 21 karena Guru pada abad 21 ditantang untuk
melakukan akselerasi terhadap perkembangan informasi dan komunikasi. Pembelajaran
di kelas dan pengelolaan kelas, pada abad ini harus disesuaikan dengan standar kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi.Menurut Susanto (2010), terdapat 7 tantangan guru
di abad 21, yaitu :
1. Teaching in multicultural society, mengajar di masyarakat yang memiliki beragam
budaya dengan kompetensi multi bahasa.
2. Teaching for the construction of meaning, mengajar untuk mengkonstruksi makna
(konsep).
3. Teaching for active learning, mengajar untuk pembelajaran aktif.
4. Teaching and technology, mengajar dan teknologi.
5. Teaching with new view about abilities, mengajar dengan pandangan baru mengenai
kemampuan.
6. Teaching and choice, mengajar dan pilihan.
7. Teaching and accountability, mengajar dan akuntabilitas.

Balas

5.

Wayan Angga Dewi Saputri26 Oktober 2017 09.37

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

Balas

6.

Wayan Angga Dewi Saputri26 Oktober 2017 10.27

Harapan saya terhadap guru-guru di Indonesia adalah mampu mengikuti perkembangan


teknologi di abad 21 dan dapat menerapkannya di dalam pembelajaran. Guru abad 21
harus menguasai banyak pengetahuan (akademik, pedagogik, sosial dan budaya), mampu
berpikir kritis, tanggap terhadap setiap perubahan, dan mampu menyelesaikan masalah.
Dan persiapan sebagai guru untuk menyikapi tantangan di abad 21 adalah :
1. Kita perlu meng-upgrade terus pengetahuan kita dengan banyak membaca serta
berdiskusi dengan pengajar lain atau bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas
dengan pengetahuan yang ada, karena zaman terus berubah dan guru wajib up to date
agar dapat mendampingi siswa berdasarkan kebutuhan mereka.
2. Kreatif dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan inovatif. Guru
diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk menyusun kegiatan di dalam
kelas.
3. Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad 21 adalah
blended learning, gabungan antara metode tatap muka tradisional dan penggunaan digital
dan online media. Pada pembelajaran abad 21, teknologi sifatnya wajib.

Balas

7.

Dessy Rizki Amelia26 Oktober 2017 10.28

Harapan saya terhadap guru-guru di Indonesia sehubungan dengan penerapan teknologi


pendidikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan di abad 21 adalah guru lebih
menyadari tentang teknologi dan seberapa cepat teknologi berkembang serta seberapa
penting teknologi dalam peningkatan kualitas pendidikan di abad 21. persiapan saya
sebagai guru untuk menyikapi tantangan pendidikan pada abad 21 adalah mau
mempelajari dan berusaha keras memahami serta menjalankan pengajaran berbantuan
teknologi yang nantinya akan lebih memudahkan dalam mengajar. mau menerima
perkembangan teknologi dan mau belajar terus mengenai teknologi yang terus
berkembang.

Balas

8.

Havizhah26 Oktober 2017 15.27

Harapan saya terhadap guru guru di indonesia yaitu, seluruh guru sudah mampu
mengintegrasikan teknologi dalam pembelajaran, agar kita tidak kalah saing dengan
pendidikan di luar negri. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk
memajukan suatu bangsa. Maka perlu memiliki sistem pendidikan yang berkualitas.
Apalagi saat ini kita sudah menjalani suatu masa yang dinamakan abad 21 yang ditandai
dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat terutama
teknologi informasi dan komunikasi yang berdampak pada segala bidang telah membawa
tatanan kehidupan yang mendunia yang disebut globalisasi dimana batas antar wilayah
dan negara sudah tidak berarti lagi.
Dan sebagai seorang guru kita harus mempersiapkan diri dalam meyikapi tantangan
pendidikan pada abad 21. Di abad 21 ini peran guru menjadi semakin berat dimana guru
harus mampu mengantarkan peserta didik agar menjadi pribadi yang unggul, yang
mampu bertahan dan bersaing di abad 21 ini. Guru harus memiliki kompetensi yaitu
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial kompetensi
professional dan terampil dalam tehnologi informasi dan komunikasi. Hanya dengan guru
yang profesional pendidikan dapat ditingkatkan mutunya, dan dengan pelaksanaan
pendidikan yang bermutu akan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.
Guru merupakan kunci utama untuk meningkatkan mutu pendidikan

Balas

9.

Herijon Muhammad Syahril26 Oktober 2017 15.39

Harapan bersama kita adalah tercapainya tujuan pendidikan secara nasional. Penggunaan
teknologi informasi menjadi tantangan tersendiri bagi guru dalam mendidik. Penyesuaian
antara materi yang diajarkan dan penggunaan teknologi yang tepat menjadi keterampilan
baru bagi seorang guru.
Saya rasa kita sebaiknya meningkatkan kemampuan kita dalam penguasaan teknologi.
Kita juga harus meningkatkan keterampilan kita dalam menyesuaikan materi yang akan
diajar dengan media yang akan digunakan dalam pembelajaran.

Balas

10.

Lisa Purnama26 Oktober 2017 21.34

harapan saya guru dapat mengikuti perkembangan teknologi dan memanfaatkannya


didalam pembelajaran, kemudian guru-guru dapat mengarahkan anak didik dalam
memanfaatkan teknologi yang ada sebagai sumber belajar. sebaiknya guru-guru tidak
harus selalu menunggu adanya pelatihan dulu baru mau memperbaiki pembelajaran
dikelas, namun guru juga harus dapat berusaha mandiri untuk belajar mengenai
pemanfatan teknologi dalam belajar, serta pembelajaran2 terbaru.

persiapan saya adalah,, saya harus terus menimba ilmu ,, memperkaya wawasan saya
dalam materi maupun kemampuan mengajar dan menguasai teknologi.

Balas

11.
Petri Petri26 Oktober 2017 22.53

Harapan saya sbg guru dapat meningkatkan mutu pendidikan. Guru2 diharapkan dpt
mengikuti kemajuan dg memanfaatkan teknologi dlm mengajar.
Persiapan saya terus meningkatkan kompetensi sbg guru : kompetrnsi pedagogis,
profesional, sosial dan kepribadian. Mengikuti berbagai kegiatan positif dlm upaya
peningkatan kompetensi spt pelatihan, bimtek, dan workshop.

Balas

12.

WELY APRILIYANTI 0627 Oktober 2017 00.48

Apa harapan Anda terhadap guru-guru di Indonesia sehubungan dengan penerapan


teknologi pendidikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan di abad 21? harapan saya
adalah guru harus mampu dan mengerti tentang pendidikan abad 21 kemudian tidak ada
perberbedaan pengetahuan antara guru di desa dan dikota, fasilitas di sekolah seperti
bahan ajar, internet dan kemajuan teknologi dll sama.
bagaimana persiapan Anda sebagai guru untuk menyikapi tantangan pendidikan pada
abad 21?
1. saya mulai belajar tentang literasi,bagaimana cara memberikan literasi yg baik.
2. mulai mencari soal-soal HOTS dan mulai mengerjakannya
3. mulai memehami cara menyampaikan semuanya dalam proses pembelajaran

Pada kurikulum 2013 diharapkan dapat diimplementasikan pembelajaran


abad 21. Hal ini untuk menyikapi tuntutan zaman yang semakin kompetitif.
Adapun pembelajaran abad 21 mencerminkan empat hal.
1. Critical Thinking and Problem Solving
2. Creativity and Innovation
3. Communication
4. Collaboration

1. Communication
Pada karakter ini, peserta didik dituntut untuk memahami, mengelola, dan
menciptakan komunikasi yang efektif dalam berbagai bentuk dan isi secara
lisan, tulisan, dan multimedia. Peserta didik diberikan kesempatan
menggunakan kemampuannya untuk mengutarakan ide-idenya, baik itu
pada saat berdiskusi dengan teman-temannya maupun ketika
menyelesaikan masalah dari pendidiknya.

Abad 21 adalah abad digital. Komunikasi dilakukan melewati batas wilayah


negara dengan menggunakan perangkat teknologi yang semakin canggih.
Internet sangat membantu manusia dalam berkomunikasi. Saat ini begitu
banyak media sosial yang digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi.
Melalui smartphone yang dimilikinya, dalam hitungan detik, manusia dapat
dengan mudah terhubung ke seluruh dunia.
============================================

============================================

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian komunikasi adalah


pengiriman dan penerimaan pesan atau berita dari dua orang atau lebih
agar pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sedangkan Wikipedia
dinyatakan bahwa komunikasi adalah “suatu proses dimana seseorang
atau beberapa orang, kelompok, organisasi, dan masyarakat menciptakan,
dan menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang
lain”.

Komunikasi tidak lepas dari adanya interaksi antara dua pihak. Komunikasi
memerlukan seni, harus tahu dengan siapa berkomunikasi, kapan waktu
yang tepat untuk berkomunikasi, dan bagaimana cara berkomunikasi yang
baik. Komunikasi bisa dilakukan baik secara lisan, tulisan, atau melalui
simbol yang dipahami oleh pihak-pihak yang berkomunikasi. Komunikasi
dilakukan pada lingkungan yang beragam, mulai di rumah, sekolah, dan
masyarakat. Komunikasi bisa menjadi sarana untuk semakin merekatkan
hubungan antar manusia, tetapi sebaliknya bisa menjadi sumber masalah
ketika terjadi miskomunikasi atau komunikasi kurang berjalan dengan baik.
Penguasaan bahasa menjadi sangat penting dalam berkomunikasi.
Komunikasi yang berjalan dengan baik tidak lepas dari adanya
penguasaan bahasa yang baik antara komunikator dan komunikan.

Kegiatan pembelajaran merupakan sarana yang sangat strategis untuk


melatih dan meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, baik komunikasi
antara siswa dengan guru, maupun komunikasi antarsesama siswa. Ketika
siswa merespon penjelasan guru, bertanya, menjawab pertanyaan, atau
menyampaikan pendapat, hal tersebut adalah merupakan sebuah
komunikasi.

2. Collaboration
Pada karakter ini, peserta didik menunjukkan kemampuannya dalam
kerjasama berkelompok dan kepemimpinan, beradaptasi dalam berbagai
peran dan tanggungjawab, bekerja secara produktif dengan yang lain,
menempatkan empati pada tempatnya, menghormati perspektif berbeda.
Peserta didik juga menjalankan tanggungjawab pribadi dan fleksibitas
secara pribadi, pada tempat kerja, dan hubungan masyarakat, menetapkan
dan mencapai standar dan tujuan yang tinggi untuk diri sendiri dan orang
lain, memaklumi kerancuan.

Pembelajaran secara berkelompok, kooperatif melatih siswa untuk


berkolaborasi dan bekerjasama. Hal ini juga untuk menanamkan
kemampuan bersosialisasi dan mengendalikan ego serta emosi. Dengan
demikian, melalui kolaborasi akan tercipta kebersamaan, rasa memiliki,
tanggung jawab, dan kepedulian antaranggota.

Sukses bukan hanya dimaknai sebagai sukses individu, tetapi juga sukses
bersama, karena pada dasarnya manusia disamping sebagai seorang
individu, juga makhluk sosial. Saat ini banyak orang yang cerdas secara
intelektual, tetapi kurang mampu bekerja dalam tim, kurang mampu
mengendalikan emosi, dan memiliki ego yang tinggi. Hal ini tentunya akan
menghambat jalan menuju kesuksesannya, karena menurut hasil penelitian
Harvard University, kesuksesan seseorang ditentukan oleh 20% hard skill
dan 80% soft skiil. Kolaborasi merupakan gambaran seseorang yang
memiliki soft skill yang matang.

3. Critical Thinking and Problem Solving


Pada karakter ini, peserta didik berusaha untuk memberikan penalaran
yang masuk akal dalam memahami dan membuat pilihan yang rumit,
memahami interkoneksi antara sistem. Peserta didik juga menggunakan
kemampuan yang dimilikinya untuk berusaha menyelesaikan
permasalahan yang dihadapinya dengan mandiri, peserta didik juga
memiliki kemampuan untuk menyusun dan mengungkapkan, menganalisa,
dan menyelesaikan masalah.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk mewujudkan hal tersebut melalui
penerapan pendekatan saintifik (5M), pembelajaran berbasis masalah,
penyelesaian masalah, dan pembelajaran berbasis projek.

Guru jangan risih atau merasa terganggu ketika ada siswa yang kritis,
banyak bertanya, dan sering mengeluarkan pendapat. Hal tersebut sebagai
wujud rasa ingin tahunya yang tinggi. Hal yang perlu dilakukan guru adalah
memberikan kesempatan secara bebas dan bertanggung bertanggung
jawab kepada setiap siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat.
Guru mengajak siswa untuk menyimpulkan dan membuat refleksi bersama-
sama. Pertanyaan-pertanyaan pada level HOTS dan jawaban terbuka pun
sebagai bentuk mengakomodasi kemampuan berpikir kritis siswa.

4. Creativity and Innovation


Pada karakter ini, peserta didik memiliki kemampuan untuk
mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan
baru kepada yang lain, bersikap terbuka dan responsif terhadap perspektif
baru dan berbeda.

Guru perlu membuka ruang kepada siswa untuk mengembangkan


kreativitasnya. Kembangkan budaya apresiasi terhadap sekecil apapun
peran atau prestasi siswa. Hal ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk
terus meningkatkan prestasinya. Tentu kita ingat dengan Pak Tino Sidin,
yang mengisi acara menggambar atau melukis di TVRI sekian tahun silam.
Beliau selalu berkata “bagus” terhadap apapun kondisi hasil karya anak-
anak didiknya. Hal tersebut perlu dicontoh oleh guru-guru masa kini agar
siswa merasa dihargai.

Peran guru hanya sebagai fasilitator dan membimbing setiap siswa dalam
belajar, karena pada dasarnya setiap siswa adalah unik. Hal ini sesuai
dengan yang disampaikan oleh Howard Gardner bahwa manusia memiliki
kecerdasan majemuk. Ada delapan jenis kecerdasan majemuk, yaitu; (1)
kecerdasan matematika-logika, (2) kecerdasan bahasa, (3) kecerdasan
musikal, (4) kecerdasan kinestetis, (5) kecerdasan visual-spasial, (6)
kecerdasan intrapersonal, (7) kecerdasan interpersonal, dan (8)
kecerdasan naturalis.
PEMBELAJARAN ABAD 21

Lalu bagaimana peran sekolah? Peranan sekolah dalam penerapan


pembelajaran Abad 21 antara lain: a) Meningkatkan kebijakan & rencana
sekolah untuk mengembangkan keterampilan baru; b) Mengembangkan
arahan baru kurikulum; c) Melaksanakan strategi pengajaran yang baru
dan relevan, dan d) Membentuk kemitraan sekolah di tingkat regional,
nasional dan internasional

Bagaimana ciri guru Abad 21 ? Menurut Ragwan Alaydrus, S.Psi


setidaknya ada 7 Karakteristik Guru Abad 21
1. Life-long learner. Pembelajar seumur hidup. Guru perlu meng-upgrade
terus pengetahuannya dengan banyak membaca serta berdiskusi dengan
pengajar lain atau bertanya pada para ahli. Tak pernah ada kata puas
dengan pengetahuan yang ada, karena zaman terus berubah dan guru
wajib up to date agar dapat mendampingi siswa berdasarkan kebutuhan
mereka.
2. Kreatif dan inovatif. Siswa yang kreatif lahir dari guru yang kreatif dan
inovatif. Guru diharap mampu memanfaatkan variasi sumber belajar untuk
menyusun kegiatan di dalam kelas.
3. Mengoptimalkan teknologi. Salah satu ciri dari model pembelajaran abad
21 adalah blended learning, gabungan antara metode tatap muka
tradisional dan penggunaan digital dan online media. Pada pembelajaran
abad 21, teknologi bukan sesuatu yang sifatnya additional, bahkan wajib.
4. Reflektif. Guru yang reflektif adalah guru yang mampu menggunakan
penilaian hasil belajar untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Guru
yang reflektif mengetahui kapan strategi mengajarnya kurang optimal untuk
membantu siswa mencapai keberhasilan belajar. Ada berapa guru yang tak
pernah peka bahkan setelah mengajar bertahun-tahun bahwa
pendekatannya tak cocok dengan gaya belajar siswa. Guru yang reflektif
mampu mengoreksi pendekatannya agar cocok dengan kebutuhan siswa,
bukan malah terus menyalahkan kemampuan siswa dalam menyerap
pembelajaran
5. Kolaboratif. Ini adalah salah satu keunikan pembelajaran abad 21. Guru
dapat berkolaborasi dengan siswa dalam pembelajaran. Selalu ada mutual
respect dan kehangatan sehingga pembelajaran akan lebih
menyenangkan. Selain itu guru juga membangun kolaborasi dengan orang
tua melalui komunikasi aktif dalam memantau perkembangan anak.
6. Menerapkan student centered. Ini adalah salah satu kunci dalam
pembelajaran kelas kekinian. Dalam hal ini, siswa memiliki peran aktif
dalam pembelajaran sehingga guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
Karenanya, dalam kelas abad 21 metode ceramah tak lagi populer untuk
diterapkan karena lebih banyak mengandalkan komunikasi satu arah
antara guru dan siswa.
7. Menerapkan pendekatan diferensiasi. Dalam menerapkan pendekatan ini,
guru akan mendesain kelas berdasarkan gaya belajar siswa.
pengelompokkan siswa di dalam kelas juga berdasarkan minat serta
kemampuannya. Dalam melakukan penilaian guru menerapkan formative
assessment dengan menilai siswa secara berkala berdasarkan
performanya (tak hanya tes tulis). Tak hanya itu, guru bersama siswa
berusaha untuk mengatur kelas agar menjadi lingkungan yang aman dan
suportif untuk pembelajaran.
Lalu bagaimana kompetensi siswa pada abad 21 ? Setidaknya ada empat
yang harus dimiliki oleh generasi abad 21, yaitu: ways of thingking, ways of
working, tools for working and skills for living in the word. Bagaimana
seorang pendidik harus mendesain pembelajaran yang akan
menghantarkan peserta didik memenuhi kebutuhan abad 21. Berikut
kemampuan abad 21 yang harus dimiliki peserta didik, yaitu:
1. Way of thinking, cara berfikir yaitu beberapa kemampuan berfikir yang
harus dikuasai peserta didik untuk menghadapi dunia abad 21.
Kemampuan berfikir tersebut diantaranya: kreatif, berfikir kritis, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan dan pembelajar.
2. Ways of working. kemampuan bagaimana mereka harus bekerja. dengan
dunia yang global dan dunia digital. beberapa kemampuan yang harus
dikuasai peserta didik adalah communication and collaboration. Generasi
abad 21 harus mampu berkomunikasi dengan baik, dengan menggunakan
berbagai metode dan strategi komunikasi. Juga harus mampu
berkolaborasi dan bekerja sama dengan individu maupun komunitas dan
jaringan. Jaringan komunikasi dan kerjasama ini memamfaatkan berbagai
cara, metode dan strategi berbasis ICT. Bagaimana seseorang harus
mampu bekerja secara bersama dengan kemampuan yang berbeda-beda.
3. Tools for working. Seseorang harus memiliki dan menguasai alat untuk
bekerja. Penguasaan terhadap Information and communications
technology (ICT) and information literacy merupakan sebuah keharusan.
Tanpa ICT dan sumber informasi yang berbasis segala sumber akan sulit
seseorang mengembangkan pekerjaannya.
4. Skills for living in the world. kemampuan untuk menjalani kehidupan di
abad 21, yaitu: Citizenship, life and career, and personal and social
responsibility. Bagaimana peserta didik harus hidup sebagai warga negara,
kehidupan dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial.

Melalui pembelajaran abad 21, setidanya ada dua keterampilan inti yang
harus dkembangkan oleh para para guru yakni: a) Kemampuan
menggunakan pengetahuan matematika, Bahasa Inggris, Ilmu
Pengetahuan, Kewarganegaraan dan lainnya untuk menjawab tantangan
dunia nyata; dan b) Berpikir kritis dan menyelesaikan masalah, komunikasi
dan kerjasama, kreatifitas, kemandirian, dan lainnya.

Você também pode gostar