Escolar Documentos
Profissional Documentos
Cultura Documentos
PADA ANAK
OLEH
Amanda Tiodhoro M.
120100357
PEMBIMBING
dr. Ivana Alona, MPH
OLEH
Amanda Tiodhoro M.
120100357
PEMBIMBING
dr. Ivana Alona, MPH
OLEH
Amanda Tiodhoro M.
120100357
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Peran Asi Eksklusif dalam Mengurangi Risiko Diare
pada Anak”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi persyaratan
Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat,
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr. Ivana Alona, MPH atas kesediaan beliau meluangkan waktu dan pikiran untuk
membimbing, mendukung, dan memberikan masukan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang turut membantu dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, baik dari
segi materi maupun tata cara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi perbaikan makalah ini
di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya ilmu kesehatan.
Atas bantuan dan segala dukungan dari berbagai pihak baik secara moral
maupun spiritual, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
2.1. Rencana Terapi B 9
2.2. Rencana Terapi C 10
2.3. Komposisi ASI 17
2.4. Enzim pada ASI dan Fungsinya pada Neonatus 18
iv
DAFTAR TABEL
No. Halaman
2.1. Prevalensi Pemberian ASI di Indonesia 16
2.2. Prevalensi Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia 17
2.3. Prevalensi Pemberian ASI Berdasarkan Letak Geografi 23
v
DAFTAR SINGKATAN
vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1
ekslusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya
diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air
teh, dan air putih, serta tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya,
bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.5
Manfaat paling penting dari pemberian ASI eksklusif pada bayi adalah
perlindungan terhadap infeksi seperti diare karena kandungan ASI befungsi untuk
melindungi organ gastrointestinal bayi.6 Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
bayi berusia 0-5 bulan yang tidak diberikan ASI berisiko 10 kali untuk mengalami
mortalitas diare dibandingkan dengan bayi yang diberi ASI. Di antara bayi yang
berusia 6-23 bulan, bayi yang tidak diberikan ASI berisiko 2 kali lebih besar
untuk menderita mortalitas akibat diare.5
Sebuah peneliti di Turki menemukan bahwa, dibandingkan dengan bayi
yang diberi ASI secara eksklusif, risiko diare lebih tinggi dan signifikan secara
statistik pada bayi yang diberi ASI sebagian (48,7% vs 32,5 %) dan pada bayi
yang tidak diberikan ASI (37,3% vs 32,5%).5
Tingginya angka kejadian diare dan masih rendahnya cakupan ASI
eksklusif merupakan suatu masalah yang perlu mendapatkan perhatian.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis akan membahas peran pemberian ASI
eksklusif dalam mencegah infeksi saluran nafas pada anak.
2
1.3. Manfaat Makalah
Manfaat yang didapatkan bagi para pembaca adalah pembaca menambah
wawasan mengenai peran asi eksklusif dalam mencegah diare pada anak,
khususnya bagi para mahasiswa sarjana kedokteran, mahasiswa P3D, mahasiswa
pascasarjana kedokteran dan PPDS, dan dapat menjadi referensi makalah
berikutnya.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
2.1.1 Definisi
Diare adalah suatu kondisi jika buang air besar dengan konsistensi lembek
atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dalam satu
hari. Secara patogenesis diare dapat dikelompokkan dalam 2 golongan besar yaitu
diare sekretorik dan diare osmotik.7
Hippocrates mendefinisikan diare sebagai pengeluaran tinja yang tidak
normal dan cair. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, diare diartikan
sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan
frekuensi lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi
buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1
bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali.8
2.1.2. Epidemiologi
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan satu biliun kejadian sakit dan 3-5
juta kematian setiap tahunnya. Di Amerika Serikat 20-35 juta kejadian diare
terjadi setiap tahun, pada 16,5 juta anak sebelum usia 5 tahun, menghasilkan 2,1-
3,7 juta kunjungan dokter, 220.000 penginapan di rumah sakit, 924.000 hari
rumah sakit, dan 400-500 kematian. Mekanisme penularan utama untuk patogen
diare adalah tinja-mulut, dengan makanan dan air yang merupakan penghantar
untuk kebanyakan kejadian.
Enteropatogen yang infeksius pada pemasukan (inokulum) yang sedikit
(Shigella, virus enterik, Giardia lamblia, Cryptosporidium, dan mungkin
Eschericia coli 0157:H7) dapat ditularkan dengan kontak dari orang ke orang.
Faktor-faktor yang dapat menambah kerentanan terhadap infeksi dengan
enteropatogen adalah umur muda, defisiensi imun, campak, malnutrisi, perjalanan
ke daerah endemic, kekurangan ASI, pemajanan terhadap keadaan sanitasi jelek,
4
makan makanan atau air yang terkontaminasi, tingkat pendidikan ibu, dan
pengunjung pusat perawatan harian.9
2.1.3. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi menjadi dalam beberapa faktor, yaitu:10
1. Faktor infeksi
a. Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,
Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.
b. Infeksi virus: Enterovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis),
Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus, dan lain-lain.
c. Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides),
Protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas
hominis), jamur (Candida albicans).
2. Faktor malabsorpsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose, dan
sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa).
Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi
laktosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
i. Faktor makanan: makanan basi, beracun, dan alergi terhadap
makanan.
ii. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
2.1.4. Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:10
1. Gangguan osmotik atau absorpsi
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
5
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
timbul diare.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Patogenesis diare akut (infeksi akut)
1. Masuknya jasad renik yang masih hidup ke dalam usus halus setelah
berhasil melewati rintangan asam lambung.
2. Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) di dalam usus halus.
3. Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin diaregenik)
4. Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
2.1.5. Diagnosis
1. Anamnesis
Perlu ditanyakan deskripsi diare (frekuensi, lama diare berlangsung,
warna, konsistensi tinja, adanya lender/darah dalam tinja), adanya muntah, tanda
dehidrasi (rasa haus, anak rewel/lemah, buang air kecil terakhir), demam, kejang,
jumlah cairan masuk, riwayat makan dan minum, penderita sekitar, pengobatan
yang diterima, dan gejala invaginasi (tangisan keras dan bayi pucat).
2. Pemeriksaan fisik
a. Periksa keadaan umum, kesadaran, tanda vital, dan berat badan.
b. Selidiki tanda-tanda dehidrasi: rewel/gelisah, letargis/kesadaran berkurang,
mata cekung, cubitan kulit perut kembali lambat (turgor abdomen),
haus/minum lahap, malas/tidak dapat minum, ubun-ubun cekung, air mata
berkurang/tidak ada, keadaan mukosa mulut.
c. Tanda-tanda ketidakseimbangan asam basa dan elektrolit: kembung akibat
hipokalemia, kejang akibat gangguan natrium, napas cepat dan dalam akibat
asidosis metabolik.
6
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan tinja, namun tidak rutin dilakukan, kecuali ada tanda-tanda
intoleransi laktosa dan kecurigaan amubiasis. Dapat dilakukan secara
makroskopis, mikroskopis, maupun kimiawi.
b. Pada diare dengan dehidrasi berat: lakukan pemeriksaan elektrolit serum,
analisis gas darah, nitrogen urea, dan kadar gula darah.11
2.1.6. Tatalaksana
1. Diare tanpa dehidrasi (Rencana terapi A)
a. Beri cairan lebih banyak dari biasanya
i. Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama.
ii. Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air
matang sebagai tambahan.
iii. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang
biasa diminum dan oralit atau cairan rumah tangga sebagai
tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb).
iv. Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10
menit dan lanjutkan sedikit demi sedikit.
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali buang
air besar.
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali buang
air besar.
v. Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan terapi diare dengan dehidrasi
(ringan-berat).
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika
diare memburuk.
- Ajari ibu cara mencampur dan member oralit.
7
b. Beri obat zink
Beri zink 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti.
Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1
sendok air matang atau ASI.
i. Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari.
ii. Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.
c. Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
i. Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat.
ii. Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi
makan.
iii. Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang,
air kelapa hijau.
iv. Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih
kecil (setiap 3-4 jam).
v. Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan
makanan tambahan selama 2 minggu.
d. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi
Misal : disentri, kolera, dll
e. Nasihat untuk ibu dan pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
i. Buang air besar cair lebih sering
ii. Muntah berulang
iii. Sangat haus
iv. Makan dan minum sangat sedikit
v. Timbul demam
vi. Berak berdarah
vii. Tidak membaik dalam 3 hari
2. Diare dehidrasi ringan/sedang (Rencana terapi B)
a. Jumlah oralit yang diberikan dalam 3 jam pertama di sarana
kesehatan.
8
Oralit yang diberikan = 75 ml x BERAT BADAN anak
i. Bila berat badan tidak diketahui berikan oralit sesuai dengan
tabel dibawah ini:
Tabel 2.1. Rencana Terapi B
Umur 4 bulan 4-12 12-24 2-5 tahun
Sampai bulan bulan
Berat < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Badan
Jumlah 200-400 400-700 700-900 900-1400
cairan
ii. Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah.
iii. Bujuk ibu untuk meneruskan ASI.
iv. Untuk bayi < 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI berikan
juga 100-200 ml air masak selama masa ini.
v. Untuk anak > 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam
kecuali ASI dan oralit.
vi. Beri obat zink selama 10 hari berturut-turut.
b. Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit
i. Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan.
ii. Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas.
iii. Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah.
iv. Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberan oralit dan
berikan air masak atau ASI.
Beri oralit sesuai dengan Rencana Terapi A bila pembengkakan
telah hilang.
c. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian,
kemudian pilih rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi.
i. Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana terapi A. bila
dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing kemudian
mengantuk dan tidur.
9
ii. Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi
rencana terapi B.
iii. Anak mulai diberi makanan, susu, dan sari buah.
iv. Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana
terapi C.
d. Bila ibu harus pulang sebelum rencana terapi B
i. Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam terapi 3
jam dirumah.
ii. Berikan oralit 6 bungkus untuk persediaan di rumah.
iii. Jelaskan 5 langkah rencana terapi A untuk mengobati anak di
rumah.
3. Diare dehidrasi berat (Rencana Terapi C)
a. Bisa diberi cairan intravena
i. Beri cairan intravena segera
Ringer Laktat atau NaCl 0,9% (bila RL tidak tersedia) 100
ml/kgBB, dibagi sebagai berikut:
Tabel 2.2. Rencana Terapi C
Umur Pemberian I 30 Kemudian 70
ml/kgBB ml/kgBB
Bayi < 1 1 jam * 5 jam
tahun
Anak ≥ 1 30 menit * 2 ½ jam
tahun
(*) Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak
teraba.
ii. Nilai kembali tiap 15-30 menit. Bila nadi belum teraba, beri
tetesan lebih cepat.
iii. Juga beri oralit (5 ml/kg/jam) bila penderita bisa minum;
biasanya setelah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak).
iv. Berikan obat zinc selama 10 hari berturut-turut.
10
v. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi derajat
dehidrasi. Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B,
atau C) untuk melanjutkan terapi.
b. Ada terapi terdekat (dalam 30 menit)
i. Rujuk penderita untuk terapi intravena.
ii. Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan cara
memberikannya selama di perjalanan.
c. Dapat menggunakan pipa nasogastrik/ orogastrik untuk rehidrasi
i. Pemasangan pipa nasogastrik/ orogastrik dapat dilakukan oleh
spesialis anak.
ii. Mulai rehidrasi dengan oralit melalui nasogastrik/ orogastrik.
Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam.
iii. Nilai setiap 1-2 jam:
1. Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih
lambat.
2. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk untuk
terapi intravena.
iv. Setelah 6 jam, nilai kembali dan pilih rencana terapi yang
sesuai (A, B, atau C).
d. Pasien bisa minum
i. Mulai rehidrasi dengan oralit melalui mulut
Berikan sedikit demi sedikit, 20 ml/kgBB/jam selama 6 jam
ii. Nilai setiap 1-2 jam:
1. Bila muntah atau perut kembung berikan cairan lebih
lambat.
2. Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk untuk
terapi intravena.
iii. Setelah 6 jam nilai kembali dan pilih rencana terapi yang
sesuai.12
11
2.2. ASI Eksklusif
2.2.1. Definisi
ASI eksklusif atau menyusui ekslusif menurut WHO adalah tidak memberi
bayi makanan atau minuman lain, termasuk air putih, selain menyusui (kecuali
obat-obatan dan vitamin atau mineral tetes; ASI perah juga diperbolehkan.
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 33 Thn 2012 tentang Pemberian Air
Susu Ibu Eksklusif, pengertian ASI Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada
bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan tanpa penambahan dan/atau
mengganti dengan makanan atau minuman lain.
Yang dimaksud dengan ASI ekslusif atau lebih tepatnya pemberian ASI
secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim.5
12
- Sel B : Perannya tidak jelas
- Makrofag : Fagositosis membunuh kuman
13
- Antioksidan : Menetralkan superoksida dari neutrofil
- tokoferol
- Sistein
- Vitamin C
14
1. Protein ASI lebih rendah dari protein susu sapi. Keadaan sesuai dengan
pertumbuhan dan ginjal bayi. Tetapi walaupun kuantitas proteinnya rendah,
kualitasnya lebih baik daripada protein susu sapi
2. Lemak ASI lebih tinggi daripada lemak susu sapi, terutama asam lemak tidak
jenuh (asam linoleik), asam polinoik rantai panjang (arachidonik dan
decadexanoik) dan kolesterol. Bentik emulsi lemak lebih sempurna, karena
ASI mengandung enzim lipase yang memecah trigliserida menjadi digliserida
dan monogliserida, sehingga lemak ASI lebih mudah dicerna dan diserap.
Disamping itu ASI merupakan sumber kalori dan sumber vitamin yang larut
dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K).
3. Karbohidrat pada ASI terutama laktosa, dimana laktosa pada ASI lebih tinggi
dari pada susu sapi, yang merupakan sumber kalori pada bayi. Adanya
bifidus faktor pada ASI, membantu memecah laktosa menjadi asam asetat
dan asam laktat, sehingga tercipta suasana asam.
Suasana asam dalam usus ini memberikan beberapa keuntungan yaitu:
- Menghambat pertumbuhan bakteri yang patogen.
- Memacu pertumbuhan bakteri yang memproduksi asam organic dan
mensintesis vitamin.
- Memudahkan absorpsi kalsium, sehingga walaupun laktosa pada ASI lebih
tinggi daripada susu sapi, pada penderita diare ASI dapat diteruskan.
4. Vitamin pada ASI
ASI tidak mengandung vitamin B12 dan asam folat yang bebas, karena pada
ASI terdapat nutrient carrier protein yang mengikat vitamin B12 dan asam
folat, sehingga vitamin B12 dan asam folat tidak tersedia untuk pertumbuhan
E.coli dan bakteriosid.
5. Mineral pada ASI
Yang penting disini adalah sebagian besar Fe di dalam ASI terikat dengan
protein, sehingga selain absorpsinya lebih mudah, juga kuman yang
memerlukan Fe sukar untuk berkembang biak.13
15
2.2.3. Manfaat ASI
Depkes RI (2001) dalam buku panduan manajemen laktasi menerangkan
ada beberapa keunggulan dan manfaat ASI yang dapat dilihat dari beberapa aspek,
meliputi:14
1. Aspek Gizi
Berbagai zat gizi terdapat dalam ASI yang diperlukan dalam
pertumbuhan dan perkembangan. Kolostrum merupakan sumber zat gizi
utama bagi bayi baru lahir yang mengandung zat kekebalan
Immunoglobulin A untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi
terutama ISPA dan diare. Selain itu juga mengandung protein, vitamin A
yang tinggi dan mengandung karbohidrat dan lemak rendah, sehingga
sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran.
2. Aspek meningkatkan daya tahan tubuh (Immunologi)
ASI merupakan makanan yang mengandung zat anti infeksi, bersih
dan bebas kontaminasi. Di dalam ASI terkandung :
a. Immunoglobulin E (IgE) yang sekretorinya tidak diserap tetapi dapat
melumpuhkan bakteri pathogen E.coli dan berbagai virus pada saluran
pencernaan.
b. Laktoferin yaitu sejenis protein yang merupakan komponen zat
kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan.
c. Lysosim, enzim yang melindungi bayi terhadap bakteri (E.coli dan
salmonella) dan virus.
d. Faktor Bifidus, sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen,
menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga
keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan
bakteri yang merugikan.
3. Aspek Kecerdasan
Roesli (2008) menyebutkan bahwa ASI mengandung zat gizi yang
berperan dalam pertumbuhan otak meliputi: Decosahexanoic Acid (DHA)
dan Arachidonic Acid (AA) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel
otak yang optimal, kolesterol yang berguna untuk mielinisasi jaringan
16
saraf, taurin (sejenis asam amino kedua terbanyak dalam ASI) yang
berfungsi sebagai neuro-transmitter, laktosa, kolin dan berbagai enzim.
17
Gambar 2.2 Prevalensi Pemberian ASI Eksklusif di Indonesia
Berdasarkan hasil dari survei yang tertera dalam gambar diatas, meskipun
tingginya prevalensi pemberian ASI di Indonesia tinggi (sebanyak 91% pada bayi
usia 0-3 bulan, 86% pada bayi usia 0-6 bulan, dan 72% pada bayi usia 6-11 bulan)
hanya kurang dari separuh ibu, dengan bayi berusia 0-3bulan, yang
mempraktikkan pemberian ASI eksklusif yang tepat dan bahkan lebih rendah pada
ibu dengan bayi berusia 0-6 tahun bulan yaitu sebesar 43% dan 27%. Prevalensi
pemberian ASI eksklusif di perkotaan untuk ibu dengan bayi usia 0-6 bulan
sedikit lebih tinggi dari pada di pedesaan (30% sampai 25%). Sumatra dan
Sulawesi memiliki prevalensi terendah untuk pemberian ASI eksklusif (0-3 bulan:
38% dan 0-6 bulan: 21%).15
Menurut Indonesian National Household Health Survey tahun 2007,
praktik pemberian ASI eksklusif pada bayi berusia 1-3 bulan adalah 61,7%
sementara hanya 23% yang melanjutkan pemberian ASI eksklusif sampai bayi
berusia 6 bulan. Data ini menunjukkan bahwa pengetahuan mayarakat tentang
18
manfaat pemberian ASI eksklusif masih rendah. Pada 2010, Kementerian
Kesehatan RI menargetkan 50% ibu untuk memberikan ASI eksklusif sampai bayi
mereka berumur 6 bulan. Mengingat sangat pentingnya ASI, pemerintah
Indonesia telah membuat kampanye promosi yang aktif.15
Hasil promosi tersebut membuahkan hasil yang cukup baik. Pada tahun
2012 prevalensi pemberian ASI eksklusif nasional berdasarkan hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan kenaikan menjadi
sebesar 42% dan pada tahun 2013 berdasarkan laporan dari dinas kesehatan
provinsi angka tersebut kembali meningkat menjadi 54,3%. Angka ini masih lebih
tinggi dari prevalensi pemberian ASI eksklusif secara global. Dari angka nasional
tersebut, persentasi tertinggi terdapat pada provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar
79,7% dan terendah pada provinsi Maluku sebesar 25,2%. Perlu dilakukan upaya
untuk meningkatkan prevalensi pemberian ASI eksklusif pada provinsi yang
persentasenya masih dibawah angka nasional.16
Menurut survei tersebut, beberapa masalah yang membuat ibu tidak bisa
memberikan ASI eksklusif diantaranya angka pengangguran ibu yang tinggi,
status sosial ekonomi keluarga, dan jangka waktu menyusui yang lebih lama.15
Selain itu, penelitian di luar negeri mengatakan bahwa alasan utama ibu tidak
memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan adalah tidak cukupnya air susu ibu
yang keluar sehingga mereka harus memberikan susu formula/makanan lain
kepada bayi mereka.17
19
makanan bagi bayi yang sangat bermanfaat dan paling sempurna dibanding
dengan susu formula atau makanan pendamping ASI lainnya. Di dalam ASI
mengandung banyak sekali kandungan yang dibutuhkan bayi, terutama kolustrum
yang merupakan cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein tinggi
yang dikeluarkan pada hari pertama dan kedua sesaat setelah melahirkan.
Kandungan zat anti infeksi dan protein dalam kolostrum lebih besar 10-17 kali
lipat dibanding ASI matang (matur). Zat ini membantu bayi untuk melindungi diri
nya dari penyakit termasuk diare pada awal kelahirannya.18 ASI tidak hanya
memliki perlindungan yang baik terhadap infeksi ataupun alergi, melainkan juga
bisa membuat perkembangan dan pertumbuhan yang baik bagi bayi.19
Salah satu kandungan unik ASI adalah oligosakarida yang akan
menciptakan suasana asam dalam saluran cerna. Suasana asam ini berfungsi
sebagai sinyal untuk pertahanan saluran cerna, yaitu SIgA (Secretory
Imunnoglobulin A) yang juga terdapat dalam ASI itu sendiri. SIgA dapat mengikat
mikroba patogen, mencegah perlekatannya pada sel enterosit di usus dan
mencegah reaksi imun yang bersifat inflamasi sehingga diare tidak terjadi. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang mencari peran ASI eksklusif yang mengandung
SIgA terhadap risiko diare akut. Penelitian tersebut menggambarkan kejadian
diare akut pada bayi dengan ASI eksklusif 34,8%. Angka tersebut lebih rendah
dibandingkan kejadian diare akut pada bayi tanpa ASI eksklusif, yaitu 65,2%.8
Bayi yang mendapat ASI lebih jarang terkena diare karena adanya zat
protektif saluran cerna seperti Lactobacillus bifidus, laktoferin, lisozim, SIgA,
faktor alergi, serta limfosit T dan B. Zat protektif ini berfungsi sebagai daya tahan
tubuh imunologik terhadap zat asing yang masuk dalam tubuh. Penelitian oleh
yang dilakukan di negara-negara berkembang menunjukkan perbandingan risiko
diare pada bayi yang tidak mendapat ASI eksklusif lebih tinggi (2,65) dibanding
yang mendapatkan ASI secara eksklusif (1,26).8
20
BAB 3
KESIMPULAN
ASI merupakan salah satu komponen penting yang mendukung daya tahan
tubuh bayi secara aktif. ASI merupakan makanan bagi bayi yang sangat
bermanfaat dan paling sempurna dibanding dengan susu formula atau makanan
pendamping ASI lainnya. Di dalam ASI mengandung banyak sekali kandungan
yang dibutuhkan bayi, terutama kolustrum yang kaya zat anti infeksi dan
berprotein tinggi. Kandungan lain yang berperan penting dalam mencegah diare
pada anak adalah oligosakarida yang akan menciptakan suasana asam dalam
saluran cerna. Suasana asam ini berfungsi sebagai sinyal untuk pertahanan saluran
cerna, yaitu SIgA (Secretory Imunnoglobulin A) yang dapat mengikat mikroba
patogen, mencegah perlekatannya pada sel enterosit di usus dan mencegah reaksi
imun yang bersifat inflamasi sehingga diare tidak terjadi.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Herbowo AF. Diare Akibat Infeksi Parasit. Sari Pediatri. Jakarta; 2003: 4:
198.
2. Lung E, Acute Diarrheal Disease. Dalam: Friedman SL, McQuaid KR,
Grendell JH, penyunting. Current Diagnosis and Treatment in
Gastroenterology. Edisi ke 2. New York: Lange Medical Books, 2003.
h.31-50.
3. BKKBN. ASI Eksklusif Turunkan Kematian Bayi. 2004. Diakses dari
http://www.pikas.bkkbn.go.id/pront.php?tid=2&rid=136-6k-sp
4. Yusuf S. Profil Diare di Ruang Rawat Inap Anak. Sari Pediatri. Banda
Aceh. 2011: 4: 265-266.
5. Lumbanraja SN. ASI dan Aspek Klinisnya. Medan: USU Press; 2015. h.
2-7
6. Yusuf, S. Profil Diare di Ruang Rawat Inap Anak. Sari Pediatri. Jakarta.
2011. Vol. 13.
7. Rahmadhani EP, Lubis G, dan Edison. Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif dengan Angka Kejadian Diare Akut pada Bayi Usia 0-1 Tahun
di Puskesmas Kuranji Kota Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. Padang.
2013: 2: 65.
8. Dewantari EO, Manajemen Terapi pada Diare Akut dengan Dehidrasi
Ringan-Sedang dan Muntah Profuse pada Anak Usia 22 bulan. Lampung.
2014: 1: 1.
9. Pickering LK dan Snyder JD. Gastroenteritis. Dalam: Nelson WE,
Behrman RE, Kliegman R, dan Arvin AM, penyunting. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak. Edisi ke 15. Jakarta: EGC; 2000. h. 889.
10. Abdoerrachman, Affandi MB, Agusman S, Dahlan A, Aminullah A, Bakry
F., et al. Gastroenterologi Diare pada Bayi dan Anak. Dalam: Hassan R
dan Alatas H, penyunting. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jakarta:
Infomedika Jakarta, 2007. h. 283-286.
11. Karim M. Diare (Ilmu kesehatan anak). Dalam Tanto C, Liwang F,
Hanifati S, dan Pradipta EA, penyunting. Kapita Selekta Kedokteran edisi
ke 4. Jakarta: Media Aesculapius; 2014. h. 41-42.
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Lintas Diare.
Jakarta: 2011.
13. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Suandi KG, Siadi P, Gunawijaya E, Sunarka
N,. et al. Diare. Dalam: Suraatmaja S, penyunting. Gastroenterologi Anak.
Jakarta: Sagung Seto; 2010. h. 5-7, 12-15, 77-82.
14. Rustam, M. Hubungan Pemberian Asi Eksklusif Terhadap Kejadian Ispa
Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau
22
15. Yohmi, E., Marzuki, N., Nainggolan, E., et. al. Prevalence of Exclusive
Breastfeeding in Indonesia: A Qualitive dan Quantitative Study. Paediatr
Indones, Vol. 55, No. 6, November 2015: 302-208.
16. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Situasi dan Analisis ASI Eksklusif. 2013.
17. Gionet, L. Breastfeeding Trends in Canada. Article Health at a Glance.
Statistics Canada, Catalogue no. 82-624-X • Health at a Glance, November
2013.
18. Prabowo, J. Naskah Publikasi: Hubungan antara pemberian ASI Eksklusif
dengan kejadian Diare pada Anak Usia 7-12 bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Seyegan Sleman Yogyakarta. 2015.
19. Habibah, U. Hubungan Asi Eksklusif dengan Kejadian Diare pada Bayi
Usia 0-12 Bulan di Rumah Sakit Syarif Hidayatullah Tahun 2013.
Universitas Islam Indonesia Syarif Hidayatullah Jakarta. 2013.
23