Você está na página 1de 43

TUGAS MATA KULIAH

SEMINAR KEBIJAKAN PUBLIK

Makalah

Analisis Kebijakan Revitalisasi Danau Limboto

Oleh :
Haris Permana 186030100111005
Juang Abdi Muhammad 186030100111013
Sherin Fatturani 186030100111004
Sulistianto Amin Dai 186030100111002
Yunita Urwatul W. 186030100111010

PROGRAM MAGISTER ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lingkungan dan manusia adalah dua unsur yang tidak dapat dipisahkan dan
saling terkait. Menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan
lingkungan hidup, menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup, termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup lain. Semua kegiatan manusia
mempunyai dampak pada lingkungan hidup. Kegiatan hayatinya, seperti
pembuangan sisa metabolismenya dalam bentuk air seni dan tinja, berdampak pada
lingkungan hidup. Pada waktu jumlah manusia kecil, dampak itu kecil pula. Dengan
pertumbuhan jumlah manusia dampak kumulatif kegiatan hayati manusia makin
besar. Dampak itu makin besar lagi dengan berkembangnya kegiatan ekonomi dan
kemampuan manusia mengembangkan teknologi yang memberikan kemampuan
kepadanya untuk melakukan rekayasa dan meningkatkan penggunaan energi.
Antara manusia dengan lingkungan hidupnya selalu terjadi interaksi timbal-balik.
Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya dan manusia dipengaruhi oleh
lingkungan hidupnya. Demikian pula manusia membentuk lingkungan 2 hidupnya
dan manusia juga dibentuk oleh lingkungan hidupnya (Soemarwoto: 2001).

Pelestarian lingkungan hidup mempunyai konotasi bahwa lingkungan hidup


harus dipertahankan sebagaimana keadanya. sedangkan lingkungan hidup itu justru
di manfaatkan dalam kerangka pembangunan, hal ini berarti bahwa lingkungan
hidup mengalami proses perubahan. dalam proses perubahan ini perlu di jaga agar
ligkungan hidup itu tetap mampu menunjang kehidupan yang normal.

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya air yang sangat


besar, seperti halnya danau. Danau merupakan sumber daya air tawar yang berada
di daratan yang berpotensi untuk dikembangkan dan didayagunakan bagi
pemenuhan berbagai kepentingan. Danau secara umum mempunyai fungsi antara
lain menyimpan kekayaan plasma nutfah, mensuplai air permukaan dan penyedia
air untuk pertanian, sumber air baku masyarakat, pertanian, pembangkit listrik
tenaga air dan pariwisata (Trisakti, 2012). Danau sebagai habitat air tergenang
merupakan cekungan yang berfungsi menampung air dan menyimpan air yang
berasal dari air hujan, air tanah, mata air ataupun air sungai (Irianto dan Triweko,
2011)

Perairan danau merupakan sumberdaya alam yang dimiliki bersama oleh


masyarakat (common property), sehingga dalam pemanfaatannya sering dilakukan
secara bebas sesuai kebutuhannya. Sejalan dengan waktu, semakin intensif dan
semakin beragam kebutuhan masyarakat, sehingga dalam perkembangannya dan
dalam kewenangan pengelolaannya muncul kebijakan dan kepentingan bersifat
multisektor (Lukman, 2011a.). Apalagi dengan berkembangnya otonomi daerah
kepentingan wilayah adminstrasi akan lebih mewarnai variasi pemanfaatan perairan
danau.

Di Provinsi Gorontalo terdapat Danau Limboto yang merupakan


sumberdaya alam yang setiap orang dapat mengakses dan memanfaatkan secara
terbuka. Danau Limboto merupakan danau terbesar yang ada di Provinsi Gorontalo.
Letak Danau Limboto 30 % berada di Kota Gorontalo dan 70 % berada di
Kabupaten Gorontalo. Pada tahun 1930, luas Danau Limboto sekitar 7.000 hektar
dengan kedalam 30 meter akan tetapi seiring dengan banyaknya permasalahan, luas
Danau Limboto kini berkurang menjadi 2.500 hektar dengan kedalam berkisar 1,8
– 2,5 meter. Adapun penyebab masalah yang menjadikan berkurangnya luas dan
kedalaman danau adalah sebagai berikut : Okupasi lahan di badan danau, erosi dari
sungai yang bermuara ke danau, pengrusakan hutan di hulu, aktivitas budidaya yang
dilakukan didalam danau.

Okupasi lahan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar di badan danau


menyumbang dampak negative terhadap berkurangnya luas danau, hal ini
diakibatkan masyarakat yang melakukan ekstensifikasi lahan yang mereka gunakan
untuk keperluan pertanian seperti persawahan dan juga pemukiman. Okupasi ini
jelas membawa dampak lain selain memperkecil luas lahan, karena maraknya
pemukiman di badan danau secara otomatis membawa sampah domestic masuk
kedalam dalam, kondisi ini membuat air danau tercemar sehingga populasi dari ikan
yang di Danau Limboto berkurang. Tidak hanya itu, disebabkan aktivitas domestic
tadi banyak unsur hara yang akhirnya masuk ke danau sehingga danau menjadi
subur dan banyak tanaman air yang tumbuh seperti eceng gondok tumbuhan air
lainnya. Sampai saat ini, eceng gondok di Danau Limboto menutupi 30%
permukaan danau.

Penyebab lain penyempitan luas dan kedalam danau adalah erosi sungai yang
membawa sedimen tanah ke dalam danau. Danau Limboto adalah tempat
bermuaranya lima sungai besar dan 23 sungai kecil. Sungai-sungai ini setiap
tahunnya menghasilkan erosi dan menyumbangkan sekitar 10,5 ton sedimen ke
dalam danau yang sangat berpotensi melakukan pendengkalan. Jika di kaji lebih
jauh, erosi ini terjadi karena rusaknya hutan di Daerah Aliran Sungai
(DAS)Limboto . luas hutan di DAS limboto saat ini hanya 14.893 hektar (16.37 %
dari luas DAS) sedangkan menurut ketentuannya luas hutan minimal 30% dari total
DAS. Disamping itu, selain pengrusakan hutan, pembukaan lahan lereng yang
curam juga menjadi penyebab parahnya erosi. Karena lahan pertanian tersebut tidak
dapat menahan laju air yang berpotensi terjadinya erosi. Oleh sebab itu, tidak heran
jika sedementasi di Danau Limboto menjadi sedemikian parahnya.

Adapun penyebab lain terjadinya pendangkalan dan pengurangan luas lahan


adalah maraknya budidaya perikanan di dalam danau. Masyarakat yang melakukan
budidaya kerap kali membawa tanah dari daratan untuk dijadikan tanggul pemisah
tempat budidaya ikannya. Tidak jarang masyarakat juga membawa potongan-
potongan ke dalam danau. Hal ini tentu sangat berpotensi terhadap pendangkalan
Danau Limboto.

Dengan maraknya aktivitas-aktivitas yang dipaparkan diatas, tidak


berlebihan jika para ahli memprediksikan jika kondisi seperti itu tetap dibiarkan
maka pada tahun 2025 Danau Limboto akan tertutup sepenuhnya dan akan menjadi
daratan. Jika hal tersebut terjadi, maka penduduk kota Gorontalo dan kabupaten
Gorontalo akan sangat sering dilanda banjir. Dengan demikian, perlu adanya tindak
lanjut dari pemerintah daerah yang sesuai dengan aturaan yang telah ditetapkan
untuk menjadi acuan dalam pengelolaan danau limboto.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah langkah yang akan diambil oleh pemerintah dalam rangka
revitalisasi danau limboto serta program-program yang melingkupinya?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui langkah yang akan diambil oleh pemerintah dalam rangka
revitalisaisi danau limboto serta program-program yang melingkupinya.

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi pemerintah : dapat menjadi rujukan dalam rangka pengambilan


kebijakan revitalisasi.
b. Bagi akademisi : dapat menjadi rujukan penelitian berikutnya.
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Kebijakan Publik

2.1.1 Pengertian Kebijakan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kebijakan diartikan sebagai


rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak (tentang
pemerintahan, organisasi, dsb); pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip dan garis
pedoman untuk manajemen dalam usaha mencapai sasaran.

Carl J Federick sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 7)


mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana
terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan
terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
tertentu. Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku
yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi
kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang
sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan
pada suatu masalah.

Solichin Abdul Wahab mengemukakan bahwa istilah kebijakan sendiri


masih terjadi silang pendapat dan merupakan ajang perdebatan para ahli. Maka
untuk memahami istilah kebijakan, Solichin Abdul Wahab (2008: 40-50)
memberikan beberapa pedoman sebagai berikut :

a) Kebijakan harus dibedakan dari keputusan


b) Kebijakan sebenarnya tidak serta merta dapat dibedakan dari administrasi
c) Kebijakan mencakup perilaku dan harapan-harapan
d) Kebijakan mencakup ketiadaan tindakan ataupun adanya tindakan
e) Kebijakan biasanya mempunyai hasil akhir yang akan dicapai
f) Setiap kebijakan memiliki tujuan atau sasaran tertentu baik eksplisit
maupun implisit
g) Kebijakan muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu
h) Kebijakan meliputi hubungan-hubungan yang bersifat antar organisasi dan
yang bersifat intra-organisasi
i) Kebijakan publik meski tidak ekslusif menyangkut peran kunci lembaga-
lembaga pemerintah
j) Kebijakan itu dirumuskan atau didefinisikan secara subyektif.

Menurut Budi Winarno (2007: 15), istilah kebijakan (policy term) mungkin
digunakan secara luas seperti pada “kebijakan luar negeri Indonesia” , “kebijakan
ekonomi Jepang”, dan atau mungkin juga dipakai untuk menjadi sesuatu yang lebih
khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang
debirokartisasi dan deregulasi. Namun baik Solihin Abdul Wahab maupun Budi
Winarno sepakat bahwa istilah kebijakan ini penggunaanya sering dipertukarkan
dengan istilah lain seperti tujuan (goals) program, keputusan, undang-undang,
ketentuanketentuan, standar, proposal dan grand design (Suharno, 2009: 11).

Irfan Islamy sebagaimana menyatakan bahwa kebijakan harus dibedakan


dengan kebijaksanaan. Policy diterjemahkan dengan kebijakan yang berbeda
artinya dengan wisdom yang artinya kebijaksanaan. Pengertian kebijaksanaan
memerlukan pertimbangan-pertimbangan lebih jauh lagi, sedangkan kebijakan
mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya. James E Anderson sebagaimana
dikutip Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “a purposive
course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or
matter of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna
memecahkan suatu masalah tertentu).

Konsep kebijakan yang ditawarkan oleh Anderson ini menurut Budi


Winarno (2007: 18) dianggap lebih tepat karena memusatkan perhatian pada apa
yang sebenarnya dilakukan dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan.
Selain itu konsep ini juga membedakan secara tegas antara kebijakan (policy)
dengan keputusan (decision) yang mengandung arti pemilihan diantara berbagai
alternatif yang ada.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan


bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan
atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di
dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai
alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.

2.1.2 Pengertian Kebijakan Publik

Lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai
bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan sebagainya.
Sehingga secara terminologi pengertian kebijakan publik (public policy) itu banyak
sekali, tergantung dari sudut mana kita mengartikannya.

Pressman dan Widavsky sebagaimana dikutip Budi Winarno (2002: 17)


mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-
kondisi awal dan akibat-akibat yang bias diramalkan. Kebijakan publik itu harus
dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain misalnya kebijakan swasta.
Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor bukan pemerintah. Robert
Eyestone sebagaimana dikutip Leo Agustino (2008: 6) mendefinisikan kebijakan
publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak
pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami,
karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

Thomas R Dye sebagaimana dikutip Islamy (2009: 19) mendefinisikan


kebijakan publik sebagai “is whatever government choose to do or not to do”
(apapaun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan).
Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan
“tindakan” dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat
publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang sama
dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu.
Terdapat beberapa ahli yang mendefiniskan kebijakan publik sebagai
tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah
publik. Begitupun dengan Chandler dan Plano sebagaimana dikutip Tangkilisan
(2003: 1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang
strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-
masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik
merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh
pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat
agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.
David Easton sebagaimana dikutip Leo Agustino (2009: 19) memberikan
definisi kebijakan publik sebagai “the autorative allocation of values for the whole
society”. Definisi ini menegaskan bahwa hanya pemilik otoritas dalam sistem
politik (pemerintah) yang secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan
pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
diwujudkan dalam bentuk pengalokasian nilai-nilai. Hal ini disebabkan karena
pemerintah termasuk ke dalam “authorities in a political system” yaitu para
penguasa dalam sistem politik yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari
dan mempunyai tanggungjawab dalam suatu maslaha tertentu dimana pada suatu
titik mereka diminta untuk mengambil keputusan di kemudian hari kelak diterima
serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama waktu tertentu.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa


kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan
oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-
masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu
biasanya tertuang dalam ketentuanketentuan atau peraturan perundang-undangan
yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

2.1.3 Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks


karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena
itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik
membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap.
Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji
kebijakan publik. Namun demikian, beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap
ini dengan urutan yang berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut William
Dunn (2003: 24) adalah sebagai berikut :

a) Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat
masuk dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke
agenda kebijakan para perumus kabijakan. Pada tahap ini mungkin suatu
masalah tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan
menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasanalasan tertentu
ditunda untuk waktu yang lama.

b) Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para
pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/policy options) yang ada.
Dalam perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat
dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Dalam
tahap ini masing-masing actor akan bersaing dan berusaha untuk mengusulkan
pemecahan masalah terbaik.

c) Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus
kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternative kebijakan tersebut diadopsi
dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga
atau putusan peradilan.
d) Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit jika program
tersebut tidak diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang
telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasikan yang
memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi
ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi
kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa
yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e) Tahap evaluasi kebijakan

Dalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,
unuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat untuk meraih dampak yang
diinginkan, yaitu memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena
itu ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yamh menjadi dasar untuk
menilai apakah kebijakan publik yang telah dilaksanakan sudah mencapai
dampak atau tujuan yang diinginkan atau belum.
Secara singkat, tahap-tahap kebijakan public adalah seperti gambar dibawah ini;

Tahap-Tahap Kebijakan Publik:

Penyusunan Kebijakan

Formulasi Kebijakan

Adopsi Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan

Gambar 2.1 Tahap-Tahap Kebijakan Publik


Sumber : William Dunn (2003: 24-25)

2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembuatan Kebijakan

Menurut Suharno (2010: 52) proses pembuatan kebijakan merupakan


pekerjaan yang rumit dan kompleks dan tidak semudah yang dibayangkan.
Walaupun demikian, para adsministrator sebuah organisasi institusi atau lembaga
dituntut memiliki tanggung jawab dan kemauan, serta kemampuan atau keahlian,
sehingga dapat membuat kebijakan dengan resiko yang diharapkan (intended risks)
maupun yang tidak diharapkan (unintended risks).

Pembuatan kebijakan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal penting yang


turut diwaspadai dan selanjutnya dapat diantisipasi adalah dalam pembuatan
kebijakan sering terjadi kesalahan umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pembuatan kebijakan adalah:
a) Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar
Tidak jarang pembuat kebijakan harus memenuhi tuntutan dari luar atau
membuat kebijakan adanya tekanan-tekanan dari luar.
b) Adanya pengaruh kebiasaan lama
Kebiasaan lama organisasi yang sebagaimana dikutip oleh Nigro disebutkan
dengan istilah sunk cost, seperti kebiasaan investasi modal yang hingga saat
ini belum professional dan terkadang amat birokratik, cenderung akan
diikuti kebiasaan itu oleh para administrator, meskipun keputusan/kebijakan
yang berkaitan dengan hak tersebut dikritik, karena sebagai suatu yang salah
dan perlu diubah. Kebiasaan lama tersebut sering secara terus-menerus
pantas untuk diikuti, terlebih kalau suatu kebijakan yang telah ada tersebut
dipandang memuaskan.
c) Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi
Berbagai keputusan/kabijakan yang dibuat oleh para pembuat
keputusan/kebijakan banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Sifat
pribadi merupakan faktor yang berperan besar dalam penentuan
keputusan/kebijakan.
d) Adanya pengaruh dari kelompok luar
Lingkungan sosial dari para pembuat keputusan/kebijakan juga berperan
besar.
e) Adanya pengaruh keadaan masa lalu
Maksud dari faktor ini adalah bahwa pengalaman latihan dan pengalaman
sejarah pekerjaan yang terdahulu berpengaruh pada pembuatan
kebijakan/keputusan. Misalnya,orang mengkhawatirkan pelimpahan
wewenang yang dimilikinya kepada orang lain karena khawatir
disalahgunakan (Suharno: 2010: 52-53).
2.2 Revitalisasi

2.2.1 Pengertian Revitalisasi

Revitalisasi adalah upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi lahan melalui


pembangunan kembali suatu bangunan untuk meningkatkan fungsi bangunan
sebelumnya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/Prt/M/2010).

Revitalisasi bertujuan untuk mengembalikan vitalitas ataupun daya hidup


sebuah bangunan atau kawasan pada suatu kota. Umumnya revitalisasi dapat
dikaitkan dengan proses peremajaan bangunan, dimana intervensi yang dilakukan
dapat mencakup aspek fisik dan non fisik (ekonomi, sosial budaya, dll.). Selama
dua dekade terakhir praktek peremajaan dan revitalisasi bangunan telah terjadi
beberapa perubahan dan perkembangan konseptual dalam kebijakan penataan
lingkungan binaan (Martokusumo, 2008).

Bila dikaitkan dengan paradigma keberlanjutan, revitalisasi merupakan


sebuah upaya untuk mendaur ulang (recycle) aset perkotaan untuk memberikan
fungsi baru, meningkatkan fungsi yang ada atau bahkan menghidupkan kembali
fungsi yang pernah ada. Namun, dapat dipastikan tujuannya adalah untuk
menciptakan kehidupan baru yang produktif serta mampu memberikan kontribusi
positif pada kehidupan sosial-budaya dan terutama kehidupan ekonomi kota
(Martokusumo, 2008). Hubungan revitalisasi dengan peremajaan, rehabilitasi dan
redevelopment dapat dilihat pada gambar berikut ini;
Gambar 2.2 Skema Hubungan Peremajaan, Rehabilitasi, Redevelopment dengan
Revitalisasi

Sumber : Martokusumo, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, 2008

Sementara itu, Budiono (2006) mengaitkan revitalisasi sebagai rangkaian


upaya untuk menata kembali suatu kondisi kawasan maupun bangunan yang
memiliki potensi dan nilai strategis dengan mengembalikan vitalitas suatu kawasan
yang mengalami penurunan, agar kawasan-kawasan tersebut mendapatkan nilai
tambah yang optimal terhadap produktivitas ekonomi, sosial dan budaya kawasan
perkotaan. Vitalitas kawasan adalah kualitas suatu kawasan yang dapat mendukung
kelangsungan hidup warganya dan mendukung produktivitas sosial, budaya, dan
ekonomi dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan fisik, dan/atau
mencegah kerusakan warisan budaya (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:
18/Prt/M/2010).

Penetapan kriteria dan rencana revitalisasi kawasan dapat dilakukan dengan


menelaah penyebab penurunan kinerja kawasan. Dimensi penurunan kinerja sebuah
kawasan kota dapat mencakup hal-hal sebagai berikut (Martokusumo, 2008):
a) Kondisi lingkungan yang buruk, artinya ditinjau dari segi infrastruktur fisik
dan sosial tidak layak lagi untuk dihuni. Kondisi buruk tersebut
mempercepat proses degradasi lingkungan yang dipastikan justru kontra
produktif terhadap proses kehidupan sosial budaya yang sehat.
b) Tingkat kepadatan bangunan dan manusia melampaui batas daya dukung
lahan dan kemampuan infrastruktur (sarana dan prasarana) yang ada.
c) Efektifitas pemanfaatan lahan sangat rendah, akibat terjadinya penurunan
aktifitas/ kegiatan atau dengan kata lain under utilised. Hal ini dapat pula
diakibatkan oleh alokasi fungsi yang tidak tepat, termasuk lahan-lahan yang
tidak memiliki fungsi yang jelas.
d) Lahan memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut, karena misalnya
letak yang sangat strategis bagi pengembangan tata kota, dan tingkat
percepatan pembangunan yang tinggi.
e) Batasan luas lahan yang cukup, harga memadai dan proses pembebasan
lahan memungkinkan.
f) Memiliki aset lingkungan yang menonjol, seperti peninggalan bersejarah
(bangunan dan lingkungan) yang tidak tergantikan, misalnya tradisi
penduduk yang khas terhadap pemanfaatan lanskap/ruang hidupnya
(cultural landscape), unsur alami yang menarik, sumber tenaga kerja,
infrastruktur dasar yang relatif memadai.

2.2.2 Manfaat Revitalisasi

Konservasi sebagai suatu proses memelihara place untuk mempertahankan


nilai-nilai estetik, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial yang berguna bagi generasi
lampau, sekarang dan masa yang akan datang, termasuk di dalamnya maintenance
sangat tergantung kepada keadaan termasuk juga preservation, restoration,
reconstruction, adaptation (revitalisation) dan kombinasinya. Maintenance
bertujuan memberi perlindungan dan pemeliharaan yang terus menerus terhadap
semua material fisik dari place, untuk mempertahankan kondisi bangunan yang
diinginkan. Jenis pekerjaan pemeliharaan rutin juga bisa berupa perbaikan.
Perbaikan mencakup restoration dan reconstruction, dan harus diperlakukan
semestinya. Kerusakan-kerusakan yang harus diperbaiki bisa diakibatkan oleh
proses alami, seperti kerapuhan, lapuk, kusam atau proses pemakaian, seperti
goresan, pecah dsb (Busono, 2009).

Revitalisasi, sebagai bagian dari pelestarian atau konservasi memiliki


beberapa manfaat bagi masyarakat di sebuah ruang kota, diantaranya adalah;

a) Identitas dan Sense of Place


Peninggalan sejarah merupakan satu-satunya penghubung kita dengan masa
lalu, menghubungkan kita dengan suatu tempat tertentu.
b) Nilai Sejarah
Dalam proses perjalanan sebuah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang
penting untuk dikenang, dihormati dan dipahami oleh masyarakat.
Memelihara bangunan dan lingkungan yang bernilai historis menunjukkan
penghormatan kita kepada masa lalu, yang merupakan bagian dari eksistensi
masa lalu.
c) Nilai Arsitektur
Salah satu alasan memelihara lingkungan dan bangunan bersejarah adalah
karena nilai intristiknya sebagai karya seni, dapat berupa hasil pencapaian
yang tinggi, contohnya seperti laggam atau seni tertentu yang menjadi
landmark sebuah tempat.
d) Manfaat Ekonomi
Bangunan yang telah ada seringkali memiliki keunggulan ekonomis
tertentu. Bukti empiris menunjukkan bahwa pemanfaatan bangunan yang
sudah ada seringkali lebih murah daripada membuat bangunan baru. Di
negara maju, proyek konservasi telah berhasil menjadi pemicu revitalisasi
lingkungan kota yang sudah menurun kualitasnya, melalui urban renewal
dan adaptive-reuse.
e) Pariwisata dan Rekreasi
Kekhasan atau nilai sejarah suatu tempat telah terbukti mampu menjadi
daya tarik yang mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut.
f) Sumber Inspirasi
Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa
patriotisme, gerakan sosial serta orang dan peristiwa penting di masa lalu.
g) Edukasi
Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah melengkapi dokumen tertulis
tentang masa lampau. Melalui ruang dan benda tiga dimensi sebagai
laboratorium, orang dapat belajar dan memahami kehidupan dalam kurun
waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat atau individu tertentu, serta
lebih menghormati lingkungan alam.

Manfaat revitalisasi lainnya menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang


Kementrian Pekerjaan Umum (2013) adalah sebagai berikut;

a) Peningkatan kualitas ruang kota/ kawasan


b) Menguatnya identitas kota/ kawasan
c) Terselamatkannya aset pusaka kota
d) Meningkatnya vitalitas/ produktivitas ekonomi perkotaan

2.2.3 Konsep Revitalisasi Berdasarkan Teori Pembangunan Waterfront

Konsep Waterfront berawal dari pemikirian dari James Rouse ‘urban


visioner’ tahun 1970an. Pada saat itu Amerika mengalami proses pengkumuhan
pada kota-kota salah satunya Kobta Baltimore. Karena itu penerapan visi James
Rouse yang didukung oleh pemerintah setempat akhirnya mampu memulihkan kota
dan memulihkan Baltimore dari resesi ekonomi yang dihadapinya. Dari kota inilah
konsep pembangunan kota pantai/pesisir dilahirkan.

Waterfront Development adalah konsep pengembangan daerah tepian air


baik itu tepi pantai, sungai ataupun danau. Pengertian “waterfront” dalam Bahasa
Indonesia secara harafiah adalah daerah tepi laut, bagian kota yang berbatasan
dengan air, daerah pelabuhan (Echols, 2003). Waterfront Development juga dapat
diartikan suatu proses dari hasil pembangunan yang memiliki kontak visual dan
fisik dengan air dan bagian dari upaya pengembangan wilayah perkotaan yang
secara fisik alamnya berada dekat dengan air dimana bentuk pengembangan
pembangunan wajah kota yang terjadi berorientasi ke arah perairan.
Kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang
dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia, yaitu kebutuhan
akan ruang publik dan nilai alami. Kawasan tepi air merupakan lahan atau area yang
terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap ke laut, sungai, danau
atau sejenisnya. Prinsip perancangan waterfront city adalah dasar-dasar penataan
kota atau kawasan yang memasukan berbagai aspek pertimbangan dan komponen
penataan untuk mencapai suatu perancangan kota atau kawasan yang baik.

Banyaknya jumlah kota yang berada di daerah pesisir dapat menimbulkan


beberapa permasalahan pada kota itu, jika tidak di tata dengan baik. Permasalahan
yang dapat ditimbulkan yaitu pencemaran, kesemerawutan lingkungan, dan
sampah. Kekumuhan lingkungan tersebut juga dapat menimbulkan masalah
kriminalitas didaerah tersebut. Oleh karena itu, pembangunan kota pesisir di
Indonesia harus memecahkan permasalahan tersebut. Penerapan Waterfront City di
berbagai kota di Indonesia diharapkan mampu untuk memecahkan permasalahan
yang timbul akibat tidak tertatanya kota-kota pesisir yang ada.

Perencanaan dan pengembangan waterfront city di Gorontalo dapat


diterapkan yang mempunyai tujuan utama merevitalisasi danau limboto, dan
memperbaiki kehidupan masyarakat yang berada di sekitar danau tersebut.
Kawasan danau juga ditata kembali untuk kesejahteraan masyarakat, dengan
memberdayakan keunggulan ekonomis dari danau tersebut, seperti pariwisata,
industri, dan aktivitas lain yang berbasis lingkungan guna merevitalisasi kembali
danau limboto.

Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :

a) Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada dan
menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat.
b) Pembangunan Kembali adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi
waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan
masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas
yang ada.
c) Pengembangan adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi
kebutuhan kota saat ini dan masa depan.

Berdasarkan fungsinya, waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :

a) Mixed-used waterfront, adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari


perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau
tempattempat kebudayaan.
b) Recreational waterfront, adalah semua kawasan waterfront yang
menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti
taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar.
c) Residential waterfront, adalah perumahan, apartemen, dan resort yang
dibangun di pinggir perairan.
d) Working waterfront, adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial,
reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.

Dalam menentukan suatu lokasi tersebut waterfront atau tidak maka ada beberapa
kriteria yang digunakan untuk menilai lokasi suatu tempat apakah masuk dalam
waterfront atau tidak. Berikut kriteria yang ditetapkan :

a) Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau,
sungai, dan sebagainya). Biasanya merupakan area pelabuhan,
perdagangan, permukiman, atau pariwisata.
b) Mempunyai fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman,
industri, atau pelabuhan.
c) Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan.
d) Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horizontal.

Pada perancangan kawasan tepian air, ada dua aspek penting yang mendasari
keputusan-keputusan rancangan yang dihasilkan. Kedua aspek tersebut adalah
faktor geografis serta konteks perkotaan. Sehingga dalam hal ini, perlu untuk
dipertimbangkan kembali apakah revitalisasi danau limboto sesuai untuk dilakukan
dengan menggunakan teori waterfront.

2.3 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan


2.3.1 Pengertian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian


mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL
ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan
pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.

Analisis mengenai dampak lingkungan muncul sebagai jawaban atas


keprihatinan tentang dampak negatif dari kegiatan manusia, khususnya pencemaran
lingkungan akibat kegiatan industri pada tahun 1960-an. Sejak itu AMDAL telah
menjadi alat utama untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan manajemen yang bersih
lingkungan dan selalu melekat pada tujuan pembangunan yang berkelanjutan.

AMDAL pertama kali diperkenalkan pada tahun 1969 di Amerika Serikat.


Menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP no
27 tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Jika
Indonesia mempunyai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
harus dibuat jika seseorang ingin mendirikan suatu proyek yang diperkirakan akan
memberikan dampak besar dan penting terhadap lingkungan. AMDAL adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012


tentang ‘Izin Lingkungan”. AMDAL sendiri merupakan suatu kajian mengenai
dampak positif dan negatif dari suatu rencana kegiatan atau proyek, yang dipakai
pemerintah dalam memutuskan apakah suatu kegiatan atau proyek layak atau tidak
layak lingkungan. Kajian dampak positif dan negatif tersebut biasanya disusun
dengan mempertimbangkan aspek fisik, kimia, biologi, sosial-ekonomi, sosial
budaya dan kesehatan masyarakat.
Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak lingkungan, jika
berdasarkan hasil kajian AMDAL, dampak negatif yang timbulkannya tidak dapat
ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga, jika biaya yang
diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif lebihbesar daripada dampak
positif yang akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan tersebutdinyatakan tidak
layak lingkungan. Suatu rencana kegiatan yang diputuskan tidak layak lingkungan
tidak dapat dilanjutkan pembangunannya.

Kriteria wajib AMDAL ini hanya diperlukan bagi proyek-proyek yang


menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan yang pada umumnya terdapat
pada rencana-rencana kegiatan berskala besar, kompleks serta berlokasi di daerah
yang memiliki lingkungan sensitif. Pada dasarnya Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) adalah keseluruhan proses yang meliputi penyusunan
berturut-turut sebagaimana diatur dalam PP nomor 27 tahun 2012, bentuk hasil
kajian AMDAL berupa dokumen AMDAL yang terdiri dari 5 (lima) dokumen,
yaitu:

a) Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)


KA-ANDAL adalah suatu dokumen yang berisi tentang ruang lingkup serta
kedalaman kajian ANDAL. Ruang lingkup kajian ANDAL meliputi
penentuan dampak-dampak penting yang akan dikaji secara lebih mendalam
dalam ANDAL dan batas-batas studi ANDAL. Sedangkan kedalaman studi
berkaitan dengan penentuan metodologi yang akan digunakan untuk
mengkaji dampak. Penentuan ruang lingkup dan kedalaman kajian ini
merupakan kesepakatan antara Pemrakarsa Kegiatan dan Komisi Penilai
AMDAL melalui proses yang disebut dengan proses pelingkupan.
b) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
ANDAL adalah dokumen yang berisi telaahan secara cermat terhadap
dampak penting dari suatu rencana kegiatan. Dampakdampak penting yang
telah diindetifikasi di dalam dokumen KAANDAL kemudian ditelaah
secara lebih cermat dengan menggunakan metodologi yang telah disepakati.
Telaah ini bertujuan untuk menentukan besaran dampak. Setelah besaran
dampak diketahui, selanjutnya dilakukan penentuan sifat penting dampak
dengan cara membandingkan besaran dampak terhadap kriteria dampak
penting yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tahap kajian selanjutnya
adalah evaluasi terhadap keterkaitan antara dampak yang satu dengan yang
lainnya. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk menentukan dasar-dasar
pengelolaan dampak yang akan dilakukan untuk meminimalkan dampak
negative dan memaksimalkan dampak positif.
c) Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
RKL adalah dokumen yang memuat upaya-upaya untuk mencegah,
mengendalikan dan menanggulangi dampak penting lingkungan hidup yang
bersifat negatif serta memaksimalkan dampak positif yang terjadi akibat
rencana suatu kegiatan. Upaya-upaya tersebut dirumuskan berdasarkan
hasil arahan dasar-dasar pengelolaan dampak yang dihasilkan dari kajian
ANDAL.
d) Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)
RPL adalah dokumen yang memuat program-program pemantauan untuk
melihat perubahan lingkungan yang disebabkan oleh dampak-dampak yang
berasal dari rencana kegiatan. Hasil pemantauan ini digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas upaya-upaya pengelolaan lingkungan yang telah
dilakukan, ketaatan pemrakarsa terhadap peraturan lingkungan hidup dan
dapat digunakan untuk mengevaluasi akurasi prediksi dampak yang
digunakan dalam kajian ANDAL.
e) Dokumen Ringkasan Eksekutif

Pasal 16 UULH menyatakan sebagai berikut “Setiap rencana yang


diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi
dengan analisis mengenai dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan
peraturan pemerintah”. Dari ketentuan pasal 16 UULH dapat disimpulkan dua hal
yaitu: (1) Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan bagian dari proses
perencanaan, dan instrumen pengambilan keputusan. (2) Tidak semua rencana
kegiatan itu wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan, yang
wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hanyalah yang
mempunyai dampak penting terhadap lingkungan.

Untuk mengukur atau menentukan dampak besar dan penting tersebut


diantaranya digunakan kriteria mengenai:

a) Besarnya jumlah manusia yang akan terkena dampak rencana usaha


dan/atau kegiatan
b) Luas wilayah penyebaran dampak
c) Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d) Banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena dampak
e) Sifat kumulatif dampak
f) Berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

Menurut PP No. 27 Tahun 1999 Pasal 3 ayat (1), usaha dan atau kegiatan
yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan hidup meliputi:

a) Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam


b) Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak
terbaharui
c) Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber
daya alam dalam pemanfaatannya
d) Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya
e) Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian
kawasan konservasi sumber daya dan/atau perlindungan cagar budaya
f) Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jenis jasad renik

Oleh karena itu, setiap jenis-jenis rencana usaha dan/atau kegiatan wajib
dilengkapi dengan AMDAL. Termasuk dalam hal ini adalah kegiatan dan aktifitas
yang berada di sektar kawaan danau limboto sehingga berdampak pada sedimentasi
dan pendangkalan danau. Untuk jenis-jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan AMDAL dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor: 17 tahun 2001 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan
Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL. Jenis usaha dan/atau kegiatan wajib
AMDAL seperti pertahanan dan keamanan, pertanian, perikanan, kehutanan,
kesehatan dan lain-lain.
2.3.2 Fungsi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

AMDAL berfungsi sebagai penetapan pengambilan keputusan seperti yang


tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 PP 27 Tahun 1999, AMDAL adalah kajian
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Pengambilan
keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode
yang efisien sesuai dengan situasi.

Tujuan AMDAL secara umum adalah menjaga dan meningkatkan kualitas


lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi
serendah mungkin. AMDAL merupakan instrumen pengelolaan lingkungan yang
diharapkan dapat mencegah kerusakan lingkungan dan menjamin upaya-upaya
konservasi. Hasil studi AMDAL merupakan bagian penting dari perencanaan
pembangunan proyek itu sendiri.

Sasaran AMDAL adalah untuk menjamin agar suatu usaha dan/atau


kegiatan pembangunan dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak dan
mengorbankan lingkungan atau dengan kata lain usaha atau kegiatan tersebut layak
dari aspek lingkungan hidup. Pada hakikatnya diharapkan dengan melalui kajian
AMDAL, kelayakan lingkungan sebuah rencana usaha dan/atau kegiatan
pembangunan diharapkan mampu secara optimal meminimalkan kemungkinan
dampak lingkungan hidup yang negatif, serta dapat memanfaatkan dan mengelola
sumber daya alam secara efisien. AMDAL merupakan bagian dari suatu sistem
pembangunan secara keseluruhan, maka AMDAL tidak berdiri sendiri. Kegunaan
dan manfaat AMDAL dapat dilihat dari beberapa pendekatan, yaitu :

a) Kegunaan dan manfaat bagi masyarakat


AMDAL dapat mempunyai kegunaan dan manfaat bagi masyarakat, karena
AMDAL merupakan kajian yang juga melibatkan masyarakat dalam
memberikan masukan atau informasi pada kajian AMDAL. Sehingga
perencanaan adanya pembangunan di wilayahnya dapat terinformasikan
dari aspek postif dan negatifnya. Misalnya aspek positifnya, yaitu dapat
membantu wilayah disekitar perencanaan pembangunan dalam penyerapan
tenaga kerja sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan, adanya sarana
dan prasarana jalan dan listrik sehingga membantu dalam adanya sarana
transportasi pada wilayah tersebut dan lainnya.
b) Kegunaan dan manfaat AMDAL bagi pengambil keputusan
AMDAL bermanfaat bagi pengambil keputusan sebagai bahan masukan
dalam pengarahan dan pengawasan pembangunan sehingga dapat terhindar
dari akibat sampingan yang tidak diinginkan dan merugikan. Selain tiu
pengambil keputusan dapat mengetahui dampak yang melampui batas
toleransi, dampak terhadap masyarakat, dampak terhadap kegiatan
pembangunan lainnya, pengaruh terhadap lingkungan yang lebih luas.
Kegunaan bagi hal lainnya adalah sebagai acuan dalam penelitian bidang
keilmuan dan pemanfaatan teknologi; sebagai pembanding pelaksanaan
AMDAL lainnya dan sebagai prasyarat dalam pendaan proyek dan
perizinan.
c) Kegunaan dan manfaat AMDAL dalam pengelolaan dan pemantauan
lingkungan;
Hasil studi Amdal dinyatakan dalam bentuk Rencana Pengelolaan
Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL). Dengan
adanya RKL dan RPL ini maka pelaksanaan kegiatan pembangunan akan
terikat secara hukum untuk melaksanakan pengelolaan dan pemantauan
lingkungannya, karena dalam RKL dan RPL terdapat prosedur
pengembangan dampak positif dan penanggulangan dampak negatif, serta
prosedur pemantauan lingkungannya.

Wewenang pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup secara


konstitusional bertumpu pada ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi:

”Bumi dan air dan kekayaan alam yang yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat”.

Ketentuan di atas menegaskan adanya ” hak mengusai negara ” atas bumi,


air da kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Melalui hak ini negara diberi
wewenang untuk mengatur pemanfaatan dan pengelolaan bumi, air dan kekayaan
alam tersebut agar digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Wewenang ini dapat sepenuhnya dilaksanakan oleh pemerintah atau sebagian
diserahkan kepada daerah, tergantung kepada sistem pemerintahan yang dianut.

Seiring dengan tuntutan reformasi, sejak berlakunya Undang-Undang No.


22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kini diganti dengan Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kemudian diperbarui
lagi menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
terjadi perubahan paradigma system pemerintahan dari sentralistik menjadi
desentralistik. Sejak saat itu terjadi arus balik kekuasaan dari pusat ke daerah.
Sayangnya, ketentuan ini dimentahkan sendiri oleh Pasal 13 ayat (1) bahwa di luar
enam urusan pemerintahan yang merupakan wewenang penuh pesat, akan diurus
bersama antara pusat dan daerah berdasarkan kriteria akuntabilitas, eksternalitas,
dan efisiensi (bersifat concurent), serta kepentingan strategi nasional.

Urusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup termasuk dalam kelompok


urusan wajib, artinya wajib dilaksanakan oleh semua daerah. Sementara yang
bersifat pilihan, tergantung pada kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah
yang bersangkutan. Atas dasar ini, maka masing-masing daerah belum tentu
memiliki wewenang yang sama. Untuk itu wewenang daerah terlebih dahulu harus
ditetapkan oleh masing-masing daerah melalui peraturan daerah (Perda).

2.4 Gambaran Umum Danau Limboto

2.4.1 Gambaran Danau Limboto

Gambar 2.3 Danau Limboto

Danau Limboto adalah salah satu asset sumberdaya alam yang dimiliki
Provinsi Gorontalo saat ini. Danau Limboto telah berperan sebagai sumber
pendapatan bagi nelayan, pencegah banjir, sumber air pengairan dan obyek wisata.
Areal danau ini berada pada dua wilayah yaitu + 30 % wilayah Kota Gorontalo dan
+ 70 % di wilayah Kabupaten Gorontalo dan menjangkau 5 kecamatan. Danau
Limboto kini berada pada kondisi yang sangat memperihatinkan karena mengalami
proses penyusutan dan pendangkalan akibat sedimentasi yang mengancam
keberadaannya dimasa yang akan datang. Semakin berkurangnya luasan perairan
danau menyebabkan semakin menurunnya fungsi danau sebagai kawasan
penampung air sehingga berpotensi terjadinya banjir dan kekeringan di sekitar
wilayah kawasan danau bahkan di luar kawasan Danau Limboto.

2.4.2 Letak Geografis

Danau Limboto terletak di bagian tengah Provinsi Gorontalo dan secara


astronomis, DAS Limboto terletak pada 122° 42’ 0.24” – 123° 03’ 1.17” BT dan
00° 30’ 2.035” – 00° 47’ 0.49” LU. DAS Limboto merupakan bagian dari Satuan
Wilayah Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (SWP-DAS) Bone-Bolango yang
luasnya 91.004 ha dan termasuk salah satu DAS Prioritas dari DAS Kritis di SWP-
DAS Bone-Bolango. Danau Limboto, merupakan cekungan rendah atau laguna,
yang merupakan muara sungai-sungai, diantaranya: Ritenga, Alo Pohu, Marisa,
Meluopo, Biyonga, Bulota, Talubongo dan sungai-sungai kecil dari sisi selatan:
Olilumayango, Ilopopala, Huntu, Hutakiki, Langgilo.

2.4.3 Luas, Kedalaman dan Iklim

Pada tahun 1932 rata-rata kedalaman Danau Limboto 30 meter dengan luas
7.000 Ha, dan tahun 1961 rata-rata kedalaman Danau berkurang menjadi 10 meter
dan luas menjadi 4.250 Ha. Sedangkan tahun 1990 - 2008 kedalaman Danau
Limboto rata-rata tinggal 2,5 meter dengan luas 3.000 Ha. Pendangkalan danau
terutama diakibatkan adanya erosi dan sedimentasi akibat usaha-usaha pertanian
yang tidak mengindahkan konservasi tanah dan kegiatan pembukaan hutan (illegal
logging) di daerah hulu sungai (tangkapan air) terutama pada DAS Limboto juga
kegiatan budidaya perikanan yang kurang ramah lingkungan.

Kawasan Danau Limboto dan daerah aliran sungainya (DAS) terletak pada
daerah bayang-bayang hujan selama 44 tahun terakhir (1961-2005) sebesar 1.426
mm per tahun. Curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm (bulan kering) terjadi
selama 3 bulan yaitu pada bulan Agustus, September dan Oktober. Sedangkan curah
hujan di atas 100 mm ( bulan basah) terjadi selama 9 bulan, yaitu bulan Januari-Juli
dan bulan November - Desember. Menurut klasifikasi Iklim Oldeman dan Darmijati
(1977), kawasan Danau Limboto dan sekitarnya termasuk dalam Zona Agroklimat
E2. Dengan demikian musim kemarau cukup panjang, yaitu antara Agustus -
Oktober. Jumlah hari hujan dalam setahun berkisar antara 172 - 216 hari, dengan
rata - rata hari hujan sebanyak 194 hari per tahun dan rata hari hujan per bulan
selama setahun 16,2 hari. Jumlah hari hujan di atas, rata - rata hari hujan per bulan
selama 9 bulan, pada bulan Januari-Juli dan November - Juni. Nilai
Evapotranspirasi rata - rata bulanan di kawasan Danau Limboto dan sekitarnya,
berkisar antara 127 - 145 mm. Sedangkan jumlah rata - rata setahunnya sebesar
1652,8 mm. Keadaan iklim di wilayah Sub DAS Limboto sebagai berikut :

a) Temperatur rata-rata bulanan : 22,2° C – 31,3° C.


b) Kelembaban udara relatif tahunan rata-rata : 81.
c) Kelembaban udara rata-rata bulanan: 77 – 83.
d) Kecepatan angin rata-rata bulanan : 1,17 – 2,48 m/detik.
e) Penyinaran angin rata-rata bulanan : 4,4 – 7,1 jam/hari.

2.4.4 Aktifitas di Sekitar Perairan Danau Limboto

Aktifitas di sekitar perairan danau limboto yang kemudian menjadi isu


lingkungan hidup di lingkungan perairan Danau Limboto akan dibahas dengan
terlebih dahulu mengidentifikasi sejumlah kegiatan yang secara empirik dapat
memberi tekanan pada keseluruhan komponen lingkungan hidup, antara lain
sebagai berikut :

a) Kegiatan Pertanian

Sektor pertanian merupakan sektor andalan Provinsi Gorontalo dimana


pemanfaatan areal untuk sektor ini berkisar 26% dari total luas wilayah Provinsi
Gorontalo. Sehubungan dengan dicanangkannya Program Agropolitan di
Provinsi Gorontalo, maka pengembangan sektor pertanian di daerah ini
dilakukan baik secara intensif mapun secara ekstensif sehingga sumbangan
sektor pertanian terhadap PDRB Provinsi Gorontalo masih tetap mendominasi
dibanding dengan sektor lain.
Areal pertanaman padi sawah tersebar di Kabupaten Gorontalo seluas
17.661 ha dan Kota Gorontalo seluas 1.032 ha. Sawah yang telah beririgasi
teknis di Kabupaten Gorontalo berkisar 5.775 ha, beririgasi setengah teknis
5.890 ha. Sawah yang beririgasi sederhana hanya terdapat di Kabupaten
Gorontalo dan Kabupaten Boalemo yaitu masing-masing seluas 2.209 ha dan
1.408 ha.

Sehubungan dengan Program Agropolitan tersebut, maka untuk


meningkatkan produktivitas lahan pertanian, petani melakukan pemupukan dan
pengendalian hama dengan berbagai jenis pestisida. Namun sampai saat ini
belumada data mengenai jumlah pupuk dan pestisida yang digunakan di
Provinsi Gorontalo. Jika petani mengaplikasikan pupuk dan pestisida dengan
dosis yang tidak terkontrol, residu pupuk yang berlebihan pada usaha pertanian
sawah, sebagian besar akan masuk ke sungai, melalui Danau Limboto dan terus
mengalir ke muara sungai. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi
badan air danau dan estuaria yang memicu terjadinya blooming fitoplankton.
Sedang residu pestisida dan herbisida yang masuk ke badan air akan
terakumulasi melalui bioakumulasi dan biomagnifikasi hingga mencapai
konsentrasi lethal yang mematikan biota perairan.

b) Kegiatan Perikanan Darat

Penangkapan ikan dengan menggunakan aliran listrik dan bius adalah


salah satu cara penangkapan yang mengancam kelestarian biota perairan Danau
Limboto. Metoda penangkapan ini selain mematikan ikan-ikan besar, telur dan
larva ikan, juga mematikan biota lainnya berupa plankton dan benthos sehingga
rantai makanan dan jaring makanan terputus yang berimplikasi pada rusaknya
sistem aliran energi pada ekosistem danau.

Limpasan air Danau Limboto yang kualitasnya rendah masuk ke


estuaria melalui Sungai Bolango dan Sungai Bone berakibat pada penurunan
kualitas air muara Sungai Bone. Akibat lebih lanjut adalah kehidupan beberapa
jenis biota perairan estuaria (muara) Sungai Bone dan sekitarnya yang tidak
toleran terhadap perubahan kondisi lingkungan hidupnya mengalami gangguan
sehingga keragaman jenisnya pada ekosistem ini berkurang.

c) Kegiatan pemukiman dan persampahan.

Pemukiman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas


lingkungan. Permasalahan lingkungan akan muncul jika pada suatu lokasi
dihuni oleh jumlah penduduk yang terlalu padat. Kondisi demikian umumnya
ditemukan di berbagai cluster pemukiman di sekeliling danau. Limbah rumah
tangga berupa limbah padat dan limbah cair dibuang langsung ke Danau
Limboto atau ke sungai yang mengalir ke Danau Limboto. Rata-rata penduduk
memanfaatkan danau sebagai lokasi buang air besar (BAB). Jelas hal ini
mengakibatkan pencemaran pada danau. Pencemaran tersebut berupa
meningkatnya jumlah bakteri patogen, menurunnya kandungan oksigen terlarut
pada air, serta terganggunya kehidupan biota perairan.

Secara umum, penanganan limbah domestik belum dilakukan secara


baik. Limbah padat dan limbah cair dibuang secara tidak teratur ke danau, tidak
mempunyai jamban yang memenuhi persyaratan. Permasalahan lingkungan
yang timbul dari pemukiman adalah pencemaran badan air sungai dan danau
yang menerima buangan limbah dari pemukiman. Kegiatan ini selain dapat
menggangu kehidupan biota perairan sungai dan Danau Limboto juga
menimbilkan gangguan kesehatan penduduk yang menggunakan badan air
sungai dan danau untuk keperluan MCK.

d) Kegiatan Industri

Jenis industri yang potensial menimbulkan dampak terhadap degradasi


lingkungan adalah industri batu bata sebanyak 31 buah, industri kapur tembok
sebanyak 19 buah, industi Cold Storage (pembekuan ikan) sebanyak 7 (tujuh)
buah, meubel kayu 46 buah, meubel rotan 6 (enam) buah dan molding 19 buah,
industri makanan, minuman dan tembakau 43 buah. Selain Jumlahnya yang
cukup besar, industri itu tersebar sehingga diperkirakan potensial menimbulkan
permasalahan lingkungan.

Pencemaran air permukaan dan tanah serta pencemaran udara berupa


bau yang busuk. Air yang tercemar memicu munculnya bakteri patogen yang
mematikan biota perairan penerima limbah cair dari industri sehingga populasi
dan keragaman jenisnya berkurang.
BAB III
PEMBAHASAN

Isu lingkungan hidup memiliki sedemikian kompleksitas didalamnya, banyak


permasalahan lingkungan yang masih menjadi pekerjaan besar bagi seluruh stake
holder baik itu pemerintah, masyarakat, maupun swasta. Salah satu isu lingkungan
yang ada saat ini adalah permasalahan danau Limboto yang setiap tahunnya
mengalami degradasi kualitas maupun quantitas. Secara umum kondisi danau
limboto sudah dipaparkan pada latar belakang penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut : pendangkalan dan penyempitar area danau, berkurangnya keanekaragam
hayati, serta tingginya pencemaran lingkungan.

Kondisi danau Limboto yang semakin hari kian memburuk perlu dilakukan
revitalisasi untuk mengembalikan fungsinya seperti semula. Karena fungsi dari
danau limboto yang strategis, dimana masyarakat sekitar danau menggantungkan
hidup disana, kondisi ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Martokusumo,
(2008) bahwa jika suatu tempat memiliki aset lingkungan yang menonjol, seperti
peninggalan bersejarah (bangunan dan lingkungan) yang tidak tergantikan,
misalnya tradisi penduduk yang khas terhadap pemanfaatan lanskap/ruang
hidupnya (cultural landscape), unsur alami yang menarik, sumber tenaga kerja,
infrastruktur dasar yang relatif memadai, maka revitalisasi perlu untuk dilakukan di
daerah tersebut.

Pemerintah Provinsi gorontalo melalui Peraturan Daerah No. 9 Tahun 2017


tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Danau Limboto berupaya
melakukan revitalisasi terhadap danau limboto yang akan dilakukan secara bertahap
melalui 5 kali tahapan yang akan dimulai pada 2018-2022, 2023-2027, 2028-2032,
2033-2037, hingga seterusnya. Secara umum, peraturan ini mencakup beberapa hal
sebagai berikut :
a. peran dan fungsi Rencana Tata Ruang serta Cakupan Kawasan Danau
Limboto;
b. maksud dan tujuan penataan ruang Kawasan Danau Limboto
c. kebijakan, dan strategi penataan ruang Kawasan Danau Limboto;
d. rencana struktur ruang Kawasan Danau Limboto;
e. rencana pola ruang Kawasan Danau Limboto;
f. arahan pemanfaatan ruang Kawasan Danau Limboto;
g. arahan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Danau Limboto;
h. pengelolaan kawasan danau limboto; dan
i. peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang Kawasan Danau
Limboto.

Dalam makalah ini kita akan berfokus pada konservasi kawasan inti dan
penyangga danau limboto yang berfungsi untuk menjaga kondisi danau limboto.
Kawasan inti dan penyangga danau limboto menjadi nyawa dari revitalisasi danau.
Dimana akan diatur pola ruang dan peruntukannya serta kebijakan yang akan
diambil guna merevitalisasi kawasan tersebut. Hal yang marik dari perda ini adalah
banyak sekali pasal-pasal yang tidak memberikan kejelasan terkait langkah
kongkrit yang harus diambil, segala hal yang diatur dalam perda ini cukupannya
hanya berupa arahan kegiatan tanpa ada kejelasan actor yang akan mengambil peran
dari masing-masing kegiatan. Oleh sebab itu berikut akan dibahas terkait aktor-
aktor dan peran yang akan diambil oleh masing-masing aktor tersebut :

2.1 Kawasan Inti

Dalam Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo No. 9 Tahun 2017 tentang


Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi Danau Limboto Pengerukan
Danau menjelaskan bahwa kawasan inti yaitu kawasan yang berada dalam garis
melingkar danau dengan luas 3.334,11 (tiga ribu tiga ratus tiga puluh empat koma
satu satu) hektar. Luas ini setelah ditambah dengan 50 meter ditarik dari bibir
badan danau ke daratan. Adapun langkah dan program revitalisasi yang dapat
diambil adalah sebagai berikut :
a. Pengerukan Danau

Pengerukan danau perlu dilakukan untuk mengembalikan atau minimal


menambah daya tamping danau agar menjadi lebih dalam. Mengingat setiap
tahunnya danau liimboto mengalami pendangkalan yang luar biasa yang pada tahun
1930-an memiliki kedalaman 30 meter dan mengalami perubahan besar pada saat
ini 2019 dengan kedalaman yang hanya 1,5-2,5 meter tentu langkah seperti
pengerukan ini perlu dilakukan. Pengerukan danau ini membutuhkan biaya yang
tidak sedikit, jika biaya ini ditanggung oleh pemerintah provinsi, maka ada
kemungkinan proses ini tidak dapat dilaksanakan. oleh sebab itu, dalam upaya
pengerukan danau dibutuhkan intervensi dari pemerintah pusat melalui kemeterian
PUPR dengan bantuan dari Balai Sungai Sulawesi II serta dari pemerintah provinsi
dan Kabupaten/Kota yang tercakup oleh danau limboto.

b. Pembuatan Bendungan di muara sungai

Seperti yang telah dijelaskan diawal bahwa Banyak sungai yang bermuara
didanau limboto yang membawa erosi tanah, terlebih pada saat curah hujan tinggi
pada DAS tersebut. Terhitung setiap tahunnya sedimentasi akibat erosi tanah yang
dibawah oleh sungai mencapai 10,5 ton pertahunnya. Jumlah ini tentu sangat
banyak. Oleh sebab itu perlu dibuatkan Bendungan pada setiap muara sungai yang
akan berfungsi sebagai tangkapan sedimen dan mencegahnya masuk kedalam
danau, pekerjaan ini juga membutuhkan biaya yang sangat besar, karena tercatat
ada 23 sungai yang bermuara di danau limboto. Oleh sebab itu suntikan dana dari
pemerintah pusat sangat diperlukan dengan bantuan pemerintah daerah dan Balai
Sungai Sulawesi II.

c. Pembuatan tanggul penahan dan pembatas danau

Langkah ini perlu diambil oleh pemerintah dengan berkejasama antar


pemerintah pusat melaui kemnterian PURP, Dinasi PU Provinsi, Kabupaten dan
Kota Gorontalo dengan tujuan mengurangi dan mencegah erosi dari bibir danau
agar tidak mengakibatkan sedimentasi di danau. Selain itu, pembatas ini juga
menberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa batas tersebut merupakan
kawasan danau agar masyarakat tidak serta merta mengaggap bahwa tanah tersebut
adalah milik mereka. Karena kecenderungan masyarakat merasa bahwa daratan
kosong yang berada dibelakang pelataran mereka adalah hak miliknya. Sehingga
tidak jarang okupasi lahan kerap kali terjadi.

d. Larangan dan penghentian Budidaya ikan di badan danau

Langkah ini perlu untuk dilakukan, karena proses budidaya ikan oleh
masyarakat yang dilakukan di badan danau sangat memberikan sumbangan yang
besar terhadap pendangkalan danau, hal ini terjadi karena dalam proses pembuatan
penangkaran ikan, masyarakat kerap kali membuat tanggul pembatas kolam dengan
mengambil tanah dari daratan, sehingga sangat berpotensi membawa sedimen
kedalam danau, tidak hanya itu, pakan ikan yang digunakan juga membawa dampak
buruk terhadap kualitas air danau, pakan yang sarat protein membantu penyebaran
eceng gondok karena air danau menjadi sangat subur, sehingga eceng gondok juga
tumbuh subur dan saat ini polulasi eceng gondok sudah menutupi 1/3 badan danau.

e. Pemanfaatan eceng gondok

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, populasi eceng gondok saat ini di
danau limboto sudah menutupi 1/3 badan danau, kondisi ini tentu sangat tidak baik
karena mengganggu kestabilan lingkungan, ikan didanau saat ini berkurang, saat
ini nelayan harus ke tengah danau untuk mendapatkan tangkapan ikan, padahal
biayanya nelayan hanya tidak perlu melakukannya. Kondisi ini salah satunya
diakibatkan oleh banyaknya eceng gondok di badan danau (Azhar, 2018). Dilain
sisi, eceng gondok juga memiliki potensi ekonomi yang cukup menjanjikan. Karena
dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan tangan seperti pembuatan upiya
karanji (songkok) dan bahan kerajinan tangan lainnya. Selain itu dapat juga
dimanfaatkan sebagai alternative biogas dengan penggunaan mikro oleh
masyarakat setempat. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah,
dalam hal ini dinas terkait perindustrian dan UMKM melalui pemberian pelatihan
kepada masyarakat setempat terkait manfaat dan pengelolaan eceng gondok agar
lebih bernilai ekonomis dengan harapan dapat mengurangi populasi eceng gondok
di badan danau.

f. Pembuatan objek wisata dengan konsep pembangunan berkelanjutan.

Dinas Pariwisata provinsi dan Kabupaten/Kota Gorontalo dapat melakukan


kerjasama dalam mengembangkan objek wisata didaerah danau limboto dengan
menggunakan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal seperti ini diyakini dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya danau limboto tentunya
dengan memberdayakan masyarakat setempat, pembuatan objek wisata ini selain
dapat memberikan nilai ekonomis, juga dapat meningkatkan partisipasi masyarakat
dalam hal konservasi danau.

2.2 Kawasan Penyangga

Kawasan penyangga adalah kawasan yang berada di luar kawasan inti yang
berperan sangat penting dalam menjaga kelestarian dan fungsi ekologis kawasan
inti, dengan luas 86.828,69 (delapan puluh enam ribu delapan ratus dua puluh
delapan koma enam sembilan) hektar. Langkah kongkrit yang dapat diambil oleh
pemerintah adalah sebagai berikut :

a. Reboisasi Hutan

Terdapat beberapa sungai sebagai sumber air danau limboto yang setiap
tahunnya selalu membawa sedimentasi. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya
penggundulan hutan di daerah hulu. Oleh sebab itu, langkah yang dapat diambil
adalah melalui reboisasi hutan serta melakukan zonasi terkait hutan-hutan yang ada
saat ini. Dalam perda ini sudah ditetapkan beberapa zonasi hutan sesuai dengan
peruntukannya. Karena dalam beberapa tahun belakangan banyak sekali alih fungsi
hutan yang dilakukan oleh masyarakat secara illegal sehingga hal in sangat
berdampak terhadap kondisi danau limboto, padahal hutan-hutan tersebut
merupakan DAS yang bermuara di Danau.

b. Pembuatan Terasering Lahan


Kondisi dimana banyak sekali pembukaan hutan yang dilakukan oleh
masyarat untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan perkebunan sudah sekian
parahnya, sehingga apabilanhal tersebut digugat begitu saja, maka akan berpotensi
mengakibatkan konflik. Oleh sebab itu, langkah yang dapat diambil oleh
pemerintah daerah melalui dinas pertanian yaitu memaksa masyarakat yang
melakukan kegiatan pertanian di daerah lereng gunung yang berada di DAS danau
limboto untuk menggunakan konsep pertanian terasering. Hal ini perlu dilakukan
untuk menghambat laju erosi tanah yang mengarah ke sungai sungai yang berada
dibawahnya.

c. Menyediakan lahan terbuka hijau disekitar danau

Ruang terbuka hijau sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian danau


limboto. RTH ini tidak hanya menjamin kebersihan danau, tapi juga dapat berfungsi
menahan dan menyerap laju air. Pemerintah Kabupaten dan Kota melalui dinas
pertamanan dan lingkungannya dirasa cukup capable untuk melakukann hal
tersebut. Disamping itu, Fungsi RTH juga dapat menjaga keanekaragaman hayati
yang ada disekitar danau.

d. Larangan pendirian bangunan pemukiman dan kegiatan pertanian disekitar


danau.

Seperti yang sudah dijelaskan, salah satu penyebab berkurangnya luas danau
limboto adalah maraknya okupasi lahan oleh masyarakat selain digunakan sebagai
lahan pertanian, lahan yang telah diokupasi oleh masyarakat digunakan sebagai
pemukiman warga. Oleh sebab itu, pemerintah harus tegas melarang masyarakat
melakukan okupasi lahan dalam bentuk apapun.

e. Pembuatan irigasi di pemukiman penduduk

Pemukiman penduduk disekitar danau sangat membantu terhadap


pencemaran air danau, sampah domestic masyarakat baik padat maupun cair kerap
kali dibuang kedanau. Langkah pembuatan irigasi disekitar pemukiman dirasa perlu
dilakukan guna menghindari pembuangan limbah cair masyarakat ke danau.

Selain pembuatan berbagai program kebijakan terkait kawasan danau, baik


itu inti maupun penyangga, hal yang tidak kalah penting adalah pelibatan
masyarakat. Pelibatan masyarakat ini dapat dilakukan dengan pembentukan wadah
kelompok masyarakat sadar lingkungan. Mereka ini nanti yang akan menjadi mitra
setia pemerintah untuk menjaga danau limboto, kontrol langsung yang dilakukan
oleh masyarakat akan lebih efektif da dapat dilakukan secara real time.

program-program tersebut merupakan analisis terkait apa yang harus dan


dapat diambil oleh pemerintah. Beberapa diantaranya sudah termaktub dalam
Peraturan daerah, akan tetapi masih belum jelas dan mendalam. Yang perlu menjadi
perhatian juga adalah bahwa konservasi dan revitalisasi danau limboto hanya dan
hanya akan bisa dilakukan jika semua pihak terkait dapat bekerjasama dan
membutuhkan waktu yang tidak singkat. Akan tetapi seiring dengan perjalanan
tersebut bisa dipastikan kerusakan danau limboto juga akan semakin parah, oleh
sebab itu pemerintah harus mempertimbangkan dan menetapkan skala prioritas
terkait langkah konservasi danau limboto.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan maka dapat disimpulakan beberapa hal terkait


revitasilasasi danau limboto yaitu dengan melihat pembagian kawasan dan
menetapkan beberapa program dari kawasan tersebut. Adapun kawasan yang di
maksud yaitu kawasan inti dan penyangga serta berbagai program didalamnya. Hal
lain yang perlu diperhatikan yaitu pelibatan seluruh stakeholder agar dapat
memberikan hasil yang maksimal. Tidak hanya itu, pemerintah juga perlu
menatapkan skala prioritas, mengingat program yang dicanangkan secara bertahap
membutuhkan waktu yang sangat lama, disamping itu kerusakan danau juga terus
berlanjut.

4.2 Saran

Saran yang dapat kami berikan yaitu pemerintah harus segara membentuk
kelompok masyarakat sadar lingkungan yang akan menjadi mitra pemerintah dalam
untuk menjaga kelestarian danau. Selanjutnya masyarakat ini dapat segera
diberikan pelatihan terkait pemanfaatan eceng gondok guna mengurangi populasi
eceng gondok di badan danau. Dan yang tidak kalah penting yaitu program
reboisasi harus segera dilaksanakan, mengingat pohon-pohon yang ditanam
membutuhkan waktu yang agak lama dalam proses pertumbuhannya.
DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

Agustino, Leo. 2008. Dasar- dasar Kebijakan Publik. Alfabeta: Bandung.

Anggraini, N., Trisakti, B., Soesilo, T., E., B. (2012). Pemanfaatan Data Satelit
Untuk Analisis Potensi dan Dampak Kerusakan Akibat Kenaikan Muka
Air Laut. Jurnal Penginderaan Jauh, Vol. 9, No. 2, 140-151

Busono, Tjahyani (2008): Evaluasi Kinerja Ruang Kelas Laboratorium di SMK

Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada


University Press:Yogyakarta.

Echols, J. M., & Shadily, H. 2003. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Penerbit PT
Gramedia

Irianto, EW. & Triweko, RW, 2011, Eutrofikasi Waduk dan Danau: Permasalahan,
Pemodelan, dan Upaya Pengendalian, Balitbang Kementerian
Pekerjaan Umum, Jakarta.

Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi


Aksara: Jakarta.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2001 tentang Jenis
Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan AMDAL

Martokusumo, Widjaja. 2008. Mendaur Ulang Kota Tambang Sawahlunto:


Beberapa Catatan tentang Pendekatan Konservasi dalam Revitalisasi.
Jurnal dengan tema kajian Revitalisasi Kota Tambang Sawahlunto.

Negeri 5 Kotamadia Bandung, Universitas Pendidikan Indonesia

Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup Dan Pembangunan, Djambatan,


Jakarta, 2004.
Peraturan Daerah Provinsi Gorontalo Nomor 9 Tahun 2017 tentang Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Provinsi Danau Limboto

Suharno. 2010. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta: UNY Press.

Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian


Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
PT. Refika Aditama: Bandung.

Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta:


Lukman Offset YPAPI.

Wahab, Solichin Abdul. 2004. Analisis Kebijaksanaan; Dari Formulasi ke


Implementasi Kebijaksanaan Negara. Bumi Aksara: Jakarta.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik (Teori, Proses, dan Studi Kasus). Buku
Seru: Yogyakarta.

Peraturan-peraturan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/Prt/M/2010

Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup,

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Website

Azhar, Rosyid A. Permukaan Danau Limboto Surut, Tambatan Perahu Nelayan


pun Mengering. Kompas.com. diakses pada tanggal 19 April 2019.
https://regional.kompas.com/read/2018/11/19/15000131/permukaan-
danau-limboto-surut-tambatan-perahu-nelayan-pun-mengering.

Você também pode gostar