Você está na página 1de 31

ACUTE MYELOGENOUS LEUKEMIA

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I
Dosen pengampu Nina Gartika S.Kp.,M.Kep.

Disusun oleh:

Putri Destia Sucianti : 302017055


Putri Nur Habibah : 302017056
Putri Pramitha N F : 302017057
Rika Meliasari : 302017061
Rizki Maulana : 302017063
Sekar Ayu Atresia : 302017065
Siti Amanah : 302017070
Utari Suci Anjani : 302017076
Wafa Wafiah P : 302017079
Wulan Nurjannah : 302017084

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN 'AISYIYAH BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang selalu melimpahkan kasih dan
sayangnya kepada kita semua khususnya kepada penulis serta selalu memberikan
hidayah dan inayahnya sehingga penulis dapat membuat makalah ini dengan penuh
suka cita dan dapat mengumpulkan makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah yang penulis susun ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Keperawatan Medikal Bedah I. Dalam penyusunannya pun penulis
mendapatkan bantuan dari teman-teman dan dari referensi buku dan artikel media
massa. Sudah barang tentu makalah yang penulis buat belum sepenuhnya sempurna,
sehingga penulis dengan lapang dada menerima kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun sehingga di kemudian hari penulis dapat membuat makalah jauh
lebih baik dari makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan pembaca serta
menjadi inspirasi bagi pembaca. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam
pembuatan makalah ini.

Bandung, Oktober 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I. REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM HEMATOLOGI .........1
A. Pengertian Sistem Hematologi ......................................................................1
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi ...................................................1
BAB II. KONSEP PENYAKIT ...............................................................................4
A. Pengertian Acute Myelogenous Leukemia ...................................................4
B. Etiologi ..........................................................................................................4
C. Patofisiologi ..................................................................................................5
D. Tanda dan Gejala...........................................................................................8
E. Manifestasi klinik ..........................................................................................8
F. Klasifikasi AML ...........................................................................................9
G. Pemeriksaan Penunjang ..............................................................................11
H. Penatalaksanaan ..........................................................................................11
BAB III. ANALISIS KASUS ................................................................................13
A. Kasus ...........................................................................................................13
B. Pengkajian ...................................................................................................14
C. Perencanaan Keperawatan (Nursing Care Plan) ........................................24
BAB IV. PENUTUP ..............................................................................................27
A. Kesimpulan .................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM
HEMATOLOGI

A. Pengertian Sistem Hematologi


Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yg mempelajari darah, organ
pembentuk darah dan penyakitnya. Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh.
Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yg diperlukan oleh se-sel di seluruh
tubuh. Darah juga menyuplai tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yg bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hematopoisis adalah proses
pembentukan darah dan system imun, menghasilkan semua sel darah tubuh,
termasuk sel darah untuk pertahanan imunologis.
B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Hematologi
Sistem hermatologi tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Sel darah terbagi menjadi eritrosit dan
lekosit. Lekossit dapat berada dalam beberapa bentuk: eosinofil, basofil, monosit,
netrofil, dan limfosit. Selain itu dalam suspensi plasma, ada juga fragmen – fragmen
sel tak berinti yang disebut trombosit. Fraksi darah yang ditempati oleh eritrosit
disebut hemaktorit.
1) Sumsum Tulang
Sumsum merah merupakan tempat produksi sel darah merah aktif dan
merupakan organ hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedang sumsum kuning,
tersusun terutama oleh lemak dan tidak aktif dalam produksi elemen darah.
2) Eritrosit
Membran sel darah merah sangat tipis sehingga gas seperti karbon dioksida
dapat dengan mudah ber difusi melaluinya. Ketika hemoglobin berikatan dengan
oksigen, dinamakan oksihemoglobin. Produksi eritrosit (eritropoesis) muncul dari
sel stem premitif dalam sumsum tulang. Eritrobas adalah sel berinti yang dalam
proses pematangan di sumsum tulang menimbun

1
2

hemoglobin dan secara bertahap kehilangan intinya.


3) Leukosit
Leukosit dalam dua kategori, granulosit dan sel mononuklear
(angranulosit). Granulosit ditentukan oleh adanya granula dalam sitoplasmanya.
Leukosit mononuklear (limfosit dan monosit) adalah sel darah putih dengan inti
satu lobus dan sitoplasmanya bebas granula. Fungsi leukosit adalah melindungi
tubuh terhadap invasi bakteri atau benda asing lainnya. Fungsi limfosit
menghasilkan subsstansi yang membantu penyerangan benda asing. Sekelompok
limfosit (limfosit T) membunuh sel secara langsung atau menghasilkan berbagai
limfokin, suatu substansi yang memperkuat aktivitas sel fagositik. Kelompok
limfosit lainnya (limfosit B) menghasilkan antibodi, suatu melekul protein yang
akan menghancurkan benda asing dengan berbagai mekanisme. Eusinopil dan
basopil berfungsi sebagai tempat penyimpanan berbagai material biologis kuat
seperti histamin, serotonim dan heparin.
4) Trombosit
Produksi trombosit diatur oleh trombo protein. Trombosit berperan penting
dalam mengontrol perdarahan. Substansi yang dilepaskan dari granula trombosit
dan sel darah lainnya menyebabkan trombosit menempel satu sama lain dan
membentuk tambahan atau sumbatan, yang sementara menghentikan perdarahan.
Substansi lain dilepaskan dari trombosit untuk mengaktifasi faktor pembekuan
dalam plasma darah.
5) Pembekuan Darah
Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah
ditransformasi menjadi material semisolid yang dinamakan bekuan darah. Bekuan
darah tersusun terutama oleh sel-sel darah yang terperangkap dalam jaring-jaring
fibrin. Fibrin dibentuk oleh protein dalam plasma melalui urutan reaksi yang
kompleks. Berbagai faktor terlibat dalam tahap-tahap reaksi pembentukan fibrin.
Bekuan yang terbentuk dalam tubuh dapat larut oleh kerja system fibrinolitik, yang
terdiri atas plasmin dan berbagai ensim proteolik. Melalui kerja system ini, bekuan
akan dilarutkan ketika jaringan menyembuh, dan system vaskuler kembali ke
keadaan dasar normal.
3

6) Plasma Darah
Plasma darah mengandung ion, protein dan zat lain. Apabila plasma
dibiarkan membeku, sisa cairan yang tertinggal dinamakan serum. Serum
mempunyai kandungan yang sama dengan plasma, kecuali kandungan fibrinogen
dan beberapa faktor pembekuan.
a. Protein plasma terususun terutama oleh albumin dan globulin. Globulin
tersusun atas fraksi alfa, beta dan gama yang dapat dilihat dengan uji
laboratorium yang dinamakan elektroforesis protein.
b. Gama globin yang tersusun terutama oleh natibodi. Protein ini dihasilkan oleh
limfosit dan sel plasma.
c. Albumin terutama penting pemeliharaan volume cairan dalam sistem vaskuler.
Dinding kapiler tidak permeabel terhadap albumin, sehingga keberadaanya
dalam plasma menciptakan gaya onkotik yang menjaga cairan dalam rongga
vaskuler. Albumin, yang dihasilkan oleh hati, memiliki kapasitas mengikat
berbagai zat yang ada dalam plasma. Dalam hal ini, albumin berfungsi sebagai
protein trasnport untuk logam, asam lemak, bilirubin, dan obat-obatan diantara
zat lainya.
BAB II
KONSEP PENYAKIT

A. Definisi Acute Mielogenous Leukimia (AML)


Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumsum tulang menggantikan elemen sumsum tulang normal, juga terjadi
proliferasi di hati limpa dan nodus limfatikus dan invasi organ non hematologis
seperti meningen, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit (Bruner & Suddarth,
2002).
Akut Mielogenous Leukemia (AML) adalah timbulnya disfungsi sumsum
tulang, menyebabkan menurunnya jumlah eritrosit, neutrofil dan trombosit. Sel-sel
leukemia menyusupi limfanodus, limpa, hati, tulang dan sistem saraf pusat (Cecilyl
betz, 2002).
Akut mielogenus leukemia (AML) adalah penyakit yang ditandai dengan
adanya proliferasi leukosit yang tidak terkontrol di dalam darah, sumsum tulang
dan jaringan retikuloendotelial (Tucker, 1999).
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan akut mielogenus leukemia
(AML) adalah penyakit yang ditandai dengan proliferasi leukosit yang tidak teratur
sehingga timbul disfungsi sumsum tulang, menyebabkan turunnya jumlah neutrofil,
eritrosit dan trombosit.

B. Etiologi
Sebagian besar kasus, etiologi AML tidak diketahui. Meskipun demikian
ada beberapa faktor yang diketahui dapat menyebabkan atau setidaknya menjadi
faktor predisposisi AML, seperti faktor genetik, paparan radiasi ion dan bahan
kimia, kelainan kongenital (Sindrom Down) dan Human T-Cell Leukemia Virus-1
( HLTV-1).
1. Faktor Genetik
Faktor genetik meningkatkan resiko leukimia. Insiden tinggi leukimia akut
dilaporkan pada keluarga tertentu. Kelainan herediter yang berhubungan dengan
peningkatan insiden leukimia adalah sindrom Down, anemia aplastik

4
5

Fanconi, sindrom Bloom, telangiektasia ataksi dan sindrom Patau. Kelainan-


kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen,
misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik,
kembar fraternal, dan saudara kandung dari anak leukimia dimana kasus-kasus
leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada
keluarga dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
2. Paparan Radiasi Ion dan Bahan Kimia
Paparan berlebihan terhadap radiasi ion adalah faktor resiko utama leukimia
dengan penyakit berkembang bertahun-tahun setelah paparan awal. Agen alkilase
digunakan untuk mengobati kanker lainnya, khususnya didalam kombinasi dengan
terapi radiasi, ternyata meningkatkan risiko leukimia seseorang. Pekerja yang
terpapar bahan kimia, seperti benzena, tergolong berisiko lebih tinggi.
3. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian pada manusia
menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi
tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985).
Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah
Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell
Leukemia. Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk (Kumala, 1999).

C. Patofisiologi
Leukemia adalah satu keadaan dimana terjadi pertumbuhan yang bersifat
irreversible dari sel induk darah dan pertumbuhannya dimulai dari mana sel itu
berasal. Sel-sel tersebut, pada berbagai stadium akan membanjiri aliran darah yang
berakibat sel yang spesifik akan dijumpai dalam jumlah yang banyak.
Sebagai akibat dari proliferasi sel abnormal tersebut maka akan terjadi
kompertisi metabolic yang akan menyebabkan anemia dan trombositopenia.
6

Apabila proliferasi sel terjadi di limfa maka akan membesar sehingga dapat terjadi
hiperplenisme yang selanjutnya menyebabkan makin memburuknya anemia dan
trombositopenia. Pada leukemia yang disertai splenomegali sering terjadi
komplikasi hemolisis.
Infeksi terjadi oleh suatu nahan yang menyebabkan reaksi seperti ionfeksi
oleh virus. Kelainan pada leukemia bukan merupakan penyakit primer akan tetapi
merupakan suatu bagian dari respon pertahanan sekunder dari tubuh terhadap
infeksi tersebut.
Terdapat peninggian insiden leukemia pada orang-orang yang terkena
radiasi sinar rontgen, diduga bahwa peninggian insiden disini karena akibar radiasi
akan merendahkan referensi terhadap bahan dari penyebab leukemia tersebut.
Pada leukemia akut hepar, klien dan kelenjar getah bening membesar secara
cepat, keluhan nyeri akibat regangan kapsel organ tersebut menjadi jelas. Infiltrasi
ke otak akan menyebabkan keluhan sakit kepala dan infiltrasi ke tulang
menyebabkan fraktur spontan. Infiltrasi ke gusi menimbulkan hipertrofi gusi dan
sering disertai pendarahan gusi. Limfadenopati dapat menyertai leukemia dan
apabila kelompokkam pembesaran kelenjar ini menekan pembuluh adarah dan
pembuluh getah bening, maka akan terjadi edema local.
Infiltarsi ke paru menyebabkan batuk dan sesak, pembesaran kelenjar getah
bening di abdomen dapat menyebabkan keluhan rasa tidak enak di perut, dan rasa
cepat kenyang. Infiltarasi ke ginjal dapat menyebabkan hematuria dan gagal ginjal.
Keluhan akibat adanya anemia lemah badan dan cepat lelah. Trombositopenia
menimbulkan pendarahan baik dari kulit dan selaput lendir (Long, 2010;
Issalbacher, 2010).
7

PATHWAY
Sel mesenkim

Sterm cell, sel retikular

Sumsum tulang Sel Myeloid


Sel blast (mieloblast)

Poliferasi sel darah putih immatur


atau leukosit abnormal

Peningkatan jumlah
leukosit imatur/abnormal

Masuk sumsum tulang

Hematopoesis terganggu

Gagal atau terganggunya


produksi sel

Sel Eritrosit menurun Trombosit Sel Leukosit normal


menurun/trombosipenia meningkat

Hb menurun
Vasokontriksi Petechie, ulserasi
pembuluh darah
Suplai O2 ke perifer
menurun terjadi reaksi
Pembentukan peradangan pada
platelet, adhesi kulit
Anemia platelet, dan agregasi

Kerusakan integritas
Pucat, lemah, letih kulit
Tidak terjadi bekuan
pembentukan fibrin akibat
aktivasi faktor-faktor pembekuan
intrinsik dan ekstrinsik
8

Intoleransi Retraksi bekuan


Aktivitas

Terjadi gangguan
bekuan darah

Perdarahan, memar,
petechie

Resiko perdarahan

D. Tanda dan Gejala

Rasa lelah, pucat, nafsu makan hilang, anemia, petekie, perdarahan, nyeri
tulang, serta infeksi dan pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati, dan kelenjar
mediastinum. Kadang-kadang juga ditemukan hipertropi gusi, khususnya pada
leukemia akut minoblastik dan mielomonolitik.

E. Manifestasi Klinis Leukimia


Leukemia akut memperlihatkan gejala klinis yang mencolok. Leukemia kronis
berkembang secara lambat dan mungkin hanya memperlihatkan sedikit gejala
sampai stadium lanjut.
1. Kepucatan dan rasa lelah akibat anemia
2. Infeksi berulang akibat penurunan sel darah putih
3. Perdarahan dan memar akibat trombositopenia dan gangguan koagulasi
4. Nyeri tulang akibat penumpukan sel di sumsum tulang, yang menyebabkan
peningkatan tekanan dan kematian sel. Tidak seperti nyeri yang semakin
mingkat, nyeri tulang berhubungan dengan leukemia biasanya bersifat
progresif.
9

5. Penurunan berat karena berkurangnya nafsu makan dan peningkatan konsumsi


kalori oleh sel-sel neoplastik.
6. Limfadenopati, spinomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke
organ-organ limfoid dapat terjadi.
7. Gejala system saraf pusat dapat terjadi. (Davey, 2005)
Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat
dibedakan menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling
umum. Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi
dari anemia, leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia
(jumlah trombosit rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas
(akibat anemia), infeksi bakteri (akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat
trombositopenia dan terkadang akibat koagulasi intravascular diseminata
(DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang pucat, beberapa memar,
dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya infeksi, walaupun pada
beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu sendiri. Namun,
cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang terjadi
merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan
anoreksia cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi
leukemia di kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009).

F. Klasifikasi AML
Menurut klasifikasi FAB (French-American-British) AML dibagi menjadi 8 jenis,
yaitu:
1. Mo (Acute Undifferentiated Leukemia)
Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut
sebagai AML dengan diferensiasi minimal.
2. M1 (Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi)
10

Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat


dari kasus AML. Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan
Auer rods. Dan sel leukemik dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan
tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1 dominan di M1.
3. M2 (Akut Myeloid Leukemia)
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi
berbeda, dengan jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi
granulosit matang berjumlah lebih dari 10 %. Jumlah sel leukemik antara 30 – 90
%. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel sumsum tulang di M2 adalah mielosit
dan promielosit.
4. M3 (Acute Promyelocitic Leukemia)
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi
berat, stain mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk
maupun ukuran, kadang-kadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula
besar, dan beberapa promielosit mengandung granula berbentuk seperti debu .
Adanya Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) dihubungkan dengan
granula-granula abnormal ini.
5. M4 (Acute Myelomonocytic Leukemia)
Terlihat 2 (dua) type sel, yakni granulositik dan monositik, serta sel-sel
leukemik lebih dari 30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1,
dibedakan dengan cara 20% dari sel yang bukan eritroit adalah sel pada jalur
monositik, dengan tahapan maturasi yang berbeda-beda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4
adalah peningkatan proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5%
darisel yang bukan eritroit, disebut dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasien–
pasien dengan AML type M4 mempunyai respon terhadap kemoterapi-induksi
standar.
6. M5 (Acute Monocytic Leukemia)
Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah
monoblas, promonosit, dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel
11

monosit dominan adalah monoblas, sedang pada M5b adalah promonosit dan
monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya cukup baik.
7. M6 (Erythroleukemia)
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari
gambaran morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi
abnormal berupa bentuk multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini
terkait dengan maturasi yang tidak sejalan antara nukleus dan sitoplasma. M6
disebut Myelodisplastic Syndrome (MDS) jika sel leukemik kurang dari 30% dari
sel yang bukan eritroit. M6 jarang terjadi dan biasanya kambuhan terhadap
kemoterapi-induksi standar.
8. M7 (Acute Megakaryocytic Leukemia)
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit.
(Yoshida, 1998; Wetzler dan Bloomfield, 1998).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Hitung darah lengkap (CBC). Pasien dengan CBC kurang dari
10.000/mm3 saat didiagnosis, memiliki prognosis paling baik. Jumlah
leukosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis kurang baik pada
pasien sembarang umur.
2. Pungsi lumbal, untuk mengkaji keterlibatan SSP.
3. Foto thoraks, untuk mendeteksi keterlibatan mediastinum
4. Aspirasi sumsum tulang, ditemuakannya 25% sel blast memperkuat
diagnosis.
5. Pemindaian tulang atau survei kerangka, mengkaji keterlibatan tulang.
6. Pemindaian ginjal, hati, dan limpa, mengkaji infiltrat leukemik
7. Jumlah trombosit, menunjukkan kapasitas pembekuan.

H. Penatalaksanaan
1. Pelaksanaan kemoterapi
Terdapat dengan fase pelaksanaan kemoterapi:
12

a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikosteroid (prednisone), vincristin, dan L-asparaginase. Fase induksi
dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dalam
sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem Saraf Pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison
melalui intracranial untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi
irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan sistem saraf pusat.
c. Kosolidasi
Pada fase kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi
dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara
berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk
menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi
sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat
dikurangi.
2. Irradiasi Kranial
3. Transfusi darah dan trombosit bila ditemukan trombositopenia
4. Transplantasi sumsum tulang bila diperlukan
BAB III
ANALISIS KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN NY. C 37 Thn
DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI: ACUTE
MYELOGENOUS LEUKEMIA

1. KASUS

Ny. C, 37 tahun, diantar suaminya, datang ke poli penyakit dalam dengan keluhan
merasa lelah dan memar di seluruh tubuh. Sejak dua bulan yang lalu pasien merasa
mudah lelah dan berkeringat pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan mudah
memar dan menstruasi dengan jumlah darah yang banyak. Dari hasil pengkajian
diperoleh data tinggi badan 156 cm, berat badan 48.1 kg; tanda-tanda vital frekuensi
nadi 102x/menit, frekuensi nafas 22x/menit, TD 130/82 mmHg, pasien tampak
pucat, terdapat petechie tersebar di area pergelangan tangan sampai pangkal
lengan, ecchymoses pada lengan kanan bawah dan betis sebelah kanan, mukosa oral
berwarna merah, terdapat beberapa ulserasi kecil di area bucal.
Saat ini pasien akan dilakukan pemeriksaan bone marrow, pasien menangis dan
mengatakan takut dengan hasil pemeriksaan dan tidak tahu apa yang akan dilakukan
jika dirinya terdiagnosa kanker
Hasil pemeriksaan lab diperoleh data penurunan jumlah eritrosit, Hb dan Hct.
Terjadi peningkatan leukosit dengan Myeloblast, hitung platelet sangat rendah.
Diagnosa medis sementara Acute Myelogenous Leukimia.

13
14

2. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
1) Nama : Ny. C
2) Umur : 37 Tahun
3) Suku/bangsa : Indonesia
4) Status perkawinan : Menikah
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMA
7) Alamat : Jl. Rindu No. 29
8) No. Registrasi/Medrec : 00002345
9) Tanggal masuk Rumah Sakit : 10 Oktober 2018
10) Tanggal Pengkajian : 11 Oktober 2018
b. Identitas Penanggung jawab
1) Nama : Tn. D
2) Alamat : Jl. Rindu No. 29
3) Hubungan dengan Klien : Suami klien
4) No tlpn : 081295365478

3. Riwayat Kesehatan Klien


a. Keluhan Utama
Klien mengeluh lelah dan memar di seluruh tubuh.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien merasa mudah lelah dan berkeringat pada malam hari sejak 2 bulan
yang lalu dan mudah memar dan menstruasi dengan jumlah darah yang
banyak.
c. Riwayat Kesehatan dahulu
Tidak terkaji namun harus ada yang dikaji (pasien ada/tidak adanya riwayat
hipertensi atau DM sebelumnya).
15

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


Tidak terkaji, namun harus ada yang dikaji sebagai berikut : Menggunakan
genogram atau menyusun riwayat kesehatan anggota keluarga. Menanyakan
adakah sakit DM, kanker, TBC, jantung, hipertensi dll di keluarga.

e. Pemeriksaan Fisik
1). Tanda-tanda Vital
− TD (tekanan darah) : 130/82 mmHg
− N (Nadi) : 102 x/mnt
− R (Respirasi/Pernafasan) : 22 x/mnt
− S (Suhu) : Tidak terkaji
2). Pemeriksaan Antropometri
− BB (berat badan) : 48,1 kg
− TB (tinggi Badan) :- 156 cm
− BMI (Body Mask Index) : (20/kesan normal)
− LLA (Lingkar Lengan Atas): Tidak terkaji
3). Pengkajian Persistem
a. System Pernafasan
Respirasi Rate 22 x/mnt, Hal lainnya yang perlu dikaji (Ada cuping
hidung, kebersihan hidung, bibir sianosis, kesimetrisan dada dan
punggung saat nafas, terpasang alat bantu nafas, perkusi paru, ada nyeri
tekan di dada, masa, tekstur, ada krepitasi, suara nafas normal-tidak
normal, nafas ireguler/tidak.)
b. System kardiovaskuler
Tekanan Darah 130/82 mmHg, Nadi 102 x/mnt, Hal lainnya yang perlu
dikaji (perkusi jantung, palpasi dada, suara jantung normal/tidak normal,
konjungtiva anemis/tidak)
c. System pencernaan
Tidak terkaji namun harus ada yang dikaji sebagai berikut :
kesimetrisan abdomen, warna abdomen, luka di abdomen, tekstur,
kebersihan lidah, sariawan, gigi dan mulut. Mulut kering/tidak, dengar
16

peristaltik usus berapa jantung normal/tidak normal, perkusi abdomen dan


hepar, palpasi abdomen, keras/tidak, masa, data subjektif pasien temasuk
mual-muntah.
d. System integument
Pucat, petechie, ecchymoses, mukosa oral berwarna merah, ulserasi kecil
di daerah bucal.
e. Sistem persarafan
1) Kesadaran dan orientasi : Compos Mentis
2) Nilai GCS : Tidak terkaji
3) Memori : Tidak terkaji
4) Tes fungsi syaraf otak :

Tidak terkaji tetapi harus dikaji seperti:


 Nervus Olfaktori (N. I):
Fungsi: saraf sensorik, untuk penciuman
 Nervus Optikus (N. II)
Fungsi: saraf sensorik, untuk penglihatan
 Nervus Okulomotoris (N. III)
Fungsi: saraf motorik, untuk mengangkat kelopak mata keatas,
kontriksi pupil, dan sebagian gerakan ekstraokuler
 Nervus Trochlearis (N. IV)
Fungsi: saraf motorik, gerakan mata kebawah dan kedalam
 Nervus Trigeminus (N. V)
Fungsi: saraf motorik, gerakan mengunya, sensai wajah, lidah dan gigi,
refleks korenea dan refleks kedip
 Nervus Abdusen (N. VI)
Fungsi: saraf motorik, deviasi mata ke lateral
 Nervus Fasialis (N. VII)
Fungsi: saraf motorik, untuk ekspresi wajah
 Nervus Verstibulocochlearis (N. VIII)
Fungsi: saraf sensorik, untuk pendengran dan keseimbangan
17

 Nervus Glosofaringeus (N. IX)


Fungsi: saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa
 Nervus Vagus (N. X)
Fungsi: saraf sensorik dan motorik, refleks muntah dan menelan
 Nervus Asesoris (N. XI)
Fungsi: saraf motorik, untuk menggerakan bahu
 Nervus Hipoglosus (N. XII)
Fugsi: saraf motorik, untuk gerakan lidah

f. Sistem Endokrin
Tidak terkaji
g. Sistem Muskuloskeletal
1) Ekstremitas Atas
Terdapat petechie yang tersebar di area pergelangan tangan sampai
pangkal lengan, dan ecchymoses pada lengan kanan bawah.
2) Ekstremitas bawah
Terdapat ecchymoses pada betis sebelah kanan.
f. Riwayat ADL (Activity Daily Living)
No Aktivitas Sebelum Sakit Sesudah Sakit
1 Nutrisi
a. Makan
Frekuensi
Jenis
Keluhan Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Minum
Fr ekuensi
Jenis
Keluhan
2 Eliminasi
a. BAB
18

Frekuensi
W arna Tidak terkaji Tidak terkaji
Keluhan
b. BAK
Frekuensi
Warna
Keluhan
3 Mobilisasi Tidak terkaji Tidak terkaji

4 Istitahat tidur
a. Tidur siang Tidak terkaji Tidak terkaji
b. Tidur malam
c. Keluhan
5 Personal hygiene
a. Mandi
b. Keramas
Tidak terkaji Tidak terkaji
c. Gunting kuku
d. Gosok gigi

g. Data Psikologis
1). Status Emosi
Klien menangis dan mengatakan takut dengan hasil pemeriksaan
dan tidak tahu apa yang akan dilakukan jika dirinya terdiagnosa
kanker.
2). Konsep Diri
a). Gambaran Diri : Tidak terkaji namun harus dikaji (klien tampak
sabar/tidak dalam menerima sakit yang di derita)
b). Harga Diri : Tidak terkaji namun harus dikaji (klien merasa
malu/tidak sehubungan dengan kondisi fisiknya saat
berhubungan dengan orang lain.)
19

c). Peran diri : Tidak terkaji namun harus dikaji (klien merasa
perannya sebagai Ibu rumah tangga terganggu/tidak karena
keadaannya sekarang)
d). Identitas diri : Tidak terkaji namun harus dikaji (klien
menyadari bahwa dirinya adalah seorang perempuan dan
sebagai seorang Ibu rumah tangga. Klien pun dapat
membedakan dirinya dengan orang lain)
e). Ideal diri : Tidak terkaji namun harus dikaji (klien berharap agar
dirinya cepat sembuh dan segera pulang)
3). Gaya Komunikasi : Tidak terkaji namun harus dikaji (klien mampu
berkomunikasi dan bicara lembut, terbuka dan mau menerima saran
dari orang lain)
h. Data Sosial
Tidak terkaji namun harus ada yang dikaji sebagai berikut :
Berisi hubungan klien dengan yang lain, keluarga, teman, kerabat dan
perawat.
i. Data Spritual
Tidak terkaji namun harus ada yang dikaji sebagai berikut :
Hubungan klien dengan Allah SWT, melaksanakan sholat saat sehat-sakit,
sakit menurut agama klien seperti apa.
j. Data Penunjang
1). Pemeriksaan Labolatorium
Tanggal Pemeriksaan :
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
Hb Tidak terkaji 13,4 – 17,6 gr/dl Kurang dari normal

Tidak terkaji
Eritrosit Perempuan (4.0-5.5 juta Kurang dari normal
sel/mm3)
Leukosit Tidak terkaji 4000-10000 mm3 Lebih d ari normal

Hematokrit Tidak terkaji Perempuan (37 – 43 %) Kurang dari normal


20

2) Pemeriksaan Lain
Bone Marrow
k. Terapi : Tidak terkaji
1. Terapi Gizi : Tidak terkaji
2. Hasil Pemeriksaan Diagnostik : Tidak terkaji

l. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: Sel mesenkim
Sterm cell, sel retikular
 Klien mengeluh lelah
 Klien mengeluh memar di
seluruh tubuh Sel blast (mieloblast)
 Klien mengeluh jumlah
darah menstruasi banyak Poliferasi sel darah putih
 Klien mengeluh immatur atau leukosit
abnormal
berkeringat di malam hari

DO: Intoleransi Aktivitas


Peningkatan jumlah leukosit
 Pasien tampak pucat imatur/abnormal
 TTV : Masuk sumsum tulang
TD : 130/82 mmHg belakang
N : 102 x/mnt
R : 22 x/mnt
Hematopoesis terganggu
 Terdapat petechie di area
pergelangan tangan
Gagal atau terganggunya
sampai pangkal lengan produksi sel
 Ecchymoses pada lengan
kanan bawah dan betis
Sel Eritrosit menurun
sebelah kanan
Hb menurun
21

 Mukosa oral berwarna


merah Suplai O2 ke perifer menurun
 Ulserasi kecil di area
bucal Anemia
 Penurunan jumlah
eritrosit, Hb, dan Hct Pucat, lemah, letih
 Peningkatan leukosit
dengan myeloblast
Intoleransi aktivitas
 Platalet sangat rendah

2 DS: Sel mesenkim


Sterm cell, sel retikular
 Klien mengeluh lelah
 Klien mengeluh memar di
seluruh tubuh Sel blast (mieloblast)
 Klien mengeluh jumlah
darah menstruasi banyak Poliferasi sel darah putih
 Klien mengeluh immatur atau leukosit
abnormal Risiko perdarahan
berkeringat di malam hari

DO:
Peningkatan jumlah leukosit
 Pasien tampak pucat imatur/abnormal
 TTV :
TD : 130/82 mmHg
Masuk sumsum tulang
N : 102 x/mnt
belakang
R : 22 x/mnt
 Terdapat petechie di area
Hematopoesis terganggu
pergelangan tangan
sampai pangkal lengan
Gagal atau terganggunya
produksi sel
22

 Ecchymoses pada lengan


kanan bawah dan betis Trombosit
sebelah kanan menurun/trombosipenia

 Mukosa oral berwarna Vasokontriksi pembuluh darah


merah
 Ulserasi kecil di area Pembentukan platalet adhesi
bucal platalet dan agregasi
 Penurunan jumlah
eritrosit, Hb, dan Hct Tidak terjadi bekuan
pembentukan fibrin akibat
 Peningkatan leukosit
aktivasi faktor-faktor
dengan myeloblast pembekuan intrinsik dan
 Platalet rendah ekstrinsik

Retraksi bekuan

Terjadi gangguan pembekuan


darah

Perdarahan, memar, petechie

Resiko perdarahan

3 DS: Sel mesenkim


Sterm cell, sel retikular
 Klien mengeluh memar di
seluruh tubuh
Sel blast (mieloblast)
DO:
 Pasien tampak pucat
 TTV :
23

TD : 130/82 mmHg Poliferasi sel darah putih


N : 102 x/mnt immatur atau leukosit
abnormal
R : 22 x/mnt
 Terdapat petechie di area
pergelangan tangan Peningkatan jumlah leukosit
sampai pangkal lengan imatur/abnormal
 Ecchymoses pada lengan
kanan bawah dan betis
Masuk sumsum tulang
sebelah kanan belakang
 Mukosa oral berwarna Kerusakan integritas kulit
merah
Hematopoesis terganggu
 Ulserasi kecil di area
bucal
Gagal atau terganggunya
 Peningkatan leukosit
produksi sel
dengan myeloblast

Sel leukosit meningkat

Petechie, ulserasi

Kerusakan Integritas kulit

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan perioritas (Keluhan utama yang muncul pada


saat pengkajian (wawancara).
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
2. Risiko perdarahan berhubungan dengan trombopenia ditandai dengan
perdarahan
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan leukositosis ditandai dengan
adanya petechie
24

Perencanaan Keperawatan (Nursing Care Plan)

Diagnosa
NO Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan

1 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Tentukan jenis dan banyaknya 1. mengidentifikasi pencetus
keperawatan selama 3 x 24 jam aktivitas yang dibutuhkan untuk kelelahan

intoleransi aktivitas dapat berkurang. menjaga ketahanan 2. aktivitas terlalu berat dan tidak
Dengan kriteria hasil: 2. Bantu pasien identifikasi pilihan sesuai dengan kondisi klien dapat
memperburuk toleransi terhadap
1. Hemoglobin normal aktivitas-aktivitas yang akan
latihan
2. Hematokrit normal dilakukan
3. memudahkan klien untuk
3. Kelelahan hilang 3. Tingkatkan tirah baring/
mengenali kelelahan dan waktu
4. Aktivitas Fisik normal pembatasan kegiatan untuk istirahat
5. Tanda-tanda vital normal: (meningkatkan jumlah waktu
4. memudahkan klien untuk
TD: 120/80 mmHg istirahat pasien) dengan mengenali kelelahan
N: 6-100 x/mnt cakupannya yaitu pada waktu
5. mencegah penggunan energi
R: 16-20 x/mnt istirahat yang dipilih yang berlebihan karena dapat
4. Anjurkan klien untuk membatasi menimbulkan kelelahan
aktivitas yang cukup berat seperti
25

berjalan jauh, berlari,


mengangkat beban berat, dll.
5. Bantu klien dan keluarga untuk
mengidentifikasi kelemahan
dalam level aktivitas tertentu

2 Risiko perdarahan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor dengan ketat risiko 1. dengan dipantau, dapat
keperawatan selama 3 x 24 jam Risiko terjadinya perdarahan pada pasien diketahui tingkat kebocoran
perdarahan hilang. Dengan kriteria 2. Catat nilai hemoglobin dan pembuluh darah dan kemungkinan
hasil: hematokrit sebelum dan setelah perdarahan yang di alami pasien
1. Tidak ada memar pasien kehilangan darah sesuai
2. Untuk mengetahui kadar
2. Hemoglobin normal indikasi
hemoglobin/hematokrit pasien
3. Hitung platelet normal 3. Monitor terhadap adanya tanda-
3. Untuk mengetahui tingkat
4. Hematokrit normal tanda respon sindroma inflamasi
keparahan perdarahan pada klien
5. Tidak ada petekia sistemik (takikardi, leukositosis)
sehingga dapat menentukan
4. Catat adanya memar, petechie, dan intervensi selanjutnya
kondisi membran mukosa 4. Untuk mengetahui adanya
infeksi
26

5. Pantau koagulasi darah pasien 5. Untuk mengetahui kemampuan


(prothrombin, thromboplastin, darah dalam melakukan proses
fibrinogen, fibrin, dan jumlah pembekuan darah sehingga tidak
platelet) terjadi pendarahan

3 Kerusakan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor kerentanan terhadap 1. mengawasi kerentanan terhadap
kulit keperawatan selama 3 x 24 jam tidak infeksi penyebaran infeksi
ada kerusakan integritas kulit. Dengan 2. Monitor kulit dan selaput lendir
2. memantau adanya imfeksi
kriteria hasil: terhadap area perubahan warna,
1. Tidak ada peningkatan jumlah Sel memar, dan pecah 3. memantau adanya imfeksi
darah putih 3. Monitor adanya tanda dan gejala
4. Dengan memonitoring area
2. Depresi jumlah sel darah putih infeksi sistemik dan lokal
kulit yang infeksi untuk
3. Tidak ada lesi mukosa membran 4. Monitor kulit yang memerah
mengurangi resiko terjadinya luka
4. Tanda-tanda vital normal: dan terjadi kerusakan
TD: 120/80 mmHg 5. Monitor TD, N, R, S 5. Untuk memantau keadaan
N: 6-100 x/mnt umum klien.
R: 16-20 x/mnt
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem Hematologi adalah cabang ilmu kesehatan yg mempelajari darah,
organ pembentuk darah dan penyakitnya. Darah manusia adalah cairan jaringan
tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yg diperlukan oleh se-sel di
seluruh tubuh. Darah juga menyuplai tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa
metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yg bertujuan
mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit.
Terdiri dari sumsum tulang, eritrosit, leukosit, trombosit, pembekuan darah,
plasma darah. Akut mielogenus leukemia (AML) adalah penyakit yang ditandai
dengan proliferasi leukosit yang tidak teratur sehingga timbul disfungsi sumsum
tulang, menyebabkan turunnya jumlah neutrofil, eritrosit dan trombosit.
Etiologinya seperti faktor genetik, virus, dan paparan radiasi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzzane C. Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.


Jakarta : EGC
Handayani, Wiwik. Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Buku ajar Asuhan Keperawatan
pada klien dengan gangguan sistem hemtologi. Jakarta : Salemba Mendika
NANDA International. 2015 Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi
2015-2017/Editor, T. Heather Herdman dan Shigemi Kamitsuru; Alih
Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa
Indonesia, Budi, Anna, dkk.. Jakarta; EGC.
Bluchek, Butcher, dkk. 2013. Nursing outcomes Intervention. Singapura. Elsevier
Moorhead, Johnson, dkk. 2013. Nursing outcomes Classification. Singapura.
Elsevier

Você também pode gostar