Você está na página 1de 3

Biografi Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib merupakan khulafaur Rasyidiin yang ke-4 (665-661 M). Beliau
dilahirakn di Mekkah pada tanggal 13 Rajab Pra Hijriah/599 Masehi). Ali adalah sepupu dan
sekaligus menantu nabi Muhammad SAW dari pernikahannya dengan anak Rasulullah Fatimah
Az-zahra.
Ali bin Abi Thalib memiliki nama asli Assad bin Abu Thalib. Assad yang berarti singa
adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh yang
pemberani dan disegani.
Sang Penyelamat Hijrah Rasul
Awalnya, Rasulullah meminta para sahabatnya hijrah lebih dulu ke Madinah untuk
menghindari tindak kekerasan dan penganiyaan kafir Quraisy yang semakin hebat. Sedangkan
Rasulullah yang ditemani Abu bakar dan Ali bin Abi Thalib masih tetap tinggal di Mekah
menunggu perintah Allah.
Sementara di tempat lain, para tokoh Quraisy mengadakan pertemuan di Dar an-Nadwah
untuk mengatur strategi mencegah Rasulullah keluar dari Mekah. Akhirnya, diputuskanlah saran
dari Abu Jahal. Mereka sepakat mengirimkan pemuda dari berbagai kabilah untuk menyerang
dan membunuh Rasulullah bersama-sama di kediamannya. Dengan begitu, Bani Hasyim pun
tidak bisa menuntut balas kepada semua kabilah seandainya Rasulullah terbunuh..
Sesuai rencana Abu Jahal, para pemuda yang sudah disiapkan pun berjalan, bergerak,
mengepung rumah Rasulullah malam itu juga setelah perundingan karena dikhawatirkan ia akan
lari. Tapi sebelum itu, Jibril datang mengatakan kepada Rasulullah bahwa waktu berhijrah sudah
tiba. Rasulullah pun langsung pergi ke rumah Abu Bakar dan meminta untuk menemaninya
berhijrah ke Madinah sekarang juga. “Bersama saya ?”, tanya Abu Bakar. Alangkah gembiranya
Abu Bakar setelah Rasulullah mengiyakannya. Abu Bakar sangat siap menemani Rasulullah.
Disaat suasana yang menegangkan itu, Ali diminta tetap tinggal di Mekah sementara
waktu untuk menyelesaikan amanat barang-barang yang dititipkan kepada Rasulullah. Ali yang
sebelumnya sangat ingin hijrah bersama Rasulullah harus rela memendam keinginannya itu
untuk sementara waktu. Ia yakin perintah ini adalah keputusan terbaik, meski keinginannya harus
dikorbankan.
Lalu, Rasulullah berbisik kepada Ali untuk memakai mantel hadrami-nya dan meminta
berbaring di tempat tidur sembari meyakinkan bahwa ia tidak akan mengalami gangguan.
Setelah itu, Rasulullah pun pergi menuju rumah Abu Bakar melalui pintu belakang. Tinggal Ali
seorang diri. Ali bin Abi Thalib, pemuda pemberani dengan keimanan yang mantap serta
kesetiaan, melaksanakan dengan baik semua perintah orang yang sangat dicintainya itu.
Menjelang larut malam, para pemuda Quraisy mendatangi rumah Rasulullah. Mereka
sepakat akan mencegat Rasulullah di pintu keluar saat tengah malam, setelah memastikan dari
bilik jendela bahwa ia masih berbaring di tempat tidur. Padahal, beliau sudah keluar menuju
rumah Abu Bakar. Dari sana kedua orang itu keluar melalui jendela pintu belakang dan terus
bertolak ke arah belakang menuju Gua Saur. Dan para pemuda itu tidak mengetahui sama sekali
bahwa Ali menggantikan posisi Rasulullah. Bahwa tujuan dua orang itu melalui jalan lain, sama
sekali di luar dugaan. Rasulullah pun selamat hijrah ke Madinah.
Para pemuda Quraisy yang berencana akan menyergap Nabi SAW pun kemudian
memasuki rumah beliau. Namun alangkah terkejutnya mereka, karena ternyata beliau sudah
tidak ada di tempat. Mereka hanya mendapati Ali sedang tidur di kasur beliau.
Kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib di baiat setelah pemberontakan yang merenggut nyawa khalifah
sebelumnya yakni Utsman bin affan. Saat menjadi khalifah beliau banyak memecat para
gubernur pada masa pemerintahan ustman karena beliau yakin bahwasanya yang menyebabkan
pemberontakan adalah para gubernur tersebut.
Di zaman Kekhalifahan beliau kehidupan penuh dengan pergolakan dan pemberontakan,
bahkan hampir tidak ada masa stabil. Tak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib menghadapi
pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para
pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan
secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada
Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara
damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar.
Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu
menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh,
sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya
perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas
pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan
pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, serta Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus
dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu’awiyah di Shiffin.
Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama Perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan
tahkim (arbitrase), tetapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan
timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali.
Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga
kekuatan politik, yaitu Mu’awiyah, Syi’ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudu) yang
menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).
Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya
semakin lemah, sementara posisi Mu’awiyah semakin kuat.
Meninggal nya Ali Bin Abi Thalib
Ali bin Abi Thalib adalah khalifah keempat Kekhalifahan Rasyidin dan Imam Syi'ah
pertama, dibunuh oleh seorang Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam pada tanggal 26
Januari 661 di Masjid Agung Kufah. Ali, yang pada saat itu berumur 62 atau 63 tahun,
meninggal karena luka-lukanya, dua hari setelah Abdurrahman bin Muljam memukul kepalanya
dengan pedang yang dilapisi racun, pada tanggal 21 (atau 19) Ramadan 40 Hijriyah (28 Januari
661 M). Ali adalah khalifah ketiga secara berturut-turut, setelah Umar dan Utsman, yang
dibunuh. Setelah kematian Ali, Abdurrahman bin Muljam dihukum mati sebagai pembalasan
oleh Hasan bin Ali.

Você também pode gostar